41 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisa data dan pembahasan dimana langkah-langkah pengerjaannya sesuai dengan apa yang diuraiakan dalam metodologi. Sebelum melakukan penyusunan fault tree analysis maka dilakukan analisa terhadap kegagalan start berdasarkan literatur dan referensi serta kondisi real yang terjadi di KM Caraka Jaya Niaga III-31. Dalam melakukan penyusunan fault tree analysis ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu : o Mendefinisikan problem dan batasan dari sistem yang akan dianalisa. o Penyusunan / pengkonstruksian fault tree o Pengidentifikasi minipal cut set. Adapun penjelelasan dari masing–masing item dalam pembahasan kali ini adalah sebagai berikut : 4.1
Analisa kegagalan astern start. Engine yang digunakan sebagai penggerak utama kapal secara umum mempunyai daya (power) yang relatif besar. Untuk engine dengan power yang besar ini, sistem start yang digunakan adalah direct starting system yaitu dengan menggunakan udara bertekanan yang diinjeksikan ke engine dengan alasan efektifitas. Sistem start dengan udara bertekanan ini menjadi efektif karena space yang diperlukan untuk peralatan starting system tidak begitu besar dibanding dengan sistem start yang lain. Untuk reversible diesel engine sistem start yang digunakan pun tidak ada perbedaan. Hanya saja yang menjadikan engine itu dapat berputar balik adalah pengaturan camshaft pada engine tersebut. Pada dasarnya hal-hal yang menyebabkan terjadinya kegagalan pada starting engine dengan menggunakan udara bertekanan ada beberapa hal yaitu.: 1. Sistem bahan bakar engine (fuel oil system) 2. Sistem udara bertekanan (starting air system)
41
42 3. Engine. Ketiga hal di atas adalah hal pokok yang bersifat umum dan masih bisa lagi diturunkan menjadi hal-hal yang lebih sederhana (basic) dan lebih detail. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan pada penjelasan berikut ini. 4.1.1 Sistem bahan bakar (fuel oil system) Sistem bahan bakar adalah suatu sistem yang mensupplai bahan bakar ke engine. Di kapal sistem ini berdiri sendiri untuk mensupplai bahan bakar yang umumnya dari storage tank ke engine. Storage tank yang ada di kapal pada umumnya terletak di double bottom dan kapasitas yang disediakan biasanya dalam volume yang besar. Hal ini didesign demikian karena engine di kapal membutuhkan power yang besar dan waktu perjalanan biasanya relatif lama, maka dari itu dibutuhkan berbagai macam tangki untuk sistem bahan bakar tersebut. Komponen-komponen yang ada pada sistem bahan bakar ini pun bermacam-macam tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan. Komponen untuk engine dengan bahan bakar HFO (heavy fuel oil) tentunya mempunyai lebih banyak peralatan. Treatment yang dilakukanpun banyak dari pada engine dengan menggunakan bahan bakar HSD (high speed diesel) karena bahan bakar HFO ini lebih kental (viskositas lebih tinggi) dan lebih kotor dari pada HSD. Kriteria atau requirement yang diminta oleh engine terkait dengan starting ada beberapa macam. Jika requirement itu tidak terpenuhi maka sistem sudah dipastikan menjadi gagal. Sebagai salah satu contoh requirement yang diminta oleh Mitsui B&W untuk bahan bakar HFO adalah viskositas pada suhu 1000C adalah >55 cst dan pada suhu 500C adalah >700 cst. Jika requirement tersebut tidak dipenuhi maka akan terjadi kegagalan dalam starting sistem. Untuk komponen-komponen yang ada pada sistem bahan bakar ini pada umumnya terangkai secara seri, walaupun ada yang diparalel juga misalkan saja
43 pompa, akan tetapi jika ada satu saja komponen yang gagal maka sistem sudah menjadi dipastikan gagal. Engine di Caraka Jaya Niaga III-31 didesign dengan bahan bakar HSD (solar). Dengan hal ini peralatan dan treatment yang dilakukan pada bahan bakar pun tidak begitu banyak dan rumit. Untuk sistem start engine sebetulnya lebih mudah karena flash point dari HSD lebih rendah dari pada HFO yang merupakan requirement dari engine. Kualitas HSD pun lebih bagus dari pada HFO. Beberapa peralatan yang ada untuk sistem bahan bakar di Caraka Jaya Niaga III-31 adalah: 1.
Storage tank Storage tank adalah tangki penyimpanan bahan bakar di kapal. Di kapal Caraka Jaya Niaga III-31 lokasi storage tank berada di doubble bottom. Bahan bakar yang disuplay dalam jumlah besar biasanya disimpan di storage tank ini. Untuk volumenya di Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebesar 61,6 m3 dan berjumlah dua buah tangki yang masing-masing di starboard dan portside. 2.
Setling tank Settling tank yaitu suatu tangki yang digunakan untuk mengendapkan bahan bakar. Tujuan pengendapan ini tidak lain adalah untuk membuat bahan bakar menjadi bersih, karena kotoran-kotoran sudah mengendap dibawah tangki. Biasanya settling tank ini terdapat pada kapal yang menggunakan bahan bakar HFO, akan tetapi di Caraka Jaya Niaga III-31 yang menggunakan bahan bakar HSD juga terdapat settling tank ini, tujuannya juga tetap sama yaitu agar bahan bakar yang masuk ke engine dalam keadaan benar-benar bersih. Volume dari settling tank ini adalah 4,4 m3. Foto dari settling tank di KM Caraka Jaya Niaga III-31 yang diambil pada waktu kerja praktek adalah seperti berikut :
44
Gambar 4.1 Settling tank 3.
Service tank Service tank adalah tangki pelayanan atau penyediaan bahan bakar untuk engine. Dari service tank inilah bahan bakar disuplaikan ke engine. Setelah bahan bakar dari settling tank diendapkan, barulah kemudian disalurkan ke service tank ini. Untuk volume service tank di Kapal Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebesar 2,2 m3 untuk main engine. Gambar dari service tank di KM Caraka Jaya Niaga III-31 adalah seperti berikut :
Gambar 4.2 Service tank 4.
Transfer pump Yaitu pompa utama yang digunakan untuk memompa bahan bakar dari storage tank ke setling tank. Pompa inilah yang kesehariannya digunakan. Spesifkasinya adalah sebagai berikut: Jumlah : 1( satu ) buah Type : Electrical Horizontal Gear Kapasitas : 2.0 m3/h Disc Press : 2 kg/cm2
45 Head Daya Rpm
: 5 meter : 1.5 kW : 1000
Gambar 4.3 Main fuel oil transfer pump(yang besar) 5.
Service pump Yaitu suatu pompa yang menyuplai bahan bakar dari service tank ke engine. Spesifikasi dari pompa ini adalah sebagai berikut: Jumlah : 2 buah Type : El. H.Gear. Capasitas : 2.7 m3/h Tekanan disc : 10kg/cm2 Motor : 2,2 Kw,1000 rpm
Gambar 4.4 Fuel oil supply pump
46 6.
Fuel oil purifier Pada supply system terdapat proses pemisahan kotoran dengan bahan bakar, proses ini berlangsung di purifier. Separator purifier yang digunakan dalam perencanaan ini terdapat 1 buah, Adapun spesifikasi dari separator yang digunakan untuk bahan bakar solar pada kapal ini adalah sebagai berikut : FO Purifier Jumlah : 1 ( satu ) buah Type : Electrical Central self cleaning Kapasitas : 350 l/h Daya : 1.5 kW Rpm : 1500 Oil visc at 50o 20 cst : 180
Gambar 4.5 Purifier 7.
