PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH H. Marwan Salahuddin Fakultas Pendidikan Agama Islam INSURI Ponorogo Abstract: The existence of Madrasah Diniyah Takmiliyah has significantly contributed to the development of educational field in Indonesia, especially in Islamic education. In relation to this, the system of school management needs to be reorganized, especially in term of curriculum, in which it should always be adapted to the development of science and technology, particularly in education. By restructuring the curriculum, it is expected that this Madrasah will be needed by the society all of the time, which in turn will impact on the extent of development over the symbols of Islam. There are some important aspects of curriculum that need to be laid back, as follows: the purpose, content, organization and strategy and its development orientation that adapts to the rapid change of education nowadays. Meanwhile, the development should be begun with the development at the institutional level in advance, such as by improving the vision, mission, competency standards of graduation, determination of the content and structure of the program and the development of learning methods/strategies. Furthermore, the syllabus development of each subject should be fitted in the graduation competency standards, standards of competence and basic competence. Finally, the development in the classroom during the learning process should be suited with the students’ characteristics and environmental conditions, teacher capability and the availability of school facilities.
أسهمت املدرسة الدينية التكميلية اسهاما كبريا يف امليدان الرتبوي يف إندونيسيا وخاصة الرتبية:امللخص لذا فإن هذه املدرسة البد من تنظيم إدارتها وخاصة يف املنهج الدراسي البد من تناسبه بتط ّور.اإلسالمية بهذا التنظيم ال تزال املدرسة شيّقة يريد اجملتمع ثبوتها وينتج من هذا اتساع تط ّور الشعائر. العلوم والتقنية اكمال عناصره احملتوية على األهداف: واألمور اليت البد من تنظيمها يف املنهج الدراسي هي.اإلسالمية ث ّم تبدأ مراحل التطوير. ث ّم اجتاه تطويره البد من موافقته بعامل الرتبية اآلن،واملضمون والتنظيم االسرتاتيجي وإثبات املضمون، ومستوى كفاءة اخل ّرجني فيها،بتطوير املستوى املؤسسي بتطوير رؤية املدرسة ورسالتها ثم تطوير كل من املواد الدراسية عن طريق إصالح املقررات.واهليكل الربناجمي وتطوير اسرتاتيجيات التعليم يكون التطوير يف الغرف، واألخري. ومعيار الكفاءة األساسية،الدراسية مع توفيقها مبستوى كفاءة اخلرجني وكفاءة املدرسني والوسائل املوجودة،الدراسية خالل عملية التدريس بالتوفيق بطبيعة الطالب احمليطة بهم .يف املدرسة Keywords: Diniyah-takmiliyah, curriculum, competencies
46
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
PENDAHULUAN Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang sudah tua, sudah berdiri sebelum Indonesia merdeka. Akan tetapi sekarang ini keberadaannya termarjinalkan oleh pendidikan pada umumnya, walaupun sebenarnya pesantren memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bangsa. Hal ini dibuktikan bahwa pada awal kemerdekaan madrasah tidak mendapatkan subsidi untuk pengelolaan dan pembinaan dari pemerintah. Alasannya karena kurikulum madrasah tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah, yakni madrasaha tidak mengajarkan pelajaran umum. Oleh karena itu Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) yang diserahi oleh pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap madrasah harus terus berusaha untuk itu. Pada Tahun 1958 Departemen Agama telah merintis dan memprakarsai penciptaan kurikulum Madrasah Wajib Belajar (MWB) terutama pada tingkat dasar, sebagai upaya untuk membakukan dan mendorong peningkatan madrasah sebagai bagian dari sebuah sistem pendidikan di negeri ini. Namun program ini tidak berhasil, karena madrasah-madrasah yang umumnya swasta, waktu itu terus menjalankan kurikulumnya sendiri. Akhirnya Departemen Agama mempromosikan berdirinya sekolah-sekolah negeri, yaitu MIN, MTsN, MAN, PGAN dan SPIAIN, dengan cara menegerikan beberapa sekolah swasta1. Pada Tahun 1975 pengelola madrasah mulai bernafas lega dengan adanya keputusan bersama yang