BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan adalah dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut. Analisis yang dilakukan atas laporan keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., didasarkan pada laporan keuangan yang telah diaudit berpa neraca dan laporan rugi laba terlampir. Analisa rasio keuangan atas laporan keuangan yang menyangkut pemakaian dari laporan keuangan yang penggunaan data keuangan yang diambil dari neraca dan perhitungan laba (rugi) perusahaan. Dalam menganalisis kondisi keuangan perusahaan, informasi yang digunakan adalah laporan kuangan yang telah diaudit selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yaitu pada periode yang berakhir 31 Desember 2007,
31 Desember 2008 dan 31
Desember 2009. Laporan Keuangan perusahaan ini telah melalui tahap audit yang dilakukan oleh auditor external perusahaan. 4.1
Laporan Keuangan
4.1.1 Neraca (Terlampir) 4.1.2 Laporan Laba Rugi (Terlampir)
29
30
4.1
Analisa masalah Untuk
membantu
menafsirkan
masalah,
penulis
menggunakan
pengelompokan rasio keuangan berdasarkan Menurut Darsono, MBA., Akt., dan Ashari, SE., Akt. (2005 : 51-61) yaitu sebagai berikut :
4.2.1 Analisis Rasio Likuiditas pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Perhitungan analisi rasio likuiditas perusahaan untk tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan Anak Perusahaan Analisis Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas
2007
2008
2009
Rasio Lancar (Current Ratio)
1,17
1.58
2,48
Rasio Cepat (Quick Ratio)
1,16
2,17
2,48
Rasio Kas (Cash Ratio)
0,39
1,06
1,77
Sumber : Laporan Keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Data diolah tahun 2010
1. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar
merupakan
penilaian kinerja keuangan.
rasio yang paling umum yang digunakan untuk Rasio ini berguna untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
Indikator dari pengukuran ini adalah
semakin tinggi tingkat rasio yang dimiliki maka semakin baik.
Perusahaan
31
memiliki kondisi kinerja keuangan yang baik, karena terdapat peningkatan jumlah rasio yang semakin meningkat yakni dari hanya sebesar 1,17 pada tahun 2007. Artinya Rp 1 hutang lancar dijamin sebesar Rp 1,17 dari aktiva lancarnya. Sementaran pada tahun 2008 rasio lancarnya meningkat mejadi 1,58 yang berarti setiap Rp 1 hutang lancar dijamin sebesar Rp 1,58 dari aktiva lancarnya. Dan pada tahun 2009 rasio lancarnya meningkat kembali menjadi 2,48 yang artinya setiap Rp 1 kewajiban dijamin dengan Rp 2,48 aktiva lancar. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan setiap tahunnya. 2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Yaitu kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk membayar kewajiban lancar. Rasio ini memberikan indikator yang lebih baik dalam melihat likuiditas perusahaan dibandingkan dengan rasio lancar, karena penghilangan unsur persediaan dan pembayaran di muka serta aktiva yang kurang lancar dari perhitungan rasio. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibanya dalam jangka waktu pendek hanya dengan memperhitungkan sebagian aktiva lancar yang memiliki kemungkinan untuk dapat dikonversikan dalam waktu singkat. Rasio ini lebih tajam daripada current rasio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Pada perusahaan ini terdapat kenaikan rasio yang meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2007 yaitu sebesar 1,16 yang bisa diartikan bahwa untuk setiap Rp 1 hutang dijamin dengan 1,16 aktiva yang cepat diuangkan.
Pada tahun 2008 rasio
32
cepatnya meningkat menjadi 1,57 yang berarti setiap Rp 1 dijamin 1,57 aktiva yang cepat diuangkan. Begitu juga pada tahun 2008, rasio cepatnya meningkat menjadi 2,48 yang artinya setiap Rp 1 dijamin dengan 2,48 aktiva yang cepat diuangkan. 3. Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio ini menunjukkan porsi kas yang dapat menutupi utang lancar. Perusahaan juga mengalami kenaikan pada rasio ini, yaitu pada tahun 2007 rasio kasnya sebesar 0,39 dimana berarti setiap Rp 1 utang lancar dijamin rasio kas sebesar Rp 0,39.
