BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan
Secara resmi berdiri tahun 1971, PT IRON WIRE WORKS INDONESIA (IWWI) adalah perusahaan terkemuka Jepang pertama dan terbesar yang membuat berbagai maca jenis kawat baja di Indonesia. Sejak dimulai produksi komersialnya di tahun 1972, PT IWWI
telah secara konsisten memperluas dan mengembangkan
produknya serta meningkatkan kapasitas produksinya. Saat ini PT IWWI beroperasi dalam kapasitas produksi 50.000 MT/ tahun dengan 61-lin produksi, mulai dari pickling & coating, cutting dan straightening, cold heading quality wire, high carbon steel wire, cold finished steel bar, galvanized iron & copper coated wire, piano wire, dan pre-stressed concrete wire dan blueing wire semuanya mengikuti standar industri Jepang (JIS), lembaga kawat baja Amerika (AISI) dan lainnya yang sejenis. Proses produksi PT IWWI yang berkesinambungan dijamin oleh berbagai pemasok wire rod Indonesia, Jepang dan berbagai negara di kawasan Eropa, Asia, Australia dan Afrika Selatan. Dengan didukung oleh 3 pemegang saham yang mempunyai reputasi, kelompok pemasok bahan baku dan lebih dari 350 tenaga kerja, PT IWWI berkeyakinan menjadi pabrik kawat baja terkemuka di Indonesia. Berikut ini denah lokasi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) yang terletak di Jl. Daan Mogot Km 18, Batu Ceper, Tangerang. 45
Gambar 3.1 Denah Lokasi PT. Iron Wire Works Indonesia
3.1.2 Jenis Produk dan Proses Ada beberapa jenis produk yang diproduksi oleh PT. Iron Wire Works Indonesia (IWWI), yaitu : 1. Cold Heading Quality wire (CHQ) 2. High Carbon (HC) 3. Low Carbon (LC) 4. Piano wire (PW) 5. Cold Finished Bar (CFB) 6. Blueing wire Adapun proses-proses yang ada di PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI), yaitu : 46
1.
Pickling dan coating process
2.
Drawing (coil to coil, coil to bar dan bar to bar)
3.
Heat Treatment (Annealing, Air Patenting, Blueing)
4.
Cutting
3.1.3 Jenis Cacat Produk Berdasarkan data internal quality report, untuk jenis-jenis cacat produk meliputi : 1. Pickling dan Coating process meliputi : Luntur Flek hitam Tetesan HCL Keropos 2. Drawing (Coil to coil, Coil to bar dan Bar to bar) process, meliputi : Over size Tensile strength (Tinggi dan Rendah) Luka Pinhole 3. Heat Treatment (Annealing, Air Patenting, Blueing) process, meliputi : Decarburate Tensile strength (Tinggi dan Rendah) Luka 4. Cutting, meliputi :
Ukuran tidak sesuai (panjang pendek) 47
Over fill (ada sisa potong)
Pada penelitian kali ini, penulis menganalisa di bagian Heat Treatment (Annealing) untuk produk Cold Heading Quality wire, dengan alur proses produksi nya sebagai berikut : Material
Pickling & Coating
Drawing Half Finish
Drawing Finish Good
Pickling & Coating
Annealing
Gambar 3.2 Alur proses produk Cold Heading Quality wire Dari diagram proses produk cold heading quality wire tersebut, khususnya annealing process merupakan proses half finish sebelum menjadi produk finish good.
3.2 Methode Penelitian 3.2.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Data Primer Yaitu berupa data mengenai perusahaan yang dijadikan tempat penelitian. 2. Data Sekunder Yaitu berupa data mengenai jumlah produksi dan kerusakan produk dari proses produksi.
