BAB III KONSEP TRIKAYA DAN KONSEP TRINITAS
A. Konsep Trikaya 1. Pemahaman tentang Trikaya Trikaya adalah sebuah konsep teologi Buddha, menurut Buddha Mahayana Trikaya merupakan perwujudan dunia nyata (Tathata)1. Trikaya disebut juga tiga badan Maha Suci Buddha, yang terdiri dari: Dharmakaya
: Wujud kesempurnaan sang Buddha
Sambhogakaya
: Sinar kesempurnaan sang Buddha
Nirmanaya
: Badan kesempurnaan sang Buddha
Dharmakaya, atau badan hukum seperti yang digambarkan dalam lankavatara-sutra, adalah Buddha dengan pengetahuan yang sempurna. Ia adalah yang permulaan
dan tidak berbentuk, yang merupakan suatu
pengalaman yang benar-benar bebas dari segala kekeliruan atau penggelapan yang melekat. Di dalam Dharmakaya ini terdapat inti sari alam semesta yang mencakup samsara maupun nirvana, yang selalu dalam dua kutub kesadaran, yaitu analisis terakhir berada dalam pengetahuan yang murni. Dharmakaya adalah intisari, hakekat perwujudan duniawi, hakekat dari Buddha, yang juga disebut inti kenyataan, tubuh hakiki dan kesadaran dasar. Dharmakaya adalah intisari atau esensi dari semua Buddha. Ia juga dapat digambarkan sebagai nirvana dan sebagai dasar suatu realitas yang permanen dari semua fenomena dan individu. Dharmakaya sumber Dharma, sumber dari kasunyatan itu sendiri. Sebagai hakekat yang hakiki , dharma kaya tidak mempunyai bentuk atau warna. Oleh karena itu Buddha sebagai perwujudan dharmakaya tidak mempunyai bentuk dan warna dimanapun dia berada. Meskipun demikian, Buddha dapat menciptakan darinya sendiri dalam berbagai bentuk. Dengan demikian Dharmakaya bukanlah dewa yang mempribadi, yaitu asas rohani yang meliputi segala sesuatu, tidak dapat diselidiki asal dan sumber dari
1
Dunia nyata ( Tathata) dalam filsafat Plotinus adalah Realitas wujud.
40
41
semua
Buddha dan tempat larutnya segala sesuatu, termasuk semua
bodhisattva.2 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dharmakaya dipandang sebagai yang mutlak, asal usul dari semua wujud, itulah Tuhan. Perbedaan yang dalam aliran Mahayana tidak terletak ada tidaknya esensinya, tetapi perbedaan itu hanya terletak pada pemahaman tentang sifat dari dharmakaya yaitu sendiri. Kebanyakan sutra menggambarkan Dharmakaya dikenal sebagai personal dan kepadanya diberikan sifat-sifat yang baik. Dalam lankavarasutra, Dharmakaya digambarkan sebagai badan hukum, yaitu Buddha dengan pengetahuan sempurna. Dan Dharmakaya sebagai Adhi Buddha. Dharmakaya Buddha adalah Buddha yang asli yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam Maha Para Nirvana (Nirvana yang tertinggi). Pada tingkat bawahnya terdapat Dyani Buddha, yang merupakan pancaran dari Adhi Buddha. Dyani Buddha mempunyai kedudukan sebagai dewa yang mempunyai kedudukan tertinggi yang bersemayam di surga Sukhawaty3. Dyani Buddha memancarkan sinarnya ke tingkat di bawahnya dan menjelma sebagai Manushy Buddha, yang mempunyai kedudukan sebagai Buddha yang menguasai dunia. Inilah Buddha pelindung dunia dan penyelamat umat manusia. Sambhogakaya adalah Tubuh Rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh cahaya. Ia juga disebut transcendent. Buddha yang tidak dapat diamati dengan perasaan dan akal, tetapi hanya dapat dialami secara spiritual. Ia merupakan kreasi-kreasi mental dan manifestasi yang mutlak sehingga merupakan realita yang lebih tinggi dari pada material. Ia membantu manusia mencapai jalan kelepasan dengan tiga cara: Pertama, Sebagai penuntun Buddha dunia yang karena kasih sayangnya pada segala yang ada, mereka proyeksikan dunia melalui meditasi. Kedua, sebagai penguasa surga yang menjadi idaman bagi 2
Romdhon dkk, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijogo Press: Yogyakarta,
hlm. 118 3
Suparman Syukur, MA. Sejarah Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang , 2002. hlm. 26
42
para penganutnya sebagai tempat dilahirkan kembali. Ketiga, sebagai guru yang selalu memberi ajaran tentang identitas dasar samsara dan Nirvana. Nirmanakaya adalah badan yang dipakai Buddha untuk menyatakan diri di dunia, atau tubuh jasmani manusia yang dipakai
guna mengajar
manusia. Dinamakan nirmanakaya atau wujud yang dimanifestasikan karena hakekatnya yang wadag. Sebagai manusia, ia mengalami proses perubahan sebagaimana makhluk lainnya, tetapi mereka mempunyai karakter dan kemampuan supernatural. Nirmanakaya berfungsi mengajarkan Dharma, kebenaran yang telah diformulasikan di dunia, dia adalah guru petunjuk jalan kebebasan, tetapi tanpa kekuasaan untuk memperpendek jalan pencapaian kelepasan seseorang. Nirmanakaya atau Buddha zaman sekarang adalah Sidharta gautama, sementara untuk zaman yang akan datang adalah Maitreya.4
2. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trikaya Dalam abad-abad sebelum Masehi, Buddhism, terutama setelah Sang Buddha wafat mengalami perbedaan-perbedaan pendapat diantara para Biksu. Sebagian tetap ingin mempertahankan ajaran Buddha yang murni, dan sebagian ingin mengadakan perubahan. Para Biksu yang ingin tetap mempertahankan ajaran Buddha kemudian mengadakan persamuan bertempat di Rajagraha. Tujuan utama persamuan ini ialah mengumpulkan kembali semua ajaran-ajaran Buddha, usaha tersebut menghasilkan kumpulan ajaran Buddha dalam tiga pitaka yang belum dikitabkan. Dari sumber inilah kelak kita kenal kitab Tripitaka sekarang ini. Berbicara tentang Buddha tidak bisa dipisahkan dengan biografinya, namun demikian beberapa penganut buddha mungkin mengatakan bahwa menulis biografi Siddharta Gautama merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha. Menurut pendapat mereka, tidak ada sumber yang shahih untuk dirujuk.5 Oleh karena itu bisa dipahami jika masalah Buddha menimbulkan perbedaan pendapat. 4 5
Romdhon dkk, op.cit, hlm. 119 Karen Armstrong, Buddha, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003, hlm. v
43
Menurut etimologi, perkataan Buddha berasal dari Budh, yang berarti bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau orang awam. Orang Buddha ialah orang yang bangun, artinya ialah orang yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang ada ditengah-tengah cahaya pemandangan yang benar.6 Kata Buddha, kata kerjanya bujjhati, antara lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan, memperoleh, mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti etimologis tersebut, perkataan Buddha mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual; orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang bersih dari kotoran batin berupa dosa (kebencian), lobha (serakah) dan muha (kegelapan).7 Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad 6 SM. Agama itu beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang mula-mula yaitu Siddhartha Gautama (563 – 483 SM), yang dipanggilkan dengan: Buddha.8 Buddha bukanlah nama orang melainkan suatu gelar yang ditujukan pada nama pendiri agama Buddha yang didapatinya dari orang tuanya ialah Siddhartha (artinya yang mencapai maksud tujuannya). Tetapi biasanya ia disebut Gautama, karena sanak keluarganya menganggap dirinya sebagai keturunan Guru Weda Gautama. Kerap kali ia disebut juga Shakyamuni (yakni rahib atau yang bijaksana dari kaum shakya) dan Shakya sinha (yakni singa dari kaum Shakya) karena ia termasuk golongan kesatriya keturunan shakya.9 Agama Buddha bertitik tolak dari keadaan yang nyata, terutama tentang tata susila yang harus dilaksanakan oleh manusia agar ia terbebas dari lingkaran
dukha yang selalu
mengikuti
hidupnya. Oleh
karenanya
menimbulkan pertanyaan apakah ini agama atau filsafat? Sebenarnya dalam agama Buddha tidak menyangkal adanya Tuhan tetapi mereka tidak berbicara 6
A. G. Honig, J. R., Ilmu Agama, di Indonesiakan oleh Soesastro dan Soegiarto, Gunung Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 165. 7 Romdhon, dkk, op.cit., hlm. 102 8 Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, PT, Al-Husna Zikra, Jakarta, 1996, hlm. 72 9 A. G. Honig, J. R., op. cit, hlm. 166 -167
44
mengenai Tuhan. Ajaran Buddha ini bertitik tolak dari kenyataan yang di alami manusia dalam hidupnya. Ajarannya tidak di mulai dari prinsip yang transcendent, yang mempersoalkan tentang Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan segala isinya, melainkan di mulai dengan menjelaskan tentang dukha yang selalu menyertai hidup manusia dan cara membebaskan diri dari dukha. Dalam beberapa naskah pali maupun sansekerta disebutkan bahwa, sang Buddha selalu diam apabila ditanya pengikutnya tentang Tuhan. Sang Buddha menolak dan tidak mempersoalkan tentang Tuhan, melainkan selalu menekankan kepada para pengikutnya agar mempraktekkan sila ketuhanan.10 Dalam memahami Tuhan hampir pada semua agama kita temukan anthropomorphism dan antropopathisme.11Dalam hal ini, oleh karena agama Buddha lama memandang dan membahas Yang Mutlak dalam aspek nafinya, maka kecenderungan jatuh ke dalam anthropomorphism dan antropopathisme tidak terdapat agama Buddha. Yang Mutlak dalam agama Buddha tidaklah dipandang sebagai pribadi. Yang kepadanya umat Buddha memanjatkan doa dan menggantungkan hidup mereka. Agama Buddha mengajarkan bahwa nasib, penderitaan dan keberuntungan manusia adalah hasil dai perbuatannya sendiri pada masa lampau dan sekarang, sesuai dengan hukum karma, yang merupakan aspek dari Damma. Untuk menyelami Yang Mutlak seseorang harus mengembangkan pengertiannya, pengertian duniawi sampai pengertian yang mengatasi keduniawian. Hal itu hanya dapat dicapai oleh insan yang sadar, yang telah memebebaskan diri dari cengkraman karma dan kelahiran kembali. Pengertian ini tidak mungkin dimiliki oleh manusia yang batinnya masih oleh cengkraman keserakahan, kebencian, dan kebodohan atau kegelapan batin.
