BAB III KEGIATAN DI PT AVENTIS PHARMA
PKPA dilaksanakan di PT Aventis Pharma, dengan penempatan di divisi Industrial Affair (IA). Berdasarkan struktur organisasi, divisi Industrial Affairs (IA Division) dikepalai oleh seorang Plant Director. Berikut ini adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division : 1. Industrial Quality and Compliance Department 2. Production Department 3. Technical Services Department 4. Health, Safety and Environment Department 5. Plant Logistic Department 6. Precurement Department Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1 Industrial Quality and Compliance Department Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu menyeluruh, dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/ IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan maka perlu dilakukan pengecekan, validasi dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC
Universitas Sumatera Utara
Department juga melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.
3.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu) Unit ini dikepalai seorang QA Supervisor yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB dan Aventis Global Quality Standards. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah : a. Pelatihan personil Quality Assurance Unit bertanggung jawab mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu program pelatihan yang telah disiapkan sesuai dengan ketentuan CPOB maupun HSE yang berlaku. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan produksi obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke dalam daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment
Universitas Sumatera Utara
(HSE Department) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE. Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, HSE dan pelatihan lainnya yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. 2) Pelatihan tambahan yaitu meliputi teori dan praktek CPOB, keselamatan kerja dan pelatihan khusus yang berhubungan dengan bidang pekerjannya, misalnya cara keluar masuk di Cold Storage Room atau cara mengoperasikan mesinmesin produksi. Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan serta penyiapan materi pelatihan satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi serta peraturan perusahaan. Mereka juga harus menerima pelatihan tambahan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Dalam pelaksanaannya seluruh pelatihan harus di dokumentasikan dalam bentuk Form Laporan Pelatihan. b. Penanganan dokumen Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat penting dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan CPOB, Sanofi Aventis directives dan peraturan pemerintah. Yang termasuk dalam kriteria dokumen adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Validation Study, Global IQC Directive, Global HSE (Health and Safety Enviroment), Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Dokumen yang terkait dengan produk disimpan selama minimal 10 tahun seperti Annual Product Review (APR). Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu: 1) Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat. 2) Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program
Universitas Sumatera Utara
stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar teknik, pemeriksaan dan validasi alat, penanganan keluhan, obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya. c. Sistem dan cara pembuatan prosedur tetap (Protap) Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Prosedur tetap (Protap). Protap atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan misalnya yang berhubungan dengan pengoperasian, pemeliharaan/ perawatan dan pembersihan mesin; kalibrasi; validasi; pembersihan gedung dan pengendalian kondisi lingkungan; pengambilan contoh dan inspeksi. Protap ini dimaksudkan untuk: 1) Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas. 2) Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE. 3) Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku. 4) Membantu melatih petugas baru. Tinjauan kembali setiap protap secara berkala setiap 3 tahun atau bila ada perubahan dibuat Pengendalian Perubahan (Change Control).
Universitas Sumatera Utara
d. Validasi Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Kegiatan validasi di PT Aventis Pharma dilakukan terhadap: 1) Validasi proses Validasi terhadap proses produksi atau validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keberulangan yang tinggi. Validasi proses dapat dilakukan secara : i.
Prospective
ii.
Concurrent
iii.
Retrospective
iv.
Revalidasi Validasi proses menjadi penting karena setiap proses pembuatan dan
pengemasan selalu melibatkan serangkaian faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk. 2) Validasi pembersihan ruangan atau peralatan Proses pembersihan harus divalidasi untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba yang dapat mengkontaminasi produk selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Head of IQC bersama QA Supervisor akan menetapkan prioritas peralatan dan ruangan yang akan dibersihkan berdasarkan pengkajian resiko. Berdasarkan prioritas tersebut QA Supervisor dan tim validasi akan menyusun protokol validasi. Secara sederhana, validasi pembersihan dilakukan dengan urutan sebagai berikut : (a) Pengkajian proses meliputi pengkajian terhadap lokasi sampling atau ruangan yang akan dibersihkan, peralatan, jenis dan konsentrasi bahan pembersih, dan prosedur pemeriksaan untuk produk, bahan pembersih atau mikroba. (b) Penyusunan protokol validasi pembersihan. (c) Pelaksanaan validasi sesuai protokol validasi yang telah disusun. (d) Penyusunan laporan validasi oleh QA unit, mencakup hasil analisa dan temuan selama proses validasi. e. Penilaian terhadap pemasok Mutu obat tidak hanya dilihat dari serangkaian pengujian saja, tetapi salah satu faktor penting dalam membangun mutu yaitu bahan awal, bahan penunjang dan jasa service yang mempengaruhi mutu obat, untuk memastikan bahan awal yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terusmenerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation). Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent/ broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari IQC, Plant Logistic Department dan diketuai oleh QA Supervisor. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC Unit, Technical Unit, Medical and Regulatory, dan departemen lain yang terkait. Hal-hal yang perlu
Universitas Sumatera Utara
dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, penanganan pesanan, dokumentasi dan lain-lain. Sedangkan, penilaian dari segi purchasing meliputi harga, pemesanan dan pengiriman. Ada 3 bentuk penilaian terhadap pemasok dari hasil audit, yaitu: 1) Accepted Seluruh persyaratan audit dipenuhi. 2) Accepted additionally Seluruh persyaratan audit dipenuhi tetapi masih ada temuan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. 3) Not accepted Tidak memenuhi persyaratan audit dan harus melakukan perubahan secara signifikan untuk memenuhi persyaratan Pemasok yang telah memenuhi persyaratan akan dimasukkan ke dalam daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List) oleh QA. Seluruh barang kebutuhan hanya dapat dibeli dari pemasok yang sudah disetujui dan ada dalam daftar pemasok resmi. Audit kembali (re-audit) akan dilaksanakan minimal tiga tahun sekali terhadap approved supplier, sedangkan terhadap pemasok dengan status approved additionally akan dilakukan kunjungan ke pemasok sesuai jadwal yang telah disetujui. f. Inspeksi diri dan audit Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk, mengenali cacat dan kelemahan. Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independent terhadap suatu
Universitas Sumatera Utara
sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektivitas pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Temuan yang diperoleh dari proses audit yaitu kritis, mayor dan minor. Tujuan dari inspeksi diri dan audit ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB dan HSE. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dan audit meliputi : 1) Inspeksi dibidang GMP (a) Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection) Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali dilakukan pada bulan Januari, Apri, Juli dan November. Tim ini terdiri atas anggota tetap QA Supervisor (ketua tim), Supervisor Processing, Supervisor Packaging, Supervisor QC, Supervisor dari TSD & HSE dan QA inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan pabrik, warehouse, Production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2, TSD, IQC (QC dan QA). (b) Inspeksi diri Semester (IDS) Inspeksi Diri Semester mencakup seperti Inspeksi diri triwulan hanya saja ditambah dengan Purchasing serta Information System DePT IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan sebagai berikut: lingkungan pabrik, warehouse, processing, packaging kelas 2 dan 3,
Universitas Sumatera Utara
gowning area, laboratorium QC dan mikrobiologi, technical services (purified water plant, AHU areas, workshop, utilities, dsb), purchasing dan Information System (IS). 2) Audit dari Global Quality dan/Global HSE Audit Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB/ HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC Department untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE dan Manager Quality Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja. 3) Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait. 4) Audit dari pihak ketiga/ pelanggan 5) Inspeksi di bidang HSE (Health, Safety and Environment) Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan yang terus-menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar.
Universitas Sumatera Utara
Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang berkompeten dan berwenang di departemen tersebut dan wakil dari TSD. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemendepartemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager). g. Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi Pengambilan keputusan untuk meluluskan/ menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Supervisor dan disetujui oleh Head of IQC Department. Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut: 1) Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP). 2) Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang terdiri dari: Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation Report (FIR) dan hasil pemeriksaan validasi proses. 3) QA akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut. 4) Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA akan memutuskan apakah produk jadi
tersebut
diluluskan
atau
ditolak, lalu
menandatangani
catatan
pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/ penolakkan produk tersebut. Pelulusan/ penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System Application Product). Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa GMP Conformance dan CoA dari produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance. h. Penanganan keluhan Keamanan obat menjadi tanggung jawab perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang berhubungan dengan efek samping obat, akan diteruskan ke Pharmacovigillance Division dan untuk
Universitas Sumatera Utara
keluhan terkait kualitas obat (KTKO) akan ditangani IQC Department. KTKO dibagi 4 kelas berdasarkan pengaruhnya kepada pasien, yaitu: Tabel 3.1 Klasifikasi KTKO Golongan Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Definisi
Contoh KTKO
Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan Kerusakan pada produk yang menyebabkan sakit pada pasien atau menyebabkan kegagalan dalam proses penyembuhan
Salah produk (label berbeda dengan produknya, produk sudah benar tetapi salah penulisan dosis, tercampurnya produk dalam satu pengemas, salah penulisan bahan aktif dengan mengakibatkan resiko yang serius terhadap kesehatan). Kesalahan label karena teks atau gambar, kesalahan informasi pada leaflet, salah spesifikasi (Contoh: Assay, stability, berat), kemasan produk yang tidak aman mengakibatkan resiko yang serius, tercampurnya produk dalam satu pengemas tetapi tidak mengakibatkan masalah yang serius, kontaminasi kimia maupun fisika (Contoh : significant impurities, kontaminasi silang). Kesalahan dalam pengemasan (Contoh : salah/ tidak ada batch no. atau expired date), kesalahan pengemas (Contoh : Closure system seperti botol, blister), kontaminasi (Contoh : Produk kotor dan terdapat partikel lain pada produk, berulangnya keluhan pada produk yang sama dan kerusakan yang sama, sealing strip/ blister rusak atau keriput, kerusakan label (label tidak ada atau rusak dan produk belum digunakan oleh pasien), produk palsu Tablet pecah / retak, tidak tercantum unit dosis pada kemasan atau label, blister hilang pada folding box, aluminium blister / strip rusak, ada partikel asing yang berasal dari bahan pengemas sekunder
Kerusakan pada produk yang menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major melainkan hanya menimbulkan ketidaknyamanan pasien dalam hal penggunaan produk Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien dalam menggunakan produk tersebut dan berdampak negatif terhadap nama baik perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Setelah QA menerima laporan KTKO, segera dilakukan klasifikasi KTKO tersebut. Untuk KTKO kelas 1 dan 2, dilakukan investigasi bersama maksimum 24 jam setelah laporan diterima, sedangkan untuk kelas 3 dan 4 dilakukan investigasi bersama maksimum 5 hari kerja setelah laporan diterima. Semua KTKO harus diselesaikan dalam maksimum 30 hari kerja, bila melebihi batas waktu tersebut harus dibuat laporan penyimpangan. Tindak lanjut yang dilakukan terhadap KTKO dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang dan menunggu keputusan QA untuk dihancurkan, dijadikan stok kembali bila masih memenuhi spesifikasi atau diolah kembali. KTKO yang telah selesai ditangani akan dibuat tanggapan ke pihak pelapor yang berisi tindak lanjut terhadap laporan yang diterima. i. Penanganan obat kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan : 1) Masalah keabsahan maupun salah kirim 2) Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran 3) Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan) 4) Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan pengemas)
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian (Product Return) karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Obat kembalian dapat berasal dari : 1) Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma 2) Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma 3) Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga lain : rumah sakit, apotek dll. Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang PT Aventis Pharma. j. Penarikan kembali Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal (Retained Sample) di Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement. Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi,
Universitas Sumatera Utara
OOS, temuan audit, dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumlah yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual. k. Evaluasi terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi (Out of Specification/ OOS) Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal sebagai penyelidikan hasil di luar spesifikasi atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (ouf of
Universitas Sumatera Utara
trend/ OOT). Hal ini berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan dan alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika atau mikrobiologi maka dibuat laporan Failure Investigation Report. Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain: 1) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. 2) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang berbeda. 3) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang pertama (bila perlu). 4) Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method dan farmakope (EP, USP, dan FI). 5) Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari pemeriksaan normal. Apabila
dianggap
perlu,
dilakukan
pemeriksaan
terhadap
prosedur
pengolahan bets produk yang bersangkutan. Setelah hasil penyelidikan lengkap, serahkan hasil tersebut kepada Head of IQC untuk dievaluasi dan diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
l. Penanganan penyimpangan dan kegagalan Yang dimaksud dengan penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari instruksi atau standar yang telah ditetapkan dalam proses pembuatan dan pengujian,
ketidaksesuaian
terhadap
spesifikasi
yang
telah
ditentukan.
