BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Prosedur Pemungutan PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap Periode 2009 s.d. 2012 Prosedur pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap didasarkan pada
tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang secara lengkap diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 30 Mei 2006. PNBP sub sektor perikanan tangkap berasal dari dua sumber, yakni PNBP dari pemanfatan sumber daya alam (SDA) dan PNBP non-SDA. Penjelasan kedua jenis PNBP tersebut, selengkapnya diuraikan sebagai berikut: 1.
PNBP SDA yakni PNBP yang berasal dari Pungutan Perikanan. Pungutan perikanan adalah pungutan negara atas hak pengusahaan dan/atau pemanfaatan sumber daya ikan yang harus dibayar kepada pemerintah oleh perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha perikanan atau oleh perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan. Kriteria wajib bayar pungutan perikanan, adalah : a. Mengoperasikan kapal perikanan berukuran lebih besar dari 30 GT; b. Mesin utama yang digunakan berkekuatan lebih dari 90 DK; c. Operasi penangkapan bukan dilakukan di luar 12 mil laut. Pungutan perikanan terdiri dari 2 (dua) bagian sebagai berikut:
46
47
a.
Penerimaan dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) Perikanan Tangkap dikenakan
pada saat perusahaan perikanan Indonesia di bidang penangkapan memperoleh Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) baru atau perubahan, Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) baru atau perubahan, Surat Izin Kapal Penangkut Ikan (SIKPI) baru atau perpanjangan, sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia. Besarnya PPP di bidang penangkapan ikan, ditetapkan berdasarkan rumus : PPP = GT Kapal x Tarif PPP GT = Gross Tonage dari kapal yang digunakan Pembayaran pertama untuk PPP sebesar 50% dari nilai GT yang digunakan merupakan nilai tengah dari range GT kapal sedangkan sisanya akan diintegrasikan ke dalam PHP pertama. b.
Penerimaan dari Pungutan Hasil Perikanan (PHP) PHP di bidang penangkapan ikan dikenakan pada saat perusahaan
perikanan Indonesia memperoleh dan/atau memperpanjang Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Besarnya PHP untuk kegiatan penangkapan ikan, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
48
PHP = 2,5 % x Produktivitas x HPI Produktivitas HPI
= Produktivitas alat tangkap mengacu peraturan terbaru yakni Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 60 tahun 2012 = Harga Patokan Ikan mengacu pada peraturan terbaru yakni Peraturan Menteri Perdagangan No.13/M-DAG/3/2011
Ketentuan: 1) Bagi perusahaan perikanan yang memenuhi kriteria perusahaan perikanan
skala
kecil
sebesar
1%
(satu
perseratus)
dikalikan
produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan 2) Bagi perusahaan perikanan yang memenuhi kriteria perusahaan perikanan skala besar sebesar 2,5% (dua setengah perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan. 2. PNBP non-SDA yakni PNBP yang berasal dari imbalan jasa dan penjualan hasil samping UPT lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. PNBP ini terdiri dari: a.
Penerimaan dari jasa tambat dan labuh di pelabuhan perikanan;
b.
Penerimaan dari jasa pengadaan es di pelabuhan perikanan;
c.
Penerimaan dari jasa pengadaan air sumur dan air minum (PAM) di pelabuhan perikanan;
d.
Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas (seperti sewa gedung/ bangunan, sewa benda tidak bergerak dan sewa benda bergerak);
e.
Pas masuk dan jasa lainnya;
f.
Penerimaan dari jasa pelayanan teknologi, penelitian, pengembangan perikanan dan penerimaan-penerimaan lain.
49
Berdasarakan uraian di atas, jenis-jenis PNBP sub sektor perikanan tangkap dapat disajikan pada gambar berikut ini.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sub Sektor Perikanan Tangkap
PNBP SDA (Sumber Daya Alam)
Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) Pungutan Hasil Perikanan (PHP)
PNBP Non-SDA (Imbal Jasa UPT)
Jasa Pelabuhan Perikanan (tambat dan labuh, pas masuk, lahan/lahan, kebersihan,alat dan lainnya). Jasa Penggunaan fasilitas (guess house, wisma, mess, aula/ruang rapat, dan lainnya). Jasa pengembangan penangkapan ikan
Sumber : hasil analisis Gambar 4.1 Jenis-jenis PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, Tarif PNBP untuk Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dijelaskan pada tabel berikut.
