BAB II KURIKULUM MUATAN LOKAL DINIYAH A. Kurikulum Muatan Lokal 1. Pengertian Kurikulum Muatan Lokal Depdikbud menetapkan bahwa muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah itu.1 Kurikulum muatan lokal terdiri dari beberapa mata pelajaran yang berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menumbuh kembangkan pengetahuan dan kompetisinya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Penentuan isi dan bahan muatan lokal didasarkan pada keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang dituangkan dalam mata pelajaran dengan alokasi waktu yang berdiri sendiri. Adapun materi yang isinya ditentukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan
1
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 148.
24
25
kurikuler untuk mengembangkan potensi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta lingkungan budaya. Sedangkan kebutuhan daerah adalah sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan dan taraf kehidupan masyarakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya untuk: a. Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat. b. Meningkatkan kemampuan untuk mendongkrak perekonomian daerah. c. Meningkatkan kemampuan bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin dan Jepang) untuk mempersiapkan masyarakat dan individu memasuki era globalisasi. d. Meningkatkan life skill yang menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan pembelajaran lebih lanjut. e. Meningkatkan kemampuan berwirausaha untuk mendongkrak kemampuan ekonomi masyarakat, baik secara individu, kelompok maupun daerah.2 2. Dasar dan Tujuan Kurikulum muatan lokal a. Dasar Kurikulum Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kebijakan baru dalam bidang pendidikan berkenaan dengan kurikulum sekolah. Arti kebijakan itu sendiri adalah hasil pemikiran manusia yang harus didasarkan pada
2
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Panduan Praktis) (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008), Hlm. 272-273.
26
hukum-hukum tertentu sebagai landasan. Muatan kurikulum lokal mempunyai landasan sebagai berikut:3 1) Landasan Idiil Mengingat muatan lokal merupakan bagian dari kurikulum, maka muatan lokal juga harus dikembangkan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Hukum Negara (GBHN) dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional pada khususnya. Disamping itu muatan lokal juga perlu dikembangkan berdasarkan UU. RI. No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan peraturan pemerintah Indonesia sebagai akibatnya. 2) Landasan Hukum Sesuai dengan urutan terbitnya maka landasan hukum tentang muatan lokal adalah sebagai berikut: a) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No. 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang penerapan Muatan Lokal Kurikulum Sekolah Dasar. b) Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 tanggal 7 Oktober 1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Muatan Lokal Kurikulum Sekolah Dasar. c) Undang-Undang Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 pasal 31 ayat 1, pasal 37, pasal 38, ayat 1 dan pasal 39 ayat 1. d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 14 ayat 3 dan 4 dan pasal 37. 3
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 282.
27
e) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 2 dan 3 dan pasal 37 ayat 1.4 3) Landasan Teoritik Landasan teori pelaksanaan muatan kurikulum lokal adalah sebagai berikut: a) Tingkat kemampuan berpikir siswa adalah dari yang konkret ke yang abstrak. Oleh karena itu, dalam penyampaian bahan kepada siswa harus diawali dengan pengenalan hal yang ada disekitarnya. Teori Ausubel (1969) dan konsep asimilasi Jean Piaget (1972) mengatakan bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik. Penerimaan gagasan baru dengan bantuan gagasan atau pengetahuan
yang
telah
ada
ini
sebenarnya
telah
dikemukakan oleh John Friedrich Herbert yang dikenal dengan istilah apersepsi. b) Pada dasarnya anak-anak usia sekolah memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, mereka selalu gembira bila dilibatkan secara mental, fisik, dan sosial dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila diberi kesempatan untuk mempelajari lingkungan sekitarnya yang penuh sumber belajar. Jadi, dengan menciptakan situasi
4
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 63-64.
28
belajar, bahan kajian, dan cara belajar mengajar yang menantang dan menyenangkan, aspek kejiwaan mereka yang berada
dalam
proses
pertumbuhan
akan
dapat
ditumbuhkembangkan dengan baik.5 4) Landasan Demografik Keindahan bangsa dan negara Indonesia terletak pada keanekaragaman pada pola kehidupan dari beratus-ratus suku bangsa yang tersebar diberibu pulau dari Sabang sampai Merauke. Kekaguman terhadap bangsa dan negara Indonesia telah dinyatakan oleh hampir seluruh bangsa di dunia, karena keanekaragaman tersebut dapat dipersatukan oleh falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Keanekaragaman tersebut bukan saja ada pada bidang budayanya saja, melainkan juga pada keadaan alam, fauna dan floranya serta kehidupan sosialnya. Semuanya itu merupakan dasar yang sangat penting dalam mengembangkan muatan lokal.6 b. Tujuan Muatan Lokal Secara umum program pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan
5 6
Abdullah Idi, Op. Cit., hlm. 283-284. Syafruddin Nurdin, Op. Cit., hlm. 65-66.
