BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN 3.1.
Pengujian Material Dalam mendesain suatu campuran beton, perlu terlebih dahulu diadakan suatu
pengujian material atau bahan-bahan pencampur beton. Di antaranya pengujian material tersebut adalah agregat halus dan agregat kasar, karena tidak semua agregat dapat langsung digunakan sebagai pencampur beton.
3.1.1. Pengujian Agregat Halus Dalam pengambilan sampel sebagai bahan yang akan diuji diusahakan agar dapat mewakili seluruh kelompok yang ada. Untuk memperoleh sampel yang demikian tersebut, pengambilan agregat diusahakan dari beberapa tempat yang terpisah. Sampel yang baik harus mewakili seluruh sampel yang ada. Pada studi penelitian ini digunakan pasir ex Bangka.
3.1.1.1. Menentukan Kadar Garam Lempung Pasir merupakan bahan pokok pembuatan beton, oleh karenanya pasir erat hubungannya dengan kekuatan beton. Untuk mewujudkan kekuatan batas beton inilah maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap kualitas pasir. Salah
satu
penyelidikan
terhadap
kualitas
pasir
adalah
menentukan kadar garam dan lempung yang dikandung oleh pasir. Kadar garam dan lempung yang merupakan fraksi-fraksi halus dalam agregat, harus dibatasi sampai jumlah maksimum yang tidak boleh dilewati.
Garam dan lempung menambah akan kebutuhan air dalam suatu campuran beton sehingga kekuatan tekan dan keawetannya akan meurun. Selain itu lempung dapat juga merupakan lapisan-lapisan tipis pada permukaan agregat. Sehingga akan mempengaruhi ikatan antara pasta semen dan agregat. Ikatan yang yang baik sangat diperlukan untuk menjamin kekuatan tekan serta keawetan beton yang memadai. Disamping itu garam dan lempung mengurangi modulus elastisitas dari tiap individu agregat halus, sehingga akan menambah penyusutan dan rangkak beton.
3.1.1.2. Menentukan Kadar Bahan Organik Lapisan-lapisan senyawa organik pada agregat halus dapat memperlambat proses pengikatan beton. Karena substansi ini biasanya mengandung asam yang dapat mencegah berlangsungnya hidrasi dari semen. Oleh karena itu maka agregat yang akan dipergunakan sebagai bahan pencampur beton perlu diuji terhadap kadar bahan organik yang dikandungnya. Untuk mengontrol kadar bahan organik tersebut dapat dilakukan dengan cara menambah larutan 3 % NaOH pada sampel. Warna larutan NaOH akan berubah, tergantung banyaknya senyawa organik pada agregat halus tersebut. Perubahan warna larutan NaOH tersebut akan dibandingkan dengan warna dari larutan standard (sebagia standard larutan yang digunakan 9 gram FeCL3 6H2 O + 1 gram CaCl2 + 100 ml air + 1/3 ml HCl) jika perubahan warna hanya sedikit atau lebih muda dari warna standard maka agregat halus ini dapat digunakan sebagai
campuran beton tetapi jika warna larutan lebih tua atau sama dengan warna larutan standard maka perlu dicuci sebelum digunakan sebagai campuran beton. Dalam pengujian agregat halus ini warna larutan yang didapat lebih muda dari warna larutan standard, sehingga agregat halus dapat digunakan sebagai bahan pencampur beton tanpa harus dicuci terlebih dahulu.
3.1.1.3. Menentukan Kadar Air Dalam campuran beton jika agregat tidak jenuh air maka agregat akan menyerap air campuran beton, sebaliknya air bebas pada permukaan agregat akan menjadi bagian dari campuran beton, oleh karena itu dalam perhitungan keadaan kering permukaan jenuh dipakai sebagai dasar. Dengan mengetahui kadar air dari agregat dapat ditaksir penambahan air dalam suatu adukan sehingga kadar air total adukan tersebut tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.