50
Tabel 4.1 Tarif PNBP untuk Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) No
Alat Tangkap
Tarif (Rp)/GT
1
Pukat udang
181.000
2
Pukat Ikan ZEEI di Paparan Sunda
98.300
3
Pukat Ikan ZEEI di Paparan Sahul
150.000
4
Rawai Tuna (tuna longline)
5
Rawai Dasar (botton long line)
34.000
A. ZEEI di Paparan Sunda B. ZEEI di Paparan Sahul
19.000 25.000
6
Purse Seine Pelagis Kecil
14.000
7
Purse Seine Pelagis Besar Tunggal
38.000
8
Purse Seine Pelagis Besar Group
38.000
9
Huhate (Pole and Line)
19.000
10
Jaring Insang (gillnet) : a. Jaring Insang (hanyut) Pelagis Besar b. Jaring Insang (hanyut) Pelagis Kecil c. Jaring Insang Dasar ZEEI di paparan Sunda d. Jaring Insang Dasar ZEEI di paparan Sahul
30.000 23.000 23.000 30.000
11
Squid Jingging
20.000
12
Bubu
36.000
13
Bouke Ami
15.000
14
Bagan Apung
12.000
15
Long Bag Set Net
14.000
16
Payang : A. Pengangkut Ikan dioperasikan tidak dalam satu armada (tunggal) : - Perusahaan Perikanan - Perusahaan Non Perikanan B. Dioperasikan dalam kesatuan armada (kelompok) C. Bagi perusahaan Perikanan dan Non Perikanan menggunakan kapal pengangkut berbendera asing (dikenakan pungutan tambahan)
12.000
Pancing Ulur
19.000
17
Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006
8.000 10.000 10.000 5.000
51
Masih berdasarkan peraturan pemerintah yang sama, Tarif PNBP untuk Pungutan Hasil Perikanan (PHP) tersaji pada tabel berikut. Tabel 4.2 Tarif PNBP untuk Pungutan Hasil Perikanan (PHP) No
Alat Tangkap
Tarif (Rp)/GT
1 Bouke Ami (Stick Held Drift Net)/ bagan Apung
298.350
2 Bubu (Portable)
194.820
3 Huhate (Pole and Line)
338.880
4 Jaring Insang (Gilnet) Dasar Lion Bun
130.475
5 Jaring Insang (Gilnet) Dasar
235.780
6 Jaring Insang (Gilnet) Hanyut Pantai
250.516,25
7 Jaring Insang (Gilnet) Oseanik
231.093,75
8 Long Bag Set Net
208.250
9 Pancing Cumi (Squid Jingging)
104.100
10 Pancing Rawai Dasar (Botton Long Line)
408.720
11 Pancing Rawai Dasar (Botton Long Line) L.Jawa
354.093
12 Payang
104.656,50
13 Pukat Udang
394.031,30
14 Pukat Ikan ZEEI Arafura
912.789,50
15 Pukat Ikan ZEEI Laut Cina Selatan
495.913,65
16 Pukat Ikan ZEEI S.Hindia
654.404,63
17 Pukat Ikan ZEEI Selat Malaka
752.538,15
18 Purse Seine Pelagis Kecil 19 Purse Seine Pelagis Kecil L.Jawa
217.440 175.316,75
20 Purse Seine Pelagis Besar ZEEI LCS Tunggal
491.725
21 Purse Seine Pelagis Besar ZEEI LCS Kelompok
861.956
22 Purse Seine Pelagis Besar di Luar ZEEI LCS Tunggal
461.210
23 Purse Seine Pelagis Besar di Luar ZEEI LCS Kelompok
808.474
24 Purse Seine PK Armada (Penangkap)
217.440
25 Purse Seine PK Armada (light Boat)
217.440
26 Rawai Tuna (Tuna Longline)
817.900
52
No
Alat Tangkap
Tarif (Rp)/GT
27 Lampara Dasar
148.507
28 Cash Net
363.250
29 Hand Line Demersal
170.085
30 Hand Line Tuna
412.400
Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 Untuk PNBP yang bersumber dari imbal jasa UPT, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 menetapkan rumus perhitungan sebagai berikut: a.
Besarnya tarif atas jenis PNBP yang berasal dari jada pengadaan es, jasa cool room dan cold storage, jasa instalasi pengolahan air limbah, dan jasa instalasi pengambilan air laut bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut : T = HD + x T HD x
b.
: besarnya tarif yang dipungut : Harga Dasar : faktor penyesuai harga
Besarnya tarif atas jenis PNBP yang berasal dari pas langganan bulanan dihitung dengan rumus sebagai berikut : T = 50 % x TPH x 30 T : besarnya tarif yang dipungut TPH : Harga Dasar Tarif pas Harian
c.
Besarnya tair atas jenis PNBP yang berasal dari imbalan jasa pengadaan air dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1)
Berasal dari sumber sendiri (sumur bor) a) Dialirkan melalui pipa di dermaga/TPI dan tempat lainnya :
53
T = BP + (10 % x BP) T BP
: besarnya tarif yang dipungut : Biaya Pokok Jasa Pengadaan air
b) Melalui perahu air : T = BP + (10 % x BP) + BA T BP BA
2)
: besarnya tarif yang dipungut : Biaya Pokok Jasa Pengadaan air : Biaya angkut kapal
Berasal dari PDAM : a) Biaya Pokok PDAM T = TPDAM + (10 % x TPDAM) T TPDAM BA
b)
: besarnya tarif yang dipungut : Tarif air yang dipungut oleh PDAM : Biaya angkut kapal
Melalui pipa di dermaga/TPI dan tempat lainnya : T = TPDAM + (20% x TPDAM)
c)
Melalui perahu air : T = TPDAM + (20 % x TPDAM) + BA
d.