10
Abdurrahman, “Agama Buddha”,dalam Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga Press, cetakan pertama, 1988, hlm. 114 11 Antromorphisme adalah memahami Yang Mutlak dengan pengertian-pengertian yang berasal dari wujud manusia sedangkan antropopathisme adalah memahami yang mutlak dari perasaan manusia.
45
Benih-benih ajaran tentang Tuhan dalam agama Buddha dapat di teliti dalam agama Buddha. lama yaitu aliran Theravada yang bermuara dalam pemikiran Staviravada. Dalam kitab udana: 8.3 parinibbana: 12 O, bikhu ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak. Jika seandainya saja, o bikhu, tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu, tetapi karena da sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan , pemunculan dari sebab yang lalu. Dalam pandangan Theravada berpendapat bahwa Tuhan
tidak
mempunyai hubungan sebab akibat dengan alam semesta, karena hubungan yang seperti itu akan membuat Nya sifat relative. Dalam hal ini tidak ada hubungan dalam bentuk apapun yang dapat di pikirkan, baik dengan kehidupan sekarang maupun
yang akan datang,
kabaikan dan keburukan, materi atau bukan materi. Tetapi dalam kehidupan keagamaan, Tuhan yang di ungkapkan dalam aspek nafinya, dinamakan nibbana, karena tujuan itu tercapai dengan lenyapnya hawa nafsu, kebencian dan kegelapan batin. Tuhan di ungkapkan hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat, tanpa awal dan tanpa akhir, tanpa dapat diapa-apakan jauh tak terbatas. Dasar pemahaman tentang Tuhan yang diungkapkan dalam aspek naïf berasal dari sabda-sabda Buddha yang mengambarkan tentang sesuatu yang mutlak yang mengatasi semua yang ada. Buddhisme hanya berbicara mengenai manusia, khususnya mengenai penderitaan manusia., dan mau memberi petunjuk konkret praktis bagaimana manusia dapat hidup dalam situasi ini dan mencapai kebahagiaan. Buddha adalah seorang guru yang mendapat pencerahan dan mencapai kesempurnaan, yang memang oleh sementara diberi status yang amat tinggi ( itulah yang dapat kita pahami bersatunya manusia dengan Ilahi). Dalam pedoman agama 12
John D. Irreland, Khotbah-Khotbah Inspirasi Buddha, alih bahasa, Pralanny Aggawati, Yogyakarta, Vidyasenna, 2001, hlm. 97
46
Buddha yang mutlak dalam agama Buddha tidak dipandang sebagai pribadi, yang kepadanya sang Buddha memanjatkan doa dan menggatungkan hidupnya. Dalam kehidupan keagamaan yang mutlak disebut dengan Tuhan yang maha esa, agama Buddha bersendikan ketuhanan yang maha esa. Tuhan dicapai bukan melalui penalaran melainkan melalui bodhi (penerangan sepurna). Kemudian Yang Esa dalam agama Buddha tersebut mengalami evolusi menjadi konsep Trikaya yang dikembangan dalam Buddha Mahayana. Pemikiran aliran Mahayana yang merupakan kelanjutaan dari Mahasanghika. Perbedaan pemahaman tentang tingkat keBuddhaan dari proses sejarah dapat ditemukan dengan apa yang disebut Tuhan dalam agama Buddha. Di dalam Buddha Mahayana pandangan mengenai Buddha mengalami perubahan. Bagi agama Buddha Theravada, Buddha itu tidak lain hanyalah manusia juga, meskipun seorang guru yang termulia, yang pada akhirnya sampai pada martabat arahat dan mencapai pencerahan agung. Ia adalah manusia dan tetap manusia. Di dalam hubungannya dengan mereka yang percaya kepadanya. Buddha tidak lain hanya orang yang menunjukkan jalan kebenaran. Di dalam Mahayana Buddha menjadi suatu realitas yang jauh diatas manusia, mempunyai sifat luar biasa kemudian Dia menjadi obyek pemujaan dan penyembahan. Dan jika kita lihat, bahwa di dalam agama Buddha timbul juga suatu pemujaan Tuhan, hal mana bertentangan sama sekali dengan ajaran Buddha lama. Yang termasuk upacara pemujaan ialah penyajian bungabungaan dan buah-buahan serta pemasangan lampu disekitar Buddha dan pemujaan benda-benda suci (relikwi).13 Suatu perubahan yang sangat nampak pada pengharapan kepada hari kemudian didalam hubungan pandangan-pandangan yang diubah tentang Buddha. Menurut pemikiran India lama terjadilah di alam semesta ini suatu 13
Menurut Ch. Eliot, Hinduism dan Buddhaism, III,443 bebarapa anasir di kebaktian Roma Katolik mengadopsi dari kebhatian Buddha, seperti penghormatan relikwi. Lihat, A.G. Hong Jr, Ilmu agama,Terj. M.D Koesoemosoesastro dan Soegiarto, Jakarta, Gunung Mulia, 1997, hlm. 225
47
peredaran yang kekal dan dengan ini Mahayana orang masih percaya juga, bahwa Buddha itu esa adanya, dalam arti bahwa ada satu Buddha di dalam masa yang sama, tetapi di dalam masa-masa yang lain telah ada BuddhaBuddha yang tak terhitung banyaknya, demikian pula dimasa yang akan datang. Di dalam agama Buddha pikiran-pikiran semacam ini telah timbul sejak permulaan, sebab di zaman Asoka. Di dalam perkembangan selanjutnya orang mulai percaya kepada Buddha-buddha dari keempat mata angin dan Buddha dari titik puncak. Ini pun suatu pikiran India lama. Mengenai penetapan ajaran dan penyesuaian berbagai golongan, maka Kaniska mengadakan rapat keagamaan Buddha yang keempat dan bertempat di Jalandhara. Ditetapkanlah disini tafsir-tafsir kanon yang disebut Vibhasavibhasa.14Karena penghormatan kepada Buddha semakin bertambah besar mencari kepuasan bagi rasa keagamaannya juga di dalam dogmatika dan filsafat, dengan menyatakan Buddha sebagai jiwa yang sangat luhur. Maka di dalam Mahayana, Buddha itu akhirnya dipersamakan dengan Yang Mutlak. Di dalam pemahaman Mahayana, Yang Mutlak
tidak hanya
merupakan sebagai hakikat yang terdalam dari segala fenomena yang terbatas, terkondisi, namun juga hakekat yang terdalam dari manusia. Sebagai individu, manusia tidak terlepas dari pertaliannya terhadap fenomena. Namun begitu, manusia bukan sama sekali terpisah dari yang mutlak. Kemudian manusia sadar akan kekosongan terhadap sesuatu yang berkondisi, maka keterikatan terhadap nilai kehidupan yang semu akan berubah. Menurut Mahayana, Buddha Gautama bukanlah suatu fenomena yang berdiri sendiri, melainkan sebagai mata rantai deretan para Buddha yang ada. tetapi antara buddha yang satu dengan yang lainnya berbeda beda, oleh karena itu Buddha mempunyai tiga aspek kemudian berdasarkan tiga aspek tersebut muncullah ajaran tentang ketiga badan Buddha yang disebut Trikaya.