29
kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan setempat. Perumusan tujuan penerapan muatan lokal yang tercantum dalam lampiran surat keputusan Mendikbud no. 0412/U/1987 tersebut di atas itu bersifat umum. Dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 pasal 36 ayat 3 dicantumkan bahwa, kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan RI dengan memperhatikan antara lain keragaman potensi daerah dan lingkungan. Lalu pada pasal 37 ayat 1 ditegaskan bahwa, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain muatan lokal. Karena itu dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan gagasan muatan lokal. Tujuan tersebut pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok tujuan, yaitu; tujuan langsung atau tujuan yang dapat segera dicapai. Sedangkan tujuan tidak langsung merupakan tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya. Tujuan tidak langsung pada dasarnya merupakan akibat/dampak dari tujuan langsung. 1) Tujuan Langsung a) Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid. b) Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
30
c) Murid dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya. d) Muird dapat lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat didaerahnya. 2) Tujuan Tak Langsung a) Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya. b) Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. c) Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri. Dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, maka besar kemungkinan murid dapat mengamati, melakukan percobaan atau kegiatan belajar sendiri. Belajar mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri dan menggunakan informasi itu untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungannya merupakan pola dasar dari belajar, belajar tentang lingkungan dalam lingkungannya sendiri mempunyai daya tarik tersendiri bagi seorang anak.7 Menurut Dakir dalam bukunya yang berjudul Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum menyatakan bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan muatan lokal tentu saja tidak dapat terlepas dari tujuan umum yang tertera
7
Syafruddin Nurdin, Op. Cit., hlm. 61-62.
31
dalam GBHN. Adapun yang langsung dapat dipaparkan dalam muatan lokal atas dasar tujuan tersebut diantaranya: a) b) c) d) e) f)
g) h)
i)
j)
k)
l) m)
Budi pekerti luhur: sopan santun daerah disamping sopan santun nasional. Berkepribadian: punya jati diri - punya kepribadian disamping kepribadian nasional. Mandiri: dapat mencukupi diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Trampil: menguasai sepuluh segi PKK di daerahnya. Beretos kerja: cinta akan kerja, makarya, dapat menggunakan waktu terluang untuk berbuat yang berguna. Profesional: dapat mengerjakan kerajinan yang khas daerah, misalnya: membatik, membuat wayang, anyam-anyaman, patung dan sebagainya. Produktif: dapat berbuat sebagai produsen dan bukan hanya sebagai konsumen. Sehat jasmani-rohani: karena suka bekerja dengan sendirinya akan menjadi sehat jasmani dan rohani (men sana incorpore sano). Cinta lingkungan: karena memperhatikan keadaan dan kebutuhan lingkungan maka dengan sendirinya akan cinta lingkungan yang akhirnya cinta tanah air. Kesetia kawanan sosial: dalam hal bekerja manusia selalu membutuhkan teman kerja, oleh karenanya akan terjadilah situasi kerjasama atau gotong royong. Kreatif-inovatif untuk hidup: karena tidak pernah menyia-nyiakan waktu terluang, yang bersangkutan selalu akan berbuat secara ndregil, dapat rezeki, akibatknya akan menjadi orang yang ulet, tekun, rajin dan sebagainya. Mementingkan pekerjaan yang praktis: menghilangkan gaps antara lapangan teori dan praktik. Rasa cinta budaya daerah/tanah air: lihat butir 9.8
3. Fungsi Muatan Lokal Sebagai komponen kurikulum, muatan lokal dalam kurikulum secara keseluruhan memiliki fungsi sebagai berikut:
8
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: PT. Adi Mahasatya, 2004), hlm. 103-104.
32
a. Fungsi penyesuaian Dalam masyarakat sekolah merupakan komponen, sebab sekolah berada dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan daerah dan masyarakat. Demikian juga pribadi-pribadi yang ada dalam sekolah hidup dalam lingkungan masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar setiap pribadi dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan lingkungannya. b. Fungsi integrasi Peserta didik adalah bagian dari integral dari masyarakatnya karena itu muatan lokal merupakan program pendidikan yang berfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi peserta didik agar dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan lingkungannya atau berfungsi untuk membentuk dan mengintegrasikan pribadi peserta didik dengan masyarakatnya. c. Fungsi perbedaan Peserta didik yang satu dengan yang lain berbeda. Pengakuan atas perbedaan berarti pula memberi kesempatan bagi setiap pribadi untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya. Muatan lokal adalah program pendidikan yang bersifat luwes, yaitu program pendidikan yang pengembangannya disesuaikan dengan minat, bakat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik, lingkungan dan daerahnya. Hal ini tidak berarti bahwa muatan lokal akan
33
mendidik setiap pribadi menjadi orang yang individualistik tetapi muatan lokal harus dapat berfungsi mendorong dan membentuk peserta didik ke arah kemajuan sosialnya dalam masyarakat.9 4. Strategi Pelaksanaan Muatan Lokal Strategi adalah cara atau langkah yang dianggap paling tepat baik dalam melaksanakan suatu kegiatan.10 Strategi pelaksanaan muatan lokal dalam kurikulum nasional dapat dilakukan dalam beberapa cara, antara lain: a. Pendekatan monolitik, artinya materi muatan lokal diberikan kepada anak didik secara tersendiri, dalam arti ada alokasi waktu khusus dalam kurikulum. b. Pendekatan integratif, artinya materi muatan lokal diberikan secara bersama-sama dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum nasional. c. Pendekatan ekologis, artinya mempelajari bahan-bahan muatan lokal menggunakan lingkungan alam dan sosial budaya setempat.11 Berdasarkan pengalaman yang lalu, setiap daerah memiliki berbagai pilihan mata pelajaran muatan lokal baik untuk cakupan wilayah, kabupaten
maupun
kecamatan.