Besarnya tarif atas jenis PNBP yang berasal dari jasa pemakaian listrik dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1)
Generator milik pelabuhan : T = TPLN TPLN
: Tarif listrik yang dipungut oleh PLN
54
2)
Daya Milik PLN melalui instalasi milik Pelabuhan : T = TPLN + (10 % x TPLN)
3)
Daya Milik PLN melalui instalasi Perusahaan di Kawasan Pelabuhan Perikanan : T = TPLN + (5 % x TPLN)
e.
Besarnya tarif atas jenis PNBP yang berasal dari jasa pelatihan dihitung dengan rumus sebagai berikut : T = 2.5 % x Total nilai kontrak
f.
Besarnya tarif atas jenis PNBP yang berasal dari sewa peralatan pengolahan hasil perikanan dihitung dengan rumus sebagai berikut : T = (Harga Perolehan Barang : Umur ekonomis) x 30 %
B.
Pengendalian Internal terhadap PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap Periode 2009 s.d. 2012 Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah dan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Hall (2011), maka pelaksanaan 5 (lima) unsur pengendalian internal dalam pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap periode 2009 s.d. 2012 dapat dijelaskan sebagai berikut:
55
1.
Lingkungan pengendalian Pimpinan Ditjen Perikanan Tangkap dan pegawai yang terlibat dalam
pengeolaan PBNP sub sektor perikanan tangkap telah mampu menciptakan dan memelihara lingkungan yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Bahkan dalam survey yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2011, pelayanan perizinan yang bagian tidak terpisahkan dalam pemungutan PNBP telah menduduki urutan 10 (sepuluh) besar pelayanan publik yang berintegritas. Dari sisi struktur organisasi dan prosedur pendelegasikan tanggung jawab dan wewenang pun telah disusun dan dilaksankan dengan baik. Pengendalian internal terhadap PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap dilakukan secara berjenjang dari mulai satuan kerja pelaksana yakni Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan dan UPT lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, dimana pendelegsian wewenang dan tanggung jawab telah terdistribusi dengan baik dari mulai level kepala satuan kerja (direktur/kepala UPT), sampai pejabat eselon terendah dan staf. Pengelolaan
PNBP
sub
sektor
perikanan
tangkap
selanjutnya
dikoordinasikan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk kemudian bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap selanjutnya bertanggung jawab kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Di samping dilakukan oleh unit kerja internal lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, pengendalian internal dilakukan pula oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan.
56
Selanjutnya, dalam jenjang yang lebih tinggi, pengendalian PNBP sub sektor perikanan tangkap juga mendapat pengawasan eksternal oleh lembaga yang berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BKP). Sampai saat ini tidak ada temuan BKP yang mengindikasikan ketidakbenaran atau penyelewengan dalam pengelolaan PNBP sub sektor perikanan tangkap. Namun demikian, potensi penyelewengan akan selalu mungkin untuk dilakukan, sehingga pengendalian internal menjadi sangat penting. Namun demikian, dalam hal metode manajemen untuk menilai kinerja masih perlu ditingkatkan. Selain ukuran pencapaian target penerimaan, yang perlu dilakukan adalah survei kepuasan pelaku usaha terhadap pelayanan dalam pemungutan PNBP, sehingga hal ini menjadi instrumen pula dalam pengendalian internal. Dari hasil survei tersebut dapat menjadi masukan antara lain apakah mekanisme yang ada sudah efisien dan transpran, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah cukup memadai, apakah sumber daya manusianya masih perlu ditingkatkan, dan lain-lain. 2.
Penilaian risiko Resiko dapat timbul dalam pengelolaan PNBP sub sektor perikanan tangkap
antara lain: a. Perubahan pejabat atau staf baru yang belum memahami mekanisme PBNP; b. Sistem perizinan yang berubah sebagai akibat dari perubahan kebijakan; c. Sistem komputasi dan implementasi teknologi baru ke dalam proses pemungutan PNBP yang berdampak terhadap pemrosesan pemungutan; d. Restrukturisasi organisasi.
57
Penilaian resiko ini telah dilakukan dengan secara dini dan periodik mengevaluasi realisasi PNBP akibat dari perubahan-perubahan lingkungan manajemen tersebut. Hal ini dikoordinasikan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, khususnya Bagian Keuangan dan Umum. Dengan demikian, apabila ditemukan potensi tidak tercapainya target PNBP, dapat segera diidentifikasi
penyebabnya
dan
dilakukan
langkah-langkah
untuk
menanggulanginya. Demikian pula apabila terjadi adanya perubahan sistem perizinan dan sistem komputasi dilakukan sosialisasi terlebih dahulu sehingga diharapkan tidak menimbulkan resiko dalam pelaksananannya. Sosialiasi tersebut tidak hanya untuk kalangan internal, tetapi juga eksternal khususnya para pelaku usaha. 3.