3.1.1.4. Analisis Saringan Gradasi dan keseragaman ukuran dari pasir, jauh lebih penting dibandingkan dengan keseragaman dari agregat kasar. Hal ini disebabkan adukan merupakan campuran pasir, semen dan air berfungsi sebagai pelumas atau pelicin untuk campuran beton segar dan menentukan pula sifat pengerjaan serta sifat kohesi dari campuran beton. Gradasi agregat juga
mempengaruhi
pemakaian
semen
dan
air
yang
tentunya
mempengaruhi biaya pembuatan beton. Peraturan menurut SK-SNI bahwa, agregat halus terdiri dari :
(1) ukuran maksimum 4,76 mm; berat minimum 500 gram (2) ukuran maksimum 2,38 mm; berat minimum 100 gram.
3.1.1.5. Menentukan Berat Jenis dan Kapasitas Penyerapan Berat jenis bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara berat pasir jenuh kering permukaan dengan berat air suling yang beratnya sama dengan isi pasir dengan keadaan jenuh pada temperatur tertentu dan kapasitas penyerapan untuk mengetahui prosentase berat air yang dapat diserap pori-pori agregat halus sehingga dicapai keadaan jenuh kering.
3.1.1.6. Menentukan Berat Isi Perbandingan berat agregat halus dengan volumenya berguna untuk mengkonversi berat ke volume dan sebaliknya. Penentuan berat isi ini diperlukan untuk menghitung komposisi dari campuran beton.
3.1.2. Pengujian Agregat Kasar Pengujian terhadap agregat kasar, dimana dalam pengambilan sampel juga harus mewakili seluruh sampel yang ada agar hasil yang diperoleh lebih baifc’ Dalam penelitian ini jenis agregat yang digunakan adalah batu pecah yang berasal dari daerah Bogor.
3.1.2.1. Menentukan Kadar Garam Lempung Pada suatu campuran beton yang menggunakan agregat harus diketahui sifat negatif dari agregat tersebut pada batasan yang ditentukan. Kadar lempung adalah sifat negatif dari agregat tersebut, lempung dapat
mengembang dan menyusut akibat desorpsi dan absorpsi air. Apabila lempung merupakan bagian dari jenis batuan, maka batuan itu mudah jadi lapufc’ Kadar garam dan lempung yang merupakan fraksi halus dalam agregat, harus dibatasi sampai jumlah maksimum mutlak yang tidak boleh dilewati. Apabila kadar garam dan lempung dari sampel agregat kasar tersebut lebih besar dari 1 % maka agregat kasar tersebut harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai bahan pencampur beton.
3.1.2.2. Menentukan Kadar Air Perbandingan antara berat air terhadap berat kering butir agregat kasar. Penentuan kadar air digunakan untuk menghitung suatu komposisi campuran beton. Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar air adalah : Kadar air =
A− B × 100 % B
Dimana : A
= Berat contoh sampel
B
= Berat contoh kering sampel
3.1.2.3. Analisis Saringan Untuk
mendapatkan
kekuatan
beton
maksimum,
harus
mempunyai agregat kasar yang heterogen. Dan untuk itu perlu diadakan pemisahan besar butir sedangkan gradasi dari agregat kasar lebih kecil
pengaruhnya terhadap kemudahan pengerjaan beton dibandingkan dengan gradasi agregat halus. Dalam pemakaian agregat kasar dianjurkan untuk memakai agregat terbesar yang diizinkan, sebab akan mengurangi akan kebutuhan air dan semen. Bila agregat kasar yang dipakai mempunyai ukuran seragam, hal ini dapat diatasi dengan ukuran yang berbeda. Peraturan menurut SK-SNI bahwa, agregat kasar terdiri dari : 1)
ukuran maks. 3,5"; berat minimum 35,0 kg
2)
ukuran maks. 3"; berat minimum 30,0 kg
3)
ukuran maks. 2,5"; berat minimum 25,0 kg
4)
ukuran maks. 2"; berat minimum 20,0 kg
5)
ukuran maks. 1,5"; berat minimum 15,0 kg
6)
ukuran maks. I"; berat minimum 10,0 kg
7)
ukuran maks. 3/4" berat minimum 5,0 kg
8)
ukuran maks. 1/2"; berat minimum 2,5 kg
9)
ukuran maks. 3/8"; berat minimum 1,0 kg
Tabel 3.1. Batas–batas gradasi dari agregat kasar sesuai SK-SNI-T-151990-03 (Tjokrodimulyo 1996 : 22).