Filter Yaitu filter yang digunakan ketika bahan bakar akan masuk ke main engine. Filter ini bertujuan untuk memastikan bahan bakar yang masuk dalam keadaan bersih tanpa adanya kotoran sekecil apapun karena jika terdapat kotoran maka dapat merusak engine dam membuat kinerja engine menjadi tidak maksimal. Selain itu juga membuat kinerja pelumas menjadi berat karena
47 proses pembersihan akibat bahan bakar yang kotor. Di Caraka filter yang ada adalah sebagai berikut:
Gambar 4.6 Filter Ketika engine dalam keadaan ahead (putaran maju) semua peralatan dalam sistem bahan bakar berjalan dengan baik tanpa adanya suatu problem. Dengan kata lain berarti semua peralatan yang terkait dengan sistem bahan bakar tersebut tidak ada masalah karena engine dapat distart dengan baik untuk ahead (putaran maju). Akan tetapi pada saat putaran mundur sering terjadi problem starting. Pada saat proses starting dari ahead ke astern kita sama sekali tidak ada perlakuan yang berbeda dalam sistem bahan bakarnya. Jadi dalam hal ini sistem bahan bakar tidak ada perbedaan antara ahead starting dan astern starting. Jika permasalahan bahan bakar terjadi pada astern starting maka pada proses ahead starting pasti juga ada masalah. Akan tetapi pada kasus ini ahead starting tidak ada masalah sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem bahan bakar ini dalam keadaan bagus. Dan sistem bahan bakar ini bukanlah penyebabkan kegagalan astern starting.
48 4.1.2 Sistem udara bertekanan (starting air system) Sistem udara bertekanan adalah salah satu contoh sistem direct start yang biasanya dipakai pada engine yang berdaya besar. Engine di Caraka Jaya Niaga III-31 juga menggunakan sistem start dengan udara bertekanan ini. Peralatan yang ada pada sistem ini juga tersusun secara seri. Kharakteristik yang ada juga hampir sama dengan sistem bahan bakar yaitu komponenkomponen penyusun sistem tersusun secara seri. Jika salah satu komponen gagal maka sistem menjadi gagal. Untuk requirement yang diminta pada sistem udara bertekanan ini adalah sebagai berikut: 1. Starting Air Compressor Kapasitasnya dihitung sesuai dengan kebutuhan di kapal dan mampu mensupplai tekanan sampai 30 bar. Berdasarkan aturannya minimal harus ada 2 Air Compressor yang harus dipasang di kapal. Spesifikasi yang ada di kapal KM Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebagai berikut : Lokasi : platform Jumlah : 2 buah Type : El. Vertikal,recuproc. Capasitas : 39 m3/h Tekanan disc : 30kg/cm2 Motor : 11 Kw,750 rpm
Gambar 4.7 Kompressor
49 2. Starting Air Receiver Tekanan dari starting air receiver ini harus mampu menahan tekanan sebesar 30 bar dan untuk menjaga keselamatan biasanya dipasang safety valve. Jika ada tekanan berlebih pada tangki maka safety valve ini akan terbuka dengan sendirinya. Spesifikasi yang ada di kapal KM Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebagai berikut : Lokasi : Platform Jumlah : 2 buah Type : silinder. Capasitas : 1,2 m2 Tekanan disc : 30kg/cm2
Gambar 4.8 Botol angin 3. Reducing Station Adalah station untuk menurunkan tekanan sebelum udara diinjeksikan ke engine. Tekanan yang diturunkan adalah dari 30 bar menjadi 7 bar dengan toleransi sebesar ±10%. Dan kapasitasnya adalah sebesar 0.023 m3/s. filter yang digunakan mempunyai kekasaran sebesar 100 µm.
50
Gambar 4.9 Reduction station 4. Reducing valve Adalah valve yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dari 30 bar menjadi 7 bar dengan toleransi ±10%. Kapasitas yang ada sebesar 0.043 m3/s. 5. Start Air Inlet Yaitu valve tempat masuknya udara bertekanan ke ruang bakar. Biasanya sudah diberi tanda khusus yaitu dengan menggunakan warna. Udara yang diinjeksikan diatur di tempat ini. Pengaturannya sudah terjadi secara otomatis
Gambar4.10 Rtarting valve 5. Safety Valve Ketika main air compresor difungsikan untuk mengisi main air receiver, maka bisa terjadi tekanan berlebih di dalam tangki. Disamping itu juga perlu diketahui bahwa air receiver juga ada batas tekanan tertentu yang bisa tampungnya. Maka dari itu udara yang diisikan tidak boleh melebihi batas tekanan tersebut. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan adanya safety valve yang bisa mengatur batas tekanan yang diijinkan. Jika udara yang
51 ditampung sudah melebihi batas tekanannya, maka udara tersebut akan dikeluarkan melalui safety valve ini atau dengan kata lain jika tekanannya melebihi batas maka safety valve akan terbuka. Dengan cara ini maka kemungkinan dari air receiver meledak gara-gara kelebihan tekanan.
Gambar 4.11 Safety valve di main air receiver Rules yang ada di kapal adalah untuk kapal reversible engine udara bertekanan harus mampu digunakan untuk 12 kali start, sedangkan untuk non-reversible engine mampu untuk 6 kali start. Pada saat melakukan starting engine,ada beberapa prosedur yang harus dijalankan. Prosedur yang biasanya dilakukan oleh ABK saat kapal akan melakukan starting untuk Main Engine adalah sebagai berikut: 1. Pastikan kran indikator dalam keadaan terbuka 2. Tutup kran cerat Scaving Air dan kran cerat udara start 3. Jalankan pompa Lubricating Oil dan atur tekanan 2,8 kg / cm2 4. Buka kran manuver dan kran exhaust valve 5. Torn mesin selama 15 menit 6. Pastikan torn terlepas dari Fly Wheel 7. Buka kran udara start 8. Menyalakan Auxiliary Blower 9. Blow up main engine
52 10. 11. 12. 13. 14.
Tutup kran indikator Jalankan pompa bahan bakar Atur tekanan Manuver Syst Cont Air pada 7 kg / cm2 Tutup kran exhaust valve Main engine siap untuk di start Secara garis besar gambar rangkaian dari sistem start di kapal KM Caraka adalah sebagai berikut:
Gambar 4.12 Starting air system
53 Semua peralatan sistem udara bertekanan yang ada di kapal KM Caraka Jaya Niaga III-31 mulai dari compressor,air receiver, reducing station, reducing valve, safety valve, start air inlet dapat berfungsi dengan baik. Hal ini bisa diketahui pada waktu digunakan untuk start maju tidak ada suatu masalah. Dari keadaan ini berarti seharusnya untuk astern starting juga tidak ada masalah karena sistem udara bertekanan ini dari peralatan yang sama. Akan tetapi kenyataan di lapangan yang terjadi problem hanyalah pada astern starting saja. Jadi hal ini disimpulkan bahwa sistem udara bertekanan di kapal tidak ada masalah dan hal ini bukanlah menjadi penyebab gagalnya astern starting pada main engine di KM Caraka Jaya Niaga III-31. 4.1.3 Kompresi pada engine (engine compression) Kegagalan engine inilah yang menjadi konsentrasi pada pembahasan kali ini. Dalam perubahan putaran engine dari ahead ke astern ada perlakuan yang berbeda antara kedua jenis putaran tersebut. Besar kemungkinan terjadinya masalah astern starting ini disebabkan adanya beberapa perubahan pada engine tersebut. Atau bisa saja terjadi kerusakan pada komponen engine tersebut. Pada pembahasan kali ini akan dipaparkan semua kemungkinan yang bisa menyebabkan failure starting pada reversible diesel engine. 1. Starting Valve Starting valve ini adalah valve yang digunakan untuk memasukkan udara bertekanan ke engine. Lokasi dari starting valve ini berada di silinder head engine. Kerusakan yang sering terjadi adalah terjadinya kebocoran akibat sealnya telah aus.(Lamb,John) Dalam pengoperasiannya ada dua macam yaitu dengan mekanik dan pneumatik (dengan udara bertekanan). Gambar berikut adalah contoh dari starting valve:
54
Gambar 4.13 Starting valve Udara bertekanan yang berasal dari air receiver yang akan digunakan untuk proses starting pada engine. Proses pemasukan udara sampai terjadinya starting dapat diuraikan sebagai berikut. Ketika udara bertekanan dari air receiver telah direduksi menjadi 7 bar, maka udara ini diinjeksikan ke silinder engine (misalkan saja silinder yang diinjeksi adalah silinder nomor 1), piston pada silinder tersebut akan terdorong ke bawah. Pada engine Mitsui B&W ini terdapat 5 silinder. Dengan terdorongnya silinder nomor 1 berarti ada silinder lain yang terdorong ke atas menuju TDC. Dengan bergeraknya piston menuju TDC berarti ada kompresi udara dan ketika ada peginjeksian bahan bakar pada kompresi udara yang tepat maka akan timbul pembakaran dan terjadilah starting engine. Jika terjadi kerusakan pada starting valve ini maka tekanan yang dikeluarkan untuk diinjeksikan ke silinder menjadi kecil. Dengan kecilnya tekanan yang keluar maka piston tidak bisa bergerak ke bawah atau bisa bergerak dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan requirement (crank speednya tidak terpenuhi).