Kegiatan pengendalian Kegiatan pengendalian telah dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk menangani berbagai resiko atau potensi resiko yang muncul. Efisiensi dan efektivitas dari kegiatan pengendalian PNBP sub sektor perikanan tangkap masih bisa terus ditingkatkan dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana yang tersedia. 4.
Informasi dan komunikasi Sistem informasi dan komunikasi berupa record dan metode dalam
pemungutan PNBP telah dilakukan mulai dari saat memulai, mengidentifikasi, menganalisis, mengklasifikasi, melaksanakan, dan mencatat pemungutannya. Sistem yang ada telah dapat melakukan hal-hal antara lain:
58
a. Mengidentifikasi dan mencatat semua pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap secara valid; b. Menyediakan informasi secara tepat waktu mengenai pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap; c. Secara akurat mengukur nilai dari pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap; d. Secara akurat mencatat berbagai transaksi periode waktu pelaksanaan. Namun demikian, untuk meningkatakan pengelolaan informasi dan komunikasi, diperlukan sistem yang lebih terintegrasi dengan penggunaan sistem komputasi yang lebih baik. Dapat pula dibentuk suatu control room di ruang pimpinan, sehingga informasi dapat disajikan semakin cepat dan akurat. Dengan demikian hal ini semakin memudahkan pimpinan untuk melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya. 5.
Pemantauan Pemantauan dalam pelaksanaan pemungutan PNBP sub sektor perikanan
tangkap telah dilakukan untuk menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa apabila terdapat rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti. Secara substantif pengendalian internal dalam pengelolaan PNBP sub sektor perikanan tangkap terutama dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: a. Prosedur pemungutan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta tidak adanya penyimpangan dari ketentuan tersebut;
59
b. Struktur organisasi dari satuan kerja yang melakukan pemungutan PNBP. Apabila struktur organisasi yang ada sudah dianggap kurang mendukung terhadap pelaksanaan kegiatan, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat mengajukan perubahan struktur organisasi kepada Kementerian Pendayaan Aparaturan Negara dan Reformasi Birokrasi; c. Realisasi penerimaan dibandingkan terhadap target yang telah ditetapkan. Saat ini realisasi penerimaan PNBP telah menjadi salah satu indikator kinerja Ditjen Perikanan Tangkap, khususnya untuk satuan kerja yang yang melakukan pemungutan PNBP; d. Evaluasi terhadap tarif yang berlaku serta harga patokan ikan yang digunakan. Apabila ketentuan yang ada terhadap kedua hal tersebut sudah dianggap kadaluarsa serta sudah tidak sesuai kondisi riil yang ada (inflasi dan lain-lain) maka Ditjen Perikanan Tangkap dapat melakukan revisi terhadap ketentuanketentuan tersebut. Revisi dimaksud pada gilirannya dapat meningkatkan PNBP. Dari keempat substansi pengendalian internal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode 2009 s.d 2012 tidak ditemukan adanya pemungutan yang tidak sesuai prosedur. Demikian pula dengan struktur organisasi yang ada masih dipandang cukup mampu menampung kebutuhan. Terkait realisasi penerimaan dapat disampaikan pada bagian selanjutnya. Sedangkan mengenai perhitungan tarif dan harga patokan ikan, Ditjen Perikanan Tangkap tengah mengusulkan adanya perubahan mengingat peraturan yang ada sudah cukup lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi riil. Usulan
60
perubahan ini pada saatnya diharapkan akan mampu menambah penerimaan negara dari PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap. Secara substantif, secara umum pemunutan PNBP telah memenuhi tujuan dari pengendalian internal sebagaimana dijelaskan Harrison Jr. at.al (2011:233), yakni: a. Menjaga aset, sehingga tidak terjadi pemborosan, inefisiensi, dan kecurangan; b. Memfasilitasi seluruh staf pelaksanan pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap untuk mengikuti kebijakan dan ketentuan yang berlaku; c. Mengupayakan efisiensi dalam operasional; d. Memastikan catatan pemungutan PNBP sub sektor perikanan tangkap yang akurat dan dapat diandalkan; e. Menaati segala persyaratan hukum dan perundang-undanganan yang berlaku.
C.
Tingkat Keefektifan Kebijakan PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap Periode 2009 s.d. 2012 Tingkat efektivitas PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap dapat dianalisis
dengan membandingkan antara target penerimaan dengan realisasi yang dicapai pada tahun yang bersangkutan serta membandingkan terjadinya kenaikan atau penurunan PNBP per tahun yang diwakili dengan data periodik (time series) pada rentang tahun 2009 s.d. 2012. Selanjutnya sebagaimana tersaji pada tabel berikut ini.
