BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Gardner (1987) menyatakan penanganan masalah perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanian. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap kepentingan hidup orang banyak atau publik. Bentuk-bentuk kebijakan publik tersebut antara lain dalam hal penentuan harga pembelian pemerintah (HPP), tarif impor beras, subsidi pupuk, dan termasuk pemberian ijin konversi lahan sawah. Analisis kebijakan yang bertujuan untuk mensintesis informasi untuk menghasilkan rekomendasi alternatif rancangan kebijakan, merupakan langkah kebijakan yang harus dilakukan sebelumnya. Kebijakan perberasan merupakan kebijakan nasional yang bersifat lintas sektoral dan dinamis, sehingga memerlukan pendekatan dan simulasi sistem dinamis agar diperoleh informasi awal mengenai berbagai kemungkinan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Sistem perberasan nasional terdiri atas beberapa sub sistem, antara lain sub sistem produksi, konsumsi, distribusi, tata niaga, dan harga (Irawan, 2005). Masing-masing sub sistem terdiri atas elemen atau unsur yang lebih spesifik dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan waktu, sehingga sistem perberasan nasional bersifat dinamis. Di samping itu, sistem perberasan juga bersifat lintas sektoral karena meliputi berbagai institusi yang terkait, seperti sub sistem permintaan beras terkait dengan masalah kependudukan dan tingkat pendapatan
34
35
masyarakat, sub sistem produksi terkait dengan masalah luas lahan dan budidaya pertanian. Pendekatan
sistem
mengharuskan
adanya
pengetahuan
mengenai
hubungan timbal balik atau sebab akibat antar sub sistem di dalam sistem atau antar unsur di dalam sub sistem, serta hubungan sebab akibat tersebut yakni positif atau negatif. Secara umum diagram sebab akibat sistem penyediaan beras berdasarkan pendekatan sistem disajikan pada Gambar 3.1.
Konversi lahan sawah +
+
3(-)
+
Luas areal
+
- Produksi p adi -
Produktivitas dan IP
1(+)
Permintaan beras + +
Anomali iklim + Ketersediaan beras + + -
Jumlah p enduduk + 2(+)
+
Rendemen Konsumsi p er kapita
Cadangan
Pertumbuhan jumlah penduduk Imp or beras
Gambar 3.1 Hubungan Sebab Akibat Model Dinamik Ketersediaan Beras di Bali Diagram diatas mengabaikan pengaruh harga gabah/beras terhadap tingkat produksi/penawaran. Hal ini disebabkan karena elastisitas harga beras terhadap jumlah penawaran tidak nyata (Irawan, 2001). Selama ini adanya peningkatan harga beras atau gabah tidak berpengaruh nyata terhadap upaya petani untuk
36
meningkatkan produksi padi. Penyebabnya adalah karena luas lahan garapan petani relatif sempit dan usahatani padi bersifat musiman. Produksi padi dipengaruhi secara positif oleh luas areal padi, teknologi usahatani,
termasuk
pascapanen.
Indikator
teknologi
tersebut
berupa
produktivitas dan IP (Indeks Pertanaman) padi. Semakin luas areal sawah dan semakin tinggi produktivitas serta IP padi maka produksi padi akan semakin meningkat (+). Sebaliknya terjadi pada anomali iklim akan berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi padi, yakni semakin sering frekuensi anomali iklim, baik karena pengaruh La Nina, El Nino, maupun serangan hama penyakit, akan mengurangi tingkat produksi padi. Ketersediaan beras dipengaruhi secara positif oleh tingkat produksi padi, rendemen beras, dan impor beras. Sebaliknya cadangan beras akan mengurangi tingkat ketersediaan beras karena cadangan tersebut merupakan penyisihan dari produksi saat ini untuk keperluan konsumsi tahun berikutnya. Ketersediaan beras juga mempunyai hubungan sebab akibat positif terhadap permintaan beras, dimana semakin tinggi ketersediaan beras, permintaan beras oleh masyarakat akan semakin tinggi pula.
Kondisi tersebut mencerminkan elastisitas pendapatan
terhadap permintaan bersifat positif.
Pada kajian ini indikator tersebut
dicerminkan oleh tingkat konsumsi beras per kapita yang meningkat setiap tahun, serta tingkat permintaan beras yang meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Hubungan sebab akibat antara produksi padi, ketersediaan beras, dan permintaan beras
pada Gambar 3.1 dinyatakan dengan lingkaran pertama
37
(1) yang bersifat positif. Demikian pula hubungan sebab akibat antara jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk dinyatakan dengan lingkaran dua (2) yang bersifat positif. Bentuk hubungan sebab akibat yang bersifat positif tersebut dapat saja berupa hubungan linear atau eksponensial. Sebaliknya hubungan sebab akibat antara lahan sawah dan laju konversi lahan sawah dalam lingkaran (3) bersifat negatif.
3.2 Konsep Penelitian Beras merupakan komoditas pangan utama yang dibutuhkan masyarakat sehingga ketersediaannya harus dijaga sepanjang tahun. Pemodelan ketersediaan beras ini adalah untuk melihat pola ketersediaan beras di masa mendatang sebagai bahan pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat, dengan berbagai alternative pengembangan scenario yang sesuai dengan kondisi nyata. Provinsi Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia, dan merupakan daerah provinsi dengan pengembangan pariwisata utama, membutuhkan kondisi ketersediaan pangan, sebagai hal yang paling dasar untuk dipenuhi agar keamanan dan kenyamanan wisatawan dapat diwujudkan.
Melihat keterkaitan tersebut,
maka model dinamik ketersediaan beras sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Secara lebih rinci berikut ini merupakan konsep definisi variabel-variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Model dinamik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan (produksi) dan permintaan (konsumsi) beras.
38
2. Ketersediaan kebutuhan
beras pangan
secara beras
umum bagi
merupakankondisi
penduduk
yang
terpenuhinya
tercermin
dari
tersedianyapangan beras yang cukup baik dari sisi produksi maupun kebutuhan konsumsi. 3. Produksi adalah produksi total komoditas pangan beras yang berasal dari komponen produktivitas lahan rata-rata dan luas panen maupun produksi yang berasal dari tanah sawah maupun tegalan, yang dihasilkan di Provinsi Bali. 4. Penduduk secara umum menggunakan konsep demografi.
Penduduk
adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Provinsi Bali selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam
bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
Wisatawan yang
berkunjung ke Bali walaupun ikut mengkonsumsi pangan beras di Bali tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. 5. Pendapatan adalah nilai pendapatan per kapita yang berasal dari sector pertanian tanaman pangan, yang merupakan turunan dari nialai tambah bruto. 6. Lahan yang dimaksud adalah luas lahan yang berasal dari hutan lindung, lahan pertanian padi (sawah), lahan pertanbian non padi, serta lahan non pertanian. 7. Neraca beras merupakan selisih antara kebutuhan beras total dengan beras yang tersedia. Sedangkan, beras tersedia merupakan produksi beras bruto
39
dikurangi
penyusutan
(dari
proses
pengangkutan,
handling
dan
penyimpanan). 8. PDRB (produk domistik regional bruto) yang dimaksud adalah angka normal pertumbuhannya sebagai alat untuk mengetahui pengaruh pendapatan per kapita karena efek nilai tambah bruto dari padi pertumbuhannya kecil.