Kemudian terjadi peningkatan di tahun 2008 sebesar 1,06
artinya setiap Rp 1 utang lancar dijamin Rp 1,06 rasio kas. Peningkatan juga terjadi pada tahun 2009 dimana rasio kasnya adalah menjadi sebesar 1,77 yang mana berarti bahwa setiap Rp 1 utang lancar dijamin Rp 1,77 rasio kas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menutupi utang lancar dari jumlah kas yang dimiliki menjadi lebih baik.
4. 2.2 Analisis Rasio Solvabilitas pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Perhitungan analisis rasio solvabilitas perusahaan untuk tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut:
33
Tabel 4.2 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan Anak Perusahaan Analisis Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas
2007
2008
2009
0,67
0,68
0,55
2,31
2,47
1,35
Rasio Hutang terhadap Aktiva (Total Debt Ratio to Assets) Rasio Kewajiban Ekuitas
Terhadap
Total
(Total Debt to Equity Ratio) Sumber : Laporan Keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Data diolah tahun 2010
1. Rasio Hutang Terhadap Aktiva (Total Debt Ratio to Assets) Yaitu total kewajiban terhadap aset. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor.
Nilai rasio yang tinggi
menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari perhitungan rasio solvabilitas pada tahun 2007 rasionya adalah sebesar 0,67 pada tahun 2008 rasionya meningkat
34
sebesar 0.01 menjadi 0.68 kemudian pada tahun 2009 rasionya menjadi sebesar 0,55. Maksud rasio tersebut adalah bahwa untuk tahun 2007 persentase aktiva yang didanai dari hutang adalah sebesar 67% tahun 2008 didanai dari hutang sebesar 68% dan pada tahun 2009 adalah sebesar 55%. Terjadinya penurunan pada rasio ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat dengan semakin menurunnya porsi hutang dalam pendanaan aktiva. Semakin kecil risiko, maka kinerja perusahaan akan semakin baik. 2. Rasio Kewajiban Terhadap Total Ekuitas (Debt to Equity Ratio) Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Pada hasil perhitungan analisa rasio kewajiban terhadap total ekuitas, terjadi peningkatan persentase rasio yang semula 2,31 pada tahun 2007 menjadi 2,47 pada tahun 2008. Dapat terlihat pada data bahwa jumlah kewajiban yang dimiliki oleh PGN bertambah besar sementara ekuitas yang dimiliki hanya mengalami peningkatan yang sedikit. Namun pada tahun 2009 penurunan rasio menunjukkan ke arah yang lebih baik yaitu menjadi 1,35
35
4. 2.3 Analisis Rasio Aktivitas pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Perhitungan analisis rasio aktivitas perusahaan untuk tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan Anak Perusahaan Analisis Rasio Aktivitas
Rasio Aktivitas Perputaran Piutang (Account Over)
Receivable
2007
2008
2009
9,38
9,47
11,13
38,91
38,56
32,80
0,43
0,50
0,63
Turn
Jangka Waktu Penagihan (Average Collection Period) Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turn Over)
Sumber : Laporan Keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Data diolah tahun 2010
1. Perputaran Piutang (Account Receivable Turn Over) Penjualan
bersih
dibagi
rata-rata
piutang
dagang.
Rasio
ini
menggambarkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. Namun, rasio yang terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan ketidaksukaan pelanggan sehingga bisa mengakibatkan pelanggan lari karena kebijakan kredit yang terlalu ketat. Perputaran piutang pada perusahaan ini mengalami peningkatan sebesar 0,09.
36
Semula pada tahun 2007 sebesar 9,38 menjadi 9,47 pada tahun 2008 dan tahun 2009 adalah sebesar 11,13. Maksudnya adalah bahwa pada tahun 2007 jumlah piutang yang dimiliki oleh perusahaan dalam satu tahun akan dikonversi menjadi piutang sebanyak 9,38 kali, pada tahun 2008 sebanyak 9,47 kali dan pada tahun 2009 adalah sebanyak 11,13 kali. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penagihan piutang yang dimiliki perusahaan semakin baik, namun juga tidak terlalu tinggi yang bisa menyebabkan para pelanggan lari. 2. Jangka Waktu Penagihan (Average Collection Period) Formulanya adalah jumlah hari dalam setahun (365) dibagi perputaran piutang. Dengan melihat rasio ini, kita bisa melihat dalam jangka waktu berapa hari piutang akan bisa diubah menjadi kas atau ditagih. Rasio penerimaan piutang yang terlalu panjang akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena banyaknya aktiva yang menganggur. Pada tahun 2007 dan 2008 tidak mengalami perubahan hasil perhitungan rasio jangka waktu penagihan, rata-rata sama yaitu selama 38 hari. Pada tahun 2007 sebesar 38,91 hari, pada tahun 2008 sebesar 38,56 hari, dan pada tahun 2009 adalah sebesar 32,80 hari. Ini berarti dalam jangka waktu 38 hari piutang perusahaan dapat diubah menjadi kas atau ditagih di tahun 2007 dan 2008. Sedangkan pada tahun 2009 jangka waktu piutang bisa diubah menjadi kas atau ditagih menjadi lebih cepat yaitu selama 32, 80 hari. Semakin cepat rata-rata penerimaan piutang akan semakin baik kinerja perusahaan dalam mengelola piutang.