61
Tabel 4.3 Target PNBP Non SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap per Satuan Kerja Tahun 2009 s.d. 2012
NO
SATUAN KERJA (SATKER)
TARGET (RP) 2009
2010
2011
2012
1
PPS Nizam Zachman
1.166.000.000
1.430.003.000
1.440.288.000
2.381.808.000
2
PPS Kendari
1.546.000.000
2.883.000.000
2.727.000.000
3.374.000.000
3
PPS Belawan
248.400.000
252.202.000
149.510.000
164.752.000
4
PPS Cilacap
603.262.500
633.500.000
335.933.000
360.764.000
5
PPS Bungus
162.000.000
175.000.000
180.000.000
283.767.000
6
PPS Bitung
60.000.000
60.500.000
146.365.000
251.400.000
7
PPN Pl.Ratu
130.520.000
182.503.000
250.000.000
225.551.000
8
PPN Kejawanan
208.537.500
219.000.000
213.221.000
225.031.000
9
PPN pekalongan
201.323.500
304.950.000
66.540.000
71.200.000
10
PPn Prigi
63.960.000
67.200.000
42.366.000
81.106.000
11
PPN Brondong
52.000.000
100.821.000
106.510.000
117.935.000
12
PPN Sibolga
300.000.000
305.000.000
282.667.000
233.723.000
13
PPN Tjg Pandan
300.000.000
279.050.000
234.802.000
254.037.000
14
PPN Sungailiat
100.360.000
111.700.000
114.331.000
250.037.000
15
PPN Pemangkat
36.400.000
36.996.000
44.500.000
54.200.000
16
PPN Ambon
475.000.000
482.000.000
513.971.000
632.703.000
17
PPN Tual
368.283.500
386.700.000
446.630.000
268.892.000
18
PPN Ternate
343.753.000
389.050.000
400.309.000
452.726.000
19
PPN Pengambengan
200.000.000
132.900.000
61.000.000
67.099.000
20
PPP Teluk Batang
41.200.000
42.000.000
56.806.000
62.489.000
21
PPP
39.000.000
39.500.000
45.344.000
49.879.000
62
NO
SATUAN KERJA (SATKER)
TARGET (RP) 2009
2010
2011
2012
Karangantu 22
BBPPI semarang Jumlah
104.000.000
104.760.000
95.284.000
95.284.000
6.750.000.000
8.618.335.000
7.953.377.000
9.959.303.000
Sumber : hasil pengolahan data
Setelah mengetahui target, selanjutnya Realisasi PNBP Non SDA sub sektor perikanan tangkap per satuan kerja tahun 2009 s.d 2012 tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 4.4 Realisasi PNBP Non SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap per Satuan Kerja Tahun 2009 s.d 2012
NO
SATUAN KERJA (SATKER)
REALISASI (RP) 2009
2010
2011
2012
1
PPS Nizam Zachman
1,532,962,682
1,883,228,204
1,932,083,000
2,104,741,000
2
PPS Kendari
1,531,198,832
2,975,266,848
3,158,710,000
3,402,835,000
3
PPS Belawan
236,471,705
258,260,388
252,021,000
216,309,000
4
PPS Cilacap
763,538,583
398,836,013
453,446,000
636,765,000
5
PPS Bungus
216,046,742
259,940,213
365,580,000
454,272,000
6
PPS Bitung
330,977,674
322,407,067
381,121,000
255,268,000
7
PPN Pelabuhanratu
283,965,588
301,357,600
254,845,000
352,092,000
8
PPN Kejawanan
152,388,238
222,422,483
203,970,000
248,511,000
9
PPN pekalongan
321,849,226
196,110,594
360,792,000
506,803,000
10
PPN Prigi
564,768,524
312,762,232
308,543,000
331,753,000
11
PPN Brondong
147,659,300
117,149,124
147,809,000
150,394,000
63
NO
REALISASI (RP)
SATUAN KERJA (SATKER)
12
PPN Sibolga
13
PPN Tjg Pandan
14
2009
2010
2011
2012
118,147,113
147,125,926
282,134,000
389,877,000
39,049,765
59,247,600
64,539,000
76,151,000
PPN Sungailiat
488,351,018
518,776,704
515,478,000
673,898,000
15
PPN Pemangkat
298,996,307
79,723,053
90,275,000
32,951,000
16
PPN Ambon
468,289,079
370,519,691
480,933,000
601,638,000
17
PPN Tual
68,905,627
28,172,070
45,533,000
69,072,000
18
PPN Ternate
122,872,862
148,666,110
145,718,000
211,489,000
19
PPN Pengambengan
145,210,576
76,967,026
99,222,000
76,768,000
20
PPP Teluk Batang
796,617,738
497,223,291
39,312,000
113,288,000
21
PPP Karangantu
106,629,453,000
92,805,750
71,167,000
66,445,000
22
BBPPI semarang
230,850,938,000
279,005,389
309,999,000
331,637,000
8,965,748,570
9,545,973,376
9,961,240,000
11,302,957,000
Jumlah Total
Sumber : hasil pengolahan data
Apabila dikompilasikan, target dan realisasi PNBP Non SDA sub sektor perikanan tangkap dapat disajikan sebagaimana tabel berikut ini. Tabel 4.5 Target dan Realisasi PNBP Non SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2009 s.d 2012 TAHUN
TARGET (Rp MILYAR)
REALISASI (Rp MILYAR)
PERSENTASE (%)
2009
6,75
8,956
132,69
2010
8,618
9,545
110,76
2011
7,953
9,961
125,25
2012
9,959
11,302
113,49
Sumber : hasil pengolahan data
64
Dari tabel di atas dapat diukur tingkat efektitivitas PNBP dengan cara membandingkan realisasi yang dapat dicapai terhadap target yang telah ditetapkan, sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Devas, sebagai berikut: Efektivitas =
Realisasi Penerimaan Target Penerimaan
x 100%
Dengan rumus dimaksud, diperoleh hasil per tahun sebagai berikut: a.