ditandatangani oleh tiga menteri, yaitu menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pengakuan status madrasah yang disamakan dengan sekolah umum yang setingkat, dengan melakukan standarisasi kurikulumnya. Sebagai konsekwensi dari itu, madrasah harus mengurangi muatan pelajaran agama hingga tinggal 30% dan menambah pelajaran umum sesuai dengan sekolah yang setingkat. Namun para penyelenggara madrasah ada yang berkebaratan dengan itu dan tetap menjalankan pendidikan sesuai dengan kurikulumnya sendiri, seperti di Pesantren Termas Pacitan, Pondok Modern Gontor dan Madrasah Hidayatul Mubtadiin di Pesantren Lirboyo Kediri. Sehingga akhirnya madrasah yang mereka selenggarakan itu disebut dengan Madrasah Diniyah. Ketika Indonesia sudah menerapkan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengakuan terhadap keberadaan madrasah semakin meningkat, apalagi dengan masuknya kata-kata “Iman dan Taqwa” dalam pernyataan umum tujuan pendidikan nasional dan kewajiban adanya pelajaran 1 Mohammad Zuhdi, Modernization of Indonesian Islamic School’curicula, 1945-2003, dalam International Journal of Inclusive Education, Vol.10, No. 4-5, July-September 2006, 419
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
47
pendidikan agama di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Sebagai implementasikan adanya undang-undang tersebut, telah lahir beberapa peraturan pemerintah tentang pendidikan, termasuk pendidikan di Madrasah Diniyah, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Sedangkan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya2. Pendidikan keagamaan Islam dapat berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren. Pendidikan Diniyah dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal3. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk: Pengajian Kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal dapat berbentuk satuan pendidikan.dan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan4. Diniyah takmiliyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt. Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.5 Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, sebagaimana bentuk-bentuk kelembagaan di atas, khususnya Diniyah Takmiliyah, maka diperlukan adanya pembinaan dan pengembangan kurikulum, sehingga lulusannya memiliki komptensi sesuai dengan harapan semua fihak.
PENGERTIAN KURIKULUM Pada mulanya istilah kurikulum itu dipakai di dunia atletik, dari kata “curere” yang berarti “berlari”, kemudian dipakai di dunia komunikasi dengan istilah “curier” atau kurir yang berarti seseorang yang betugas menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Dari sini istilah kurikulum diartikan 4 5 2 3
PP Nomor 55 Tahun 2007, pasal 1 ayat 1-2. PP Nomor 55 Tahun 2007, pasal 14, ayat 1-2. PP Nomor 55 Tahun 2007pasal 21, ayat 1-3. PP Nomor 55 Tahun 2007pasal 25 ayat 1-2
48
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
sebagai suatu jarak yang harus ditempuh6. Selanjutnya istilah kurikulum dipakai di dunia pendidikan yang kemudian diartikan dengan sejumlah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan sehingga mendapatkan ijazah7. Dalam arti yang lebih luas kurikulum adalah “It is all activities of children under the jurisdiction of the school”8, yaitu seluruh aktifitas peserta didik yang direncanakan oleh sekolah. Dalam pengertian lain kurikulum itu mencakup semua pengalaman yang diberikan kepada siswa baik berbentuk kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikhomotor(perbuatan). Madrasah diniyah, sebagai suatu lembaga pendidikan sudah selayaknya harus memiliki sebuah kurikulum dalam bentuk mata pelajaran maupun pengalaman yang diberikan kepada para santri9, yang tersusun secara sitematis berdasarkan visi-misi masing-masing madrasah. Kurikulum merupakan “roh” atau nyawa bagi sebuah lembaga pendidikan, termasuk madrasah diniyah. Lembaga pendidikan yang tidak mempunyai kurikulum, sama dengan makhluk yang tidak bernyawa, gedung madrasah hanya sebagai monumen, santri dan ustadznya sebagai