55 Dengan crank speed yang demikian maka tekanan untuk pembakaran tidak akan tercapai. Dengan tidak tercapainya tekanan pembakaran maka starting engine tidak akan terjadi. Perlakuan starting valve untuk putaran ahead dan astern tidak ada perbedaan antara keduanya. Pada saat proses starting udara bertekanan dimasukkan dari starting valve yang sama dan proses kerjanya digerakkan secara mekanik berdasarkan putaran dari camshaft. Jika timing cam untuk starting valve meleset atau terjadi kerusakan maka pada saat putaran mundur bisa juga menyebabkan terjadinya kegagalan pada astern starting. Akan tetapi jika permasalahannya adalah kerusakan starting valve maka pada ahead dan astern sama-sama akan terjadi kegagalan. Kondisi di lapangan engine tidak mengalami permasalahan saat ahead starting. Kesimpulan yang diambil dari hal ini adalah starting valve dalam keadaan baik dan hal ini bukan menjadi penyebab dalam kegagalan ahead starting. 2. Pembakaran Ada beberapa hal di engine yang bisa diuraikan mengenai pembakaran di ruang bakar engine. Ada beerapa hal bisa menyebabkan kegagalan pembakaran yaitu : • Aliran udara bertekanan Aliran udara bertekanan dalam hal ini diartikan sebagai tekanan udara start yang masuk ke engine. Jika tekanan udara yang masuk ke engine kecil atau kurang dari requirement engine maker (Mitsui B&W 5S26 MC sebesar 7 bar) maka secara otomatis udara tersebut tidak mampu mendorong piston untuk bergerak atau mampu mendorong dengan kecepatan (crank speed) yang pelan untuk bergerak ke bawah sehingga menyebabkan kompresi pada silinder lain rendah (tekanan dibawah 7 bar). Dengan hal ini kompresi udara tidak memenuhi untuk terjadinya pembakaran. Dengan tidak terjadinya pembakaran maka engine gagal start. Hal ini bisa saja disebabkan oleh starting valve yang rusak atau sealnya sudah aus.
56 Problem aliran udara bertekanan seperti ini bisa saja menyebabkan kegagalan pada ahead ataupun astern starting. Pada main engine di Caraka III-31 yang menjadi masalah hanya pada astern starting, sedangkan untuk ahead starting tidak terjadi masalah. Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah aliran udara bertekanan ini bukanlah menjadi penyebab kegagalan pada astern starting karena untuk ahead starting di Caraka III-31 berjalan dengan normal. • Tekanan pembakaran Tekanan pembakaran adalah faktor yang sangat mempengaruhi pada saat proses pembakaran diesel engine. Secara umum dalam segitiga api disebutkan bahwa untuk terjadinya proses pembakaran maka harus dibutuhkan 3 komponen yaitu : adanya material (fuel), udara (oksigen) dan adanya kalor (heat).
Gambar 4.14 Segitiga api Suhu pembakaran dalam segitiga api adalah faktor yang ketiga yaitu kalor atau heat. Meskipun material yang akan dibakar sudah ada yaitu bahan bakar, dan udara yang berupa oksigen juga tercukupi akan tetapi jika suhu pembakaran tidak mencapai flash point (titik nyala material) maka tidak akan
57 terjadi pembakaran karena untuk terjadinya proses pembakaran ketiga komponen tersebut harus terpenuhi(Lilly,LCR). Dalam diesel engine kita bisa melihatnya dalam combustion proses seperti pada gambar.
. Gambar 4.15 Combustion proses Jika penginjeksian bahan bakar ke ruang bakar engine berasa dibawah dari garis 1 maka pembakaran tidak akan terjadi karena tekanan dalam ruang pembakaran masih kurang untuk mencapai pembakaran Pada dasarnya suhu pembakaran yang rendah ini disebabkan oleh rendahnya tekanan. Pada diesel engine, pembakaran akan terjadi pada P (tekanan) dan T (suhu) tertentu. Jika tekanan pembakaran belum tercapai, dan bahan bakar sudah diinjeksikan maka pembakaran tidak akan terjadi. Pada reversible diesel engine ada perlakuan berbeda antara ahead starting dan astern starting. Hal ini terkait dengan ”timing” dari penginjeksian bahan bakar. Perbedaan perlakuan dari keduanya adalah pengaturan camshaft pada engine. Penginjeksian bahan bakar terkait dengan injektion timing akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
58
• Injektor timing Injektor timing atau waktu penyemprotan bahan bakar juga mempunyai peranan yang penting dalam menyukseskan proses starting engine. Jika mengamati gambar combustion proses maka proses injeksi bahan bakar yang terjadi terlalu cepat dari yang ditentukan, pada gambar tersebut letaknya dibawah garis 1. Jika penginjeksian bahan bakar pada titik ini maka pembakaran tidak akan terjadi karena tekanan untuk pembakaran belum terpenuhi. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa pada diesel engine pembakaran akan terjadi pada tekanan (P) tertentu.
Gambar 4.16 Injector Pengaturan injektor timing ini melalui nozzle yang diatur oleh cam shaft. Jika pengaturan cam shaft ini meleset beberapa derajat di bawah titik 1 maka injektion timing sudah tidak tepat lagi sehingga pembakaran pun tidak dapat terjadi. Pada reversible diesel engine, setelan cam shaft yang digunakan ada perbedaan antara astern dan ahead. Setelan cam shaft ini berkaitan dengan injektion timing dari bahan bakar dan firing ordernya. Sebagai salah satu contoh untuk memperjelas injektion timingnya bisa dilihat pada gambar berikut ini.
59
Gambar 4.17 Contoh penginjeksian Pada gambar di atas adalah salah satu proses kerja dari penginjeksian bahan bakar. Untuk ahead dan astern posisi camnya ada perbedaan antara keduanya. Jika posisi setelan cam meleset sedikit saja dari requirement engine maka pembakaran tidak akan terjadi. Kemungkin besar penyebab terjadinya kegagalan start adalah kesalahan dari injektion timing pada saat putaran mundur (astern). Untuk lebih jelasnya, dalam masalah injektion timing bisa diamati pada gambar putaran engine. Pada gambar tersebut terdapat titik-titik yaitu TDC, BDC dan Fire (injeksi). Hal yang bisa kita atur dalam engine adalah fire atau waktu injeksi bahan bakar. Engine maker pasti sudah menentukan (memberi tanda) dimana letak dari fire ini. Titik inilah yang menunjukan posisi yang tepat untuk terjadinya pembakaran karena P (tekanan) sudah memenuhi untuk terjadinya pembakaran. Jika kita menset titik fire berada di bawah titik yang diminta oleh engine maker maka sudah dipastikan tidak akan terjadi pembakaran karena tekanan tidak terpenuhi. Biasanya dengan alasan tertentu, setting dari titik fire ini diubah sesuai dengan kebutuhan dari engine tersebut. Biasanya jika engine sudah mempunyai umut lama, jika kita mensetting titik fire pada titik semula, maka start akan sulit,akan tetapi
60 engine masih bisa hidup. Biasanya setting titik fire agar bisa start dengan cepat (mudah) diletakkan di atas titik fire semula. Hal ini bisa terjadi karena pada titik tersebut tekanan kompresi yang terjadi besar bahkan bisa melebihi tekanan pembakaran yang diminta oleh engine. Hal yang lebih extrime adalah mensetting titik fire tersebut pada TDC. Hal ini bisa saja dilakukan dan proses starting bisa berjalan sangat cepat sekali karena kompresi udara yang terjadi pada titik ini adalah yang paling maksimal. Akan tetapi ada hal lain yang mengkompensasi hal ini yaitu power yang dihasilkan jadi hilang.
