53
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian, yang terdiri dari variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, desain penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan analisa data yang digunakan.
A. Variabel Penelitian Variabel yang terdapat pada penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi dalam penelitian karena diduga memiliki pengaruh terhadap variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah respon subjek penelitian yang diukur pengaruhnya dari variabel bebas (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2011). Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah: 1.
Variabel tergantung : Kecemasan
2.
Variabel bebas
: Terapi menulis ekspresif
B. Definisi Operasional 1.
Kecemasan adalah perasaan takut dan khawatir disertai dengan gejala fisik, kognitif dan perilaku terhadap situasi yang dialaminya. Tingkat kecemasan diukur menggunakan skala kecemasan yang disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) oleh Susan H. Spence pada tahun 1997. Tingkat kecemasan dinilai dari simtom kecemasan yang diperlihatkan anak pada enam area kecemasan yaitu general anxiety,
Universitas Sumatera Utara
54
panic/agoraphobia, separation anxiety, social phobia, obsessive compulsive, fear of physical injury. Semakin tinggi skor kecemasan yang diperoleh, maka semakin tinggi simptom kecemasan yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor kecemasan, maka semakin rendah pula simptom kecemasan. 2. Terapi menulis ekspresif adalah suatu proses terapeutik melalui kegiatan menulis yang dilakukan oleh anak sebagai bentuk refleksi dan ekspresi pikiran dan perasaannya tentang peristiwa bullying yang dialami dengan tujuan untuk membantu anak mengekspresikan emosi yang berlebihan, menurunkan ketegangan sebagai akibat dari peristiwa bullying yang dialami, dilakukan dengan empat tahap yaitu: recognition, examination, feedback, application to the self.
C. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pretest Posttest Control Group Design yang merupakan desain eksperimen dengan melakukan pengukuran atau observasi awal sebelum dan setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Latipun, 2004: 123). Adapun skema desain penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut: Tabel 3.1. Skema desain penelitian Kelompok KE KK
Pengukuran (Pretest) O1 O1
Perlakuan X -X
Pengukuran (Posttest) O2 O2
Universitas Sumatera Utara
55
Keterangan: KE = Kelompok eksperimen KK = Kelompok kontrol O1 = kecemasan sebelum perlakuan X = Pemberian terapi menulis ekspresif -X = Tanpa pemberian terapi menulis ekspresif O2 = kecemasan setelah perlakuan
D. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak yang menjadi korban bullying. Karakteristik dari subjek penelitian ini adalah: 1. Berusia 9-12 tahun. Allen & Marotz (2010) mengatakan bahwa pada masa kanak-kanak akhir, anak mulai menyenangi keterampilan menulis untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan akademik. 2. Memiliki IQ normal. Papalia (2010) mengatakan bahwa perkembangan keterampilan menulis bergerak beriringan dengan perkembangan bahasa dan menuru Yusuf (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah IQ 3. Memiliki skor kecemasan pada kategori sedang (38 ≤ X < 76) dan kategori tinggi (X ≥ 76)
E. Metode Penggumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara, yaitu: a. Kuisoner bullying, digunakan untuk mengidentifikasi anak-anak yang menjadi korban bullying. Kuisoner bullying disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi
The
Revised
Olweus
Bully/Victim
Questionnaire
yang
dikembangkan oleh Dan Olweus pada tahun 1996. Kuisoner bullying pada
Universitas Sumatera Utara
56
penelitian ini terdiri dari 4 pertanyaan yang menanyakan keterlibatan siswa sebagai korban bullying. b. Skala kecemasan, digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pada anak korban bullying. Skala ini disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS). Skala kecemasan ini terdiri dari 38 aitem yang mencerminkan simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu general anxiety, social anxiety, panic/agoraphobia, obsessive compulsive dan fear of physical injury dengan pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah, kadangkadang, sering dan selalu. c. Tes Colour Progressive Matriks (CPM), digunakan untuk mengetahui golongan intelektual anak. d. Lembar tugas Pengumpulan data lain diperoleh dari lembar tugas yang diberikan kepada subjek selama proses intervensi berlangsung dan akan dianalisis secara kualitatif untuk memperkaya data kualitatif.
F. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian mengenai kedua tahapan penelitian: F.1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah-langkah yang dilakuan dalam tahap persiapan ini adalah: a. Penyusunan skala kecemasan
Universitas Sumatera Utara
57
Skala kecemasan bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan subjek yang diperlihatkan dari simptom-simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu: 1. separation anxiety, Kecemasan yang berlebihan terhadap perpisahan dari orangorang yang memiliki kedekatan emosional. 2. social anxiety, Ketakutan yang menetap dan bertahan dari situasi sosial yang dapat menimbulkan perasaan malu. 3. panic/agoraphobia, Panic yaitu periode dari ketakutan yang intens atau ketidaknyamanan yang disertai dengan simptom somatik dan kognitif, Agoraphobia yaitu kecemasan berada di tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri. 4. obsessive compulsive, Kecemasan dimana pikiran dipenuhi oleh gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu berulang-ulang sehingga menimbulkan stres dan menggangu fungsi kehidupan sehari-hari. 5. fear of physical injury, ketakutan yang menetap dan bertahan terhadap sesuatu yang dapat dilihat dengan jelas, objek yang terbatas atau situasi tertentu. 6. general anxiety, kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan tentang sejumlah situasi atau aktivitas, dimana individu sulit untuk mengontrol kekhawatiran tersebut. Skala dibuat dengan mengadaptasi dan memodifikasi Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS). Distribusi aitem untuk skala kecemasan diuraikan dalam tabel 3.2. berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
58
Tabel 3.2. Blue print skala kecemasan Tipe kecemasan Nomer aitem Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38 Social phobia 6, 7, 9, 10, 26, 31 Obsessive compulsive 13, 17, 24, 35, 36, 37 12, 19, 25, 27, 28, 30, 32, 4. Panic/agoraphobia 33, 34 5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23, 29 6. General anxiety 1, 3, 4, 18, 20, 22 Jumlah No 1. 2. 3.
Jumlah 6 6 6 9 5 6 38
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, jumlah aitem dalam skala kecemasan adalah 38 aitem. Pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu. Penilaian untuk setiap aitem adalah skor 0 untuk tidak pernah, skor 1 untuk kadangkadang, skor 2 untuk sering dan skor 3 untuk selalu. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan. Sebaliknya, semakin rendah skor jawaban berarti semakin rendah tingkat kecemasan. b. Uji coba skala kecemasan Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Uji coba skala kecemasan dilakukan dengan menyebarkan skala kecemasan kepada 52 orang anak dengan rentang usia 9-12 tahun yang mengalami bullying. Dari data yang terkumpul, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Daya beda aitem Uji daya beda aitem dalam penelitian ini diperlukan karena melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau
Universitas Sumatera Utara
59
kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (r ix) (Azwar. 2007). Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda sama dengan atau lebih besar daripada 0.30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi aitem tertinggi. Sebaliknya apabila aitem-aitem yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 atau 0.2 (Azwar. 2007). Pada penelitian ini, koefisien korelasi aitem total (r ix) yang digunakan sebagai batas kriteria adalan rix ≥ 0.30, maka diperoleh hasil sebanyak 29 aitem memiliki r ix ≥ 0.3 dan 9 aitem memiliki rix < 0.3. Berikut ini adalah distribusi aitem setelah dilakukan uji daya beda aitem: Tabel 3.3. Distribusi aitem setelah uji daya beda aitem Nomer aitem No Tipe Kecemasan rix ≥ 0.3 rix < 0.3 1. Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38 2. Social anxiety 6, 7, 10, 26, 31 9 3. Obsessive compulsive 13. 24. 36. 37 17, 35 19, 25, 28, 30, 32, 12, 27, 33 4. Panic/agoraphobia 34 5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23 29 6. General anxiety 1, 4, 20, 22 3, 18 Jumlah 29 9
Universitas Sumatera Utara
60
2. Validitas dan reliabilitas Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsi pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud dan tujuan diadakannya pengukuran (Azwar, 2010). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas content. Validitas content dilakukan melalui professional judgement dari dosen pembimbing dalam proses penyusunan dan telaah aitem sehingga aitem yang dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang dari 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas yaitu mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah koefisien yaitu mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010). Pada penelitian ini reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas skor komposit. Nilai reliabilitas skor skala kecemasan diperoleh dengan menggunakan rumus:
Keterangan: Wj
= bobot relatif komponen j
Wk = bobot relatif komponen k Sj
= deviasi standar komponen j
Sk
= deviasi standar komponen k
rjj’
= koefisien reliabilitas tiap komponen
Universitas Sumatera Utara
61
rjk
= koefisien reliabilitas antar dua komponen yan berbeda
Maka, nilai koefisien reliabilitas skala kecemasan pada penelitian ini adalah rix= 0.89. c. Penyusunan modul terapi menulis ekspresif Pedoman pelaksanaan intervensi disusun oleh peneliti berdasarkan tahapan proses terapi menulis ekspresif. Adapun topik yang akan dibahas dan tahapan proses pelaksanaan selama intervensi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.4 dan tabel 3.5 di bawah ini: Tabel 3.4. Topik terapi menulis ekspresif Tujuan kegiatan
Topik Pengalaman dibully
a. b. c.
bullying fisik
a. b.
c.
bullying verbal
a. b.
c.
bullying relasi
a. b.