14
A.G. Hong Jr, op.cit., hlm. 226
48
3. Sumber Ajaran Teologi Trikaya a. Kitab suci Dalam tradisi Buddha Mahayana tidak ada sumber ajaran Trikaya yang diambil dari kitab suci akan tetapi ajaran mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa atau yang mutlak dengan jelas dinyatakan di dalam Sutta petaka,
UdanaVII:3
sebagai:
“Atthi
Ajatam
Abhutam
Akatam
Asamkatam” yang artinya: sesuatu yang Tidak Dilahirkan, Tidak dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak. Kemudian ajaran tersebut dikembangkan secara filosofis oleh Mahayana. b. Filsafat Setelah Parinivana Sang Buddha, beberapa ratus tahun kemudian, para kaum bijaksana Buddhist baik di India dan di Cina dengan gemilang dan berjaya mengembangkan ajaran pokok Sang Buddha. Pengembangan tersebut terutama secara filosofis dalam rangka menjawab kebutuhan religius dari beragam umat manusia. Yang Maha Esa
15
Khususnya mengenai ketuhanan
Akan tetapi dalam tradisi Mahayana tidak ada dasar
filsafat yang jelas untuk dijadikan sumber pembentukan doktrin Trikaya. Akan tetapi banyak tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran pada madzab Mahayana Antara lain: 1. ASVAGHOSA Hidup sekitar abad ke-2 masehi. Buah tangannya bemakna Sandrananda, berisikan kisah tentang bagaimana Nanda menjadi beriman dan memeluk agarna Buddha; dan Bud- dhacharitas, berisikan kisah-kisah tentang Buddha; kedua-duanya itu terpandang karya klasik dalam bahasa Sanskrit. Tapi karyanya yang terpandang besar ialah Kesadaran iman di dalam Mahayana (Awakening of Faith in the Mahayana) berisikan pembahasan mendalam tentang berbagai persoalan kepercayaan.
15
Dhammasukha jo Priastana, Pokok-Pokok Dasar Mahayana, Yayasan Yasodhara Puteri, Jakarta, 1994, hlm. 42
49
2. KUMARALATA Hidup semasa dengan Asvaghosa tetapi agak lebih muda. Karyanya bemama Kalpanamanditika berisikan uraian tentang edaran alam semesta, juga terpandang karya klassik. 3. NAGAR YUNA, Hidup pada abad ke 3 masehi, dan karyanya Madhyamika-Karikas amat terkenal dalam aliran-aliran fisafat Mahayana, la mempertahankan dengan argumentasi yang tajam bahwa cuma "kekosongan itulah yang betul-betul riil." Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat disamakan dengan Nihilism. 4. ASANGHA Hidup pada abad ke-4 masehi, pembangun aliran Vijnanavada (Idealism) atau Yogachara (Mysticism), la berpendirian bahwa fenomena itu cuma ref1eksi dari idea belaka atau segala-galanya itu cuma maya belaka. Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat disamakan dengan Subjec. tive Idealism. 5. VASUBHANDU Hidup pada abad ke-4 masehi, tadinya pemuka mazhab Theravada, tapi belakangan menganut mazhab Mahayana atas tarikan saudaranya Asangha. Pahamnya da1am mazhab Theravada itu berlawanan dengan paham saudaranya, hingga karyanya bernaina Abhidhammakosa yang amat berpengaruh dalam mazhab Theravada itu, juga berpengaruh kuat dalam mazhab Mahayana. 6. KUMARAJIVA (344-413 M), Seorang pengikut aliran Vijnanavada, dan paling giat melakukan penyalinan berbagai Mahayana-Sutras ke dalam bahasa Tiongkok. 7. DIGNAGA Hidup pada abad ke-5 masehi, seorang ahli logika yang sangat tajam, pengikut aliran Vijnanavada. Pada abad ke-6 dan abad ke-7 masehi, (yang bersamaan dengan masa kelahiran Nabi Muhammad dan menjalankan Dakwah di Arabia
50
(570-632 M). Aliran Vijnanavada itu menguasai pusat pengajaran agama Buddha di Valabhi dan di Nalanda.
B. Konsep Trinitas 1. Pengertian konsep Trinitas Trinitas atau Tritunggal dalam bahasa arab disebut : Tatsalis atau Tsaluts. Dalam bahasa Jawa disebut Triniji atau telu teluning atunggal dan dalam bahasa Inggris disebut Trinity. Agama Nasrani mengungkapkan bahwa Allah itu satu, tetapi beroknum tiga, Oknum adalah bahasa Arab, dan dalam bahasa Jawa disebut jejer. Jadi Allah satu beroknum tiga artinya : dalam bahasa Jawa Allah sawiji ajejer telu.16 Selama berabad-abad para ahli teologi gereja
mengeluarkan
pernyataan serius untuk menjelaskan Trinitas. Menurut bapa-bapa gereja, doktrin ini bukanlah sebuah filsafat dari penyembah berhala, bukan polytheistik, keberadaan Allah yang Maha Tinggi dan Esa yang terwujud dalam tiga pribadi yang berbeda. Golongan Katolik, Protestan, dan Ortodoks setuju bahwa pengajaran Allah Tritunggal dalam Perjanjian Baru adalah doktrin yang teguh berdasarkan Alkitab. Mereka setuju bahwa Tritunggal memperlihatkan keberadaan Allah, yang berakar pada sukacita atas suatu hubungan yang kekal. Sebagian orang Kristiani telah menjelaskan ketritunggalan Allah dengan berpendapat bahwa Allah memakai tiga cara berbeda dalam menyatakan diri kepada kita. Kadang Dia menyatakan diri sebagai Bapa, kadang sebagai Anak, kadang sebagai Ruh Kudus. Ketritunggalan Allah menunjukkan bahwa kasih-Nya yang kekal itu nyata. Penjelasan satu Allah dalam tiga peran yang berbeda mungkin menyulitkan bila hal itu bukan untuk menjelaskan kejamakan dalam kesatuan yang telah kita pertimbangkan dengan matang. Sejak pernyataan Allah dalam
16
Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, 1986, h1m. 135
51
Perjanjian Lama,17 Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita (Kejadian 1:26). Kita lebih mudah memahami hubungan, kepatuhan, kasih, dan kesetiaan yang Alkitab jabarkan sebagai keberadaan antara Bapa, Anak dan Ruh Kudus. Perjanjian Baru tidak menyatakan ketiga Pribadi ini secara terpisah, tetapi dalam satu kesatuan pengertian yang mendalam. Ketiga Pribadi ini digambarkan dalam suatu hubungan, yang didalamnya terdapat kesatuan kasih satu sama lain serta kasih kepada kita. Hubungan Bapa, Anak, dan Ruh Kudus dalam Perjanjian Baru menyangkal kesimpulan hanya Bapa yang dianggap sebagai satu-satunya kebenaran. Dengan kesimpulan itu, dapatlah dimengerti jika beberapa orang mencoba melindungi keesaan Allah dengan menganggap Anak dan Ruh Kudus sebagai makhluk atau kekuatan yang lebih rendah. Namun, kesimpulan seperti itu tidaklah benar. Ketiga oknum tersebut merupakan kesatuan yang merupakan kebenaran yang Esa,18 karena ketiganya merupakan bagian Allah Sang Bapa, dengan demikian menurut gereja timur, Bapa dianggap sebagai Allah yang sebenarnya, yang tidak diciptakan, Anak dan Roh dipandang sebagai yang diciptakan, sehingga zat-Nya lebih rendah, meskipun ketiga oknum tersebut mempunyai sifat keilahian dan maha sempurna. Sedangkan menurut gereja barat pendapatnya berdasarkan pada keesaan Allah, sehingga mengajarkan bahwa dari ketiga oknum itu tak ada yang lebih tinggi atau rendah. Perjanjian Lama menyatakan bahwa satu-satunya Allah sejati dalam Alkitab adalah Allah yang cemburu. Dia adalah Allah yang menurut Yeyasa, takkan memberikan kemuliaan-Nya untuk yang lain. Memang Allah dalam Perjanjian Baru mengaitkan nama-Nya dalam tiga sebutan: Bapa, Anak, Ruh Kudus. Tentu saja Allah berbagi kemuliaan diantara tiga pribadi, yang pada gilirannya mencurahkan kasih kepada semua orang yang mau menerima kasih Bapa, Anak dan Ruh Kudus. 17