Gambar 4.18 Contoh penyetelan camshaft Besar kemungkinan penyebab terjadinya kegagalan astern starting adalah tentang kesalahan dalam setting letak titik fire. Kemungkinan kesalahan setting ini bisa dilakukan sengaja dengan maksud tertentu, atau memang murni hari kesalahan setting para ABK. Atau bisa saja kesalahan setting ini disebabkan oleh kerusakan cam itu sendiri. Karena cam shaftnya untuk astern sedikit aus/ rusak maka posisi tersebut menjadi
61 berubah di bawah titik fire, sehingga terjadi kegagalan pada astern starting. Engine ”failure to distart” disebabkan oleh ketidaktepatan timing dari air starting valve (Davit & Kingsley,1983). Ketidaktepatan / kesalahan dari timing air starting valve ini juga bisa disebabkan oleh melesetnya penyetelan pada camshaft. Untuk lebih jelasnya bisa diamati pada gambar berikut:
Gambar 4.19 Sliding camshaft Keterangan : 1. ahead cams 2. astern cams 3. one cam follower for each set of cams Jika awalnya engine pada putaran maju maka posisi camshaft pada putaran maju yaitu pada posisi 1. Ketika engine akan diputar balik, maka camshaft tersebut barus digeser ke posisi nomor 2. Proses penggeseran camshaft biasanya dengan menggunakan udara bertekanan dan camshaft ini disangga dengan batalan yang kuat karena camshaft harus bisa mempertahankan posisinya walaupun mendapat gaya-gaya yang kuat sekalipun. Dengan banyaknya gaya yang bekerja, bisa saja pada camshaft ini terjadi kerusakan/ defleksi sehingga settingan untuk fuel injection menjadi berubah. Perubahan fuel injection inipun akan berakibat pada combustion proses engine.
62 Kemungkinan untuk combustion proses yang terjadi adalah sebagai berikut:
Gambar 4.20 Combustion process fuel injection too low Pada gambar di atas combustion proses yang terukur pada engine berada di bawah garis combustion proses yang benar. Hal ini terjadi karena fuel pressure terlalu rendah akibat dari kesalahan setting pada camshaft
Gambar 4.21 Combustion proses fuel injection too early
63
Pada gambar di atas combustion proses yang terukur berada di atas combustion proses yang benar. Jadi kemungkinan besar kegagalan astern starting adalah combustion processnya yang seperti pada gambar 4.20 karena adanya perubahan camshaft pada engine. 3. Crank Shaft Pada crank shaft ini ada 3 item yang menyebabkan terjadinya kegagalan pada proses starting engine yaitu: • Aliran udara Udara start yang kurang dari requirement engine akan menyebabkan crank shaft tidak akan berputar. Hal ini menyebabkan piston tidak bergerak dan tidak ada kompresi di engine. Berkurangnya aliran udara ini juga bisa menyebabkan crank shaft bergerak akan tetapi tidak bisa menimbulkan kompresi udara yang diminta oleh engine. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab dari gagalnya sistem start engine. Akan tetapi untuk aliran udara ini antara ahead dan astern starting tidak ada perbedaannya. Udara yang diinjeksikan ke engine sama-sama sebesar 7 bar. Jika astern mengalami problem maka pada ahead juga mengalami problem. Akan tetapi kondisi di lapangan tidak demikian, ahead starting dapat berjalan dengan baik. Jadi aliran udara ini bukanlah menjadi penyebab terjadinya kegagalan pada astern starting. • Crankspeed Crankspeed mempunyai hubungan yang erat sekali dengan silinder pressure. Salah satu penyebab apabila engine tidak bisa distart adalah crankspeed ini (Schulz, Erich J). Pembakaran pada engine ini terjadi pada tekanan (P) tertentu. Jika crankspeed putarannya terlalu pelan maka tekanan kompresi yang dihasilkan pun juga kecil (belum memenuhi titik pembakaran yang diminta oleh engine). Dengan kecilnya tekanan ini maka pembakaran
64 tidak akan terjadi karena tidak sesuai dengan requirement engine. Adapun hubungan antara crankspeed dan pressure ini adalah sebagai berikut.
Gambar 4.22 Grafik crankspeed vs silinder pressure Beberapa hal yang mempengaruhi crankspeed ini adalah pelumasan, ring piston dan juga tekanan injeksi start. Pada ahead dan astern starting ada perbedaan crankspeed yang dihasilkan engine. Hal ini berhubungan erat dengan gaya aksial dan proses balancing pada crankshaft engine. Jika gaya aksial antara astern dan ahead ada yang tidak tepat maka crankspeed yang dihasilkan pun tidak tepat. Dengan tidak tepatnya crankspeed sesuai dengan permintaan engine maker maka tekanan pembakarannya pun tidak akan terpenuhi. Dengan kondisi ini proses pembakaran tidak terjadi dan starting tidak dapat dilakukan. Kondisi ini memungkingkan menjadi penyebab kegagalan astern starting • Gesekan mekanis besar Gesekan yang terlalu besar adalah hal yang harus dihindari dalam sebuah engine. Kita tidak bisa menghilangkan gesekan ini sepenuhnya. Hanya saja kita bisa mengurangi gesekan ini agar tidak terlalu besar. Maka dari itulah penggunaan minyak pelumas
65 diperlukan dalam hal ini. Dalam sistem start ini yang paling mempengaruhi gesekan yang terlalu besar adalah gesekan pada: - journal bearing - main bearing - crankshaft Apabila dalam ketiga hal ini terjadi gesekan mekanis yang terlalu besar maka tekanan udara yang diinjeksikan pada waktu starting untuk mendorong piston bergerak kebawah juga harus lebih besar karena dalam design tekanan udara yang diinjeksikan tersebut adalah dalam keadaan gesekan mekanis yang tidak terlalu besar. Jika gaya gesekan pada ketiga hal di atas telalu besar seharusnya pada waktu start tekanan udara yang diinjeksikan juga harus besar untuk melawan gaya gesekan tersebut. Proses pengaturan tekanan starting pada reversible diesel engine di Caraka Jaya Niaga III-31 tidak ada perlakuan yang berbeda antara ahead dan astern. Tekanan yang diinjeksikan sama-sama sebesar 7 bar. Jika penyebab kegagalan start adalah gesekan mekanis terlalu besar maka pada ahead dan astern starting kedua-duanya terjadi problem. Akan tetapi yang terjadi problem hanyalah astern starting saja, jadi gesekan mekanis yang terlalu besar ini bukanlah penyebabnya. 4. Kompresi • Blow Blow terjadi ketika adanya ledakan pada combustion chamber engine yang disebabkan oleh adanya bahan bakar, udara dan uap yang bisa disebabkan oleh piston ring dan crankcase. Engine ini harus dirawat dengan baik untuk menahan tekanan yang disebabkan oleh blow ini. Penyebab dari blow ini adalah ring dan silinder liner jarang sekali ada perawatan atau jarang diganti ketika sudah waktunya diganti. Jika hal ini sering terjadi maka lama-kelamaan juga akan mengganggu sistem start karena tekanan kompresi jadi berkurang. Salah satu ilustrasi dari blow adaalah sebagai berikut:
66
Gambar 4.23 Blow Jika pada astern starting terjadi problem maka pada ahead seharusnya juga terjadi masalah karena sistemnya sama antara keduanya yaitu sama-sama terjadi blow. Akan tetapi pada kasus ini yang menjadi permasalahan hanyalah astern saja, untuk ahead starting tidak ada masalah sama sekali. Jadi untuk blow bukanlah hal yang menyebabkan kegagalan astern starting tersebut. • Leaking Kebocoran saat kompresi banyak sekali penyebabnya. Blow juga termasuk salah satu dari kebocoran kompresi. Dengan terjadinya kebocoran ini menyebabkan tekanan menjadi turun. Jika tekanan turun maka proses pembakaran tidak akan bisa terjadi. Hal lain yang menyebabkan kebocoran ini antara lain: - ausnya ring piston. - adanya kebocoran akibat korosi. - penggunaan packing yang kurang tepat. - Melebarnya silinder head Jika pada astern starting terjadi problem maka pada ahead seharusnya juga terjadi masalah karena sistemnya sama antara keduanya, sama-sama leaking. Akan tetapi pada kasus ini yang menjadi permasalahan hanyalah astern saja, untuk ahead starting tidak ada masalah sama sekali. Jadi untuk leaking bukanlah hal yang menyebabkan kegagalan astern starting tersebut.