Tujuan Terapeutik Mengungkap bentuk bullying yang Sarana Katarsis dialami. dan ekspresi Mengeksplor dan megekspresikan pikiran emosi dan perasaan saat mengalami bullying. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bullying. Mengungkap bentuk bullying fisik yang Sarana Katarsis dialami. dan ekspresi Mengeksplor dan megekspresikan pikiran emosi dan perasaan saat mengalami bullying fisik. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully fisik. Mengungkap bentuk bullying verbal yang Sarana Katarsis dialami. dan ekspresi Mengeksplor dan megekspresikan pikiran emosi dan perasaan saat mengalami bullying verbal. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully verbal Mengungkap bentuk bullying relasi yang Sarana Katarsis dialami. dan ekspresi Mengeksplor dan megekspresikan pikiran emosi
Universitas Sumatera Utara
62
dan perasaan saat mengalami bullying relasi. c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully relasi.
Pertemuan I
II
III
Tabel 3.5. Blue print modul terapi menulis ekspresif Sesi Kegiatan Tujuan 1 Perkenalan Membangun rapport. (bermain game) Menyampaikan tujuan pelaksanaan terapi. 2 Menulis tentang Mengekspresikan pengalaman perasaan dan pikiran pertama di kelas melalui tulisan. baru 1 Menonton video Memunculkan tentang bullying kembali informasi tentang pengalaman bullying Menulis bentuk Memfokuskan bullying yang perhatian terhadap dialami bentuk-bentuk bullying yang dialami Menulis Mengeksplor pikiran pengalaman dan perasaan saat bullying yang mengalami bullying dialami 2 Berdiskusi tentang Mengetaui pikiran dan pengalaman perasaan yang bullying dan menyebabkan perasaan setelah munculnya kecemasan menuliskannya ketika dibully dan perubahan yang dirasakan setelah menuliskannya. 3 Mengakhiri Mengakhiri pertemuan pertemuan I 1 Bermain puzzle Memunculkan informasi tentang pengalaman bullying fisik yang dialami Menulis bentuk Memfokuskan bullying fisik yang perhatian terhadap 2 dialami bentuk-bentuk bullying fisik yang
Waktu 15 menit
20 menit
15 menit
70 menit
5 menit 20 menit
70 menit
Universitas Sumatera Utara
63
Menuliskan pengalaman bullying fisik yang dialami Berdiskusi tentang pengalaman bullying fisik dan perasaan setelah menuliskannya
3 1
IV 2
3
Mengakhiri pertemuan Mereview kegiatan yang dilakukan sebelumnya dan bermain meyusun gambar Menulis bentuk bullying verbal yang dialami
Menulis pengalaman bullying verbal yang dialami Berdiskusi tentang pengalaman bullying verbal dan perasaan setelah menuliskannya
1
Mengakhiri pertemuan Mereview kegiatan yang dilakukan sebelumnya
2
Menulis bentuk bullying relasi yang dialami
V
dialami Mengeksplor pikiran dan perasaan saat mengalami bully fisik Mengetaui pikiran dan perasaan yang menyebabkan munculnya kecemasan ketika dibully fisik dan perubahan yang dirasakan setelah menuliskannya. Megakhiri pertemuan II Memunculkan informasi tentang pengalaman bully verbal yang dialami Memfokuskan perhatian terhadap bentuk-bentuk bullying verbal yang dialami Mengeksplor pikiran dan perasaan saat mengalami bully fisik Mengetaui pikiran dan perasaan yang menyebabkan munculnya kecemasan ketika dibully verbal dan perubahan yang dirasakan setelah menuliskannya. Megakhiri pertemuan II Memunculkan informasi tentang pengalaman bully relasi yang dialami Memfokuskan perhatian terhadap bentuk-bentuk
5 menit 15 menit
70 menit
5 menit 15 menit
70 menit
Universitas Sumatera Utara
64
Menulis pengalaman bullying relasi yang dialami Berdiskusi tentang pengalaman bullying relasi dan perasaan setelah menuliskannya
3 VI
1
Mengakhiri pertemuan Evaluasi
bullying relasi yang dialami Mengeksplor pikiran dan perasaan saat mengalami bully relasi Mengetaui pikiran dan perasaan yang menyebabkan munculnya kecemasan ketika dibully relasi dan perubahan yang dirasakan setelah menuliskannya. Megakhiri pertemuan II Mengetahui kondisi subjek setelah intervensi berakhir
5 menit 30 menit
d. Uji coba modul terapi menulis ekspresif Uji coba modul dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai waktu yang dibutuhkan untuk setiap sesinya serta mengetahui apakah subjek penelitian memahami materi dan instruksi yang disampaikan. Uji coba hanya bersifat kualitatif artinya tidak dengan kondisi sebenarnya. Berdasarkan evaluasi ada beberap hal yang diperbaiki untuk menyempurnakan modul, yaitu: 1. Penambahan sesi menulis untuk menstimulus subjek sebelum memulai menuliskan perasaan dan pikiran. Dari hasil try out, subjek kesulitan untuk memulai menulis, sehingga peneliti menambahkan sesi menulis dengan topik yang berbeda dari pertemuan selanjutnya, yaitu dengan topik kenaikan kelas pada pertemuan pertama.
Universitas Sumatera Utara
65
F.2. Tahap Pelaksanaan Prosedur pelaksaan pada penelitian ini, dibagi menjadi 2 tahapan. Diamana tahap awal adalah tahapan screening dan pemilihan subjek. Setelah ditetapkan siswa yang akan menjadi subjek penelitian, maka tahapan dilanjutkan ke proses pelaksanaan intervensi. Berikut uraian dari kedua tahapan tersebut. a. Screening dan pemilihan subjek penelitian Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan screening terhadap siswa kelas 4,5 dan 6 dengan rentang usia 9-12 tahun di salah satu Sekolah Dasar (SD) di kota Pekanbaru. Proses screening dilakukan pada tanggal 21 November 2016 sampai 30 November 2016. Dari 75 orang siswa yang mengisi kuisoner bullying, diperoleh sebanyak 23 orang siswa terindiksi sebagai korban bullying. Selanjutnya kepada 23 orang siswa terebut akan mengisi skala kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa. Skor kecemasan yang diperoleh setiap siswa akan dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan: 1. Penyusunan norma kategorisasi skala kecemasan Penyusunan norma dimasksudkan untuk mempermudah peneliti dalam menginterpretasi skor kecemasan yang diperoleh subjek sehingga peneliti dapat mengkategorisasikan tingkat kecemasan pada subjek penelitian. Dari skor kecemasan siswa di peroleh gambaran skor kecemasan siswa korban bullying sebagai beriku:
Universitas Sumatera Utara
66
Tabel 3.6. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor empirik Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi Kecemasan 23 14 94 39,04 18,24 Vaid N (listwise) 23 Dari tabel 3.6 di atas diperoleh mean 39.04 dengan nilai terendah 14 dan tertinggi 94. Selanjutnya juga diperoleh gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor hipotetik, sebagai berikut: Tabel 3.7. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor hipotetik Varaibel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi Kecemasan 23 0 114 57 19 Selanjutnya akan dilakukan pengelompokan skor kecemasan menjadi 3 kategari, yaitu: Tabel 3.8. Norma kategori kecemasan Rentang Nilai Kategori X < -1SD + M rendah -1SD + M ≤ X < 1SD + M sedang X ≥ 1SD + M tinggi Tabel 3.9. Kategori skor kecemasan Variabel Kategori Frekuensi Rendah 13 Kecemasan Sedang 9 Tinggi 1 Total 23
Persentase 56.52% 39.13% 4,35% 100 %
Dari tabel 3.9 di atas, diketahui bahwa sebanya 1 orang siswa kecemasan tinggi, 9 orang siswa memiliki kecemasan yang sedang dan 13 siswa lainnya memiliki kecemasan yang rendah. 2. Menentukan subjek penelitian Dari 23 orang siswa yang terindikasi sebagai subjek penelitian, selanjutnya berdasarkan skor kecemasan yang diperoleh setiap siswa akan dikelompokkan ke dalam
Universitas Sumatera Utara
67
tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Maka diperoleh gambaran jumlah siswa pada setiap kategori yaitu 13 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori rendah, 9 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori sedang dan 1 orang memiliki kecemasan berada pada kategori tinggi. Kepada 10 orang siswa yang memiliki kecemasan sedang dan tinggi, dilakukan tes IQ menggunakan tes CPM. Diperoleh hasil bahwa kesepuluh siswa tersebut memiliki IQ yang tergolong normal (diatas grade III, berdasarkan norma CPM). Setelah meminta persetujuan siswa, maka kesepeluh siswa tersebut menjadi subjek dalam penelitian ini. Namun saat proses terapi berlangsung, 2 orang siswa tidak hadir, sehingga hanya 8 siswa yang mengikuti semua rangkaian intervensi. Secara ringkas proses screening dalam pemilihan subjek penelitian dapat dilihat dari skema di bawah ini: Jumlah siswa 75 orang
Bukan korban 52 orang
dilakukan tes IQ
Korban 23 orang
Kecemasan tinggi 1 orang
diberikan kuisoner bullying
diberikan skala stres
Kecemasan sedang 9 orang
Kecemasan rendah 15 orang
≥ grade III 10 orang Subjek penelitian 8 orang
2 subjek tidak mengikuti intervensi
Gambar 3.1. Skema screening dan pemilihan subjek penelitian
Universitas Sumatera Utara
68
b. Proses pelaksanaan intervensi Intervensi dilakukan kepada 8 orang siswa yang terindikasi sebagai korban bullying memiliki tingkat kecemasan tinggi di salah satu Sekolah Dasar (SD) di kota Pekanbaru. 8 orang subjek tersebut dibagi ke dalam kelompok eksperimen sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Pelakasanaan intervensi di lakukan di sekolah pada pukul 14.00 - 15.30 WIB dan berlangsung selama 6 kali pertemuan dari tanggal 4 Desember 2016 sampai tanggal 9 Desember 2016.. Penjelasan pada setiap pertemuan akan dibahas pada bab IV.
G. Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistika non parametrik dengan menggunakan uji Mann Whitney dan (Field, 2005). Analisis data dengan teknik Mann-Whitney digunakan untuk menguji perbedaan skor antara dua sampel yang independent (unrelated sample) yaitu untuk menguji apakah ada perbedaan kecemasan pada saat pretest, dan posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis data dengan menggunakan teknik Wilcoxon digunakan untuk menguji beda skor dari dua sampel yang berpasangan (related sample) yaitu untuk melihat apakah ada perbedaan kecemasan antara pretest dengan posttest.
Universitas Sumatera Utara
69
BAB IV HASIL PENELITTIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini berjumlah 8 orang yang terbagi ke dalam kelompok eksperimen sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Penempatan subjek dalam kedua kempok dilakukan secara random. Adapun gambaran umum subjek penelitian dapat dilihat dari hasil tabel-tabel di bawah ini: Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian Kelompok Eksperimen
Kontrol
Karakteristik Usia
Pendidikan Jenis kelamin Jenis bullying
Frekuensi bullying
9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 4 SD 5 SD 6 SD Laki-laki perempuan fisik verbal relasi 1 kali seminggu 2 atau 3 kali semingu Setiap hari
2 orang 1 orang 1 orang 3 orang 1 orang 3 orang 1 orang 4 orang 4 orang 4 orang 3 orang 1 orang
1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 3 orang 1 orang 4 orang 4 orang 4 orang 3 orang 1 orang
B. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 kali pertemuan, dimana pertemuan pertemuan adalah pembukaan, pertemuan kedua sampai kelima adalah proses pelaksanaan intervensi yaitu terapi menulis ekspresif dan pada pertemuan keenam adalah evaluasi
Universitas Sumatera Utara
70
terhadap proses terapi yang telah dilakukan, berlangsung dari tanggal 4 Desember 2016 sampai 9 Desember 2016. Pelaksanaan intervensi dilakukan di ruang kelas dimulai pukul 14.00 hingga 15.30 WIB. Sebelum dilakukan intervensi, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada pihak sekolah, tentang rencana intervensi yang akan dilakukan. Dari hasil screening diperoleh 10 orang siswa yang memenuhi karakteristik subjek penelitiaan. 10 subjek tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Akan tetapi 2 diantaranya tidak dapat mengikuti proses intervensi dikarenakan orangtua tidak dapat menjemput setelah pelaksanaan intevensi berakhir. Berikut uraian tentang proses pelaksanaan intervensi yaiut terapi menulis ekspresif. 1. Pertemuan pertama Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 4 Desember 2016, dimulai setelah jam pulang sekolah pada pukul 14.00 – 15.30 WIB, dilakukan di salah satu ruang kelas dengan posisi duduk subjek membentuk lingkaran. Uraian pelaksanaan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Kegiatan 1. Perkenalan
2. Mengenal reaksi kecemasan
Tabel 4.2 Proses pelaksanaan pertemuan pertema Hasil pelaksanaan Observasi Terbentuknya rapport 1. Subjek dapat mengikuti instruksi antara peneliti dan permainan perkenalan yang peneliti subjek berikan. 2. Tidak terlihat sikap canggung atau malu-malu antara subjek satu dengan yang lainnya. 3. Subjek C terlihat lebih dominan dibandingkan dengan subjek yang lain, Subjek mampu 1. Subjek tidak ragu-ragu menjawab mengenali reaksibahwa sering merasa cemas. reaksi kecemasan yang 2. Beberapa subjek menjelaskan reaksi dirasakan, seperti yang dirasakan saat cemas, seperti merasa takut, subjek C ketika cemas, ia merasa
Universitas Sumatera Utara
71
3. Menulis perasaan dan pikiran ketika naik kelas
berkeringat, jantung berdetak kencang dan merasa gugup Subjek mampu mengekspresikan perasaan dan pikirannya ketika naik kelas
jantungnya berdetak cepat. Subjek A merasa takut bertemu dengan orang yang mengganggunya. 1. Subjek D tiba-tiba merasa tidak enak badan, dan tidak menuliskan perasaan dan pikirannya ketika naik kelas. 2. Subjek B dan C terlihat cukup akrab, mereka terkadang menulis sambil sesekali mengobrol. Berbeda dengan subjek A yang lebih banyak diam selama mengikuti kegiatan.
2. Hari kedua Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 5 Desember 2016 setelah jam pulang sekolah, yaitu pukul 14.00 – 15.30 WIB dilaksanakan di salah satu ruang kelas. Subjek duduk melingkar, namun ketika masuk ke sesi menulis subjek diberi kebebasan untuk memilih tempat duduk. Uraian proses pelaksanaan intervensi dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut:
Kegiatan Menonton video
1. Menulis bentuk-bentuk bullying yang dialami
2. Menuliskan perasaan dan pikiran
Tabel 4.3. Proses pelaksanaan pertemnuan kedua Hasil Pelaksanaan Observasi Subjek mampu menceritakan Subjek secara bergantian kembali video bullying yang menceritakan kembali ditonton. tentang video yang ditonton. Subjek secara bersamaan mengatakan bahwa mereka pernah mengalami kejadian seperti video yang ditonton Subjek dapat menuliskan Setelah subjek menonton bentuk-bentuk bullying yang video tentang bullying, dialami subjek mengatakan mereka juga sering mengalami hal seperti di dalam video. Mereka juga menyebutkan perasaan saat mereka dibully sambil memperlihatkan ekspresi marah. Subjek dapat 1. Saat menulis subjek A mengekspresikan perasaan memilih untuk menjauh dan pikiran mereka saat dari subjek lainnya dan mengalami bullying. Mereka begitu pula dengan subjek
Universitas Sumatera Utara
72
3. Menemukan pikiran positif
mengatakan tidak mengalami C. Sedangkan subjek B kesulitan untuk dan D tidak berpindah menuliskannya, merasa tempat duduk. senang karena dapat 2. Semua subjek terlihat menuliskan perasaan dan fokus saat menulis, pikiran mereka ketika dibully, sesekali mereka juga serta perasaan marah dan terlihat saling mengobrol kesal yang dirasa sedikit sambil terus menulis. berkurang. 3. Mereka menyelesaikan menulis dalam waktu yang relatif sebentar. Dua orang subjek mampu Subjek C terlihat lebih mengungkapkan pikiran menguasai situasi intervensi positifnya untuk mengurangi dibandingkan subjek lain. ia rasa cemas karena dibully, selalu menjawab setiap yaitu pertanyaan dari peneliti, 1. Subjek C: bahwa ia akan secara spontan tanpa mengatakan kepada menunggu peneliti memberi dirinya ketika akan pergi kesempatan kepadanya. ke sekolah, meskipun Berbeda dengan subjek A nanti ia marah-marah, ia dan D. ia lebih banyak diam, harus tetap sabar dan dan ikut berbicara ketika tidak perlu mendengarkan peneliti memberinya apa yang dikatakan teman kesempatan. Subjek B cukup yang membullynya. aktif selama proses Ketika ia berpapasan intervensi. dengan teman yang membully, subjek akan mengatakan pada dirinya “jangan takut, anggap saja dia tidak ada” lalu mengatakan kepada teman yang membully “kenapa ganggu-ganggu”. 2. Subjek B: mengatakan bahwa ia akan mengatakan kepada dirinya “tidak usah takut, anggap saja angin lalu yang akan pergi”. Jika ia bertemu dengan teman yang membully ia akan mengatakan “apa kau”. 3. Subjek A dan D belum mampu mengungkapkan pikiran positinya.