Berdasarkan kekritisan, penyimpangan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: 1) Critical Deviation Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa yang dapat mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/ alat kesehatan/ dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi. Contoh: Kesalahan/ penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaian bahan/ material, kesalahan dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi. 2) Major Deviation Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat mempengaruhi kualitas, kemanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan suatu produk obat atau alat kesehatan. Contoh major deviation yaitu: “yield” produk berlebih karena kesalahan penimbangan eksipien atau zat tambahan lain yang tidak beresiko; kesalahan pencetakan nomor batch, tanggal daluarsa, tapi produk belum diluluskan.
Universitas Sumatera Utara
3) Minor Deviation Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari produk obat atau alat kesehatan. Contoh penyimpangan minor yaitu batas penyimpanan maksimum produk setengah jadi terlampaui dan ditemukan imported finished good yang tidak memiliki penandaan batch pada proses repacking. Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu: 1) General failure : Semua penyimpangan yang terjadi di site dan hal tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan sebagainya. 2) Batch deviation : Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses, pengemasan dan sebagainya. Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah penghentian proses dan produk tersebut di karantina. Kegagalan tersebut kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan kemudian diteruskan ke Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department.
Universitas Sumatera Utara
Segera tindak lanjuti penyimpangan dan kegagalan dengan membuat laporan penyimpangan/kegagalan menggunakan CAPA system. Setelah itu, dilakukan investigasi untuk menemukan akar permasalahannya dan tindakan perbaikannya. Selanjutnya dibuat dokumentasi terhadap penanganan penyimpangan dan kegagalan. Bila penyimpangan terjadi pada proses pengemasan maka bersihkan jalur pengemas dari sisa produk yang bersangkutan dan komponen-komponennya, bila penyimpangan terjadi pada proses pengolahan dan produk masih di dalam mesin pengolah maka tutup/ lindungi produk tersebut dengan benar, bila penyimpangan terjadi pada proses pengujian maka segera lakukan investigasi sesuai prosedur penanganan hasil uji di luar spesifikasi. Tuliskan tindakan sementara yang telah diambil dan tetapkan klasifikasi penyimpangan berdasarkan kategorinya. Bila dianggap
perlu,
IQC
Department
akan
mengundang
departemen
yang
bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah/ akan dilakukan oleh departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan pengolahan bets/ catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
m. Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product Review/ APR) Annual Product Review adalah peninjauan dan penilaian tahunan yang dilakukan terhadap produk baik unuk sediaan semisolid dan solid. Annual Product Review bertujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari suatu proses, mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya
dilakukan
perbaikan
suatu
proses,
perubahan
spesifikasi
dan
kemungkinan revalidasi. Penyiapan APR dilakukan selama satu tahun sekali. Penyiapan Annual Product Review dibagi menjadi empat gelombang yaitu untuk sediaan tablet dilakukan dalam interval Januari sampai Januari tahun selanjutnya, sediaan semi solid pada bulan Maret sampai bulan Maret tahun selanjutnya, sediaan tablet salut pada bulan Juni sampai bulan Juni tahun selanjutnya dan sediaan suppositoria pada bulan September sampai bulan September tahun selanjutnya. Isi dari APR adalah: 1) Rekomendasi dari APR tahun sebelumnya beserta tindakan perbaikan yang dilakukan 2) Ikhtisar dari batch yang dibuat meliputi; –
Jumlah batch yang diproduksi termasuk partial batch
–
Jumlah dan persentase batch yang ditolak (di reject) beserta alasannya
–
Jumlah dan persentase batch yang dan yang diproses ulang beserta alasannya
–
Review batch yang diluar spesifikasi beserta investigasinya
3) Penyimpangan (significant or critical deviation, OOS, FIR) terhadap produk yang direview dalam periode tertentu
Universitas Sumatera Utara
4) Gambaran dari suatu produk yang dibuat 5) Parameter kritis dalam In Process Control (IPC) 6) Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya. 7) Keluhan (Product Technical Complaint) 8) Penarikan produk 9) Produk kembalian 10) Trend analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik 11) Trend analisis dari data stabilitas 12) Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain) 13) Status validasi yang dilakukan (validasi proses, pengemasan, pembersihan, validasi metode analitik) 14) Monitoring lingkungan 15) Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue 16) Formula 17) Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi 18) Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR dan diolah secara statistik berasarkan perhitungan control limit, dibuat grafik trend analisa dan dan akan dievaluasi konsistensi dari suatu proses untuk mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi. Laporan APR kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh QA Supervisor, Production Manager dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh IA Head.
Universitas Sumatera Utara
Laporan APR harus diselesaikan dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian. Sedangkan, semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun penilaian. Ringkasan APR adalah bagian dari laporan tahunan IQC Department. n. Pengendalian terhadap perubahan (Change control) Pengendalian terhadap perubahan menguraikan hal-hal mengenai persiapan dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu produk, GMP/ CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori. Perubahan yang dimaksud meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier, proses, spesifikasi dll), proses, formula, spesifikasi dan test method dari komponen, bulk & finished goods, primary packaging, penyimpanan & pelabelan, alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung hal-hal di atas dan dokumen GMP/CPOB. Di PT Aventis Pharma, Sistem Manajemen Perubahan (GIMc) merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi hingga persetujuan perubahan. Setiap perubahan harus diberi kategori/ level 0, 1, 2 dan 3. Kategori 0 merupakan perubahan ditolak sebelum didaftarkan. Kategori 1 merupakan perubahan tanpa menimbulkan dampak terhadap quality & regulatory. Kategori 2 merupakan perubahan perubahan yang berdampak terhadap quality tanpa menimbulkan dampak terhadap regulatory. Kategori 3 merupakan perubahan yang berdampak terhadap regulatory.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut. o. Penanganan obat di distributor Kualitas produk dikendalikan dengan baik selama berada dalam pabrik industri farmasi. Namun, untuk menjaga agar produk sampai ke tangan pasien dalam kualitas yang baik, perlu dikendalikan cara penanganan produk selama distribusinya, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah: 1) Penerimaan obat jadi 2) Penyimpanan obat jadi 3) Pengiriman obat jadi 4) Penanganan keluhan 5) Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah 6) Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi 7) Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanannya) 8) Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
Audit pada distributor dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan sesuai kondisi yang dipersyaratkan dan pengiriman produk. p. Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya. Transfer proses produksi meliputi: 1) Golongan 1: produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu pabrik Aventis Pharma sebagai produk induknya (mother plant). 2) Golongan 2: produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa negara/ region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Misal: Avil yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. 3) Golongan 3: produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma di suatu negara/ region. Transfer proses golongan 3 dikoordinasikan oleh regional manufacturing, regional IQC dan dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. q. Registrasi Obat Jadi dan Alat Kesehatan Menurut Keputusan Kepala Badan POM no. HK 00.05.03 1450 tanggal 14 Mei 2003 tentang Registrasi Obat Jadi disebutkan bahwa obat jadi harus
Universitas Sumatera Utara
diregistrasi sebelum memperoleh izin edar. Hal ini untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu obat yang beredar. Dokumen Registrasi terdiri dari empat bagian antara lain Dokumen Administratif dan Informasi Obat, Dokumen Mutu, Dokumen Non-klinik dan Dokumen Klinik. Quality Assurance menangani dokumen mutu dimana terdiri dari subbagian S (Substance) yang berisi informasi terkait spesifikasi bahan aktif dan P (Product) yang berisi informasi terkait spesifikasi produk obat. Dokumen Registrasi Obat Jadi dibuat rangkap 4 dimana 2 eksemplar untuk Badan POM, 1 eksemplar untuk Medical and Regulatory Division dan 1 eksemplar untuk IQC department. Dokumen Registrasi Alat Kesehatan dibuat rangkap 3 dokumen registrasi yang akan diserahkan ke Menkes, dimana 1 eksemplar untuk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 1 eksemplar untuk Medical and Regulatory Division, 1 eksemplar untuk IQC department. Untuk produk impor, cukup siapkan 2 eksemplar untuk ke badan pemerintah terkait dan ke Medical and Regulatory Division. Dokumen registrasi disimpan selama 10 tahun setelah produk yang bersangkutan tidak dipasarkan lagi.