Lubang Ayakan
Prosentase Berat Butir Lewat Ayakan
(mm)
40 mm
20 mm
40
95-100
100
20
30-70
95-100
10
10.-35
25-55
4,8
0-5
0-10
3.1.2.4. Menentukan Berat Jenis dan Kapasitas Penyerapan Berat jenis adalah perbandingan antara berat agregat kasar jenuh kering permukaan dengan berat air suling yang volumenya sama dengan agregat kasar dalam keadaan jenuh pada temperatur tertentu. Kapasitas penyerapan adalah prosentasi berat air yang dapat diserap pori-pori agregat kasar hingga dicapai keadaan jenuh kering permukaan.
3.1.2.5. Menentukan Kekerasan (Scratch Hardness Tess) Agregat kasar yang lunak terutama sangat lemah ikatannya, sehingga mudah lepas menjadi serpihan. Menurut SK-SNI-S-04-1989-F batas bagian yang hancur untuk fraksi butir 19-30 mm adalah 14% untuk beton kelas III Pengujian ini menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan no.12 terhadap berat semula dalam persen. Rumus yang digunakan untuk menentukan keausan adalah : Keusan =
A−B × 100 % B
Dimana : A
= Berat contoh sampel
B
= Berat contoh sample yang tertahan di atas saringan no.12
3.1.3. Pengujian Semen Quality control terhadap semen dilakukan dengan checking terhadap hasil pengetesan semen yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bahan-bahan Pabrik Semen yang bersangkutan. Pada umumnya tidak ada routine test yang dilakukan terhadap semen di Laboratorium Proyek, akan tetapi ahli akan melakukan ocassional test apabila semen telah disimpan didalam gudang lebih dari 3 bulan. Jenis semen yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis semen type 1 merek tiga roda. 3.1.3.1. Menentukan Berat Jenis Semen Test pada semen yaitu meliputi penentuan berat jenis dari semen hydrolis (P.C) kegunaan dalam hubungan dengan rencana dan kontrol dari campuran beton. Spesific Gravity dari semen hydrolis tidak berdimensi sebagai harga keseimbangan dengan volume air pada temperatur 40 C.
3.2.
Variasi Kadar Lumpur Pada pengujian ini, variasi kadar lumpur yang digunakan 0%, 3%, 6%, 9%, dan 12% terhadap berat pasir, dengan banyak benda uji setiap masingmasing prosentase kadar lumpur 12 buah, yakni 10 buah untuk pengujian kuat tekan (4 buah untuk umur 3 hari dan 7 hari, 6 buah untuk umur 14 hari dan 28 hari) serta 2 buah untuk pengujian kuat tarik umur 28 hari. Asumsi yang dipakai dalam percobaan ini, yaitu : 1. Material Lumpur yang dipakai dalam penelitian ini adalah lempung berlanau anorganik, yang merupakan tanah asli di daerah Pelabuhan Tanjung Priok.
2. Variasi kadar lumpur 0 %, adalah prosentase alami kandungan lumpur yang terdapat di agregat halus yang di cuci sebanyak 3 kali.
Gambar 3.1. Alur Pelaksaan Pengujian Di Laboratorium
Gambar 3.2. Alur Pembuatan Benda Uji Untuk Pengujian Kuat Tekan
Gambar 3.2. Alur Pembuatan Benda Uji Untuk Pengujian Kuat Tarik
Contoh grafik pengujian kuat tekan dan kuat tarik
3.3.