Universitas Sumatera Utara
73
3. Hari Ketiga Pertemuan dilakukan pada tanggal 6 Desember 2016. Dilaksanakan di salah satu ruang kelas. Pertemuan dimulai pada pukul 14.00 – 15.30 WIB setelah jam pulang sekolah yang diikuti oleh semua subjek penelitian. Uraian proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat di bawahh ini.
Kegiatan Bermain puzzle
Menulis bentuk-bentukbentuk bully fisik
Menulis pikiran dan perasaan ketika mengalami bully fisik
Menemukan pikiran positif
Tabel 4.4. Proses pelaksanaan pertemuan ketiga Hasil pelaksanaan Obsevasi Subjek mampu menjelaskan Subjek terlihat senang dan mengenai gambar-gambar pada antusias menyelesaikan puzzle puzzle yang disusun yang diberikan. Subjek juga mengatakan mereka pernah mengalami hal seperti pada gambar. Subjek mampu mengingat dan Subjek menjawab dengan menuliskan bentuk-bentuk bully spontan sambil berkata sering fisik yang dialami. mengalami bully fisik. Subjek menulis dengan fokus dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Subjek mampu mengekspresikan Subjek A memilih menjauh dan mengungkapkan perasaan dari subjek lain saat menulis melalui cerita yang ditulis. dan terlihat fokus saat menulis. Meskipun harus kembali Selama proses intervesi mengingat kejadian bullying yang berlangsung subjek A juga telah mereka alami, mereka terlihat tidak terlalu aktif mengatakan tidak mengalami dibandingkan subjek lainnya. kesulitan untuk mengingat dan Subjek terlihat relaks saat menuliskannya menulis, mereka sesekali terlihat mengobrol saat menulis. Subjek B terlihat kurang nyaman dengan sikap subjek C yaitu mengkritik apa yang dikatakan oleh subjek B. Subjek D sudah lebih aktif dibandingkan dari pertemuan sebelumnya. Keempat subjek sudah dapat Setelah peneliti memberikan mengungkapkan pikiran positif pertanyaan untuk membantu ketika mengalami bullying. subjek menemukan pikiran 1. Subjek A mengatakan ia tidak positif, ketiga subjek yaitu
Universitas Sumatera Utara
74
akan menghiraukan teman yang membullyinya, ia akan diam saja ketika dipanggil oleh temannya tersebut. 2. Ketika akan berangkat sekolah subjek B akan mengatakan kepada dirinya tidak perlu takut terhadap teman yang membullynya. tidak perlu mendengarkan ejekan teman tersebut. 3. Subjek C juga mengatakan hal yang sama seperti subjek A dan B, ia akan mengatakan kepada dirinya ketika akan berangkat ke sekolah, bahwa ia tidak perlu takut jika bertemu teman yang membully, tidak perlu perlu memperdulikan ejekan mereka, karena jika mereka mengejek, mereka yang akan berdosa. Saat ia bertemu dengan teman yang membully tersebut, ia tidak perlu memperdulikan mereka. 4. Subjek D, mengatakan ia akan bersikap cuek saat bertemu dengan teman yang membullynya dan mengatakan kepada mereka untuk berhenti mengejek dan mengganggu dirinya.
subjek B, C dan D menjawab serentak dan saling setuju dengan jawaban yang diberikan subjek lain. Subjek A terlihat menghindari pembicaraan tentang teman yang membullynya, ia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
4. Hari Keempat Pertemuan keempat dilakukan pada tanggal 7 Desember 2016. Sama seperti pada tiga pertemuan sebelumnya, pertemuan keempat juga dimulai pada pukul 14.00 15.30 WIB di salah satu ruang kelas. Uraian kegiatan yang dilakukan pada pertemuan keempat dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4.5. Proses pelaksanaan pertemuan keempat Hasil pelaksanaan Observasi Subjek menjelaskan tentang 2 Subjek B dan C bekerjasama gambar yang memiliki menyelesaikan permainan, kesamaan. selain itu jua terlihat bahwa subjek B jua membantu subje A dan D untuk menyelesaikan permainan. Subjek B, C dan D secara bergantian menjelaskan gambar bullying verbal. Menulis Subjek dapat mengingat dan Subjek A dan D secara spontan bentuk-bentuk menuliskan bentuk-bentuk mengangkat tangan sambil bully verbal bully verbal yang dialami. berkata pernah mengalami bully yang dialmi verbal. Subjek C terlihat membutuhkan waktu untuk mengingat, ia terlihat diam beberapa saat sebelum menulis dan saat menulis. Menulis Subjek mampu mengekspresi Subjek A dan B memilih pikiran dan perasaan dan pikirannya menjauh dari subjek lain saat perasaan ketika dibully melalu cerita menulis. sedangkan subjek C ketika yan dituliskan. dan subjek D tidak berpindah mengalami tempat duduk. Berbeda dari bullying verbal pertemuan sebelumnya, subjek C tidak langsung menulis, ia terlihat diam beberapa saat seperti sedang mengingat sesuatu sebelum mulai menulis. Menemukan Subjek C mengatakan ia akan pikiran positif menganggap apa yang dilakukan teman terhadap dirinya seperti angin yang lewat, sehingga tidak perlu dihiraukan. Subjek B dan D memberikan jawaban yang sama dengan subjek C. Kegiatan Memilih gambar yang memiliki kesamaan
5. Hari kelima Pertemuan kelima dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2016. Berbededa dari pertemuan sebelumnya, pertemuan kelima dilakukan pada pukul 09.00 – 10.30 WIB. Uraian pelaksanaan intervensi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
76
Tabel 4.6. Proses pelaksanaan pertemuan kelima Hasil pelaksanaan Observasi subjek menyebutkan Subjek B mengatakan bahwa ia bahwa mereka juga pernah difitnah mencuri uang teman pernah mengalami sekelas. kejadian seperti cerita yang dibacakan. 1. Menulis subjek dapat mengingat Subjek C dan D spontan bentukdan menuliskan bentukmengatakan mereka pernah bentuk bully bentuk bully relasi yang mengalaminya. Begitu pula dengan relasi yang dialami, subjek B, ia bahkan menjelaskan dialami bully relasi yang dialami. Mereka terlihat tidak senang dan kesal dengan kejadian terebut. Sedangkan subjek A hanya diam sambil mendengarkan subjek lain berbicara. 2. Menulis Subjek C dan subjek B Subjek terlihat itdak nyaman saat pengalaman hanya mengungkapkan mengikuti proses intervensi ketika dan pikiran emosi negatif yang salah seorang siswa mencoba ketika dirasakannya ketika melihat kegiatan yang sedang mengalami mengalami bullying, dilakukan. bully relasi tanpa menuliskan bagaimana kejadian tersebut terjadi dan apa yang ia pikirkan saat itu. Sedangkan pada subjek A dan D mereka mampu mengekspresikan pengalaman bullying yang dialami dengan lebih rinci dibandingkan subjek B dan subjek D. 3. Menemukan Subjek mengungkapkan Subjek A hanya diam, saat peneliti pikiran pikiran positif yang sama menanyakan mengenai pikirannya positif seperti pada pertemuan ketika ia merasa cemas karena sebelumnya. dibully. Kegiatan Membaca cerita tentang bully relasi.
6. Hari keenam Pada pertemuan keenam, peneliti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan intervensi yang telah dilakukan dan mengukur kecemasan subjek setelah intervensi. Pertemuan ini dilakukan pada tanggal 9 Desember 2016, pada pukul 11.00 – 12.00
Universitas Sumatera Utara
77
WIB. Peneliti meminta setiap subjek untuk mengisi lembar evaluasi, setelah itu dilanjutkan dengan mengisi skala kecemasan. Pada pertemuan ini diketahui bahwa subjek, masih mengalami bullying saat intervensi dilakukan. Selain itu, juga diketahui bahwa tidak semua subjek mencoba untuk mempraktekkan pikiran positif yang dikatakannya saat intervensi berlangsung.