Untuk tahun 2009, target PNBP Non SDA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan beserta DPR, adalah sebesar Rp. 6.750.000.000,00, sedangkan realisasi yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp.8.956.000.000,00 sehingga ketika dimasukkan dalam rumus Devas, hasilnya adalah : Rp 8.956.000.000,00 Rp 6.750.000.000,00
x 100% = 1,33
Dengan demikian pada tahun 2009 tingkat evektivitas PNBP non SDA sub sekor perikanan tangkap telah cukup baik karena angkanya di atas 1 (satu) sehingga realisasi yang diperoleh telah di atas target yang telah ditetapkan. b.
Untuk tahun 2010, target PNBP Non SDA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan beserta DPR, adalah sebesar Rp. 8.618.000.000,00, sedangkan realisasi yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp.9.545.000.000,00 sehingga ketika dimasukkan dalam rumus Devas, hasilnya adalah: Rp 9.545.000.000,00 Rp 8.618.000.000,00
x 100% = 1,10
65
Dengan demikian pada tahun 2010 tingkat evektivitas PNBP non SDA sub sekor perikanan tangkap telah cukup baik karena angkanya di atas 1 (satu) sehingga realisasi yang diperoleh telah di atas target yang telah ditetapkan. Namun demikian, tingkat efektivitasnya menurun dari tahun 2009 dimana angka yang diperoleh hanya 1,10. Meskipun secara nominal mengalami peningkatan dari Rp 8,956 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp 9,545 milyar pada tahun 2010, namun secara keefektifan antara target yang ditetapkan dengan realisasi yang diperoleh mengalami penurunan. c.
Untuk tahun 2011, target PNBP Non SDA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan beserta DPR, adalah sebesar Rp. 7.953.000.000,00, sedangkan realisasi yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp.9.961.000.000,00 sehingga ketika dimasukkan dalam rumus Devas, hasilnya adalah: Rp 9.961.000.000,00 Rp 7.953.000.000,00
x 100% = 1,25
Dengan demikian pada tahun 2011 tingkat evektivitas PNBP non SDA sub sekor perikanan tangkap telah cukup baik karena angkanya di atas 1 (satu) sehingga realisasi yang diperoleh telah di atas target yang telah ditetapkan. Namun demikian, tingkat efektivitasnya masih tetap di bawah tahun 2009. Meskipun secara nominal mengalami peningkatan dari Rp 8,956 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp 9,961 milyar pada tahun 2011, namun secara keefektifan antara target yang ditetapkan dengan realisasi yang diperoleh mengalami penurunan.
66
d.
Untuk tahun 2012, target PNBP Non SDA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan beserta DPR, adalah sebesar Rp. 9.959.000.000,00, sedangkan realisasi yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp.11.302.000.000,00 sehingga ketika dimasukkan dalam rumus Devas, hasilnya adalah: Rp 11.302.000.000,00 Rp 9.959.000.000,00
x 100% = 1,13
Dengan demikian pada tahun 2011 tingkat evektivitas PNBP non SDA sub sekor perikanan tangkap telah cukup baik karena angkanya di atas 1 (satu) sehingga realisasi yang diperoleh telah di atas target yang telah ditetapkan. Namun demikian, tingkat efektivitasnya masih tetap di bawah tahun 2009. Meskipun secara nominal mengalami peningkatan dari Rp 8,956 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp 11,302 milyar pada tahun 2012, namun secara keefektifan antara target yang ditetapkan dengan realisasi yang diperoleh mengalami penurunan. Jika dilihat dari hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan PNBP Non SDA sub sektor perikanan tangkap tahun 2009 s.d 2012 adalah sebagai berikut: a. Secara nominal, PNBP Non SDA sub sektor perikanan tangkap tahun 2009 s.d. 2012 terus mengalami peningkatan, yakni dari Rp 8,956 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp 11,302 milyar pada tahun 2012. Dengan demikian, nilai terbesar diraih pada tahun 2012. b. Dari sisi teori efektivitas, pencapaian terbaik diraih tahun 2009, dengan nilai 1,33, artinya realisasi yang berhasil dicapai jauh melebihi target yang telah ditetapkan.
