MANAJEMEN PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DENGAN METODE DALLANG DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH PONDOK PESANTREN MODERN JAWA HANACARAKA WONOGIRI
Tesis Ditulis untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Magister
Oleh: KHOIRUN NASIHIN NIM 11.403.1.007
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA TAHUN 2016
1
MANAJEMEN PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DENGAN METODE DALLANG DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH PONDOK PESANTREN MODERN JAWA HANACARAKA WONOGIRI Khoirun Nasihin ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, (2) pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, dan (3) evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang dilaksanakan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri pada bulan Januari 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi peran serta , wawancara mendalam, dan dokumentasi.. Sedangkan teknik analisis data menggunakan metode interaktif yaitu reduksi data, penyajian data dan hasil kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah (1) Perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah diawali dengan rapat untuk menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an, selanjutnya guru menyusun silabus dan rencana pembelajaran, (2) Pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dilaksanakan pada hari Selasa dan Kamis dengan waktu 150 menit yaitu pukul 14.30-17.00. dan dilaksanakan secara homogen (sejenis) sesuai dengan materi yang telah dicapai. Sedangkan metode pembelajaran yang diterapkan adalah individual (Sorogan), klasikal baca simak, ceramah dan drill (latihan membaca), dan (3) Evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ada empat tahap. Pertama, evaluasi penempatan kelas (placement test) yang dilaksanakan setiap tahun ajaran baru untuk mengetahui kemampuan peserta didik sekaligus sebagai bahan pembentukan kelompok belajar. Kedua, evaluasi harian yang dilakukan untuk melihat kemajuan peserta didik pada setiap halaman yang telah diajarkan. Ketiga, evaluasi kenaikan materi yang dilakukan untuk menentukan lulus dan tidaknya peserta didik pada setiap satu materi ke materi selanjutnya. Dan keempat, evaluasi tahap akhir yang dilakukan pada peserta didik yang sudah menyelesaikan semua materi yang ada dalam buku metode Dallang. Kata kunci: Manajemen, pembelajaran al-Qur’an, metode Dallang
2
Management of the Holy Qur’an Learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri Khoirun Nasihin ABSTRACT This research was aimed to find out (1) the planning of Holy Qur’an learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri,
(2) the actuating of Holy Qur’an learning by Dallang Method in
Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri, and (3) the evaluating of of Holy Qur’an learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri.
This research used qualitative approach
with method of descriptive
analyses to case study device and was carried out in Religion School on January 2016. Technique data collecting conducted with (1) participative observation, (2) depth-interview, and (3) document study. Technique analyses data used the interactive method that conducted by: data discount, presentation of data, and withdrawal of conclusion.
The result of research showed (1) the planning of Holy Qur’an learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri was began by discussion to choose the method that would to applicated. Then the theacher made the silabus and the learning planning. (2) the actuating of Holy Qur’an learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri was applicated on Tuesday dan Thursday at 14.30-17.00. The learning was done homogeny class according the lesson that studied. The learning method was content of individual, reading and listening classical, speech and drill. (3) the evaluating of of Holy Qur’an learning by Dallang Method in Takmiliyah Religion School Hanacaraka Wonogiri was done by four test. They are Placement test, daily evaluation, class grow up evaluation and Final evaluation.
Key words: management, holy Qur’an learning, Dallang method
3
ﺗﻨﻈﯿﻢ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣـﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي ﺧـﯿﺮ اﻟﻨـﺎﺻـﺤـﯿﻦ ﻣـﻠـﺨـﺺ اﻟـﺒـﺤـﺚ اﻟﮭﺪف ﻣﻦ ھﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻟﻤﻌﺮﻓﺔ (1) :ﺗﺨﻄﯿﻂ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي )(2 ﺗﻨﻔـﯿﺬ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣـﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي ) (3ﺗﻘـﻮﯾﻢ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣـﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي. ھﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻣﻘﺪم ﺑﺎﻟﻤﻨﮭﺞ اﻟﻮﺻﻔﻲ اﻟﻈﺎھﺮي اﻟﻄﺎ ﺑﻌﻲ اﻟﺬي ﻋﻘﺪ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي ﻓﻰ ﺟﺎ ﻧﻮرى . 2016 وأﻣﺎ طﺮﯾﻘﺔ ﺟﻤﻊ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ھﻲ (1 :ﺗﻮرط اﻟﺘﺄﻣﻞ ) (2اﻟﻤﺘﻘﺎﺑﻠﺔ اﻟﺪﻗﯿﻘﺔ ) (3اﻟﻮﺛﻘﺎﺋﯿﺔ .وأﻣﺎ
طـﺮﯾﻘﺔ ﺗﺤـﻠﯿﻞ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ﺗﻘـﺪم ﻋـﻠﻰ ﻣﻨﮭﺞ اﻟﺘﻨﻔﯿﺔ وھـﻲ ﺗﻨﻘﯿﺺ اﻻﺧﺒﺎر ،ﺛﻢ ﺗﻘﺪ ﯾﻢ اﻷﺧﺒﺎر واﺧﺒﺮاً ﻧﺰع اﻟﻨﺘﯿﺠﺔ. إن ﻧﺘﺎﺋﺞ ھﺬا اﻟﺒﺤﺚ ھﻲ ) (1أن ﺗﺨﻄﯿﻂ ﺗﻌـﻠﯿﻢ اﻟﻘـﺮأن ﻋـﻠﻰ ﻣﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي ﯾـﺒﺪأ ﺑﺎﻟﻤﺸﺎورة ﻟﺘﻌـﻘﯿﺪ اﻟﻤﻨﮭﺞ اﻟﺬى ﺳﯿﻘﺪم ﻓﻲ ﺗﻌﻠﯿـﻢ اﻟﻘﺮأن ,و ﺑﻌﺪ ذاﻟﻚ ﯾﻨﻄﻢ اﻷﺳﺎﺗﯿﺬ ﺗﺨﻄﯿﻂ اﻟﺘﻌﻠﯿﻢ (2) .وأﻣﺎ ﺗﻨﻔـﯿﺬ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣـﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ اﻟﺠﺎوﯾﺔ ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي ﯾﻌﻘﺪ ﻓﻰ اﻟﯿﻮم اﻟﺜﻼﺛﺎء واﻟﺨﻤﯿﺲ ﺑﺎﻟﻮﻗﺖ 150دﻗﺎﺋﻖ وھﻲ ﻓﻰ اﻟﺴﺎﻋﺔ اﻟﺮاﺑﻌﺔ ﻋﺸﺮ واﻟﻨﺼﻒ إﻟﻰ اﻟﺴﺎﺑﻌﺔ ﻋﺸﺮ .وﯾﺤﻘﻖ ﺑﺠﻨﺲ اﻟﻔﺼﻮل اﻟﺬى ﯾﻄﺎﺑﻖ ﻋﻠﻰ ﺣﺼﻮل اﻟﺪروس .وأﻣﺎ ﻣﻨﺎھﺞ اﻟﺘﻌﻠﯿﻢ ھﻲ اﻹﻓﺮادﯾﺔ ,و اﻟﻔﺼﻮل اﻟﻘﺮاءة و اﻟﺴﻤﺎﻋﻲ ,واﻟﻤﻮﻋﻈﺔ ﺛﻢ اﻟﻤﻼﺣﻈﺔ (3) .وأﻣﺎ ﺗﻘـﻮﯾﻢ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ﻋﻠﻰ ﻣـﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ ﻓﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ
اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ
اﻟﺘﻜﻤﯿﻠﯿﺔ
ﺑﺎﻟﻤﻌﮭﺪ
اﻟﻌـﺼﺮﯾﺔ
اﻟﺠﺎوﯾﺔ
ھﻮﻧﻮﺟﻮروﻛﻮ
ﺑﻮﻧﻮﺟﯿﺮي أرﺑﻌﺔ دﯾﻮر .أوﻻ ﺗﻘﻮﯾﻢ ﻟﻺﻣﻜﺎن ,ﺛﺎﻧﯿﺎ ﺗﻘﻮﯾﻢ اﻟﯿﻮﻣﯿﺔ ,ﺛﺎﻟﺜﺎ ﺗﻘﻮﯾﻢ رﻓﻊ اﻟﺪرس, وراﺑﻌﺎ ﺗﻘﻮﯾﻢ اﻷﺧﯿﺮ. اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﺮﺋﯿﺴﯿﺔ :ﺗﻨﻈﯿﻢ ,ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻘﺮأن ,ﻣﻨﮭﺞ داﻻﻧﺞ.
4
LEMBAR PENGESAHAN TESIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DENGAN METODE DALLANG DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH PONDOK PESANTREN MODERN JAWA HANACARAKA WONOGIRI Disusun Oleh: KHOIRUN NASIHIN NIM 11.403.1.007 Telah dipertahankan di depan Majelis Dewan Penguji Tesis Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Surakarta Pada hari Kamis tanggal sepuluh bulan Maret tahun 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam (M.PdI) Surakarta, 10 Maret 2016 Sekretaris Sidang
Ketua Sidang,
Dr. Lukman Fauroni, M.Ag NIP. 19720902 200901 1 008
Dr. H. Imam Sukardi, M.Ag NIP.19631021 199403 1 001
Penguji I,
Penguji Utama,
Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A NIP. 19710403 199803 1 005
H.M. Syakirin Al Gozali, M.A., Ph.D NIP. 19530917 199303 1 001
Direktur Pascasarjana
Prof. Drs. H. Rohmat, M.Pd, Pd.D NIP. 19600910 199203 1 003
5
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Surakarta seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sembernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruhnya atau sebagian Tesis ini bukan asli karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Surakarta, 10 Maret 2016 Yang Menyatakan,
Khoirun Nasihin
6
KATA PENGANTAR
Alhamdullialh puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya sehinggap penulis mampu menyelesaikan tesis dengan judul “ Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri” dengan baik.
Sholawat beserta salam
semoga tetap terlimpah curahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Mudhofir, M.Pd selaku rektor IAIN Surakarta.
2.
Bapak Prof. Drs. H. Rohmat, M.Pd, P.hd selaku direktur Pascasarjana IAIN Surakarta.
3.
Bapak Prof. H. Usman Abu Bakar, M.A selaku dosen pembimbing I tesis.
4.
Bapak Dr. Toto Suharto, M.Ag selaku dosen pembimbing II tesis.
5.
Bapak Ahans Mahabie, M.A selaku Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri.
6.
Bapak Yoggi Anggoro selaku guru pembelajaran al-Qur’an metode Dallang Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri.
7.
Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
7
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang budiman untuk perbaikan di masa mendatang. Dan semoga tesis ini dapat bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya, dan kepada lembaga pendidikan guna untuk peningkatan mutu pendidikan.
Surakarta 10 Maret 2016
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
ABSTRAK .................................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS .............................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .........................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................
9
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
9
D. Manfaat Penelitian...........................................................................
10
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Al-Qur’an ..................................................................
11
1.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah ........................
14
2.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Sahabat ............................
23
3.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Tabi’in .............................
28
4.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Tabi’it Tabi’in..................
31
9
5.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Modern ............................
34
a.
Metode al-Baghdadi...........................................................
34
b.
Metode an-Nahdhiyyah ......................................................
36
c.
Metode Iqra’ ......................................................................
38
d.
Metode Qiro’ati .................................................................
42
e.
Metode Al Barqi ................................................................
49
B. Manajemen Pembelajaran ................................................................
55
1.
Pengertian Manajemen Pembelajaran........................................
55
2.
Unsur Manajemen Pembelajaran...............................................
58
3.
Prinsip Manajemen Pembelajaran .............................................
58
4.
Tujuan Manajemen Pembelajaran .............................................
59
5.
Langkah-Langkah Manajemen Pembelajaran ............................
60
a.
Perencanaan Pembelajaran .................................................
60
b.
Pelaksanaan Pembelajaran .................................................
63
c.
Evaluasi Pembelajaran .......................................................
82
C. Metode Dallang ...............................................................................
88
1.
Petunjuk Pelaksanaan Metode Dallang......................................
89
2.
Materi Metode Dallang .............................................................
90
D. Penelitian Yang Relevan ................................................................
91
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................
95
B. Latar Setting Penelitian....................................................................
96
C. Subyek dan Informan Penelitian ......................................................
96
D. Metode Pengumpulan Data ..............................................................
97
10
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ..........................................................
99
F. Teknik Analisis Data .......................................................................
100
BAB IV HASIL PENELITIAN G. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ................................................
102
1.
Kondisi Geografis .....................................................................
102
2.
Sejarah Berdiri..........................................................................
104
3.
Visi, Misi dan Tujuan ...............................................................
106
4.
Struktur Organisasi ...................................................................
108
5.
Tenaga Pendidik .......................................................................
110
6.
Peserta Didik ............................................................................
111
7.
Sistem Pendidikan ....................................................................
112
8.
Sarana dan Prasarana ................................................................
119
9.
Problematika
Madrasah
Diniyah
Takmiliyah
Pondok
Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri .........................
121
A. Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ...................................................................... 1.
Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang ....................................................................................
2.
3.
128
129
Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang .....................................................................................
132
Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang .......
142
11
B. Analisis Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ................................................ 1.
Analisis Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang ........................................................................
2.
143
Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang ........................................................................
3.
143
149
Analisis Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang .....................................................................................
159
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................................
163
B. Implikasi .........................................................................................
164
C. Saran ...............................................................................................
165
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
166
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..........................................................................
170
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................
176
12
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Stuktur Organisasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren
Modern
Jawa
Hanacaraka
Wonogiri………...….............................................................. Tabel 4.2
Tenaga Pendidik Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren
Modern
Jawa
Hanacaraka
Wonogiri……………............................................................. Tabel 4.3
112
Daftar
Nama
Kelompok
Kelas
113
Santriwan/Santriwati
Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri………………………………… Tabel 4.4
Keadaan
Sarana
dan
Prasarana
Madrasah
115
Diniyah
Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka
Tabel 4.5
Wonogiri…………………………………………………….
122
Alokasi Waktu dan Pengelolaan Kelas……………………..
138
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Komponen- Komponen Analisis Data Model Interaktif…… 103
Gambar 4.1
Denah Lokasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri……………
105
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Panduan Wawancara dengan Kapala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri………………………………………………
Lampiran 2
Panduan Wawancara dengan Ketua Lembaga Pesantren
Modern
Jawa
Pondok
Hanacaraka
Wonogiri….…………........................................................... Lampiran 3
176
177
Panduan Wawancara dengan Kapala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri….............................................................................
Lampiran 4
178
Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Dallang…………………………………...
179
15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat berbagai petunjuk untuk kehidupan manusia. Di dalamnya termuat ajaran hukum, akidah, etika, hubungan sosial dan sebagainya. Keseluruhan isi al-Qur’an pada dasarnya mengandung beberapa pesan. Pertama, masalah tauhid, termasuk di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang ghaib. Kedua, masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa. Ketiga, masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, dan ancaman akan mendapat kesengsaraan dunia akhirat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka. Keempat, jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhoan Allah. Dan kelima, riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan Rasul Allah (Khallaf, tt, 32-33). Walaupun al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tetapi fungsi utamanya adalah menjadi petunjuk untuk untuk seluruh umat manusia. Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang disebut sebagai syari’at (Shihab, 2004, 27). Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran Islam, menjadi petunjuk kehidupan umat manusia, diturunkan Allah kepada
16
Nabi Muhammad sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta. Al-Qur’an tidak sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan dengan sesamanya (hablu min Allah wa hablu min al-nâs) serta manusia dengan lingkunganya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (Kaffah) diperlukan pemahaman terhadap al-Qur’an dan mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
(30 – 29 : )ﻓﺎطﺮ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS Fathir: 2930). Setiap mukmin yang mempercayai al-Qur’an mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya. Di antara kewajiban dan tanggung jawab itu ialah mempelajarinya dan mengajarkannya. Belajar al-Qur’an itu dapat dibagi ke beberapa tingkatan, yaitu belajar membacanya sampai lancar dan baik, menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam qira’at dan tajwid, kemudian belajar arti dan maksudnya sampai mengerti akan isi yang terkandung di dalamnya, dan terakhir belajar menghafalnya di luar kepala, sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat pada masa Rasulullah, pada masa tabi’in dan sekarang di seluruh negeri Islam. Selain mempelajari cara membaca serta mendalami arti dan maksud yang terkandung di dalam al-Qur’an, yang terpenting adalah mengajarkannya. Belajar
17
dan mengajar merupakan tugas mulia dan suci yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan mengajar terus-menerus, akan menjadi orang yang mahir memahami alQur’an. Dalam membaca al-Qur’an dianjurkan untuk membaca tartil. Untuk dapat membaca al-Qur’an dengan tartil diperlukan pengetahuan tentang huruf-huruf al-Qur’an. Disamping itu, membaca al-Qur’an sebaiknya juga mengetahui tentang kaidah-kaidah membaca yang baik, yang biasa disebut tajwid. Imam Jazari mengatakan, bagi orang yang membaca al-Qur’an wajib hukumnya untuk menggunakan ilmu tajwid. Sebagian Ulama’ mengatakan, bahwa ilmu tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelajari ilmu qira’at. Untuk mencapai bacaan al-Qur’an dengan baik dan benar, perlu adanya sarana dan prasarana pembelajaran, baik dari guru, materi, metode, sistem pembelajaran dan sebagainya. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam haruslah dapat dijadikan pedoman hidup bagi umatnya . Untuk memahami isi al-Qur’an harus dimulai pembelajaran sejak dini yaitu diawali dengan belajar membaca . Kita sebagai umat Islam yang hidup di negara Indonesia tentu tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa ibu, sehingga belajar membaca al-Qur’an menjadi penting dilakukan sejak dini bagi anak-anak. Pentingnya belajar ini telah disampaikan oleh Allah dalam wahyu pertamanya kepada Nabi Muhammad yang berbunyi:
(5-1 : )اﻟﻌﻠﻖ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
18
yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS al-’Alaq: 1-5). Perintah Allah tersebut jelas mengharuskan kita untuk membaca. Membaca dapat diartikan belajar dengan membaca kita akan mendapat informasi , pengetahuan dan ilmu . Menurut Tarigan (2000:3), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memeroleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui kata-kata atau bahasa tulis. Hal ini dilakukan agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan dapat tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Proses pembelajaran al-Qur’an yang tepat sangatlah penting dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara utuh, efektif dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut mutlak dilakukan suatu terobosan yang inovatif dalam pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran itu dapat terwujud. Sebagai suatu komponen proses pembelajaran, tujuan pembelajaran menduduki posisi penting di antara komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang dan tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Dengan demikian, model pembelajaran dan pendidikan keagamaan harus dirumuskan sesuai dengan realitas yang ada. Memiliki kemampuan membaca al-
19
Qur’an dengan baik sesuai dengan kaidah tajwid merupakan tujuan penting membaca al-Qur’an. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode yang tepat. Tujuan yang bagus tanpa diikuti metode yang baik akan sulit tercapai, karena itu, metode yang baik menjadi salah satu sarana tercapainya tujuan. Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa menguasai al-Qur’an membutuhkan proses yang tidak singkat. Dibutuhkan waktu yang lama, bahkan bertahun-tahun agar seseorang bisa membaca al-Qur’an. Kondisi semacam ini telah menumbuhkan inisiatif dan pemikiran dari para ulama untuk menciptakan sebuah metode yang dapat mempercepat proses penguasaan membaca al-Qur’an. Memang telah banyak bermunculan metode membaca al-Qur’an yang bervariatif seperti metode al-Baghdadi, al-Barqi, Qira’ati, Toriqati, an-Nahdliyyah, CMSA, Iqra’ dan masih banyak metode yang lainya. Tujuan berbagai metode tersebut sama, akan tetapi dalam proses dan strategi pembelajaran yang dilakukan berbeda, karena akan menyangkut karakteristik masing-masing metode yang dilakukan. Salah satu metode dalam pembelajaran al-Qur’an adalah metode Dallang. Lahirnya metode tersebut didasari oleh beberapa pertimbangan. Pertama, kebutuhan terhadap metode yang cepat dapat diserap oleh anak dalam belajar membaca al-Qur’an sangat dibutuhkan karena padatnya acara yang dimiliki oleh hampir setiap anak yang sedang menempuh jenjang pendidikan sekolah. Kedua, pembelajaran di TPQ terkait dengan pembelajaran pasca TPQ (Madrasah Diniyah) sehingga keberhasilan di TPQ akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan di Madrasah Diniyah. (Yasin, 2000: 7) Metode Dallang adalah bagian dari metode pembelajaran al-Qur’an dan sebagai bagian dari metode Islam. Metode ini memiliki keunggulan kompetitif
20
yang akan memudahkan dalam mempelajarinya, yaitu: pokok bahasan yang sederhana, sehingga lebih mudah, cepat, praktis dan aplikatif (hanya 1 buku, tidak berjilid-jilid sebagaimana metode pengajaran pada umumnya). Penulisan contoh yang sesuai dengan gramatikal bahasa Arab, dapat digunakan untuk semua usia dan kalangan. Selain itu, metode ini juga menggunakan pendekatan otak kanan yang terbukti cepat dan mudah dalam proses pembelajarannya (Yasin, 2000: 1011). Lebih lanjut Yasin (2000:11) menjelaskan bahwa untuk cara belajar menulis huruf Hijaiyah menggunakan metode ikuti titiknya (follow the dot). Jadi kita tinggal mengayunkan pena sesuai titik-titik yang dicetak transparan pada buku metode Dallang. Dengan banyaknya pilihan metode pembelajaran al-Qur’an, maka sekarang ini dalam belajar membaca al-Qur’an tidaklah sulit. Selain itu, banyak lembaga pendidikan al-Qur’an berupa lembaga non formal seperti TPQ, madin atau sejenisnya yang melaksanakan proses pembelajaran al-Qur’an. Salah satunya adalah Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Adapun pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini menggunakan Metode Dallang. Sebagaimana yang dijelaskan bapak Ahans Mahabie, M.A, selaku kepala Madin bahwa alasan diterapkannya metode Dallang ini adalah untuk memudahkan proses pembelajaran bagi para santri, khususnya santri pemula yang baru belajar membaca al-Qur’an (Wawancara tanggal 3 Januari 2016).
21
Lebih lanjut bapak Ahans menjelaskan bahwa sejak pertama kali madin didirikan tahun 2011 sudah menerapkan metode Iqro’ dan baru satu tahun kemudian mencoba menggunakan metode Dallang ini. Jadi proses pembelajaran al-Qur’an untuk santri pemula menggunakan metode Dallang dan selanjutnya menggunakan metode Iqro’ 6 Jilid. “Para santri begitu senang dengan metode Dallang ini karena dalam pembelajarannya menggunakan notasi lagu Gundul-Gundul Pacul. Dengan metode ini pula para santri bisa belajar al-Qur’an dengan semangat dan menyenangkan”. ujar bapak Ahans (wawancara tanggal 3 Januari 2016). Di sisi lain, bapak Widodo Wilis, S.Sn selaku ketua lembaga Pondok Pesantren
Hanacaraka
Wonogiri
menyatakan
bahwa
untuk
menunjang
keberhasilan lembaga di masa yang akan datang, maka perlu sekali memiliki manajemen yang baik. Salah satu usaha agar metode Dallang ini mencapai hasil sesuai target adalah dengan memberikan pelatihan secara khusus tentang metode Dallang ini terhadap tenaga pendidik yang dalam hal ini adalah para Ustadz dan Ustadzah. Selanjutnya bapak Widodo mengatakan ”Kita sudah dua kali mendatangkan Ustadz M. Yasin, penulis buku sekaligus pencetus metode Dallang untuk memberikan pelatihan di Pondok Pesantren Hanacaraka ini” (Wawancara tanggal 3 Januari 2016). Dari sini bisa diketahui bahwa untuk menunjang keberhasilan palaksanaan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka ini, perlu sekali ditunjang dengan manajemen yang baik. Karena dengan manajemen yang baik, maka diharapkan semua tujuan dan target dapat tercapai. Manullang
(2002:15)
mengungkapkan
bahwa
pada
hakekatnya
manajemen harus bisa memberikan arah/jurusan kepada lembaga yang dikelola. Ia
22
harus bisa memikirkan secara tuntas visi dan misi lembaga itu, menetapkan sasaran-sasaran dan mengorganisasi lembaga. Lebih lanjut Lindayani (2000:20) mengungkapkan bahwa manajemen adalah kemampuan dan keterampilan untuk mengatur agar memperoleh suatu hasil, dalam rangka untuk mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain. Dari dua pendapat tersebut di atas, jelas terlihat bahwa manajemen mempunyai peran yang cukup besar bagi perkembangan lembaga di masa yang akan datang. Selain itu, kerjasama antar bagian dan kesadaran akan tanggungjawab masing-masing bagian juga merupakan faktor penting dalam mewujudkan visi dan misi lembaga. Begitu banyak lembaga yang tidak bisa memfungsikan manajemennya dengan baik. Memang pada awalnya mereka benar-benar berusaha merencanakan manajemennya dengan sangat baik, akan tetapi pada akhirnya hasil yang mereka peroleh tidak sesuai dengan hasil yang mereka harapkan. Bahkan tidak sedikit lembaga yang merasa kesulitan untuk merealisasikan rencana yang sudah mereka buat sendiri. Hal ini merupakan salah satu penyebab sebuah lembaga bisa tertinggal dengan lembaga-lembaga yang lain. Walaupun demikian, tidak sedikit pula lembaga yang berhasil mengatur manajemennya dengan sangat baik dan hasil yang mereka peroleh pun sesuai dengan yang mereka harapkan, yang pada akhirnya lembaga tersebut bisa berkembang dengan pesat. Berangkat dari fenomena ini, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Manajemen Pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri”.
23
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri?
3.
Bagaimanakah evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1.
Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri.
2.
Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri.
24
3.
Untuk mengetahui evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Menambah wawasan yang lebih luas bagi penulis dan pembaca tentang manajemen metode Dallang.
2.
Sebagai bahan informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan keberhasilan pelaksanaan pengajaran Alqur’an dengan metode Dallang.
3.
Sebagai bahan perbandingan penelitian tentang metode pengajaran Alqur’an yang lebih lanjut.
4.
Bagi obyek penelitian sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk meningkatkan kualitas, mutu pendidikan Alqur’an pada tingkat anak-anak, remaja, serta dewasa pada masa sekarang dan yang akan datang.
25
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Al-Qur’an Sebelum membahas tentang pembelajaran al-Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut. Pembelajaran al-Qur’an terdiri dari dua kata yakni pembelajaran dan al-Qur’an. Kata pembelajaran yang kami analisa adalah pembelajaran dalam arti membimbing dan melatih anak untuk membaca al-Qur’an dengan baik dan benar serta dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata pembelajaran, sebelumnya dikenal dengan istilah pengajaran. Dalam bahasa arab di istilahkan “ta’lim” dalam kamus Inggris Ellias (1982:98) diartikan “to teach; to educated; to intruct; to train” yaitu mengajar, mendidik, atau melatih. Pengertian tersebut sejalan dengan ungkapan yang dikemukakan Syah (1996:254), yaitu “allamal ilma”. Yang berarti to teach atau to intruct (mengajar atau membelajarkan). Menurut Tardik (1987), pembelajaran disebut instruction yaitu proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan. Dan Degeng (1989) dalam (Nana Sudjana, 2000: 22) mengistilahkan pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan pebelajar (anak didik). Kata pembelajaran tersebut tidak dapat dipisahkan dengan masalah belajar. Karena sebagai objek dari pembelajaran, maka anak didik mempunyai tugas untuk memberdayakan kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan belajar.