3.2.2 Methode Analisis Data
48
Dalam tugas akhir ini, analisis data yang dilakukan menggunakan dua analisis, yaitu : analisis kuantitatif dan analisis kualititatif. Dalam analisis kuantitatif diambil sampel data produksi selama 4 bulan pada tahun 2010 yaitu bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Untuk masing-masing bulan akan dibuatkan pengawasan P-Chart, yaitu untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi. Sedangkan dari masingmasing sampel yang diambil tersebut dapat diketahui prosesntase produk rusak pada setiap harinya. Sedangkan untuk mencari batas pengendalian atas dan bawah digunakan standard deviasi 3. Analisis ini akan mencari proporsi produk rusak yang dapat diterima, yang dihitung dengan statistik yaitu dengan diagram P-Chart. Besarnya produk rusak yang masih dapat ditoleransi oleh perusahaan sebesar 1% untuk hasil produksi. Dengan menggunakan diagram P-Chart ini maka akan diketahui besarnya penyimpangan atau besarnya produk rusakyang melebihi batas.kontrol pengendalian, yaitu batas atas dan batas bawah. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data produksi dan dilakukan dengan melihat atau mendeteksi suatu kejadian yang dianggap sebagai penyebab terjadinya penyimpangan. Dari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab kerusakan akan dianalisis dengan diagram tulang ikan (Diagram Fishbone) yaitu untuk menemukan akar penyebab terjadinya kerusakan. Dalam analisis ini, penulis menggunakan Statistical Quality Control dengan menggunakan Metode Control Chart (P-Chart) sebagai alternatif alat untuk mendeteksi tingkat kerusakan produk Cold Heading Quality wire (CHQ) yang melalui proses Heat treatment (Annealing process)
49
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan Metode Control Chart (P-Chart) adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data penelitian yaitu jumlah produksi annealing produk Cold Heading Quality wire dan jumlah produk rusak dari bulan Januari sampai Oktober 2010. 2. Menghitung proporsi kerusakan dengan rumus : Rumus P-Chart adalah : ̅= p=
∑ pi ∑ ni
Contoh untuk bulan Januari : p=
19500 671423
p = 2.90% 3. Tentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah limit) dengan cara :
= p+3
= 0.029 + 3
p (1 − p) n
0.029 (1 − 0.029) 671423
= 0.035
= p−3
50
p (1 − p) n
(Lower control
= 0.029 − 3
0.03 (1 − 0.03) 671423
= 0.023
Dalam perhitungan UCL dan LCL diatas ditetapkan standar deviasinya sebesar 3, artinya perusahaan dapat menerima produk yang rusak lebih besar karena pertimbangan ekonomi perusahaan. Walaupun untuk jangka panjang seharusnya digunakan 1 standar deviasi, artinya lebih memperketat pengawasan. Bagan pengendalian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan pengendalian P, sesuai dengan langkah Gaspersz (1988) dan disempurnakan dengan menggunakan langkah-langkah dari Besterfield (1994) untuk meminimalkan akibat apabila terjadi salah pengertian terhadap bagan yang dibuat, dari ukuran (n) pada produksi yang berbeda, yaitu kecuali digunakan CL, UCL, LCL rata-rata.tetapi juga digunakan CL, UCL, LCL tersendiri untuk sample yang : Jumlah produksinya > jumlah produksi rata-rata dan % rusak < dari UCL rata-rata atau > dari LCL rata-rata. Atau jumlah produksi rata-rata dan % rusak > dari UCL rata-rata atau < dari LCL rata-rata.
3.3 Analisis Kuantitatif 3.2.1 Analisis Data Bulan Januari 2010 Jumlah produk serta produk rusak bulan januari 2010 akan dilakukan analisis dengan diagram pengawasan pada setiap harinya, yaitu untuk mengetahui besarnya jumlah produk yang rusak serta prosentase rusaknya. Besarnya prosentase kerusakan
51
pada bulan Januari adalah sebesar 2.90%. Hasil ini didapat dari menghitung jumlah proporsi kerusakan sebagai berikut : p=
p=
∑ pi ∑ ni
p=
21682 692855
p = 2.90% Kemudian mentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :
= p+3
p (1 − p) n
0.029 (1 − 0.029) 671423
= 0.029 + 3
= 0.035
= p−3
= 0.029 − 3
p (1 − p) n 0.03 (1 − 0.03) 671423
= 0.023 Sedangkan dibawah ini dapat dilihat mengenai grafik P-Chart pada bulan Januari 2010. Dalam membuat diagram P-Chart, penulis menggunakan bantuan software Mini Tab 14. Cara membuatnya sebagai berikut : 1. Choose Stat > Control Charts > Variable Charts for Subgroups > Xbar-R
52
2. Choose All observations for a chart are in one column, then enter Supp1 3.
In Subgroup sizes, type 5. Verify dialog box. Click OK.