pengunjung yang hanya menyaksikan keindahan gedung saja. Kurikulum merupakan perangkat lunak (software) yang harus ada terlebih dulu sebelum perangkat lain disediakan. Dengan adanya kurikulum tujuan madrasah akan tercapai, pendidik atau ustadz dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik, santri dapat belajar dengan tertib dan terarah, kepala madrasah dapat mengatur manajemen madrasahnya dengan baik pula. Dewasa ini, pengembangan kurikulum harus dilakukan oleh satuan pendidikan (madrasah) sendiri, karena harus menyesuaikan dengan visi-misi, lingkungan, kebutuhan, sasaran dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang tiada henti. Sedangkan untuk menyamakan tingkat kemampuan dari beberapa madrasah yang setingkat, misalnya sesama tingkat awaliyah, perlu dibuat standarisasi kompetensi, mulai dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) suatu mata pelajaran dan Kompetensi Dasar (KD). Selanjutnya isi sebagai bahan ajar dikembangkan sendiri oleh masing-masing madrasah dengan memperhatikan lingkungannya.
6 Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta, BPFE, 1988), 2 7 S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Bandung: Jemmars, 1982), 7 8 George A Beauchamp, The Curruculum of The Elementary School, (Boston: Allyn and Bacon Inc, 1964), 4 9 Sebuah sebutan peserta didik dikalangan Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
49
KOMPONEN KURIKULUM Kurikulum memiliki komponen yang satu sama lain saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan. Artinya, ketiadaan salah satu komponen akan mengakibatkan rusaknya sebuah kurikulum. Komponen-komponen itu adalah: tujuan, isi, organisasi dan strategi10. Tujuan merupakan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Tujuan merupakan langkah-langkah strategis yang dilakukan agar visi-misi dapat tercapai. Tujuan itu diwujudkan dalam bentuk kompetensi yang diharapkan dapat dicapai, mulai dari tujuan akhir setelah siswa lulus (SKL), tujuan tiap mata pelajaran (SK) dan tujuan tiap pokok bahasan/ konsep/tema (KD). Penetapan tujuan di mulai dengan membuat rumusan Visi dan Misi, SKL, SK dan KD tiap mata pelajaran yang akan diajarkan. Isi kurikulum berbentuk sejumlah bahan pelajaran yang diajarkan dan pengalaman yang diberikan kepada santri. Pemilihan isi disesuaikan dengan visimisi dan tujuan (kompetensi) yang telah direncanakan. Apabila dua lembaga pendidikan memilki visi-misi dan tujuan yang sama atau hampir sama berarti isi kurikulumnya juga sama atau hampir sama. Demikian juga untuk lembaga pendidikan yang berdeda, maka isi kurikulumnya juga berbeda. Penetapan isi kurikulum itu dimulai dengan pembuatan struktur program, yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan silabus untuk masing-masing mata pelajaran berdasarkan SK dan KD yang telah dirumuskan dan alokasi waktu yang sudah ditetapkan. Organisasi kurikulum adalah pengaturan mata pelajaran dan bahan ajar. Apakah sebuah mata pelajaran disajikan berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu atau digabungkan dengan disiplin ilmu lain yang sejenis, ataukah digabungkan dengan berbagai disiplin ilmu lain dengan menonjolkan tematema tertentu (tematik). Jika sebuah disiplin ilmu berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran disebut ”Separate Subject Curriculum”11 mata pelajaran dari pengorganisasian kurikulum bentuk ini menyajikan pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan sistematis, berpusat pada minat dan kebutuhan anak, menekankan pembentukan intelektual dan kurang memperhatikan pembentukan kepribadian secara menyeluruh. Apabila beberapa disiplin ilmu atau berbagai bahan yang berbeda tetapi masih ada relevansinya dan sejenis digabungkan menjadi sebuah mata pelajaran disebut ”Corelated Curriculum”12. Kurikulum bentuk ini berusaha menyajikan 10 Winarno Surahmad, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru, 1977), 9 11 Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, 112. 12 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: Alumni, 1987),110.