26
Mengenai belajar ini ada, beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut: a. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. (Asnawir, 2002: 12). b. M. Arifin(1976) dalam Masnur (2007: 26) menyatakan, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menganggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disjikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang telah disajikan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu proses belajar-mengajar yang direncanakan sebelumnya dan diarahkan untuk mencapai tujuan melalui bimbingan, latihan dan mendidik. Sedangkan al-Qur’an diambil dari bahasa arab yakni “Qara’a, Yaqro’u, Qiroatan atau Qur’anan” yang berarti menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian yang lain secara teratur. (Said Agil, 2002: 16). AlAsy’ari menyatakan kata al-Qur’an diambil dari kata Qarana yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain, karena surat, ayat dan huruf-hurufnya beriringan yang satu dengan yang lain dan ada pula yang mengatakan al-Qur’an berasal dari kata Qara’in mengingat bahwa ayat al-Qur’an satu sama lainnya saling membenarkan. (ash-Shiddiqiey, 2000: 15). Menurut istilah ini merupakan rumusan definisi al-Qur’an yang dipandang dapat diterima oleh para ulama’, terutama oleh para ahli fiqih, ahli bahasa dan
27
ushul fiqih. Dari pengertian tersebut bahwa membaca al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku atau majalah, sebab membaca al-Qur’an saja sudah termasuk ibadah. al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan (diiwahyukan) kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, yang merupakan mu’jizat, yang diriwayatkan secara mutawatir, yang ditulis di mushaf, dan membacanya adalah ibadah. sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya (Syarifuddin, 2004: 16) Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW bukan sekedar mukjizat saja tetapi disamping itu untuk dibaca, dipahami, diamalkan, dan dijadikan sumber hidayat dan pedoman bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad yang mengandung unsur-unsur petunjuk-petunjuk bagi ummat manusia. Al-Qur’an ini diturunkan untuk dijadikan pegagang dan pedoman bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran alQur'an adalah proses perubahan tingkah laku anak didik melalui proses belajar yang berdasarkan pada nilai-nilai al-Qur'an, dimana dalam al-Qur’an tersebut terdapat berbagai peraturan yang mencakup seluruh kehidupan manusia yaitu meliputi Ibadah dan Muamalah. Ibadah adalah perbuatan yang berhubungan dengan Allah dan muamalah adalah perbuatan yang berhubungan dengan selain Allah meliputi tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan. Sehingga dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
28
1.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah Al-Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi Muhammad ketika sedang
berkhalwat di gua Hira’ pada malam Senin, bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi 6 agustus 610 M. Sesuai dengan kemuliaan dan kebesaran al-Qur’an, Allah menjadikan permulaaan turun al-Qur’an itu pada malam al-Qadar, yaitu suatu malam yang tinggi kadarnya dan hal ini diakui oleh al-Qur’an sendiri. (as-Shiddieqy,2000:24). Al-Qur’an turun kepada Nabi yang Ummi (tidak bisa baca tulis) karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar beliau dapat menguasai al-Qur’an yang diturunkan. Setelah itu membacakan kepada orang-orang dengan begitu tenang, agar mereka pun dapat menghafalnya serta memantapkannya. Yang jelas bahwa Nabi adalah seorang yang Ummi dan di atas Allah dikalangan orang–orang yang kebanyakan Ummi pula. Sebagaimana Firman Allah di dalam al-Qur’an:
(157 : )اﻷﻋﺮاف .. Artinya: “Yaitu Orang – orang yang mengikut Rasul, Nabi yang Ummi… (Q.S. Al-A’raf : 157). Dalam surat yang lain Allah berfirman:
.(2 : )اﻟﺠﻤﻌﺔ… Artinya: “Dia-lah yang mengutus dikalangan kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah (asSunnah)…”(Q.S. al-Jumu’ah: 2).
29
Pada masa Rasulullah dan para Sahabat, ilmu al-Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para Sahabat adalah orangorang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah. Apabila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah. Sebagai contoh, ayat… “Dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman….”(Q.S. Al-An’am: 82). Kemudian para sahabat bertanya: “ Siapa dari kami yang tidak menganiaya (mendzalimi) dirinya?” Lalu Rasulullah menafsirkan kata adz--Dzulm di sini dengan Syirik berdasarkan ayat: (Sesungguhnya syirik itu kedzaliman yang besar. Q.S. Luqman: 13). Adapun tentang kemampuan Rasulullah dalam memahami alQur’an tentunya tidak diragukan lagi, karena beliaulah yang menerimanya langsung dari Allah dan mengajari segala sesuatunya. Dengan demikian ada tiga (3) faktor yang menyebabkan ilmu tidak dibukukan di masa Rasulullah dan Sahabat. Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami al-Qur’an dan Rasulullah dapat menjelaskan maksudnya. Kedua, para Sahabat sedikit sekali yang pandai menulis. Ketiga, adanya larangan dari Rasulullah untuk menuliskan al-Qur’an. Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Rasulullah maupun Sahabat (Ramli,2002:15). Dalam sejarah pendidikan Islam, sejak Rasulullah melaksanakan fungsi dakwah secara aktif, di kota Mekkah telah didirikan lembaga pendidikan di mana Rasulullah memberikan pelajaran tentang ajaran Islam secara menyeluruh di rumah–rumah dan masjid–masjid. Salah satu rumah yang terkenal dijadikan
30
tempat berlangsungnya pendidikan Islam ialah Dar al-Arqam di Mekkah dan masjid yang terkenal dipergunakan untuk kegiatan belajar dan mengajar ialah yang sekarang terkenal dengan masjid al-Haram di Mekkah dan Masjid anNabawi di Madinah al-Munawwarah. Di dalam masjid–masjid inilah berlangsung proses belajar–mengajar berkelompok dalam “Halaqah” dengan masing–masing gurunya terdiri dari para sahabat Nabi. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat berlangsung dengan baik, hingga pada akhirnya setiap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dicatat dan dilafalkan oleh para sahabat yang pandai membaca dan menulis (Zuhdi,1993:15). Berbicara mengenai pembelajaran al-Qur’an pada zaman Rasulullah, maka hal ini ada dua cara Nabi memberikan pembelajaran serta pemeliharaan al-Qur’an dari kemusnahan, antara lain adalah: Pertama, menyimpannya ke dalam “dada manusia” atau menghafalkannya. Kedua, Merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis. Pada mulanya bagian-bagian al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dipelihara dalam ingatan Rasulullah dan para Sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Qur’an dalam cara semacam itu. Jadi, setelah menerima wahyu, Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam Q.S. al Maa’idah: 67 yang berbunyi:
.(67 : )اﻟﻤﺎﺋﺪة… Artinya: "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…(Q.S. al-Ma’idah: 67).
Begitu juga di dalam Q.S. al-A’raf: 2 yang berbunyi:
31
.(2: )اﻷﻋﺮاف Artinya: "(ini adalah) Kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu, dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman (Q.S. alA'raf: 2). Serta dalam Q.S. al-Hijr: 94 yang berbunyi:
.(94 : )اﻟﺤﺠﺮ Artinya: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik (Q.S. al-Hijr: 94). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Amal (2001:129) terdapat sejumlah hadits menjelaskan berbagai upaya Rasulullah dalam merangsang penghafalan wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satunya yang diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda tentang pentingnya alQur’an:
ُ ﻋ َْﻦ َﺧ ْﯿ ُﺮ ُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ:ﺻﻠﱠﻰ ﷲ ُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ ِﺎل َرﺳُﻮْ ُل ﷲ َ َ ﻗ: ﺎل َ َﺿ َﻲ ﷲ َﻋ ْﻨﮫ ُ ﻗ ِ ﻋ ْﺜ َﻤﺎنَ ْﺑ ِﻦ ﻋَﻔــﱠﺎنَ َر .(ﺗَ َﻌﻠﱠ َﻢ ا ْﻟﻘُﺮْ آ نَ َوﻋَﻠﱠ َﻤﮫ ُ )رواه اﻟﺒﺨﺎري Artinya: “Dari Utsman ibn ‘Affan berkata: Rasulullah SAW bersabda: Yang terbaik di antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Qur’an dan kemudian mengajarkannya”. (H.R Bukhari, lihat Imarah, Jawahirul Bukhari: 419)
Pada setiap kali Rasulullah menerima wahyu yang berupa ayat–ayat alQur’an Beliau membacanya di depan para Sahabat, kemudian para Sahabat menghafalkan ayat–ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Namun demikian, Beliau menyuruh Kuttab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat–ayat yang baru diterimanya itu. Tulisan yang ditulis oleh para
32
penulis wahyu disimpan di rumah Rasulullah. Di samping itu, mereka juga menulis untuk mereka sendiri. Di saat Rasulullah masih hidup, al-Qur’an belum dikumpulkan dalam Mushaf (buku yang berjilid). Adapun caranya mereka menuliskannya pada pelepah–pelepah kurma, kepingan batu, kulit/daun kayu, tulang binatang dan sebagainya. Hal itu karena pabrik/perusahaan kertas di kalangan bangsa Arab belum ada, yang ada baru di negeri–negeri lain seperti Persi dan Romawi, tetapi masih sangat kurang dan tidak disebarkan. Orang–orang Arab menulisnya sesuai dengan perlengkapan yang dimiliki dan pantas dipergunakan untuk menulis. Bertajuk dari penjelasan di atas, bahwasannya yang perlu kita ingat adalah pembelajaran membaca al-Qur’an di masa Rasulullah harus dengan berbahasa Arab. Karena al-Qur’an diturunkan dan diwahyukan oleh Allah atas Nabi Muhammad dengan bahasa Arab. Sebagaimana yang diterangkan dalam Q.S.Yusuf ayat: 2 yaitu:
.(2 : )ﯾﻮﺳﻒ Artinya: “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” (Q.S. Yusuf: 2).
Begitu juga pada Q.S. as-Syura: 7 yang berbunyi:
.(7 : )اﻟﺸﻮرى … Artinya: ”Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu al-Qur’an dalam bahasa Arab… (Q.S. asy-Syuura: 7).
Dan dalam Q.S az-Zukhruf: 3 yaitu;
33
.(3 : )اﻟﺰﺧﺮف Artinya: “Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya". (Q.S. az-Zukhruf: 3). Karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab kepada Nabi pesuruh Allah dari bangsa Arab juga, sekalipun bacaannya telah diperkenankan dengan tujuh macam huruf, tetapi semuanya dengan lidah bangsa Arab yang fasih di kala itu, bahasa Arab adalah yang paling baik. Bangsa Arab pada masa turunnya alQur’an mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi dan ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya pikirnya yang begitu terbuka. Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur–angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat atau berupa surat yang pendek secara lengkap. Dan penyampaian al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun, yakni 13 tahun ketika Rasulullah masih tinggal di Mekkah sebelum Hijrah dan 10 tahun ketika Rasulullah sesudah hijrah ke Madinah. Menurut Chalil (1999:34-35) diturunkannya al-Qur’an secara berangsurangsur antara lain: a.
Untuk meneguhkan hati Rasulullah dalam melakukan tugas sucinya, sekalipun ia menghadapi constrain dan challenges (hambatan dan tantangan) yang beraneka macam (perhatikan surat al-Furqan: 32-33). Demikian pula untuk menghibur Rasulullah saat sedang menghadapi kesulitan, kesedihan, atau perlawanan dari orang-orang kafir.
b.
Untuk memudahkan bagi Rasulullah dalam menghafal al-Qur’an, sebab beliau Ummi (tidak pandai baca tulis).
34
c.
Untuk meneguhkan dan menghibur hati umat Islam yang hidup di masa Rasulullah, sebab mereka pada permulaan sudah tentu mengalami pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran Islam bersama-sama dengan Rasulullah (perhatikan surat an-Nur: 55). Demikian pula untuk meringankan bagi umat Islam dalam menghafal al-Qur’an sebab mereka pada umumnya masih buta huruf.
d.
Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada umat Islam untuk meninggalkan sikap mental dan tradisi-tradisi pra Islam (zaman Jahiliyah) yang negatif secara berangsur-angsur karena mereka telah menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan ajaran-ajaran dari Rasulullah setahap demi setahap pula. Maka hal ini ada kaitannya yang besar dari para sahabat penghafal al-
Qur’an ketika pemberian metode pembelajaran al-Qur’an pada zaman Rasulullah. jika ditinjau dari persepsi hadits, ada berbagai nama-nama sahabat penghafal alQur’an yang paling disebut adalah: Ubay ibn Ka’ab (w.642 H), Mu’adz ibn Jabal (w.639 H), Zayd ibn Tsabit dan Abu Zayd al-Anshari (w.15 H). Disebutkan pula tujuh nama pengumpul al-Qur’an, tiga diantaranya sama dengan tiga nama pertama dalam riwayat sebelumnya dan empat lainnya adalah: Ali ibn Abi Thalib, Sa’ad ibn Ubayd (w.637 H), Abu al-Darda (w.652 H), dan Ubayd ibn Mu’awiyah. Nama-nama lain yang sering muncul dalam riwayat adalah: Utsman ibn Affan, Tamim al-Dari (w.660 H), Abdullah ibn Mas’ud (w.625 H), Salim ibn Ma’qil (w.633 H), Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub (w.672 H) dan Mujammi’ ibn Jariyah. Pada titik ini, timbul permasalahan apakah tiap-tiap pengumpul al-Qur’an itu menyimpan dalam ingatannya keseluruhan wahyu Ilahi yang diterima Nabi
35
Muhammad atau hanya sebagian besar darinya. Jika dilihat dari peran tulisan ketika itu, dapat dikemukakan bahwa menghafal al-Qur’an merupakan tujuan utama yang terpenting, bahkan sepanjang sejarah Islam. Sementara perekamannya dalam bentuk tertulis selalu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun unit wahyu yang tidak tersimpan dalam dada atau ingatan para pengumpul al-Qur’an pada saat itu. Cara kedua yang dilakukan dalam pembelajaran serta pemeliharaannya alQur’an di masa Rasulullah adalah perekaman dalam bentuk tertulis unit-unit wahyu yang diterima Rasulullah. Laporan paling awal tentang penyalinan alQur’an secara tertulis bisa ditemukan dalam kisah Umar ibn Khaththab ketika masuk Islam, empat tahun menjelang hijrahnya Nabi ke Madinah. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ankabut: 48 yaitu:
.(48 : )اﻟﻌﻨﻜﺒﻮت
Artinya: ”Dan kamu tidak pernah membaca sebelum al-Qur’an sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulisnya dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), tentu akan ragulah orang yang mengingkari(Mu)". ( Q.S al-Ankabut: 48). Begitu juga pada surat Luqman ayat 27:
(27 : )ﻟﻘﻤﺎن … “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), lalu ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah... (Q.S Luqman: 27).
36
Ayat di atas dengan jelas menyiratkan makna bahwa tinta dan pena digunakan ketika itu untuk menuliskan wahyu. Diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Utsman Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda: “Letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”.(Amal,2001:130-131). Jika membaca al-Qur’an itu harus dengan lidah, bahasa dan lagu bangsa Arab, maka sudah barang tentu menulis al-Qur’an itu harus dengan huruf Arab pula. Karena jika al-Qur’an ditulis dengan huruf selain huruf Arab, misalnya dengan huruf latin, tentu akan ada beberapa perubahan bacaannya, yang tidak sesuai lagi dengan asalnya. Sekalipun andaikata dihajatkan oleh orang banyak, untuk memudahkan orang mengenal ayat-ayat al-Qur’an, maka hendaknya ia ditulis dengan huruf latin, umpamanya, maka tulisan huruf latin itu boleh saja, tetapi disampingnya harus ditulis dengan huruf Arab dan orang yang menghajatkannya itu mempelajari juga bunyi dan tulisan huruf Arabnya. Lantaran berubahnya bacaan al-Qur’an, dengan sendirinya ruh al-Qur’an akan lenyap dan musnah. Karena al-Qur’an itu semua surat-suratnya, ayatayatnya, kalimat-kalimatnya dan lain sebagainya mengandung ruh atau semangat yang ghaib, semangat yang tidak sembarang orang dapat mengetahuinya. Demikianlah, tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur’an itu harus ditulis dengan huruf Arab. Keterangan lebih lanjut tentang penjelasannya ada di dalam kitab “Tarjumatul Qur’an” karangan
Sayid Muhammad Rasyid Ridha.(lihat
Chalil,1999:35-36).
37
2.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Sahabat Setelah Rasulullah wafat dan Islam berkembang secara luas serta diterima
oleh bangsa-banga di luar Arab, maka kondisi bangsa Arab (Islam) berubah total. Sumber pengajaran al-Qur’an pada waktu itu adalah para Sahabat dan mereka pula yang bertanggung jawab untuk mengajarkannya, memberi penjelasan serta pengertian tentang kandungan ayat-ayat al-Qur’an kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Al-Qur’an secara lengkap dan sempurna umumnya telah dipelajari dan dihafal oleh para Sahabat. Di samping itu, al-Qur’an masih dalam bentuk tulisan yang berserakan yang ditulis oleh para Sahabat atas perintah Rasulullah selama
masa
penurunan
al-Qur’an,
jadi
belum
berupa
Mushaf
(Zuhairini,1994 :76). Pada mulanya Sahabat Nabi mempelajari al-Qur’an secara sembunyisembunyi. Mereka duduk dan berkumpul di rumah Sahabat al-Arqam bin Abi Arqam. Mereka berkumpul untuk membaca al-Qur’an, memahami kandungan tiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan mudarrasah (belajar bersama). Sebenarnya para Sahabat memiliki cara tersendiri dalam mempelajari alQur’an dan mengajarkannya. Setelah mereka mempelajari ayat, biasanya mereka tidak melanjutkan pada ayat selanjutnya sehingga mereka mengamalkannya.. Di kala umat Islam telah berhijrah ke Madinah dan Islam telah tersebar ke kabilah-kabilah Arab, mulailah para Sahabat yang dapat menghafal al-Qur’an pergi ke kampung-kampung menemui kabilah-kabilah yang telah masuk Islam untuk mengajarkan al-Qur’an. Kemudian kepada tiap-tiap mereka yang telah mempelajari, diminta untuk mengajari teman-temannya yang belum mengetahui dan begitu seterusnya.
38
Demikian cara para Sahabat mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an di kala Nabi masih hidup dan setelah wafat. Guru-guru al-Qur’an di masa itu dinamai Qurra (jamak Qari’ artinya ahli baca dan ahli faham, pandai menyebut lafadz, cakap menerangkan makna dan pengertian). Setelah Umar ibn Khattab menjadi pengikut Nabi Muhammad, maka mereka dengan bebas membaca dan mempelajarinya al-Qur’an dan Nabi memerintahkan kepada para Sahabat untuk selalu membacanya dan menghafal setiap ayat yang baru diturunkan dan memerintahkannya kepada para Sahabat yang bisa menulis untuk menulis ayat-ayat tersebut. (Jum’ah,1999: 39-40). Pada masa Rasulullah dan para Sahabat masih hidup pengajaran al-Qur’an dengan cara hafalan dan tidak dengan membaca dan menulis. Hal ini disebabkan karena mempunyai daya hafalan yang kuat, di samping karena alat-alat tulis waktu itu belum ada bahkan ketika pemerintahan Islam dipegang oleh Khalifah Umar Ibn Khattab beliau sangat mengutamakan hafalan ayat-ayat al-Qur’an, bukan membaca dari tulisan lembaran-lembaran al-Qur’an, sebagaimana ungkapan
Hasbi
ash-Shiddieqy
(2000 :53)
bahwa
Beliau
itu
selalu
mengumpulkan kabilah-kabilah Arab untuk diperiksa hafalannya, siapa saja yang tidak menghafal barang sedikit dari padanya akan didera. Abu Darda’ pada tiap-tiap shalat Shubuh di masjid Jami’ Bani Umayyah di Damaskus, berkerumun (berkumpul) manusia di sekelilingnya untuk mempelajari al-Qur’an. Mereka disuruh duduk bershaf-shaf, tiap satu shaf terdiri dari sepuluh orang, dipimpin oleh seorang ‘Arif (pemimpin shaf). sedangkan Abu Darda’ berdiri tegak di mihrab memperhatikan bacaan-bacaan tersebut. Bila seseorang di antara pelajar-pelajar tiada mengetahui lagi, bertanyalah ia kepada
39
pemimpin shafnya. Jika pemimpin tiada mengetahui barulah Abu Darda’ menjelaskannya. Pada suatu hari Abu Darda’ menghitung jumlah muridnya, ternyata berjumlah 1600 orang lebih (ash-Shiddieqy,2001:76) Pada masa Khalifah Utsman ketika Islam semakin luas ke seluruh penjuru bumi, terjadi perbedaan dalam pembacaan al-Qur’an. Karena adanya perbedaan Lahjah (dialek) orang-orang Arab. Orang Arab yang mula-mula menaruh perhatian terhadap hal ini ialah seorang Sahabat yang bernama Hudzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia dan Azerbaijan, maka selama dalam perjalanan, beliau pernah mendengar perbedaan kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat al-Qur’an, dan pernah juga mendengar perkataan seorang Muslim kepada temannya: “Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu.” Keadaan ini mengagetkan Hudzaifah, maka pada waktu dia telah ke Madinah, segera ditemuinya Utsman ibn Affan dan kepada beliau diceritakan apa yang dilihatnya mengenai perbedaan kaum Muslimin tentang bacaan al-Qur’an itu, seraya berkata: “Susunlah Umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab, sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.” Selanjutnya khalifah Utsman ibn Affan meminta kepada Hafsah binti Umar lembaran-lembaran al-Qur’an yang ditulis di masa khalifah Abu Bakar dahulu yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin dan khalifah Utsman pun membentuk suatu panitia, terdiri dari Zaid ibn Tsabit, sebagai ketua, Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn ‘Ash dan Abdur Rahman ibn Harits ibn Hisyam.
40
Tugas panitia ini ialah untuk membukukan al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Khalifah Utsman ibn Affan memberi nasehat agar: a.
Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur’an.
b.
Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka. Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagaimana yang ditugaskan kepada
mereka dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran al-Qur’an yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya. Al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan al-Mushaf dan oleh panitia ditulis lima buah al-Mushaf. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekkah, Syiria, Basrah, Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing Mushaf tersebut dan satu buah ditinggal di Madinah untuk Khalifah Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan Mushaf al-Imam. Dengan demikian, maka pembukuan al-Qur’an di masa khalifah Utsman bin Affan itu faedahnya yang terutama adalah : 1.
Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
2.
Menyatukan bacaan meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan mushaf-mushaf Utsman tidak diperbolehkan lagi.
41
3.
Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf yang sekarang.(Soenarjo, 1999 :21-22). Karena al-Qur’an saat itu ditulis tanpa titik dan harakat, maka banyak
orang yang kesulitan dalam membacanya. Sehingga ketika Gubernur Basrah Ziad Ibn Sumaiyah berkuasa, ia memerintahkan kepada Abu Aswad Ad-Dualy (Ahli Nahwu) agar menciptakan suatu cara untuk menghindari suatu kesalahan dalam membacanya. Pada mulanya Abu Aswad menolak, namun akhirnya menyanggupi dan hasilnya lahirlah tanda-tanda A (fathah) dengan titik di atas huruf dan lain-lain. Kemudian tanda-tanda itu dibubuhkan ke dalam teks al-Qur’an oleh kedua muridnya yakni Nashar ibn ‘Ashim atas perintah al-Hallaj, yang kemudian disempurnakan oleh al-Khalil ibn Ahmad. Al-Khalil mengubah sistem baris Abu Aswad dengan menjadikan alif yang dibaringkan di atas huruf tanda baris di atas dan yang di bawah huruf tanda baris di bawah, dan wawu tanpa baris di depan. Beliau jugalah yang membuat tanda mad (panjang pembacaan) dan tasydid (tanda huruf ganda). Sesudah itu, barulah penghafal al-Qur’an membuat tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti) dan ibtida’ (mulai) serta menerangkan di pangkalpangkal surat nama surat dan tempat-tempat turunnya, di Makkah atau di Madinah dan menyebut bilangan ayatnya. Menurut sebagian riwayat menyebutkan bahwa pekerjaan-pekerjaan ini dilakukan atas perintah khalifah al-Ma’mun. Ada pula riwayat yang menceritakan bahwa yang mula-mula memberi titik dan baris, ialah Hasan al-Bishry atas perintah khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Abdul Malik ibn Marwan memerintahkan kepada al-Hallaj sewaktu berada di
42
Wasith, lalu al-Hallaj menyuruh Hasan dan Yahya ibn Ya’mura, murid Abu Aswad Ad-Dualy. Demikianlah terus-menerus raja-raja Islam dan ulamaulamanya memperbagus tulisan al-Qur’an hingga sampailah kepada masa pencetakannya (ash-Shiddieqy, 2000 :71-72).
3.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Tabi’in Para Tabi’in membaca al-Qur’an berdasarkan pada mushaf yang
dikirimkan kepada mereka. Di samping itu, mereka mempelajari al-Qur’an dari para Sahabat yang menerima al-Qur’an dari Rasulullah. Kemudian mereka mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para Sahabat. Karena Sahabat-Sahabat Nabi terdiri dari beberapa golongan, di mana tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah/dialek (bunyi suara, atau sebutan) yang berlainan satu sama lainnya. Hal ini memaksa mereka (para Tabi’in) menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan lahjah/dialek yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyulitkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraiys dan golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karena itu al-Qur’an mempunyai beberapa (macam) lahjah/dialek. Lahjah/dialek yang biasa dipakai di tanah ‘Arab, ada tujuh. Di samping itu ada beberapa lahjah/dialek lagi. Sahabat-sahabat Nabi menerima al-Qur’an menurut lahjah/dialek bahasa golongannya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan alQur’an menurut lahjah/dialek mereka sendiri (ash-Shiddieqy,2000 :72). Selanjutnya perlu diketahui bahwa para Sahabat tidak semuanya mengetahui cara membaca al-Qur’an. Sebagian mengambil satu cara bacanya dari
43
Rasulullah, sebagian mengambil dua dan yang lainnya mengambil lebih, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing-masing. Ketika para Sahabat berpencar ke berbagai kota dan daerah, inipun atas dasar perintah dari Rasulullah dengan membawa dan mengajarkan cara baca al-Qur’an yang mereka ketahui sehingga cara baca al-Qur’an menjadi populer di kota atau daerah tempat mereka mengajarkannya. Terjadilah perbedaan cara baca al-Qur’an dari suatu kota ke kota yang lain. Kemudian, para Tabi'in menerima cara baca al-Qur’an tertentu dari Sahabat tertentu ( Ramli,2000: 139). Seperti biasanya Sahabat Nabi menyampaikan pembelajaran al-Qur’an dengan beberapa macam metodenya kepada para Tabi'in melalui beberapa hal. Semisal; sistem bagaimana al-Qur’an itu dapat dihafal oleh kalangan para Tabi'in, sistem tadarrus yang harus dikhatamkan dalam 2 bulan, 1 bulan, 10 hari, 1 minggu, bahkan ada yang satu hari, mentashhihkan hafalannya, tajwidnya, memberikan pemahaman kandungan ayat-ayat yang telah diturunkan itu. Maka hal inilah yang di terapkan oleh para Tabi'in ketika memberikan pembelajaran alQur’an kepada teman-temannya dan orang-orang yang belajar kepadanya. Kemudian para Tabi'in menyampaikan apa yang diajarkan dari Sahabat itu untuk disampaikan pada generasi berikutnya yaitu para Tabi’it-tabi’in. Sedangkan mengenai pembelajaran terhadap tulis al-Qur’an, para Tabi'in masih mengikuti bentuk tulisan Mushaf al-Imam, karena Mushaf itu ditulis oleh para Sahabat yang menerima al-Qur’an langsung dari Rasulullah. Di samping itu penulisan Mushaf al-Imam adalah tanpa titik dan baris (Soenarjo,1999 :74). Karena al-Qur’an padazaman Sahabat masih belum lengkap terhadap tanda bacanya, maka ada dari kalangan para Tabi'in yang turut prihatin terhadap
44
tulisan-tulisan al-Qur’an yang dikirim oleh sahabat Utsman ibn Affan ke berbagai negara-negara Islam yang masih kurang terhadap tanda-tanda pembacaan yaitu Abu Aswad Ad Dualy (seorang dari ketua-ketua Tabi'in) memberi baris huruf penghabisan dari kalimat saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di atas dan titik di bawah sebagai tanda baris di bawah dan titik di samping sebagai tanda di depan dan dua titik sebagai tanda baris dua (ash-Shiddieqy,2000 :90). Ketika itu orang yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an di zaman Nabi dan Sahabat wafat (guru-guru al-Qur’an) di masa itu dinamai Qurra (jama’ Qari- ahli baca dan faham, pandai menyebut lafadz, cakap menerangkan makna dan pengertian) hal inilah yang diteruskan oleh Tabi'in sehingga timbul beberapa qira’at yang tersebar di berbagai kota dan daerah, di mana beberapa Sahabat berada ketika memberikan pelajaran al-Qur’an kepada teman-temannya dan para Tabi'in dengan berbagai macam perbedaan lahjah/dialek dari kalangan Sahabat yang akhirnya para Tabi'in pun mengikuti lahjah/dialek mereka. Adapun para ahli qira’at dari golongan Tabi’in di Madinah adalah; Ibnu Musaiyah, ‘Urwah, Salim, ‘Umar ibn ‘Abdil Aziz, Sulaiman ibn Yassar, ‘Atha ibn Yassar, Mu’adz ibnul Harits, dan lain-lain. Sedangkan Tabi'in ahli qira’at yang terkenal di Mekkah, ialah; ‘Uhaid ibn ‘Umar, ‘Atha, Yhaus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibnu Abi Mulaikah. Adapun Tabi'in ahli qira’at yang terkenal di Kuffah, ialah; ‘Alqamah, Al Aswad, Ubaidah, Amer ibn Jarir, Sa’id ibn Jubair, Amer ibn Syurahbil, dan lainnya. Tabi'in ahli qira’at yang terkenal di Bashrah, ialah; Amir ibn Abdil Qais, Abdul Aliyah, Mu’adz, Jabir ibn Zaid, Ibnu Sirin dan Qatadah, dan yang lainnya. Tabi'in ahli qira’at yang terkenal di Syam, ialah; Al Mughirah
45
ibn Abi Syihab Al Makhzumy, seorang murid ‘Utsman ibn ‘Affan dalam soal Qira’at, Khulaid ibn Sya’ab teman Abud Darda’ (ash-Shiddieqy,2000 : 92). Dengan meluasnya wilayah Islam dan menyebarnya para Sahabat dan Tabi'in yang mengajarkan al-Qur’an di berbagai kota menyebabkan timbulnya berbagai macam qira’at. Perbedaan antara satu qira'at dan lainnya bertambah besar
sehingga
sebagian
riwayatnya
sudah
tidak
dapat
lagi
dipertanggungjawabkan. Para ulama menulis qira'at dan sebagainya menjadi masyhur sehingga lahirlah istilah qira'at tujuh, qira'at sepuluh, dan qira'at empat belas.