3.1.2 Quality Control Unit Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC unit bertugas melakukan pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan uji stabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan kegiatan quality control hendaknya dilakukan dengan suatu sistem yang tertata baik untuk menjamin bahwa semua kegiatan dilakukan dengan baik dan benar agar mendapatkan hasil kerja yang optimal dan terpercaya. Oleh karena itu,
untuk melaksanakan
pemeriksaan,
QC
membuat
prosedur
analisis
pemeriksaan yang disebut test method. Test method dapat mengacu pada Compendia seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis, atau prosedur dari mother site. Untuk pemeriksaan bahan baku, prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi, tetapi cukup diverifikasi sesuai dengan kondisi pemeriksaan aktual, namun untuk pemeriksaan produk ruahan perlu dilakukan validasi terhadap metode yang diadopsi. QC dalam melaksanakan tugasnya dibagi dalam sub-unit, yaitu Chemical and Physical Control, Sampling-Testing of Packaging Material and Retained Sample, Microbiology, Stability dan Laboratory services and Calibration. a. Chemical and physical control Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika berdasarkan test method. 1. Bahan Baku (Raw Material) Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan tersebut. Urutan pemeriksaan bahan baku adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
i. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Lalu bagian gudang akan membuatkan slip penerimaan barang (Goods Receipt Slip/ GRS) yang kemudian akan dikirimkan ke bagian QC. Dan bahan baku tersebut akan masuk gudang dengan status “QUARANTINE”. ii. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form). iii. Pengambilan contoh dilakukan di bawah LAF di dalam ruang sampling yang terdapat di area gudang dengan kondisi udara yang terkendali yaitu suhu tidak lebih dari 25°C, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban antara 3060 %. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat dan ruangan dalam status “BERSIH”. Bahan yang telah diambil contohnya akan diberi label “SAMPLE TAKEN”. Dan setelah proses sampling selesai, semua alatalat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar dibersihkan. iv. Contoh kemudian dibawa ke laboratorium QC untuk sebagian dianalisa sesuai dengan test method dan sebagian lagi disimpan sebagai contoh pertinggal. v. Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dibuat dan dianalisa untuk menentukan apakah bahan/ produk tersebut diluluskan atau ditolak. Bahan/ produk di gudang akan diberi label baru “RELEASED” atau “REJECTED” yang ditempelkan diatas label “QUARANTINE”. Label disahkan oleh QC
Universitas Sumatera Utara
supervisor dan didistribusikan ke bagian Warehouse, Production dan Plant Logistics Department. Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari pemasok luar serta diberi catatan mengenai berapa kali bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang-Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. 2. Produk Ruahan (Semi Finished Good) Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi); setelah semi finished goods diterima di gudang (untuk produk ruahan impor) oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/ OOS). 3. Produk Jadi (Finished Good) Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi, termasuk pengemasan dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam
Universitas Sumatera Utara
produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal) dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah dan akhir proses pengemasan. Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas proses pengemasan untuk dikirim ke QC. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: tanggal penerimaan, nomor batch lengkap, jumlah contoh pertinggal, waktu kadaluarsa, informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas, kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets dan tanggal kadaluarsa). Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa (CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/ rejected atau label penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor. b. Sampling-testing of packaging material and retained sample Tugas dari bagian ini adalah melakukan pemeriksaan bahan pengemas dan contoh pertinggal. Bahan pengemas ialah bahan yang digunakan untuk mengemas produk ruahan, digolongkan dalam 2 jenis yaitu : 1) Bahan pengemas primer, yaitu bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk strip dan blister dan cold forming foil. 2) Bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak kontak langsung dengan produknya, seperti folding box atau master box. Sebelum bahan dipesan, desain bahan pengemas disiapkan berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah dipesan dan diterima, bahan pengemas akan diambil contohnya untuk diperiksa. Contoh kemasan primer diambil di bawah
Universitas Sumatera Utara
LAF di ruang sampling (gudang) sedangkan contoh kemasan sekunder diambil di area gudang, tidak perlu di dalam ruang sampling. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium QC sesuai spesifikasi bahan, misalnya jenis bahan, kesesuaian warna dan bobot. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya. Contoh pertinggal adalah contoh obat jadi, bahan baku, dan bahan pengemas yang diambil secara acak dan disimpan sebanyak setidaknya dalam jumlah yang cukup untuk 3 kali pemeriksaan full test (bila perlu tambahan 1 kali full test untuk BPOM). Contoh pertinggal digunakan sebagai pembanding bila ada keluhan terhadap bahan/ produk, juga untuk mengevaluasi kestabilan produk (follow-up/ real-time stability study) setelah suatu waktu tertentu. Contoh pertinggal disimpan dalam ruang penyimpanan yang terkendali selama 5 tahun atau 1 tahun setelah tanggal daluarsanya, dan bagian ini bertugas memantau kondisi ruangan penyimpanan agar selalu sesuai spesifikasi dan memantau keluar masuknya contoh pertinggal melalui kartu stok. c. Microbiological Karena cemaran mikroba dapat mempengaruhi mutu dan kestabilan produk maka dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bahan, ruangan produksi dan laboratorium mikrobiologi sehingga pemeriksaan memberi hasil yang tepat dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mikrobiologinya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Persyaratan Kebersihan Ruangan Kelas 3 dan Kelas 2 Kondisi Beroperasi Istirahat 3 ≥ 0,5 µm/m Tidak ditetapkan 3,5 x 106 Partikel ≥ 5,0 µm/m3 Tidak ditetapkan 2 x 104 ≤ 500 kol/ 4 jam Tidak ditetapkan Settle plates Mikroba di 3 ≤ 1300 kol/ m ruang ganti Udara Tidak ditetapkan udara pakaian ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan Contact plates ≤ 300 kol/4 jam Tidak ditetapkan Settle plates Mikroba di 3 ruang Udara ≤ 900 kol/ m udara Tidak ditetapkan produksi ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan Contact plates Perbedaan tekanan udara ≥ 75 Pa Pergantian udara ≥ 10/ jam Suhu 19-25°C Kelembaban 30-60% 3 ≥ 0,5 µm/m Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Partikel 3 ≥ 5,0 µm/m Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Settle plates Mikroba Udara Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Contact plates Perbedaan tekanan udara >0 Pergantian udara Sesuai kebutuhan, ≥ 4/ jam Suhu 19-25°C Kelembaban Sesuai kebutuhan, ≤ 80% Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:
Kelas 2
Kelas 3
Jenis pemeriksaan cemaran
1) Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi. Pemeriksaan mikrobiologi meliputi baik pemeriksaan kualitatif yaitu identifikasi mikroba indikator dan patogen, maupun pemeriksaan kuantitatif yaitu uji batas cemaran mikroba (MLT). Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk semua bahan/ produk yang memiliki spesifikasi/ persyaratan mikrobiologi, umumnya bahan/ produk yang berasal dari alam, baik dari sumber nabati maupun hewani.
Universitas Sumatera Utara
2) Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi. Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi non steril yang diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2 dan kelas 1. Ruang kelas 3 dan kelas 2 memiliki persyaratan kebersihan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya, namun kelas 1 tidak memiliki persyaratan kebersihan tertentu. 3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan Pemeriksaan dilakukan secara apus (swab) untuk permukaan tidak rata sedangkan untuk permukaan rata dapat menggunakan contact plate atau swab. Hasil pemeriksaan jumlah mikroba dan partikel kemudian di lembar pemeriksaan. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi. 4) Pemeriksaan mutu air Air merupakan bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Air yang digunakan tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain persyaratan terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur, air PAM, potable water, purified water dalam interval pemeriksaan yang berbeda untuk tiap jenis air. Pemeriksaan ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan air untuk tiap jenis air tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Persyaratan mikroba untuk tiap jenis air di PT Aventis Pharma No
Jenis uji
Air sumur
Air PAM
Portable water
Purified water 100 kol/ ml
MiliQPlus 100 kol/ ml
1
Jumlah bakteri
Tidak ditetapkan
100 kol/ ml
100 kol/ ml
2
Total koliform
< 10
0 kol/ 100 ml
0 kol/ 100 ml
-
-
3
Koliform tinja
-
-
0 kol/ 100 ml
-
-
Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi limit yang telah ditentukan, akan diterbitkan OOS dan FIR, dengan mengevaluasi secara sistematis dan menyelidiki dimana, kapan dan apa penyebab penyimpangan tersebut. d. Stability Obat setelah diproduksi akan mengalami penyimpanan selama masa pemakaiannya, selama penyimpanan mutu obat dapat berubah menjadi keluar dari spesifikasi awalnya sehingga menjadi tidak aman untuk digunakan. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui waktu kestabilan obat sehingga masih memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Secara rinci, tujuan dilakukannya uji stabilitas adalah untuk: 1) Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya. 2) Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa yang tercantum pada label. 3) Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi. 4) Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
5) Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets adalah sama. Menurut Global Standard Aventis, dikenal beberapa jenis uji stabilitas yaitu: 1) Tipe 0: Uji stabilitas yang dilakukan pada bets preformulasi untuk memutuskan komposisi akhir dari suatu formula. Contoh disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing) selama 3 bulan. 2) Tipe I: Uji stabilitas terhadap bahan aktif dan produk atau campuran dari bahan tambahan dan bahan aktif pada bets skala laboratorium. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under stress. 3) Tipe II: Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah dilakukan peningkatan jumlah bets produksi (bets skala pilot). 4) Tipe III: Uji stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan (bets komersial) untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya. 5) Tipe IV: Uji stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan (Post marketing studies). Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan kemudian setiap tahun hingga waktu daluarsa tercapai. 6) Tipe V: Uji stabilitas bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa perubahan (follow up stability), misalnya perubahan bahan baku atau perubahan proses. Uji stabilitas yang dilakukan di Jakarta site ialah tipe IV dan V. Parameter uji stabilitas meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan wadah, keutuhan segel atau kondisi label; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, pH dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
e. Laboratory service and calibration Bagian ini bertugas melakukan perawatan dan kalibrasi semua peralatan dan instrumen di laboratorium QC. Perawatan berarti mempersiapkan peralatan dalam keadaan baik agar siap digunakan sehingga dilakukan pada segala macam peralatan termasuk peralatan pendukung, seperti vial untuk HPLC atau kuvet untuk spektrofotometri. Kalibrasi berarti memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan dengan peralatan/instrumen tersebut sesuai dengan keakuratan yang diinginkan sehingga hanya dilakukan pada peralatan/instrumen yang digunakan untuk memantau, mengendalikan dan memeriksa parameter kritis atau kualitas dari suatu produk farmasi. Kalibrasi dilakukan menggunakan standar (kalibrator) yang diproduksi dengan mengacu pada standar nasional yang tertelusuri misalnya dari BSN, LIPI, atau KAN. Interval kalibrasi ditentukan berdasarkan tingkat kekritisan peralatan/instrumen, dengan definisi dari peralatan/ instrumen kritis ialah: 1) Peralatan/ instrumen yang digunakan untuk pengukuran parameter kritis dalam pembuatan obat dimana datanya menentukan kualitas obat, 2) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pengukuran kondisi lingkungan, 3) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pemeriksaan QC, 4) Peralatan/ instrumen terkait dengan keselamatan kerja. Hasil kalibrasi didokumentasikan pada laporan kalibrasi berupa Catatan Hasil Kalibrasi yang mencakup identitas peralatan/ instrumen, batas yang ditetapkan, toleransi yang dapat diterima, identitas kalibrator, tanggal dan hasil tiap kalibrasi serta paraf pelaksana dan pemeriksa kalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
Laporan kalibrasi yang dibuat sesuai protap kalibrasi akan diperiksa dan disahkan oleh Head of IQC Department. Jika kalibrasi dilakukan oleh pihak ketiga, laporan kalibrasi akan diminta dalam maksimum 2 minggu setelah kalibrasi. Bila laporan kalibrasi belum diterima lebih dari 2 minggu, raw data kalibrasi akan dievaluasi oleh user untuk memutuskan peralatan/ instrumen dapat digunakan atau tidak.