C. Hasil Analisa Data Data yang diperoleh akan dianalisa dengan uji analisis secara nonparametrik menggunaan uji Mann-Whitney untuk menguji apakah ada perbedaan skor kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu juga dilakukan uji analisa dengan mennggunakan uji Wilcoxon untuk melihat apakah ada perbedaan skor kecemasan antara kondisi pretest dengan posttest pada masing-masing kelompok. Urain hasil analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu hasil analis data kelompok dan hasil analisa data individual. C.1. Hasil analisis data kelompok Dari hasil pemberian skala kecemasan pada saat sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) dilkukannya intervensi kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka skor yang diperoleh setiap subjek sebagai berikut: Tabel 4.7. Distribusi skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Kelompok eksperimen Kelompok kontrol skor skor Subjek Subjek Pretest Postets Pretest Postets A 51 55 E 50 65 B 94 97 F 38 40 C 61 61 G 57 93 D 58 52 H 38 45
Universitas Sumatera Utara
78
Berdasarkan statistik deskriptif dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada tabel 4.7, terlihat bahwa terdapat perbedaan rerata (mean) pretest dan posttest baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa skor kecemasan masing-masing kelompok dalam setiap tes berbeda. Tabel 4.8. Statistik deskriptf kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Kondisi pengukuran Kelompok N Mean SD Max Min Eksperimen 4 66 19.131 94 51 Pretest Kontrol 4 45.75 9.394 57 38 Eksperimen 4 66,50 20.761 97 52 Posttest Kontrol 4 60.75 24.061 93 40 Selanjutnya dilakukan uji komparatif (Mann Whitney) terhadap data penelitian kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi menulis ekspresif. Selain itu juga dilakukan uji komporatif (Wilcoxon) antara kondisi sebelum (pretest) dan (posttest) pada masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji analisa dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini: Tabel 4.9. Hasil uji komporatif skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Uji Kelompok Kondisi Effect P Kesimpulan statistik pengukuran size (r) pretest 0.042 -0.20 signifikan (p < 0.05) Mann Whitney 0.564 Tidak posttest -0.72 (p > 0.05) signifikan 0.715 Tidak Eksperimen -0.13 (p > 0.05) signifikan Wilcoxon 0.068 Tidak Kontrol -0.65 (p > 0.05) signifikan Dari tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan signifikan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan terapi menulis ekspresif (p < 0.05). Sementara itu, tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi menulis ekspresif
Universitas Sumatera Utara
79
(p > 0.05). Sedangkan dari uji Wilcoxon diperoleh hasil bahwa pada kelompok eksperimen tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspreif (p > 0.05). Hal yang sama juga terlihat pada kelompok kontrol, yaitu tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspresif (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan pada anak korban bullying.
C.2. Hasil analisa data individual Analisa individual dilakukan dengan membandingkan skor kecemasan yang diperoleh setiap subjek dengan skor rata-rata kelompok terapi menulis ekspreif pada saat pretest dan posttest. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk grafik. Selain itu hasil analisa individual juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari lembar kerja subjek. Setiap subjek diberi inisial huruf abjad secara berurutan, yaitu subjek A, B, C dan D. Berikut adalah gambaran perbandingan skor kecemasan setiap subjek dengan rata-rata kelompok.
Universitas Sumatera Utara
80
Gambar 4.1. Perbandingan skor kecemasan subjek dengan skor rata-rata kelompok Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan 3 orang subjek yaitu subjek A, C dan D berada di bawa rata-rata skor kecemasan kelompok. Begitu pula pada kondisi posttest subjek A, C dan juga memiliki skor kecemasan di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok. Namun bila melihat skor kecemasan masing-masing subjek, maka terlihat bahwa hanya subjek D yang memperlihatkan penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest. Dari skala kecemasan yang diberikan kepada subjek juga diperoleh gambaran skor kecemasan subjek berdasarkan tipe kecemasan pada saat kondisi sebelum (pretest) dan setelah (posttest) dilakukan terapi menulis ekspresif. Berikut distribusi skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 4.10. Skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan Kondisi Subjek Tipe kecemasan pengukuran A B C Pretest 6 12 11 Separation anxiety posttest 3 18 10 Pretest 8 13 7 Social Phobia posttest 9 18 9 Pretest 11 14 15 Obsessivecompulsive posttest 15 13 10 Pretest 6 27 12 Panic/agoraphobia posttest 9 20 15 Pretest 8 14 16 Fear of physical injury posttest 8 13 5 Pretest 4 14 10 General anxiety posttest 11 15 12
D 9 6 11 7 7 9 13 14 7 5 11 11
a. Subjek A Subjek A merupakan siswa di salah satu sekolah dasar. Saat ini ia duduk di kelas 6 dan berusia 12 tahun. A adalah seorang anak yang pendiam, sedikit tertutup dan kurang ekspresif. A juga termasuk anak yang lamban terutama dalam menyelesaikan tugas sekolah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang lain. Ketika A memiliki masalah, A lebih memilih untuk menghindar dari pada menyelesaikannya, seperti ketika ia diganggu oleh teman, A tidak berani melawan terutama jika teman yang mengganggu lebih kuat dibandingkan dirinya. Perlakuan bullying yang A alami sudah terjadi cukup lama sebelum A duduk di kelas 6. Hal tersebut membuat ia merasa takut dan cemas, sehingga A tidak pernah memberitau guru ataupun orangtua. A takut dipukul lagi oleh teman yang membullynya, jika ia memberitahu guru atau orangtua. Saat di rumah subjek A terkadang juga mengalami perlakuan kasar. Hal ini mempengaruhi keberanian A untuk membela diri ketika berhadapan dengan orang yang lebih kuat darinya. Ketika A ditegur oleh gurupun, hal tersebut membuat A merasa takut, bahkan subjek A tidak berani untuk pulang ke rumah. Saat A merasa cemas dan
Universitas Sumatera Utara
82
takut untuk pergi ke sekolah, A berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah. subjek A merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. A mengalami bullying hampir setiap hari dan mengalami bully baik secara fisik, verbal maupun relasi. Dari gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa pada saat pretest skor kecemasan A adalah 51 (kategori sedang). Pada saat posttest terlihat adanya peningkatan
skor
kecemasan yaitu menjadi 55, namun masih berada pada kategori sedang. Terlihat juga bahwa pada saat pretest dan posttest A memperoleh skor di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok, hal ini menunjukkan bahwa dalam kelompok terapi menulis ekspresif, subjek A memiliki kecemasan di bawah rata-rata. Selain itu juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan antara sebelum dan sesudah diberikan menulis ekspresif, seperti pada gambar 4.2. berikut ini:
Gambar 4.2. Perbandingan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa adanya peningkatan skor pada tipe kecemasasan social phobia, obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan general anxiety pada kondisi pretest dan posttest. Peningkatan skor yang paling tinggi terjadi
Universitas Sumatera Utara
83
pada tipe general anxiety sebesar 7 poin, yaitu skor pada saat pretest sebesar 4 poin dan saat posttest meningkat menjadi 11 poin. Sedangkan pada tipe kecemasan fear of physical injury tidak terjadi perubahan skor baik pada kondisi pretest maupun posttest. Selain itu juga terlihat adanya penurunan skor pada tipe kecemasan separation anxiety sebesar 3 poin dari kondisi pretest dan posttest. Berdasarkan lembar kerja pada saat intervensi, diketahui bahwa kejadian bullying yang dialami subjek A diantaranya, dipukul, dilempar, diancam, dicubit, diejek dan difitnah. Dari hasil cerita yang ditulis oleh A pada “buku rahasia”, A mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat mengalami bullying. Dari cerita yang ditulis A, A merasa takut, sedih dan marah karena kejadian bullying yang dialaminya. Selain itu diketahui juga bahwa A pernah mencoba untuk melawan dengan bertanya mengapa ia didorong, bukannya mendapat jawaban, tetapi A malah dipukul dan diejek oleh temannya tersebut. Selain secara verbal, A juga pernah mencoba untuk melawan secara fisik yaitu berkelahi dengan teman yang membullynya, namun A kembali mendapat tekanan berupa ancaman dari temannya tersebut. Kejadian tersebut membuat A merasa takut, A juga tidak berani untuk memberitahu guru ataupun orangtuanya. Tidak adanya support dari orangtua menambah rasa takut A untuk memberitahu kejadian bullying yang dialaminya. Subjek A menuliskan bahwa jika orangtua mengetahui ia terlibat masalah, ia akan dimarahi. Pada tahap juxtapisition dan application to the self, A berahasil menyampaikan kecemasan yang dirasakannya, yaitu mengapa ia selalu diganggu, ketakutannya jika bertemu dengan teman yang membullynya dan ketakutannya jika kejadian bullying yang disampaikannya diketahui oleh orang lain. Saat A mencoba menemukan pikiran positif
Universitas Sumatera Utara
84
saat ia merasa cemas karena bullying, awalnya ia belum mampu menemukan pikiran positif tersebut, namun pada pertemuan selanjutnya A sudah mampu melakukannya. Sebelum berangkat ke sekolah, ia akan mengatakan kepada dirinya jika nanti ia berjumpa dengan teman yang membullynya tersebut, ia tidak akan memperdulikannya meskipun ia dipanggil oleh temannya tersebut. Akan tetapi A masih terlihat belum mampu menggungkapkan pikiran dan perasaannya jika berhadapan dengan temannya tersebut. A mengatakan, jika ia bertemu dengan teman yang membullynya tersebut, ia hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa. A juga mengatakan, jika ia merasa cemas dengan kejadian bullying yang dialaminya, ia akan mencoba untuk bersikap tenang, dan tidak memikirkan hal-hal negatif atau yang aneh-aneh. Dari hasil observasi selama intervensi berlangsung, diketahui bahwa A adala satu-satunya subjek laki-laki, subjek A lebih banyak diam saat intervensi berlangsung. Ia hanya berbicara ketika peneliti bertanya kepadanya. Subjek A juga terlihat berusaha untuk menghindarai pembicaraan tentang bullying yang dialami, ia mencoba menghindar dengan bertanya tentang hal lain yang tidak ada hubungannya dengan kejadian bullying yang dialami. Subjek A selalu pindah tempat duduk ketika mulai menulis, dibandingkan dengan subjek yang lain, cerita yang dituliskan oleh subjek lebih singkat dan terlihat tidak banyak perasaan dan pikirannya yang terkesplor saat menulis. Pada tahap evaluasi, diketahui bahwa subjek A masih mengalami bullying, ketika ia dibully A hanya diam dan tidak melawan. A juga diketahui tidak mempraktekkan pikiran posistif yang telah diungkapannya selama intervensi berlangsung. Selain itu, A mengatakan bahwa perasaan kesalnya sedikit berkurang,
Universitas Sumatera Utara
85
meskipun terkadang subjek A masih merasa takut, namun setelah mengikuti intervensi, ketakutannya sedikit berkurang.