4.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Tabi’it – Tabi’in Setelah para Tabi'in menerima beberapa cara pembelajaran al-Qur’an dari
Sahabat Nabi maka para Tabi'in sendiri ada inisiatif untuk merubah dari tanda Mushaf al-Imam tersebut untuk melengkapi bacaan al-Qur’an yang dibawanya menurut lahjah/dialek yang mereka pahami. Maka ketika Islam sudah menyebar ke berbagai belahan dunia maka timbulah dari sekelompok muslim yaitu dari kalangan para Tabi'it-tabi'in yang menerimanya tentang pembelajaran al-Qur’an dari kalangan Tabi’in dan meneruskannya pula kepada generasi berikutnya. Seperti halnya asy-Syathibi (w.590 H), Seorang Tabi'it-tabi'in yang berpedoman kepada qira’at sab’ah memberikan metode pembelajaran al-Qur’an kepada muridnya yaitu menghatamkan al-Qur’an tiga kali menurut masingmasing qira’at sab’ahnya. Tradisi kaum Muslimin memberikan tempat yang khusus pada pembacaan atau penghafalan al-Qur’an.
46
Diceritakan bahwa salah satu khalifah bani Umayyah, Hisyam bin abd alMalik (w.743 H) setelah menunjuk Sulaiman ibn al-Kalbi sebagai tutor agama anaknya, memberinya petuah : “Nasihatku yang pertama kepadamu adalah upayakanlah agar ia (anakku) belajar Kitab Allah. Setelah itu, barulah engkau bisa menyampaikan kepada karya-karya puitis pilihan”. Dijelaskan pula bahwa sudah menjadi kebiasaan di kalangan kaum Muslimin untuk mulai mengajarkan anak mereka menghafal al-Qur’an ketika berusia empat tahun. Praktek semacam ini biasanya dihubungkan dengan haditshadits Nabi atau dengan praktek generasi awal Islam. Jadi, Abu Abdullah Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i (w.820 H), seorang Tabi’it-tabi’in pendiri Madzhab Syafi’iyah, misalnya dikabarkan telah menghafal keseluruhan al-Qur’an ketika berusia tujuh tahun. Tetapi Malik Ibn Anas tidak menyukai praktek semacam itu, karena khawatir terjadi kekeliruan artikulasi kata-kata al-Qur’an oleh anak-anak yang masih terlalu kecil. Di samping itu, menurutnya, praktek tersebut tentunya akan menghambat kebebasan bermain mereka yang sangat vital untuk perkembangan fisiknya. Selama berabad-abad telah muncul di berbagai wilayah Islam sekolahsekolah khusus yang mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak kaum Muslimin, baik dengan tujuan agar mereka melek baca al-Qur’an ataupun mampu menghafalkannya. Nama populer untuk sekolah ini sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dikenal sebagai Kuttab (jamak: katatib). Secara historis, sekolah semacam itu pertama kali diinstruksikan pembangunannya oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Sebelumnya, pengajaran al-Qur’an bagi anak-anak hanya merupakan
47
urusan pribadi kaum Muslimin dan biasanya orang tua mengajarkan anaknya secara privat. Sejalan dengan institusionalisasi pembelajaran al-Qur’an dan terutama sekali setelah proses unifikasi bacaan al-Qur’an, maka berkembang ilmu spesifik untuk pembacaan al-Qur’an yang dikenal sebagai tajwid– dari kata jawwada, yang berarti membuat sesuatu lebih baik, tajwid memberikan pedoman bagaimana membaca al-Qur’an secara tepat, benar, sempurna dan bertujuan melindungi lidah melakukan kekeliruan. Selain membahas masalah artikulasi huruf-huruf hijaiyah, ilmu ini juga membicarakan tentang aturan-aturan yang mengatur masalah pausa (waqf), inklinasi (imalah), dan kontraksi (ikhtishar) dan lainnya. Dalam khazanah literatur Islam, selain tajwid, terdapat beberapa istilah lain yang lazim digunakan untuk merujuk ilmu spesifik pembacan al-Qur’an ini, yaitu: a)
Tartil, berasal dari kata rattala yang bermakna melagukan, menyanyikan. Pada awal Islam hanya bermakna pembacaan al-Qur’an secara melodik. Dewasa ini, istilah tersebut tidak hanya merupakan suatu terma generik untuk pembacaan al-Qur’an, tetapi juga merujuk kepada pembacaannya secara cermat dan perlahan-lahan.
b)
Tilawah, berasal dari kata tala yang bermakna membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan. Di masa Pra Islam, ini digunakan untuk merujuk pembacaan syair. Pembacaan semacam ini mencakup sederhana pendengungan atau pelaguan yang disebut tarannum.
c)
Qira’ah, berasal dari kata qara’a yang bermakna membaca. Istilah ini dibedakan dari penggunaannya untuk merujuk keragaman bacaan al-
48
Qur’an. Di sini, pembacaan mencakup hal-hal yang ada di dalam istilahistilah lain, seperti titi nada tinggi dan rendah, penekanan pada pola-pola durasi bacaan, pausa, dan sebagainya. Secara historis, pembacaan al-Qur’an –sebagaimana dituju dalam tajwid– telah dimulai pada masa awal Islam (para Sahabat, Tabi’in, Tabi'it-Tabi'in, dan pada generasi selanjutnya). Al-Qur’an barangkali telah dibaca sebagaimana pembacaan syair dan sajak yang menjadi ciri periode tersebut. M. Talbi (dalam Amal,2001: 201) mengemukakan bahwa generasi pertama Islam (para Sahabat, Tabi’in, Tabi'it-Tabi'in, dan pada generasi selanjutnya) telah melantunkan alQur’an dengan lagu yang sederhana. Tetapi, setelah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tentang seni baca al-Qur’an ini telah menjadi basis teoritis dan praktis pengajaran al-Qur’an di berbagai belahan dunia Islam.
5.
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Modern Jika melihat dari perkembangan zaman ke zaman yang telah membuktikan
tentang keberadaan pembelajaran al-Qur’an yang berkembang pesat, baik ditinjau dari segi metode dan waktu serta pembelajarannya, ada beberapa macam aspek metode pembelajaran al-Qur’an pada saat ini, antara lain: a.
Metode al-Baghdadi Metode al-Baghdadi adalah metode tersusun ( tarkibiyah ) . maksudnya suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih dikenal dengan sebutan metode alif , ba’ , ta’.Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia.
49
Cara pembelajaran dengan metode al-Baghdadi ini adalah : 1) Hafalan . Para santri diharuskan untuk menghafal terhadap materi yang sudah di pelajari pada setiap kali pertemuan . Pada pertemuan berikutnya para murid menyetorkan hafalannya di depan kelas dan disimak oleh guru. 2) Dengan mengeja Setiap kali pertemuan guru menulis materi di papan tulis, lalu membacakannya dengan mengeja, selanjutnya para murid menirukan sehingga terjalin komunikasi antara guru dan murid . 3) Modul. Para murid diberi modul untuk dipelajari dan dibaca atau bahkan menulis terhadap materi yang sudah dipelajari . 4) Tidak variatif (tidak berjilid tetapi menggunakan satu buku). 5) Pemberian contoh yang absolut. Seorang ustadz atau ustadzah dalam memberikan bimbingan terlebih dahulu, kemudian anak didik mengikutinya, sehingga anak didik tidak diperlukan bersifat kreatif. Berkenaan dengan metode al-Baghdadi ini terdapat kelebihan dan kekurangan dalam proses belajar huruf al-Qur’an .Adapun kelebihannya antara lain : 1) Santri akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi , santri sudah hafal huruf hijaiyah. 2) Santri yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak menunggu orang lain.
50
3) Bahan/materi pelajaran disusun secara sekuensif. 4) 30 huruf abjad hampir selalu ditampilkan pada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral. 5) Pola bunyi dan susunan huruf (wazan) tersusun secara rapi. 6) Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah. Sedangkan kekurangan metode al-Baghdadi adalah: 1) Membutuhkan waktu yang lama, karena harus menghafal huruf hijaiyah dan harus dieja. 2) Santri kurang aktif karena harus mengikuti ustadz–ustadznya dalam membaca. 3) Penyajian materi terkesan membosankan. 4) Kurang variatif karena menggunakan satu jilid saja.
b. Metode an-Nahdliyyah Metode an-Nahdliyyah adalah salah satu metode membaca al-Qur’an yang muncul di Kabupaten Tulungagung , Propinsi Jawa Timur. Metode ini disusun oleh sebuah lembaga pendidikan Ma’arif NU cabang Tulungagung. Dipimpin oleh seorang K.H. Munawir Cholid (Alm) sebaga ketua dan dibantu oleh Drs. Chamim Thoha, H. Abdul Manaf, H. effendi Aris, Drs. Khanan Muhtar, Drs. Ma’sum farid (Alm), Syamsu Dhuha, Masruhan, Sumardi Thohor dan KH. ‘Asyim Mu’alim (Alm). Metode an-Nahdliyyah ini merupakan pengembangan dari metode Baghdadi, sedangkan materi pembelajaran al-Qur’an tidak jauh berbeda dengan metode Qiro’ati dan Iqro’. Dan perlu diketahui bahwa pembelajaran
51
metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran al-Qur’an pada metode ini lebih menekankan pada kode “Ketukan“. Dalam pelaksanaan metode ini mempunyai dua program yang harus diselesaikan oleh para santri yaitu : 1) Program buku paket Program buku paket ( PBP ) , program awal yang dipandu dengan buku paket Cepat Tanggap Belajar al-Qur’an an-Nahdliyyah sebanyak enam jilid dapat ditempuh kurang lebih enam bulan. 2) Program sorogan al-Qur’an ( PSQ) yaitu program lanjutan sebagai aplikasi praktis untuk menghantar santri mampu membaca al-Qur’an sampai khatam 30 juz. Pada program ini santri dibekali dengan sistem bacaan ghoroibul Qur’an tartil tahqiq dan taghonni. Untuk menyelesaikan program ini diperlukan waktu kurang lebih 20 bulan. Dalam metode ini buku paketnya tidak dijual bebas bagi yang ingin menggunakannya atau ingin menjadi guru harus sudah mengikuti mengikuti penataran calon guru metode an-Nahdliyyah. Adapun ciri khusus metode ini adalah : 1) Materi pelajaran disusun secara berjenjang dalam buku paket 6 Jilid. 2) Pengenalan huruf sekaligus diawali dengan latihan dan pemantaban makhorijul huruf dan sifatul huruf. 3) Penerapan qoidah tajwid dilaksanakan secara praktis dan dipandu dengan titian murotal.
52
4) Santri lebih dituntut memiliki pengertian yang dipandu dengan asas CBSA melalui pendekatan ketrampilan proses. 5) Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal untuk tutorial dengan materi yang sama agar terjadi proses musafahah. 6) Evaluasi dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan. 7) Metode ini merupakan pengembangan dari Qoidah Baghdadiyah.
c.
Metode Iqro’ Metode pengajaran ini petama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar tahun 1983-1988 di Kotagede Yogyakarta. Yang dimana beliau juga lahir di Kotagede Yogyakarta pada tahun 1933, adalah putera H. Humam seorang guru agama yang aktif berdakwah dari desa ke desa. Prolog penyusunannya,
ternyata
memakan
waktu
yang
cukup
panjang
(Budiyanto,1995:5). Buku Iqro’ ini yang kemudian di tengah masyarakat dikenal dengan istilah “METODE IQRO” ini disusun dalam buku-buku kecil ukuran ¼ (seperempat folio) dan terbagi dalam enam (6) jilid. Tiap jilid rata-rata memiliki 43 halaman, dengan warna sampul masing-masing jilid yang berbeda-beda. Jilid 1 berwarna merah, jilid 2 berwarna hijau, jilid 3 berwarna biru muda, jilid 4 berwarna kuning kunyit, jilid 5 berwarna ungu, dan jilid 6 berwarna coklat. Jilid-jilid tersebut disusun berdasarkan urutan dan tertib materi yang harus dilalui secara bertahap oleh masing-masing anak, sehingga jilid 2 adalah kelanjutan jilid 1, jilid 3 adalah merupakan kelanjutan jilid 2, demikian
53
seterusnya sampai selesai jilid 6. Bagi anak yang telah menyelesaikan jilid 6, bila mengajarkannya sesuai dengan petunjuk, dapat dipastikan bahwa ia telah mampu membaca al-Qur’an dengan benar (Budiyanto,1995:8-9). Metode Iqro’ adalah cara cepat membaca al-Qur’an yang terdiri dari 6 jilid, dilengkapi buku tajwid dan dalam waktu relatif singkat. Metode ini dalam praktek pelaksanaannya tidak membutuhkan alat-alat yang bermacammacam dan metode ini dapat ditekankan pada bacaan (mengeluarkan bacaan huruf atau suara huruf al-Qur’an) dengan fasih dan benar sesuai dengan makhrojnya dan bacaannya. Metode Iqro’ ini secara praktis terbagi menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu: 1) Privat Bentuk ini sering disebut dengan metode drill, yaitu cara mengajar yang dilakukan oleh guru/ustadz dengan cara melatih keterampilan baca pada santri/anak didik terhadap bahan yang telah diberikan. Cara ini dilakukan dengan berhadapan langsung dengan guru/ustadz dengan santri/anak didik. Cara ini terbagi 3 (tiga) teknis, antara lain: a) listening Skill: Santri/anak didik berlatih untuk mendengarkan bunyi huruf yang ada dalam buku paket Iqro’ dari guru/ustadz. b) Oral Drill: Siswa berlatih dengan tulisannya untuk mengucapkan apa yang didengar oleh guru/ustadznya. c) Reading Drill: Siswa berlatih untuk membaca huruf yang telah didengar dan diucapkan (Mu’min,1995:53). Terlaksananya bentuk ini selama 40 menit yang merupakan alokasi waktu untuk belajar membaca al-Qur’an. Prosesnya adalah masing-
54
masing guru/ustadz mengajar para santri/anak didik secara bergantian secara satu–persatu. Dalam hal ini, santri/anak didik yang aktif membaca lembaran-lembaran buku Iqro; yang telah disusun secara sistematis dan praktis. Sedangkan ustadz hanya menerangkan pokok pelajarannya dan menyimak bacaan serta menegurnya jika ada kekeliruan. Setelah santri/anak didik selesai membaca buku Iqro’ ini, guru/ustadz menulis kemampuan santri/anak didik pada Kartu Prestasi Santri (KPS). Kartu ini dibuat rangkap dua, satu diantaranya untuk dibawa pulang santri/anak didik sebagai bahan laporan rutin kepada wali santri/anak didik. Sedangkan yang satunya dibawa oleh wali kelas. Kartu ini dimaksudkan sebagai prestasi, evaluasi, komuniksi antara guru/ustadz dengan wali santri/anak didik dan guru/ustadz dalam mengetahui batas yang sudah dibaca. Untuk mengisi kekosongan waktu, santri/anak didik yang belum atau sudah diprivat, maka santri/anak didik bisa diberi tugas menulis huruf alQur’an dengan pengarahan ustadz/guru. Hasil penulisannya dinilai oleh wali kelas sambil diberi petunjuk perbaikan seperlunya. 2) Klasikal Yaitu
cara
mengajar
yang
dilakukan
ustadz/guru,
dengan
membentuk klasikal dari anak satu/kelas untuk mencapai suatu tujuan secara bersama-sama. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan timbal balik antara individu agar saling mempercayai dan menumbuhkan rasa sosialisasi antar sesama teman.
55
Dalam prakteknya bentuk ini terbagi dalam dua tempat, yaitu 10 menit pertama setelah mereka masuk kelas yang diikuti oleh temanteman satu kelas. Dan 10 menit kedua (penutup pelajaran) yaitu untuk mengakhiri pelajaran. Proses belajarnya dilakukan setelah selesai belajar dalam bentuk privat, kemudian langsung klasikal yang dipimpin oleh ustadz/guru untuk menyampaikan materi penunjang lainnya atau mengulang materi hafalan. Jika santri/anak didik terlihat lelah maka bisa diberi materi selingan (menyanyi, bercerita, dan lain-lainnya). Dalam acara penutup ini wali kelas
lebih
dahulu
menyiapkan
untuk
berkemas-kemas
untuk
menunjukkan santri/anak didik untuk memimpin do’a. selanjutnya ustadz/guru mengakhiri dengan salam dan menyuruh keluar sambil bersalaman secara tertib kepada ustadz/guru. 3) Bentuk Mandiri Bentuk ini sering disebut dengan metode pekerjaan rumah, yaitu cara mengajar yang dilakukan ustadz/guru dengan jalan memberikan tugas khusus pada santri/anak didik untuk mengerjakan tugas di luar jam pelajaran. Adanya bentuk ini, dimaksudkan agar santri/anak didik mengaktifkan diri untuk belajar kembali pelajaran yang diberikan dan membiasakan santri/anak didik untuk mengisi waktu luang dengan hal – hal yang positif dalam menunjang keberhasilan belajarnya. Pada bentuk ini yang diberikan ustadz/guru adalah membaca, menggambar, dan menulis dari lembaran-lembaran yang disediakan dari
56
sekolah. Selanjutnya, sampai atau masuk kelas ditunjukkan pada ustadz/guru untuk mendapatkan nilai. Adapun kelebihan metode Iqro’ adalah sebagai berikut: 1) Santri/anak didik mudah menerima yang telah diberikan ustadz/guru melalui buku – buku pelajaran Iqro’ 2) Santri/anak didik dapat membaca huruf Al-Qur’an dengan lancar dan sesuai dengan maksudnya. 3) Santri/anak didik dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sesuai dengan bacaan kalimatnya (tajwidnya). Sedangkan kelemahan metode Iqro’ adalah sebagai berikut: 1) Santri/anak didik hanya bisa membaca huruf al-Qur’an dengan baik dan lancar. 2) Santri/anak didik kurang dapat menulis al-Qur’an terutama pada hurufhuruf atau kalimat yang pendek dari surat al-Qur’an. 3) Bagi santri/anak didik yang lemah berfikir maka lemah sekali dalam menerima pelajaran yang diberikan ustadz/guru.
d. Metode Qiro’ati Metode Qiro’ati disusun oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy pada tahun 1986 bertepatan pada tanggal 1 juli. Sebagaimana yang diucapkan oleh H.M. Nur Shodiq Achrom (sebagai penyusun didalam bukunya “Sistem Qo’idah Qiro’ati” Ngembul Kalipare), Metode ini ialah membaca al-Qur’an yang langsung memasukkan dan mempraktekan bacaan tartil sesuai dengan qoidah ilmu tajwid. Sesuai dengan latar belakang atau sejarahnya metode
57
Qiro’ati mempunyai suatu tujuan, sistem, prinsip, dan strategi dalam pembelajarannya. Melihat sistem pendidikan dan pengajaran metode Qiro’ati ini melalui sistem pendidikan ”Child Centered“, berpusat pada murid, yakni memberikan kesempatan kepada santri/anak didik untuk berkembang secara optimal, sesuai kemampuannya. Maka kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara individual (perseorangan). Oleh karena itu TPA sewaktu-waktu dapat menerima santri baru. Santri/anak didik dapat naik kelas/jilid berikutnya dengan syarat: 1) Sudah menguasai materi/paket pelajaran yang diberikan di kelas. 2) Lulus tes yang telah diujikan oleh kepala sekolah/TPA. Untuk pengajarannya, metode Qiro’ati mempunyai sistem tersendiri: 1) Santri/anak didik dapat langsung praktek membaca huruf-huruf hijaiyah yang berharakat, tanpa mengeja dengan bacaan yang bertajwid. 2) Sebelum masuk pelajaran baru, diadakan evaluasi pelajaran silam bagi pra TK dan jilid I atau membaca devisi bagi jilid II sampai ghorib 3) Guru/Ustadz supaya menerangkan pokok bahasan terlebih dahulu. Setelah
guru/ustadz
membacakannya
santri/anak
didik
disuruh
menirukannya bersama-sama, kemudian satu persatu. 4) Guru/Ustadz harus waspada terhadap bacaan santri/anak didik, jika ada yang salah langsung ditegur dengan bahasa isyarat. 5) Guru/Ustadz jangan sekali-kali memberikan tuntunan baca kepada santri/anak didik, kecuali pada pokok bahasan.
58
6) Pelajaran diberikan secara bertahap dari yang termudah sampai yang sulit. 7) Dengan sistem modul, pelajaran diberikan sesuai dengan kemampuan anak, tidak diperkenankan belajar modul selanjutnya jika belum menguasai dengan matang modul sebelumnya. 8) Pelajaran diberikan berulang-ulang dengan memperbanyak latihan (sistem driil). 9) Evaluasi dilakukan setiap kali pertemuan. a) Prinsip – Prinsip Dasar Qiro’ati Demi lebih efektif dan efisiennya metode Qiro’ati, maka guru/ustadz harus menggunakan prinsip-prinsip yang telah digariskan, demikian juga santri/anak didiknya. 1) Prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh guru / ustadz, yaitu: (a) Tiwagas (teliti, waspada, dan tegas) (1) Teliti dalam menyampaikan semua materi pelajaran. (2) Waspada terhadap bacaan santri/anak didik, yakni bisa mengkoordinasikan antara mata, telinga, lisan, dan hati. (3) Tegas
dalam
arti
disiplin
dan
bijaksana
terhadap
kemampuan santri/anak didik. (b) Daktun (tidak boleh menuntun) 2) Prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh santri / anak didik, yaitu: (a) CBSA : Cara belajar santri aktif. (b) LCTB : Lancar cepat tepat dan benar
59
b) Strategi Mengajar Secara Umum (Global) Dalam Qiro’ati Agar proses belajar mengajar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka harus memakai strategi mengajar. Dalam mengajar alQur’an dikenal beberapa macam strategi. Di antaranya ialah: 1) Individual atau privat atau sorogan Santri/anak didik bergiliran membaca satu persatu, satu atau dua halaman sesuai dengan kemampuannya. 2) Klasikal-individual Sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk menerangkan pokok pelajaran secara klasikal sekedar 2/3 halaman dan sekaligus untuk individual/sorogan. 3) Klasikal-baca simak Strategi ini digunakan untuk mengajarkan membaca dan menyimak bacaan Al-Qur’an orang lain. Dasar yang digunakan adalah firman Allah Q.S. al-A’Raaf: ayat 204:
.(204 :)اﻷﻋﺮاف Artinya: “Dan apabila dibacakan al-Qur'an, maka dengarkanlah baikbaik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S al-A’Raaf: 204) Caranya : (a) Guru/Ustadz
menerangkan
pokok
pelajaran
mulai
dari
kelompok halaman terendah (secara klasikal) kemudian santri/anak didik di atas prinsip-prinsip dan disimak oleh santri lain.
60
(b) Dilanjutkan
kelompok
halaman
berikutnya.
Guru/ustadz
menerangkan pokok pelajarannya, lalu santri/anak didik di atas prinsip-prinsip dan disimak oleh semua santri/anak didik demikian seterusnya. Untuk sorogan dapat diterapkan pada kelas yang terdiri dari beberapa jilid, dalam satu kelas. Sedangkan untuk klasikal- individual dan klasikal – baca simak hanya bisa diterapkan untuk kelas yang terdiri dari satu jilid saja. c) Strategi Mengajar Secara Khusus (Detil) Agar kegiatan belajar mengajar al-Qur’an dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai keberhasilan yang maksimal, maka perlu diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Guru/Ustadz harus menekan kelas, dengan memberi pandangan menyeluruh terhadap semua santri/anak didik sampai semuanya tenang, kemudian mengucapkan salam dan membaca do’a iftitah. 2) Pelaksanaan pelajaran selama satu jam ditambah 15 menit untuk variasi (do’a- do’a harian, bacaan shalat, do’a ikhtitam atau hafalanhafalan lainnya). 3) Usahakan setiap santri/anak didik mendapat kesempatan membaca satu persatu. 4) Wawasan dan kecakapan santri/anak didik harus senantiasa dikembangkan dengan sarana dan prasarana yang ada. 5) Perhatian guru/ustadz hendaknya menyeluruh, baik terhadap anak yang maju membaca maupun yang lainnya.
61
6) Penghayatan terhadap jiwa dan karakter santri/anak didik sangat penting agar santri/anak didik tertarik dan bersemangat untuk memperhatikan pelajaran. Jika ada yang diam terus dan tidak mau membaca maka guru/ustadz harus tetap membujuknya dengan sedikit pujian. 7) Motivasi berupa himbauan dan pujian sangat penting bagi anak, terutama anak pra TK. Anak jangan selalu dimarahi, diancam atau ditakut-takuti. Tapi kadang kala perlu dipuji dengan kata-kata manis, didekati serta ucapan dan pendapatnya ditanggapi dengan baik. 8) Guru/Ustadz senantiasa menanti kritik yang sifatnya membangun demi meningkatkan mutu TK jangan cepat merasa puas. 9) Jaga mutu pendidikan dengan melatih santri/anak didik semaksimal mungkin. 10) Idealnya untuk masing-masing kelas/jilid terdiri dari:
Pra Taman kanak-kanak
: 10 anak
Jilid I
: 15 anak
Jilid II – Al-Qur’an
: 20 anak
Masing-masing dengan seorang guru.. 11) Agar lebih mudah dalam mengajar, sebaiknya disediakan alat-alat peraga dan administrasi belajar mengajar didalam kelas, antara lain: (a) Buku data siswa (b) Buku absensi siswa (c) Kartu/catatan prestasi siswa (dipegang siswa) (d) Catatan prestasi siswa (dipegang guru).