67 • Cylinder head Gasket Cylinder head gasket ini salah satu bentuk penurunan tekanan pembakaran karena penambahan volume ruang pembakaran. Hal-hal yang menyebabkan cylinder head gasket ini adalah terjadinya kerusakan pada cylinder head yang disebabkan oleh: - korosi - defleksi Biasanya Dengan turunannya tekanan maka proses pembakaran tidak akan terjadi. Jika hal ini terjadi pada reversible engine maka akan terjadi permasalahan pada kedua putarannya, baik itu astern ataupun ahead. Akan tetapi kasus pada engine di Caraka JN III-31 yang menjadi problem hanyalah astern starting saja, sedangkan untuk ahead starting tidak menjadi masalah. Jadi untuk cylinder head gasket ini bukanlah penyebab kegagalan pada astern starting tersebut. 4.2
Penyusunan Fault tree analysis. Dalam penyusunan fault tree analysis ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan- tahapan inipun harus dilakukan secara berurutan yaitu : Mendefinisikan problem dan batasan dari sistem yang akan dianalisa. Penyusunan / pengkonstruksian fault tree Mengidentifikasi minipal cut set. Dari berbagai macam langkah-langkah di atas akan diuraikan sebagai berikut ini. 4.2.1 Mendefinisikan problem dan batasan dari sistem yang akan dianalisa. Dalam tahapan ini ada dua hal yang harus dilakukan yaitu, pertama mendefinisikan critical event yang akan dianalisa dan yang kedua yaitu mendefinisikan boundary condition yang akan dianalisa. Yang dimaksud dengan critical event adalah Top Event yang akan dianalisa yaitu kegagalan astern starting pada
68 reversible diesel engine di Caraka JN III-31. Dalam menentukan top event ini harus jelas tidak boleh menimbulkan penafsiran yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya. Dalam penentuan top event juga harus bisa menjawab dari tiga hal pertanyaan dasar yaitu what, when dan where. Top event yang ditentukan dalam kasus ini sudah menjawab dari ketiga pertanyaan basic tersebut. Pada tahapan yang kedua yaitu memberikan batasan dari sistem yang akan dianalisa. Batasan yang diberikan dalam hal ini hanyalah menganalisa pada sistem start untuk putaran mundur. 4.2.2 Penyusunan / pengkonstruksian fault tree Dalam penyusunan fault tree analysis ini dimulai dari top event yang kemudian diturunkan menjadi event-event yang paling dasar/ basic event. Proses inilah yang disebut dengan proses ”top down”. Top event inilah yang harus kita tentukan dalam setiap penyusunan fault tree analysis. Kegagalan astern starting inilah yang dijadikan top event. Dalam proses selanjutnya kita menurunkan top event itu menjadi proses yang sederhana. Pada diesel engine yang menggunakan udara bertekanan sebagai media untuk starting maka yang memungkinkan menyebabkan terjadinya kegagalan start ada 3 hal yaitu (Priyanta,2000): • kegagalan sistem udara bertekanan • kegagalan sistem bahan bakar • kegagalan engine Penekanan pembahasan kali ini adalah pada kegagalan engine. Untuk penyebab yang lain yaitu sistem udara bertekanan dan sistem bahan bakar sudah menjadi basic event walaupun pada dasarnya hal itu merupakan sistem yang kompleks. Alasan lain yang membuat kedua hal ini menjadi basic event adalah pada reversible diesel engine kedua hal ini tidak ada perlakuan yang berbeda antara keduanya. Jika kedua hal ini merupakan penyebab dari kegagalan astern starting, maka seharusnya pada ahead starting juga terjadi problem. Akan tetapi kondisi nyatanya tidak
69 demikian. Maka dari itu hal ini kita anggap sebagai basic event yang tidak perlu diturunkan lagi. Salah satu dari ketiga hal tersebut sudah terpenuhi maka top event sudah bisa terjadi. Maka dari itu ketiga event tersebut mempunyai hubungan OR gate dengan event dibawahnya. Untuk event yang ketiga yaitu kegagalan engine inilah yang akan kita turunkan lagi sampai menjadi basic event. Gambaran awal dari proses ini bisa dilihat pada gambar fault tree berikut.
Gambar 4.24 Fault tree kegagalan astern starting Pada engine failure yang menyebabkan terjadinya kegagalan start juga ada beberapa macam event yang bisa menyebabkan terjadinya event ini. Beberapa hal diantaranya yaitu : • starting valve • fire • crank shaft • compression Dari keempat event di atas yang merupakan basic event adalah starting valve. Jika kerusakan ini adalah basic event yang tidak kita turunkan lagi menjadi event yang lebih sederhana lagi. Sedangkan untuk ketiga event yang lain masih bisa kita turunkan lagi menjadi event yang sederhana. Dari keempat event ini jika salah satu event terjadi maka failure engine pasti terjadi. Sehingga hubungan antara keempat event dan failure engine event adalah OR gate. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar fault tree berikut.