3.2 Production Department Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu Pengolahan/ Processing yang dikepalai oleh Processing Supervisor dan Pengemasan/ Packaging yang dikepalai Packaging Supervisor. Tata letak ruangan ini didesain untuk memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, pemeliharaan dan dilengkapi sarana kerja yang memadai untuk menghindari
terjadinya
kesalahan
dan
pencemaran
silang
yang
dapat
mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain untuk melindungi kegiatan dan produk dari pengaruh cuaca dan lingkungan seperti banjir atau rembesan air tanah. Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut: 1) Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi. 2) Plafon/ langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat akrilik. 3) Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi
Universitas Sumatera Utara
dengan cat akrilik. Lantai dicat epoksi yang kedap air untuk mencegah rembesan air tanah sehingga bila lantai tergores dan rusak dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/ partikel. Upaya yang dilakukan
untuk
menghindari
kerusakan
pada
lantai
ialah
dengan
menggunakan sepatu khusus beralaskan karet. Sambungan antara dinding dan lantai dibuat berbentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu/ partikel dan memudahkan pembersihan. 3.2.1 Pengolahan/ Processing Kegiatan di unit pengolahan secara umum dibagi dua yaitu pengolahan produk solid (tablet dan tablet salut selaput) dan pengolahan produk semi-solid (krim, salep, suppositoria dan ovula). Kegiatan ini berlangsung di ruangan kelas 3 sehingga personilnya memakai pakaian dan sepatu khusus kelas 3, serta penutup kepala. Ruangan produksi terdiri dari 2 lantai dengan fungsinya masing-masing: 1) Lantai 1 untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activities) yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2. 2) Lantai dasar digunakan sebagai area untuk pengolahan maupun pengemasan. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan udara. Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi, ruangan produksi harus bersih. Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH”, dan jika telah digunakan diberi label “UNTUK DIBERSIHKAN” berwarna merah. Ruangan
Universitas Sumatera Utara
tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Ruangan dibersihkan oleh cleaner, sedangkan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya. Label “BERSIH“ ditandatangani oleh operator yang membersihkan dan disetujui oleh foreman di bidang masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku label “BERSIH“ adalah 1 bulan, jika waktu tersebut terlampaui, maka ruangan tidak dapat digunakan dan perlu dibersihkan kembali. Kegiatan pengolahan selalu mengikuti prosedur baku untuk tiap produk yang disebut Prosedur Pengolahan Induk yang selalu diperbaharui secara berkala untuk disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan kondisi alat yang dimiliki, dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan antar bets. Prosedur Pengolahan Induk (PPI) disusun oleh Processing Supervisor yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head of IQC. PPI berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. Selain PPI, juga ada pedoman yang disebut Protap yang harus diikuti oleh pihak yang bersangkutan. Sebelum digunakan, ruang pengolahan harus selalu dicek RH 30-60%, temperatur 19-25°C, dan perbedaan tekanan (ΔP) minimal 7,5Pa. Untuk memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan dibuat daftar periksa yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pemeriksaan dilakukan oleh operator, staf QA, dan disetujui oleh foreman atau Processing Supervisor. Setiap kali hendak melakukan produksi, dibuat transfer order melalui SAP ke gudang, berisi permintaan bahan yang diperlukan berdasarkan formula induk (bill
Universitas Sumatera Utara
of material/ master recipe). Bila material sudah release di sistem, bahan akan disiapkan dan dikirim ke material transit room. Dalam material transit room, bahan yang dikirimkan diperiksa jumlah, jenis, tanggal daluwarsa, dan ada tidaknya label “RELEASED“. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah diambil dari bets yang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memperbaharui jumlah stok bahan yang tersisa setelah diambil untuk produksi. Setelah batch determination selesai, maka dibuat Good Issue. Good Issue menginformasikan jumlah barang yang benar-benar digunakan. Proses produksi didokumentasikan pada Catatan Pengolahan Bets yang berisi nama produk, nomor bets, jenis dan jumlah bahan yang digunakan dan data-data lain terkait proses pengolahan yang dilakukan. Setelah proses pengolahan selesai, dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk ruahan yang berhasil diproduksi dan siap dikemas. Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah diselesaikan dan dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine hour). 3.2.2 Pengemasan/ Packaging Pengemasan dilakukan di 2 macam ruangan, ruangan kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Masing-masing kelas memiliki pakaian khusus masing-masing dan ruang ganti pakaian yang berbeda. Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas,
Universitas Sumatera Utara
salah penandaan atau mix up antar produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi: 1) Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor. Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan dikemas
telah
disahkan
oleh
Supervisor
Processing
produk
yang
bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya. 2) Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk, nomor bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Supervisor dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Supervisor. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor, serta disetujui oleh Head of IQC. 3) Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan membuat transfer order dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor batch dan jumlah. 4) Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan: a) Bahan pengemas primer
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3. Alufoil, PVC foil, cold forming dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya, diperiksa dan ditimbang keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. b) Bahan pengemas sekunder (cetakan) Tiap bahan pengemas yang diterima akan diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke dalam kerangkeng besi dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma. c) Produk ruahan Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 3 sebelum dikemas. 5) Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert
Universitas Sumatera Utara
Folding box dan packing insert yang tidak langsung digunakan harus disimpan dalam ruang penyimpanan (storage room) dalam lemari yang terkunci. Kunci dipegang oleh supervisor atau foreman. 6) Persiapan mesin dan peralatan Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh supervisor/ foreman/ leader. 7) Pemeriksaan jalur pengemasan Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” yang melekat pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mixup antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa kebenaran alat kontrol isi folding box. 8) Pengawasan dalam pengemasan Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan. Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi: a) Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di ruang ganti. b) Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya.
Universitas Sumatera Utara
c) Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh dan tanggal selesai pengemasan. d) Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan dilaporkan kepada supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan kepada Production Manager dan QA untuk diambil langkah selanjutnya. e) Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan blue test oleh bagian pengemasan primer. f) Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Retained sample dikirim bersama folding box ke gudang lalu di ambil oleh QC officer. Pengemasan primer dan sekunder di PT Aventis Pharma terdiri dari 5 jalur. Jalur 1, 2 dan 3 untuk pengemasan primer (blistering) dan sekunder tablet secara on-line, jalur 31/2 untuk pengemasan primer (bottling) dan sekunder tablet secara on-line, sedangkan jalur 4 untuk pengemasan sekunder secara manual (repacking). Suppositoria dan ovula dikemas di ruang khusus. Masing-masing mesin pengemas primer di tiap jalur (line) dilengkapi sensor, sensor di line 1, 2 dan 3 dapat mendeteksi ada tidaknya keretakan pada tablet dan ada tidaknya tablet di tiap kantung blister. Sedangkan, pada mesin pengemasan sekunder dilengkapi sensor untuk mendeteksi ada tidaknya cetakan batch number
Universitas Sumatera Utara
dan barcode/ pharmacode pada folding box Setelah pengemasan selesai, master box berisi produk jadi disimpan di gudang dan dibuat GRS sebagai informasi bahwa produk telah berada di gudang dan siap untuk didistribusikan.
3.3 Technical Services Department (TSD) Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab departemen ini adalah kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU); Purified Water Plant (PWP); perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang; serta aspek HSE. a. Kualifikasi peralatan, fasilitas dan sistem penunjang (utility) Adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin maupun sarana penunjang. Kualifikasi mencakup : 1) Design Qualification (DQ) 2) Installation Qualification (IQ) 3) Operation Qualification (OQ) 4) Performance Qualification (PQ) b. Air Handling Unit (AHU) Sistem tata udara di desain dengan tujuan agar persyaratan kondisi udara di ruang kerja (temperatur, RH, pergantian udara, tekanan/ arah aliran) dapat terpenuhi. Penanganan tata udara di Pharma Factory harus mendapat perhatian
Universitas Sumatera Utara
khusus karena sangat mempengaruhi kualitas dari produk yang sedang diolah, terutama dalam hal menghindarkan dari resiko kontaminasi dan kontaminasi silang. Technical Services Department bertugas memonitor sistem AHU di PT Aventis Pharma. AHU adalah sistem pengaturan udara yang diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing dan Packaging). Sistem yang mengontrol AHU adalah Building Management System (BMS). Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Ruangan Processing dan primary Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang udara keluar (tidak mengalami resirkulasi). AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut. Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan tetapi, ada juga AHU yang sumber dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor suhu dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan
Universitas Sumatera Utara
suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Ada 18 total AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2).Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami penyaringan berkali-kali. Ada 4 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter (efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-85%), medium filter (efisiensi 9095%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-002, AHU-03, AHU04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-006 dan AHU-DX03. Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut. c. Purified water plant (PWP) Dalam proses produksi PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, yaitu hasil pengolahan purified water dengan alat MilliQ-Plus. Sumber purified water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well water). Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem Purified Water Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu : 1) Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui reverse osmosis (RO) dan electro de-ionization (EDI). 2) Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO. 3) Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke pengguna (user point). Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan penjelasan sebagai berikut : 1) Air mengalir dari sumber air ke PWP system (letaknya disamping ruang office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air PAM/ drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water. Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir. 2) Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikelpartikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis (diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing). 3) Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran langsung dibuang ke drain). 4) Selanjutnya, air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener
Universitas Sumatera Utara
pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup pada tanki 1tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar 1400 μs/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/cm. Air yang telah mengalami water softening disebut soft water. 5) Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium metabisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas. 6) Selanjutnya, soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai konduktivitas sebesar 10 μs/cm. 7) Selanjutnya permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi
Universitas Sumatera Utara
listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut dilute/purified water yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μs/cm3 (limit yang dipersyaratkan 1,3 μs/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank. 8) Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri. 9) Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi 25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C). 10) Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud cair).