50
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
bahan pelajaran agar pengetahuan anak tidak lepas-lepas. Misalnya al-Qur’an dan Hadis adalah dua mata pelajaran yang berbeda, tetapi keduanya memiliki relevansi sebagai sama-sama sumber hukum Islam. Karena itu ketika belajar alQur’an sekaligus bisa mempelajari Hadisnya. Mata pelajaran bentuk ini disebut ”al-Qur’an Hadis”, begitu pula halnya dengan mata pelajaran ”Aqidah Akhlak”. Namun banyak para pendidik yang kurang memahami hal itu, sehingga walaupun kedua mata pelajaran itu sebenarnya digabungkan, namun dalam praktek pembelajarannya masih disajikan secara sendiri-sendiri (terpisah). Memang jika ditinjau dari kedalaman bahannya, kurikulum ini tidak bisa mendalam, namun dalam hubungannya dengan pembentukan kepribadian santri, bentuk ini lebih baik. Sedangkan penyajian bahan pelajaran yang terpadu dari berbagai disiplin ilmu menjadi sebuah mata pelajaran, tanpa menyebutkan asal-usul dari masingmasing cabang keilmuannya disebut ”integrated curriculum”13. Integrasi ini tercapai dengan memusatkan pelajaran pada suatu masalah tertentu yang memerlukan pemecahan. Kurikulum bentuk ini membuka kesempatan yang lebih besar kepada para santri untuk mengadakan kelompok belajar, memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar, memperhatian perbedaan individual sehingga dapat memungkinkan proses pembelajaran lebih aktif dan kreatif. Dewasa ini kurikulum jenis ini sering disebut dengan kurikulum ”tematik”. Strategi kurikulum lebih cenderung pada proses aplikasinya di lapangan. Misalnya cara yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran, seperti pembelajaran klasikal, kelompok atau individual. Pengaturan kegiatan pembelajaran, seperti intra kurikuler dan extra kurikuler. Pelaksanaan bimbingan dan konseling, dengan cara generalis, spesialis atau campuran. Sistem evaluasi, misalnya dengan sistem tes atau non tes dan cara melaksanakan evaluasi seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ujian akhir. Termasuk juga kriteria penentuan kenaikan kelas, kelulusan ujian dan seterusnya. Keempat komponen tersebut satu sama lain saling berhubungan dan selalu ada keterkaitannya. Diawali dengan komponen tujuan sebagai acuan pengelolaan pendidikan. Isi kurikulum yang berupa bahan pelajaran, disiapkan agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Keberagaman isi kurikulum tergantung pada keluasan dan kedalaman tujuan yang direncanakan. Agar bahan itu efektif dan efisien ketika diajarkan kepada para santri, maka bahan itu diorganisir yang tepat. Sedangkan cara pengajarannya kepada santri membutuhkan strategi sesuai dengan karakteristik santri, kompetensi para asatidz dan sarana-prasarana yang 13
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum , 111.