Perancangan Campuran (Mix Design) Mix desain metode menurut cara Inggris ("The British Mix Design Method") di
Indonesia ini dikenal dengan cara DOE yang dipakai sebagai standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan dimuat dalam Standar SNI.T-15-190-03 ("Tata Cara Pembuatan Rencana campuran Beton Normal"). Adapun langkah-langkahnya secara garis besarnya adalah sebagai berikut: 1.
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f' c) pada umur tertentu.
2.
Penetapan nilai standar deviasi (Sd). Standar deviasi ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan campuran beton-nya. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai standar deviasinya. Jika mempunyai data hasil pembuatan beton serupa pada masa lalu, maka jumlah data hasil uji minimum 30 buah, jika jumlah data kurang dari 30 buah maka harus dikalikan faktor pengali, seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 3.2. Faktor pengali standar deviasi
Jika tidak mempunyai data hasil pengujian sebelumnya yang memenuhi syarat, maka margin langsung diambil sebesar 12 MPa. 3.
Perhitungan nilai tambah (' Margin/M' )
4.
Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 MPa, maka langsung ke langkah 5. Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai standar deviasi Sd, maka margin dihitung dengan rumus: M = k. Sd dimana: M : nilai tambah (MPa) k : 1.64 Sd : standar deviasi (MPa)
5.
Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan, dihitung dengan rumus: f' cr = f' c+M dimana: f' cr : kuat tekan rata-rata (MPa) f' c : kuat tekan yang disyaratkan (MPa) M : nilai tambah (Mpa)
6.
Penetapan jenis semen Portland.
7.
Penetapan jenis agregat, memakai jenis pasir atau kerikil yang alami atau agregat jenis batu pecah.
8.
Menetapkan faktor air semen.
9.
Penetapan faktor air semen maksimum, dari fas maksimum yang diperoleh dibandingkan dengan fas langkah 8, dicari nilai yang terkecil.
10. Penetapan nilai slump, ditetapkan berdasar-kan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan maupun jenis strukturnya. 11. Penetapan ukuran maksimum agregat kasar. 12. Menentukan jumlah air per meter kubik beton berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan nilai slump. 13. Hitung berat semen yang dibutuhkan. Berat semen per kubik dihitung dengan membagi jumlah air (langkah 12) dengan faktor air semen (langkah 8) 14. Kebutuhan semen minimum. 15. Penyesuaian kebutuhan semen. Apabila kebutuhan semen pada langkah 13 lebih kecil dari kebutuhan semen minimum (langkah 14), maka kebutuhan semen harus dipakai yang minimum. 16. Penyesuain jumlah air dan faktor air semen. 17. Penentuan daerah gradasi agregat halus. Gradasi agregat halus dibagi menjadi 4 daerah : daerah I, II, III dan IV. 18. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar. Dicari berdasarkan besar butir maksimum, nilai slump, faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus, berdasarkan data tersebut dapat dicari perbandingan agregat halus dan agregat kasar. 19. Berat jenis agregat campuran, dihitung dengan:
dimana: : berat jenis agregat campuran
: berat jenis agregat halus : berat jenis agregat kasar P
: prosentase agregat halus terhadap agregat campuran
K
: prosentase agregat kasar terhadap agregat campuran
20. Penentuan berat jenis beton. Dengam data berat jenis agregat campuran (langkah 18) dan kebutuhan air tiap meter kubik beton, maka dapat diperkirakan berat jenis betonnya. 21. Kebutuhan agregat campuran. Diperoleh dengan mengurangi berat beton per meter kubik dengan kebutuhan air dan semen. 22. Hitung berat agregat halus, dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran (langkah 20)dengan prosentase berat agregat halusnya (langkah 17) 23. Hitung berat agregat kasar, dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran (langkah 20) dengan kebutuhan agregat halus (langkah 21).
Gambar 3.3. Alur Pembuatan Mix Design Dengan Metode SK-SNI