Sehubungan
dengan
itu,
dalam
pelaksanaannya terdapat beberapa tahap yang dilalui, baik pada tahap
9
Subandijah, Op. Cit., hlm. 160. Ibid., hlm. 162. 11 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), hlm. 176-177. 10
34
persiapan maupun pada tahap pelaksanaannya. Tahap-tahap tersebut antara lain: a. Persiapan Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lain di sekolah pada tahap persiapan ini adalah sebagai berikut. 1) Menentukan mata pelajaran muatan lokal untuk setiap tingkat kelas yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, dan kesiapan guru yang akan mengajar. 2) Menentukan guru. Guru muatan lokal sebaiknya guru yang ada di sekolah, tetapi bisa juga menggunakan narasumber yang lebih tepat dan profesional. 3) Sumber dana dan sumber belajar. Dana untuk pembelajaran muatan lokal dapat menggunakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), tetapi bisa juga mencari sponsor atau kerjasama dengan pihak lain yang relevan. b. Pelaksanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal hampir sama dengan mata pelajaran lain, yang biasa dipelajari kembali pada bab dan sub bab terdahulu tentang pelaksanaan pembelajaran, yang dalam garis besarnya adalah sebagai berikut: 1) Mengkaji silabus 2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
35
3) Mempersiapkan penilaian c. Tindak lanjut Tindak lanjut adalah langkah-langkah yang akan dan harus diambil setelah proses pembelajaran muatan lokal. Tindak lanjut ini erat kaitannya dengan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran. Bentuk tindak lanjut ini bisa berupa perbaikan terhadap proses pembelajaran,
tetapi
juga
bisa
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan lebih lanjut hasil pembelajaran.12 5. Bahan Pengajaran Muatan Lokal Menurut E. Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk menentukan bahan pengajaran muatan lokal diperlukan pengorganisasian bahan yaitu: a. Sesuai dengan tingkat pengembangan peserta didik. Baik perkembangan pengetahuan, cara berfikir, maupun perkembangan sosial dan emosionalnya. b. Dikembangkan dengan memperhatikan kedekatan dengan peserta didik, baik secara fisik maupun psikis. c. Dipilih yang bermakna dan bermanfaat bagi peserta didik dan kehidupan sehari-hari. d. Bersifat fleksibel, yaitu memberi keleluasaan bagi guru dalam memilih metode dan media pembelajaran. e. Mengacu pada pembentukan kompetensi dasar tertentu secara jelas.13 Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam bukunya yang berjudul Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah bahan pengajaran muatan lokal yang perlu dikembangkan sebagai pengaya kurikulum pendidikan nasional akan berkisar pada beberapa konsep, antara lain:
12 13
E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 280-281. Ibid., hlm. 282.
36
a. Bahasa, terutama bahasa daerah b. Nilai-nilai budaya masyarakat, seperti adat istiadat, norma sosial, norma susila, etika masyarakat dan lain lain. c. Lingkungan geografis daerah setempat. d. Lingkungan alam daerah setempat, termasuk mata pencaharian. e. Kesenian yang ada pada masyarakat setempat. f. Berbagai jenis ketrampilan yang berkembang dan diperlukan masyarakat setempat. g. Aspek penduduk masyarakat/daerah setempat. h. Sistem pemerintahan daerah setempat, termasuk organisasi kemasyarakatan. i. Masalah-masalah lingkungan hidup dan ekosistem. j. Olahraga dan kesehatan masyarakat setempat. Konsep tersebut tentu berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh sebab itu pengembangan dan penulisannya sebagai bahan ajar yang siap diberikan kepada anak didik, memerlukan dukungan dan bantuan semua pihak terutama pemerintah daerah setempat.14 6. Evaluasi Muatan Lokal Menilai keberhasilan muatan lokal dalam kurikulum nasional, dapat dilihat dari beberapa komponen, baik yang berkenaan dengan masukan untuk muatan lokal, proses pengajaran muatan lokal dan keluaran dari muatan lokal. Masukan dari muatan lokal dinilai dari programnya, sarananya, dana yang diperlukan, dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, serta aspek lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan muatan lokal. Penilaian proses pengajaran muatan lokal dilihat dari sudut relevansi muatan lokal dengan kurikulum nasional, efisiensi muatan lokal dalam mencapai tujuan belajar, produktivitas proses dan hasil belajar anak dari muatan lokal. Sedangkan penilaian keluaran muatan lokal mencakup hasil 14
Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 174-177.