62
d) Evaluasi Hasil Belajar 1) Tes Pelajaran Tes pelajaran adalah tes yang dilakukan oleh guru jilid/kelas masing-masing terhadap santri setelah selesai membaca satu halaman tiap jilid, dengan bacaan yang LCTB. 2) Tes Kenaikan Jilid Tes kenaikan jilid adalah tes yang dilakukan oleh kepala sekolah atau ahli al-Qur’an terhadap santri yang telah selesai menguasai jilidnya masing-masing. Adapun bagi santri yang sedang mengikuti dan bisa dikatakan lulus harus memenuhi beberapa syarat antara lain: (a) Sekali tunjuk pada kata atau suku kata yang dipilih oleh guru, santri membacanya dengan lancar, cepat, tepat, dan benar (LCTB). (1) Untuk jilid Pra TK dan jilid I tanpa terputus – putus membacanya daan tanpa ada bacaan panjang. (2) Untuk jilid II sampai jilid VI termasuk Ghorib tanpa ada salah baca. (3) Santri tidak berfikir panjang pada kata atau suku kata yang ditunjuk oleh guru. 3) Khotmul Qur'an Setelah santri menguasai semua pelajaran, berarti santri telah siap menyelesaikan pendidikan al-Qur’an dengan syarat sebagai berikut:
63
(a) Mampu membaca al-Qur’an dengan tartil. (b) Mengerti dan menguasai bacaan Ghoroibul Qiro'ah. (c) Mengerti dan menguasai ilmu tajwid. (d) Dapat mewaqofkan, mewasholkan dan mengibtida'kan. (e) Menguasai makhroj dan sifat huruf sebaik mungkin. (f) Yang semuanya itu harus diteskan atau ditashih oleh guru ahli al-Qur'an (Achrom,1996:11-13). Adapun kelebihan metode Qiro’ati adalah: 1) Siswa walaupun belum mengenal tajwid tetapi sudah bisa membaca alQur’an secara tajwid. Karena belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah sedangkan membaca al-Qur’an dengan tajwidnya itu fardlu ain. 2) Dalam metode ini terdapat prinsip untuk guru dan murid. 3) Pada metode ini setelah khatam meneruskan lagi bacaan ghorib. 4) Jika santri sudah lulus 6 Jilid beserta ghoribnya, maka dites bacaannya kemudian setelah itu santri mendapatkan syahadah jika lulus tes. Sedangkan kekurangan metode Qiro’ati ini adalah: 1) Bagi yang tidak lancar lulusnya juga akan lama karena metode ini kelulusan tidak ditentukan oleh bulan/tahun. 2) Santri/ anak didik kurang dapat menulis al-Qur’an.
e.
Metode Al-Barqi Sekitar tahun 1992 ada perangkat pengajaran al-Qur’an dengan nama “Metode al-Barqi” yang dicetak pertama kali di Surabaya oleh seseorang yang bernama Muhajir Sulthon (pengarangnya), yang sebetulnya sudah
64
dipraktekkan tahun 1983, dan ditemukan pada tahun 1965. Metode al-Barqi ini memperhatikan aspek psikologi pada peserta didik (siswa/santri). Dalam pembelajaran al-Qur’an, metode ini memakai pendekatan global atau gestaid phsycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik (SAS). Metode ini sudah meninggalkan pengenalan nama huruf yaitu alif, ba’, dan seterusnya. Yang dimaksud SAS ini adalah penggunaan struktur kata atau kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti; kata jalasa dan kataba. Dalam perkembangannya al-Barqi ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (sebagai kata kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik Sintetik. Kata lembaga tersebut adalah:
A-DA-RA-JA
MA-HA-KA-YA
KA-TA-WA-NA
SA-MA-LA-BA Secara teoritis metode ini apabila diterapkan pada anak kelas empat SD
ke atas hanya memerlukan waktu 1 x 8 jam dan bagi orang dewasa cukup 1 x 6 jam, sedangkan jika buku al-Barqi di peruntukkan anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu kecerdasan. Ada beberapa fase yang harus dilalui untuk mendalami metode al-Barqi ini, antara lain: 1) Fase Analitik Yaitu ustadz/guru mengucapkan kata ( ا د رجtidak boleh dieja), santri/anak didik menirukan sampai hafal. Setelah itu kata lembaga tersebut dibagi menjadi dua a-da, dan ra-ja, santri/anak didik membaca
65
berulang-ulang dan dibolak-balik. Kemudian dilanjutkan dengan pemenggalan setiap suku kata dan dibaca secara berulang sampai hafal. Langkah selanjutnya evaluasi yang berisi ustadz/guru menunjuk huruf secara acak dan santri/anak didik tinggal membunyikannya saja. 2) Fase Sintetik Pada fase ini keempat kata lembaga tersebut dipenggal kemudian digabung secara acak persuku kata sehingga membentuk suatu bacaan. Contohnya seperti: كتون–سملب 3) Fase Penulisan Begitu juga pada fase ini peserta santri/anak didik menebak tulisan yang berupa titik-titik seperti كdengan pensil ustadz/guru menunjukkan jalan pena menurut arah anak panah agar tidak terbalik, setelah dianggap baik, dilanjutkan pengenalan pada bentuk tulisan lainnya. 4) Fase Pengenalan Bunyi Cara pengenalannya melalui tiga tahap, yaitu : (a) Pertama: adaraja – mahakaya – katawana – samalaba, idiriji – mihikiyi –
kitiwini – similibi, uduruju – muhukuyu – sumulubu.
(b) Kedua: adaraja – idiriji – uduruju, mahakaya – mihikiyi – muhukuyu, dan seterusnya. (c) Ketiga: a – i – u, da – di – du, ra – ri – ru, ja – ji – ju, dan seterusnya. 5) Fase Pemindahan Fase ini bertujuan untuk memindahkan pengenalan bunyi Arab yang sulit, maka didekatkan dengan bunyi Indonesia yang berdekatan.
66
Contohnya seperti; di bawahnya ditulis دdi atas di tulis سbawahnya di tulis شatau : ت ج د س،ث ز د ش 6) Fase Pengenalan Tanwin Harakat dobel yang berbunyi n (tanwin), perlu ditegaskan pada murid/santri bahwa tanwin itu hanya ada disuku terakhir dari kata. Jadi tidak ada diawal atau di tengah. Contoh: ا ا ا – ب ب ﺑﺎ – ت ت ﺗﺎ 7) Fase Pengenalan Mad Pengenalan Mad didahulukan sebelum sukun. Tahap ini harus dimatangkan lebih dahulu sebelum sukun dan syiddah. Untuk sementara agar memudahkan anak, di atas bacaan panjang diberi tanda (-) dan pendek (.) tanda tersebut untuk sementara saja, dalam latihan atau pekerjaan rumah anak disuruh memberi tanda bacaan tersebut pada kalimat atau ayat, sebagai cross chek terhadap pemahaman anak. Contoh:
ا ﺑﺎ ﺟﺎ دا – اي ﺑﻲ ﺟﻲ دي
8) Fase Pengenalan Sukun Cara mengenal sukun dengan membuat titian unta yaitu: اد – ا د، ار-ار 9) Fase Pengenalan Syiddah Cara pertama: dibuat titian unta seperti sukun: ﻣﺲ – ﻣﺲ – ﻣﺲ ﺑﺮ – ﺑﺮ – ﺑﺮ
67
Cara kedua:
ﻣﺲ – ﻣﺲ ﺑﺮ – ﺑﺮ
Cara ketiga:
ﻣﺲ – ﻣﺲ
10) Fase Pengenalan Nama Huruf Nama-nama huruf dikenakan, cara mengenakan atau membaca nama harus dengan al, jadi al-ba’, bukan ba’, al-jim jadi bukan jim. Hal ini untuk segera dapat membedakan mana yang qomariyah dan mana yang syamsiyah. Contoh: اﻟﻘﻤﺮﯾﺔ
اﻟﺸﻤﺴﯿﺔ
اﻟﺒﺎء
اﻟﺘﺎء
11) Fase Pengenalan Huruf yang Tidak Bisa Dibaca Huruf yang tidak mendapatkan tanda saksi (harakat) tidak dibaca biasanya terdiri dari huruf ا- وcontohnya seperti dibawah ini: (a) Melewati satu huruf
:
واﺳﺘﻌﯿﻨﻮا
(b) Melewati dua huruf
:
واﻟﺸﻤﺲ
(c) Melewati tiga huruf
:
ادﺧﻠﻮ اﻟﺒﺎب
(d) Melewati empat huruf
:
واﻗﯿﻤﻮا اﻟﺼﻼة
12) Fase Pengenalan Bacaan yang Musykil Bacaan-bacaan seperti biasanya dijumpai dalam al-Qur’an seperti: اﺻﺎ وﻟﺼﺼﻦ ﻣﻦ اﻟﻤﺺ واﻟﻤﺺ ﻣﺼﺎ ﺻﺎ و ﻟﺼﺎ ﺻﺎ 13) Fase Pengenalan Menyambung Untuk dapat menyambung, hanya diperlukan menghafal lima kunci menulis, yaitu: (a) Alif dan huruh bengkok ke kiri tidak dapat disambung ke kiri.
68
(b) Mim dan huruf yang bengkok jika disambung diluruskan ke kiri. ﻣﺴﺢ ﺧﺴﺮ ﺟﮭـﺮ
مخج
(c) Huruf yang cekung di bawah garis, jika disambung diluruskan di atas garis. ضلن ﺿﺮب ﻟﻤﺲ ﻧﺼﺮ (d) Huruf yang bersudut disambung lewat sudut. ﺷﻜﺮ
ﺑﺪر
دك
(e) Huruf akhir berbentuk asli, tanpa ada perubahan khusus dan disambung alif. 14) Fase pengenalan waqof. Baik dalam membaca Al-Qur’an, maupun yang lain, atau berbicara, selalu ada bacaan waqof seperti tertulis ﺐ َ َﻛ َﺴdibaca, ْ َﻛ َﺴﺐatau dibaca وﺗَﺐﱠdibaca َْوﺗَﺐ Adapun sistematika pengajaran yang digunakan dalam metode ini adalah: a) Pengamatan sebuah struktur kata atau kalimat b) Pemisahan c) Pemilihan d) Pemaduan Sedangkan teknik penyajiannya adalah: a) Menggunakan titian ingatan (untuk mengingatkan waktu lupa) b) Mengadakan pengelompokkan bunyi untuk mengenal atau pindah dari huruf yang telah dikenal ke huruf yang sulit.
69
c) Mengelompokkan
bentuk
huruf
untuk
memudahkan
belajar
menyambung (imla’). d) Menggunakan pengenalan dengan menggunakan titian unta (titian yang mengarah) yaitu dalam mengajarkan tasydid dan sukun. e) Menggunakan drill dalam mengenalkan makhroj maupun kepekaan terhadap kefasihan membaca. (Shulton,2004:10). Adapun keuntungan yang didapat dengan menggunakan metode al-Barqi ini adalah: 1) Bagi guru (guru mempunyai keahlian tambahan sehingga dapat mengajar dengan lebih baik, bisa menambah penghasilan di waktu luang dengan keahlian yang dipelajari). 2) Bagi Murid (murid merasa cepat belajar sehingga tidak merasa bosan dan
menambah kepercayaan dirinya karena sudah bisa belajar dan
mengusainya dalam waktu singkat). 3) Bagi Sekolah
(sekolah
menjadi
lebih
terkenal
karena
murid-
muridnya mempunyai kemampuan untuk menguasai pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan sekolah lain).
B. Manajemen Pembelajaran 1.
Pengertian Manajemen Pembelajaran Manajemen pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan pembelajaran. Manajemen berasal dari kata dasar to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan
70
dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Menurut Gibson yang dikutip Nanang Fattah (2004: 93) mendefinisikan manajemen sebagai berikut: “Management consist of activites under taken by one or more person to corrdinate the activities of others person to achieve result not achievable by one person alone”. (Manajemen merupakan suatu hal yang terdiri dari aktivitas-aktivitas yang dikelola oleh satu atau beberapa orang untuk mengatur aktivitas orang lain agar mencapai hasil yang diinginkan). Sedangkan menurut Kontz (1972: 16) ”Management is getting things done trough people. In bringing about this cordinating of group activity, the manager, as a manager plan, organizes, staff, direct, and control the activities other people”. (Yaitu manajemen adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui suatu kegiatan orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengerahan dan pengendalian. Ada banyak ahli yang berusaha mendefinisikan manajemen. Namun dari semua definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli tersebut, Hasibuan (2003,56-57) membuat suatu rangkuman kesimpulan yang cukup detail yakni: a. Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai. b. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni. c. Manajemen merupakan proses yang sistematis, terkoordinir, kooperatif dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya (6 M: men, money, methods, materials, machines, dan market). d. Manajemen baru dapat diterapkan jika ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi. e. Manajemen harus didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab. f. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi g. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
71
Sedangkan Pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang berarti “pengajaran”. Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik (Masnur, 2007:163). Pembelajaran dapat juga diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik agar memiliki pengalaman belajar. (Jones et. al dalam Husaini Usman, 2006: 95). Old Mc Donald (2013: 198) menjelaskan bahwa: Learning is acquiring knowledge, it’s an enduring change in living beings not dictated by genetic predisposition, it is also a relative yet permanent change in behavior resulting from practice. Pembelajaran adalah memperoleh pengetahuan dengan memikul perubahan dalam kehidupan yang dimiliki tidak berdasarkan ketentuan oleh kecenderungan gen, hal ini merupakan sebuah hubungan yang belum permanen dalam perubahan sikap yang dihasilkan dari praktek. Oemar Hamalik (2008:57) menjelaskan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi: unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian pembelajaran adalah proses interaktif antara pendidik dan peserta didik sehingga terjadi tingkah laku ke arah yang lebih baik. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pembelajaran merupakan usaha untuk mengelola pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
72
2.
Unsur Manajemen Pembelajaran Manajemen memiliki enam unsur yang biasanya disingkat dengan 6 M yakni men, money, methods, materials, machines, dan market. Keenamnya disebut tools of managements. Berikut adalah penjelasan Hasibuan (2003, 57) dari keenam unsur tersebut. a. Men yaitu tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja pimpinan maupun tenaga kerja operasional/pelaksana. b. Money yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Methods yaitu cara-cara yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan d. Materials yaitu bahan-bahan yang dibutuhkan. e. Machines yaitu mesin/alat-alat yang diperlukan. f. Market yaitu pasar untuk menjual atau memasarkan barang ataupun jasajasa yang dihasilkan.
3.
Prinsip Manajemen Pembelajaran Prinsip adalah suatu pernyataan atau suatu kebenaran pokok yang memberikan petunjuk kepada pemikiran atau tindakan yang akan diambil. Prinsip merupakan dasar atau landasan untuk bertindak, akan tetapi juga bukan sesuatu yang mutlak. Prinsip utama dari manajemen ialah efisiensi (daya guna) dan efektifitas (hasil guna) dalam mencapai hasil atau tujuan yang direncanakan. Untuk mencapai hasil yang efektif dan evisien maka dalam prosaes manajemen mengenal beberapa prinsip. Dalam hal ini Fayol (dalam Silalahi, 2002: 159161) mengemukakan 14 prinsip manajemen yaitu sebagi berikut:
73
a. Devision of Work (pembagian kerja sesuai spesialisasinya). b. Authority and Responsibility (menjalankan tugas dan wewenang sesuai dengan pembagian masing-masing). c. Discipline (disiplin). d. Unity of Command (kesatuan perintah). e. Unity of Direction (kesatuan arah/tujuan). f. Subordination of Individual to General Interest (lebih mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi ). g. Ramuneration (pemberian imbalan/kompensasi sesuai dengan hak). h. Centralization (kekuasaan tertinggi di tangan manajer). i. Scalar Chain atau hierarchy (hubungan tingkat kekuasaan, mulai dari paling atas sampai paling bawah). j. Order (menempatkan setiap individu sesuai dengan posisinya). k. Equity (bertindak adil dan seimbang terhadap segala sesuatu). l. Stability of tenure (stabilitas jabatan atau pekerjaan). m. Initiative
(bawahan
diberi
kebebasan
berinisiatif
tentang
pekerjaannya). n. Esprit de Corp (munculnya rasa kebanggan terhadap korp/ organisasi). 4.
Tujuan Manajemen Pembelajaran Tujuan manajemen pembelajaran adalah untuk mencipatakan proses belajar mengajar yang dengan mudah direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dikendalikan dengan baik. Dengan proses belajar mengajar yang demikian itu, maka pembelajaran akan berlangsung dengan efektif dan
74
efisien. Efektif di sini artinya dapat membelajarkan anak didik sehingga membantuk
meletakkan
dasar-dasar
ke
arah
perkembangan
sikap,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Sementara, yang dimaksudkan dengan efisien di sini adalah mendayagunakan tenaga, waktu, biaya, ruang atau gedung, dan fasilitas sehemat mungkin. 5.
Langkah-Langkah Manajemen Pembelajaran a.
Perencanaan Pembelajaran Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan. Program kegiatan apapun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Perencanaan harus dibuat dengan sebaikbaiknya. Perencanaan merupakan pedoman kerja bagi para pelaksana terkait, baik manajer dalam hal ini adalah kepala sekolah maupun staf dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Selain itu menurut Bafadhal (2003: 42), rencana juga merupakan acuan dalam upaya untuk mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena begitu pentingnya perencanaan tersebut maka seorang manajer harus memiliki kemampuan merencanakan program. Langgulung (2000:17), menyatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan pekerjaan yang harus dilakukan oleh kelompok untuk mendapai tujuan yang ditetapkan. Nana Sudjana (2000: 61) mengatakan bahwa
perencanaan
merupakan
proses
yang
sistematis
dalam
75
pengambilan keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses menyusun materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: 1) Perencanaan pembelajaran sebagai teknologi Suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pembelajaran. 2) Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem Sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu. (Madjid, 2005: 17-18). Dalam merumuskan tujuan pembelajaran al-Qur’an ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu: 1) Rumusan tujuan harus berpusat pada perubahan tingkah laku. 2) Rumusan tujuan harus berisikan tingkah laku operasional artinya dapat diukur pada saat itu juga.
76
3) Rumusan tujuan berisikan makna dari materi yang akan diajarkan saat itu. Ketiga ketentuan diatas adalah mutlak bagi perumusan tujuan pembelajaran. Artinya harus dipenuhi dan jika salah satu tidak ada maka rumusan tujuan tidak sempurna. (Sudjana,2000: 64-65) Tujuan pembelajaran juga harus mengandung tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Tujuan kognitif yaitu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, informasi, pemikiran, pemahaman, penerimaan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Tujuan afektif yaitu tujuan yang berhubungan dengan minat, sikap juga penghormatan (kepatuhan) terhadap nilai-nilai (menerima, menjawab, menilai, mengorganisasikan). 3) Tujuan psikomotorik yaitu tujuan pembelajaran yang bersifat ketrampilan atau yang menunjukkan gerak (Harjanto,2008:150-152). Menurut Bafadhal (2003: 43) sebagai sebuah proses, ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuat perencanaan, yaitu: 1) Memperkirakan masa depan. 2) Menganalisis kondisi lembaga. 3) Merumuskan tujuan secara operasional. 4) Mengumpulkan data atau informasi. 5) Merumuskan dan menetapkan alternatif program. 6) Menetapkan perkiraan pelaksanaan program. 7) Menyusun jadwal pelaksanaan program.
77
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa: 1) Keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan sangat ditentukan baik buruknya perencanaan. 2) Perencanaan harus mampu memprediksi kegiatan di masa yang akan datang secara objektif. 3) Perencanaan harus diarahkan pada pencapain tujuan, sehingga apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan besar adalah kurang sempurnanya suatu perencanaan 4) Perencanaan harus mempertimbangkan aspek kebijakan, anggaran, prosedur, aturan, metode, kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. b. Pelaksanaan Pembelajaran Secara operasional, manajemen pembelajaran adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pada komponen pembelajaran, yaitu: siswa, guru, tujuan, materi, metode, sarana/alat dan evaluasi. Proses pelaksanaan pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak, serta didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa.
Pengelolaan
pembelajaran
merupakan
suatu
proses
penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Davis (1991: 38), proses pembelajaran berada dalam empat variabel interaksi, yaitu: 1) variabel pertanda (presage variables) berupa pendidik; 2) variabel konteks (contex variables) berupa peserta didik; 3)
78
variabel proses (process variables); dan 4) variabel produk (product variables) berupa pekembangan peserta didik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, maka keempat variabel pembelajaran tersebut harus dikelola dengan baik. Berikut uraian pengelolaan variabel pembelajaran. 1) Pengelolaan Siswa Pengelolaan siswa merupakan suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas yang berkaitan dengan siswa yaitu mulai dari masuknya sampai keluarnya siswa tersebut dari suatu lembaga. (Burhanuddin,2002: 98). Meskipun ada wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, namun kepala sekolah tetap memegang peran penting karena keputusan akhir setiap kegiatan ada pada kepala sekolah. Oleh karena itu, menurut Sahertian (2005: 99) tugas kepala sekolah yang dibantu oleh waka kesiswaan meliputi: a) penerimaan siswa baru, b) pembinaan siswa di sekolah, dan c) pemantapan program kesiswaan. 2) Pembinaan dan pengelompokan siswa Kedudukan siswa dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan “produsen”, artinya siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang dipelajarinya. (Madjid, 2005: 112). Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang dan kurang. Karenanya guru perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok atau klasikal. Jika berkelompok, kapan siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan
79
sehingga ia dapat berkosentrasi membantu yang kurang, dan kapan siswa dikelompokkan secara campuran sebagai sebagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya. Hal ini sesuai dengan pandangan Dimyati (1999: 169) bahwa pembelajaran secara klasikal merupakan kegiatan pembelajaran yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu ada jumlah minimum siswa dalam kelas, jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar antara 10–45 orang. Guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru juga dapat mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Bukhori (2005, 83) ada beberapa macam pengelompokan siswa, diantaranya: a) Task planning groups, bentuk pengelompokan berdasarkan rencana tugas yang akan diberikan guru. b) Teaching groups, kelompok ini biasanya digunakan untuk group teaching, di mana guru memerintahkan suatu hal, siswa yang ada pada tahap yang sama mengerjakan tugas yang sama pada saat yang sama. c) Seating groups, pengelompokan yang bersifat umum, di mana 46 siswa duduk mengelilingi satu meja. d) Join learning groups, pengelompokan siswa dimana satu kelompok siswa bekerja dengan kegiatan saling terkait dengan kelompok yang lain.
80
e) Collaborative-group, kelompok kerja yang menitikberatkan pada kerjasama tiap individu dan hasilnya sebagai sesuatu yang teraplikasi. 3) Pengelolaan Guru a) Rekrutmen guru Agar mendapatkan guru yang profesional, maka diperlukan proses seleksi terhap guru atau pegawai. Adapun definisi rekrutmen menurut (Gorton dalam Bafadhal, 2003: 21), yaitu: “...the active pursuit of potential candidates for the purpose of influencing them to apply for positions in the school district.” Definisi tersebut menunjukkan bahwa rekrutmen merupakan proses aktif untuk mendapatkan calon pegawai yang sangat potensial dalam menduduki posisi tertentu di sekolah. Menurut Nanang Fattah (2005, 68) rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan memotivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan rekrutmen adalah untuk mendapat calon pegawai yang memiliki nilai lebih (surplus) untuk kemudian dimotivasi dan dilatih agar dapat menduduki posisi tertentu. b) Peningkatan profesionalisme guru. Untuk meningkatkan profesionalisme guru diperlukan berbagai bentuk pelatihan-pelatihan agar kinerja serta unjuk kerja guru yang lebih berkualitas. Sebagaimana diungkapkan Laeham dan Wexley (1992: 2), bahwa: "performance appraisals are crucial to the efectivity management of an organization's human resources, and the
81
proper management of human resources is a critical variable afecting an organization's productivity”. Yaitu bahwasanya produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya, yakni bagaimana ia menunjukkan pekerjaan atau unjuk kerjanya. Dalam rangka mendorong peningkatan profesionalisme guru, secara tersirat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 telah mencantumkan standar nasional pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki (Bukhori, 2005: 98). Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa standar kompetensi guru adalah ukuran yang telah ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk pengusaan pengetahuan dan perilaku bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki
82
jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas kualifikasi dan jenjang pendidikan. Berkenaan dengan standar kompetensi guru, menurut Madjid (2005: 128) bahwasannya Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun secara khusus rumusan standar kompetensi guru yang terdiri dari komponen, yaitu: (1) Komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yang meliputi:
(i)
menyusun
rencana
pembelajaran;
(ii)
pelaksanaan interaksi belajar mengajar; (iii) penilaian prestasi belajar peserta didik; (iv) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian. (2) Komponen
kompetensi
pengembangan
potensi
yaitu
pengembangan profesi. (3) Komponen kompetensi penguasaan akademik yang meliputi (i) pemahaman wawasan pendidikan, dan (ii) penguasaan bahan kajian. Menurut Madjid (2005: 219) telah merumuskan dan menyusun tata cara akhlak, yang wajib diamalkan oleh setiap guru dalam jabatannya sebagai berikut: (1) Kode etik jabatan guru (2) Hubungan guru dan murid (3) Hubungan antara guru dan sesama guru (4) Hubungan guru dengan atasannya
83
(5) Hubungan guru dengan pegawai tata usaha (6) Hubungan guru dengan orang tua (7) Hubungan guru dengan masyarakat Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menduduki profesi guru jika tidak memenuhi persyaratan tersebut. c) Peningkatan motivasi kerja Seseorang bekerja menurut Bafadhal (2003: 93-94) adalah untuk kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan suatu tindakan atau perbuatan (behaviour) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan (goals). Bentuk peningkatan motivasi kerja dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya: (1) Pemenuhan kebutuhan dan kesejateraan guru. Menurut Kimball Wiles (dalam Bafadhal, 2003: 101) menegaskan bahwa ada delapan hal yang diinginkan guru melalui kerjanya, yaitu, adanya rasanya rasa aman dan hidup layak, kondisi kerja yang menyenangkan, rasa keikutsertaan, perlakuan yang wajar dan jujur, rasa mampu, pengakuan, pengakuan dan penghargaan atas sumbangan, ikut ambil bagian dalam pembentukan kebijakan sekolah, dan kesempatan mempertahankan self respect. Selain itu menurut Burhanuddin (2002: 87) bahwa bentuk program kesejahteraan berupa program asuransi jiwa dan kesehatan, pensiun dan sebagainya.
84
(2) Komitmen ruhul jihad Yaitu suatu penetapan atau kualitas objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat atau nilai yang diberikan masyarakat kepada masalah pokok dalam kehidupan beragama yang bersifat suci, sehingga menjadi pedoman bagi
tingkah
laku
keagamaan
masyarakat
yang
bersangkutan. (Syam, 1986: 133). (3) Penghargaan (reward) Setiap manusia ingin dihargai hasil kerjanya. Dalam hal ini, peran guru sebagai pendidik dan pengajar merupakan tanggung jawab yang besar, sehingga membutuhkan kompetensi dan keterampilan tertentu. Oleh karena itu, penghargaan yang layak bagi seorang guru merupakan salah satu bentuk peningkatan harkat dan martabatnya. d) Pengembangan persiapan mengajar Kegiatan pengembangan persiapan mengajar guru harus memperhatikan minat dan perhatian peserta didik terhadap materi yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal ini, peran guru bukan hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan menggunakan berbagai variasi dan media, dan sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukan kompetensi. Berkenaan dengan hal tersebut Mulyasa (2004: 80) mengemukakan beberapa prinsip
85
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan persiapan mengajar, diantaranya: (1) Rumusan kompetensi dan persiapan mengajar harus jelas. Semakin konkrit kompetensi, semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut. (2) Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. (3) Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. (4) Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya. (5) Harus ada koordinasi antara komponen pelaksana program sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class. e) Peran dan tugas guru Pada dasarnya ada dua macam kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap guru, mereka mengelola sumber belajar dan melaksanakan dirinya sebagai sumber belajar. Apabila seorang guru dengan sengaja menciptakan suasana belajar di dalam kelasnya dengan maksud untuk mewujudkan tujuan yang sudah dirumuskan sebelumnyam, maka ia bertindak sebagai "guru manager". Apabila guru atau instruktur yang sama secara fisik
86
mengajar di kelas tersebut, maka ia menjadi salah satu dari sumber belajar yang dikelolanya, dan dengan demikian ia berperan sebagai "guru pelaksana" (teacher-operator). Guru adalah sumber belajar untuk menentukan tujuan belajar, dari pada buku, kaset, video sebagai sumber belajar. Dalam beberapa kesempatan mungkin hal ini benar, akan tetapi seringkali guru memutuskan untuk secara akatif berbicara dan menulis dengan kapur di papan tulis hanya karena ia senang dan menikmati pekerjaan mengajar. Dengan kata lain, bahwa keputusan menjadi "guru pelaksana" diambil atas dasar kesenangan atau pilihan pribadi, dan bukan atas dasar analisis kebutuhan situasi belajar yang sesungguhnya. (Davis,1991: 34) Berhubung karena waktu yang tersedia dan kemampuan guru sebagai pengelola selalu terbatas, maka mereka harus sedapat mungkin mengkonsentrasikan terhadap pelaksanaan pekerjaan dengan meniadakan peranannya yang unik dalam organisasi sebagai pengelola sumber belajar. Dengan demikian dimungkinkan untuk mengisolasikan dan mengidentifikasi empat fungsi umum menurut Ivor K. Davis (1991: 35) yang merupakan ciri pekerjaan seorang guru sebagai manajer. 4) Pengelolaan Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) Agar dapat menghasilkan pembelajaran yang berkualitas, maka harus dilakukan berbagai upaya baik yang dilakukan oleh guru
87
secara langsung maupun oleh kepala madrasah/lembaga yang bersangkutan. Untuk dapat mengelola pembelajaran dengan baik, para pengelola pendidikan baik kepala sekolah maupun para guru harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini: a) Prinsip-prinsip pembelajaran Menurut Madjid (2005: 131-132) dalam pengelolaan pembelajaran ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Motivasi, yaitu segala kegiatan untuk mendorong anak agar melakukan
suatu
kegiatan
untuk
mencapai
tujuan.