37
3. Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turn Over) Penjualan bersih dibagi rata-rata total aktiva. Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik, seperti terlihat pada hasil perhitungan untuk analisa rasio perputaran total aktiva ini, juga mengalami peningkatan dari sebesar 0,43 pada tahun 2007 menjadi 0,50 pada tahun 2008 dan 0,63 pada tahun 2008. Yang artinya untuk setiap Rp 1 aktiva, perusahaan menghasilkan Rp 0,43 penjualan pada tahun 2007, Rp 0,50 penjualan yang dihasilkan pada tahun 2008 dan Rp 0,63 penjualan yang dihasilkan dari setiap Rp 1 aktiva.
4.2.4 Analisis Rasio Profitabilitas pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Perhitungan analisi rasio profitabilitas perusahaan untuk tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut:
38
Tabel 4.4 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan Anak Perusahaan Analisis Rasio Profitabilitas Rasio Profitabilitas Margin Laba Penjualan
Kotor
2007
2008
2009
atas
0,57
0,59
0,60
atas
0,13
0,05
0,35
0,06
0,02
0,22
0,20
0,09
0,53
(Gross Profit Margin) Margin Laba Penjualan
Bersih
(Net Profit Margin) Perputaran Total Aktiva (Return on Asset (ROA) Pengembalian Total Ekuitas (Return on Equity (ROE) Sumber : Laporan Keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Data diolah tahun 2010
1. Margin Laba Kotor atas Penjualan (Gross Profit Margin) Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi. Dari hasil perhitungan didapat bahwa pada tahun 2007 jumlah rasio adalah sebesar 0,57 yang artinya bahwa untuk setiap Rp 1 penjualan, perusahaan mendapat margin kotor sebesar Rp 0,57.
Pada tahun 2008 mengalami penaikan yaitu
sebesar 0,59 yang berarti bahwa setiap Rp 1 penjualan, perusahaan mendapat margin kotor sebesar Rp 0,59. Dan pada tahun 2009 nilai GPM adalah sebesar 0,60 yang artinya bahwa untuk setiap Rp 1 penjualan, perusahaan mendapat margin kotor sebesar Rp 0,60. Jika dibandingkan antara tahun 2007, 2008 dan
39
2009 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan dalam margin keuntungan kotor yang berarti ada peningkatan manajemen dalam menghasilkan margin penjualan. Tetapi untuk menganalisis lebih lanjut terhadap rasio ini, kita harus melihat struktur biaya penjualanm biaya administrasi dan biaya lain-lain yang akan berpengaruh terhadap keuntungan bersih. 2. Margin Laba Bersih atas Penjualan (Net Profit Margin) Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Rasio ini menggambarkan besarnya persentase keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap penjualan karena memasukkan semua unsur pendapatan dan biaya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rasio NPM untuk tahun 2007 sebesar 0,13 yang berarti untuk setiap seratus rupiah penjualan perusahaan mendapat keuntungan bersih sebesar 13 rupiah. Pada tahun 2008 diperoleh rasio NPM yang menurun menjadi sebesar 0,05 yang berarti untuk setiap seratus rupiah penjualan perusahaan mendapat keuntungan bersih sebesar 5 rupiah.