Universitas Sumatera Utara
Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2 kali setahun. 11) Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu kontak dengan permukaan pipa/ wadah/ RO membrane/ EDI) agar proses desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan Desember). 12) Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terusmenerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang dipakai pada proses RO adalah 50%. d. Perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang (utility) Semua fasilitas, peralatan dan utility yang digunakan dalam kegiatan produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance Management System (MMS). Tujuan adanya perawatan fasilitas,peralatan dan sarana penunjang adalah untuk menyediakan sistem perawatan fasilitas, peralatan dan utility yang memadai
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka menjamin produktivitas dan kualitas produk maupun tingkat kesehatan dan keselamatan kerja. Pada dasarnya terdapat dua macam perawatan : 1) Preventive maintenance (PM)/ perawatan preventif 2) Breakdown maintenance (BM)/ perbaikan Preventive maintenance dilakukan pada alat yang kritis, yaitu alat yang apabila terjadi kerusakan berdampak penting atau tinggi (T) terhadap paling tidak salah satu aspek berikut ini: 1) Health, Safety and Environment 2) Kualitas produk 3) Kelancaran operasi/ produksi Apabila dampak terhadap ketiganya rendah (R), seandainya alat tersebut mengalami gangguan atau kerusakan, maka cukup diterapkan perawatan secara perbaikan atau breakdown maintenance. Pada work order, PM ditandai dengan priority 3 (high) dan 4 (very high). Sedangkan untuk BM priority nya adalah 1 (low) dan 2 (moderate). Sasaran MMS adalah menjamin bahwa kinerja sistem, peralatan, dan utility tetap dalam batas-batas yang dapat diterima, supaya tidak menyebabkan terganggunya tingkat produktivitas karena terhentinya mesin atau terganggunya kualitas dan kemurnian produk ataupun timbulnya bahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja.
3.4 Health, Safety and Environment (HSE) Health, Safety and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. Sistem HSE menciptakan
Universitas Sumatera Utara
kondisi kerja yang terbebas dari kecelakaan/ penyakit akibat kerja serta mencegah terjadinya pencemaran lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lancar dan efisien. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE adalah HSE Aventis Global, HSE key requirement, HSE Standards dan peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). Hierarki dokumen HSE di PT Aventis Pharma adalah sebagai berikut: 1) HSE Aventis Global: merupakan kebijakan HSE yang berlaku di seluruh Aventis di seluruh dunia. 2) Persyaratan Utama (Key requirements): merupakan elemen esensial minimum yang harus diterapkan di suatu site. 3) Standard (Standard): menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements 4) Panduan (Guidelines): yaitu dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap. 5) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/ SOP) Hierarki dari hubungan antara dokumen-dokumen ini dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1 Hierarki Dokumen HSE
Universitas Sumatera Utara
Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu : 1) Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air tanah, sumber daya alam dan kesehatan manusia. 2) Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor dan masyarakat sekitar. 3) Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua produk. 4) Mengatasi dampak lingkungan yang timbul. 5) Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang berkepentingan. Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif. Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja dan pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan berkesinambungan. Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE adalah dalam hal: (a) Environmental Management System (EMS) Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tiap 3 bulan sekali. (b) Environmental Risk Assessment (ERA) Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas dan lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan karyawan. (c) Waste Management System Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah dengan melakukan waste minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang dan disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara dan limbah gas. Alur penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 10. Limbah padat ada dua macam, yaitu: i. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun) Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan obat maupun obat jadi dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di TPSB3 (Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3), kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.
Universitas Sumatera Utara
ii. Limbah padat non B3 Limbah padat non B3 terbagi menjadi limbah padat yang dapat di daur ulang dan yang tidak dapat di daur ulang. Limbah yang dapat di recycle akan di ambil oleh pihak ketiga untuk di daur ulang. Sedangkan untuk limbah yang tidak dapat di recycle akan dilakukan pengangkutan secara rutin oleh petugas kebersihan pemerintah dua hari sekali. Limbah cair ada tiga macam, yaitu : (a) Limbah cair B3 Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik, anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan purified water, air aki dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam TPSB3. Limbah cair B3 yang beratnya < 50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya > 50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari. (b) Limbah cair non B3 Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang. (c) Limbah cair berupa oli Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan genset disimpan dalam TPSB3 untuk kemudian dikirimkan ke pengolah limbah PT Nirmala Tipa.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/ Baku Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran. PT Aventis Pharma memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment Plant) yang digunakan untuk mengolah limbah cair non B3 sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair ini berasal dari pabrik dan harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut: (a) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2 dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/ penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lainlain).
Universitas Sumatera Utara
(b) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m3. Proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam. (c) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam). (d) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap.
Universitas Sumatera Utara
(e) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk proses lebih lanjut. (f) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank. Bagan pengolahan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.5 Plant Logistic Departmemt Departemen ini menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran, terdiri dari 2 unit, yaitu Warehouse dan Production Planning. Plant Logistic Department bertugas melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di pabrik dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas, Plant Cycle Time dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana
Universitas Sumatera Utara
produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di gudang dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain. Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic. Pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk. Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut. Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. 3.5.1 Production Planning Unit Production planning unit terdiri dari 3 subunit yaitu External Planning yang membawahi Inter-company Section, Export Section dan External manufacturing Section. 1) External Manufacturing Section External manufacturing atau Toll manufacturing dilakukan di PT Boehringer Ingelheim Indonesia (BII), kontrak diperbaharui setiap 5 tahun. Toll manufacturing, penjabaran atau sosialisasi forecast juga melalui S&OP. S&OP level satu pada toll manufacturing tetap dilakukan oleh PT Aventis Pharma Jakarta site baik forecasting maupun analisisnya, tetapi S&OP level dua berbeda. Pada toll manufacturing, S&OP level dua tidak lagi dibicarakan production planning tetapi delivery plan yang disebut Toll Strategic Meeting. Sebenarnya keduanya sama, hanya kapasitasnya yang berbeda karena
Universitas Sumatera Utara
mencakup dua perusahaan (antar perusahaan). Toll Strategic Meeting dilakukan setiap tiga bulan yang dihadiri pihak PT Aventis Pharma Indonesia (yaitu Head of IA, Manager Plant Logistic dan wakilnya, penanggung jawab Plant Logistic seksi External Manufacturing) dan dari pihak PT BII (Head of IA, Manager supply chain). Operational meeting dilakukan setiap bulan untuk mengatur hal-hal yang bersifat operasional dan teknis. 2) Export Section Bagian ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia dan Filipina. Tujuan ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu negara tersebut tidak tepat/ terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama (working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia. 3) Intercompany Section Bagian ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist dan menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain (intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari
Universitas Sumatera Utara
interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials yang dimaksud merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma ialah : a. Aventis Limited India b. Aventis Pharma Deutschland GmbH c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA d. Aventis Pharma SA e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia f. Aventis Pharma, Doma France g. Fison Pharmaceutical h. HMR Interphar i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S) j. Nippon Aventis Service 3.5.2 Warehouse Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi dan bahan lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP). Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai
Universitas Sumatera Utara
dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order). Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 12. Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan black area) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu: 1) Ruangan cold storage Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin (produk Sanofi Pasteur). Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara otomatis. 2) Ruangan cool storage Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-25° Ruangan dengan suhu ini terbadi menjadi dua area yaitu : a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods. b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.
Universitas Sumatera Utara
3) Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature) Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu kamar adalah : a. Ruang penerimaan barang (Incoming), dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain. b. Ruang pengeluaran barang (Outgoing), dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk pengeluaran barang. c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang di reject. Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya. d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang dikarantina. e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahanbahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna hijau. f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain. g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan (kawasan kelas 3). h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.
Universitas Sumatera Utara
i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di kawasan kelas 2. j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan. Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain: 1. Penerimaan barang dari pemasok Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan GRS ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/ pemasok, jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa. Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak lengkap, kemasan rusak, berat/ jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke
Universitas Sumatera Utara
Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang dibuat. Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan: (a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima. (b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet. (c) Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan memperhatikan persyaratan penyimpanan. 2. Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh atau bercampur/ tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat bersih/ jumlah satuan kemasan, label SAMPLE TAKEN dari QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan. 3. Penerimaan obat kembalian Prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah : (a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang telah diterima di gudang.
Universitas Sumatera Utara
(b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC. (c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. 4. Penyimpanan bahan dan produk jadi Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan dengan memperhatikan: (a) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara penyimpanan. (b) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card). (c) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department. (d) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area. (e) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area. 5. Pengeluaran barang (a) Pengeluaran bahan baku
Universitas Sumatera Utara
Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/ FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/ FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. (b) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan packaging/ processing Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk produk ruahan dan bahan pengemas yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label RELEASED. Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label RELEASED kecuali ada produk yang berlabel QUARANTINE. (c) Pengeluaran produk jadi Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu dan untuk dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan
Universitas Sumatera Utara
untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi. Foreman memerintahkan pengambilan produk jadi dengan mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh foreman untuk menyerahkan produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan nomor batch-nya. Pengiriman produk jadi ke distributor/ ekspor selama perjalanan harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. (d) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan harus dibuat material request form yang disahkan oleh supervisor atau kepala departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal. (e) Penanganan bahan yang tersimpan lama Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk di retesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected. (f) Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan nama material, nomor material dan jumlah material yang tidak
Universitas Sumatera Utara
digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan dari gudang. (g) Penanganan bahan yang kadaluarsa Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk
yang
kadaluarsa
maupun
produk-produk
yang
hampir
kadaluarsa dan didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan mengganti label bahan tersebut dengan label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label “RELEASED” lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label “REJECTED”. (h) Penanganan bahan yang ditolak (rejected) Bahan yang di rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected merupakan tanggung jawab: i. Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat scrap form. ii. Supplier/ vendor, maka dilakukan proses return to vendor.