Kebutuhan akan pengakuan sosial akan mendorong anak untuk melakukan berbagai upaya kegiatan sosial. Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar individu. (2) Fokus, ucapan ringkas, langsung pada inti pembicaraam tanpa ada kata-kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami. (3) Pembicaraannya
tidak terlalu cepat, sehingga dapat
memberikan waktu yang cukup kepada anak untuk menguasainya. (4) Repetisi; senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat-kalimatnya supaya dapat diingat dan dihafal.
88
(5) Analogi langsung; seperti pada contoh perumpamaan orang yang beriman dengan pohon kurma, sehingga dapat memberikan motivasi, hasrat ingin tahu, memuji atau mencela, dan mengasah otak untuk menggerakkan potensi pemikiran atau timbul kesadaran untuk merenung dan tafakkur. (6) Memperhatikan
keragaman
anak,
sehingga
dapat
melahirkan pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas satu pemahaman saja, dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar tanpa dihinggapi perasaan jemu. (7) Memperhatikan
tiga
tujuan
moral,
yaitu:
kognitif,
emosional dan kinetik. (8) Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak (aspek psikologis/ilmu jiwa). (9) Menumbuhkan
kreativitas
anak,
dengan
mengajukan
pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari anak yang diajak bicara. (10) Berbaur dengan anak-anak, masyarakat dan sebagainya. Tidak
eksklusif,
seperti
makan
bersama
mereka,
bermusyawarah bersama mereka, dan berjuang bersama mereka. (11) Aplikasi; pelatihan secara langsung. (12) Do’a; setiap perbuatan diawali dan diakhiri dengan menyebut asma Allah.
89
(13) Teladan, satu kata antara ucapan dan perbuatan yang dilandasi dengan niat yang tulus karena Allah. b) Prosedur Pembelajaran Perekayasaan proses pembelajaran dapat di desain oleh guru sedemikian rupa. Idealnya kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan untuk siswa sedang atau kurang. Walaupun untuk memahami satu jenis konsep yang sama, karena setiap siswa memiliki keunikan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tidak bisa diabaikan. Dengan
berakhirnya
proses
belajar,
maka
siswa
memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran, pada bagian yang lain merupakan kegiatan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Dampak Pengajaran Hasil yang dapat diukur seperti angka dalam rapot, ijazah dan kemampuan yang lain. (2) Dampak pengiring Hasil yang dilakukan pada bidang pendidikan yang lain. (Dimyati, 1999: 3-4).
90
5) Pengelolaan Metode Pengelolaan metode secara tepat akan dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Hal ini sesuai dengan ungkapakan Mahmud Yunus (1965: 65) "Athoriqatu ahammu min al maddah" bahwasannya (metode yang lebih penting dari materi pelajaran). Oleh karena itu, madrasah perlu memperhatikan pengelolaan metode ini dengan baik. Menurut Madjid (2005: 138) setidaknya ada sepuluh metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. a) Metode ceramah Metode
ceramah
merupakan
cara
penyampaian
ilmu
pengetahuan kepada siswa secara lisan. b) Metode tanya jawab Metode tanya jawab adalah pengajuan pertanyaan kepada peserta didik. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang anak dalam berfikir dan membimbingnya dalam mencapai kebenaran. Dalam proses belajar mengajar, tanya jawab dijadikan sebagai salah satu metode untuk menyampaikan materi pelajaran dengan cara guru bertanya kepada siswa atau siswa bertanya kepada guru. c) Metode tulisan Metodei tulisan ini adalah metode mendidik dengan huruf atau simbol apapun, ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan
91
merupakan jembatan untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. d) Metode diskusi Metode ini merupakan salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang maing-masing memperkuat argumentasinya masingmasing. e) Metode pemecahan masalah (problem solving) Metode
problem
pengertian
solving
dengan
merupakan
menstimulasi
cara
anak
memberikan didik
untuk
memperhatikan, menelaah dan berfikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganilisis masalah tersebut sebagai upaya memecahkan masalah. f)
Metode kisah Al-Qur’an dan al-Hadits banyak meredaksikan kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti kisah malaikat, para Nabi, umat terkemuka pada zaman terdahulu dan sebagainya.
g) Metode perumpamaan Metode perumpamaan adalah suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu. Dapat dilakukan dengan menggambarkan sesuatu dengan yang lain, seperti mengumpamakan sesuatu yang rasional-abstrak dengan sesuatu yang bisa diindera.
92
h) Metode suri tauladan Ketika Uqbah bin Abi Sufyan hendak menyerahkan anaknya kepada seseorang pendidik (guru) ia berkata: “Sebelum engkau memperbaiki anakku, maka pertama kali kamu memperbaiki dirimu sendiri. Sebab matanya masih sangat terikat dengan matamu. i)
Metode praktik Metode ini dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seraya diperagakan, dengan harapan anak didi menjadi jelas serta dapat memperaktikkan materi yang dimaksud.
j)
Metode karyawisata Agama Islam memerintahkan kepada umat manusia untuk mengadakan perjalanan di muka bumi, menggali serta memperhatikan peninggalan sejarah, memperhatikan keindahan alam, memperhatikan lingkungan, termasuk memperhatikan diri kita sendiri.
6) Pengelolaan Sumber Pembelajaran Sering kita dengar istilah sumber belajar (learning resources), orang juga banyak yang telah memanfaatkan sumber belajar, namun umumnya yang diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. Padahal secara tidak terasa apa yang mereka gunakan, orang, dan benada tertentu adalah termasuk sumber belajar.
93
Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kuikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak (software) atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa atau guru. Dari pengertian tersebut sumber belajar dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu di mana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan, misalnya; perpustakaan, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. b) Benda, yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya: situs candi, benda peninggalan lainnya. c) Orang, yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Misalnya: guru, ahli geologi, polisi dan lain sebagainya. d) Buku, yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, eksiklopedi dan sebagainya.
94
e) Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar. (Madjid, 2005: 170-171). 7) Pengelolaan Media Dalam
pembelajaran
seringkali
terjadi
penyimpangan-
penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Salah satu usaha untuk mengatasi hal demikian adalah penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajarmengajar, karena di samping fungsi media sebagai penyaji stimulus informasi, sikap dan lain-lain. Juga untuk meningkatkan kesarian dalam penerimaan informasi (Asnawir, 2002: 13). Menurut Oemar Hamalik (1985: 63) ada 4 klasifikasi media pengajaran, yaitu: a) Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparasi, micro projector, papan tulis, buletin board, gambargambar, ilustrasi, chart, grafik, poster, peta dan globe. b) Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar misalnya: phonograp record, transkripsi electrics, radio, rekaman pada tape recorder. c) Alat-alat yang bisa dilihat dan didengar, misalnya film dan televisi benda-benda tiga demensi yang biasa dipertunjukkan, misalnya: model, spicemens, bak pasir, peta elektris, koleksi diorama.
95
d) Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya. Fungsi media selain untuk memberikan pengalaman visual kepada
siswa
dalam
rangka
mendorong
motivasi
belajar,
memperjelas dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah dipahami. Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi anak terhadap materi pembelajaran. (Asnawir, 2002: 21). 8) Pengelolaan Lingkungan Kegagalan atau ketidak berhasilan guru dalam tugas ini dimungkinkan bukan karena mereka kurang menguasi materi akan tetapi mereka tidak tahu bagaimana mengelola kelas. Mengelola kelas bukan merupakan tugas yang ringan. Oleh karenanya guru harus banyak belajar. Davis (1991, 78) berpendapat bahwa hal-hal yang menyebabkan pengelolaan kelas mempunyai beberapa dimensi. Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembalajaran, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Di samping itu, iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan, seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dan guru dan diantara
96
peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara
tepat,
sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan peserta didik. iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreativitas peserta didik (Mulyasa, 2004: 15).
c.
Evaluasi Pembelajaran Ada tiga istilah yang saling berkaitan, yakni: evaluasi, pengukuran (measurement) dan assessment. Ketiga pengertian tersebut digunakan dalam rangka penilaian. Evaluasi menurut Kourilski adalah the act of determining the degree to which an individual or group possesses a certain attribute (tindakan tentang penetapan derajat penguasaan atribut tertentu oleh individu atau kelompok). Proses evaluasi pada umumnya berpusat pada siswa. Ini berarti evaluasi dimaksudkan untuk mengamati hasil belajar siswa dan berupaya menentukan bagaimana menciptakan kesempatan belajar. Namun evaluasi juga dimaksudkan untuk mengamati peranan guru, strategi pengajaran khusus, materi kurikulum, dan prinsipprinsip yang diterapkan dalam pengajaran. (Depag, 2005: 95). Menurut Frazee dan Rudnitski (1995) evaluasi merupakan suatu aktivitas yang berdimensi pada suatu waktu yang menentukan keberhasilan atau kegagalan. Pengertian evaluasi ini sejalan dengan pandangan Gagne (1965) yang menyatakan bahwa evaluasi menjadi salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang guru untuk menentukan seberapa jauh keberhasilan peserta didik.
97
Thordike dan Hagen dalam Kartawidjaja (1987: 8) tujuan dan evaluasi
dapat
di
arahkan
kepada
keputusan-keputusan
yang
menyangkut: 1) Pengajaran Pengukuran dan evaluasi pembelajaran mengarahkan pengambilan keputusan dengan apa yang harus diajarkan oleh guru, dan apa yang harus dipelajari siswa. Pengukuran dan evaluasi harus mampu menetapkan kompetensi dasar isi pembelajaran dan keterampilan khusus. 2) Hasil belajar Pegukuran dan evaluasi tidak hanya berguna untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan tetapi juga memberikan gambaran pencapain program pembelajaran secara menyeluruh. 3) Diagnosis dan usaha perbaikan Terjadinya kesulitan belajar harus dicari penyebabnya dan diusahakan pemecahannya. Kesulitan itu antara lain disebabkan kurang dikuasainya secara mantap isi materi pembelajaran. Pengukuran dan tes diagnostik memberikan gambaran tentang kelemahan
dan
kelebihan
siswa
dalam
menguasi
materi
pembelajaran. Tes ini berisi materi-materi yang disusun dari termudah sampai tersulit. 4) Penempatan Hasil evaluasi akan memberikan gambaran adanya tingkat kemampuan
siswa
yang
berbeda-beda.
Keadaan
tersebut
98
menghendaki diadakannya pengelompokan-pengelompokan setara (homogen) berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda dan menghendaki diadakannya pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing kelompok. Penempatan seorang siswa dalam kelompok harus tepat sehingga program pembelajaran yang diikutinya
merupakan
program
paling
baik
sesuai
dengan
kemampuannya berdasarkan minat dan bakat mereka. 5) Seleksi Seleksi bertujuan memilih orang-orang yang diharapkan mempunyai kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tertentu. Secara praktis, seleksi berhubungan dengan jumlah peminat, dan secara ideal seleksi berhubungan dengan mutu lulusan yang diharapkan. 6) Pelayanan bimbingan dan penyuluhan Hasil evaluasi pembelajaran dapat digunakan sebagai bahan untuk pembimbing dan penyuluh siswa-siswa yang mempunyai masalah pribadi, pengambilan keputusan, mengarahkan dan mewujudkan diri. Bimbingan dan penyuluhan ini berbentuk pemberian bantuan kepada siswa dalam usaha untuk belajar, mengarahkan bakat dan minat. 7) Kurikulum Hasil avaluasi pembelajaran dan juga digunakan sebagai feedback (umpan balik) untuk menguji isi kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian dimungkinkan bagi adanya perbaikan kurikulum yang sedang berlaku demi kesempurnaan tuntutan masyarakat.
99
8) Penilaian kelembagaan Hasil evaluasi pembelajaran yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula kepada lembaga atau organisasi. Mutu hasil pembelajaran dan pendidikan yang baik biasanya disertai dengan administrasi kelembagaan. Lebih jauh menurut Stanley dan Hopkins (1990) dalam Nanang Fattah (2004: 81), bahwasannya evaluasi merujuk kepada suatu proses pembuatan kesimpulan di mana pembuatan keputusan nilai memegang peranan penting. Grondlund (1981) mengemukakan bahwa evaluasi sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan seberapa jauh Tujuan Pembelajaran Khusus (TPU) atau Kompetensi Dasar (KD) yang dicapai oleh peserta didik. Ragam evaluasi dalam bentuk penilaian kelas menurut Madjid (2005: 195) meliputi beberapa hal diantaranya: 1) Tes tertulis Yaitu merupakan tes dalam bentuk tulisan. Berfungsi untuk penilaian formatif di kelas (formatif classroom assessment) dan sumatif (sumative classroom assessmen). 2) Penilaian kinerja Penilaian berbagai macam tugas dan situasi di mana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam.
100
3) Penilaian portofolio Merupakan kumpulan atas berkas pilihan yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian. 4) Penilaian proyek Tugas yang harus diselesaikan dalam periode tertentu. Tugas tersebut
berupa
suatu
investigasi
sejak
dari
pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, hinggapenyajian data. 5) Penilaian hasil kerja (product assessment) Merupakan penilaian terhadap keterampilan siswa dalam membuat suatu produk benda tertentu dan kualitas produk tersebut. Terdapat dua tahapan penilaian, yaitu: pertama, penilaian tentang pemilihan dan cara penggunaan alat serta prosedur kerja siswa. Kedua, penilaian tentang kualitas teknis maupun estetik hasil karya/kerja siswa. 6) Penilaian sikap Manusia
mempunyai
sifat
bawaan
misalnya:
kecerdasan,
temperamen, dan sebagainya. Faktor-faktor ini memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap warisan, yang terbentuk dengan kuat dari keluarga. Ada dua model belajar dalam rangka pembentukan sikap. Yaitu: pertama, mengamati dan meniru; kedua, menerima penguatan, peringatan dapat berupa ganjaran (penguatan positif) dan penguatan hukuman (penguatan negatif).
101
7) Penilaian diri (self assessment) Penilaian yang dilakukan sendiri oleh guru atau siswa yang bersangkutan untuk kepentingan pengelolaan kegiatan belajar mengajar di tingkat kelas. 8) Peta perkembangan hasil belajar Merupakan laporan hasil belajar yang dibuat dalam bentuk garis kontinum (grafik perkembangan) yang memuat deskripsi dan uraian perkembangan kemampuan atau kompetensi hasil belajar siswa dinamakan peta perkembangan hasil belajar. Dari peta tersebut dapat dipahami perkembangan kemajuan belajar siswa bersifat multi dimensional, yaitu kemajuan atau perkembangan belajar siswa dalam semua bidang studi secara simultan. 9) Analisis instrumen Suatu instumen hendaknya dianalisis sebelum digunakan. Ada dua model analisis yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama. Tujuannya adalah untuk menilai materi, konstruksi, dan apakah pembahasan yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan bisa dipahami oleh siswa. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan cara mengujicobakan
instrumen yang telah dianalisis secara kualitatif kepada sejumlah siswa yang memiliki karakteristik yang sama dengan siswa yang akan diuji dengan instrumen tersebut.
102
10) Evaluasi hasil penilaian Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Sebagai contoh jika siswa telah menguasai kompetensi dasar dapat dilanjutkan dengan materi berikutnya. Dari uraian di atas, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, evaluasi berarti suatu proses yang sistematis, yang tidak memperhatikan hal-hal yang terjadi secara kebetulan. Kedua, evaluasi mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan khusus pembelajaran atau saat ini disebut dengan istilah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dalam kaitannya dengan objek penelitian ini, maka semua bentuk fungsi evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti untuk merancang sebuah konsep yang matang baik dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal. C. Metode Dallang Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh H. Muhammad Yasin pada tahun 1999. Metode ini disusun dengan pendekatan kaidah-kaidah yang diambil dari dunia perwayangan dan kultur Jawa yang kental. Pemberian nama Dallang sendiri diambil dari kata Arab “Dalla- YadulluDallan” yang berarti petunjuk. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi: ْ َﻣ ﻠﻰ ﺧـَﯿـْ ٍﺮ ﻓـَﻠـَﮫُ ﻣـِﺜـْ ُﻞ اَﺟـْ ِﺮ ﻓـَﺎﻋـِﻠِ ِﮫ َ َـﻦ َد ﱠل ﻋـ Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan atau kebenaran kepada seseorang, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya”.
103
Metode ini memiliki keunggulan kompetitif yang akan memudahkan dalam mempelajarinya, yaitu: pokok bahasan yang sederhana, sehingga lebih mudah, cepat, praktis dan aplikatif (hanya 1 buku, tidak berjilid-jilid sebagaimana metode pengajaran pada umumnya). Penulisan contoh yang sesuai dengan gramatikal bahasa Arab, dapat digunakan untuk semua usia dan kalangan. Selain itu, metode ini juga menggunakan pendekatan otak kanan yang terbukti cepat dan mudah dalam proses pembelajarannya.Dalam hal belajar menulis huruf Hijaiyyah menerapkan metode ikuti titiknya (follow the dot) yaitu tinggal mengayunkan pena sesuai titik-titik yang dicetak transparan pada buku panduan yang ada (Yasin:2012: 10-11) . 1.
Petunjuk Pelaksanaan Metode Dallang Adapun petunjuk penggunaan buku metode Dallang adalah: a.
Membuka buku seperti buku pada umumnya, akan tetapi pada saat belajar membaca Al-Qur’an (Misal halaman 2 dan 3, membacanya dimulai dari halaman 3 lajur ke bawah kemudian halaman 2).
b.
Ikuti lagu penuntun agar memudahkan ingatan terutama untuk belajar kata dasar dan harokat dengan panduan lagu “Gundul-Gundul Pacul”
c.
Panduan untuk belajar kata dasar adalah: Ba Tho Ro Na Ro Dlo ko Sa Ka Ta Ja Wa
d.
Sedangkan panduan dalam belajar harokat adalah: A Da Mu Da Mu Di La Ma Ghu Ya Ghu Yu I Di I Di La Ma La Ma ma Lu Ma Lu.
104
2.
Materi Metode Dallang Beberapa materi yang tersusun dalam buku Metode Dallang adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran Kata Dasar Tahap ini berisi tentang pengenalan bunyi huruf-huruf berharokat fathah dan menggunakan panduan nada: Ba Tho Ro Na Ro Dlo ko Sa Ka Ta Ja Wa. Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah: 1) Santri bisa membaca dan mengucapkan huruf-huruf tunggal berharokat fathah. Dalam hal ini anak belum ditargetkan untuk mengenal nama-nama huruf itu sendiri, seperti “alif, ba’, ta’” dan seterusnya. 2) Santri mampu melafalkan tiga huruf yang disambung dengan susunan yang berbeda (Lihat buku metode Dallang halaman 14-22). b.
Pembelajaran Harokat Tahap ini berisi tentang pembelajaran harokat yaitu fathah, Kasrah dan dhommah dan menggunakan panduan nada: A Da Mu Da Mu Di La Ma Ghu Ya Ghu Yu I Di I Di La Ma La Ma ma Lu Ma Lu (buku metode Dallang halaman 2327). Adapun target yang ingin dicapai adalah: 1) Santri bisa membaca huruf-huruf sambung. 2) Santri sudah mengenal bacaan fathah, kasrah serta dhommah yang terletak baik di awal, tengah, maupun di akhir kata.
105
c. Pembelajaran Makhraj Pada tahap ini santri harus mampu membaca huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhrojnya (Lihat buku metode Dallang halaman 28-35). d. Pembelajaran Tanda Baca Para santri diajarkan tentang tanda baca yang meliputi sukun, tasydid dan tanwin (Lihat buku metode Dallang halaman37-40). e. Pembelajaran Tajwid Pada tahap ini santri diajarkan tentang ilmu tajwid yang terdiri dari: 1) Bacaan panjang (mad ashli) (lihat buku metode Dallang halaman 4145). 2) Mad Far’i (lihat buku metode Dallang halaman 47) 3) Tanda Waqof (lihat buku metode Dallang halaman 48) 4) Hukum bacaan nun mati dan tanwin (lihat buku metode Dallang halaman 51-53) f. Pembelajaran menulis Dalam hal belajar menulis huruf Hijaiyyah menerapkan metode ikuti titiknya (follow the dot) yaitu tinggal mengayunkan pena sesuai titik-titik yang dicetak transparan pada buku panduan yang ada (lihat buku metode Dallang halaman 65-68).
D. Penelitian Yang Relevan Sebuah penelitian membutuhkan referensi dari penelitian sebelumnya. Hal tersebut digunakan guna mencari titik terang sebuah fenomena sebuah kasus tertentu. Kajian terdahulu tersebut sebagai landasan berfikir agar peneliti memiliki
106
rambu-rambu penentu arah yang jelas sehingga penelitian yang terbaru memiliki kedudukan yang jelas dibanding dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang baru sifatnya mendukung, menolak atau memiliki sudut pandang yang berlainan dengan penelitian sebelumnya. Sebagai bahan pertimbangan penulis memaparkan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran al-Qur’an antara lain: 1.
Tesis Muamar Halip (2012) dengan judul ”Managemen Pembelajaran AlQur’an melalui metode adz-Dzikra (studi kasus di SMPN 1 Gondang)”. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana STAIN Tulungagung. Hasil penelitian ini adalah : 1) perencanaan pembelajaran al-Qur’an melalui metode adz-Dzikru terdiri atas perencanaan program, perencanaan pembelajaran. 2) pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an melalui metode adzDzikru terdiri atas :melakukan placement test, penyiapan materi yang telah diprogramkan dengan metode sesuai dengan kondisi kelas, teknik pembelajaran dengan menggunakan teknik klasikal dan baca simak. 3) evaluasi pembelajaran al-Qur’an melalui metode adz-Dzikru terdiri atas evaluasi awal untuk penempatan siswa, evaluasi harian, evaluasi kenaikan.
2.
Tesis Khairul Anwar (2005) dengan judul “ Manajemen Pembelajaran dengan Metode Usmani dalam peningkatan kemampuan membaca alQur’an siswa
( studi multi situs di MI Pesantren Kota Blitar dan MI
Darussalam Kota Blitar)”. Program Studi Ilmu Pendidikan Dasar Islam Pascasarjana IAIN Tulungagung.
107
Dari hasil penelitian ini , penulis menyimpulkan bahwa : (1) Perencanaan pembelajaran membaca al-Qur’an metode usmani di MI Pesantren Kota Blitar dan MI Darussalam Kota Blitar di buat sebagai acuan pembelajaran 1 juz .(2) Pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an metode usmani di MI Pesantren Kota Blitar dan MI Darussalam Kota Blitar terdapat persamaan maupun perbedaan. Perbedaan yang mencolok dari pelalsanaan pembelajaran yaitu terletak pada pemilihan teknik/strategi dalam mengajar. (3) Evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan di MI Pesantren adalah placement test/evaluasi penempatan, evaluasi harian dan ujian kenaikan juz, sedangkan di MI Darussalam tes yang telah dilakukan adalah placement test/evaluasi penempatan, ujian kenaikan juz dan TAS/Tashih akhir Santri 3.
Tesis Mariati Nim (2013) dengan judul “Manajemen Pembelajaran alQur’an Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Cabang III Ingin Jaya Aceh Besar”. Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penyusunan RPP oleh guru dengan cara membentuk Kelompok Kerja Guru al-Qur’an, RPP disusun secara bersama-sama oleh guru bidang studi al-Qur’an, dengan menetapkan menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator, selanjutnya guru menentukan metode dan langkah-langkah pembelajaran 2) Pelaksanaan pembelajaran pada kegiatan awal dimulai dengan membaca do’a belajar bersama-sama, absensi dan muraja’ah secara klasikal, pada kegiatan inti, siswa menyetor hafalannya secara individual kepada guru, kemudian siswa muraja’ah dan talaqqi hafalan surah-surah secara
108
individual, pada kegiatan akhir guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengulang hafalannya di rumah dan membaca do’a penutup secara bersama-sama. 3) Evaluasi yang dilakukan melalui ujian praktik membaca dan menghafal. Aspek yang dinilai adalah makharijul huruf, tajwid serta kelancaran bacaan. 4) Hambatan yang dihadapi oleh guru adalah kurangnya motivasi intrinsik siswa, kurangnya bimbingan dan dorongan orang tua di rumah serta kurang baiknya manajemen pengelolaan kelas oleh guru. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian di atas, belum terdapat penelitian mengenai pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode Dallang. Keaslian penelitian ini adalah menekankan pada perencanaan pembelajaran al-Qur’an, proses pembelajaran al-Qur’an dan proses evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Fokus pada manajemen pembelajaran al-Qur’an ini peneliti menganggap penting karena tercapai atau tidaknya tujuan dalam membaca al-Qur’an 30 juz, menjaga dan mengamalkannya sangat tergantung pada upaya pembelajaran alQur’an yang di lakukan oleh ustadz/guru untuk mencapai tujuan tersebut.
109
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan peneliti adalah kualitatif deskriptif, yaitu data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar, bukan angka-angka kalaupun ada hanya sebagai penunjang (Maleong,2002:3). Dalam penelitian ini penulis menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada di lapangan. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan dan memperoleh data sehubungan dengan proses manajemen pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Miller (1986, 45) mendefinisikan tentang metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Sedangkan Bogdan dan Taylor (dalam Maleong,2002: 2) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1992, 67) mengatakan ada lima ciri dalam penelitian kualitatif, yaitu: Pertama, penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. Kedua, manusia sebagai alat (instrumen) di mana peneliti sendiri atau dengan bantuan
110
orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Ketiga, menggunakan metode kualitatif. Keempat, menggunakan analisis data secara induktif. Kelima, data yang dikumpulkan berupa data deskriptif (kata-kata, gambar dan bukan angka-angka). Alasan peneliti menggunakan kualitatif adalah kita akan dapat menyelidiki orang yang mungkin tanpa metode ini tidak akan pernah kita ketahui, ketika kita mendengar mereka berbicara tentang diri sendiri dan pengalaman mereka sendiri. Dan ketika kita tidak dapat menerima perilaku mereka sebagai suatu kebenaran, kita membentuk empati yang memungkinkan kita melihat dunia ini dari sudut pandang mereka. Sebab jika subyek kita ubah menjadi angka-angka statistik, maka kita akan kehilangan sifat subyektif dari perilaku manusia. B. Latar Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
yang berlokasi di Jalan Kyai
Mojo, Segawe, Purwasari, Wonogiri karena pondok tersebut merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang menerapkan metode Dallang dalam proses pembelajaran al-Qur’an. C. Subyek dan Informan Penelitian Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti yakni subyek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002:122). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah Ustadz dan ustadzah mata pelajaran al-Qur’an serta santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Informan adalah orang yang memberi informasi yakni orang yang memberi keterangan tentang informasi-informasi yang diperlukan oleh peneliti
111
(Arikunto,2002:122). Adapun Informan dari penelitian ini adalah Ketua, Direktur dan Kepala Madrasah Diniyah, serta staff Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . D. Metode Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara sirkuler dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu; l) pengamatan peran serta (participant obcervation); 2) wawancara mendalam (indepth interview); dan 3) dokumentasi. Ketiga teknik tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1.
Observasi peran serta Observasi dapat diartikan dengan pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik fenomena-fenomena yang diteliti. Metode ini digunakan untuk menunjuk kepada penelitian yang dicirikan dengan adanya interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan orang-orang yang diteliti dalam sebuah komunitas tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dan situasi di mana peneliti melakukan penelitian. Peneliti berinteraksi dan berkomunikasi dengan bahasa mereka, bergurau dan menyatu dengan mereka serta sama-sama terlibat dalam pengalaman yang sama (Bogdan, 1992: 139). Berdasarkan pendapat di atas, peneliti berusaha menceburkan diri dalam lingkungan Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Peneliti berbaur dengan semua orang yang ada di pesantren, berinteraksi dengan menggunakan bahasa mereka dan terlibat dengan pengalaman yang sama, sehingga ditemukan informasi yang utuh tentang
112
manajemen pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Dalam observasi partisipasi ini peneliti menggunakan buku catatan kecil dan kamera. Buku catatan diperlukan untuk mencatat hal-hal penting yang ditemui selama
melakukan
pengamatan,
sedangkan
kamera
digunakan
untuk
mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan fokus penelitian. 2.