Pada tahun 2009 rasio NPM
meningkat cukup tinggi menjadi 0,35 yang berarti bahwa untuk setiap seratus rupiah penjualan, perusahaan mendapat keuntungan bersih sebesar 35 rupiah. 3. Perputaran Total Aktiva (Return on Asset (ROA)) Laba bersih dibagi total aktiva. Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan. Pada tahun 2007 rasionya adalah sebesar
40
0,06 yang artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar 6 rupiah. Pada tahun 2008 rasionya menurun menjadi sebesar 0,02 yang artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 2 rupiah. Sementara pada tahun 2009 rasionya meningkat menjadi sebesar 0,22 yang artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki, perusahaan mendapat keuntungan sebesar 22 rupiah. menunjukkan
efektifitas
Berarti pada tahun 2008 perusahaan kurang
manajemen
dalam
menggunakan
aktiva
untuk
memperoleh pendapatan. 4. Pengembalian Total Ekuitas (Return on Equity (ROE)) Rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat kembalian pada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tinggat kembalian yang lebih besar pada pemegang saham. Hasil perhitungan rasio ROE pada tahun 2007 diperoleh nilai sebesar 0,20 yang berarti setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar 20 rupiah. Pada tahun 2008 diperoleh nilai rasio sebesar 0,09 artinya setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar 9 rupiah, menurun dari tahun 2008. Tahun 2009 nilai rasionya meningkat menjadi sebesar 0,53 yang berarti setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar 53 rupiah.
41
4.2
Pembahasan
42
Setelah melakukan analisa dengan menggunakan beberapa rasio keuangan, penulis mencoba membahas dari masing-masing rasio tersebut. Adapun pembahasannya sebagai berikut : 1.
Rasio Likuiditas yang kurang baik secara umum antara lain: a.
Current ratio yang kurang baik dapat terlihat di tahun 2009 sebesar Rp 2,48 yang menunjukan bahwa Rp 1hutang lancar dijaminkan oleh Rp 2,48 aktiva lancar. Standar untuk rasio lancar ini adalah antara 1 s/d 2,
jika rasio lancar melebihi nilai 2 maka menunjukkan bahwa
pengelolaan aktiva lancar kurang bagus karena masih banyak aktiva yang menganggur. b. Quick ratio yang kurang baik dapat terlihat pada tahun 2009 karena memiliki quick ratio yang cukup tinggi sehingga jika dilihat dari sisi keefektifan pengggunaan aktiva lancar akan disimpulkan kekurang efektifan penggunaannya karena terlihat banyak dana yang tertanam yang tidak menghasilkan keuntungan. c. Cash ratio kurang baik di tahun 2007 yang hanya sebesar 0,39 yang berarti setiap Rp 1 utang lancar dijamin rasio kas sebesar Rp 0,39. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menutupi utang lancar dari jumlah kas yang dimiliki hanya sebesar 0,39 rupiah, yang berarti bahwa hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan ini lebih besar daripada kas lancar yang dimilikinya.
43
2.
Rasio Solvabilitas yang kurang baik secara umum adalah: Debt to Equity Ratio yang terlalu tinggi pada ketiga tahun ini menunjukkan bahwa semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin tinggi rasio ini akan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Jumlah hutang yang dimiliki oleh perusahaan ini lebih besar dibandingkan ekuitas yang dimilikinya.
3.
Rasio Aktivitas yang kurang baik secara umum adalah: Total asset turn over meskipun meningkat dari tahun ke tahun (2007 hingga 2009) namun tetaplah belum mencukupi standar. Total asset turn over bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1. Pada tahun 2007 nilai rasio ini adalah sebesar 0,43, dan pada tahun 2008 serta 2009 adalah sebesar 0,50 dan 0,63. Hasil rasio ini menunjukkan bahwa manajemen belum cukup efektif dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan Penjualan.
4.
Rasio Aktivitas yang kurang baik secara umum antara lain: a. Net Profit Margin yang mengalami penurunan pada tahun 2008 hanya sebesar 5% dari tahun 2007 yang sebesar 13%.
Standar rasio ini
adalah melebih dari standar bunga deposito berjangka tahunan pada
44
tahun berjalan. Pada tahun 2008 standar bunga depositonya adalah berkisar 5,5 – 12,25%. b. Return on asset yang mengalami penurunan pada tahun 2008 hanya sebesar 2% dari tahun 2007 yang sebesar 6%. Standar rasio ini adalah melebih dari standar bunga deposito berjangka tahunan pada tahun berjalan. Pada tahun 2008 standar bunga depositonya adalah berkisar 5,5 – 12,25%.