70
Gambar 4.25 Fault tree engine Pada engine failure terdapat tiga event lagi yang masih bisa diturunkan menjadi event yang lebih sederhana yaitu : • fire (pembakaran) fire pada engine adalah awal dari proses start di engine. Kegagalan proses pembakaran bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu aliran udara start, tekanan pembakaran dan injection timing. Ketiga hal ini mempunyai hubungan OR gate, artinya jika salah satu event ini terpenuhi maka pembakaran tidak akan terjari (failure to fire). Sedangkan ketiga event ini merupakan basic event yang tidak diturunkan lagi menjadi event yang lebih sederhana. Untuk lebih jelasnya gambar fault tree dari failure to fire adalah sebagai berikut: FIRE
G3
ALIRAN UDARA
TEKANAN PEMBAKARAN
INJECTOR TIMING
4
5
6
Gambar 4.26 Fault tree fire
71 • crank shaft crank shaft bisa juga menjadi salah satu event penyebab engine failure. Dalam crank shaft failure ini ada tiga basic event yang menyebabkannya yaitu crank speed, aliran udara bertekanan dan gesekan mekanis yang terlalu besar. Ketiga basic event ini jika salah satunya terjadi maka crank shaft failure sudah pasti terjadi. Maka dari itu hubungan dari ketiga basic event dengan failure crank shaft adalah OR gate. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar fault tree berikut:
Gambar 4.27 Fault tree crankshaft • kompresi kompresi udara sangat penting untuk terjadinya proses pembakaran engine. Jika terjadi kegagalan kompresi pada engine maka proses starting tidak akan terjadi. Event yang menyebabkan failure compression di engine ada tiga hal yaitu leaking, gasket dan blown. Jika salah satu event ini terjadi maka compression failure juga pasti terjadi. Maka dari itu hubungan ketiga event dengan compression failure adalah OR gate. Masing-masing event ini masih bisa lagi diturunkan menjadi event yang lebih sederhana lagi. Untuk lebih jelasnya bisa diamati dalam gambar fault tree berikut:
72
Gambar 4.28 Fault tree kompresi • Blown Blown adalah proses menghilangnya tekanan karena beberapa hal yaitu bisa dari ring piston yang sudah aus ataupun dilinder linernya. Salah satu event ini terjadi maka blown sudah isa terjadi. Maka dari itu hubungan dari event ini adalah OR. Kedua event ini adalah basic event yang tidak diturunkan lagi menjadi event yang lebih sederhana. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar fault tree berikut:
Gambar 4.29 Fault tree blow • Cylinder head gasket Salah satu event lain yang bisa menyebabkan failure compression adalah gasket. Penebab dari gasket ini dapat berupa
73 korosi dan depleksi pada silinder head. Kedua event ini merupakan basic event dan jika salah satu event ini terjadi maka gasket sudah pasti terjadi. Maka dari itu hubungan antara basic event ini dengan gasket adalah OR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar fault tree berikut:
Gambar 4.30 Fault tree cylinder head gasket • Leaking Event terakhir yang bisa menyebabkan failure compression pada engine adalah adanya leaking. hal ini bisa disebabkan yaitu adanya crack, korosi, packing dan ring piston. Keempat hal ini meripakan basic event yang tidak diturunkan menjadi event yang lebih sederhana lagi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada fambar fault tree berikut ini: LEAKING
CRACK
KOROSI
PACKING
RING PISTON
Gambar 4.31 Fault tree leaking
74 Secara keseluruhan maka fault tree dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.32 Fault tree kegagalan engine keseluruhan
75 4.2.3 Mengidentifikasi minimal cut set. Dari gambar fault tree yang sudah ada maka kita bisa menentukan minimal cut set yang menyebabkan terjadinya kegagalan astern start pada engine. Semua basic event yang ada dalam fault tree analisis merupakan minimal cut set karena semua hubungan yang ada adalah OR gate. Untuk memastikaanya minimal cut set bisa kita cari dengan menggunakan algoritma MOCUS seperti tabel berikut (Priyanta,2000) : Tabel 4.1 Algoritma MOCUS untuk fault tree kegagalan astern starting STEP 1 1 2
2 1 2 3 G3
G4 G2
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 G6
G5
G7
G8
4 1 2 3 4 5 6 7 9 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Dari masing masing step kita uraikan masing-masing gate yang ada. Penjelasan dari algoritma diatas adalah sebagai berikut :
76 Step 1 Pada step ini kita melakukan list semua event yang masuk ke gate 1 (G1). Karena G1 terhubung secara OR maka semua input kita susun secara vertikal, dari hal ini didapat input basic event 1,2 dan gate 2 (G2). Step 2 Event 1 dan 2 merupakan basic event, sehingga event ini tidak dikembangkan lagi, sedangkan untuk G2 adalah OR gate sehingga kita harus melakukan list semua event yang masuk ke G2 ini. Event yang masuk ke G2 adalah event 4,gate 3 (G3),gate 4 (G4),gate 5 (G5). Karena G2 terhubung secara OR maka semua input disusun secara vertikal. Step 3 Event 4 nerupakan basic event, sehingga event ini tidak bisa dikembangkan lagi. Sedangkan untuk G3, G4, G5 kta turunkan lagi. Untuk G3 terhubung secara OR dan mendapat inputan event 4,5 dan 6. untuk G4 juga terhubung secara OR dan mendapat input event 7,8 dan 9. Sedangkan untuk G5 juga terhubung secara OR dan inputnya adalah berupa gate 6 (G6), gate 7 (G7) dan gate 8 (G8). Semua input disusun secara vertikal. Step 4 Masing-masing gate yang ada dikembangkan lagi untuk mencari inputnya. Semua input pada masing-masing gate terhubung secara OR gate. Untuk input pada G6 adalah event 10 dan 11. Sedangkan untuk G7 inputnya adalah event 12, 13, 14 dan 15. Untuk G8 inputnya adalah event 16 dan 17. Minimal cut set yang ada adalah semua event yang ada pada tabel step 4. Dari sini diketahui bahwa semua basic event yang berdiri sendiri merupakan minimal cut set dari sistem astern start engine. dengan kata lain satu basic event di step 4 gagal maka sudah dapat dipastikan sistem start juga gagal.
77 4.2.4 Evaluasi kuantitatif. Dalam melakukan evaluasi kuantitatif dari fault tree dibutuhkan data-data untuk menentukan berapa besarnya peluang dari masing-masing basic event. Untuk menghitung besarnya nilai peluang maka digunakan aljabar boolean sebagai berikut : Table 4.2 Aljabar boolean
Dari buku NPRD maka didapatkan nilai-nilai peluang kegagalan masing-masing peralatan dalam 1x106 jam operasi. Daftar nilai tersebut adalah sebagai berikut : Table 4.3 Daftar failure peralatan (NPRD-91 section 3) No
Komponen 1 Sistem bahan bakar : (a)Transfer pump (b)Filter (c)Purifier (d)Service pump (e)tank fuel (f)bosh pump 3 Engine : Starting valve Injector
fail/106 jam 21/0.0321 4/0.0135 7/0.0046 21/0.0321 20/0.779
No
Komponen 2 Sistem start : (g)Reduction station (h)Reduction valve (i)Safety valve (j)Compressor (k)Botol angin
fail/106 jam 194/0.2352 2/1.7893 2538/26.7400 194/0.2352 194/0.2352
53/0.0161
25/0.0368 1/0.6620
Crankshaft Gasket
2/0.1957 2/5.6196
78 Perhitungan nilai dari peluang kegagalan adalah sebagai berikut : 1. Sistem start bahan bakar (1) Semua sistem bahan bakar yang ada secara umum adalah tersusun secara seri. Berdasarkan diagram boolean jika peralatan tersusun secara seri maka untuk menentukan peluang kegagalan pada sistem bahan bakar dapat menggunakan persamaan dan nilai dari tabel berikut : Table 4 4 Daftar failure peralatan & peluang sistem bahan bakar Daftar peralatan Transfer pump Filter Purifier Service pump Fuel tank Bosh pump
P (1)
fail/106 jam 21/0.0321 4/0.0135 7/0.0046 21/0.0321 20/0.779 53/0.0161
Q(kegagalan) 0.000654206 0.000296296 0.001521739 0.000654206 0.000025673
R(kehandalan) 0.999345794392523 0.999703703703704 0.998478260869565 0.999345794392523 0.999974327000000 0.003291000 0.996709000000000
= P(a)+P(b)+P(c)+P(d)+P(e)+P(f) P(a)P(b)P(c)P(d)P(e)P(f) = 0.000654206 + 0.000296296 + 0.001521739 + 0.000654206 + 0.000025673 + 0.003291 (0.000654206 x 0.000296296 x 0.001521739 x 0.000654206 x 0.000025673x 0.003291) = 0.00644311964168 2. Sistem udara bertekanan {P (2)} Semua sistem udara bertekananyang ada adalah tersusun secara seri. Berdasarkan diagram boolean maka untuk menentukan peluang kegagalan pada sistem start dapat menggunakan persamaan berikut :