RBC Ministries, Apakah Orang Kristiani Percaya Tiga Tuhan ?, terj. Elijanti Yahya, YAYASAN GLORIA, Yogyakarta, 2005, hlm. 16 18 M. Arifin, Menguak Misteri Agama-agama Besar, PT. Golden Terayon Press, Jakarta, 1987, hlm. 143
52
Untuk melihat bagaimana lebih jelasnya, baiklah kita melihat secara ringkas setiap pribadi dalam satu ketuhanan. 1. Allah Bapa Telah banyak teori yang dilontarkan untuk menjelaskan ihwal Allah, banyak pula sanggahan untuk dia dan menentang keberadaan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa akal budi manusia tidak mampu menembus yang Ilahi, kalau tergantung kepada akal budi manusia saja untuk menyelidiki Allah sama saja menggunakan kaca pembesar untuk menyelidiki bintang dalam astronomi. Karena Tuhan adalah hikmah yang tersembunyi (Korintus 2:7). Tuhan adalah misteri, Dan tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalNya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. (Korintus 2:8) Orang-orang Kristiani mulai berfikir mengenai Allah, ketika merefleksikan jati diri Yesus Kristus. Refleksi ini terjadi dalam konteks alam pikiran Yunani. Maka pengetahuan tentang Allah dirumuskan lebih filosofis dari pada Bibles. Dan selanjutnya apa yang disebut theism klasik merupakan suatu kombinasi dari gagasan abstrak mengenai Allah yang jauh diatas dunia dalam kesempurnaan total dan Allah yang mencampuri sejarah dunia seperti yang diimani bangsa Yahudi dan Kristiani. jadi, sudah dari semula ada suatu tegangan antara transendensi mutlak Allah dan hubungannya yang konkrit dengan manusia dan dunia. Mungkin itulah sebabnya bahwa tekanan ada pada karya
penciptaan:
Bapa
Yang
Maha
Kuasa,
pencipta
langit
dan
bumi,19sedangkan karya penyelamatan lebih dikhususkan bagi Putra-Nya yang tunggal. Tapi ternyata pengetahuan tentang Allah tidak dikembangkan lebih lanjut. Hanya ditekankan bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia. Maka tetap ada suatu tegangan antara Allah dan diri-Nya sendiri (hakekat Allah) dan tindakan historis-Nya (dalam diri Yesus Kristus). Secara konkret sikap menghasilkan dua paham Allah, yakni Allah Tunggal dan Allah Tritunggal. Sebenarnya masalah ini sudah muncul dalam teologi Yahudi yang berbahasa Yunani. Dalam teologi itu ada usaha untuk membebaskan paham 19
Syahadat singkat dalam iman Kristen.
53
Allah dari segala pikiran anthropomorphism. Tetapi akhirnya usaha itu menghasilkan suatu faham Allah yang amat abstrak, juga dalam teolog Yahudi. Jelas sekali bahwa dalam tradisi Katolik menekankan faham filosofis, dan pada masa reformasi tradisi Kristen-Protestan menekankan pada faham Bibles. Tetapi kemudian pada abad 19 tradisi Katolik berubah, yang tadinya menekankan faham Bibles kemudian menekankan faham filosofis. Tetapi justru itulah yang menimbulkan reaksi tajam dari Karl Barth (1886-1968). Ketegangan yang ada dari semula tetap menentukan faham Allah dalam tradisi Yudeo-Kristiani. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pertanyaan sejauh mana pembicaraan mengenai Allah, entah berpangkal pada filsafat atau Kitab Suci, bersifat subyektif ataukah simbolis. Sebab pada dasarnya semua setuju bahwa Allah adalah misteri. Dan perhatian makin dialihkan dari pembicaraan mengenai Allah kepada pembicaraan itu sendiri. Bagaimana orang dapat bicara mengenai Allah? Padahal pembicaraan mengenai Allah tidak terbatas Allah dalam diri-Nya sendiri saja, tetap juga dalam karya-Nya di dunia. Teologi mengenai Allah tidak boleh menjadi sebuah teori tentang Allah. Oleh karena itu, pertentangan antara filsafat dan Alkitab berkembang menjadi tafsir kitab suci, dan perhatian makin dipusatkan bukan pada pemahaman Allah, tetap pada pemahaman pengalaman akan Allah. Dengan demikian masalah wahyu iman menjadi semakin penting. Orang tidak bisa berbicara secara obyektif mengenai Allah, selalu mengenai Allah yang memperkenalkan diri pada manusia.
2. Ruh Kudus Ada dua kekeliruan yang biasa dibuat di dalam pemahaman mengenai Ruh Kudus. Pertama, ada orang yang cenderung menganggap Ruh Kudus sebagai semacam pengaruh atau konsep, bukan sebagai Pribadi yang nyata. Kedua, orang cenderung menganggap Ruh Kudus adalah suatu hal yang sangat penting, tetapi merupakan suatu Pribadi yang lebih rendah daripada Allah Bapa dan Yesus. Ada banyak pendapat yang mungkin bisa digunakan
54
untuk menyanggah kedua pandangan yang keliru tentang Ruh Kudus tersebut. Namun dengan memahami nama-nama yang menyatakan identitas Ruh Kudus, akan menolong orang Kristen dan nonkristiani untuk dapat memahami Ruh Kudus. Sebenarnya, setiap nama yang ditujukan kepada Ruh Kudus di dalam Alkitab tidak sekedar sebuah nama identitas, tetapi nama-nama yang dipikirkan tersebut menyatakan kepribadian dan keallahan Ruh Kudus. Suatu pemahaman yang keliru tentang kepribadian Ruh Kudus yang unik diterima kelompok guru atau pengajar yang berbeda pada masa kini. Pertama, para teolog liberal akan mengakui bahwa Ruh Kudus adalah suatu realitas, tetapi kegagalan mereka untuk menerima Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhami dan sepenuhnya benar menyebabkan mereka menganggap Ruh Kudus sebagai Pribadi dalam mitologi. Kedua, beberapa bidat yang radikal, seperti Yehova. Mengingkari kepribadian Ruh Kudus dan hanya menganggap Dia hanya sebagai pengaruh belaka. Nama-nama identitas Ruh Kudus juga menyatakan sifat keillahianNya. Nama-nama yang menunjuk pada Ruh Kudus seperti: Allah ( Kisah, 5:4) Roh Tuhan Allah (Yeyasa 61:1), Napas Tuhan (Yeyasa 40:7), Suara Tuhan (Mazmur. 29:3-9), Roh yang berasal dari Allah (1 Korintus. 2:12), Tuhan (2 Korintus 3:13) Roh Tuhan (Hakim 3:10) dan Roh Kemuliaan (I Petrus. 4:14), Ketujuh Roh Allah yang diutus ke bumi (Wahyu 5:6). semuanya cenderung menunjukkan keallahan Ruh Kudus. Nama-nama tersebut hanyalah sebagian kecil saja dari berbagai macam nama identitas Ruh Kudus yang menekankan aspek-aspek keallahan-Nya.20 Dalam konsili Nicea Patriach Alexandria mengemukakan dalihnya dalam sistem yang mirip kepada logika, dalihnya sebagai berikut: Tidaklah Ruh Kudus itu di dalam pengertian kami selain dari pada hidupNya. Apabila kami mengatakan, bahwa Ruh Kudus itu adalah makhluk, maka kami telah mengatakan bahwa Ruh Allah itu dijadikan. Jika kami mengatakan Ruh Allah itu dijadikan, maka kami pun mengatakan bahwa hidup-Nya juga dijadikan. Apabila kami mengatakan bahwa hidupnya dijadikan, maka kami menganggap bahwa Dia tidak hidup, apabila kami 20
Elmer L. Towns. Nama-nama Ruh Kudus, Terj. Hariyono, Yayasan ANDI, Yogyakarta, 1997, hlm 91
55
menganggap bahwa Dia tidak hidup, maka kami telah kufur dan siapa yang kufur kepada Tuhan, maka ia harus dikutuk.21 Memandang kepada rentetan dengan pendahuluan, maka nyata bahwa asas dan pendahuluannya yang lazim yaitu bahwa Ruh Kudus adalah Tuhan.