37
belajar anak seperti perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan berkenaan dengan materi muatan lokal, dampak pengajaran muatan lokal bagi kepentingan anak dan masyarakat setempat, daya dukung terhadap pembangunan daerahnya. Dilain pihak penilaian terhadap hasil belajar muatan lokal bisa dilakukan seperti halnya penilaian bidang studi dalam kurikulum nasional. Untuk bidang studi bahasa daerah atau ketrampilan, kesenian yang sepenuhnya berisi muatan lokal masalah penilaian hasil belajarnya tidak ada perbedaan dengan bidang-bidang studi yang lain. Namun untuk materi muatan lokal yang ada dalam pokok bahasan bidang studi, penilaian hasil belajar anak menjadi bagian dari penilaian bidang studinya. Artinya, terintegrasi dalam bidang studi yang muatan lokal (konsep-konsepnya) berada dalam bidang studi tersebut. Ukuran prestasi muatan lokal tidak secara eksplisit dinyatakan, melainkan tersirat dalam prestasi bidang studi. Oleh sebab itu, soal-soal untuk menguji penguasaan muatan
lokal
diberikan
dalam
soal-soal
bidang
studi
yang
menampungnya. Artinya, tidak perlu diberikan tersendiri di luar bidang studi. Persoalaan lain yang cukup penting diperhatikan oleh sekolah (kepala sekolah dan guru) dalam mengembangkan muatan lokal adalah: a. Membina hubungan sekolah dalam arti luas pendidikan dengan pemerintah daerah setempat dan masyarakat disekitarnya. Kerjasama ini sangat diperlukan sehingga masalah muatan lokal dalam kurikulum nasional di sekolah tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Hal-hal yang berkenaan dengan tenaga yang diperlukan untuk muatan lokal, sumber belajar, materi yang harus diprogramkan, sarana dan prasaran untuk pelaksanaannya, bahan-bahan intruksional seperti buku
38
b.
c.
d.
e.
pelajaran dan lain-lain harus dipikirkan dan dikembangkan bersama terutama dari pemerintah daerah setempat. Penyusunan program pendidikan muatan lokal harus didasarkan kepada kebutuhan masyarakat, kondisi sosial budaya yang ada, lingkungan alam/ekologis, geografis dan demografis daerah setempat, serta melihat perkembangan yang mungkin terjadi di masa depan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk itu memerlukan penanganan yang saksama dan terencana sehingga materi muatan lokal tidak asal mengisi, sesuai dengan tuntutan kurikulum nasional. Adanya tenaga pengajar yang memiliki kemampuan profesional, terutama menguasai kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sangat diperlukan. Untuk itu tidak mustahil harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum muatan lokal dilaksanakan sebagai bagian integral dari kurikulum nasional. Di lain pihak mengoptimalkan tenaga lain di luar guru yang dipandang cakap dan menguasai masalah muatan lokal, sangat dimungkinkan untuk dipartisipasikan sebagai tenaga pengajar khusus muatan lokal. Evaluasi dan monitoring pelaksanaan muatan lokal harus dirancang sedemikian rupa, sebelum muatan lokal dilaksanakan. Peranan evaluasi dan monitoring ini sangat penting untuk melihat beberapa kendala pelaksanaan muatan lokal dan bahan untuk melakuakan perbaikan dan penyempurnaan program pendidikan muatan lokal, pelaksanaannya di sekolah dan hasil-hasil yang dicapainya. Siapa yang melakukan evaluasimonitoring, bagaimana pelaksanaannya, alatalat apa yang digunakan dan lain-lain, harus dipersiapkan oleh sekolah. Koordinasi antarsekolah dalam melaksanakan muatan lokal, bisa dikembangkan sepanjang sekolah tersebut ada dalam kondisi sosial budaya, lingkungan ekologis, geografis dan demografis yang hampir sama. Melalui koordinasi kerja antarsekolah maka berbagai hambatan dan masalah yang mungkin dihadapi dapat diatasi bersama. Untuk itu kiranya akan lebih baik apabila muatan lokal dalam kurikulum ditangani oleh tenaga khusus sebagai koordinator pelaksanaannya di sekolah. Beberapa masalah di atas, sepantasnya dijadikan bahan bagi para
kepala sekolah dan guru, dalam hubungannya dengan mengembangkan muatan lokal dalam kurikulum sekolah tidak akan banyak dihadapi, sebab merupakan suatu program bisa sebagaimana program pendidikan lainnya dalam kurikulum yang berlaku.15
15
Ibid., hlm. 178-180.
39
B. Metode Pembelajaran Diniyah Metode berasal dari bahasa Greek-Yunani, yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari asal makna kata tersebut dapat diambil pengertian secara sederhana metode adalah jalan atau cara yang ditempuh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Ahmad Tafsir, sebagaimana yang dipaparkan kembali oleh Thoifuri mendefinisikan metode dalam interaksi pembelajaran adalah cara yang tepat dan cepat melakukan sesautu. Cara yang tepat dan cepat inilah, maka urutan kerja dalam suatu metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Memahami pemaknaan metode tersebut maka dapat diambil pengertian tentang metode pembelajaran sesuai dengan yang diungkapkan oleh Thoifuri bahwa metode pembelajaran adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal. 16 Dalam rangkaian sistem pembelajaran, metode menempati urutan sesudah materi (kurikulum). Penyampaian materi tidak berarti apapun tanpa melibatkan metode dalam sebuah pembelajaran seorang guru harus dengan tepat dan mampu menggunakan dengan baik, maka dengan begitu guru memiliki harapan besar terhadap hasil yang baik.17
16
Zainal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2009), hlm. 112-113. 17 Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi) (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 141.