79 Table 4 5 Daftar failure peralatan & peluang sistem udara bertekanan Daftar peralatan Compressor Botol angin Reduction station Reduction valve Safety valve
fail/106 jam 194/0.2352 194/0.2352 194/0.2352 2/1.7893 2538/26.7400
Q(kegagalan) 0.00082483 0.00082483 0.00082483 0.00000112 0.00009491
R(kehandalan) 0.999175170068027 0.999175170068027 0.999175170068027 0.999998882244453 0.999905086013463
P (2) = P(e)+P(f)+P(g)+P(h)+P(i) - P(a)P(b)P(c)P(d)P(i) = 0.00082483 + 0.00082483 + 0.00082483 + 0.00000111776 + 0.000094914 – (0.00082483x0.00082483x0.00082483x0.000001117 76x0.000094914 = 0.002570521538 3. Engine {G(2) } Untuk menghitung peluang kegagalan dari engine maka dibutuhkan data berupa gasket, leaking, blown dan kompresi. Untuk perhitungan dari masing-masing item adalah sebagai berikut: Table 4 6 Daftar failure peralatan & peluang engine Daftar peralatan Starting valve Injector Crankshaft Gasket Camshaft Piston ring Silinder liner Packing
fail/106 jam 25/0.0368 0/0.6620 2/0.1957 2/5.6196 1/0.1261 1/0.1261 1/0.1261 1/1.5120
Q(kegagalan) 0.00067934783 0.00000151057 0.00001021972 0.00000035590 0.00000793021 0.00000793021 0.00000793021 0.00000066138
R(kehandalan) 0.999320652173913 0.999998489425982 0.999989780275933 0.999999644102783 0.999992069785884 0.999992069785884 0.999992069785884 0.999999338624339
gasket{G (8)}(data diketahui langsung dari NPRD) P (G8) = 0.000000355897 Leaking {G (7)} (dianggap sama dengan data gasket) P (G7) = 0.000000355897 Blown{G (6)} ( dianggap sama dengan data gasket) P (G6) = 0.000000355897
80 Kompresi {G (5)} P (G5) = P(G8)+P(G7)+P(G6)- P(G8)xP(G7)xP(G6) =0.000000355897+0.000000355897+0.0000003 55897 (0.000000355897x0.000000355897x0.000000 355897) =0.00000106769 Engine{G (2)} Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah fire (G3), starting valve (3), crankshaft (G5) dan kompresi engine (G5). Untuk perhitungan peluang kegagalan engine dapat dihitung dengan persamaan berikut : P(G2)= P(G3)+P(3)+P(G4)+P(G5)- P(G3)xP(3)xP(G4)x P(G5) = 0.00000151057+0.000679348+0.0000102197+ 0.00000106769-(0.00000151057x0.000679348 x0.0000102197x0.00000106769) = 0.000692146 4. Failure astern start engine{G (1)} Data yang digunakan untuk perhitungan adalah sistem bahan bakar (1),sistem start (2) dan engine (G2). Sehingga nilai peluang kegagalan dapat dihitung dengan persamaan: P(G1)= P(1)+P(2)+P(G2)- P(1)xP(2)xP(G2) = 0.00644311964168+0.002570521538+0.000692146 - 0.00644311964168x0.002570521538x0.000692146 = 0.00972951536245 Jadi peluang untuk terjadinya kegagalan pada astern starting adalah sebesar 0.00972951536245 (data yang didapatkan berdasarkan pada NPRD). Hal ini bisa diartikan dari 1000 kali melakukan astern start kegagalan terjadi sebanyak 9 kali. Untuk mendapatkan pembuktian lebih pasti tentang penyebab gagalnya astern starting pada KM Caraka Jaya Niaga III-31 maka akan dipaparkan hasil survey di Kapal KM Caraka Jaya Niaga III-31 pada tanggal 25 November 2008.
81 4.3
Hubungan Hasil survey di lapangan dengan Analisa kuantitatif Fault Tree. Dari survey ke kapal KM Caraka Jaya Niaga III-31 pada tanggal 25 November 2008 ada beberapa informasi yang bisa didapatkan dari engineer kapal. Beberapa informasi yang didapatkan adalah sebagai berikut : 1. Supplay udara bertekanan untuk sistem start jika kurang dari 7 bar maka pada waktu start mundur engine sulit untuk hidup. Tekanan yang diinjeksikan tepat 7 bar saja engine sudah sulit hidup untuk putaran mundur.(referensi engineer 2).
Gambar 4.33 Pressure gauge udara yang diinjeksikan ke engine Jika engine dalam keadaan start maju, tekanan yang diinjeksikan tepat pada 7 bar engine dapat menyala (hidup) dengan keadaan baik. Akan tetapi pada saat engine akan distart mundur, tekanan yang diinjeksikan tepat 7 bar engine tidak mau menyala. Hal ini bisa disebabkan karena umur dari engine itu sendiri yang sudah tua.(referensi engineer 2). Jika dianalisa hal ini bisa saja disebabkan oleh crankspeed dari engine pada waktu starting. Besarnya tekanan udara yang diinjeksikan ke engine pada waktu proses starting ini akan sangat berpengaruh pada
82 crankspeed. Jika crankspeed tidak sesuai yang diminta oleh engine maka tekanan pembakaran tidak akan terpenuhi. Jika tekanan tidak terpenuhi maka proses pembakaran untuk starting tidak akan tercapai. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan gaya aksial engine. 2. Jika akan start maka bosh pump dibantu dorong secara manual. Fungsinya untuk membantu penginjeksian bahan bakar dan menambah konsumsi bahan bakar pada saat starting. (referensi engineer 1) Selama ini langkah-langkah yang dilakukan dari pihak ABK untuk mengatasi masalah astern starting adalah dengan membantu mendorong bahan bakar yang akan diinjeksikan ke engine pada waktu akan starting. Hal ini dilakukan secara manual yaitu dengan membantu kinerja dari bosh pump pada saat sebelum dilakukan proses starting. Gambar dari bosh pump yang didorong adalah sebagai berikut:
Gambar 4.34 Bosh pump yang didorong manual Hal ini dilakukan karena analisa dari engineer kapal tekanan bahan bakar yang masuk ke engine kemungkinan berkurang atau konsumsi bahan bakar yang masuk ke silinder injektor berkurang. Berkurangnya tekanan bahan bakar yang
83 masuk ke engine bisa disebabkan oleh tidak tepatnya setelan cam pada waktu putaran mundur. Hal ini bisa saja disebabkan karena kerusakan cam untuk putaran mundur. Jika setelan ini tidak tepat akan menyebabkan grafik combustion proses jadi bergeser ke bawah seperti pada gambar Gambar 4.19. Jika dilihat dari nilai perhitungan yang dilakukan dalam evaluasi kuantitatif fault tree maka kemungkinan terbesar yang menyebabkan kegagalan adalah pada sistem bahan bakarnya dengan peluang kegagalan sebesar 0.006 dan pada sistem bahan bakar ini yang mempunyai peluang terbesar adalah bosh pumpnya yaitu 0.003. Hal ini bisa diartikan perhitungan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Maka dari itu ABK kapal mengatasinya dengan menambahkan tekanan dan konsumsi bahan bakar melalui bosh pump pada saat proses astern starting. Jika dianalisa secara lebih mendetail pada kegagalan pada sistem bahan bakar ini disebabkan oleh engine itu sendiri, yaitu kemungkinan di camshaftnya seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas. 3. Pernah dilakukan pembongkaran dan pengecekan pada camshaftnya ternyata tidak terjadi apa-apa. • Untuk uji defleksi camshaft tidak ada masalah, camshaft masih dalam keadaan bagus. (referensi engineer 1) • Untuk penyetelan camshaft sudah pas pada titik yang diminta engine maker. (referensi engineer 1) Untuk masalah kesalahan penyetelan camshaft tidak ada karena penyetelan sudah tepat. Kemungkingan terjadi kesalahan penyetelan karena adanya kerusakan pada camnya akibat gesekan dan usia engine yang sudah lama. 4. Masalah hanya terjadi pada saat engine dalam keadaan dingin, pada saat engine sudah panas kemungkinan gagal tidak sesering waktu engine dalam keadaan dingin. (referensi engineer 1).
84 Hal ini dapat terjadi pada diesel engine karena umur dari diesel engine tersebut sudah tua jadi tidak bisa berfungsi lagi seperti masih baru. Selain alasan itu pada diesel engine terjadinya pembakaran jika bahan bakar diinjeksikan pada tekanan (P) dan temperatur (T) tertentu. Mungkin saja pada waktu suhu engine masih dingin temperatur belum terpenuhi dan tekanan sudah terpenuhi maka pembakaran pada engine tidak akan terjadi. Sedangkan ketika engine dalam keadaan sudah panas, temperatur untuk pembakaran menjadi terpenuhi dengan adanya bantuan suhu dari engine tersebut. Dengan terpenuhinya temperatur dan tekanan ini maka pada saat engine dalam keadaan panas maka lebih mudah untuk astern startingnya. 5. Gaya-gaya aksial pada engine kemungkinan ada yang tidak tepat.(referensi engineer 1).