3. Yesus Kristus Berangkat dari pemahaman Yohanes tentang Firman atau Logos, firman adalah sebuah ungkapan daya cipta yang tidak ada taranya, yang harus tampil secara nyata. kehadirannya dan karya-Nya menentukan segala yang hidup. Pada pihak lain tak dapat disangkal pula bahwa ia sudah lama hadir sebelum yang lain hadir dalam kancah dunia yang fana ini, keberadaannya sebagai manusia tidak begitu canggung, karena dari semula manusia dicipta sebagai gambar Allah . dan manusia ditempatkan di jagat raya ini untuk memelihara dan mengelola akan semesta. Maka tidak salah pula kalau Allah berkomunikasi dengan manusia sebagai manusia, jadi menurut Yohanes Dia adalah Allah itu sendiri. Kehadirannya menyatakan solidaritas sepenuhnya dengan manusia dalam pergumulan dan derita-Nya karena nista oleh ulah-Nya sendiri. Ia mengangkat kembali martabat manusia sebagai gambar Allah dengan menampilkan diri sebagai manusia sejati. Pengorbanan-Nya tersebut sebagai manusia memperlihatkan kemuliaan Allah yang tidak terduga. Dan siapakah yang dimaksudkan dengan Firman yang telah menjadi manusia?. Para penulis Perjanjian Baru berulang kali mengacu pada Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Saksi Yehova mengartikan pernyataan ini bahwa Yesus adalah seorang Anak Allah, seperti para malaikat dan makhluk hidup lainnya. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Mikhail, malaikat terpenting dalam rupa manusia. Para pemimpin Judaism saat ini berkata Yesus adalah Nabi besar, tetapi tidak lebih dari itu. Namun dalam Perjanjian Baru mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan unik. Untuk melihat sejauh mana Anak berbagi kemuliaan dengan Bapa bisa dilihat 21
Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd. Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hlm. 74
56
melalui pernyataan Yesus, kesaksian para rasul, nubuat para Nabi dalam Perjanjian Lama, dan pernyataan bapa-bapa gereja. Perkataan Yesus. Keempat injil mencatat banyak perkataan Yesus selama melayani di dunia. Sekalipun banyak orang yang tidak percaya pada pernyataan Perjanjian Baru, tetapi gereja tetap memiliki alasan yang baik untuk menerima hal-hal yang terdapat di dalamnya sebagai catatan yang tepat dan cermat. Mereka memiliki bukti kuat bahwa Matius, Markus dan Lukas ditulis sebelum 70 M. Dan walau Injil Yohanes belum ditulis sekitar tahun 90 M, buktinya kuat bahwa kitab ini ditulis oleh Yohanes, yang benar bersama Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia ini. Dalam Yohanes ,Yesus menyatakan bahwa Dia tidak memiliki permulaan. Karena hanya Allah yang bersifat kekal, ini merupakan pernyataan keilahian. Kepada sekelompok pemimpin agama, Yesus berkata:’ sebelum Abraham jadi, Aku ada.
Kemudian Yesus
mengeluarkan pernyataan, Aku dan Bapa Adalah satu (Yohanes !0:30). Dari kedua pernyataan ini jelas bahwa Yesus menyatakan dirinya sebagai anak Allah. Sekaligus sebagai Allah. Kesaksian Para Rasul. Orang-orang yang menulis Perjanjian Baru juga tidak meragukan ketuhanan Yesus Kristus. Beberapa dari mereka dapat mengingat hari tatkala sahabat mereka, Thomas, melihat Kristus yang bangkit dan berseru, ya Tuhanku dan Allahku (Yohanes 20:28). Seruan ini bukan rasa terkejut seperti, Ya Tuhan yang sering kita dengar. Tidak ada orang Yahudi pada abad pertama yang menyebut nama Allah dengan sebutan seperti itu. Rasul-rasul mengingat dengan baik bahwa saat itu Yesus menerima tanda keilahian-Nya ini. Ketika rasul Yohanes yang hadir pada waktu itu memulainya Injilnya, ia juga mengungkapkan hal yang sama: Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yohanes 1:1). Dia melanjutkan pernyataan bahwa firman itu adalah manusia yang mencerminkan kemuliaan Allah. Nubuat Para Nabi Dalam Perjanjian Lama. Bahkan Alkitab Perjanjian Lama, yang sangat dihormati oleh banyak orang Yahudi,
57
menyatakan keilahiannya Messiah yang akan datang dengan sangat jelas. Salah satu nubuat yang luar biasa adalah: Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada diatas bahunya, dan namanya disebutkan orang: penasehat ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, raja damai ( Yeyasa 9:5). Menurut gereja dua sebutan diatas yaitu Allah yang perkasa dan Bapa yang kekal diberikan kepada Messiah yang akan datang dan kedua pernyataan tersebut juga menyatakan keilahian-Nya. a. Sumber Teologi Trinitas 1. Teologi Ibrani Menurut para teolog Gereja ajaran Trinitas sudah tersirat dalam teologi Ibrani, untuk memahaminya terlebih dahulu mereka menjelaskan hakekat Yahweh. Menurut mereka hakekat Yahweh yang Esa itu dikenal berdasarkan kenyataan-Nya dalam sejarah dari nama-Nya sendiri yang dinyatakan kepada Musa, bila dipanjangkan berbunyi: EHYEH ASYER EHYEH artinya: AKU ADALAH AKU ADA (Keluaran 3:14). Istilah yang berasal dari kata kerja hayat (ada) ini, pertama-tama yaitu suatu yang aktif. Hal ini menyatakan adanya kekayaan dan dinamika dalam diri Yahweh yang Esa itu, walaupun Ia transenden dan merupakan misteri yang tersembunyi. Hakekat Yahweh yang dapat dikenal dari pekerjaan-pekerjaan-Nya jelas membuktikan bahwa Ia mewujudkan karsa melalui sabda dan RohNya. Sebagaimana tampak dalam karya penciptaan, ketika Allah pada mulanya menciptakan alam semesta, maka Roh Allah menjadi penghubung antara Allah yang transenden dengan dunia empirik, sedang penciptaannya itu diwujudkan berkat sabda-Nya. Bagaimana teologi Ibrani selanjutnya memahami nisbah antara sabda dan Ruh Kudus-Nya ini dalam hubungan keesaan? Kendatipun dalam kajian terhadap teologi ini belum ditemukan jawabannya secara paripurna, tetapi seolah-olah sumber Ibrani, baik yang kanonik maupun yang apokrif,
58
telah mempersiapkan pernyataan mengenai ketiga cara berada Tuhan berada dalam dogma Trinitas. Pandangan Teologi Ibrani tentang sabda Tuhan telah jelas dalam seluruh Perjanjian Lama, dimana pada hakekatnya, sabda diidentikkan dengan Tuhan sendiri. Ajaran ini semakin jelas lagi dikembangkan dalam kesusasteraan kebijaksanaan, ia dikenal sebagai Hikmah Tuhan dan mentitah secara mempribadi. Dalam karya-karya kebijaksanaan Yahudi masa pembuangan di Babilonia, yang tidak termasuk kitab suci Ibrani, hikmah Tuhan semakin mendapat tempat. Ia menyebut diri, berasal dari mulut Yang Maha Tinggi ( Sirah 24:3-4), sedangkan dalam kitab kebijaksanaan Salomo 7:22-8:1, Ia disebut pancaran murni dari kemuliaan Yang Maha Kuasa dan gambar kebaikan-Nya ( Ibrani 1:3). Pernyataan-pernyataan diatas membuktikan bahwa sabda atau hikmah Tuhan sejak semula berada dalam Tuhan. Dia tidak sama tetapi juga tidak berbeda dengan Tuhan. Bahkan dalam terang teologi perjanjian lama, ungkapan tajam ini bukan hanya sekedar sarana sastra belaka yang mempribadikan sifat Ilahi, tetapi tetap mengurung misteri yang mempersiapkan keterangan tentang sabda yang menjadi manusia, sebagaimana diungkapkan Yohanes dalam Injilnya yaitu Yoh, 1:1-3, 14. Mengenai Ruh Kudus seluruh Perjanjian Lama telah secara terang pula mengajarkan. Ruh Kudus berasal dari dan satu dari Yahweh, Ia diungkapkan dalam seluruh karya Tuhan yang dinamis, melalui Roh-Nya, Tuhan membimbing dan diam diantara umat-Nya, terutama dalam kehidupan para Nabi dan Pendeta keselamatan. Pada akhirnya para pengarang Perjanjian Baru tidak ragu-ragu lagi untuk menegaskan otonomi Ruh Kudus, tepatlah firman yang disampaikan Ruh Kudus ( Kisah Rasul-rasul 28:25) sebagai prakata dalam menyitir firman-firman Tuhan yang diucapkan oleh Yahweh sendiri. Sebab semua pernyataan Perjanjian Lama di atas, sebagai pula dengan Sabda Tuhan, malahan harus menyatakan lebih jauh bahwa ia bukan lain dari Allah sendiri.