Wawancara secara mendalam Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih,
yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau sekelompok subyek penelitian untuk dijawab. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data dengan cara tanya jawab dengan informan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara (Danim, 2002: 130). Untuk mendapatkan data dari informan, peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara dalam bentuk daftar pertanyaan wawancara yang disusun secara sistematis. Pedoman ini berfungsi sebagai panduan selama wawancara berlangsung, sehingga wawancara tersebut dapat berjalan lancar dan memperoleh data yang lengkap sesuai dengan harapan peneliti. 3.
Dokumentasi Dalam penelitian ini data dokumentasi digunakan untuk melengkapi data
yang telah diperoleh dari wawancara dan observasi, data dokumentasi ini biasanya disebut dengan sumber data non manusia, di mana data ini merupakan
suatu
yang
sudah
tersedia
dan
peneliti
tinggal
memanfaatkannya. Dari metode ini, peneliti mencatat tentang sejarah Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka
113
Wonogiri , berbagai kegiatan yang pernah dilakukan yang berupa data asli maupun foto-foto. Dari ketiga metode pengumpulan data di atas, akan digunakan secara simultan untuk saling melengkapi antara data yang satu dengan data yang lainnya, selain itu proses pengumpulan data dengan ketiga metode ini akan dilakukan secara terus menerus sampai data yang diperlukan oleh peneliti dianggap cukup. E. Pemeriksaan Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dalam penelitian kualitatif itu mutlak diperlukan, hal tersebut dimaksudkan agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan melakukan verifikasi terhadap data. Menurut Moleong (2002: 326) ada empat kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kriteria kredibilitas. Kredibilitas data digunakan untuk membuktikan kesesuaian antara hasil pengamatan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Apakah data atau informasi yang diperoleh sudah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Dalam pencapaian kredibilitas ini peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Ketekunan pengamatan, dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan atau observasi secara terus-menerus terhadap subjek yang diteliti guna memahami gejala dengan lebih mendalam, sehingga mengetahui aspek yang penting, terfokus dan relevan dengan topik penelitian. 2. Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
dengan
114
memanfaatkan berbagai sumber di luar data sebagai bahan perbandingan kemudian di lakukan cross check agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Triangulasi sumber yang dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan, wawancara, dan dokumentasi, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, dan membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. F. Teknik Analisis Data Setelah data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Menurut Bogdan dan Biklen (1992: 153) teknik analisis data adalah proses penelaahan, pengurutan dan pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja dan mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan hasil penelitian. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dalam rangka mencari tata hubungan secara sistematik antara catatan hasil observasi di lapangan dan wawancara untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang manajemen pembelajaran alQur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri , berdasarkan data yang diperoleh, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif yaitu suatu analisis data yang berpedoman pada cara berfikir induksi dan deduksi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu: selama pengumpulan data di lapangan dan setelah data itu terkumpul. Menurut Sudarsono
115
(2002: 326) untuk menghindari penumpukan data peneliti melakukan analisis data selama di lapangan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu: Pertama, mereduksi data maksudnya adalah setelah data-data itu diperoleh kemudian diketik dalam bentuk uraian yang terinci, setelah itu uraian-uraian tersebut direduksi dan diberi kode kemudian dipilih dan difokuskan sesuai dengan rumusan masalah. Kedua, display data artinya dari data-data yang banyak tersebut peneliti menjajarnya agar lebih mudah untuk menghubungkan antara data yang satu dengan yang lain. Ketiga, penarikan kesimpulan sementara, kegiatan ini dilakukan untuk mencari makna, hubungan, persamaan, perbedaan dan hipotesis. Kesimpulan sementara ini masih bersifat tentatif dan masih belum pasti, akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan itu akan menjadi lebih sempurna. Analisis data setelah data terkumpul dilakukan seperti halnya analisis data di atas, melalui suatu siklus yang bersifat interaktif antara peneliti dan data-data yang diperoleh di lapangan, oleh karena itu peneliti harus bergerak di antara keempat sumbu kumparan selama pengumpulan data, hal tersebut seperti yang digambarkan dalam diagram Miles dan Huberman (1994: 20) di bawah ini:
Data Collection (1)
Data Reduction (2)
Data Display (3)
Conclusions: Drawing/Verifying (4)
Gambar 3.1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif.
116
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri 1. Kondisi Geografis Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka terletak di kabupaten Wonogiri, tepatnya di jalan Kyai Mojo, dusun Segawe, kelurahan Purwasari, kecamatan Wonogiri, kabupaten Wonogiri. Marasah diniyah ini berjarak ±5 kilometer ke arah timur dari kota kabupaten Wonogiri. Batas wilayah Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka adalah sebagai berikut: di sebelah utara berbatasan dengan dusun Sumbersari, kelurahan Manjung, sebelah selatan berbatasan dengan dusun Wonosari, sebelah barat dan timur berbatasan dengan dusun Segawe. Kontur tanah di Madrasah Diniyah Hanacaraka ini tidaklah rata karena teletak di area perbukitan. Untuk menyesuaikan kontur tanah maka di sini dapat dijumpai beberapa perundakan (tangga kecil) yang menghubungkan antara beberapa tempat. Adapun denah lokasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini adalah:
117
Gambar 4.1 Denah Lokasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka (Dokumentasi tanggal 2 Februari 2016)
Deskripsi denah: Pondok Pesantren Hanacaraka didirikan di atas tanah seluas 2.374 m2. Pondok ini menghadap ke jalan utama yakni arah Timur. Dari jalan utama terdapat jalan menurun untuk memasuki area pondok pesantren. Di bagian depan dari pondok ini adalah Rumah Induk yang difungsikan sebagai tempat tinggal direktur dan pengurus pondok. Dari rumah induk terdapat perundakan/ tangga. Di sebelah kanan perundakan terdapat gedung memangjang yang di dalammya terdapat tiga ruangan. Ruang yang paling timur difungsikan sebagai ruang tamu,
118
ruang guru/ ustadz, dan ruang tata usaha. Dua ruang yang berada di sebelah barat ruang guru difungsikan sebagai ruang kelas. Di sebelah utara dari ruang guru terdapat sebuah bangunan yang difungsikan untuk kelas tari. Bangunan ini menghadap ke arah selatan. Di sebelah kiri (selatan) perundakan/tangga terdapat masjid al-Bi’tsah yang merupakan masjid pondok Hanacaraka. Di bagian barat dari masjid al-Bi’tsah terdapat aula yang menghadap ke arah utara yang difungsikan sebagai kelas Karawitan. Aula ini juga digunakan sebagai tempat pementasan kesenian para santri ketika kegiatan atau acara peringatan HUT pondok pesantren maupun acara-acara tertentu. Di sebelah barat dari aula terdapat bangunan yang di dalamnya terdapat dua ruang. Ruang yang timur digunakan untuk kelas pedalangan dan ruang yang berada di sebelah baratnya difungsikan untuk ruang kelas. Di sebelah utara dari bangunan tersebut terdapat bangunan yang merupakan rumah yang difungsikan untuk menginap para tamu. 2. Sejarah Berdiri Secara historis Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri. Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka ini didirikan dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 2011 (Wawancara dengan bapak Ahans Mahabie, M.A Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka pada tanggal 2 Februari 2016).
119
Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonoigiri ini dibangun di atas tanah seluas 2.374 m2. Tanah pondok pesantren tersebut merupakan tanah milik bapak Harmoko (tokoh pendiri pondok Hanacaraka) dan sudah diwaqafkan pada tahun 2015. Meski pondok Hanacaraka ini berada di daerah kabupanten kota, namun pondok ini berada di daerah perbukitan yang di sekelilingnya masih banyak tumbuhtumbuhan, sungai, dan sawah. Kondisi lingkungan yang sejuk, asri dan tenang ini
menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif untuk
mendukung proses belajar para santri. Bapak Ahans juga menjelaskan bahwa pendirian Madrasah Diniyah ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu selain untuk mendukung kegiatan yang ada di Pondok Pesantren, juga karena kondisi masyarakat sekitar yang sedikit sekali mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. “ Kita sangat prihatin sekali dengan kondisi yang terjadi di masyarakat, bagaimana mungkin mereka bisa memahami dan mengamalkan isi alQur’an, lah membacanya saja tidak bisa.” Ujar bapak Ahans Lebih lanjut bapak Widodo Wilis selaku ketua lembaga menyatakan bahwa dengan kondisi yang seperti itu, maka keberadaan Madrasah Diniyah ini nantinya diharapkan bisa menarik minat masyarakat untuk lebih memperhatikan
pendidikan
agama,
termasuk
di
dalamnya
adalah
mempelajari al-Qur’an. (Wawancara pada tanggal 2 Februari 2016) Lebih lanjut bapak Ahans mengatakan bahwa untuk merespon hal tersebut para stakeholder yang ada segera melakukan langkah-langkah:
120
a. Mengurus perizian ke kantor KEMENAG kabupaten Wonogiri untuk mendapatkan izin operasional. b. Merumuskan sistem pendidikan yang akan dilaksanakan. c. Mempersiapkan tenaga pendidik. d. Mempersiapkan sarana dan prasarana. e. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “Alhamdulillah, animo masyarakat sangat tinggi untuk memasukkan anak-anak mereka di Madrasah Diniyah ini. Untuk angkatan pertama saja kita menerima santri sebanyak 102.” Kata bapak Ahans (Wawancara pada tanggal 2 Februari 2016).
3. Visi, Misi dan Tujuan a.
Visi Mendidik generasi bangsa menjadi manusia yang siap manghadapi zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai agama Islam sebagai tuntunan hidup manusia dan budaya sebagai identitas bangsa.
b.
Misi 1) Memberikan pendidikan yang berorientasi pada Agama Islam yang diperkuat dengan nilai budaya Jawa sebagai upaya menumbuhkan kreatifitas individu, melestrikan nilai-nilai sosial dan budaya serta menyiapkan peserta didik/ generasi yang inovatif bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan hidup umat dalam arti seluas-luasnya. 2) Mencetak anak didik (santri) menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yakni
bermoral,
berakhlak
serta
berbuaya
dan
memiliki
keterampilan yang berkepribadian jati diri Bangsa Indonesia.
121
3) Pendidikan sebagai upaya menumbuhkan kreatifitas individu, melestarikan nilai-nilai social dan budaya serta menyiapkan peserta didik/generasi yang mampu melahirkan produk inovatif bagi kesejahteraan masyarakat dan kemjuan hidup umat dalam arti seluas-luasnya. 4) Menggali kearifan local pada budaya luhur dan adi luhung yng masih relevan dengan jaman sekarang dan masa mendatang. 5) Mengelola dan menyelenggarakan pondok pesantren yang sesuai dengan tuntutan pembangunan dan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 6) Mencerdasakan dan meningkatkan kualitas manusia dan peradaban bangsa Indonesia, khususnya di bidang agama Islam yang telah berlangsung dan berkembang berabad-abad lamanya di Indonesia. 7) Memberikan dasar-dasar moral, nilai-nilai etika dan keagamaan dalam menghilangkan atau mengurangi efek samping dari kemajuan pembangunan masyarakat. 8) Mengembangkan sumber daya manusia, baik melalui program pendidikkan keterampilan, kesenian Jawa, khususnya pada wayang dan karawitan dan teknologi tepat guna dan lain-lain. Dengan menggunakan sumber daya manusia dalam bidang keterampilan tersebut, dengan harapan melahirkan generasi yang terampil dan memiliki budi pekerti yang luhur sesuai dengan jati diri dan kultur budaya bangsa.
122
9) Menyiapkan generasi yang siap menjalankan peranan dalam bidang agama dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan ikut aktif dalam mensukseskan program pembangunan Nasional, di antaranya menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan melalui bahasa dan kebudayaan dengan pemahaman agama yang utuh dan universal. c.
Tujuan 1) Menanamkan sikap-sikap dasar Islami sejak usia dini. 2) Meningkatkan kualitas pemahaman ajaran Agama Islam bagi siswa, guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. 3) Mendorong dan membentuk siswa agar berprilaku baik, sopan dan berakhlakul karimah. 4) Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan sosial budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai dengan nilai-nilai Islam. 5) Melestarikan nilai-nilai budaya bangsa, khusunya Jawa. 6) Membekali peserta didik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan. (Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016)
4. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah penyusunan atau penempatan orang-orang dalam suatu kelompok yang berhubungan dengan kewajiban, hak, dan tanggung jawab ada pada suatu lembaga atau organisasi tersebut, sedangkan lembaga atau organisasi yang dimaksud di sini ialah Madrasah Diniyah
123
Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sebagai obyek dalam penulisan ini. Pembentukan struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang harus ada dalam lembaga pendidikan tersebut, hal ini dimaksudkan memperlancar pelaksanaan kegiatan pengajaran yang berlangsung di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Adapun struktur organisasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri terdiri dari: a. Dewan Pembina b. Ketua Lembaga c. Kepala Madrasah d. Sekretaris e. Bendahara f. Waka Kurikulum g. Waka Kesiswaan Adapun nama-nama pengurus Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
dapat dilihat pada tabel
dibawah ini: Tabel 4.1 Stuktur Organisasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
NO
NAMA
JABATAN
1.
H. Harmoko
Pembina
2.
H. Begug Poernomosidi, SH.MM
Pembina
124
3.
KH. Drs. Rosyidin Ali Said
Pembina
4.
Prof. Dr. Sarwanto M.Skar.
Pembina
5.
Widodo Wilis Prabowo, S.Sn
Ketua Lembaga
6.
Ahans Mahabie, S.S, M.A
Kepala Madrasah
7.
Iput Tri Lestari, S.Kom
Sekretaris
8.
Giyantini, A.Md
Bendahara
9.
Drs. Sunar, M.Ag
Waka Kurikulum
10.
Sigit Mursito, S.Sn
Waka Kesiswaan
(Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016)
5. Tenaga Pendidik Guru merupakan faktor yang penting dalam kegiatan proses belajar mengajar. Karena keberadaannya sangat mempengaruhi dalam kegiatan tersebut dan sekaligus menentukan pencapaian tujuan pembelajaran kepada peserta didik. Oleh karena itu, kualitas guru sangat menentukan keberhasilan tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Adapun guru yang mengajar di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri berjumlah dua belas orang (12) yaitu laki-laki berjumlah delapan (8), dan perempuan berjumlah tiga (3). Ditambah satu orang TU . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
125
Tabel 4.2 Tenaga Pendidik Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
NO
NAMA
JK
PENDIDIKAN
JABATAN
1
AHANS MAHABIE, S.S, M.A
L
S2 UGM
Kepala Madrasah
2
Drs. SUNAR, M.Ag
L
S2 UMS SURAKARTA
USTADZ
3
WIDODO, S.Sn
L
S1 STSI SURAKARTA
USTADZ
4
SIGIT MURSITO, S.Sn
L
S1 STSI SURAKARTA
USTADZ
5
GIYANTINI, A.MD
P
D3 STSI SURAKARTA
USTADZA H
6
AJENG JUWANTI PRHATINA, S.S
P
S1 IAIN SURAKARTA
USTADZA H
7
DRA. TATIK HARPAWATI, M.Sn
P
S2 STSI SURAKARTA
USTADZA H
8
DWI SANTOSO, A.MD
L
D3 UNS SURAKARTA
USTADZ
9
TUGIMIN, S.Sn
L
S1 STSI SURAKARTA
USTADZ
10
YOGGI ANGGORO
L
D3 STAINMUS SURAKARTA
USTADZ
11
SINGGIH WIYOTO PUTRO, S.Sn
L
S1 STSI SURAKARTA
USTADZ
12
IPUT TRI LESTARI, S.Kom
P
S1 STMIK SINAR NUSANTARA SURAKARTA
TU
(Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016) 6. Peserta Didik Peserta didik/santri sebagai obyek sekaligus subyek pendidikan tentu cukup mampu mewarnai almamaternya. Santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri mempunyai latar belakang yang berbeda, sebagian mereka ada yang sama
126
sekali belum mengenal huruf hijaiyyah dan ada pula yang sudah mengenalnya. Untuk mengatasi hal ini, santri dikelompokkan dalam kelaskelas yang sesuai dengan usia dan kemampuan dalam baca tulis al-Qur'an. Adapun peserta didik/santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren
Modern
Jawa
Hanacaraka
Wonogiri
adalah
anak-anak
perkampungan di sekitarnya. Dan jumlah keseluruhan dapat dilihat pada di bawah ini: TABEL 4.3 Daftar Nama Kelompok Kelas Santriwan/Santriwati Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
JUMLAH SANTRI NO
KELAS
JUMLAH Laki-Laki
Perempuan
1
Sukun
14
18
32
2
Dhommah
10
19
29
3
Fathah
15
16
31
JUMLAH
82
(Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016) 7. Sistem Pendidikan Sistem merupakan kesatuan dan beberapa unsur yang terkait antara satu dengan lainnya. Kegagalan satu unsur akan mempengaruhi unsur yang lainnya. Demikian halnya dengan sistem pendidikan, pendidikan akan berjalan dengan baik apabila unsur yang terkait dapat berjalan secara harmonis, serasi, dan seimbang. Akan tetapi sebaliknya bila ada unsur yang
127
tidak ada atau tidak jalan, maka akan memperlambat roda perjalanan unsurunsur yang lainnya. Di antara unsur yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah: a.
Target dan Strategi Target yang ingin dicapai di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah: 1) Anak didik dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar 2) Anak didik hafal surat-surat pendek dalam al-Quran 3) Anak didik dapat mempraktekkan ibadah dengan baik dan benar 4) Anak didik mendapat pengetahuan yang luas tentang agama Islam dan budaya Indonesia melaluli kesenian. Adapun Strategi yang dilakukan adalah: 1) Menciptakan suasana kehidupan yang kreatif, inovatif, apresiatif, sehat, nyaman dan religius. 2) Menyiapkan tenaga pendidik yang profesional dan berdedikasi tinggi. 3) Menjaring calon siswa sebagai input dari lulusan yang unggul. 4) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang representatif. 5) Mengembangkan proses pembelajaran dalam mengantisipasi era otonomi daerah dan persaingan global. 6) Mengadakan kerjasama pendidikan dengan berbagai pihak terkait. 7) Mengoptimalkan
potensi
siswa
dengan
pembelajaran
dan
bimbingan yang intensif. (Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016)
128
b.
Metode dan Waktu Pembelajaran Pendidikan yang ada Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri setiap pertemuan berlangsung diperlukan 150 menit jadwal masuk, yaitu mulai jam 14.30 – 17.00 yang secara garis besarnya digambarkan sebagai berikut: 1) Pembukaan
= 10 menit
2) Klasikal I
= 20 menit
3) Privat
= 60 menit
4) Istirahat
= 30 menit
5) Klasikal II
= 20 menit
6) Penutup
= 10 menit
7) Jumlah
= 150 menit.
Penjabaran pembagian waktu dan metode pembelajaran sebagai berikut: 1) Pembukaan (10 menit). Pada saat pembukaan ustadz/ustadzah memimpin acara ini dengan menyiapkan kelas lebih dahulu, salam, do'a pembukaan, dan presensi dengan variasi-variasi komunikatif. 2) Klasikal I (20 menit). Waktu ini digunakan untuk: a) Menyampaikan materi hafalan atau materi lainnya yang dianggap menunjang materi pokok dengan dipimpin oleh salah satu ustadz/ustadzah (selama lima menit).
129
b) Menyampaikan materi buku metode Dallang secara bersamasama yang dipimpin oleh salah seorang ustadz/ustadzah dengan diikuti oleh seluruh santri secara berulang-ulang sampai selesainya waktu klasikal I (selama lima menit). 3) Privat (60 menit). Dalam hal ini waktu digunakan untuk menindak lanjuti materi klasikal I sekaligus sebagai evaluasi masing-masing santri. Untuk santri yang kurang bisa mengikuti kelompok klasikal, maka perlu ditangani secara khusus. 4) Istirahat (30 menit) Waktu ini digunakan untuk pelaksanaan sholat Ashar berjama’ah. 5) Klasikal II (20 menit). Setelah selesai privat, kemudian dilanjutkan dengan klasikal II. Kelas ini dipimpin kembali oleh salah seorang ustadz/ustadzah untuk menyampaikan materi-materi penunjang lainnya, atau mengulang kembali materi yang telah disampaikan pada klasikal I. Dan apabila anak sudah mulai jenuh atau lelah maka dapat disampaikan materi-materi BCM (Bermain, Cerita, dan Menyanyi) yang
mendukung
kegiatan
belajar
mengajar
yang
telah
diprogramkan dalam suasana yang Islami. 6) Penutup (10 menit). Dalam kegiatan penutup, guru menunjuk salah seorang santri untuk memimpin membacakan materi do'a penutup. Selasai berdo'a para
130
santri bersalaman dengan para ustadz/ustadzah. (Dokumentasi dan observasi pada tanggal 2 Februari 2016) c.
Materi Pelajaran Materi pelajaran merupakan penjabaran dari kurikulum yang disampaikan guru kepada anak didik ke arah tujuan pendidikan. Dalam hal ini materi yang diajarkan mempunyai titik tekan yang berbeda, yaitu materi pokok dan materi penunjang, tetapi tersebut mempunyai arah dan tujuan yang sama. Adapun materi pelajaran yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sebagai berikut: 1) Materi Pokok Berdasarkan penulisan yang penulis lakukan, diperoleh data bahwa yang menjadi materi pokok di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah pembelajaran al-Qur'an dengan menggunakan buku Metode Dallang dan buku Iqro' jilid I – VI yang disusun oleh almarhum K.H. As'ad Humam. Materi pokok ini merupakan penentuan kelulusan santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . 2) Materi Penunjang Adapun yang termasuk materi penunjang di Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka adalah; materi hafalan bacaan shalat, surat-surat pendek, do'a sehari-hari, dan ayat-ayat pilihan, serta
131
hafalan Asmaul Husna. Materi penunjang ini merupakan standar kelulusan santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Selain itu diajarkan pula Bahasa Arab, Inggris, Jawa dan Mandarin dan berbagai macam keseniaan Jawa yang meliputi pedalangan, karawitan serta tari tradisional. 3) Materi Selingan yaitu BCM (Bermain, Cerita, dan Menyanyi) Materi BCM ini merupakan materi hiburan santri. Tetapi materi ini tidak melanggar kaidah-kaidah akhlaq, karena materi tersebut bernuansakan corak Islam maupun mu'amalah serta akhlaq Islam, termasuk dalam Nasyid (lagu-lagu Islam). Berkenaan dengan lagulagu Islam ini, Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
juga diajarkan membaca
sholawat Nabi serta Nasyid Arabi yang bernafaskan Islam. 4) Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler ini merupakan kegiatan penunjang sebagai hiburan santri, yang di dalamnya diajarkan materi seni, seperti: Menggambar, mewarna, menulis kaligrafi (ini dilaksanakan dua kali dalam satu bulan), puisi, khitobah dan diba’iyyah. (Dokumentasi dan observasi pada tanggal 2 Februari 2016) Memandang dan mengamati materi pelajaran yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini menggambarkan bahwa lembaga ini cukup representatif dalam menjaga amanah masyarakat.
132
d.
Pembiayaan Kegiatan Pendidikan Dana adalah merupakan faktor yang cukup fundamental dalam setiap kegiatan dan aktivitas, termasuk jalannya sebuah lembaga pendidikan, karena dana adalah salah satu faktor yang dapat mendukung kesuksesan pendidikan. Lembaga pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri juga tidak lepas dari yang namanya biaya, sebagai elemen atau komponen yang memberikan stimulus jalannya roda pendidikan. Pembiayaan ini tidak kecil, karena itu perlu adanya suntikan dana sekaligus sebagai sumber pembiayaan setiap operasional pendidikan secara internal maupun maupun kegiatan eksternal. Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahans selaku kepala Madrasah Diniyah menjelaskan bahwa sumber dana dan biaya yang diperoleh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sebagai berikut: 1) Uang pendaftaran dan uang SPP bulanan. 2) Uang dari donator. Sumber dana dan biaya yang diperoleh oleh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri tersebut digunakan untuk: 1) Biaya operasional pendidikan 2) Untuk kesejahteraan tenaga pengajar. (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016)
133
8. Sarana dan Prasarana Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri memerlukan adanya sarana dan prasarana/fasilitas yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan terutama dalam proses pendidikan atau belajar mengajar. Melihat keadaan sarana dan prasarana yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini telah memenuhi target yang sudah diinginkan dari pihak pengelola lembaga sendiri, orang tua, dan kalangan masyarakat sekitarnya. Hal ini dikarenakan ada dukungan besar dari kalangan pihak tersebut. Adapun keadaan sarana dan prasarana yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini: TABEL 4.4 Keadaan Sarana Dan Prasarana NO
SARANA DAN PRASARANA
JUMLAH
1
Ruang Kelas
3
2
Kantor
1
3
Masjid
1
4
Meja guru
12
5
Kursi Guru
12
6
Meja Belajar
116
7
Papan tulis
3
134
8
Papan Pengumuman
1
9
Almari
3
10
Kotak P3K
1
11
Komputer
1
12
Printer
2
13
Tape Recorder
1
14
Kaset Islami
10
15
Absensi Siswa
3
16
Absensi guru
1
17
Kartu Prestasi
100
18
Raport
200
19
Ijazah
100
20
Perpustakaan Mini
1
21
Buku Metode Dallang
140
22
Buku Iqra’
30
23
Al Qur’an
40
24
Buku Perpustakaan
12
25
Gambar Yang mendukung Belajar Santri
15
26
Sapu
4
27
Sulak
3
28
Jam Dinding
5
29
Rebana (satu set)
1
(Dokumentasi pada tanggal 2 Februari 2016)
135
9. Problematika Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri Dalam setiap berjuang tentunya membutuhkan pengorbanan perjuangan yang dilakukan tentunya tidak akan luput dari hambatan-hambatan atau problem-problem yang harus segera diatasi atau diselesaikan secara bijak dan arif. Dari hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan dengan melihat data yang ada, problematika yang dihadapi oleh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Problematika Santri Anak didik atau santri merupakan faktor terpenting dalam pendidikan karena anak didik dijadikan sebagai pokok persoalan dalam gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran sebagai pokok pesoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Sebagaimana yang dijelaskan salah satu guru yaitu bapak Yoogi Anggoro (Wawancara pada tanggal 3 Februari 2016) bahwa problematika pada santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sebagai berikut: 1) Kurang aktifnya santri dalam mengikuti pembelajaran al-Qur'an, dikarenakan kurangnya motivasi dari orang tua akan pentingnya pendidikan al-Qur'an. 2) Sering terlambatnya dalam mengikuti pembelajaran al-Qur'an.
136
3) Kenakalan santri, masalah ini ada beberapa macam, diantaranya yaitu: sering mengganggu temannya, ramai sendiri, dan tidak memperhatikan guru mengajar. Untuk mencapai alternatif pemecahannya perlu pemikiran secara cermat dan khusus, agar diperoleh keputusan yang valid dan tepat, sesuai yang diharapkan. Alternatif pemecahannya menurut bapak Ahans Mahabie, M.A selaku kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
atas masukan dari
beberapa wali santri, guru dan dewan Pembina antara lain sebagai berikut: (1) Menangani masalah tentang kurangnya aktif santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dalam mengikuti pembelajaran al-Qur'an, maka perlu dewan asatidz mengadakan rapat yang dipimpin oleh pengasuh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri , yang mana menghasilkan keputusan yaitu dengan memberlakukan "Kartu Kreatif Santri" yang bekerja sama dengan wali santri yang bersangkutan dengan pengontrol langsung di rumah. (2) Apabila sering terlambat, santri ditanya langsung oleh ustadzustadzah dengan diberi rambu-rambu maksimum 3 (tiga) kali. Apabila lebih, maka ustadz-ustadzah memberi surat teguran dan bersilaturrahmi ke wali santri untuk memberi masukan sebagai
137
pendekatan pada wali santri agar lebih memperhatikan pada putraputrinya. (3) Menangani
masalah
kenakalan
santri
Madrasah
Diniyah
Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dalam mengikuti pembelajaran al-Qur'an, maka para dewan asatidz mengadakan pengawasan khusus terhadap santri yang nakal dan kedisiplinan siswa. Perhatian ini bisa berupa hukuman pemberian tugas menyalin bacaan yang telah dibaca dalam buku tulis, meletakkan anak yang nakal tersebut berada pada bangku yang paling depan atau disuruh berdiri sambil membaca al-Qur'an. (Wawancara
dengan
kepala
dan
guru
Madrasah
Diniyan
Takmiliyah Hanacaraka pada tanggal 3 Februari 2016) b.
