33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Desain ini menggunakan 2 kelompok subyek, kelompok satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Dari desain ini efek suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan dilakukan pengujian dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Juni–Desember 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran dalam proses pembuatan ekstrak. Perawatan dan perlakuan sampel bertempat di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pemeriksaan histopatologis
pada sel epitel
lambung tikus putih jantan galur Sprague dawley dilakukan di Balai Veteriner Bandar lampung.
34
B.
Sumber Data
Berdasarkan rancangan penelitian, maka sampel (tikus) dalam penelitian ini berjumlah 30 ekor dan dibagi dalam lima kelompok yang tidak berpasangan, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Kelompok kontrol mendapat pemberian akuades. Kelompok pertama dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 500 mg/kgBB, kelompok kedua dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 1000 mg/kgBB, kelompok ke-3 dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 1500 mg/kgBB dan kelompok ke-4 dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 2000 mg/kgBB (Gofur et al., 2009).
1.
Besar Sampel
Untuk menghitung jumlah sampel yang akan diuji, dapat menggunakan rumus federer sebagai berikut: (n-1)(t-1) ≥ 15
Dari rumus di atas diketahui perhitungan besaran sampel sebagai berikut: t = 5, maka didapatkan: (n-1)(t-1) ≥ 15 (n-1)(5-1) ≥ 15 (n-1)4 ≥ 15 (4n-4) ≥ 15 4n ≥ 19
35
n ≥ 19/4 n ≥ 4.75 n≥5
Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 5 ekor per kelompok. Maka jumlah sampel yang digunakan unutuk percobaan ini adalah sebanyak 25 ekor tikus. Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan sehingga jumlah sampel menjadi 6 ekor per kelompok. Jadi jumlah sampel seluruhnya adalah 30 ekor.
2. Kriteria sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan (Sprague dawley) yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria inklusi: a. Tikus putih jantan dewasa (Sprague dawley) b. Umur 8 minggu c. Berat badan tikus 180 – 200 gram d. Kesehatan umum baik Kriteria ekslusi: Tikus sakit Kriteria drop out: Tikus mati saat penelitian
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas: Ekstrak daun sambung nyawa 500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, 1500 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB.
36
2. Variabel Tergantung: Gambaran histopatologis lambung tikus putih. 3. Variabel terkendali: a. Galur tikus: Tikus putih (Sprague dawley) b. Umur tikus: 8 minggu c. Jenis kelamin tikus: Jantan d. Berat badan tikus: 180 - 200 gram e. Jenis makanan tikus: Pellet broiler-11 dan air
37
D.
Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional Variabel
Definisi Skala Dosis efektif tengah ekstrak etanol daun sambung nyawa adalah 200 mg/KgBB. Kelompok I (kontrol negatif)=pemberian aquadest Kelompok II (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa 500 mg/KgBB Dosis ekstrak Kelompok III (perlakuan coba)=pemberian Ordinal etanol 96 % ekstrak etanol daun sambung nyawa 1000 daun sambung mg/KgBB. nyawa Kelompok IV (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa 1500 mg/KgBB Kelompok V (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa 2000 mg/KgBB.
Gambaran histopatologi lambung tikus
Gambaran kerusakan lambung tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x pada 10 lapang pandang, kerusakan lambung ditandai dengan adanya deskuamasi, erosi epitel mukosa, dan ulserasi epitel lambung. Kerusakan tiap Numerik lapangan pandang dinilai berdasarkan skor Barthel Manja 0. Tidak ada perubahan patologis 1. Kongesti pembuluh darah 2. Inflamasi 3. Degenerasi sel epitel (Astri et al., 2012).
38
E.
Bahan dan alat penelitian 1. Bahan – bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah: 1. Tikus putih jantan galur Sprague dawley 2. Ekstrak daun sambung nyawa (500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, 1500 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB) 3. Pakan standar mencit 4. Aquadest 5. Bahan untuk pembuatan preparat histopatologi 2. Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Kandang mencit dan perlengkapannya 2. Sonde lambung 3. Seperangkat alat bedah minor untuk pengambilan organ tikus 4. Alat untuk pembuatan preparat histopatologi 5. Mikroskop
F.
Jalannya Penelitian
1.
Metode Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambung nyawa
Daun sambung nyawa dibersihkan dengan air mengalir dan setelahnya ditiriskan. Kemudian dijemur dengan ditutupi kain berwarna gelap untuk menghindari kontak langsung dengan matahari. Setelah didapatkan daun yang kering, kemudian daun dibuat serbuk dan diayak hingga diperoleh serbuk daun sambung nyawa. Sebanyak 500 gram
39
serbuk diekstrak dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 L. Pengadukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan sore hari, setelah 3 x 24 jam dilakukan penyaringan. Ampas proses tersebut kembali dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 L. Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian diendapkan, lalu disaring untuk selanjutnya diuapkan dengan pengurangan tekanan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Gofur et al., 2009).
2. Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Daun Sambung nyawa.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Gofur et al. (2009), yang menyatakan bahwa dosis 350 dan 700 mg/kgBB telah terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan sel kanker maka dosis yang akan digunakan pada penelitian diambil dari pertengahan dosis efektif yaitu 500mg/KgBB. Dosis untuk kelompok perlakuan kedua yang akan digunakan yaitu 500mg/kgBB kemudian dosis kelompok perlakuan ketiga hasil pengalian 2x dari dosis kedua, yaitu 1000 mg/kgBB, sedangkan dosis kelompok perlakuan keempat adalah hasil pengalian 1,5x dari dosis kedua yaitu 1500 mg/kgBB, dan dosis kelompok perlakuan kelima merupakan hasil pengalian 4x dosis kedua yaitu 2000 mg/kgBB (Gofur et al., 2009). a. Dosis untuk tiap tikus kelompok II 500 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 100 mg b. Dosis untuk tiap tikus kelompok III
40
1000 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 200 mg c. Dosis untuk tiap tikus kelompok IV 1500 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 300 mg d. Dosis untuk tiap tikus kelompok V 2000 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 400 mg
Volume ekstrak etanol daun sambung nyawa diberikan secara peroral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan kepada tikus mengingat bahwa volume maksimum dari lambung tikus adalah 3 sampai 5 ml. Apabila pemberian ekstrak melebihi volume maksimum lambung tikus maka akan menyebabkan dilatasi lambung tikus akut yang kemudian akan menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006). Ekstrak etanol daum sambung nyawa akan disuspensikan dalam aquades dengan suspensi agent CMC Na 0,5% kedalam mortir (Gofur et al., 2009).
Larutan aquades yang perlu ditambahkan adalah sebanyak 200 ml, maka ekstrak yang perlu ditambahkan adalah sebesar: a. Untuk dosis 100 mg tiap 1 ml pada kelompok II = x = 20.000 mg x = 20 gr maka ekstrak yang perlu ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah 20 gr b. Untuk dosis 200 mg tiap 1 ml pada kelompok III
41
= X= 40.000 mg X = 40 gr maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah sebanyak 40 gr. c. Untuk dosis 300 mg tiap 1 ml (kelompok IV) = X= 60.000 mg X = 60 gr maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah 60 gr. d. Untuk dosis 400 mg tiap 1 ml (kelompok V) = X= 80.000 mg X = 80 gr maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah 80 gr.
3. Pengamatan Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 6 ekor setiap kelompoknya. Kelompok perlakuan pertama hanya diberi aquadest. Kelompok perlakuan kedua dilakukan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 500 mg/kgBB, kelompok perlakuan ketiga
42
dilakukan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 1000 mg/kgBB, kelompok perlakuan keempat dilakukan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 1500 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan kelima diberi ekstrak sambung nyawa 2000 mg/kgBB. Pemberian ekstrak pada kelompok perlakuan satu sampai dengan empat adalah 3 kali dalam seminggu. Perlakuan tersebut dilakukan selama 2 minggu. Pada hari keempat belas, semua hewan percobaan dieliminasi dengan anastesi menggunakan chloroform. Selanjutnya diproses dengan metode baku histologi, setelah itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis sesudah dilakukan pembuatan preparat sesuai prosedur. Setiap mencit dibuat preparat lambung dan tiap preparat dibaca dalam 5 lapangan pandang yaitu keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan perbesaran 100x dan 400x dengan batasan jumlah sel 20 sel tiap lapang pandang. Sasaran yang dibaca adalah perubahan struktur histologis mukosa yang mengalami erosi pada lambung mencit karena sel epitel lambung peka terhadap keadaan lingkungan pada lumen lambung.
G.
Analisis data Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut 1. Analisis Deskriptif 2. Uji Shapiro-Wilk, uji ini untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau belum. Uji ini dilakukan apabila jumlah sampel <50. Apabila data belum terdistribusi secara normal, maka perlu ditranformasikan terlebih dahulu.
43
3. Uji varians dengan Levene’s test. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dua atau lebih kelompok data mempunyai varian data yang sama atau tidak. 4. Uji Efek Perlakuan Apabila data memenuhi syarat (terdistribusi normal dan varian data sama) maka, digunakan uji statistik parametrik yaitu One Way Anova. Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka alternatifnya dipilih uji Kruskal-Wallis.
Jika pada uji One Way Anova menghasilkan nilai p<0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Least Significant Difference – test (LSD) Post Hoc Test untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna. Apabila menggunakan uji Kruskal-Wallis dan menghasilkan nilai p <0,05, maka lanjutkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test untuk melihat kelompok yang berbeda secara bermakna.
44
Populasi
Sampel
Random Alokasi
Kelompok I kontrol 6 ekor tikus putih
kelompok II perlakuan 6 ekor tikus putih
kelompok IV perlakuan 6 ekor tikus putih
kelompok III perlakuan 6 ekor tikus putih
kelompok V perlakuan 6 ekor tikus putih
Fase Adaptasi 4-7 hari
Perlakuan pada kelompok I kontrol diberikan akuades 1 ml Selama 2 minggu
Perlakuan pada kelompok II (ekstrak daun sambung nyawa 500 mg/kgBB) selama 2 minggu
Perlakuan pada kelompok III (ekstrak daun sambung nyawa 1000 mg/kgBB) selama 2 minggu
Perlakuan pada kelompok IV (ekstrak daun sambung nyawa 1500 mg/kgBB) selama 2 minggu
Perlakuan pada kelompok V (ekstrak daun sambung nyawa 2000 mg/kgBB) selama 2 minggu
Pada hari ke-14 mencit di terminasi dan kemudian dibuat preparat histopatologis organ lambung
Analisis hasil
Gambar 7. Rancangan Penelitian.
45
H. Etika Penelitian
Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Peneletian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan perinsip 3R dalam protokol, yaitu: 1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengamatan terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. 2. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. 3. Refinement
adalah
memperlakukan
hewan
percobaan
secara
manusiawi memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian (Ridwan, 2013).