67
Grafik target dan realisasi PNBP Non SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap periode 2009 s.d. 2012 sebagaimana tersaji pada gambar berikut. Rp milyar
15 12 9
target 6
realisasi
3 0
2009
2010
2011
2012
Sumber : hasil pengolahan data
Gambar 4.2 Target dan Realisasi PNBP Non SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2009 s.d. 2012 Sementara itu, PNBP sub sektor perikanan tangkap yang berasal dari Sumber Daya Alam (SDA), dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 4.6 Target dan Realisasi PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2009 s.d 2012 Tahun
Target (Rp) PPP PHP
Realisasi (Rp) PPP PHP
Persentase PPP PHP
2009
22.560.000.000
127.440.000.000
5.882.007.800
85.861.426.820
26,07
67,37
2010
22.560.000.000
127.440.000.000
150.000.000.000
277.440.000.000
20,40
68,44
2011
22.560.000.000
127.440.000.000
5.125.103.100
178.297.940.700
22,72
139,91
2012
9.533.100.000
140.466.900.000
4.057.682.400
211.431.445.100
42,56
150,52
Sumber : hasil pengolahan data
68
Tabel di atas dapat lebih disederhanakan dengan hanya membandingkan target dan realisasinya untuk setiap tahun sehingga akan lebih memudahkan dalam membaca dan menganalisisnya. Selengkapnya sebagaimana tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 4.7 Ringkasan Target dan Realisasi PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2009 s.d 2012 TAHUN
TARGET (Rp MILYAR)
REALISASI (Rp MILYAR)
PERSENTASE(%)
2009
150
91,74
61,16
2010
150
91,81
61,21
2011
150
183,42
122,28
2012
150
215,48
143,66
Sumber : hasil pengolahan data
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : a.
PNBP SDA sub sektor perikanan tangkap periode 2009 s.d. 2012 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penerimaan tertinggi berhasil dicapai pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 215.480.000.000,00;
b.
Tingkat efektitivitas PNBP SDA sub sektor perikanan tangkap diukur dengan membandingkan realisasi dengan target yang telah ditetapkan, sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Devas, sebagai berikut: Efektivitas =
Realisasi Penerimaan Target Penerimaan
x 100%
Dengan menggunakan teori tersebut diperoleh data bahwa efektivitas penerimaan PNBP SDA sub sektor perikanan tangkap tahun 2009 dan 2010 sangat rendah yakni 61,16% pada tahun dan 61,21% pada tahun 2010. Namun
69
demikian, hal itu mendapat respon yang sangat baik dari institusi pengelola dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, dimana efektivitas penerimaan PNBP SDA sub sektor perikanan tangkap pada tahun 2011 dan 2012 dapat naik drastis yakni masing-masing sebesar 122,28% dan 143,26%. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat digambarkan pada grafik target dan realisasi PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap tahun 2009 s.d 2012 sebagaimana gambar berikut ini.
250
Rp Milyar
200
150 target 100
realisasi
50
0
2009
2010
2011
2012
Sumber : hasil pengolahan data
Gambar 4.3 Target dan Realisasi PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2009 s.d 2012
70
D.
Kepatuhan Pengelolaan PNBP Sub Sektor Perikanan Tangkap Periode 2009 s.d. 2012 Kepatuhan pengelolaan PNBP difokuskan pada ketaatan seluruh pihak yang
terlibat dalam pemungutan PNBP tersebut terhadap peraturan-peraturan yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
nomor
3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan disebutkan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Penyetoran langsung ke Kas Negara dilakukan melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Bendahara Umum Negara (BUN) atau apabila tidak tersedia Bank Persepsi dapat melalui bendahara penerimaan untuk kemudian secepatnya disetorkan ke Kas Negara. PNBP yang telah dipungut dan ditagih wajib dilaporkan secera tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir. Selengkapnya jadwal pelaporan realisasi PNBP sebagaimana tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 4.8 Jadwal Pelaporan Realisasi PNBP No 1 2 3 4 Sumber
Periode Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV :
Jangka Waktu Januari - Maret April- Juni Juli - September Oktober - Desember
Batas Waktu penyerahan 30 April 31 Juli 31 Oktober 31 Januari
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan
71
Di samping itu, menurut Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor: S-389/SJ/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-05/ PJ.12/2006 tentang laporan Realisasi PNBP, Instansi Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyampaikan Laporan Bulanan realisasi PNBP setiap tanggal 10 bulan berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Biro Perencanaan dan Keuangan serta tembusan disampaikan kepada Sekretaris Direktur Jenderal Pajak u.p Kepala Bagian Keuangan. Terkait dengan tata cara pemungutan, secara umum PNBP sub sektor perikanan tangkap dipungut melalui dua cara sebagai berikut: 1.