59
Walaupun istilah Trinitas (Tritunggal) tidak tersurat dalam seluruh kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tetapi semua teologinya bersifat Trinitas. Bahkan dapat pula diluaskan bahwa seluruh teologi Ibrani, dalam arti yang tertentu, menyiratkan secara maknawi ajaran itu. Perlu digaris bawahi pula, bahwa monotheism Ibrani bukan monotheism matematik. Ia mengandung pengertian yang sangat kaya dan dalam. Ajaran itu bukan lahir dari satu zaman yang merupakan reaksi dari penyembahan Ilah-ilah batu ukiran saja, melainkan merupakan eksplisitasi dari suatu pengalaman yang panjang dengan segala dinamikanya.
22
2. Alkitab 1). Yeyasa 48-16: Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada waktu itu terjadi Aku ada disitu.23 2). Yohanes 1:1:
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersamasama dengan Allah dan firman itu adalah Allah. 24
3). Yohanes 1:14: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.25 3. Filsafat Tidak dapat kita pungkiri bahwa konsep pemikiran Trinitas banyak meminjam dari pemikiran filsafat, terutama pemikiran filsafat abad pertengahan dan pemikiran filsafat Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Plotinus dan pengikut-pengikutnya. Penganut-penganut agama Kristen melihat kepuasan terhadap cara berfikir aliran neoplatonisme. Sedangkan yang menjadi sumber pembentukan konsep Trinitas adalah:
22
RBC Minister, opcit, hlm 20-25 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, LAI, Jakarta, 2005, hlm. 785 24 Ibid, hlm. 110 25 Drs. Wilson Nukear, Apa yang anda perlu ketahui tentang......., Indonesia Publising House, Jakarta, 2002, hlm. 57 23
60
3.1. Golongan Apologet Orang-orang apologis menggunakan filsafat Yunani untuk membela Injil. Mereka ini antara lain ialah Justin Martyr, Minicius Felix, dan Lactantius. Justin Martyr telah mempelajari filsafat Stoa, Pythagoras dan Plato. Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung dengan idea-idea keagamaan
akan
menguntungkan.
Ia
berpendapat
bahwa
esensi
pengetahuan adalah pemahaman tentang Tuhan. Ia menyamakan Kristus dengan Logos, tetapi kadang-kadang ia menggunakan pemikiran ini sebagai pemikiran ilahiah. 26 Kemudian golongan apologet berusaha untuk menyesuaikan Injil dengan semangat zaman. Maksudnya ialah untuk membuktikan bahwa hanya Injil saja yang dapat mengenapi segala cita-cita filsafat Yunani, menurut pandangan Yunani, Allah jauh bersemayam jauh diatas dunia ini ditempat yang tidak terhampiri. Manusia hanya dapat berhubungan dengan Allah itu oleh pertolongan roh-roh yang menjadi pengantara antara sorga dengan bumi. Roh pengantara yang terutama yang terutama ialah Firman atau Logos. Logos adalah sesuatu yang bukan Allah dan bukan pula dari dunia, yaitu merupakan jabatan antara roh dan zat benda, dan bahkan dengan Logos itulah Allah menciptakan dunia ini. Maksud mereka itu tentunya baik, akan tetapi dengan menyamakan kedua-duanya maka pintu terbuka bagi pandangan-pandangan kafir untuk memasuki Teologia gereja; Ini menjadi dasar segala salah paham dengan ajaran Alkitab dalam gereja lama. Sebab menurut yohanes 1:1 firman itu bersama sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, padahal Logos Yunani hanya semacam setengah Allah saja. Jikalau Yohanes 1 diartikan demikian, maka tentulah Yesus tidak lagi dipandang sebagai Allah sendiri yang turun ke bumi, melainkan adalah suatu zat yang setengah Ilahi saja. Sejak timbulnya kaum Apologet, maka pandangan itu menjadi ajaran umum dari Gereja.
26
Ahmad Tafsir. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James). PT Remaja Rosdakaya: Bandung, 2003, hlm. 70
61
Barulah dikemudian hari faham Logos itu lama-kelamaan dibersihkan dari pengertian kafir tadi. Teologia apologet tentang kebebasan dunia adalah sebagai berikut: Allah menciptakan Logos di dalam rangkaian waktu, sebagai suatu roh yang berpribadi. Dan dengan Logos itu Allah menciptakan segala sesuatu yang ada. Manusia telah digoda oleh setan, sehingga jatuh ke dalam jurang kesesatan, percabulan dan kemusyrikan. Kemudian Logos turun ke bumi dan menjelma dalam tubuh manusia, yaitu dialah Yesus Kristus, dengan maksud untuk menyelamatkan manusia dari jalan kesesatan. Demikian yesus membuka mata manusia terhadap tipu daya setan-setan sambil memberitakan ajaran yang benar tentang Allah dan dunia dan hari kiamat yang akan datang. Lagi pula ia mengajar mereka tentang hidup yang diridloi oleh Tuhan. Manusia di beri kebebasan bertindak dan dapat melepaskan diri dari genggaman setan dengan pertolongan, pengajaran dan teladan Kristus. 3.b. Bapak-bapak Gereja 1). Irenus. Dia adalah seorang ahli teologi dari Asia Kecil, suatu daerah Gereja yang mengutamakan mistik. Irenus menjadi uskup di kota Lyon di negeri di negeri Perancis pada tahun 178, secara garis besar beginilah ajarannya: Adam segenap bangsa manusia diciptakan untuk hidup yang baka, tetapi oleh karena jatuhnya ke dalam dosa maka manusia diikuti dengan kefanaan. Untuk melepaskan manusia, Allah mengutus Anak-Nya, yaitu Logos, yang masuk ke dalam daging manusia. Dengan demikian Kristus mempunyai tabiat untuk menghubungkan manusia dengan kuasa Allah yang kekal. Kristus adalah Adam kedua, yang menggenapi segala tuntutan Allah, yang dilalaikan oleh Adam pertama. Di dalam kebangkitan-Nya. Kristus memberi suatu petaruh dan jaminan untuk hidup yang baka kepada orang yang percaya pada Dia. Sekarang Ruh Kudus memberikan hidup yang kekal kepada semua orang yang percaya, dan dalam baptisan dan perjamuan. Jadi pokok utama teologi Irenus adalah: mempersatukan di
62
dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu, baik yang ada di Surga, maupun di bumi. Surga Allah dan dunia manusia yang tercerai sekian lama oleh dosa sekarang dihubungkan dan dipersatukan kembali. Allah menjadi manusia, agar manusia kembali mendapat kehidupan kekal. Segala pandangan ini sudah barang tentu jauh Injili dari pada ajaran apologet, karena disisi oknum Yesus Kristus diutamakan dan dijunjung selaku penyelamat. Meski demikan, pembenaran oleh iman dan salib Kristus kurang tampil ke muka dalam Teologi Irenus, karena pokoknya bukan karena pertentangan antara dosa dan rahmat, tetapi hidup yang kekal. 2). Tertullianus Tertullianus ialah filsuf yang pertama kali memakai istilah teologia yang menjadi lazim semenjak masa itu, misalnya: dosa turunan, tebusan dosa dan jasa. Dan lagi rumusan seperti: Allah berzat satu tapi berpribadi tiga dan Kristus adalah satu pribadi tapi dua tabiat. Ia memandang hubungan
manusia dengan Allah adalah bagikan terdakwa di depan
hakim. Tertullianus mengejar bahwa Logos adalah suatu zat Ilahi yang lebih rendah dari pada Allah, padahal Ireneus perpendapat bahwa Logos bagian dari pribadi Allah, sesuai dengan Injil Yohanes. 3). Clemens Tuhan
dicapai
melalui
Logos
itu.