Problematika Guru Mengingat peran guru yang begitu besar yaitu mencetak orang yang benar-benar berkualitas, maka hendaknya guru yang dipersiapkan juga harus mempunyai kualitas tinggi serta kesadaran dalam menunaikan tugasnya sehingga hasil pendidikannya diharapkan sesuai dengan tujuan yang di inginkan. Akan tetapi masalah guru dalam dunia pendidikan menjadi topik yang aktual sebagai problem pendidikan yang membutuhkan penanganan, karena semakin bertambahnya penduduk dan semakin cepat lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membuat sulitnya mengatasi masalah tersebut.
138
Adapun problematika guru atau pendidik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah: 1) Masalah kurang aktifnya tenaga pengajar. 2) Masalah tenaga pengajar yang bertempat tinggal tidak menetap. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru bertempat tinggal jauh dari lingkungan pondok. Akibatnya proses belajar mengajar yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
kurang efektif ketika guru berhalangan
hadir. Memang dari segi kualitas dewan asatidz Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah cukup mapan dan bagus, karena semua guru adalah sarjana dan alumni pondok pesantren. Namun pada masalah keaktifan guru dan koordinasi yang bagus merupakan suatu problem yang perlu ada pemecahan secara serius. Sebab apabila tidak segera diatasi akan berdampak pada kualitas santri. Adapun solusi yang disarankan selama ini oleh kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sebagai berikut: (1) Memberi absensi guru yang diisi oleh para asatidz sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya. (2) Pengaturan jadwal sesuai dengan kemampuan tenaga pendidik.
139
(3) Mengadakan diklat atau penataran-penataran untuk mencetak guruguru. Peserta dapat diambil dari mana saja yang mau dan peduli dengan pengajian anak-anak. (4) Menggunakan yang sudah kelas al-Qur'an untuk mengajar anak yang berada pada jilid di bawahnya, yaitu dikenal dengan asistensi. (5) Peningkatan nilai kesejahteraan dewan asatidz, sehingga dengan adanya perbaikan pada kesejahteraan ini, maka akan menambah keterkaitan jiwa dengan lembaga yang ditempati mengajar. (Wawancara dengan bapak Ahans Mahabie, M.A, kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka pada tanggal 3 Februari 2016) c.
Problematika Dana Problem yang berkaitan dengan dana adalah kurang tertibnya santri dalam pembayaran SPP. Hal ini disebabkan karena kurang adanya kesadaran dari wali santri untuk memberikan SPP yang seharusnya dibayar terhadap lembaga tersebut. Hal ini disebabkan juga karena kondisi ekonomi wali santri yang sebagian besar pekerjaan wali santri adalah petani yang penghasilannya tidak menentu. Adapun untuk mengatasi masalah dana tersebut, maka Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri menggalakkan program donatur tetap yang biasanya disebut dengan POS (Persatuan Orang Tua Asuh) dan mengajukan proposal kepada orang-orang atau lembaga-lembaga yang antusias terhadap perkembangan agama Islam. Adapun dana tersebut sebagian besar dipergunakan untuk perkembangan pondok sendiri dan sebagian juga
140
untuk kesejahteraan para asatidz. (Wawancara dengan bapak Ahans Mahabie, M.A, kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka dan bapak Widodo Wilis S.Sn, ketua lembaga Hanacaraka pada tanggal 3 Februari 2016) d.
Problematika Metode Pembelajaran Dalam suatu proses belajar mengajar guru dapat menggunakan dengan berbagai macam metode yang sesuai dengan anak didiknya, tujuan, situasi, dan fasilitas. Sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan tujuan telah dirumuskan dalam kurikulum dapat tercapai. Metode yang digunakan dalam lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri merupakan rekonstruksi dari metode-metode yang terdahulu, yaitu hanya menggunakan metode klasikal dan metode privat. Karena metode terdahulu dirasa lambat, sehingga kurang menyeimbangkan dengan perkembangan zaman yang begitu pesat. Oleh karena itu, dewan asatidz Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri mengembangkan metode-metode yang sesuai dengan tuntunan zaman. Dari hasil interview dan observasi penulis, bahwa problem metode pengajaran yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dirasakan sudah minim. Karena dari segi kualitas dewan asatidz Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah cukup
141
mapan dan bagus, semua guru adalah sarjana dan pernah nyantri di pondok pesantren, yang mana dewan asatidz dapat memahami karakteristik dari berbagai macam metode pengajaran dan mengerti faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran. (Wawancara dengan bapak Ahans Mahabie, M.A, kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka dan observasi pada tanggal 3 Februari 2016) e.
Problematika Sarana dan Prasarana Pendidikan akan berjalan dengan baik, apabila sarana dan prasarana telah dipenuhi. Maka sampai saat ini, problem pendidikan yang perlu dipikirkan adalah sarana dan prasarana pendidikan. Karena sarana dan prasarana ini sangat besar peranannya dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Melihat dari hasil interview dengan kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah dan observasi (pada tanggal 3 Februari 2016), bahwa problematika sarana dan prasarana yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dirasakan sudah minim. Karena dari segi berbagai macam kebutuhan fasilitas sudah hampir terpenuhi, namun dari segi jumlah fasilitas masih kurang memadai dan masih belum adanya perawatan atau penjagaan fasilitas secara baik. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya dana yang dimiliki oleh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Sedangkan orang tua ikut bertanggung jawab atas biaya sekolah anaknya sebagian besar adalah dari kalangan lemah, sehingga mereka keberatan untuk dimintai iuran
142
untuk pemenuhan sarana dan prasarana yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri . Adapun
alternatif
pemecahannya
problematika
sarana
dan
parasarana di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sebagai berikut: (1) Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri mengadakan kerjasama dengan masyarakat, orang tua santri, dan instansi yang terkait dengan pendidikan alQur'an. Bahwasanya Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri juga milik mereka yang nantinya dapat mencetak generasi yang Qur'ani. (2) Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri
berupaya untuk memenuhi sarana dan
prasarana yang lebih penting atau dibutuhkan oleh Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri , demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
B. Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, semua guru tak terkecuali guru metode Dallang harus melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Itu
143
semuanya harus dilaksanakan oleh seorang guru sebagai manajer dalam lingkup kelas. Untuk lebih jelasnya
langkah-langkah
manajemen
pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang yang ada di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dapat dilihat dalam uraian di bawah ini: 1. Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Salah satu fungi manajemen adalah perencanaan. Program kegiatan apapun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Berdasarkan ungkapan dari bapak Ahans mahabbie, M.A selaku kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016) bahwasannya ada beberapa kriteria yang harus dijalani oleh seseorang ketika akan merencanakan metode Dallang untuk dijadikan suatu lembaga pendidikan yang akan didirikan di daerah sekitar masyarakat kita. Antara lain sebagai berikut: a) Orang yang merencanakan metode Dallang ini, di mana orientasinya adalah untuk mengembangkan pembelajaran al-Qur'an di masyarakat, terlebih dahulu orang tersebut meminta izin atau berkonsultasi dengan para sesepuh kyai/ulama’ yang ada di daerah sekitarnya. Mengapa hal ini harus dilakukan? Karena sikap ini adalah sikap yang terpuji akhlaqnya untuk menghormati para sesepuh kyai/ulama’ sebagai pintu ijtihad yang ada di daerah sekitarnya, sekaligus memberikan suatu stimulus terhadap jenjang berikutnya. b) Mengajak seluruh masyarakat di sekitarnya untuk membentuk suatu pengurus
sebelum
mendirikan
suatu
lembaga
pendidikan
144
pembelajaran
al-Qur'an.
bermusyawarah
untuk
Karena
sikap
ini
mencapai
hasil
yang
adalah
sifatnya
mufakat
demi
terlaksananya perencanaan metode Dallang. c) Mengadakan pelatihan terhadap Ustadz/Guru yang akan mengajar di lembaga pendidikan pembelajaran al-Qur'an tersebut, namun hal ini harus mengundang seorang Ustadz/Guru yang ahli/profesional untuk mendiklat memberikan pelatihan. d)
Mengajukan permintaan SK ke Departemen Agama agar mendapatkan No. induk serta perhatiannya terhadap perencanaan metode Dallang ini dengan membangun suatu lembaga pendidikan al-Qur'an. Dan agar mendapatkan perhatiannya terhadap ustadz/guru yang mengajar ngaji demi membangun kreativitas anak bangsa dalam mencetak generasi penerus yang Qur’ani. Selanjutnya perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode
Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sebagaimana dijelaskan oleh bapak kepala Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut: “Perencanaan penggunaan metode Dallang ini diawali dengan rapat untuk menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an, selanjutnya guru menyusun silabus dan rencana pembelajaran”. (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016) Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini semua guru diharuskan untuk membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, tak terkecuali guru mata pelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang.
145
“Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka ini, agar proses pembelajaran memperoleh hasil yang maksimal, salah satu langkah yang harus dilakukan semua guru adalah dengan menyusun rencana proses pembelajaran di kelas.” Ujar bapak Yoggi anggoro (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016).
Dalam perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang tidak terlepas dari komponen-komponen pembelajaran, deskripsinya adalah sebagai berikut: a.
Tujuan pembelajaran Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka, penulis mendapatkan data tentang tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang adalah sebagai berikut: 1) Mengharab ridha Allah. 2) Mempersiapkan anak mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah tajwidnya. 3) Memupuk rasa cinta terhadap al-Qur’an. 4) Peserta didik mampu bersikap sebagai insan yang berakhlakul karimah, berbakti kepada orang tua, agama dan nusa bangsa.
b.
Materi Pembelajaran Pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka menggunakan metode Dallang. Adapun materinya yaitu: 1) Pembelajaran kata dasar 2) Pembelajaran harakat 3) Pembelajaran makhraj
146
4) Pembelajaran tanda baca 5) Pembelajaran tajwid 6) Pembelajaran menulis. c.
Metode Pembelajaran Pemakaian metode mengajar secara umum digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang adalah sebagai berikut: 1) Metode individual 2) Metode klasikal baca simak 3) Metode drill/latihan 4) Metode ceramah (observasi pada tanggal 2 dan 4 Februari 2016)
d.
Media pembelajaran Media yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang adalah papan tulis, spidol, buku panduan metode Dallang masing-masing peserta didik, buku tulis dan a l a t peraga, media tersebut digunakan untuk sarana penunjang dalam penyampain materi. (observasi langsung di ruang kelas pada tanggal 2 dan 4 Februari 2016)
2. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang yang ada Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri setiap pertemuan berlangsung 150 menit yaitu mulai jam 14.30 – 17.00 dan dilaksankan pada hari Selasa dan Kamis. Secara rinci pembagian alokasi waktu untuk setiap kali pertemuan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
147
Tabel 4.5 Alokasi Waktu dan Pengelolaan Kelas NO 1
2
3
4 5
6
JENIS KEGIATAN Pembukaan
WAKTU 10 menit
URAIAN KEGIATAN 1. Salam 2. Membaca asmaul husna 3. Presensi Klasikal I 20 menit 1. Membaca pelajaran sebelumnya. 2. Guru menyampaikan materi yang baru. Individual/privat 60 menit 1. Setiap santri membaca secara bergiliran satu persatu. 2. Guru menilai dalam kartu prestasi. 3. Guru memberikan bimbingan kepada santri yang kurang tepat bacaannya. 4. Bagi santri yang belum atau sudah mendapat giliran diberikan tugas menulis. Istirahat 30 menit 1. Menjalankan sholat Ashar berjama’ah Klasikal II 20 menit 1. Mengulang materi pada klasikal I. 2. Belajar materi tambahan (hafalan do’a atau surat pendek). Penutup 10 menit 1. Membaca do’a penutup 2. Para santri bersalaman dengan guru. (dokumentasi pada tanggal 4 Februari 2014)
Keterangan: a.
Pengelompokan peserta didik didasarkan atas kesamaan dalam kemampuan menurut hasil prestasi yang diperoleh.
b.
Pada waktu privat individual (bergiliran satu persatu), guru tidak diperkenankan memberi pelajaran tetapi cukup mengarahkan.
148
c.
Untuk menghindari agar peserta didik yang sudah atau belum menerima giliran tidak ramai, peserta didik diberi kesibukan dengan memberi tugas menulis.
d.
Apabila anak sudah mulai jenuh atau lelah maka dapat disampaikan materi-materi BCM (Bermain, Cerita, dan Menyanyi) yang mendukung kegiatan belajar mengajar yang telah diprogramkan. Pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru metode Dallang tidak
jauh berbeda dengan guru-guru lainya. Untuk pengelolaan kelas yang berkaitan dengan peserta didik yaitu dilaksanakan dengan menggunakan ruang kelas yang ada. Sedangkan pengelolaan kelas yang bersifat fisik guru hanya menyalakan lampu jika diperlukan. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini terdapat beberapa temuan: a.
Pengelolaan Siswa Pengelolaan siswa merupakan suatu penataan atau pengaturan segala aktifitas yang berkaitan dengan siswa yaitu mulai dari masuknya sampai keluarnya siswa dari suatu lembaga. Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini jenjang waktu pembelajaran yang dibutuhkan adalah empat tahun. Sebagaimana yang dikatakan bapak kepala Madrasah Diniyah: “Sesuai dengan ketentuan dari Kemenag jenjang waktu di Madrasah Diniyah Takmiliyah ini adalah empat tahun, jadi setiap santri yang sudah belajar selama empat tahun dan memperoleh hasil sesuai tujuan,
149
maka akan diwisuda dan berhak untuk mendapatkan ijazah. (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016). Sedangkan untuk penerimaan santri baru dilakukan setiap awal tahun pembelajaran, akan tetapi dalam realita di lapangan kapan pun orang tua bisa untuk mendaftarkan anaknya untuk masuk di Madrasah Diniyah ini tanpa harus menunggu tahun ajaran baru. Hal ini sebagaimana dijelaskan bapak kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri: “Setiap tahun ajaran kami membuka pendaftaran santri baru, tetapi ketika di tengah semester ada orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya, maka kami tidak mungkin menolaknya, kapan pun pintu Madrasah Diniyah ini akan selalu terbuka lebar” ujar bapak Ahans Mahabie, M.A (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016). b.
Pembinaan dan Pengelompokan Siswa Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang dan kurang. Karenanya guru perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok atau klasikal. Jika
berkelompok,
kapan
siswa
dikelompokkan
berdasarkan
kemampuan sehingga ia dapat berkosentrasi membantu yang kurang, dan kapan siswa dikelompokkan secara campuran sebagai sebagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya. Pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini, para siswa dibagi dan dikelompokkan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki sesuai dengan hasil yang diperoleh ketika ujian placement test bagi santri baru. Sedangkan untuk pembelajaran materi lain yang meliputi: mata pelajaran bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Jawa dan
150
kesenian (pedalangan, karawitan dan tari) para siswa dikelompokkan berdasarkan usia. Sebagaimana dijelaskan bapak kepala Madrasah Diniyah: “ Pembagian dan pengelompokan siswa dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka, hal ini dilaksanakan berdasarkan hasil ketika ujian tes masuk (placement test) bagi santri baru. Sedangkan untuk materi pelajaran yang lain siswa dikelompokkan berdasarkan usia”. Kata bapak Ahans Mahabie, M.A (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016). Gambaran pembagian kelas di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sebagai berikut: a.
Kelas al-Qur’an 1.
Kelas Sukun Siswa yang baru belajar al-Qur’an dengan materi pembelajaran buku metode Dallang
2.
Kelas Dhommah Siswa yang telah lulus materi buku metode Dallang, adapun materi yang diajarkan menggunakan buku Iqra’ jilid 1-6.
3.
Kelas Fathah Siswa yang sudah lulus materi Iqra’ 6 jilid dan kelas ini menggukan materi al-Quran 30 juz.
b.
Kelas Umum 1. Kelas A Terdiri dari siswa dengan usia anak kelas 1 dan 2 tingkat sekolah Dasar.
151
2. Kelas B Terdiri dari siswa dengan usia anak kelas 2 dan 3 tingkat sekolah Dasar. 3. Kelas C Terdiri dari siswa dengan usia anak kelas 4 dan 6 tingkat sekolah Dasar. c.
Pengelolaan Guru 1.
Rekrutmen Guru Rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan memotivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Proses rekrutmen guru di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dilakukan secara selektif sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sebagaimana dijelaskan bapak kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri: “Proses seleksi guru yang dilakukan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri dilaksanakan dengan memilih seseorang yang benar-benar kompeten di bidangnya masing-masing dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada” Kata bapak Ahans Mahabie, M.A (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016).
2.
Peningkatan Profesionalisme Guru Salah
satu
usaha
yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
profesionalisme guru di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Hal ini sesuai dengan penjelasan
152
dari bapak kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri yaitu: “Bentuk usaha yang sudah kami laksanakan untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah dengan pelatihan-pelatihan dan khusus untuk pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang ini, kami sudah mendatangkan secara langsung bapak H. Yasin selaku penemu metode Dallang sebanyak dua kali untuk memberikan pelatihan secara khusus bagi para guru” Kata bapak Ahans Mahabie, M.A (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016). 3.
Peningkatan Motivasi Kerja Guru Bentuk usaha yang dilakukan Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri untuk meningkatkan motivasi kerja guru sebagaimana yang dijelaskan bapak kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri (Wawancara pada tanggal 4 Februari 2016) yaitu: a) Menanamkan komitmen untuk berjuang agar lembaga yang bercirikan Islam mampu berkembang dan memberi manfaat yang banyaak kepada umat. b) Meningkatkan kesejahteraan guru yang dalam hal ini Madrasah
Diniyah
Takmiliyah
Hanacaraka
Wonogiri
memberikan insentif setiap bulan. c) Memberikan penghargaan bagi guru yang berprestasi d.
Pengelolaan Kegiatan Belajar mengajar Agar dapat menghasilkan pembelajaran yang berkualitas, maka harus dilakukan berbagai upaya baik yang dilakukan oleh guru secara langsung maupun oleh kepala madrasah/lembaga yang bersangkutan.
153
Langkah-langkah yang dilakukan dalm hal pengelolaan kegiatan belajar mengajar di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah: 1.
Penyampaian materi dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik
2.
Kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan keragaman siswa yang ada. Hal ini dilakukan dengan pengelompokkan kelas sesuai dengan usia dan kemampuan siswa.
3.
Melakukan pengukuran hasil pembelajaran, yaitu dampak atau hasil
yang
diperoleh
siswa
selama
mengikuti
kegiatan
pembelajaran di Madrah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka yang meliputi aspek kognitif, afektik dan psikomotorik mereka. e.
Pengelolaan Metode Pembelajaran Pengelolaan metode secara tepat akan dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Pemakaian metode mengajar secara umum digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang adalah sebagai berikut: 1.
Metode individual
2.
Metode klasikal baca simak
3.
Metode drill/latihan
4.
Metode ceramah (observasi pada tanggal 2 dan 4 Februari 2016)
154
f.
Pengelolaan Materi Pembelajaran 1.
Pembelajaran Kata Dasar Tahap ini berisi tentang pengenalan bunyi huruf-huruf berharokat fathah dan menggunakan panduan nada: Ba Tho Ro Na Ro Dlo ko Sa Ka Ta Ja Wa. Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah: a) Santri bisa membaca dan mengucapkan huruf-huruf tunggal berharokat fathah. Dalam hal ini anak belum ditargetkan untuk mengenal nama-nama huruf itu sendiri, seperti “alif, ba’, ta’” dan seterusnya. b) Santri mampu melafalkan tiga huruf yang disambung dengan susunan yang berbeda (Lihat buku metode Dallang halaman 14-22).
2.
Pembelajaran Harokat Tahap ini berisi tentang pembelajaran harokat yaitu fathah, Kasrah dan dhommah dan menggunakan panduan nada: A Da Mu Da Mu Di La Ma Ghu Ya Ghu Yu I Di I Di La Ma La Ma ma Lu Ma Lu (buku metode Dallang halaman 23-27). Adapun target yang ingin dicapai adalah: a) Santri bisa membaca huruf-huruf sambung. b) Santri sudah mengenal bacaan fathah, kasrah serta dhommah yang terletak baik di awal, tengah, maupun di akhir kata.
3.
Pembelajaran Makhroj
155
Pada tahap ini santri harus mampu membaca huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhrojnya (Lihat buku metode Dallang halaman 28-35). 4.
Pembelajaran Tanda Baca Para santri diajarkan tentang tanda baca yang meliputi sukun, tasydid dan tanwin (Lihat buku metode Dallang halaman37-40).
5.
Pembelajaran Tajwid Pada tahap ini santri diajarkan tentang ilmu tajwid yang terdiri dari: a) Bacaan panjang (mad ashli) (lihat buku metode Dallang halaman 41-45). b) Mad Far’i (lihat buku metode Dallang halaman 47) c) Tanda Waqof (lihat buku metode Dallang halaman 48) d) Hukum bacaan nun mati dan tanwin (lihat buku metode Dallang halaman 51-53)
6.
Pembelajaran menulis Dalam hal belajar menulis huruf Hijaiyyah menerapkan metode ikuti titiknya (follow the dot) yaitu tinggal mengayunkan pena sesuai titik-titik yang dicetak transparan pada buku panduan yang ada (lihat buku metode Dallang halaman 65-68).
g.
Pengelolaan Media Pembelajaran Media yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang adalah:
156
1.
Papan tulis
2.
Spidol
3.
Buku panduan metode Dallang masing-masing peserta didik
4.
Buku tulis dan a l a t peraga (observasi langsung di ruang kelas pada tanggal 2 dan 4 Februari 2016)
3. Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Dalam proses pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang terdapat evaluasi atau penilaian untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Teknik evaluasi yang digunakan ada empat tahap yaitu: a.
Evaluasi Penempatan Kelas (placement test) Dilaksanakan setiap tahun ajaran baru untuk mengetahui kemampuan peserta didik sekaligus sebagai bahan pembentukan kelompok belajar
b. Evaluasi Harian 1) Evaluasi dilaksanakan setiap hari oleh asatidz. 2) Fungsi penilaian setiap hari ini untuk melihat kemajuan peserta didik pada setiap halaman buku metode Dallang yang telah diajarkan. 3) Penilaian prestasi yaitu L, KL, U sebagai mana yang tercantum dalam buku prestasi. 4) Prestasi L : untuk yang betul semua (lancar). Prestasi KL: untuk yang kesalahan salah satu huruf. Prestasi U : untuk murid yang lebih dari dua kesalahan.
157
c.
Evaluasi Kenaikan Materi Evaluasi kenaikan ini merupakan penilaian kepada peserta didik yang telah menyelesaikan satu materi. Adapun evaluasinya dilakukan dengan cara menunjuk beberapa suku kata atau kalimat atau ayat secara acak, tidak berurutan yang terdapat pada buku metode Dallang sesuai dengan materi yang telah diselesaikan.
d. Evaluasi Pembelajaran Tahap Akhir EPTAK (evaluasi pembelajaran tahap akhir) ini dilaksanakan apabila peserta didik telah menyelesaikan semua materi yang ada dalam buku metode Dallang. (Wawancara dengan bapak Ahans Mahabie, M.A selaku kepala Madrasah Diniyah dan bapak Yoggi Anggoro selaku guru metode Dallang pada tanggal 4 Februari 2016)
C. Analisis Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri 1. Analisis Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru akan menentukan keberhasilan pembelajaran yang dipimpinnya, hal ini didasarkan bahwa dengan membuat perencanaan pembelajaran guru lebih mudah dalam hal penyampaian materi pembelajaran, pengorganisasian peserta didik dikelas dan evaluasi.
158
Guru akan mempunyai sebuah acuan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dirinya dan peserta didik yang akan menjadi subjek dalam pembelajaranya dikelas maupun diluar kelas. Semakin baik dan terperinci perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru maka akan semakin membantu dan memudahkan bagi guru untuk melaksanakan pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh seorang guru dapat dijadikan
pedoman yang sangat membantu guru bukan hanya
menyampaikan materi, akan tetapi juga dijadikan bahan evaluasi proses pembelajaran berikutnya dapat berjalan dengan lebih baik dan optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu proses sudah barang tentu harus dapat mengembangkan dan menjawab beberapa persoalan yang mendasar. Persoalan pertama berhubungan dengan tujuan pembelajaran, kedua terkait dengan materi dan bahan pembelajaran, ketiga berhubungan dengan metode pembelajaran dan keempat berkenaan media yang digunakan dalam proses pembelajaran. (Sudjana,2000:19-20). Keempat komponen tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu sama lain (Intelerasi). Oleh karena itu dalam analisis ini akan membahas keempat komponen tersebut dengan cara melihat secara keseluruhan proses pembelajaran alQur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka. Hasil penulisannya sebagai berikut:
159
a.
Tujuan Pembelajaran Komponen tujuan pembelajaran al-Qur’an ini sangat berpengaruh pada komponen- komponen
lainnya. Karena bagaimanapun tujuan
pembelajaran al-Qur’an akan mengarahkan ke mana jalannya pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Dalam
merumuskan
tujuan
pembelajaran
al-Qur’an ada
beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu: 1) Rumusan tujuan harus berpusat pada perubahan tingkah laku. 2) Rumusan tujuan harus berisikan tingkah laku operasional artinya dapat diukur pada saat itu juga. 3) Rumusan tujuan berisikan makna dari materi yang akan diajarkan saat itu. Ketiga ketentuan diatas adalah mutlak bagi perumusan tujuan pembelajaran. Artinya harus dipenuhi dan jika salah satu tidak ada maka rumusan tujuan tidak sempurna. (Sudjana,2000: 64-65) Tujuan pembelajaran juga harus mengandung tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Tujuan kognitif yaitu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, informasi, pemikiran, pemahaman, penerimaan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Tujuan afektif yaitu tujuan yang berhubungan dengan minat, sikap juga penghormatan (kepatuhan) terhadap nilai-nilai (menerima, menjawab, menilai, mengorganisasikan).
160
3) Tujuan psikomotorik yaitu tujuan pembelajaran yang bersifat ketrampilan atau yang menunjukkan gerak (Harjanto,2008:150152). Secara aplikatif ketiga tujuan tersebut dapat dijelaskan bahwa sebelum anak dapat membaca dengan baik dan benar, terlebih dahulu diajarkan tentang pengenalan huruf-huruf hijaiyah, tanda baca dan tajwidnya, semua itu merupakan tujuan kognitif. Kemudian dilanjutkan dengan praktek membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah tajwid, merupakan ketrampilan yang menjadi tujuan (psikomotorik). Setelah dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar serta mempelajari artinya, maka kelak diharapkan sebuah
sikap
mengamalkan
isi
kandungan
menjadi
al-Qur’an dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tumbuh ahlak yang berjiwa Qur’ani. Isi tujuan pembelajaran membaca al-Qur’an tersebut telah sesuai dengan teori-teori tujuan pembelajaran al-Qur’an dan teori tujuan pembelajaran secara umum. Seperti yang telah disampaikan kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri bahwa tujuan pembelajaran al-Qur’an sesuai dengan yang ditulis oleh beberapa tokoh yaitu agar anak mampu membaca, memelihara dan memahami dengan baik serta menerapkan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari untuk mengharap ridha dari Allah SWT. Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah
161
Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah sesuai dengan teori-teori yang ada, karena secara substansial telah mengaplikasikan teori-teori pembelajaran. b.
Materi Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an, bahan atau materi pembelajaran merupakan sesuatu yang ada dan ditetapkan dengan sebaik-baiknya karena akan menjadi acuan dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang mencakup: 1) Pembelajaran kata dasar 2) Pembelajaran harakat 3) Pembelajaran makhraj 4) Pembelajaran tanda baca 5) Pembelajaran tajwid 6) Pembelajaran menulis Adapun materi penunjang dalam pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang merupakan materi yang sangat membantu motivasi anak untuk lebih giat lagi dalam proses pembelajaran al-Qur’an. Sebab dengan materi penunjang anak dapat memperoleh informasi
lebih
banyak tentang ilmu-ilmu agama yang pada akhinya dapat memberikan dorongan bagi mereka yang senantiasa belajar al-Qur’an. Hal ini terbukti pada peserta didik Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, mereka lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran al-Qur’an, sebab
162
materi penunjang itu disampaikan secara praktis dan menyenangkan dan tidak membebani mereka. c.