Grafik 3.1 Grafik P-Chart bulan Januari 2010 Dari grafik P-Chart diatas dapat diketahui bahwa ada sample produksi yang melebihi batas pengendalian atas yaitu sample pada hari produksi ke 4.
3.2.2 Analisis Data Bulan Mei 2010 Untuk bulan Mei dapat dilihat grafik P-Chart-nya untuk proses. Pada bulan Meil juga dilakukan analisis dengan diagram pengawasan pada setiap harinya, yaitu untuk mengetahui besarnya jumlah produk yang rusak serta prosentase rusaknya. Besarnya kerusakan pada bulan Mei tersebut adalah 1.21 %. Hasil ini didapat dari menghitung jumlah proporsi kerusakan bulan Mei sebagai berikut : p=
∑ pi ∑ ni
p=
10707 893524
p = 1.20 %
53
Kemudian mentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :
= p+3
= 0.0120 + 3
p (1 − p) n
0.0120 (1 − 0.0120) 893524
= 0.0123
= p−3
= 0.0120 − 3
p (1 − p) n
0.0120 (1 − 0.0120) 893524
= 0.0117 Berikut ini adalah grafik P-Chart untuk bulan Mei 2010.
Grafik 3.2 Grafik P-Chart bulan Mei 2010 Dari grafik P-Chart diatas dapat diketahui bahwa ada sample produksi yang melebihi batas pengendalian atas yaitu sample pada hari produksi ke 4.
54
3.2.3 Analisis Data Bulan Juli 2010 Untuk bulan Julil dapat dilihat grafik P-Chart-nya untuk proses. Pada bulan juli juga dilakukan analisis dengan diagram pengawasan pada setiap harinya, yaitu untuk mengetahui besarnya jumlah produk yang rusak serta prosentase rusaknya. Besarnya kerusakan pada bulan Juli tersebut adalah 1,91 %. Hasil ini didapat dari menghitung jumlah proporsi kerusakan bulan Juli sebagai berikut : p=
∑ pi ∑ ni
p=
16693 875536
p = 1.91 % Kemudian mentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :
= p+3
= 0.019 + 3
p (1 − p) n
0.019 (1 − 0.019) 875536
= 0.01942
= p−3
= 0.019 − 3
p (1 − p) n
0.019 (1 − 0.019) 875536
= 0.01858
55
Berikut ini adalah grafik P-Chart untuk bulan Juli 2010.
Grafik 3.3 Grafik P-Chart bulan Juli 2010 Dari grafik P-Chart diatas dapat diketahui bahwa ada sample produksi yang melebihi batas pengendalian atas yaitu sample pada hari produksi ke 5.
3.2.4 Analisis Data Bulan Oktober 2010 Untuk bulan Oktober dapat dilihat grafik P-Chart-nya untuk proses. Pada bulan Oktober juga dilakukan analisis dengan diagram pengawasan pada setiap harinya, yaitu untuk mengetahui besarnya jumlah produk yang rusak serta prosentase rusaknya. Besarnya kerusakan pada bulan Oktober tersebut adalah 5,10 %. Hasil ini didapat dari menghitung jumlah proporsi kerusakan bulan Juli sebagai berikut : p=
∑ pi ∑ ni
p=
35848 702370
p = 5.10 % Kemudian mentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :
56
= p+3
= 0.051 + 3
p (1 − p) n
0.051 (1 − 0.051) 70723
= 0.0535
= p−3
= 0.051 − 3
p (1 − p) n
0.051 (1 − 0.051) 70723
= 0.0485 Berikut ini adalah grafik P-Chart untuk bulan Oktober 2010.