Melalui
Logos
Tuhan
memperlihatkan kekuasaannya, melalui Logos pula mencipta alam semesta, dan melalui Logos pula manusia mengenal Tuhan. Logos digunakan oleh Clement sebagai jembatan antara dunia spiritual dan dunia material. Clemens meneruskan tradisi mewartakan seorang Yesus Kristus Yunani. Ia menonjolkan Ilahi Yesus Kristus sedemikian rupa, sehingga ciri manusiawinya diserap oleh ciri Ilahi. Clements misalnya dapat berkata bahwa Yesus Kristus makan dan minum bukanlah karena membutuhkan, sebab daya penyangga Yesus ialah Logos Ilahi. Yesus hanya makan dan minum
supaya
orang
sekitarnya
tidak
mendapat
pesan
bahwa
kejasmanian-Nya hanya bayangan. Menurut clement manusia yesus
63
sebenarnya bebas sama sekali dari segala nafsu. Itulah cita-cita askese Yunani. 4). Origen. Asal dan tujuan segala yang hidup ialah Allah, Bapa abadi, yang kekal melahirkan segala sesuatu
yang ada. Yang dilahirkan pertama
adalah Logos, yang ilahi tetapi lebih rendah dari pada Allah. Logos atau anak kemudian melahirkan Ruh Kudus, dari Roh itu terpancar segala Roh atau jiwa yang lebih rendah, yang juga bertabiat Ilahi, tetapi berkehendak bebas. Kehendak itu salah dipakainya, ketika mereka melaan Allah. Cuma satu jiwa saja tetap setia kepada Allah. Selaku hukuman maka roh yang jatuh kedalam dosa sekarang dikurung dalam salah satu badan jasmani. Malaikat-malaikat jatuh sedikit saja, sehinggga mendapat badan berupa bintang setan-setan yang hidup dalam kegelapan. Malaikat dan setan-setan yang hidup dalam gegelapan. Malaikat dan setan berjuang hidup untuk merebut dunia dan manusia. Logos akan meluputkan dunia, sebab itu Dia menggabungkan diri dengan satu-satunya jiwa yang tak jatuh itu, lalu ia menjelma di bumi ini dalam tokoh manusia, yaitu Yesus Kristus. Yesus membawa pelepasan bagi semua manusia. Orang sederhana hanya perlu percaya kepada Yesus selaku penebus, tetapi orang yang berpengetahuan harus mempewrhatikan pengajaran-Nya yang mulia itu dan perlu meniru teladan-Nya dengan mengusahalan kebajikan dan askase, maka lamakelamaan jiwa manusia itu dipersatukan dengan Logos, bahkan dilahikan. Siapa yang belum belajar mengikuti Logos selamanya hidupnya dibumi, masuk ke dalam neraka, yang hanya suatu tempat penyucian sementara saja, karena segala makhuk hakekatnya bertabiat ilahi, sehingga tak dapat binasa untuk selama-selamanya. Akhirnya segala sesuatu akan pulang kepada Allah. Setan-setan pun tidak terkecuali. Inilah ajaran kebangkitan segala yang ada, akhirnya semuanya dipulihkan seperti semula. Teologi ini sangat dipengaruhi filsafat Plato dan ajaran Alkitab. Hasil yang terpenting ialah bahwa pengertian Logos sebagai suatu zat yang
64
lebih rendah daripada Allah, diterima oleh gereja selaku ajaran yang sah dan baik. 5). Athanasius (293-373) Ahli Teolog Kristen serta pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa Yesus Kristus adalah satu Zat dengan sang Bapa di sorga itu. Tuhan adalah zat tunggal yang mempunyai tiga manifestasi yaitu Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Tuhan Ruh Kudus. Ketiganya mempunyai derajat yang sama. Dalam pengakuan iman Anathasius diungkapkan: 27 Kita menyembah Allah Yang Mahaesa dalam ketritunggalan-Nya; dengan tidak mencampurbaurkan kepribadan-kepribadian-Nya dan tidak memisahkan-misahkan hakikat-Nya. b. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trinitas Soal berbilang Tuhan adalah soal umum dalam seluruh kebudayaankebudayaan kuno. Orang-orang Mesir Kuno, Babilonia, Parsi, Hindu dan Buddha, serta Yunani sekalipun berlainan jumlah Tuhan. Tiga ketuhanan itu mungkin dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang terkadang banyak. Pembatasan tiga Tuhan mempunyai hubungan dengan pahlawanpahlawan, yaitu penyembahan yang dimulai semenjak fajar sejarah hingga sekarang. Kemungkinan
orang-orang
Babilonlah
yang
pertama
kali
mengatakan tiga ketuhanan pada tahun 4.000 SM. Orang-orang Babilon menganut agama banyak Tuhan. Tetapi mereka membaginya dalam beberapa kelompok yang tiap satu kelompok terdiri dari tiga dan masingmasing mempunyai kedudukan dan penghargaan yang berbeda-beda. Diwaktu orang-oang Babilon mengucapkan tiga ketuhanan itu, orangorang Mesir dan Israil mengucapkan ketunggalan Tuhan. Renaissance-renaissance yang lebih tua dari pada agama Masehi berdiri di tengah-tengah belaka, di antara Tuhan yang berbilang banyaknya sebagaimana kepercayaan oleh orang-orang Babilon dan ketunggalan Tuhan yang diucapkan orang-orang Mesir dan Israel. Sekolah Alexandria 27
Ibid, hlm 71-73
65
menuju kearah itu juga, maka Wells berkata: Setelah masuknya orang Greek, maka orang Alexandia menjadi pusat hidup agama Mesir bahkan sebenarnya pusat agama Greek. Batlimus mendirikan sebuah Biara besar yaitu Biara Sarabium dimana mereka menyembah semacam tiga ketuhanan yang terdiri dari Saribis, Isis, dan Hurus. Mereka tidak dianggap Tuhan yang terpisah-pisah bahkan merupakan satu bentuk dari satu Tuhan.
28
Sekolah Alexandria yang berdiri setelah didirikannya kota
itu tahun 331 SM. dan mewariskan kebudayaan-kebudayaan yang bermacam-macam yang dikerjakan oleh ulama-ulama Mesir, Yunani, Semit dan Romawi. Sebagian ajaran Wasani. Sekolah ini melanjutkan kebudayaannya hingga lahirnya Al-Masih dan seterusnya. Agama Masehi melalui masa-masa lemah dan tekanan, sehingga agama Masehi kehilangan pemuka yang di puncaknya Al-Masih sendiri dan hilang pula buku-buku referense mereka yang asli, sumber agama ini menjadi lemah hilang sama sekali. Pada saat itulah Paulus memasuki agama Masehi, dari sinilah Paulus mulai memindahkan agama Masehi dari ketunggalan Tuhan kepada tiga ketuhanan. Pikiran bertuhan tiga sesuai dengan perasaan rakyat yang telah lari dari agama Yahudi karena kefanatikannya dan agama Wasani karena keprimitifannya. Mereka mendapat tempat berlindung dalam agama baru ini. Pintu ini tidak tertutup sesudah Paulus, tetapi terus terbuka hingga setengah dari pengikut Paulus dapat menjadikan diri mereka bapa-bapa gereja. Sempurnalah campuran antara pendapat-pendapat sekolah Alexandria dan agama Masehi yang baru. L. Gauthier berkata: Sesungguhnya agama Masehi banyak dimasuki oleh pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran filsafat Yunani. Ketuhanan dalam agama Masehi diambil dari sumber madzab Plato yang baru karena diantara keduanya banyak kesamaan.29
28
Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd. Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hal. 59 29 Ibid, hlm 61
66
H. Wells berkata :Pendeta Paulus adalah seorang yang terkemuka dalam membina agama Masehi Baru dan dia belum pernah melihat Isa betabligh. Nama Paulus yang asli adalah Saul. Pada mulanya ia terkenal giat menindas segolongan sahabat-sahabat Isa. Tiba-tiba ia menganut agama Masehi dan namanyapun diubah menjadi Paulus. Paulus mempunyai otak yang cerdas dan perhatiannya sangat besar terhadap gerakan agama di masanya. Dia mempunyai pengetahuan luas tentang agama Yahudi. Mithras dan agama-agama di masa itu dianut oleh penduduk Alexandria. Dia memindahkan alam pikiran mereka dan istilahistilah mereka kedalam agama Masehi. Dia tidak mementingkan perluasan dan penyebaran pikiran Isa yang asli yaitu pikiran Kerajaan Tuhan, tetapi dia memberi pengetahuan kepada manusia, bahwa Isa tidaklah sematamata Al-Masih yang dijanjikan tetapi Ia adalah anak yang turun ke bumi untuk menebus dosa manusia. Pada mulanya pengakuan gereja Kristen dalam rumusan pendek Yesus adalah Tuhan atau Yesus adalah Kristus. Berdasarkan pengakuan singkat itu seseorang dapat dibaptiskan karena pada mulanya gereja Kristen berada di tengah-tengah bangsa Yahudi, sehingga pengakuan cukup dengan satu pasal, yaitu pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah, Sang Mesias yang dijanjikan oleh Tuhan. Pengakuan akan Yesus Kristus itu ditumbuhkan oleh Ruh Kudus yang bekerja dalam setiap hati manusia. Ruh Kuduslah yang menyatakan pada manusia bahwa Yesus adalah Tuhannya. Jadi, Ruh Kudus adalah Tuhan yang berbicara dalam hati manusia. Dengan demikian pengakuan Kristen itu menjadi pengakuan yang menjadi tiga bagian, yaitu keyakinan tentang Tuhan Bapa, Yesus Kristus, dan Ruh Kudus. Pada abad pertama sepeninggal Yesus, para murid masih tetap mempertahankan tauhid secara murni hal ini dapat dibuktikan dalam naskah The Shepherd karya Hermes, yang ditulis sekitar 90 M. Menurut gereja, naskah itu termasuk kitab kanonik. Diantara isi dari naskah Shepherd itu berbunyi:
67
Pertama percayalah bahwa Allah itu esa, dialah yang menciptakan dan mengatur segalanya. Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Dia meliputi segala sesuatu tetapi Dia tidak diliputi apapun. Menurut Theodore Zanh, sebagai yang dikutip ole EJ Goodspeed di dalam The Apostolic Father, menjelaskan bahwa sampai sekitar tahun 250 M kalimat keimanan itu masih berbunyi: Saya percaya pada Allah yang maha kuasa. Antara tahun 180 M sampai dengan 210 M ada yang menambah kata Bapa di depan kata yang maha kuasa. Tindakan ini dikecam keras oleh beberapa tokoh gereja. Uskup Fiktor dan Yepisius ,mengutuk penambahan kata tersebut. Mereka memandangnya sebagai perbuatan keji yang mencemari kemurnian kitab suci, dan menentang pendapat yang mengatakan bahwa Yesus itu oknum Tuhan. Dan mereka menekankan keesa-an Tuhan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Serta ,menegaskan bahwa Yesus itu adalah seorang nabi Allah yang mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah, sebagaimana para nabi lainnya. Keyakinan serupa juga dipegang teguh oleh penganut gereja-gereja yang timbul di Afrika Utara dan Asia Barat. Ketika ajaran Yesus tersebar luas, Ia berbenturan dengan berbagai kebudayaan dan harus menghadapi konflik dengan Kaisar Romawi yang mempertahankan pemujaan kepada dewa-dewa dan mengaku sebagai anak Dewa. Agama ini juga berasimilasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebudayaan masyarakat tempat ia berkembang, juga mengalami perubahan mendasar untuk menghindarkan diri dari penindasan para penguasa. Terutama di negara Yunani, ia mengalami metamorfosa akibat dari dua faktor. Pertama, karena agama ini diajarkan dan diungkapkan dalam bahasa baru. Kedua, karena ajarannya disesuaikan dengan filsafat dan kebudayaan Yunani. Kepercayaan polytheisme yang mewarnai kehidupan masyarakat Yunani memberikan sumbangan besar bagi
68
perumusan doktrin Trinitas, dengan mengangkat kedudukan Yesus dari seorang nabi menjadi seorang Tuhan. Paulus dari Tarsus memiliki andil yang paling besar dalam perumusan doktrin Trinitas ini Pada tahun 325 M doktrin Trinitas diresmikan sebagai keyakinan agama Kristen. Bahkan sebagian besar tokoh Gereja yang terpaksa yang menandatangani kredo itu tidak mempercayainya, karena kredo itu sama sekali tidak berdasarkan pada kitab suci Kristen Athanasius yang dipandang sebagai bapak kredo yang diresmikan pada Konsili Nicea itu tidak mempercayainya, bahkan sebaliknya dia mengatakan bahwa: Setiap berusaha memaksakan diri untuk memahami dan merenungkan konsep ketuhanan Yesus, ia merasa keberatan dan siasia. Hingga semakin banyak dia menulis untuk mengungkapkan konsep itu, ternyata ia tak mampu memahami jalan pikirannya sendiri. Akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa: Tuhan itu bukanlah tiga oknum, melainkan hanya satu. Kepercayaan doktrin trinitas itu sebenarnya bukan keyakinan, melainkan hanya disebabkan oleh kepentingan politik dan penyesuaian keadaan waktu itu. Keputusan konsili Nicea yang sangat bersejarah lebih banyak berdasarkan kepentingan politik serta pengaruh filsafat Yunani yang berkembang di saat itu, ajaran filsafat Trinitas dari Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Plotinus di Alexsandria dan Anathasius sendiri yang menjabat uskup di Alexsandria. Sebagai bukti bahwa keputusan itu bertendensi pada kepentingan politik adalah, dalam catatan sejarah, para pemeluk agama Kristen dan pemeluk agama Yahudi selalu dikejar-kejar dan disiksa selama pemerintahan kaisar Diolektianus (284-305 M) Tetapi satu hal yang harus kita catat, menurut gereja bahwa ketrinitasan Tuhan tidak diciptakan oleh konsili gereja manapun, baik konsili Nicea (325 M), ataupun Konstatinopel (381 M). Gereja perdana melalui konsili-konsilinya, hanyalah merumuskan ajaran itu berdasarkan kitab suci, di bawah terang Ruh Kudus. Berangkat pengalaman para Rasul dan interprestasinya terhadap hidup Yesus dan arti kehadiran-Nya bagi
69
kita seperti yang telah kita warisi dalam Perjanjian Baru, maka jelaslah bagi gereja mula-mula itu Yesus mengajarkan adanya Bapa, Putra dan Ruh Kudus.30 Kemudian bapak-bapak gereja mulai berfikir, bagaimana hubungan Bapa, Putra dan Ruh Kudus itu dengan keesaan-Nya. Pada awalnya, pengalaman ketrinitasan ini pada abad-abad pertama belum dirumuskan secara definitif, sehingga kita dapat menjumpai berbagai tradisi Trinitas dalam gereja –gereja lama tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman rohani dengan Tuhan mendahului semua perumusan. Secara sederhana kemudian gereja perdana sampai sampai kepada konklusi bahwa Natural (kodrat) ketuhanan itu begitu agungnya mengatasi segala keterbatasan manusiawi , sehingga kodrat yang esa itu serentak itu dapat dimiliki oleh ketiga Persona, dan para teolog selanjutnya merumuskan nisbah antara ketiganya dalam keesaan. Kemudian pemahaman gereja sampai
pula kepada misteri tentang kedua tabiat
Yesus. Karena itu, jika kita berbicara tentang persona kedua dalam Trinitas, tidak berarti bahwa Yesus historis telah ada sejak awal mula, tetapi sabda Allah yang menjadi daging dalam Yesus. Akan tetapi perlu digaris-bawahi pula, bahwa perumusan itupun secara filsafati menggunakan istilah-istilah yang sesuai dengan daya paham masyarakat masa itu. Oleh karena itu, kendatipun isi ajaran tersebut tetap akan benar dan valid selama-lamanya, tetapi ia tetap tunduk dibawah hukum sejarah dan boleh disempurnakan. Sebab jika tidak demikian, iman dan ajaran gereja akan membantu dan melekat pada bunyi-bunyi istilah tradisional yang sekarang sudah berubah pengertian nya. Sekedar contoh, rumusan tiga oknum dalam satu kodrat hanya dapat dipakai secara tepat seperti yang dimaksudkan para Bapa konsili sejauh diartikan secara metafisis, sebab memang dalam arti itulah istilah-istilah itu dimaksudkan mereka. Istilah persona yang menerjemahkan kata Yunani hypostases, pada zaman itu dimengerti secara filosofis keseluruhan substansi dengan 30
Bambang Noorsena, SH. Telaah Kritis Atas Injil Barnabas ( Asal-usul, historisitas dan isinya). Andi Offset: Yogyakarta, 1990, hlm. 76
70
hubungan-hubungannya, sehingga secara tepat dapat menjelaskan misteri Keesaan Tuhan yang serentak pula: Bapa, Putra, dan Ruh Kudus. Padahal istilah oknum sekarang telah lazim dimengerti secara psikologi sebagai pusat kesadaran, personalitas dan kepribadian, karena itu satu kodrat hanya dimiliki oleh satu pribadi. Sebab itu pula mempertahankan istilah ini untuk menjelaskan dogma Trinitas akan semakin sulit diterima nonkristian, tanpa salah paham. Malahan dapat dipertimbangkan pula satu jawaban yang sama sekali menghindari istilah tradisional itu, dan teolog masa sekarang suka membedakan ketiga cara berada dalam diri Tuhan , di mana tiga mode keberadaan itu bukan hanya dalam hubungannya dengan manusia, tetapi dalam hakekat dengan Tuhan sendiri. 31 Menurut sejarah gereja, pada tahun 325 masehi diselanggarakan konsili (Konggres ulama Kristen), di kota Nicea. Yang acara pokoknya ialah membahas persamaan Yesus Kristus dengan zat Allah atau masingmasing berbeda. Akhirnya konsili mengambil keputusan Yesus Kristus merupakan satu zat dengan Allah. Teori demikian disebut Homo Usius. Teori-teori tersebut didukung sepenuhnya oleh kaisar Konstanti Agung, serta dilindungi. Konsili ini menetapkan bahwa selain Yesus Kristus satu zat dengan Allah, Ruh Kudus pun satu zat dengan Allah. Dengan keputusan ini genaplah kesatuan oknum dengan Trinitas yaitu, Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Ruh Kudus.
31
Ibid, hlm. 77