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
51
tersedia, sehingga tujuan yang direncanakan tercapai. Lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:
TUJUAN
STRATEGI
ISI
ORGANISASI
PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN Para pengembang kurikulum, baik dari unsur guru (ustadz), kepala madrasah, pengurus yayasan atau lainnya perlu memegang teguh prinsipprinsip dasar yang bearasal dari berbagai sumber pandangan para ahli, antara lain ahli filsafat, psikhologi, sosiologi, manajemen, ekonomi, agama, sains dan sebagainya. Tentang apa saja prinsip dasar itu tergantung kepada pertimbangan tim pengembang itu sendiri. Adapun prinsip dasar yang biasa dipakai adalah prinsip relevansi, efektifitas, efisiensi, fleksibilitas, kontinyuitas, berorientasi pada tujuan, obyektif dan demokratis14. Dalam pengembangan kurikulum madrasah dininiyah sudah barang tentu disesuaikan dengan kepentingan madrasah dininiyah itu sendiri, disesuaikan dengan landasan filosofis pendiriannya, misalnya untuk menyiapkan generasi muslim yang dapat memahami agamanya, membaca kitab sucinya dan berakhlak mulia. Untuk itu prinsip relevansi menjadi penting, supaya dapat menyesuaikan bahan ajar yang diprogramkan dengan landasan tersebut dan lingkungan serta kebutuhan hidup para santri. Disamping itu perlu pula menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang teknologi pendidikan. Madrasah Diniyah sering tertinggal dalam bidang ini, karena itu komunikasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi tidak boleh putus dan berhenti.
14
Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, 150.
52
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
Prinsip efektifitas menyangkut masalah pemilihan program dalam bentuk pembatasan bahan ajar disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia dan karakteristik serta kemampuan santri yang akan belajar. Munculnya berbagai model pembelajaran al- Qur’an, seperti An Nahdhiyah, al Barqi, Iqro, Qiro’ati dan lain-lain adalah salah wujud aplikasi dari prinsip efektifitas ini. Sedangkan prinsip efisiensi yang erat hubungannya dengan efektifitas untuk mempertimbangkan waktu, tenaga dan biaya. Berapa lama waktu dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu, berapa banyak tenaga dan biaya. Semakin sedikit waktu, tenaga dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan itu berarti semakin efisien, sebaliknya semakin banyak waktu, tenaga dan biaya dikeluarkan berarti semakin kurang efisien. Dalam rangka menjalin hubungan antara madrasah diniyah awaliyah dengan wustho dan ulya, maka pengembang kurikulum perlu menerapkan prinsip kontinyuitas. Maksudnya agar bahan pelajaran yang diajarkan di tingkat bawah terus dilanjutkan di tingkat atas atau sudah tidak perlu lagi diajarkan di tingkat atas untuk menghindari pengulangan bahan pelajaran. Misalnya jika di kelas I dan II sudah diajarkan Ilmu Tajwid, di kelas III sudah tidak perlu lagi ilmu itu diajarkan untuk menghindari adanya pengulangan bahan pelajaran. Sedangkan prinsip fleksibilitas akan bisa diterapkan jika penyusunan kurikulum berorientasi pada tujuan, yaitu fleksibel dalam memilih sumber bahan yang beraneka ragam dengan tetap berpedoman pada satu arah untuk mencapai tujuan.
ORIENTASI PENGEMBANGAN Kegiatan pengembangan merupakan suatu proses yang di sengaja tentang suatu pemikiran, perencanaan, penyeleksian bagian-bagian, teknik dan prosedur yang mengatur perubahan sebuah kurikulum. Untuk itu diperlukan arah yang akan memberikan kejelasan bagi para pengembang, sehingga mereka dapat menentukan cara kerja yang harus ditempuh. Hal itulah yang kemudian disebut orientasi pengembangan. Sejalan dengan perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia, telah terjadi beberapa perubahan orientasi pengembangan kurikulum, yaitu orientasi pada bahan pelajaran, orientasi pada tujuan, orientasi pada ketrampilan proses dan orientasi pada kompetensi. Masing-masing orientasi itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran memulai kegiatannya dengan menentukan buku yang di dalamnya membahas permasalahan sesuai dengan mata pelajaran yang dipilih. Misalnya untuk mata pelajaran al-Qur’an dipilih buku ”an-Nahdhiyah”, ”Iqro” atau lainnya sesuai dengan keinginannya. Tentu saja pemilihan buku ajar itu juga di dasarkan
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
53