b. Subjek B Subjek B adalah salah satu siswi di sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini B duduk di kelas 5 dan berusia 10 tahun. B memiliki tubuh yang cukup besar dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Kemampuan akademik B tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Hanya saja sikapnya yang tidak fokus dan cenderung mengerjakan hal lain saat belajar, membuatnya lamban dalam mengerjakan tugas. B memiliki sikap kekanak-kanakan, ketika menyampaikan sesuatu, B terkesesan berlebihan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicaranya. Sikap B yang demikian, membuatnya cukup memiliki banyak masalah dengan teman-teman, ia cukup sering diganggu oleh temannya. B merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Bullying yang dialami oleh B sudah berlangsung cukup lama yaitu sebelum B duduk di kelas 5. Sebelumnya B pernah berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah, hal ini subjek B lakukan beberapa kali, karena perlakuan bullying
yang dialami. Meskipun sekarang subjek B sudah mulai berani untuk
membalas, namun hal tersebut tidak membuat teman-teman berhenti membullynya. Subjek B agak sering mengalami bullying yaitu sekitar 2 atau 3 kali dalam seminggu dan mengalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi. Dari gambar 4.1. di atas, terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan subjek B adalah 94 (kategori tinggi) dan pada kondisi posttest terjadi peningkatan skor sebesar 3 poin, yaitu menjadi 97 (kategori tinggi). Selain itu terlihat juga bahwa pada
Universitas Sumatera Utara
86
kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest subjek B memperoleh skor di atas ratarata skor kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66 dan mean posttest = 66,5). Hal ini berarti bahwa tidak terjadi penurunan kecemasan pada subjek B baik dilihat berdasarkan skor kecemasan yang diperoleh maupun berdasarkan kategori kecemasan pada saat pretest dan posttest. Begitu pula saat dibandingkan dengan ratarata skor kecemasan kelompok. Berdasarkan skor yang diperoleh subjek B pada skala kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.3 berikut ini:
Gambar 4.3. Perbandingan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest Dari gambar 4.3 di atas, penurun skor kecemasan pada tipe kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury yaitu masing-masing sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest = 13). Namun pada empat tipe kecemasan lainnya terlihat peningkatan skor
Universitas Sumatera Utara
87
kecemasan, yaitu yaitu pada separation anxiety, social anxiety, dan general anxiety. Sedangkan pada tipe obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan fear of physical injury terjadi penurunan skor antara kondisi pretest dan posttest. Pada tipe obsessive compulsive skor kecemasan subjek menurun sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest = 13), tipe kecemasan panic/agoraphobia skor kecemasan subjek B menurun sebesar 7 poin (pretest = 27, posttest = 20. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi menulis ekspresif, terjadi penurunan simptom kecemasan pada tipe kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury. Berdasarkan lembar kerja pada saat proses intervensi berlangsung, diketahui bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek B, diantaranya dipukul, dicubit, diejek, dimintai uang dan ditarik jilbab. Dari cerita yang dituliskan B pada “buku rahasia”, diketahui bahwa B mampu mengungkapkan perasaannya saat dibully yaitu B merasa benci dengan teman yang membullynya tersebut. B juga sulit untuk memaafkan mereka. Hingga pertemuan terakhir, B masih mengatakan bahwa ia tidak bisa memaafkan teman yang sudah bersikap keterlaluan kepadanya dan masih menyimpan perasaan benci dan marah. saat mengungkapkan hal tersebut, terdengar adanya tekanan pada intonasi suara B. Selain itu, dari hasil cerita yang ditulis oleh B juga diketahui bahwa tidak terlihat usaha B untuk menghentikan teman yang membullynya tersebut atau menuliskan pikirannya tentang apa yang ingin dan akan ia lakukan agar tidak dibully lagi. B menuliskan ia tidak memberitahu orangtua tentang kejadian bullying yang dialaminya karena takut teman yang membullynya akan dimarahi. B juga menuliskan bahwa ia merasa kasihan kepada teman yang membullynya tersebut, jika orangtuanya benarbenar memarahi temannya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
88
Pada tahap juxtaposition dan application to the self, B mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasannya, melalui pertanyaan yang peneliti berikan. B mengatakan saat dia akan berangkat ke sekolah, ia berkata kepada dirinya untuk tidak perlu takut terhadap teman yang membullynya, tidak perlu mendengarkan dan memperdulikan apa yang mereka katakan atau ia akan langsung bertanya kepada teman yang membully, mengapa mereka mengganggu dirinya. Selain itu, subjek B mampu menemukan cara untuk mengalihkan pikiran dan perasaannya dengan melakukan kegiatan yang ia senangi, salah satunya dengan menggambar. Dari hasil observasi selama proses intervensi berlangsung, terlihat bahwa subjek merasa tidak senang dengan sikap subjek C yang selalu mengkritik apa yang diungkapkan oleh subjek B, seperti saat B memberikan jawaban yang sama dengan C, maka C mengatakan B meniru jawaban dirinya. Sikap subjek B yang tidak fokus selama intervensi, terkadang menjadi bahan lelucon bagi subjek C. Subjek B juga terlihat beberapa kali keluar ruangan selama prooses intervensi, tanpa meminta izin peneliti. Saat B mengungkapkan pikiran positif, jika berhadapan dengan teman yang membully, sebelum pelaksanaan dilakukan terlihat subjek B sedang diganggu oleh beberapa orang temannya, dan subjek B terlihat mencoba untuk melawan. Selama proses intervensi berlangsung, B mengatakan bahwa ia masih mengalami bullying. Dari lembar evaluasi yang diberikan, B mengatakan bahwa ia merasa senang menuliskan tentang perasaannya tentang perlakuan bullying
yang
dialaminya, meskipun demikian hal tersebut tidak mengurangi perasaan marah dan benci terhadap teman yang membullynya. Subjek B menyebutkan bahwa ia masih benci dan marah dengan teman yang membullynya.
Universitas Sumatera Utara
89
c. Subjek C Subjek C merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini C berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5. C adalah siswi pindahan dari salah satu sekolah dasar di Sumatera Barat, C pindah ketika naik kelas 2. Kemampuan akademik C tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. C senang berbagi dengan temannya yang lain, ia cukup sering memberi jajan kepada beberapa teman sekelasnya saat jam istirahat ataupun jam pulang sekolah, sehingga membuat C cukup menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh beberapa temannya. C memiliki sikap dominan untuk menjadi pusat perhatian, namun terkadang sikap C tersebut membuat beberapa teman tidak menyukainya. Selain itu C juga memiliki sifat yang sensitif dan suka merajuk. C merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. C megalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi dan ia mengalaminya sekitar satu atau dua kali dalam seminggu. Kejadian tersebut membuat C terkadang takut untuk pergi sekolah dan pernah melakukannya beberapa kali. Berdasarkan gambar 4.1 di atas, di ketahui bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang), kemudian pada kondisi posttest skor kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang). Selain bila membandingkan skor kecemasan yang diperoleh subjek C dengan skor rata-rata kecemasan kelompok terapi menulis ekspresif, terlihat bahwa pada kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest skor kecemasan subjek C berada di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66, mean posttest = 66.5). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan kecemasan pada subjek C setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif. Selain itu Berdasarkan skor yang diperoleh subjek C pada skala
Universitas Sumatera Utara
90
kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.4 berikut ini: 18 15
16
15
14
Skor Kecemasan
12
10 8
16
15
12 11
10
10
10
9 7
6
4
5
pretest posttest
2
0
Gambar 4.4. Perbandingan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest Berdasarkan gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa adanya penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest pada tiga tipe kecemasan, yaitu separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Penurunan skor kecemasan setiap tipe kecemasan yaitu separation anxiety sebesar 1 poin, obsessive compulsive sebesar 5 poin dan fear of physical injury sebesar 11 poin. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif terlihat adanya penurunan simtom kecemasan pada tipe kecemasan separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Pada tiga tipe kecemasan yang lainnya memperlihatkan kondisi sebaliknya, yaitu terlihat adanya peningkatan skor kecemasan yaitu tipe kecemasan social phobia, panic/agoraphobia dan general anxiety.