Metode Pembelajaran Metode pembelajaran dalam pendidikan Islam, pada sasarannya tidak terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan agama (ilmu agama) saja akan tetapi juga ilmu umum dan teknologi. Sebelum memilih metode tertentu, seorang guru terlebih dahulu harus benar-benar cocok bahwa metode tersebut tepat untuk digunakan dan sesuai dengan situasi yang terjadi pada saat itu. Metode yang dipilih hendaknya tidak hanya terpaku pada satu metode, karena tidak ada sebuah metode apapun dipandang paling efektif antara satu metode dengan metode yang lain saling melengkapi, karena akan lebih efektif jika menggunakan metode yang bervariasi sehingga pembelajarannya dapat berjalan sempurna. Metode pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah sesuai dengan teori,
karena
proses
pembelajarannya berganti-ganti metode sehingga anak senang selama kegiatan pembelajaran berlangsung. d.
Media pembelajaran Media sebagai sarana penunjang dalam proses belajar mengajar sangat membantu dan bermanfaat dalam memahamkan peserta didik terhadap materi pelajaran.
163
Penggunaan berbagai media pembelajaran yang digunakan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut sebagaiman menurut Harjanto (2008: 238-239) adalah: 1) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran Media pembelajaran dipilih atas dasar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. 2) Disesuaikan dengan kemampuan siswa Kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta didik dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan. 3) Ketersedian media Tidak semua sekolah dapat menyediakan media yang cukup. Kita harus memperhatihkan ada atau tidak media yang tersedia di sekolah. 4) Mutu teknis Media harus memiliki kejelasan dan kualitas baik. 5) Biaya Tidak perlu memilih media yang mahal akan tetapi efektif.
2. Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Proses pelaksanaan pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak, serta didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan
164
siswa. Pengelolaan pembelajaran merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini terdapat beberapa temuan yaitu: a.
Pengelolaan Siswa Pengelolaan siswa di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini mulai awal masuk siswa sampai lulus sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh jenjang waktu pembelajaran yang dibutuhkan adalah empat tahun sesuai dengan kurikulum dari Departemen Agama tentang penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah. Sedangkan untuk penerimaan santri baru dilakukan setiap awal tahun pembelajaran, walaupun dalam realita di lapangan kapan pun orang tua bisa untuk mendaftarkan anaknya untuk masuk di Madrasah Diniyah ini tanpa harus menunggu tahun ajaran baru.
b.
Pembinaan dan Pengelompokan Siswa Seorang guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi siswa.. Guru juga dapat mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung. Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang dan kurang. Karenanya guru perlu
165
mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok atau klasikal. Adapun Pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini, para siswa dibagi dan dikelompokkan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki sesuai dengan hasil yang diperoleh ketika ujian placement test bagi santri baru. Sedangkan untuk pembelajaran materi lain yang meliputi: mata pelajaran bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Jawa dan kesenian (pedalangan, karawitan dan tari) para siswa dikelompokkan berdasarkan usia. Pembagian dan pengelompokkan kelas di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka ini sudah dilaksanakan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pandangan Dimyati dan Mudjiono (1999: 169) bahwa pembelajaran secara klasikal merupakan kegiatan pembelajaran yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. c.
Pengelolaan Guru 1) Rekrutmen Guru Agar mendapatkan guru yang profesional, maka diperlukan proses seleksi terhap guru atau pegawai.
Rekrutmen merupakan
serangkaian aktifitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan memotivasi,
kemampuan,
keahlian,
dan
pengetahuan
yang
diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.
166
Adapun Proses rekrutmen guru di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dilakukan secara selektif sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tampak pada komposisi guru yang ada sesuai dengan keahlian di bidangnya. 2) Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam rangka mendorong peningkatan profesionalisme guru, secara tersirat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 telah mencantumkan standar nasional pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki (Suharsini, 1988: 98). Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Dalam hal peningkatkan profesionalisme guru di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah dilaksanakan dengan baik yaitu mengadakan
167
pelatihan-pelatihan, khususnya dalam hal pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang ini. 3) Peningkatan Motivasi Kerja Guru Bentuk usaha yang dilakukan Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri untuk meningkatkan motivasi kerja sudah dilakukan dengan baik yaitu penanaman komitmen untuk berjuang, pemberian insentif bulanan dan penghargaan kepada guru yang berprestasi. Hal tersebut di atas sudah sesuai dengan teori yang ada bahwa Bentuk peningkatan motivasi kerja dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya: a)
Pemenuhan kebutuhan dan kesejateraan guru. Menurut Kimball Wiles (dalam Bafadhal, 2003: 101) menegaskan bahwa ada delapan hal yang diinginkan guru melalui kerjanya, yaitu, adanya rasanya rasa aman dan hidup layak, kondisi kerja yang menyenangkan, rasa keikutsertaan, perlakuan yang wajar dan jujur, rasa mampu, pengakuan, pengakuan dan penghargaan atas sumbangan, ikut ambil bagian
dalam
pembentukan
kebijakan
sekolah,
dan
kesempatan mempertahankan self respect. Selain itu menurut Sukamti (1989: 257) bahwa bentuk progra kesejahteraan berupa program asuransi jiwa dan kesehatan, pensiun dan sebagainya.
168
b)
Komitmen ruhul jihad Yaitu suatu penetapan atau kualitas objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat atau nilai yang diberikan masyarakat
kepada
masalah
pokok dalam
kehidupan
beragama yang bersifat suci, sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan masyarakat yang bersangkutan. (Syam, 1986: 133). c)
Penghargaan (reward) Setiap manusia ingin dihargai hasil kerjanya. Dalam hal ini, peran guru sebagai pendidik dan pengajar merupakan tanggung
jawab
yang
besar,
sehingga
membutuhkan
kompetensi dan keterampilan tertentu. Oleh karena itu, (Siagian, 1987: 90) penghargaan yang layak bagi seorang guru merupakan salah satu bentuk peningkatan harkat dan martabatnya. d.
Pengelolaan Kegiatan Belajar mengajar Dalam hal pengelolaan kegiatan belajar mengajar di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah sudah sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dilakukan dalam bentuk Penyampaian materi dengan baik, memperhatikan keragaman siswa yang ada dan melakukan pengukuran hasil pembelajaran. Dengan berakhirnya proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar
169
dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar, sebagian merupakan berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran, pada bagian yang lain merupakan kegiatan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Dampak Pengajaran Hasil yang dapat diukur seperti angka dalam rapot, ijazah dan kemampuan yang lain. 2) Dampak pengiring Hasil yang dilakukan pada bidang pendidikan yang lain. (Dimyati, 1999: 3-4). e. Pengelolaan Metode Pembelajaran Pemakaian metode mengajar secara umum digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah metode individual, klasikal baca simak, drill/latihan dan ceramah. Pengelolaan metode secara tepat akan dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Hal ini sesuai dengan ungkapakan Mahmud Yunus (1965: 65) "Athoriqatu ahammu min al maddah" bahwasannya (metode yang lebih penting dari materi pelajaran). Oleh karena itu, madrasah perlu memperhatikan pengelolaan metode ini dengan baik.
170
Jadi penggunaan metode dalam pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ini sudah dilaksanakan dalam bentuk yang variatif. f. Pengelolaan Materi Pembelajaran Materi pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri menggunakan buku Metode Dallang yang disusun oleh H. M Yasin dan buku Iqra’ jilid 1-6. Semua materi pembelajaran sudah ada dan tersusun dengan baik, tinggal bagaimana upaya seorang guru mampu menyampaikan semua materi yang ada dengan baik agar target dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. g. Pengelolaan Media Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran selain untuk memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah dipahami. Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi anak terhadap materi pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (1985: 63) ada 4 klasifikasi media pengajaran, yaitu:
171
1) Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparasi, micro projector, papan tulis, buletin board, gambar-gambar, ilustrasi, chart, grafik, poster, peta dan globe. 2) Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar misalnya: phonograp record, transkripsi electrics, radio, rekaman pada tape recorder. 3) Alat-alat yang bisa dilihat dan didengar, misalnya film dan televisi benda-benda tiga demensi yang biasa dipertunjukkan, misalnya: model, spicemens, bak pasir, peta elektris, koleksi diorama. 4) Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya. Berdasarkan hal di atas, maka Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah memanfaatkan berbagai media yang ada diantaranya yaitu papan tulis,spidol, Buku panduan metode Dallang masing-masing peserta didik, buku tulis dan alat peraga. Setelah melakukan analisis terhadap pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang ini, maka penulis menemukan kelebihan dan kekurangan. Karena setiap metode yang digunakan dalam pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dan hal inilah yang membedakan antara metode yang satu dengan yang lain.
172
a.
Kelebihan Metode Dallang Meninjau dari segi pembelajaran yang ada di dalam buku metode Dallang ini, maka kelebihan dari metode Dallang tersebut disusun berdasarkan prinsip-prinsip dalam pengajarannya yaitu sebagai berikut: 1) Peserta didik mampu membaca, meskipun tidak mengenal nama hurufnya. Pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang ini tidak dimulai dengan mengenalkan nama-nama hurufnya, akan tetapi langsung dibaca/langsung diajarkan menurut bunyi suaranya. Maka alif bukan diajarkan namanya ini huruf "alif" melainkan diajarkan bunyi suaranya "a" bagi yang bertanda fathah, "i" bagi yang bertanda kasroh, dan "u" bagi yang bertanda dlommah. Demikian juga tanda-tanda baca (harokat) yang menyertainya, juga tidak diperkenalkan namanya.. Ditinjau dari segi psikologi belajar, nampaknya metode ini lebih mudah dilakukan anak-anak. Hal ini dikarenakan proses berfikirnya yang lebih sederhana, lebih singkat dan mengurangi verbalis. 2) Mengutamakan belajar daripada mengajar atau CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) Yaitu suatu sistem belajar-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik.
173
3) Pengajarannya berorientasi kepada tujuan, bukan kepada alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan itu. Di dalam buku metode Dallang ini yang dipentingkan adalah kemampuan anak dalam membaca al-Qur'an. Hal ini bisa dijabarkan sebagai berikut: (a) Tidak mengenalkan nama huruf dan tanda bacanya sebelum anak bisa membacanya. Dengan kata lain yang penting anak bisa baca lebih dulu, baru tahu namanya. (b) Tidak mengenalkan teori/ilmu tajwid sebelum anak bisa membacanya sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid. Jadi yang dipentingkan adalah prakteknya bukan teorinya. (c) Tidak menuntut anak bisa menuliskan huruf al-Qur'an, sebelum ia bisa membacanya. Dengan kata lain, yang penting anak bisa baca dulu, baru menuliskannya. b.
Kekurangan Metode Dallang 1) Kurang variatif karena menggunakan satu buku saja. 2) Santri hanya bisa membaca huruf al-Qur’an dan kurang memahami teori dalam ilmu tajwid. 3) Santri kurang dapat menulis al-Qur’an terutama pada huruf–huruf atau kalimat yang pendek dari surat al-Qur’an.
3. Analisis Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Metode Dallang Evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Penilain
merupakan
serangkain
kegiatan
memperoleh,
174
menganalisis, dan menafsirkan data hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Secara garis besar dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi pokok yaitu mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik, mengukur sampai di mana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan dan sebagai pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar (Harjanto,2008:277). Dalam pelaksanaan evaluasi di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ada empat tahap. Pertama, evaluasi penempatan kelas (placement test) yang dilaksanakan setiap tahun ajaran baru untuk mengetahui kemampuan peserta didik sekaligus sebagai bahan pembentukan kelompok belajar. Kedua, evaluasi harian yang dilakukan untuk melihat kemajuan santri pada setiap halaman yang telah diajarkan.
Ketiga,
evaluasi
kenaikan materi
yang dilakukan untuk
menentukan lulus dan tidaknya peserta didik pada setiap satu materi ke materi selanjutnya. Dan keempat, evaluasi tahap akhir yang dilakukan pada peserta didik yang sudah menyelesaikan semua materi yang ada dalam buku metode Dallang. Dari uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa evaluasi di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri sudah sesuai dengan teori yang ada. Melalui teknik evaluasi setidaknya peserta didik memahami materi yang disampaikan oleh para pengajar pada proses pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang.
175
Menurut analisa penulis untuk pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a.
Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri peserta didik. Faktor internal sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kemajuan peserta didik. Adapun yang termasuk faktor internal yaitu: 1) Bakat merupakan kepandaian seseorang yang dimiliki sejak lahir. Bakat mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap proses penyampaian prestasi seseorang. Dan karena perbedaan bakat yang dimiliki setiap orang maka adakalanya seseorang itu belajar dengan cepat dan lambat. 2) Minat merupakan sesuatu yang berharga bagi seseorang yang sesuai dengan kebutuhanya. Sikap minat apabila tumbuh dan berkembang pada pola belajar peserta didik maka proses belajar mengajarkan akan menjadi mudah. 3) Intelegensi
merupakan
kemampuan
untuk
memudahkan
penyesuaian secara tepat. Intelegensi seseorang dapat terlihat adanya beberapa hal yaitu: cepat menangkap pelajaran, dorongan ingin tau kuat, memiliki minat yang luas. Intelegensi sangat dibutuhkan sekali dalam belajar, karena dengan tingginya intelegensi
seseorang
maka
akan
lebih
cepat
menerima
pembelajaran.
176
b.
Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri peserta didik. Adapun faktor-faktor eksternal yaitu: 1) Pengajar (guru) harus profesional. 2) Kurikulum harus sesuai, apabila tidak sesuai akan menghambat kemajuan prestasi belajar. 3) Faktor
lingkungan,
karena
lingkungan
secara
langsung
bersinggungan dengan aktivitas sehari-hari peserta didik.
177
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan pada serangkain penulisan di lapangan, maka dapat disimpulkan: 1.
Perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri adalah diawali dengan rapat untuk menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an, selanjutnya guru menyusun silabus dan rencana pembelajaran.
2.
Pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri dilaksanakan pada hari Selasa dan Kamis dengan waktu 150 menit yaitu pukul 14.30-17.00. Proses pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang dalam kelas dilakukan secara homogen (sejenis) sesuai dengan materi yang telah dicapai. Sedangkan dalam pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan adalah individual (Sorogan), klasikal baca simak, ceramah dan drill (latihan membaca).
3.
Evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan Metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri ada empat tahap. Pertama, evaluasi penempatan kelas (placement test) yang dilaksanakan setiap tahun ajaran baru untuk mengetahui kemampuan peserta didik sekaligus sebagai bahan pembentukan kelompok belajar. Kedua, evaluasi harian yang dilakukan untuk melihat kemajuan peserta didik pada
178
setiap halaman yang telah diajarkan. Ketiga, evaluasi kenaikan materi yang dilakukan untuk menentukan lulus dan tidaknya peserta didik pada setiap satu materi ke materi selanjutnya. Dan keempat, evaluasi tahap akhir yang dilakukan pada peserta didik yang sudah menyelesaikan semua materi yang ada dalam buku metode Dallang.
B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan suatu metode dalam pembelajaran sangat penting, karena dengan menggunakan metode secara efektif dapat menarik minat siswa dan mengurangi rasa bosan. Penggunaan metode juga memberikan dampak positif bagi ilmu pengetahuan karena begitu besarnya pengaruh metode dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat memunculkan variasi baru dalam mengembangkan metode pembelajaran. 2. Implikasi Praktis Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru untuk dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran al-Qur’an, sehingga kemampuan siswa dalam hal baca tulis alQur’an dapat meningkat.
179
C. SARAN 1. Sikap terbuka Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri terhadap kekurangan, sikap istiqomah, sabar, dan ikhlas dalam menghadapi segala tantangan dan rasa tanggung jawab terhadap tugas, serta melalui ide kreatif untuk perkembangan di masa mendatang haruslah tetap dilaksanakan dan menentukan langkah-langkah serta perbaikan dalam jangka pendek dan panjang yang sesuai dengan visi dan misi lembaga terkait. 2. Masalah pembelajaran, terutama kuantitas dan kualitas tenaga pendidik harus seimbang. Dalam realitas di lapangan penulis menemukan adanya guru yang sering tidak masuk/tidak mengajar. Oleh karena itu, perlu mengadakan perekrutan ustadz-ustadzah baru dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan dan menutup kekurangan tenaga pendidik yang ada. 3. Diharapkan kepada seluruh santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri agar lebih aktif hadir dan lebih rajin dalam mengikuti kegiatan pembelajaran al-Qur'an. 4. Untuk para pengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri, hendaknya meningkatkan kemampuan manajemennya agar kualitas bisa dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi.
180
DAFTAR PUSTAKA
Achrom, Nur Shodiq. (1996). Sistem qo’idah qiro’at. Shirotul Fuqoha’u.
Kediri P.P. Salafiyah
Agil, Said Husin al-Munawwar (2006). Al Qur`an membangun tradisi kesalehan hakiki Jakarta: Ciputat Press. Ahmadi, Abu. (2002). Metode khusus pendidikan agama. Bandung: Armico. Amal, Taufik Adnan. (2001). FKBA.
Rekonstruksi sejarah al-qur'an. Yogyakarta:
Arifin, Imron. (1996). Penelitian kualitatif dalam ilmu-ilmu social dan keagamaan. Malang: Kalimasahada Press. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta. Ash Shiddieqy, Hasbi. (2000). Sejarah dan pengantar ilmu-ilmu al-qur'an dan tafsir. Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra. Asnawir. (2002). Media pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press. Bafadhal, Ibrahim. (2003). Manajemen peningkatan mutu sekolah dasar; dari sentralisai menuju desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Bintusy-Syathi, ‘Aisyah ‘Abdurrohman. (1999). Al tafsir al bayani lil qur’an al karim cet. vii, Penerjemah: Drs. Mudzakir Abdussalam,M.A. Kairo: Dar al Ma’arif. Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1992). Qualitative research for education, an introduction to theory and methods, Boston: Allyn and Bacon Inc. Budiyanto. (1995). Prinsip-prinsip metode buku iqro'. Yogyakarta: Team Tadarus AMM. Bukhori, Muhammad, Dkk. (2005). Azas-azas manajemen. Yogyakarta: Aditya Media. Burhanudin, dkk. (2002). Manajemen pendidikan. Malang, UM Press. Chalil, Munawir. (1999). Al-Qur’an dari masa ke masa. Semarang: Ramadhani. Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi peneliti kualitatif rancangan metodologi, presentasi, dan publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti
181
pemula bidang ilmu-ilmu sosial, pendidikan dan humaniora. Bandung: CV Pustaka Setia. Davis, Ivor K. (1991). Pengelolaan belajar. CV. Jakarta: Rajawali. Departemen Agama RI. (2005). Wawasan tugas guru dan tenaga kependidikan. Jakarta: Dirjen Bagais. Dimyati dkk. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Fattah, Nanang. (2004) Landasan manajemen pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. (2008). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hamidi. (2004). Metode penelitian kualitatif, aplikasi praktis, pembuatan proposal, dan laporan penelitian. Malang: UMM Press. Harjanto. (2008) Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hasan, Iqbal. (2002). Materi metode penelitian dan aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Manajemen dasar, pengetian, dan masalah. Jakarta: CV. Haji Mas Agung. Husain, Said Agil. (2002). Al-qur’an; membangun tradisi kesalehan hakiki. Jakarta: Ciputat Press. Jum’ah, Ahmad Khalil. (1999). Al-Qur'an dalam pandangan sahabat nabi. Jakarta Gema Insani Press. Kartawidjaja, Eddy Soewardi. (1987). Pengukuran dan hasil evaluasi belajar. Bandung: Sinar Baru. Khallaf, Abdul Wahhab. (tt). Ilmu ushul fiqh. Kuwait: Dar al-Qalam. Langgulung, Hassan. (2000). Asas-asas pendidikan islam. Jakarta: PT Al-Husna Zikra. Lindayani, Dyah Amiyah. (2000). Dasar-dasar manajemen. Surabaya: SIC. Madjid, Abdul. (2005). Perencanaan pembelajaran. Remaja Rosdakarya: Bandung. Maleong, Lexy. (2002). Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
182
Mantja, (2002). Kumpulan karya tulis terpublikasi: manajemen pendidikan dan supervisi pengajaran. Malang: Wineka Media. Manullang. (2002). Dasar-Dasar manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia Masnur, Muslich (2007). KTSP Pembelajaran berbasis kompetensi dan konstekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Miles, M. B dan Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Miller (1986). Educational Administrator Naturalistik. Remaja Rosdakarya: Bandung. Mulyasa, E. (2004). Rosdakarya.
Implementasi kurikulum 2004. Bandung: Remaja
Mu’min, Choirul. (1995). Pengantar praktis pengelola TKA. Jakarta: Fakahati Aneska. Nata, Abbuddin. (2003). Manajemen pendidikan: mengatasi kelemahan pendidikan islam indonesia. Jakarta: Prenada Media. Ramli, Abdul Wahid. (2002). Persada.
Ulumul qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo
Sahertian, Piet A. (2005). Dimensi administrasi pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Sasono, Adi, dkk.(20008). Solusi islam atas problematika umat (ekonomi, pendidikan, da’wah). Jakarta: Gema Insani Press. Seng, Tan Oon . (2003). Educational psychology : a practitioner researcher approach. Singapore: Seng Lee Press, Shihab, Quraisy. (2004). Membumikan al-qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan. Silalahi, Ulbert. (2004). Studi tentang Ilmu administrasi. konsep, teori dan dimensi. Bandung: CV Sinar Baru. Soenarjo. (1999). Al-Qur'an dan terjemahnya. Surabaya: Mahkota. Stonner, James, R. Edward Freeman & Daniel R. Gilbert Jr, 1996; Management, Englwwood Cliffs, by Prentice-Hall,Inc, 1995 Alih Bahasa oleh Drs. Alexander Sindoro. Jakarta: PT. Prenhallindo.
183
Sulthon, Muhadjir. (1996). Al-Barqy belajar baca, tulis, huruf al-qur'an. Surabaya: Sinar Wijaya. Sudarsono. (2002). Beberapa pendekatan dalam penelitian kualitatif. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Sudajana, Nana. (2000) Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Syam, Muh.N. (1986). Filsafat pendidikan dan dasar filsafat pendidikan pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Syarifuddin, Ahmad. (2004). Mendidik anak menulis, membaca dan mencintai alqur’an. Jakarta: Gema Insani. Tarigan, Henry Guntur. (2000). Membaca sebagai suatu ketrampilan berbahasa. Bandung: Angkasa. Usman, Husaini. (2006). Manajemen teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Yasin, Muhammad (2012). Rahasia baca tulis al qur’an metode dallang. Jakarta:YPAB. Yunus, Mahmud. (1965). Sejarah pendidikan islam, cet, pertama. Jakarta. Yayasan Al Hidayah. Zuhdi, Masjfuk. (1993). Pengantar ulumul qur’an. Jakarta: Bina Ilmu. Zuhairini. (1994). Sejarah pendidikan islam. Jakarta: Proyek IAIN.
184
Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri (bapak Ahans Mahabie, M.A)
1.
Bagaimanakah sejarah berdirinya Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
2.
Bagaimanakah sistem pendidikan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
3.
Kendala-kendala apa saja yang dihadapai Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
4.
Mengapa pembelajaran al-Qur’an di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini menggunakan metode Dallang?
5.
Bagaimanakah perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
6.
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
7.
Bagaimanakah evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang di Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
185
Lampiran 2
PANDUAN WAWANCARA Ketua Lembaga Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri (bapak Widodo Wilis, S.Sn)
1.
Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
2.
Apakah tujuan utama didirikan Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
3.
Lembaga pendidikan apa saja yang ada di Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
4.
Bagaimanakah sistem manajemen di Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
5.
Bagaimanakah pengembangan ke depan Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Hanacaraka ini?
186
Lampiran 3
PANDUAN WAWANCARA Guru Metode Dallang Madrasah Diniyah Takmiliyah Pondok Pesantren Modern Jawa Hanacaraka Wonogiri (bapak Yoggi Anggoro, S.PdI)
1.
Sejauh mana pemahaman bapak tentang metode Dallang ini?
2.
Bagaimanakah perencanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang yang bapak lakukan?
3.
Apa saja kendala yang bapak hadapai dalam perencanaan pembelajaran alQur’an dengan metode Dallang ini?
4.
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang yang bapak lakukan?
5.
Apa saja kendala yang bapak hadapai dalam pelaksanaan pembelajaran alQur’an dengan metode Dallang ini?
6.
Bagaimanakah evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang yang bapak lakukan?
7.
Apa saja kendala yang bapak hadapai dalam evaluasi pembelajaran al-Qur’an dengan metode Dallang ini?
187
Lampiran 4
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Lembaga
: Madrasah Diniyah Takmiliyah Hanacaraka
Kelompok Belajar
: Sukun
a. Materi Pembelajaran 1) Pembelajaran kata dasar 2) Bacaan huruf hija’iyah berangkai dalam satu kelompok baca. b. Target pembelajaran 1) Murid mampu mendengarkan, membedakan dan mengucapkan huruf hijaiyah berharokat fathah. 2) Murid mampu membaca 3 huruf hija’iyah berangkai dalam kelompok baca dengan benar dan lancar. c. Prinsip Pembelajaran 1) Memberikan contoh terlebih dahulu sebelum menjelaskan cara mengucapkan huruf. 2) Membaca langsung tanpa mengeja. 3) Jangan menambah pokok pelajaran berikutnya sebelum tuntas. 4) Bahasa tubuh, bahan ajar dan lingkungan kelas harus menyampaikan pesan belajar. 5) Menghargai dan memberikan penghargaan atas setiap usaha yang dilakukan murid. 6) Menjelaskan
pokok
pelajaran
secara
sederhana,
murid
hanya
memperhatikan bentuk dan tanda tulisan.
188
d. Metode Pembelajaran 1) Klasikal 2) Klasikal Baca Simak (KBS) 3) Sorogan/Individual e. Kegiatan Pendahuluan 1) Guru mengucapkan salam. 2) Guru memimpin berdoa bersama. 3) Guru memeriksa kehadiran, kerapian berpakaian, posisi tempat duduk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. 4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. f. Kegiatan Inti (Klasikal) 1) Guru memberikan contoh bacaan dan mengingatkan agar membaca huruf dengan benar. 2) Semua huruf murid membaca bersama-sama, sedangkan guru menyimak, meneliti perkembangan bacaan perhurufnya, waspada, dan tegas pada bacaan murid, serta memberikan semangat untuk mengucapkan yang keras. g. Kegiatan inti (individual) 1) Murid satu persatu maju kepada guru untuk sorogan . 2) Siswa yang lain diberi tugas untuk belajar menulis huruf arab dengan panduan buku teknik menulis Arab metode Dallang. 3) Guru menilai setiap murid pada kartu prestasi.
189
h. Kegiatan akhir pembelajaran 1) Sebelum proses pembelejaran pada hari ini diakhiri guru memberikan ulasan keterangan penguatan materi secara umum yang terkait dengan proses pembelajaran. 2) Guru menberikan motivasi pembelajaran dengan rajin belajar. 3) Guru menutup proses pembelajaran dengan membaca doa bersamasama peserta didik.
190
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Data Pribadi Nama
: Khoirun Nasihin
Tempat/tgl. lahir
: Jombang, 28 September 1984
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Karangpandan RT 001, RW 004 Rejoso Pasuruan
Bapak
: Surono
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Ibu
: Sami’ah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
2. Data Pendidikan 1.
MIN Darul Ulum Jombang lulus tahun 1997
2.
MTs PK Darul Ulum Jombang lulus tahun 2000
3.
MAK Darul Ulum Jombang lulus tahun 2003
4.
UIN Maliki Malang Fakultas Syari’ah lulus tahun 2010
3. Pengalaman Mengajar 1.
Guru MTs Satu Atap Pesantren Luhur Malang tahun 1997-2011
2.
Kepala Madin Takmiliyah Hanacaraka Wonogiri Tahun 2011-2015
3.
Guru MA Darul Ulum Karangpandan Pasuruan Tahun 2015-sekarang
191