pertimbangan pentingnya bahan itu untuk jenis madrasah tertentu, disamping mempertimbangkan manfaat dan relevansinya dengan kebutuhan anak. Pengembangan kurikulum ini mengabaikan tujuan, karena memilih bahan itu sudah ada tujuannya, walaupun belum dirumuskan spesifikasinya. Kelebihan orientasi ini adalah adanya kebebasan dan keluwesan memilih dan menentukan materi pelajaran, tidak terikat oleh tujuan tertentu. Kelemahannya terletak pada kurang jelasnya arah yang dituju dan bagaimana metode penyajiannya serta kurang jelas standar penilaiannya. Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan memulai kegiatan nya dengan merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, dimulai dari tujuan kelembagaan, tujuan masing-masing mata pelajaran dan pokok bahasannya. Tujuan-tujuan itu di rumuskan secara menyeluruh yang mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psychomotor. Tujuan aspek kognitif mengharapkan santri memiliki pengetahuan agama yang memadai sesuai dengan perkembangan jiwanya, kemudian nilai pengetahuan itu dapat dijadikan dasar bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengetahuan itu pula para santri dapat trampil mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelebihan orientasi ini terletak pada jelasnya tujuan, sehingga arah kegiatan pembelajaran lebih jelas dan tegas. Demikian pula penggunaan media dan metode pembelajaran serta sistem penilaian yang dilakukan. Kelemahannya terletak pada kesulitan guru (ustadz) untuk merumuskan tujuan yang direncanakan, karena dianggap membebani tugas guru. Dalam melakukan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada ketrampilan proses menitik beratkan pada proses kegiatan pembelajaran antara ustadz dengan santri. Titik berat orientasi pengembangan kurikulum ini adalah, memikirkan dan merencanakan bagaimana santri melakukan kegiatan dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan, sehingga mereka trampil memproses sendiri untuk menguasai ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya. Orientasi pengembangan ini menuntut adanya proses pembelajaran yang menunjukkan adanya komunikasi timbal balik, dua arah atau lebih dengan menekankan pengalaman nyata. Dengan demikian lebih mengutamakan bagimana siswa belajar (how to learn) daripada hasil yang diperoleh. Kelebihan orientasi ini pada pemberian pengalaman belajar yang dapat diterapkan setelah para santri lulus, bahkan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Kelemahannya terletak pada minimnya pengetahuan hasil belajar yang diperoleh santri dan panjangnya masa belajar untuk mencapai suatu tujuan. Orientasi pengembangan pada kompetensi, memberikan arah pengembangan kurikulum itu kepada kemampuan santri sesuai dengan karakter dan perkem
54
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
bangan jiwa masing-masing dengan menekankan pada keseluruhan aspek, baik kognitif, afektif maupun psikhomotor. Dengan orientasi ini kurikulum dikembangkan berdasarkan kondisi lingkungan santri dan madrasah diniyah itu berada. Karena itu akan kesulitan membuat kurikulum yang sama dari dua madrasah atau lebih jika kondisi santri dan lingkungannya tidak sama. Sebagaimana yang ada di lembaga pendidikan umum (baik sekolah maupun madrasah) dewasa ini telah menerapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk memberikan kebebasan kepada mereka menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan mereka masing-masing. Keuntungan kurikulum bentuk ini madrasah dapat memenuhi kebutuhan santri menurut kemampuan masing-masing. Kelemahannya terletak pada banyaknya keragaman kebutuhan para santri yang terkadang sulit di identifikasikan, sehingga para guru/ ustadz kesulitan memilih bahan.
TAHAPAN PENGEMBANGAN KURIKULUM. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk di dalam ya perkembangan teknologi pendidikan, maka terjadi perubahan model pengembangan kurikulum. Yang semula model top-down yakni kurikulum disusun oleh tim pengembang pemerintah pusat, kemudian disebarkan ke daerah-daerah dan sekolah-sekolah untuk dilaksanakan. Sekarang menjadi model button-up, dimana kurikulum sepenuhnya di susun oleh sekolah atau madrasah, kemudian disahkan oleh pemerintah pusat. Sehubungan dengan itu pengembangan kurikulum pada madrasah diniyah sebaiknya menggunakan model yang terakhir ini. Ada tiga tahapan yang harus dilalui untuk pengembangan kurikulum madrasah diniyah, yaitu pengembangan pada tingkat lembaga, pengembangan pada program setiap pelajaran dan pengembangan pada program pembelajaran di kelas.