Universitas Sumatera Utara
91
Berdasarkan lembar kerja pada saat dilakukannya terapi menulis ekspresif diketahui bahwa bentuk bullying yang dialami oleh C diantaranya diancam, diejek dengan mengatakan C bodoh dan vespa, dicubit dan digosipkan. Sedangkan dari cerita yang ditulis oleh C pada “buku rahasia” diketahui bahwa C mampu mengungkapkan perasaannya saat mengalami bullying diantaranya merasa benci, marah, kesal dan dendam. C menuliskan kata benci pada setiap cerita yang dituliskan dan pada pertemuan terakhir C hanya menuliskan perasaan yang dirasakannya saat mengalami bullying. Selain itu, juga diketahui pada C juga mencoba untuk berbaikan dengan teman yang jahat kepadanya dengan cara memaafkan teman tersebut. Pada tahap juxtaposition dan application to the self, C mengatakan bahwa ia merasa lebih baik karena dapat menceritakan tentang pengalaman bullyingnya. Selain itu C juga mampu mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasan karena dibully. ketika akan berangkat ke sekolah ia akan mengatakan kepada dirinya untuk bersikap santai, dan tidak memperdulikan teman yang membullynya. Ia juga mengatakan, tidak apa jika hari ini ia marah karena dibully, namun ia harus tetap sabar dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh teman yang membullynya. Saat C berjumpa dengan temannya di sekolah, ia tidak perlu menghiraukan mereka. Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif terlihat bahwa subjek C cukup dominan dibandingkan dengan subjek yang lainnya. Sikap dominan C tersebut, membuat subjek lainnya sedikit tidak nyaman.
C juga terlihat lebih aktif untuk
menjawab secara spontan setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan. Ketika menuliskan perasaan dan pikirannya ketika dibully, C terlihat fokus, meskipun sesekali juga terlihat C mengobrol dengan subjek lain saat menulis.
Universitas Sumatera Utara
92
Dari lembar evaluasi yang diberikan pada hari terakhir pertemuan, diketahui bahwa setelah menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika mengalami bullying, pada awalnya C merasa biasa saja, namun setelah beberapa kali menulis C juga mengatakan bahwa ia tidak merasa dendam lagi terhadap teman yang membullynya.
d. Subjek D Subjek D merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di kota Pekanbaru. Saat ini D berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5 SD. D memiliki kemampuan akademik ratarata dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. D adalah anak yang pendiam, ketika D diganggu oleh temannya ia tidak melawan. Jika D tidak bisa menahan diri saat diganggu, D akan menangis. Selain itu D juga memiliki fisik yang lemah dan sering sakit. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Kejadian ini sudah lama D alami, dimulai ketika D duduk di kelas 3 SD. Hal ini membuat D merasa takut dan terkadang tidak ingin pergi ke sekolah. D juga terkadang berpura-pura sakit untuk tidak pergi ke sekolah. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya, D mengalami bully secara fisik, verbal dan relasi dan hal ini agak sering terjadi yaitu lebih dari satu kali dalam seminggu. Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi pretest dan posttest pada subjek D. Kondisi pretest menunjukkan skor kecemasan D adalah 58 (kategori sedang) dan pada kondisi posttest skor kecemasan D adalah 52 (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skor dari kondisi pretest dan posttest yaitu sebesar 6, berarti bahwa terapi menulis ekspresif efektif untuk menurunkan kecemasan pada subjek D. Selain itu bila dibandingkan dengan skor rata-
Universitas Sumatera Utara
93
rata kelompok, terlihat bahwa skor kecemasan subjek D berada di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok baik pada kondisi pretest (skor = 58, mean = 66) maupun kondisi posttest (skor = 52, mean = 66,5). Dari hasil skor skala kecemasan, juga diperoleh gambaran tentang perubahan kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan, seperti pada gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5. Perbandingan skor kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa dari enam tipe kecemasan, tiga tipe kecemasan diantaranya menunjukkan adanya penurunan skor pada kondisi posttest yaitu separation anxiety sebesar 3 poin, social phobia sebesar 4 poin dan fear of physical injury sebesar 1 poin. Sedangkan pada empat tipe kecemasan lainnya menunjukkan adanya peningkatan skor yaitu separation anxiety (1 poin), obsessive compulsive (3 poin), panic/agoraphobia (2 poin) dan general anxiety (1 poin). Dari hasil lembar kerja saat dilakukannya proses terapi menulis ekspresif, diketahui bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek D, diantaranya D diejek,
Universitas Sumatera Utara
94
diancam, di kurung di dalam kelas, di pukul dan difitnah mencuri barang milik teman. Bullying yang dialami D membuatnya merasa sedih dan sakit hati. Diketahui juga bahwa ejekan teman terhadap dirinya merupakan bentuk bullying yang sulit D lupakan, terlihat bahwa D menceritakan kejadian ketika ia diejek sebanyak 2 kali. Sikap orangtua yang tidak mempercayai tetapi balik memarahi D, membuatnya tidak mau memberitahu orangtua ketika ia dibully di oleh teman di sekolah. Selain itu juga diketahuhi bahwa respon D pertama kali ketika dibully adalah menangis, kemudian D melaporkan kejadian tersbut kepada guru. Pada tahap juxtaposition dan application to the self, D mampu mengungkapkan pikiran positifnya untuk mengurangi perasaan cemas baik ketika akan berangkat ke sekolah maupun saat bertemu dengan teman yang membullynya di sekolah. D mengatakan ketika ia akan berangkat sekolah, ia akan berkata kepada dirinya untuk bersikap cuek jika nanti bertemu dengan teman yang membully dan jika nanti ia bertemu dengan teman tersebut ia akan mengatakan kepada mereka unutk berhenti membully dirinya. Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif berlangsung, diketahui bahwa D sempat mengalami sakit pada pertemuan pertama, namun pada pertemuan selanjutnya D dapat mengikuti proses terapi. D terlihat tidak terlalu aktif seperti subjek C, namun terkadang D juga mau menjawab dengan spontan pertanyaan yang peneliti tanyakan. D terlihat cukup antusias mengikuti rangkaian intervensi. Sedangkan dari lembar evaluasi diketahui bahwa sebelum subjek D menuliskan perasaan dan pikirannya tentang bullying yang dialaminya, D merasa sedih, benci, sakit hati serta menyimpan rasa ingin tahu mengenai gosip yang dibicarakan teman tentang
Universitas Sumatera Utara
95
dirinya. D juga pada awalnya takut jika ceritanya diketahui oleh orang lain. Setelah D menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika dibully, ia merasa senang dan perasaan sedih, benci serta sakit hatinya sedikit berkurang.