Gambar 4.35 Web pada crankshaft Gaya aksial pada engine adalah gaya yang menyebabkan crankshaft berhenti karena gaya putarnya telah habis. Hal inilah yang biasanya dilakukan penyetelan (balancing) pada web crankshaft. Pada revrsible diesel engine seharusnya dilakukan balancing pada kedua web yaitu web untuk putaran maju dan putaran mundur. Kemungkinan yang terjadi pada saat balancing yang dilakukan hanyalah pada saat putaran maju saja. Sedangkan untuk putaran mundur tidak dilakukan balancing.
85 Hal ini akan menyebabkan keausan pada bearing sehingga timbul gesekan mekanis yang besar pada engine. Hal inipun bisa menjadi salah satu penyebab kegagalan start pada engine. Gaya aksial ini akan mempengaruhi crankspeed dari engine itu sendiri. Gaya aksial yang tidak tepat akan mengakibatkan crankspeed (putarannya) menjadi pelan. Seperti yang diketahui dari gambar 4.21 bahwa hubungan antara crankspeed sebanding dengan tekanan pada ruang bakar engine. Jika crankspeed tidak sesuai dengan requirement pembakaran maka tekanan yang dihasilkan pun tidak sesuai dengan requirement engine. Dengan hal ini maka proses pembakaran tidak akan terjadi. Gaya aksial ini secara tidak langsung bisa diamati dari putaran engine ketika distarting. Di Caraka Jaya Niaga III-31 putaran engine pada waktu starting adalah 60 rpm. Ketika ahead starting tekanan udara yang diinjeksikan adalah sebesar 7 bar dan putaran yang ditimbulkan adalah 60 rpm, dalam hal ini engine dapat berjalan(distarting) dengan normal. Pada saat astern starting ketika udara yang diinjeksikan sebesar 7 bar putaran engine yang dihasilkan adalah kurang dari 60 rpm yaitu sekitar 55 rpm. Hal ini berati crankspeed yang ada terlalu pelan sehingga tekanan yang dihasilkan pun tidak sesuai yang diminta untuk pembakaran. Dengan hal ini proses startingpun tidak akan terjadi.
Gambar 4.36 Alat pengukur putaran engine
86 Besarnya tekanan udara yang diinjeksikan dapat diketahui seperti pada alat seperti pada gambar 4.32. Sedangkan untuk putaran engine dapat diketahui seperti pada gambar 4.34. semua peralatan ini berada di engine control room. Untuk meningkatkan crankspeed pada saat astern starting bisa saja dilakukan dengan menambahkan tekanan udara yang diinjeksikan ke engine tersebut. Jika tekanan udara yang masuk ditingkatkan maka crankspeedpun akan bertambah. Jika crakspeed sudah memenuhi 60 rpm maka proses start pasti dapat terjadi. Untuk mencapai hal ini maka tekanan yang diinjeksikan ke engine pada waktu astern starting pasti lebih dari 7 bar. Kondisi ini tidak bermasalah bagi engine itu sendiri, akan tetapi ketika menginjeksikan udara bertekanan lebih dari 7 bar maka akan berpengaruh pada reducing valvenya. Di engine ini sudah disetting reducing valve sebesar 7 bar, jika lebih dari itu maka kerusakan bisa saja terjadi. Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini maka kita bisa saja mengganti reducing valvenya menjadi 8 bar atau 9 bar sesuai yang ada di pasaran. 4.4
Kemungkingan Penyebab Kegagalan astern starting. Dari berbagai analisa dan hasil survey di kapal, maka didapatkan beberapa kemungkinan yang berpotensi menimbulkan kegagalan pada astern starting yaitu : 1. Dalam evaluasi kuantitatif dari fault tree analysis didapatkan hasil bahwa penyebab terjadinya kegagalan pada astern starting adalah pada sistem bahan bakarnya. Nilai kegagalan dari sistem bahan bakar yaitu sebesar 0.006. Jika dikorelasikan dengan kondisi di lapangan maka sesuai dengan kondisi realnya. Dalam menangani kegagalan astern start ini pihak ABK meningkatkan tekanan dan konsumsi bahan bakar pada engine dengan cara membantu memompa bahan bakar secara manual pada saat akan astern starting.
87 2. Dalam evaluasi kualitatif dari fault tree analysis dan dari hasil survey di KM Caraka Jaya Niaga III-31 didapatkan beberapa kemungkinan penyebab kegagalan dari astern starting. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan gagalnya asten starting pada KM Caraka Jaya Niaga III-31 dengan kondisi bahwa ahead starting dalam kondisi baik adalah : 1. starting valve 2. tekanan pembakaran 3. injektor timing 4. crankspeed Ketiga hal pertama diatas pada dasanya hanya disebabkan oleh 1 hal saja yaitu kesalahan pada injektor timing karena kerusakan/kesalahan camshaft. Berdasarkan informasi dari engineer kapal untuk penyetelam camshaft sudah tepat sesuai dengan requirement engine. kemungkinan kesalahan penyetelan ini adalah karena kerusakan pada camnya itu sendiri. Sedangkan untuk crankspeed disebabkan oleh gaya aksial pada engine. Besar kemungkinan dalam proses balancing crankshaft hanya dilakukan pada saat putaran maju saja. Sedangkan untuk putaran mundur ada kemungkinan tidak dilakukan dengan alasan yang sering digunakan untuk beroperasi adalah putaran maju saja. Jika dibuat dalam suatu tabel maka kemungkinankemungkinan yang bisa dibuat berdasarkan penjelasan secara kualitatif dan analisa adalah pada tabel 4.7. Dari hasil pengamatan di lapangan ternyata didapatkan bahwa data-data tentang starting valve dalam keadaan baik, tekanan pembakaran juga terpenuhi untuk terjadinya pembakaran, sedangkan injektor timing (penyetelan injektor) juga sudah sesuai dengan requirement dari engine tersebut. Dari data-data ini diambil suatu kesimpulan bahwa ketiga hal ini walapupun mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan kegagalan astern start akan tetapi berdasarkan data di lapangan hal ini masih dalam keadaan baik.
88 Dari hasil analisa lain, hal yang paling memungkinkan menyebabkan terjadinya kegagalan astern starting adalah crankspeed. Dari data yang ada didapatkan bahwa crankspeed saat putaran start mundur tidak bisa mencapai minimum requirement untuk terjadinya start yaitu sebesar 60 rpm. Tabel 4.7 Kemungkinan penyebab kegagalan Event 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Definisi sistem bahan bakar sistem udara bertekanan starting valve aliran udara tekanan pembakaran injector timing crank speed aliran udara gesekan mekanis ring piston silinder liner crack korosi packing ring piston defleksi korosi
Kemungkinan Penyebab Kegagalan ahead astern X X X X X V X X X V X V X V X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
Hal yang menyebabkan crankspeed astern starting tidak bisa mencapai 60 rpm seperti halnya pada saat ahead starting disebabkan oleh gaya aksial engine. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa gaya aksial pada engine ini erat sekali hubungannya dengan balancing pada crankshaft. Proses balancing crankshaft ini tergantung dari jenis web balance yang ada di engine tersebut. Ada dua jenis web balance yang ada
89 di engine, yaitu web yang terpasang secara permanen di crankshaft dan web yang terpasang tidak permanen (bisa dilepas). Web yang terpasang secara permanen dan tidak permanen untuk kondisi baru sudah dibalancing oleh engine builder. Kemungkinan tipe web yang ada di engine ini adalah tipe yang tidak permanen. Dengan kondisi web balance yang seperti ini ada kemungkinan saat proses maintenance engine web balance ini dilepas. Pada saat pemasangan web balance, proses balancing hanya dilakukan untuk kondisi ahead saja. Sedangkan untuk kondisi astern tidak dilakukan. Crankshaft yang tidak balance akan berpengaruh pada gaya aksial dan pada crankspeed engine tersebut. Seperti pada pembasan sebelumnya dijelaskan bahwa crankspeed sangat berpengaruh dalam proses starting. Jika crankspeed tidak sesuai technical requirement engine yaitu dalam kondisi ini adalah 60 rpm maka proses starting tidak akan bisa terjadi.
90
“Halaman ini sengaja dikosongkan”