1. Pengembangan pada Tingkat Lembaga. Pengembangan kurikulum pada tingkat lembaga ini maksudnya adalah pengembangan pada sebuah satuan pendidikan. Untuk madrasah diniyah misalnya: ”Madrasah Diniyah Awaliyah”, ”Madrasah Diniyah Wustho” dan ”Madrasah Diniyah Ulya”. Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk pengembangan kurikulum pada tingkat ini ialah: a. Merumuskan tujuan lembaga, di mulai dengan membuat atau meninjau kembali visi-misi15 yang sudah ditetapkan sebelumnya, apakah masih 15 Visi adalah suatu pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari suatu kemampuan (competence), kebolehan (ability) dan kebiasaan (self efficacy) yang mendalam dan luas dalam bentuk pola pikir yang abstrak, memiliki kekuatan yang dahsyat untuk menggerakkan suatu
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
55
relevan dengan kebutuhan saat sekarang dan akan datang atau tidak. Jika ternyata masih relevan, langsung pada langkah berikutnya. Jika perlu direvisi karena sudah tidak relevan, maka lakukan penyesuaian dulu agar visi misi itu dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan langkah dan kegiatan selanjutnya. Visi misi sebuah madrasah dirumuskan dengan memperhatikan potensi dan kelemahan masing-masing.16 Dari visi-misi itu pula dirumuskan standar kompetensi lulusan yang diharapkan tercapai setelah santri lulus dari madrasah diniyah. Bahan pertimbangan untuk merumuskan standar kompetensi lulusan madrasah diniyah adalah: (1) Tujuan pendidikan menurut ajaran Islam baik yang tercantum dalam al-Qur’an, Sunah Rasul maupun Sejarah Peradaban Islam; (2) Harapan masyarakat muslim, khususnya orangtua; dan (3) Harapan madrasah dininiyah jenjang berikutnya yang lebih tinggi. b. Menetapkan isi dan struktur program, yakni menetapkan mata pelajaran yang akan diajarkan untuk mencapai visi misi dan standar kompetensi lulusan. Perbedaan jenis dan jumlah mata pelajaran yang akan diajarkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan santri, tuntutan masyarakat, terutama kalangan orangtua dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global ini. Sedangkan pembuatan struktur program berdasarkan pola organisasi bahan yang dipilih, misalnya pola separate subject centered, berarti tiap disiplin ilmu berdiri sendiri menjadi sebuah mata pelajaran, umpamanya pelajaran al-Qur’an, Fiqh, Ilmu Tauhid dan sebagainya. Sedangkan jika memilih pola corelated, maka dua disiplin ilmu atau lebih, karena sejenis digabungkan menjadi satu pelajaran, umpamanya al- Qur’an Hadits dan Aqidah Akhlak. Apabila menganut pola integrated, melebur semua kegiatan menjadi tema-tema (tematik). c. Menyusun strategi pelaksanaan kurikulum, misalnya pembelajaran dilaksana kan dengan sistem tatap muka secara klasikal, sistem sorogan, sistem modul, sistem kredit dan sebagainya. Begitu pula pelaksanaan kegiatan pembelajaran, melalui kegiatan intra kurikuler, ekstra kurikuler dan lain-lain.
2. Pengembangan Program Setiap Mata Pelajaran. Setelah mata pelajaran ditetapkan dan struktur program tersusun, langkah berikutnya adalah mengembangkan program setiap mata pelajaran. Pada masa lalu program ini disusun dalam bentuk GBPP (Garis-garis Besar Program Pembelajaran) aktifitas, dirumuskan dengan kata-kata yang singkat, padat dan filosofis. Misalnya: Terbentuknya pribadi muslim yang mulia, dst. Sedangkan misi merupakan penjabaran visi yang lebih operasional. 16 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2007), 178.