D. Pembahasan Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji Mann Withney diperoleh hasil niali r = -0,72 dengan signifikasn 0.564 (p > 0.05), yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tidak efektifnya pemberian terapi menulis ekspresif juga terjadi pada penelitian Murti dan Hamidah (2012) yang juga menggunakan menulis ekspresif untuk mengatasi permasalahan psikologi. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan depresi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, juga dilakukan uji Wilcoxon untuk mengetahui efek terapi menulis ekspresif antara kondisi pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. Dari analisa statistik diperoleh hasil nilai r = -0.13 dengan sig = 0.715 (p > 0.05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan antara kondisi sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberi terapi menulis ekspresif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak korban bullying. Berdasarkan data yang diperoleh selama proses intervensi berlangsung dan dikaitkan dengan teori yang ada, maka ditemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif untuk menurukan kecemasan pada anak korban bullying, diantaranya: 1. Proses pencapaian insight pada subjek tidak berjalan dengan lancar
Universitas Sumatera Utara
96
Pada terapi menulis ekspresif, tahapan juxtaposition merupakan tahapan yang digunakan sebagai sarana bagi subjek untuk memperoleh keadaan baru dan menginspirasi perilaku, sikap atau nilai yang baru serta membuat subjek memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya. Subjek yang telah mendapatkan insight dimotivasi agar dapat mengaplikasikannya kekehidupan sehari-hari (Malchiodi, 2007). Pada penelitian ini, proses pencapaian insight tidak berjalan dengan lancar, materi dan proses pelaksaanan terapi pada tahap ini tidak cukup membantu subjek memperoleh insight. Pada tahap juxtapotition di penelitian ini subjek diajarkan untuk menemukan pikiran positif melalui beberapa pertanyaan, kemudian subjek diminta untuk mengatakan pikiran positif tersebut pada dirinya (self-talk). Hal tersebut tidak cukup membantu subjek mendapatkan insight dari peristiwa bullying yang dialami. Subjek tidak mendapatkan pemahaman tentang kelemahan dirinya saat berhadapan dengan situasi bullying yang menyebabkan munculnya kecemasan dan mendapatkan pemahaman baru tentang tindakan atau cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan dan menghadapi bullying yang dapat diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari. 2. Tidak terpenuhinya karakteristik menulis ekspresif Menulis ekspresif memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah selfexpression yaitu digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi menjadi pemahaman diri yang lebih baik atau menghasilkan emosi yang lebih baik, pemecahan masalah dan perasaan well-being. Berdasarkan hasil menulis ekspresif, diketahui bahwa subjek belum memperlihatkan self-expression saat mengikuti terapi menulis ekspresif. Meskipun dari hasil tulisan subjek mampu menungkapkan perasaan
Universitas Sumatera Utara
97
dan pikirannya ketika dibully, namun subjek belum ekspresif untuk mengeksplor tentan peristiwa bullying yang dialami. Subjek hanya menuliskan tentang bagaimana bullying yang dialaminya terjadi dan perasaannya saat mengalami hal tersebut. Tidak terlihat adanya proses kognitif, seperti refleksi diri (memahami, menyadari, mengetahui) sehingga memunculkan pemahaman diri yang lebih baik ataupun pemecahan masalah. Sebagaimana yang disampaian oleh Plupth (2012) bahwa pada proses kognitif terjadi proses menganalisa dan mempelajari hal-hal baru dari pengalaman emosiol yang dialami. 3. Subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu ketika individu merasa tidak aman yang dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan dari lingkungan (Ramiah, 2003). Bullying adalah salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan dari lingkungan sekolah dan memunculkan perasaan tidak aman bagi anak. Rigby (dalam Ong, 2003) menyebutkan bahwa bullying salah satunya ditandai dengan target atau korban merasa tertindas oleh penyerangan yang dilakukan pelaku. Tinginya pengalaman bullying yang dialami oleh individu berhubungan dengan peningkatan simptom kecemasan (Porsteinsdottir, 2014). Dari kuisoner bullying yang diisi oleh subjek, diketahui bahwa subjek A memiliki frekuensi mengalami bullying yang lebih banyak dari tiga subjek lainnya yaitu setiap hari. Sedangkan subjek B, C dan D yaitu 2 atau 3 kali seminggu. Selain itu dari pelaksanaan intervensi yang dilakukan diketahui bahwa selama proses berlangsung subjek masih mengalami bullying, terutama pada subjek A dan B. Diketahui bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan yang diperoleh subjek A adalah 51 dan subjek B
Universitas Sumatera Utara
98
adalah 94, setelah dilakukan terapi menulis ekspresif (kondisi posttest) kedua subjek memperlihatkan peningkatan skor kecemasan, yaitu skor subjek A adalah 55 dan subjek B adalah 94. Hal ini menunjukkan bahwa subjek A dan subjek B memiliki pengalaman bullying yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek C dan D. 4. Jarak dan lamanya waktu menulis Soper dan Bergen (2001) mengatakan salah satu faktor yang berhubungan dengan efektivitas menulis ekspresif adalah jarak dan waktu menulis. Penelitian Smyth’s (1998; Soper & Bergen, 2001) menunjukkan adanya pengaruh yang kuat terkait dengan jarak dilakukannya menulis ekspresif, namun lamanya waktu pelaksanaan menulis tidak memperlihatkan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas menulis ekspresif, yaitu menulis sekali seminggu selama satu bulan lebih efektif dibandingkan dengan menulis 4 kali selama seminggu. Hal ini berarti bahwa menulis ekspresif lebih efektif ketika jarak antara pertama menulis dengan menulis selanjutnya lebih jauh. Pada penelitian ini terapi menulis ekspresif dilakukan sebanyak 4 kali yang dilaksanakan setiap hari secara terus menerus tanpa adanya jeda dengan waktu yang diberikan kepada subjek selama 30 menit. 5. Perbedaan dan karakteristik individu. Soper dan Beren (2001) menyebutkan bahwa meskipun mengungkapkan peristiwa yang dialami melalui kegiatan menulis terlihat relevan dan dapat digeneralisasikan terhadap usia, jenis kelamin, etnik, kelas sosial dan tingkat pendidikan, namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas menulis ekspresif diantaranya perbedaan individual dan karakteristik individu. Salah satu diantaranya adalah jenis kelamin, pada anak perempuan mereka dapat menulis
Universitas Sumatera Utara
99
lebih banyak informasi, lebih detail, lebih emosional dan lebih banyak menceritakan situasi interpersonal tentang pengalaman pribadinya dibandingkan dengan anak laki-laki (Fivush & Buckner, 2003; Fivush, dkk. 2007). Pada penelitian ini diketahui bahwa terapi diikuti oleh 1 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Berdasarkan hasil terapi diketahui bahwa subjek perempuan lebih banyak mengungkap informasi, lebih detail, emosional dibandingkan dengan subjek laki-laki dan diketahui dari hasil pengukuran kecemasan setelah menulis ekspresi bahwa kecemasan pada subjek laki-laki yaitu subjek A memperlihatkan peningkatan kecemasan dibandingkan dengan subjek perempuan. Meskipun menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan, namun satu dari empat subjek memperlihatkan penurunan kecemasan, yaitu pada subjek D. Dari hasil pengukuran skor kecemasan diketahui bahwa skor kecemasan subjek D pada kondisi pretest adalah 58 menurun menjadi 52 pada kondisi posttest.
Adanya
penurunan simptom kecemasan pada subjek D. Hal ini terjadi karena selain adanya proses katarsis melalui menulis ekspresif, proses terapi juga memberikan rasa percaya diri dan keberanian bagi subjek D, terutama untuk mengungkapkan pikirannya mengenai pristiwa bullying yang dialami. Selain itu dari hasil yang diperoleh selama proses intervensi dapat dikatakan bahwa
secara
umum
menulis
ekspresif
membantu
anak
melepaskan
atau
mengungkapkan perasaan yang dirasa saat mengalami bullying. Fivush (2007) mengatakan bahwa ketika individu mengalami kesulitan atau
hambatan untuk
mengungkapkan pikiran dan emosi yang menganggu, maka ketika pikiran dan emosi tersebut dapat dilepaskan atau diungkapkan memberikan katarsis bagi individu. Dari
Universitas Sumatera Utara
100
proses terapi diketahui bahwa subjek sebelumnya tidak pernah mengungkapkan atau menceritakan tentang pengalaman bullying yang dialaminya karena tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekatnya, sebagian dari mereka bahkan balik dimarahi karena terlibat masalah di sekolah. Pada saat menulis ekspresif terlihat bahwa subjek mampu mengungkapkan emosi-emosi yang dirasakannya ketika dibully, seperti marah, kesal, benci, sedih. Setelah subjek mengungkapkan perasaan tersebut, subjek merasa sedikit lebih baik, merasa senang dapat mengungkapkannya melalui menulis, subjek juga merasa perasaan marah, kesal dan bencinya sedikit berkurang dibandingkan sebelum subjek melakukan menulis ekspresif. Hal ini terlihat dari lembar evaluasi yang ditulis oleh subjek di pertemuan terakhir.
E. Keterbatasan Penelitian Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Kurangnya kontrol terhadap kemungkinan subjek masih mengalami bullying ketika mengikuti terapi. 2. Kurangnya aktivitas yang dapat membantu pencapaian insight pada subjek
terkait pengalaman bullying yang dialami, sehingga subjek tidak hanya mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat dibully tetapi juga memperoleh pengetahuaan
baru tentang
kemampuan yang dimiliki ketika kembali
mengalami bullying.
Universitas Sumatera Utara
101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikutt: 1. Tidak terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi menulis ekspresif, hal ini berarti bahwa menulis ekspresif tidak efektif untuk menurunkan kecemasan. 2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan anak korban bullying, yaitu pencapaian insight pada subjek tidak berjalan dengan lancar, tidak terpenuhinya karakteristik menulis ekspresif, subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi, jarak dan lamanya waktu menulis serta perbedaan dan karakteristika individu. 3.
Menulis
ekspresif
dapat
digunakan
sebagai
media
katarsis
untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan yang mengganggu tentang kejadian emosional yang dialami.
B. SARAN B.1. Saran Metodologis Beberapa saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang terkait dengan intervensi menulis ekspresif dan kecemasan dalam rangka perbaikan terhadap intervensi ini diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
102
1. Mempertimbangkan rentang waktu pelaksanaan terapi menulis ekspresif, sehingga dapat memberikan hasil yang efektif, seperti memberi jarak selama beberapa hari antara menulis ekspresif dipertemuan pertama dengan pertemuan kedua. 2. Mempertimbangkan kemungkinan subjek masih mengalami bullying selama proses intervensi berlangsung, sebelum melakukan intervensi dengan cara menambahkan aitem pertanyaan tentang apakah subjek masih mengalami bullying hingga saat ini. 3. Menambahkan aktivitas untuk mengevaluasi tentang kelemahan subjek saat mengalami bullying pada tahap juxtapotition, sehingga subjek mampu mencapai insight untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya.
B.2. Saran Praktis 1. Untuk mencegah dan mengatasi bullying di sekolah, pihak sekolah dapat membuat “buddy-system” yaitu kegiatan dengan melibatkan kakak kelas sebagai “buddy” yakni teman dan pelindung bagi adik kelas dengan tujuan untuk melindungi korban bullying.
Universitas Sumatera Utara