40
Untuk menentukan metode mengajar yang sesuai diperlukan pengertian yang meliputi banyak faktor, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kemampuan guru sendiri dalam menggunakan metode mengajar. Tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Bahan pelajaran yang perlu dipelajari peserta didik. Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya. Sarana dan prasarana yang ada atau yang dapat disediakan oleh sekolah. Memperhatikan prinsip-prinsip belajar. Mengutamakan keaktifan peserta didik dalam belajar. Merangsang peserta didik untuk berpikir dan bernalar. Memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik.18 Diantara metode yang dipakai dalam pendidikan dan pengajaran dalam
kurikulum muatan lokal antara lain: 1. Metode Ceramah Yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu cara menyampaikan suatu pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan kepada anak didik atau khalayak ramai.19 Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, sebab sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Meskipun metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada peserta didik, namun metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pembelajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisional seperti di pedesaan, yang masih kekurangan fasilitas.20
18
Subandijah,Op. Cit., hlm. 180. Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 41. 20 Nunuk Suryani dan leo Agung, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: ombak, 2012), hlm. 55. 19
41
2. Metode Tanya Jawab Dimaksudkan metode tanya jawab yaitu suatu cara menyampaikan materi pelajaran dengan jalan guru mengajukan suatu pertanyaanpertanyaan kepada siswa untuk dijawab, bisa pula diatur pertanyaanpertanyaan diajukan siswa lalu dijawab oleh siswa lainnya.21 Metode tanya jawab dimaksudkan untuk merangsang berpikir siswa
dan
membimbingnya
dalam
mecapai
atau
mendapatkan
pengetahuan. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dan siswa.22 3. Metode Diskusi Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Oleh karena itu, diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama.23 Dalam diskusi, setiap peserta diharapkan memberikan sumbangan pemikiran sehingga mendapat pengertian yang bulat mengenai materi yang didiskusikan.24 4. Metode Peta Konsep Yang dimaksud peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana suatu konsep tunggal dihubungkan ke
21
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., hlm. 61. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 210. 23 Abdul Majid, Op. Cit., hlm. 200. 24 Nunuk Suryani dan leo Agung, Op. Cit., hlm. 57. 22
42
konsep lain pada kategori yang sama. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar (1989) yang dikutip oleh Erman (2003) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: a. Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep dan proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. b. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan proporsional antara konsep-konsep. c. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep yang lain. d. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep tersebut. Berdasarkan ciri tersebut di atas maka sebaiknya peta konsep disusun secara hierarki, artinya konsep yang lebih inklusif diletakkan pada puncak peta, makin ke bawah konsep diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif. Dalam IPA peta konsep membuat informasi abstrak menjadi konkret dan sangat bermanfaat meningkatkan ingatan suatu
43
konsep pembelajaran, dan menunjukkan pada siswa bahwa pemikiran itu mempunyai bentuk.25 5. Metode Tugas dan Resitasi Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di luar kelas, di halaman sekolah, di perpustakaan, di laboratorium, di bengkel, di rumah atau di mana saja yang penting tugas itu dapat dikerjakan. Metode ini dilaksanakan, karena dirasakan bahan pelajaran banyak sementara waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan pelajaran tidak seimbang dengan waktu yang ada. Agar bahan dapat selesai waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang bisa guru gunakan untuk mengatasinya. Metode pemberian tugas dan resitasi dapat merangsang siswa untuk aktif belajar, baik secara individu maupun kelompok. Tugas yang didapat diberikan kepada siswa banyak macamnya, tergantung pada tujuan yang akan dicapai. Misalnya, tugas mengadakan wawancara, mengadakan observasi, menyusun laporan dan sebagainya.26
25
Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/KTI) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 185-186. 26 Ibid., hlm. 63-64.
44
6. Metode Latihan Siap (Drill) Metode latihan siap (Drill) adalah suatu cara yang menyajikan bahan pelajaran dengan jalan/cara melatih sisw agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan. Dalam pelajaran agama, metode Drill dapat dilaksanakan misalnya: untuk melatih siswa agar terampil dalam membaca al-Qur’an, laitihan ibadah shalat, latihan berpuasa ramadhan, dan berbagai topik lainnya, misalnya latihan menulis kaligrafi (tulisan khat/arab indah), latihan-latihan menulis ayat, bahasa arab dan sebagainya.27 7. Metode Hafalan Metode hafalan yaitu kegiatan belajar santri diberi tugas dengan cara hafalan teks atau bacaan tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz atau kyai.28 Kata menghafal dapat disebut juga sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan.29 Metode hafalan adalah suatu teknik yang digunakan oleh seorang pendidik dengan menyerukan peserta didiknya untuk menghafalkan
27
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., hlm. 65. Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 187. 29 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 63. 28
45
sejumlah kata-kata (mufradat) atau kalimat-kalimat maupun kaidahkaidah.30
C. Media dan Sumber Pembelajaran Diniyah 1. Media Pembelajaran Diniyah a. Pengertian Media Pembelajaran Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”.