Universitas Sumatera Utara
iii. Packaging material yang di rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis Pharma. (i) Penanganan bahan yang tumpah Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk dikirim ke PPLI”. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material. (j) Penanganan limbah Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya boleh disimpan di waste/ rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI. (k) Inventory Stock Taking Stock taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang
ada
di
gudang.
Tujuannya
adalah
mengetahui
adanya
penyimpangan/ perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara
Universitas Sumatera Utara
aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh Accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department, Warehouse unit. (l) Pemeriksaan stock barang secara acak Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap packaging material, raw material dan finished good. (m) Pelaksanakan program Health, Safety and Environment (HSE) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di warehouse, yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personil yang masuk ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran), water barrier dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.
3.6 Precurement Department Selain bagian-bagian di atas, terdapat pula Precurement Department yang terkait erat dengan divisi IA. Procurement department bertanggung jawab terhadap pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat dan standar etika. Precurement department merupakan penghubung antara user dan third party. Hal-hal yang berada dibawah tanggung jawab precurement adalah sebagai berikut: a. Stock Items Industrial Affairs (COGS) Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of good sold). Yang termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan dalam produksi obat di PT Aventis Pharma Jakarta, yaitu berupa bahan baku dan bahan pengemas. Disebut stock items IA karena bahan-bahan ini hanya dipergunakan dibagian IA (factory). Untuk barang-barang stock items ini proses pengadaan melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama dengan bagian Quality Assurance. b. Non stock Items IA (Capex & non COGS) Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan dalam IA namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah forklift, security, daily worker, packer. c. Non stock items commercial operations Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang-barang yang diperlukan bukan hanya oleh divisi IA tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti travel dan hotel, stationery, office equipment, motor dan mobil.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN
PT Aventis Pharma adalah perusahaan PMA hasil penggabungan dari PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (Jerman) dengan PT Rhone Poulenc Rorer (Perancis) pada bulan Mei 2001. Pusat kegiatannya berpusat di Frankfurt yaitu Aventis AG. PT Aventis Pharma Indonesia sejak tahun 1972 sampai sekarang ini telah melalui 4 kali proses merger. Proses merger yang terakhir adalah antara PT Aventis Pharma Indonesia dengan PT Sanofi-Synthelabo Combiphar menjadi Sanofi-Aventis Group. Proses merger ini baru saja dilakukan pertengahan bulan Maret 2005. Di tingkat global proses merger ini sudah resmi berlaku, namun di Indonesia masih dalam proses kearah penyatuan dan masing-masing masih mempunyai manajemen sendiri. Sebagai industri farmasi, PT Aventis Pharma memiliki kewajiban memenuhi ketentuan CPOB yang ditetapkan oleh Depkes melalui Kepmenkes RI no. 43/Menkes/SK/II/1988 untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Agar mutu produk obat yang didapat selalu konsisten maka PT Aventis Pharma selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya dan dikombinasikan dengan standar mutu CPOB. Pemilihan standar yang digunakan berdasarkan persyaratan yang lebih ketat. PT Aventis Pharma telah mendapatkan Sertifikat CPOB untuk seluruh produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek baik dari segi personalia, bangunan, peralatan, sanitasi, kesehatan karyawan,
Universitas Sumatera Utara
jaminan keamanan bagi karyawan dan hygiene (HSE), produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan dan penarikan kembali terhadap obat yang telah beredar, proses validasi maupun dokumentasi yang tertuang di dalam CPOB telah dipenuhi oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Selain dengan adanya sertifikat CPOB yang secara hukum menunjukkan bahwa suatu industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB, untuk melihat suatu pabrik telah memenuhi persyaratan CPOB atau tidak dapat dilihat melalui lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu: 1. Specification Merupakan suatu ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh bahan awal, peralatan dan bangunan yang digunakan dalam proses pembuatan obat. 2. Standard Operating Procedure (SOP/ Prosedur Tetap) Prosedur tetap dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua proses selalu dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa semua karyawan bekerja sesuai dengan cara kerja yang sudah ditetapkan serta untuk memastikan bahwa proses tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan CPOB. 3. Validation system Setiap bahan, peralatan, prosedur, proses system, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu harus senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, harus melewati proses validasi. Sebelum divalidasi, setiap peralatan atau sistem harus dikualifikasi yang meliputi DQ, IQ, OQ dan PQ. Untuk dapat dikualifikasi setiap peralatan harus dikalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Monitoring and Evaluations Bahwa semua kegiatan dalam pembuatan obat telah dilaksanakan sesuai ketentuan CPOB, mutlak dibutuhkan pemantauan (monitoring) secara berkala dan rutin dan dilengkapi dengan laporan yang tertata rapi dan lengkap. Proses monitoring dilakukan dalam hal antara lain: a. pemantauan jumlah partikel dan mikroba di ruang produksi b. pemantauan program kalibrasi peralatan c. pemantauan temperatur, tekanan dan RH ruangan 5. Documentations Semua hal yang dilaksanakan dalam proses produksi atau sarana penunjang lainnya harus dilaporkan dan didokumentasikan secara lengkap. Sistem dokumentasi yang lengkap memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila terdapat kesalahan atau keluhan terhadap obat dikemudian hari. PT Aventis Pharma telah memenuhi kelima aspek tersebut dalam setiap tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Hal tersebut menunjukkan bahwa CPOB telah diterapkan dalam seluruh kegiatan di PT Aventis Pharma. Suatu sistem penjaminan mutu menurut CPOB, harus meliputi seluruh aspek yang menyangkut kualitas produk yaitu dengan diterapkannya Quality Management System. Maksudnya adalah suatu sistem yang diterapkan untuk mengetahui bagaimana meyakinkan bahwa setiap proses mendapat suatu penjaminan (assurance). Sistem quality management ini dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari hulu
Universitas Sumatera Utara
sampai ke hilir. Mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk kita hingga ke tangan konsumen. Untuk meyakinkan bahwa dalam setiap tahapan proses pembuatan obat terdapat suatu sistem penjaminan mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh CPOB maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek hardware, software dan wetware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware dapat dilihat melalui equipment (peralatan), facility (bangunan) dan utility (air, listrik, AHU system), yang semuanya harus menunjukkan hasil sesuai dengan syarat yang telah ditentukan dari waktu ke waktu dan telah tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware tidak bisa berjalan apabila tidak ada software. Oleh karena itu, diperlukan adanya prosedur tetap, manual instruction, dll. Selain kedua faktor diatas, terdapat wetware yaitu personil/ manusia yang juga harus dikendalikan agar dapat menjamin kualitas produk tetap dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, personil harus memenuhi kualifikasi tertentu, terlatih melalui program pelatihan kerkesinambungan. Seluruh protap yang berlaku harus ditraningkan terlebih dahulu kepada karyawan. Untuk melihat penerapan masingmasing aspek CPOB di PT Aventis Pharma, akan dijabarkan dalam pembahasan berikut ini.
4.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui
Universitas Sumatera Utara
suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan maka diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Di PT Aventis Pharma telah menerapkan aspek manajemen mutu dengan konsep dasar pemastian mutu, CPOB dan pengawasan mutu.
4.2 Personalia Aspek personalia yang tercantum di dalam CPOB memuat ketentuan mengenai kualitas dan kuantitas karyawan. Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Para karyawan tersebut juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional serta memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Pada CPOB juga dicantumkan mengenai pelatihan bagi para karyawan. Terdapat dua jenis pelatihan CPOB, antara lain: a. Pelatihan umum CPOB Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan mikroorganisme, HSE, personnel hygiene, safety awareness dan prosedur. b. Pelatihan khusus CPOB Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih, dan area steril, dll.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan, PT Aventis Pharma Indonesia menyelenggarakan pelatihan untuk personalia baik internal, eksternal maupun pengiriman karyawan ke luar perusahaan (dalam dan luar negeri). Materi yang diberikan di antaranya teori dan praktek CPOB sehingga sebuah sistem kerja yang baik tanpa pengawasan yang terlalu ketat namun tetap berjalan sesuai prosedur karena tiap pekerjanya sudah berorientasi pada CPOB. Selain itu, materi tentang kepedulian terhadap HSE, pengenalan mikroorganisme dan pelatihan khusus sesuai dengan bidang tugas masing-masing karyawan juga diberikan. Untuk menjamin pelaksanaan sistem pengendalian mutu secara menyeluruh maka pada struktur organisasi Industrial Affairs Division, terdapat departemen produksi dan Departemen Operasi Mutu, yang masing-masing dipimpin oleh orang yang berlainan, yang saling tidak bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Manajer Produksi dan Manajer Operasi Mutu adalah seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi sehingga memungkinkan pelaksanaan tugas secara baik. Manajer Operasi mutu dan Manajer Produksi sama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses, latihan personalia dan halhal lainnya yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Bagian produksi dan pengawasan mutu ditunjang oleh bagian lain yang berperan dalam menjaga kelangsungan operasional industri yaitu TSD, HSE departement, D&S department, purchasing department, yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer. Masing-masing manajer bertanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
terhadap Industrial Affairs Head (Plant Manajer). Dibawah jajaran manajer terdapat supervisor untuk masing-masing bagian yang bertanggung jawab kepada manajer. Supervisor bertugas untuk melaksanakan supervisi secara langsung terhadap bidang tugasnya dan mengontrol pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan oleh tenaga teknis. Untuk pelaksanaan kegiatan teknis terdapat tenaga teknis yang memiliki keahlian khusus dibidangnya seperti operator atau analis.