Untuk PNBP yang bersumber dari non SDA, pemungutannya dikumpulkan oleh bendahara penerimaan pembantu masing-masing UPT untuk kemudian disetorkan setiap akhir hari kerja saat PNBP diterima ke Kas Negara. Kecuali oleh sebab lain yang mengakibatkan PNBP tidak bisa disetor pada hari itu juga, misalnya karena PNBP diterima pada hari libur, layanan bank yang tidak sekota dengan kedudukan Bendahara Penerimaan dan lain-lain, akan diberi toleransi paling lama 1 (satu) minggu untuk segera menyetorkan ke Kas Negara. Sebagai contoh PNBP dari imbal jasa pas masuk pelabuhan, untuk kendaraan roda 4 (empat) yang memasuki pelabuhan akan dikenakan biaya sebesar Rp 1.200 ditambah jumlah penumpang dalam mobil tersebut per orangnya dikenai biaya Rp 100. Petugas tinggal menghitung berapa jumlah kendaraan yang masuk ke pelabuhan tiap harinya kemudian dikalikan
72
dengan tarif yang berlaku. Jumlah total penerimaan per hari ini yang kemudian harus disetor ke Kas Negara sebagai PNBP. Bendahara masing-masing UPT harus membuat rekap laporan PNBP untuk dilaporkan ke kantor pusat setiap bulan. Dari kompilasi laporan seluruh UPT itu, bendahara penerimaan pusat akan membuat laporan kepada Pimpinan Instansi untuk kemudian dilaporkan ke Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Biro Keuangan Sekretariat Jenderal. Biro Keuangan selanjutnya melakukan rekapitulasi total PNBP untuk seluruh unit Eselon I lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan. 2.
Untuk PNBP yang bersumber dari SDA, dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Pemohon izin usaha (SIUP, SIKPI, SIPI) kapal perikanan berukuran di atas 30 GT mengajukan dokumen baru/perpanjangan ke kantor Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Seperti diketahui, khusus untuk kapal perikanan berukuran di bawah 30 GT, perizinannya menjadi kewenangan Provinsi/Kabupaten/Kota).
b.
Petugas verifikasi dokumen akan meneliti kelengkapan dokumen untuk kemudian diproses lebih lanjut. Berdasarkan rumus pengenaan tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2006, dapat dihitung besarnya pungutan yang dibebankan kepada pemohon. Apabila telah selesai, selanjutnya dikeluarkan SPP (Surat Perintah Pembayaran) PHP/PPP;
73
c.
Pemohon menyetor sendiri kewajiban pembayaran PHP/PPP kepada bank yang telah ditunjuk (Bank Persepsi) yakni Bank Mandiri, Bank Bukopin, atau Bank BNI sesuai jumlah nominal yang tersebut dalam SSBP ( Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak);
d.
Dengan bukti tanda pelunasan pembayaran pungutan yang telah divalidasi oleh pihak bank dan telah memperoleh paraf lunas dari petugas, maka izin usaha baik SIUP, SIPI atau SIKPI baru bisa diterbitkan.
Pengendalian terhadap kepatuhan penyetoran PNBP sub sektor perikanan dapat diawasi melalui bukti-bukti pungutan dengan jumlah setoran dalam SSP/SSBP. Melalui sistem pungutan di atas, potensi terjadinya kecurangan akan lebih banyak terjadi pada pungutan PNBP non SDA (imbal jasa UPT). Kecurangan akan lebih mudah dilakukan oleh petugas pemungut atau bendahara penerimaan. Hal ini terjadi karena ada interaksi antara penerima layanan dengan petugas pemungut dan bendahara penerima. Sementara itu, untuk PNBP SDA, petugas pemungut tidak berinteraksi langsung dengan uang yang disetorkan oleh penerima layanan. Hal ini karena penerima layanan melakukan penyetoran langsung ke bank persepsi. Namun demikian, potensi kecurangan tetap dapat terjadi sehingga pengendalian internal tetap sangat diperlukan. Mekanisme Penyetor PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap sebagaimana terjadi pada gambar berikut ini.
74
BANK PERSEPSI NO
URAIAN
SUBDIT TPPI
PELAKU USAHA (BANK MANDIRI)
1
Setelah dokumen diverifikasi kemudian akan diterbitkan SPP PPP/PHP
2
Cetak
SPP
Setelah SPP PPP/PHP diterbitkan akan diserahkan kepada Pelaku Usaha untuk
SPP
SPP
dibayarkan ke Bank Mandiri akan menyerahkan kembali SSBP lembar ke 5 yang telah divalidasi dan registrasi 3
Penerimaan SSBP lembar 5 yang telah divalidasi dan registrasi beserta foto SSBP dari pelaku usaha tersebut
SPP
SSBP 5
dicap tanggal penerimaan dan diparaf oleh petugas Ditjen PT 4
Pencetakan Tanda Pelunasan setelah SSBP diserahkan dan diinput selanjutnya ditandatangani kemudian
Tanda Lunas
SSBP 5
diserahkan ke pelaku usaha Sumber: Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan (2012)
Gambar 4.4 Mekanisme Penyetor PNBP SDA Sub Sektor Perikanan Tangkap