Association
for
Education
and
Communication
Technology (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan Education Association mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.31
30
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 209. M. Basyiruddin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 11. 31
46
Dengan demikian media pembelajaran adalah alat yang dapat digunakan
untuk
menyampaikan
informasi
dan
pesan-pesan
pengajaran dari sumber belajar yaitu guru kepada peserta didik yaitu siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.32 b. Fungsi media Pembelajaran Dalam kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru media pembelajaran berfungsi sebagai berikut: a) b) c) d) e)
Sebagai alat bantu Sebagai sumber belajar Menarik perhatian siswa Mempercepat proses belajar mengajar Mempertinggi mutu belajar Sedangkan menurut TIM LPM DKI Jakarta fungsi media
pengajaran adalah sebagai berikut: a) Menciptakan situasi pembelajaran yang efektif b) Bagian integral dari keseluruhan pembelajaran c) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi verbalisme d) Membangkitkan motivasi belajar e) Mempertinggi mutu pembelajaran. c. Macam-macam media pembelajaran Ada beberapa media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Media didasarkan dari cara melihat atau memandangnya dapat digolongkan sebagai berikut.
32
Darwyn Syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 123.
47
1) Media Visual Visual adalah gambar yang menunjukkan sesuatu yang dapat dilihat. Dengan demikian media visual adalah media pengajaran yang hanya dapat dilihat. Media visual dikelompokkan kedalam beberapa kelompok sebagai berikut: (a) Media visual dua dimensi tidak transparan Seperti: Grafik, Chart atau Bagan, Peta, Poster, Komik, Gambar, Foto, Karikatur, Buku, Makalah, Diktat, Majalah dan lain-lain. (b) Media visual dua dimensi papan Seperti: Papan Tulis, Papan Planel, Papan Magnet, White Board, Black Board, Papan Bulletin, Papan Karpet dan lainlain. (c) Media visual dua dimensi transparan Seperti: Film Slide, OHP/OHT, Film Strife, Micro Film dan lain-lain. (d)Media visual tiga dimensi Seperti: Benda sesungguhnya, Model, Diorama, Mock Up, Specimen dan lain sebagainya. 2) Media Audio Audio adalah suara yang dapat didengar oleh telinga. Dengan demikian yang dimaksud dengan media audio adalah media yang dapat didengar oleh telinga. Adapun yang termasuk media audio
48
adalah
Radio,
Audio
Tradisional/Modern,
CD
Tape
Recorder,
Player,
PH,
Alat Sound
Musik System,
Telephone/HP dan lain sebagainya. 3) Media Audio Visual Audio adalah suara yang dihantarkan oleh gelombang udara yang dapat didengar oleh telinga manusia. Karena audio berhubungan dengan pendengaran. Visual adalah gambar yang menunjukkan sesuatu yang dapat dilihat. Jadi media audio visual adalah media yang mempertunjukkan gambar dan mendengarkan suara. Menurut Djamarah sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut: (a) Kemampuan untuk meningkatkan persepsi. (b) Kemampuan untuk meningkatkan pengertian. (c) Kemampuan untuk meningkatkan transper (pengalihan) belajar. (d) Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforment) atau pengetahuan hasil yang dicapai. (e) Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan). Adapun yang termasuk media audio visual adalah Televisi, Video Sistem, Sinema/Film, Komputer. Disamping pembagian media di atas pembagian media pengajaran penggunanya:
dapat
juga
dibedakan
berdasarkan
jumlah
49
1) Media untuk individu Yang
termasuk
media
pengajaran
yang
biasa
dipergunakan untuk individu adalah Media Cetak, Kaset Audio, CD Player, Telephone, Komputer, dan VCD/DVD. 2) Media untuk kelompok kecil Media
pengajaran
yang
dapat
digunakan
untuk
kelompok kecil adalah Film Suara, Film Bisu, Video/VCD, Film Stripe, Audio Tape, Foto Poster, Papan Tulis, Komputer, Chart, dan Grafik. 3) Media untuk kelompok besar Media
pengajaran
yang
dapat
digunakan
untuk
kelompok besar adalah Radio, Televisi, Telephone/Faximile, dan Komputer.33 2. Sumber Pembelajaran Diniyah a. Pengertian Sumber Belajar Sumber belajar yang kebanyakan diisi oleh guru berupa bukubuku atau sumber tertulis lainnya. Hal demikian ada benarnya, akan tetapi pengertian sumber belajar tidak sesempit itu. Karena sumber belajar tidak hanya buku atau bahan tertulis lainnya. Tetapi juga bisa meliputi benda, alat atau manusia yang bisa dijadikan sumber serta lingkungan yang ada disekitar.
33
Ibid.,Hlm. 128-130.
50
Menurut Darwyn Syah dkk dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang berada diluar diri siswa baik berupa orang maupun benda, pengalaman serta lingkungan yang dapat dipergunakan memudahkan proses belajar dan kegiatan pengajaran secara efektif dan efisien, dalam bentuk abstrak atau konkret. b. Klasifikasi Sumber Belajar Klasifikasi sumber belajar bila dibedakan menurut beberapa sisi pandang dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Menurut Sifat Dasarnya a) Manusia (human) Manusia sebagai sumber belajar dibedakan menjadi: mereka yang secara khusus dipersiapkan menjadi sumber belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yaitu para guru atau guru bantu dan mereka yang tidak dipersiapkan menjadi sumber belajar akan tetapi bila dipanggil dapat diberdayakan memberikan ilmu serta ketrampilan yang dimilikinya dapat dijadikan sumber belajar. Adapun manusia yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar yang tidak dipersiapkan secara khusus seperti: ahli bank, pengusaha, artis, ulama para pekerja dan sebagainya.