56
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
oleh Tim Pengembang Kurikulum pemerintah pusat. Sedangkan untuk masa sekarang program tersebut dinamakan silabus, yang disusun oleh sekolah atau sekelompok sekolah. Untuk madrasah diniyah sampai saat ini belum ada GBPP yang disusun oleh pemerintah pusat dan berlaku secara nasional. Untuk itu lebih baik jika pengembangan program ini langsung disusun oleh madrasah atau sekelompok madrasah yang memiliki karakter lingkungan yang sama atau hampir sama.dalam bentuk silabus.
3. Pengembangan Program Pembelajaran di Kelas Pengembangan kurikulum pada tahap ini dilakukan oleh masing-masing guru/ustadz sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Bahan yang harus disiapkan untuk menyusun ini adalah : Silabus, Kalender Pendidikan, Buku/ Bahan Ajar, Program Tahunan dan Program Semester. Kegiatan pengembangan ini dikenal dengan istilah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut : a. Menetapkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar 17 dan Indikator sebagaimana yang tertuang di dalam Silabus. b. Mengidentifikasi dan mengembangkan materi/bahan ajar sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator dengan memperhatikan karakteristik santri dan lingkungannya. c. Menentukan pendekatan dan metode pembelajaran yang akan digunakan d. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. e. Menentukan alat/bahan dan sumber belajar yang digunakan. f.
Menyusun rencana dan alat penilaian, berupa lembar pengamatan dan soal tes, yang dilengkapi dengan kunci jawaban dan teknik skoring
PENUTUP Faktor yang ikut menentukan keberhasilan sebuah pendidikan termasuk madrasah diniyah, salah satunya adalah kurikulum, bahkan ini yang paling penting untuk menentukan tercapainya visi dan misi madrasah. Untuk itu diharapkan kepada pengelola dan para ustadz madrasah diniyah selalu meninjau kembali kurikulumnya, agar madrasah diniyah tidak tertinggal di era globalisasi 17 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk sekolah/madrasah(umum) sudah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan berlaku secara nasional.
Cendekia Vol. 10 No. 1 Juni 2012
57
ini. Sangat perlu memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan madrasah diniyah. Sudah banyak bahan-bahan ajar agama Islam yang sudah diproduksi oleh media elektronika, seperti al-Qur’an in word, Kitakitab tafsir, Kitab-kitab hadis dan lain-lain. Apabila para pengelola dan asatidz tidak mengikuti arus ini makin lama akan di tinggalkan santri. Apa jadinya kalau ini terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1984 Beauchamp, George A, The Curruculum of The Elementary School, Boston: Allyn and Bacon Inc, 1964 Departemen Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Dirjen Pendidikan Islam,2009 Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Nasution, S, Asas-asas Kurikulum, Bandung: Jemmars, 1982. --------------, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Alumni, 1987 Nurgiantoro, Burhan, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE, 1988 Nurhayati, Anin, Kurikulum Inovasi, Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pesantren, Yogyakarta: Teras, 2010 Susilo, Muhamad Joko, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 2007. Surahmad, Winarno, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru, 1977 Sutopo, Hendyat dan wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bina Aksara, 1986 Syarif A Hamid, Pengenalan Kurikulum Sekolah dan Madrasah, Bandung: Citra Umbara, 1995
58
H. Marwan Salahuddin, Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah...
Wiryokusumo, Iskandar dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bina Aksara, 1988 Yunus, H. Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1979. Zuhdi, Muhammad, Modernization of Indonesian Islamic School’curicula, 19452003, dalam International Journal of Inclusive Education, Vol.10, No. 4-5, July-September 2006 --------------, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --------------, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan Agama dan Keagamaan.