4.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan untuk pembuatan obat menurut CPOB haruslah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta tata letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Rancang bangun dan tata letak ruang produksi dibangun sedemikian rupa yaitu dengan melakukan pengelompokan kegiatan produksi sesuai jenis produk supaya kegiatan dapat berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya, sehingga seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi dan pengawasan dapat berjalan secara efektif, dan ketidakteraturan dapat dihindari. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang, mempertimbangkan hal-hal seperti : a. Kesesuaian dengan kegiatan yang lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau berdampingan. b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya berhubungan mengikuti alur tahap produksi. c. Kesesuaian antara luas ruangan kerja dengan peralatan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel, mencegah pertumbuhan mikroba. Agar mudah dibersihkan dan tahan terhadap metode pembersihan dan bahan pembersih, maka lantai dilapisi dengan cat epoksi. Lantai epoksi yang digunakan dalam bangunan merupakan lantai kedap air dan digunakan sebagai pencegahan dari rembesan air tanah. Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit maupun lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan (skirting) untuk mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Bangunan, sarana dan fasilitas yang dimiliki PT SA adalah: a. Gudang yang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, karantina, penyimpanan, administrasi. b. Produksi yang terdiri dari area penimbangan, pengolahan yang terdiri dari cream dan solid, pengemasan, pencucian bahan pengemas, pencucian peralatan bersih, ruang ganti pakaian, pengolahan dan pengemasan, toilet, administrasi, sarana pengaturan tata udara dan laboratorium. Persyaratan ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel dan cemaran mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan perbedaan tekanan udara. Dalam ruang produksi dilaksanakan pengendalian lingkungan secara terusmenerus hingga memenuhi syarat pembuatan obat dan mencegah terjadinya kontaminasi seperti misalnya pengendalian terhadap kualitas udara, suhu dan
Universitas Sumatera Utara
tekanan maupun pengendalian terhadap kebersihan ruangan serta peralatan yang digunakan. Bangunan industri di PT Aventis Pharma sudah dirancang sesuai dengan Aventis Global Standard. Cara keluar masuk karyawan pabrik diatur untuk menjamin bahwa kondisi ruangan tetap memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Pembagian ruangan di PT Aventis Pharma didasarkan atas jumlah partikel (dalam keadaan beroperasi dan tak beroperasi), jumlah mikroba dalam ruangan, perbedaan tekanan antar ruangan, pergantian udara, temperatur dan RH. Perbedaan tekanan, temperatur dan RH ruangan diatur oleh fasilitas Air Handling Unit (AHU). Pengaturan udara ini penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta menjaga supaya karyawan tidak terpapar zat-zat yang berbahaya selama proses produksi berlangsung. Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Pembagian kelas area ini mengikuti aturan Global Quality Standard yang berbeda dengan klasifikasi area menurut CPOB. Setiap ruangan di PT Aventis Pharma ditata sedemikian rupa sehingga area kelas 3 dan kelas 2 tidak terkontaminasi melebihi batas yang telah ditetapkan (mix-up prevention). Sistem AHU didesain dan dikontrol oleh TSD untuk menjamin bahwa AHU dapat selalu men-supply udara bersih dengan RH, temperatur dan tekanan yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh PT Aventis Pharma. Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan secara rutin terutama pada beberapa komponen penting di sistem AHU. Setiap 6 bulan sekali dilakukan proses kualifikasi sistem AHU.
Universitas Sumatera Utara
Adanya air lock pada ruang-ruang tertentu seperti di ruang granulasi, tableting, penyalutan serta ruang antara Warehouse dan Processing berfungsi untuk mencegah kontaminasi silang antar ruangan. Rancang bangun dan tata letak ruang di PT Aventis Pharma juga memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam CPOB daam rangka menghindari kontaminasi silang, antara lain adanya pengendali cemaran udara sekitar dengan memberlakukan perbedaan tekanan udara yang tepat dalam daerah proses atau menggunaakan sistem penghisap udara dan penyaring udara yang memadai. Tekanan ruang di koridor kelas 3 bertekanan lebih positif daripada di ruang-ruang produksi untuk menjaga supaya zat-zat/ material-material yang ada di dalam ruang tidak beterbangan keluar dan mengotori koridor. Di daerah produksi terdapat ruang transit material untuk memindahkan barang dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2, yang bertujuan untuk menghindari penyebaran debu dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2. Selain itu, terdapat Gowning area untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang terbawa oleh karyawan. Seluruh bangunan PT Aventis Pharma, termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, area perkantoran terawat dengan baik dan senantiasa dalam keadaan rapi dan bersih. Seluruh bangunan dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, hygiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan sekitar. Gudang dibuat terpisah dari bangunan produksi tetapi masih disediakan beberapa akses keluar masuk yang ketat dari gudang ke bangunan produksi.
Universitas Sumatera Utara
Daerah penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status material yang bersangkutan (quarantine/ released/ rejected), suhu penyimpanan dan tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Setiap bangunan PT Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu emergency untuk keadaan darurat. Pintu ini selalu ditutup rapat untuk mencegah pencemaran.
4.4 Peralatan Sesuai dengan CPOB, peralatan yang digunakan dalam produksi hendaklah memiliki konstruksi, ukuran dan penempatan yang memadai dan disesuaikan dengan kapasitas produksi sehingga terjamin keseragaman produk dari batch ke batch. Untuk tiap proses, peralatan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan alat untuk proses lainnya dengan tujuan untuk mempermudah proses produksi. Dan bila terdapat lebih dari satu alat dalam satu ruang maka peralatan dibuat tidak berdekatan untuk memberi keleluasaan bekerja dan mencegah kontaminasi. Pada tiap kegiatan yang dapat menimbulkan debu (fines) terdapat dust collector seperti kegiatan penimbangan, produksi tablet, dsb. Penempatan peralatan diatur untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, dengan cara menempatkan alat pada tempat yang terpisah. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang dengan peralatan lain sehingga memberikan keleluasaan kerja dalam memastikan tidak terjadinya mix-up atau kekeliruan. Setiap peralatan diberi tanda yang jelas mengenai kode pengenal serta status penggunaan alat. Pemeliharaan alat dilakukan secara rutin oleh bagian teknik dan
Universitas Sumatera Utara
produksi berupa periodic maintenance yang diatur dengan menyesuaikan jadwal produksi agar kegiatan produksi tidak terganggu. Peralatan di PT Aventis Pharma ditempatkan dengan benar sehingga memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan. Seluruh peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu meliputi kualifikasi instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ) dan kualifikasi kinerja (PQ). Cara kualifikasi di PT Aventis Pharma telah diuraikan dalam prosedur tetap kualifikasi peralatan. Peralatan selalu dibersihkan secara teratur sesuai prosedur pembersihan alat yang dirinci dalam prosedur tetap. Semua peralatan di PT Aventis Pharma memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedur tetap kalibrasi. Tiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi dan perbaikan dalam satu kesatuan pencatatan. Peralatan yang menggunakan software atau sistem yang diakses “password” harus dalam keadaan terkunci ketika meninggalkan alat atau komputer. Setiap peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Untuk peralatan yang digunakan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus dipastikan terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya dan telah
Universitas Sumatera Utara
ditempeli label BERSIH. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk oleh produk yang dibuat sebelumnya. Untuk peralatan produksi juga terdapat prosedur validasi pembersihan peralatan yang bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
4.5 Sanitasi dan hygiene Ruang lingkup sanitasi dan higiene menurut CPOB meliputi higiene personal, bangunan, fasilitas, peralatan dan setiap aspek yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran produk. Selain itu juga perlu dilakukan validasi terhadap prosedur pembersihan dan sanitasi. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. PT Aventis Pharma menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan hygiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses pembuatan obat. Selain itu PT Aventis Pharma Indonesia sangat memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan lingkungannya, agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya. Untuk itu PT Aventis Pharma Indonesia melaksanakan seluruh kegiatannya menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE. HSE PT
Universitas Sumatera Utara
Aventis Pharma berpedoman kepada Global HSE Standard, suatu standard yang bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan produk terhadap lingkungan dan karyawan. Program sanitasi dan higiene personalia yang diterapkan antara lain program pemeriksaan kesehatan dan penerapan kebersihan perorangan seperti cuci tangan sebelum memasuki ruang produksi, penggunaan pakaian bersih serta kebiasaan higienis seperti dilarang makan di ruang produksi. Untuk menjamin keamanan karyawan dan untuk menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran, maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih dan juga alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata. Tindakan nyata yang telah dilaksanakan oleh HSE adalah pelatihan yang menyangkut lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan kerja. Contohnya yaitu pelatihan protap yang diintegrasikan antara CPOB dan HSE. Di bidang kesehatan setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan pada seluruh personalia untuk mengetahui hubungan antara jenis kegiatan yang dilakukan dengan perkembangan kesehatannya. Evaluasi hasil pelaksanaan program HSE masih berdasarkan laporan terjadinya kecelakaan kerja. Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet, tempat cuci tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja karyawan. Selain itu, di daerah produksi dan juga laboratorium disediakan loker untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan. Seluruh bangunan, termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, gang dan daerah sekeliling gedung dirawat secara berkala sehingga tetap terjaga kebersihannya. Semua peralatan yang digunakan akan dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga
Universitas Sumatera Utara
dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya harus selalu diperiksa ulang untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan di bets sebelumnya telah dihilangkan. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Higienitas dari setiap operator yang terlibat langsung dalam proses pembuatan obat, dapat dilakukan dengan kepedulian perusahaan yang selalu memperhatikan segala macam atribut yang dikenakan operator. Pakaian bersih yang selalu terjadwal penggantiannya akan sangat membantu dalam pembentukan obat yang berkualitas tinggi. Perusahaan dapat mengoptimalkan petugas bagian kebersihan pakaian atau memakai jasa dari pihak yang bersertifikasi dalam pencucian pakaian secara higienis dengan mengatur periode penggantian pakaian minimal dua minggu sekali. Operator dilarang bekerja apabila mengidap penyakit infeksi, luka terbuka, gatal, bisul atau penyakit kulit lainnya. Tidak memakai kosmetik yang berlebihan, cuci tangan atau mandi dengan cleaning agents atau sabun antiseptik. Prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
4.6 Produksi Proses produksi dilakukan berdasarkan Prosedur Pengolahan Induk sehingga diharapkan hasil setiap proses sesuai dengan persyaratan yang diminta. Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material serta awal proses produksi dimulai. Untuk
Universitas Sumatera Utara
menjamin kualitas obat yang dihasilkan dilakukan pengawasan baik terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk ruahan maupun produk jadi. Selain persyaratan terhadap bahan dan produk obat juga ada persyaratan yang diperuntukkan bagi karyawan yang bertugas di area produksi, seperti menggunakan pakaian khusus yang meminimalkan terjadinya kontaminasi dari tubuh karyawan ke dalam area produksi. Semua bahan awal yang digunakan dalam kegiatan produksi, telah dinyatakan lulus oleh unit QC. Di PT Aventis Pharma, pemindahan barang dari gudang ke area kelas 3 dan kelas 2 melewati ruang transit material menggunakan sistem air lock, untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses pengolahan dilaksanakan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Semua peralatan dan ruangan diberi identitas yang jelas sehingga tidak menimbulkan salah identifikasi. Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis diantaranya adalah kadar air, ukuran partikel, keseragaman kadar granul, keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu hancur, disolusi dan keseragaman kadar zat aktif tablet. Sampling dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya dilakukan bersama-sama oleh Production dan QC. Production Department hanya melakukan pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, waktu hancur
Universitas Sumatera Utara
dan kadar air granul. Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC. Proses pengemasan dilakukan di dua tempat, yaitu pengemasan primer dilakukan di area kelas 3, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area kelas 2. Bentuk pengawasan mutu dalam pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister dan strip yang dilakukan setiap 1 jam sekali. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan merendam produk dalam pewarna makanan yang berwarna biru. Penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor batch, tanggal daluarsa dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke Warehouse untuk dikarantina. Keputusan apakah produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak (released atau rejected) tergantung dari hasil pemeriksaan dari QC.