51
b) Non Manusia (non-human) Yang termasuk sumber belajar non manusia yaitu: pesan, teknik, lingkungan, benda-benda material, ruang dan tempat, alat dan perabot serta kegiatan. 2) Menurut Segi Pengembangannya a) Direncanakan Sumber belajar yang direncanakan adalah yang dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan pengajaran, baik yang diproduksi oleh guru maupun diproduksi secara masal oleh pabrik, seperti: peta, globe, peta timbul dan sebagainya. b) Tidak direncanakan Sumber belajar yang tidak direncanakan adalah sumber belajar yang tidak dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan pengajaran dan telah tersedia di lingkungan sekolah atau yang jauh dari lingkungan sekolah baik sengaja dibuat ataupun tidak sengaja dibuat yang dapat dipergunakan untuk membantu tercapainya tujuan pengajaran, seperti: museum, masjid, pasar, taman, kebun binatang, tokoh pahlawan dan sebagainya. 3) Berdasarkan Pendekatan Teknologi Intruksional a) Pesan Pesan adalah informasi/ajaran yang disampaikan oleh komponen sumber belajar lainnya yang meliputi: ide-ide,
52
fakta, arti serta data. Termasuk kelompok pesan adalah semua materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa oleh pihak guru. b) Orang Orang atau manusia adalah mereka yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Yang termasuk kelompok ini adalah guru, dosen, tutor, siswa dan sebagainya. c) Bahan Bahan atau material adalah perangkat lunak yang dapat dijadikan penyampai pesan yang dapat disajikan kepada siswa melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri. Adapun yang termasuk kategori materials adalah transfaransi, slide, film stripe, radio cassette, majalah, buku, modul dan sebagainya. d) Alat Alat adalah perangkat keras yang dipergunakan untuk menyampaikan yang tersimpan di dalam bahan. Yang termasuk alat adalah OHP, pesawat radio, pesawat televisi, LCD dan sebagainya. e) Teknik Teknik adalah prosedur atau panduan serta acuan yang dipersiapkan untuk penggunaan bahan, peralatan, orang, serta lingkungan untuk penyampaian pesan. Misalnya: cara belajar
53
siswa aktif, ketrampilan proses, mastery learning, ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan sebagainya. f) Lingkungan Lingkungan yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang berada disekitar siswa atau sekolah baik yang berbentuk fisik: gedung, sekolah, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber belajar, studio, aula, museum, taman; dan lingkungan non fisik seperti: penerangan, sirkulasi udara, suasana belajar. c. Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam Penggunaan Sumber Belajar Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sumber belajar: 1) Ekonomis, yaitu biaya yang tersedia untuk pengadaan media, apakah harus membeli atau dibuat sendiri, apakah yang sederhana atau yang kompleks. Apakah untuk jangka panjang atau jangka pendek. 2) Teknisi (tenaga). Bahwa dalam menggunakan media harus diperhatikan kemampuan orang yang menggunakan apakah oleh guru sendiri atau membutuhkan tenaga bantu. 3) Bersifat praktis dan sederhana dalam artian mudah dijangkau, mudah dilaksanakan dan mudah didapatkan. 4) Bersifat fleksibel, bahwa sumber pembelajaran jangan bersifat kaku atau paten akan tetapi bisa dikembangkan dan dimodifikasi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 5) Relevan dengan tujuan pengajaran dan komponen-komponen pengajaran lainnya. 6) Dapat membantu efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pengajaran. 7) Memiliki nilai positif baik guru maupun siswa dalam proses pengajaran. 8) Sesuai dengan strategi dan interaksi belajar mengajar yang telah dirancang dan kemudian dikembangkan.34
34
Ibid., hlm. 118-123.
54
D. Evaluasi Pembelajaran Diniyah Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran. Sedangkan menurut istilah evaluasi adalah merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek yang menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan. Jadi evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai, mengukur lebih bersifat kuantitaif sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.35 Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Dasardasar Evaluasi Pembelajaran secara garis besar teknik-teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1. Teknik Non Tes Untuk menilai aspek tingkah laku, minat, perhatian, karakteristik dan lain-lain yang sejenis. Alat evaluasi non tes ini antara lain adalah: a. Wawancara Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subyek evaluasi.
35
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2009), hlm. 2.
55
b. Observasi Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.36 c. Studi Kasus Studi kasus adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau sekolah yang memiliki kasus tertentu. Misalnya, peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal atau kesulitan dalam belajar. Pengertian mendalam dan komprehensif adalah mengungkap semua variabel dan aspekaspek yang melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab timbulnya perilaku atau kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu.37 d. Rating Scale (Skala Penilaian) Rating Scale adalah instrumen pengukuran non tes yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu dalam hubungannya dengan yang lain. Biasanya rating scale berisikan seperangkat pernyataan kualitas sesuatu yang akan diukur beserta pasangannya
36
yang
berbentuk
semacam
cara
menilai
yang
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm.
44-45. 37
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur) (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Hlm. 168.
56
menunjukkan peringkat kualitas yang dimiliki oleh sesuatu yang diukur tersebut.38 e. Questionair (Daftar Pertanyaan) Questionair juga sering dikenal dengan angket. Pada dasarnya, questionair adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan questionair ini orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya, dan lain-lain. f. Check List (Daftar Cocok) Check List adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkatsingkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√) di tempat yang sudah disediakan. 39 2. Teknik Tes Teknik tes ini dibagi menjadi tiga yaitu tes tertulis, tes lisan dan tes diagnostik. a. Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawaban yang diberikan siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu yang sama. Dalam tes tertulis siswa relatif memiliki kebebasan untuk menjawab soal, sebab tidak banyak pengaruh
38
S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 109-110. 39 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 42-43.
57
kehadiran pribadi siswa dalam soal tersebut, sehingga secara psikologis siswa lebih bebas dan tidak terikat. Bentuk tes tertulis secara umum dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Tes Essay Tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang jawabannya merupakan karangan (essay) atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang pendeknya jawaban tes essay adalah relatif, sesuai kemampuan si penjawab tes. 2) Tes Obyektif Tes obyektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes tersebut dapat dinilai secara obyektif, dinilai oleh siapapun akan menghasilkan nilai yang sama. Tes obyektif jawabannya ringkas dan pendek-pendek. Tes obyektif disebut juga short-answer test, biasanya berbentuk multiple choice (pilihan ganda). b. Tes Lisan Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.
58
c. Tes Tindakan Tes tindakan adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan atau perbuatan.40 Ditinjau dari segi penggunaan untuk mengukur siswa, menurut Suharsimi Arikunto ditinjau dari segi penggunaan mengukur siswa meliputi tes formatif, tes sumatif dan tes diagnostik.41 Sedangkan Zainal Mustakim menambahkan selain tes formatif, tes sumatif dan tes diagnostik diterapkan juga tes penempatan.42 Adapun pengertian dari macam tes tersebut adalah: 1) Tes Formatif Dari kata form yang nerupakan dasar dari istilah formatif, maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah membentuk setelah mengikuti suatu program tertentu.43 Tes ini disajikan ditengah program pengajaran untuk memantau (memonitor) kemajuan belajar siswa demi memberikan umpan balik, baik kepada siswa maupun kepada guru. Berdasarkan hasil tes itu guru dan siswa dapat mengetahui apa yang masih perlu dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai lebih baik. Siswa dapat mengetahui bagaimana dari bahan pelajaran yang masih belum dikuasai agar dapat mengupayakan perbaikannya. Guru dapat melihat bagaimana bahan pelajaran
40
Zainal Arifin, Op. Cit., hlm. 148-149. Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 47. 42 Zainal Mustakim, Op. Cit., hlm. 7. 43 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 50. 41
59
yang
umumnya
belum
dikuasai
sehingga
dapat
mengupayakannya.44 2) Tes Sumatif Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir semester.45 Dalam maknanya sebagai tes akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan, maka tes ini dimaksudkan untuk memberikan nilai yang menjadi dasar penentuan kelulusan dan atau pemberian sertfikat bagi yang telah menyelesaikan pelajaran dengan berhasil baik. Karena tes ini umumnya merupakan tes akhir tahun atau tes akhir jenjang pendidikan maka ruang lingkupnya pun sangat luas, meliputi seluruh bahan yang telah disajikan sepanjang tahun atau sepanjang jenjang pendidikan. Tingkat kesukaran soalnya pun bervariasi.46 3) Tes Diagnostik Tes ini bertujuan mendiagnosa kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya. Sepintas lalu tampaknya seperti tes formatif, namun penyusunannya sangat berbeda dari tes formatif atau jenis tes lainnya. Karena tujuannya adalah 44
Zaenal Mustakim, Op. Cit., hlm. 8. Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 53. 46 Zaenal Mustakim, Op. Cit., hlm. 8. 45
60
mendiagnosa kesulitan belajar siswa, maka harus terlebih dahulu diketahui bagaimana dari pengajaran yang memberikan kesulitan belajar pada siswa. Berarti harus terlebih dahulu disajikan tes formatif untuk mengetahui ada tidaknya bagian yang belum dikuasai siswa. Baru setelah diketahui bagaimana yang belum diketahui siswa, dapat dibuat butir-butir soal yang lebih memusat pada bagian itu sehingga dapat dipakai untuk mendeteksi bagianbagian mana dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang belum dikuasai.47 4) Tes Penempatan Tes jenis ini disajikan pada awal tahun pelajaran untuk mengukur kesiapan siswa dan mengetahui tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran yang akan disajikan. Dengan demikian, siswa dapat ditempatkan pada kelompok yang sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki itu.48
47 48
Ibid., hlm. 8-9. Ibid., hlm. 7.
61
DAFTAR PUSTAKA Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/KTI). Jakarta: Prenadamedia Group. Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Adi Mahasatya. Darwyn Syah dkk. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press. Idi, Abdullah. 2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: ArRuzz Media. M. Basyiruddin Usman dan Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press. Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Panduan Praktis). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Pekalongan. Nunuk Suryani dan leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: ombak. Nurdin, Syafruddin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Ciputat: Quantum Teaching. Qomar, Mujamil. 2007. Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi). Jakarta: Erlangga. Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Remaja Rosda Karya.
62
Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sudjana, Nana. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Widoyoko, S. Eko Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.