4.7 Pengawasan Mutu Sebagai salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu merupakan bagian yang harus dapat memastikan bahwa setiap produk obat yang dibuat mulai dari bahan baku, bahan kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan mutu. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Terdapat dua departemen yang paling bertanggung jawab terhadap mutu produk atau mutu secara keseluruhan, yaitu: Departemen Quality Assurance (QA) dan Departemen Quality Control (QC).
Universitas Sumatera Utara
Unit Pengawasan Mutu memiliki sarana laboratorium pemeriksaan yang sangat baik. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan/ instrumen yang lengkap. Ada tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia, laboratorium instrumen dan laboratorium mikrobiologi. Dalam melakukan tugasnya, seluruh personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata dan sarung tangan yang disesuaikan dengan keperluannya. Laboratorium instrumen memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian. Peralatan dikalibrasi menurut jadwal yang telah ditetapkan. Tanggal kalibrasi dan perawatan yang telah dilakukan serta tanggal kalibrasi dan perawatan berikutnya tertera pada masing-masing instrumen. Alat-alat yang rusak atau sedang dalam perbaikan diberi identitas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengujian. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur tetap untuk pengoperasiannya yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan bersangkutan. Di laboratorium kimia, pereaksi yang dibuat diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan dan tanda tangan petugas yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Unit Pengawasan Mutu, dalam hal ini unit QC juga melakukan validasi metode analisis, kalibrasi instrumen serta membantu atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi proses yang dilakukan oleh Departemen Produksi.
Universitas Sumatera Utara
Setelah proses produksi selesai, pengawasan mutu terus dilakukan yang diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan hasil akhir dari masing-masing tahapan proses. Pemeriksaan ini dilakukan oleh QC. Aktivitas QC meliputi pemeriksaan raw material, baik bahan aktif (active pharmaceutical ingredient) maupun eksipien, pemeriksaan packaging material (secondary dan primary), pemeriksaan produk ruahan dan obat jadi serta penanganan dan penyimpanan contoh pertinggal. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada CoA yang menyertai pengiriman produk dan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan selanjutnya dibuat form TT 775 untuk menetapkan status produk tersebut (released atau rejected). Pengesahan status produk dilakukan oleh QC Supervisor. Produk jadi yang telah diluluskan dipantau dengan uji stabilitas secara berkala terhadap contoh petinggal. Tujuan uji stabilitas adalah untuk menentukan waktu kadaluwarsa produk, memastikan produk stabil sampai tanggal kadaluwarsa yang tercantum pada label, memenuhi syarat registrasi obat jadi, menentukan jenis kemasan yang tepat, dan untuk mengetahui keseragaman cara pembuatan dari batch ke batch. QA bertanggung jawab dalam pemberian jaminan bahwa obat yang dibuat dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan standar yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma (Global Quality Standard). Mutu produk tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap langkah dalam proses produksi, melakukan analisa bila terjadi kegagalan, serta melakukan audit terhadap supplier dan semua aspek yang mempengaruhi mutu produk.
Universitas Sumatera Utara
4.8 Inspeksi Diri Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi sesuai dengan ketentuan CPOB. Serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Kegiatan ini harus dilakukan secara teratur untuk menjamin tercapinya kesesuaian secara kontinu. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan/ regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Dengan adanya inspeksi diri, maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan karena program ini berperan sebagai suatu sistem kontrol untuk perbaikan mutu. Inspeksi diri memacu setiap departement untuk selalu menerapkan dan meningkatkan kesadaran CPOB pada setiap personil. Inspeksi diri dilakukan untuk mengetahui cacat, baik yang kritis, berdampak kecil maupun besar. Dalam melakukan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan melainkan juga menetapkan cara-cara efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dilakukan secara teratur dan berbeda-beda frekuensinya, dan dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam perusahaan untuk menjaga standar mutu sesuai persyaratan perusahaan. Pelaksanaan inspeksi diri ini dilakukan oleh Unit Quality Assurance. Temuantemuan dari hasil inspeksi diri selanjutnya dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi dua yaitu pertama yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical & Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke Departemen Operasi Mutu (QO Department). Penanganan keluhan menjadi tanggung jawab dan dikelola dengan cepat karena menyangkut nama baik perusahaan. Semua keluhan harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai dengan cara penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit/ klinik, pemerintah (BPOM) dan media massa. Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan kembali obat dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi). Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal di laboratorium QC. Penarikan obat jadi harus cepat dan tuntas. Maksudnya, semua obat yang
Universitas Sumatera Utara
telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub-distributor maupun pengecer (toko obat, apotek) dan pemakai langsung (RS, dokter) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Penarikan kembali obat hendaklah diselidiki hingga tingkat mana produk tersebut ada pada jarigan distribusi dan hasil penyelidikan ini membuat tingkat embargonya. Tingkat penarikan kembali obat jadi ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya obat jadi tersebut beredar di pasaran. Terdapat empat tingkat peredaran obat di pasar, yakni: a. Tingkat I : Bila obat baru mencapai distributor pusat. b. Tingkat II : Bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah). c. Tingkat III : Bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan took obat. d. Tingkat IV : Bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien. Dalam kasus reaksi merugikan dari obat, penarikan kembali sebaiknya dilaksanakan sampai tingkat konsumen. Dokumentasi yang dapat mendukung pelaksanaan penarikan kembali obat adalah catatan distribusi obat. Penghentian pembuatan obat dapat merupakan keputusan produsen sendiri atau keputusan pemerintah (Badan POM). Untuk mempermudah Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ), PT Aventis Pharma melakukan audit kepada distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke konsumen. Salah satu penilaian untuk distributor terpilih ini adalah distributor mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja
Universitas Sumatera Utara
produk tersebut didistribusikan. Tes yang dilakukan adalah Mock Test Product. Tes ini merupakan simulasi penarikan obat jadi dimana PT Aventis Pharma secara tiba-tiba mengirimkan berita penarikan obat jadi kemudian dilihat respons distributornya. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan atau sebab lain yang dapat menimbulkan kerugian jika obat tersebut digunakan. Karena itu dibuatlah prosedur untuk menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuatlah Berita Acara Pemusnahannya.
4.10 Dokumentasi Salah satu hal yang sangat esensial dalam pengoperasian suatu perusahaan farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB adalah dokumentasi. Dokumen pembuatan obat yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaknya mengutamakan tujuannya yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan
sehingga
memperkecil
risiko
kekeliruan.
Dengan
sistem
dokumentasi yang rapi memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila terjadi kesalahan atau keluhan terhadap produk dikemudian hari. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Di PT Aventis Pharma, semua kegiatan di setiap departemen sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Semua dokumen disahkan oleh departemen terkait, atas persetujuan Departemen Operasi Mutu. Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan penelusuran apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual untuk itu setiap dokumen ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan dokumen.
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu). PT Aventis Pharma melakukan kerjasama dengan produsen lain dalam hal ini PT Boehringer Ingelheim Indinesia untuk pembuatan beberapa produknya,
Universitas Sumatera Utara
seperti Flagyl 1.0g; 0,5g Suppositoria (metronidazole), Flagy Oral Suspension 60ml (benzoyl metronidazole), Flagystatin ovule (metronidazole dan nystatine), Novalgin drops 10ml (metamizol NaH2O), Novalgin Syrup 60ml (metamizol natrium), Orudise E 100 FCT, Toplexil Syrup 60ml, 120ml (oxomemazine base, guaifenesin), Peflacine tablet 10’S (pefloxacine), Profenide Supository, dan Profenide E 100 FCT.
4.12 Kualifikasi dan Validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan di Industri Farmasi. Kualifikasi terdiri atas empat tahap, yaitu Design Qualification (DQ), Instalation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ) dan Performance Qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan untuk peralatan dan sistem baru sedangkan untuk peralatan dan sistem yang dimodifikasi tahap Design Qualification tidak dilakukan. Di PT Aventis Pharma telah dilakukan validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses dan peralatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma dalam Global Quality Standard.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. PT Aventis Pharma telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dan mengicu pada GMP internasional dan Aventis Global Standard dalam hal menjamin kualitas produk yang dihasilkan 2. Apoteker memiliki peranan penting di industri farmasi sebagai pendorong dan pengarah dalam penerapan CPOB, serta yang berkaitan dengan mutu obat terutama pada posisi kunci, yaitu di bidang manufacturing (Production Department) dan pengawasan mutu (Industrial Quality and Compliance Department). Apoteker bertanggung jawab untuk memastikan dan mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi. PT Aventis Pharma telah memaksimalkan peran apoteker dengan baik pada posisi kunci.
5.2 Saran 1. Penerapan setiap aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan. Peningkatan kesadaran karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek 2. Perlunya pengembangan sistem peralatan pada bagian packaging area dari manual system ke automatic system sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien
Universitas Sumatera Utara