Grafik 3.4 Grafik P-Chart bulan Oktober 2010 Dari grafik P-Chart diatas dapat diketahui bahwa ada sample produksi yang melebihi batas pengendalian atas yaitu sample pada hari produksi 11 dan 12.
57
3.4 Analisis Kualitatif Dari hasil analisis data kuantitatif yang sudah dibahas pada pokok bahasan diatas maka dapat diketahui hari terjadinya kerusakan pada saat proses produksi. Dari grafik p-chart yang ada yaitu grafik 3.1 sampai dengan grafik 3.4 maka dapat diketahui pada hari keberapa saja yang memiliki prosentase kerusakan yang tinggi atau melebihi batas pengendalian atas. Untuk mengurangi kerusakan produk, maka perlu dilakukan pengendalian kualitas, sehingga tingkat kerusakan yang melebihi batas dapat ditekan. Jika dilihat dari hari terjadinya kerusakan produk, maka hari terjadinya kerusakan sangat bervariatif, artinya hari terjadinya tidak menentu. Untuk itu perlu perhatian khusus agar yang menjadi penyebab terjadinya produk dapat diketahui, sehingga kerusakan yang ada dapat ditekan. Secara umum penyebab kerusakankerusakan yang sering terjadi dari faktor manusia, material dan mesin, walaupun terkadang dari metode dan juga lingkungan. Untuk mencari penyebab kerusakan produk secara pasti, maka perlu menganalisis kejadian-kejadian serta waktu kejadian kerusakan dan parameter proses annealing tersebut, baik dari hasil analisis secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Untuk menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan maka akan dibuat diagram sebab akibat (Effect Analysis of Diagram) atau yang lebih dikenal dengan diagram tulang ikan.
58
Gambar 3.3 Effect Analysis of Diagram Hasil pengamatan diperusahaan ditemukan bahwa kerusakan pada produk Cold Heading Quality wire (CHQ) saat proses Heat Treatment (Annealing) adalah sebagai berikut : 1. Mesin (Machine) a. Muffle bocor. b. Mixing pump pressure low (rendah) c. RX gas Flow ke furnace kurang . 2. Manusia (Man) a. Kurang konsistennya operator dalam menjalankan Standars Operasional Prosedur (SOP) 3. Material (Material) a. Material berkarat (rusty) b. Material sudah pernah diproses annealing sebelumnya.
59
4. Methode (Method) Methode preventive annealing kurang maximal karena : a. Setiap akan melakukan preventive memerlukan waktu yang lama untuk mendinginkan furnace (masih panas) b. Skil dan pengetahuan mengenai prosedur peralatan masih kurang. 5. Lingkungan (Environment) a. Area penyimpan material yang terkadang masih terkena air hujan,
3.5 Analysis FMEA (Failure Mode Effect Analysis) Didalam pembahasan ini akan diuraikan penyebab masalah kerusakan menggunakan method FMEA mengenai “ Penyebab Kerusakan / kegagalan proses Heat Treatment (Annealing) khususnya Decarburate pada produk Cold Heading Quality wire ” Dari hasil pengamatan langsung, dan data sebelumnya, setelah dikelompokkan didapat datanya dalam bentuk tabel sebagai berikut. Tabel 3.1 Data Hasil Pengamatan kegagalan proses Heat Treatment (Annealing) Ref. Dept. Production “ Data Penyebab Kerusakan / kegagalan proses Heat Treatment (Annealing) khususnya Decarburate pada produk Cold Heading Quality wire ” No.
Jenis Kegagalan
Waktu Terjadi
1
Muffle dan tabung (POT) leakage
6 bulan
2
Stem carrier karat
3 bulan
3
Mixing pump low (rendah)
2 bulan
4
Supply LPG & gas RX kurang
2 bulan
5
Exhaust pipe mampet
3 bulan
6
Manometer tidak standard
6 bulan
60
Parameter generator RX tidak standar
2 bulan
8
Pasir menyembur
2 bulan
9
Material disposisi
6 bulan
10
Material karat
3 bulan
Waktu terjadi (Bulan)
7
7 6 5 4 3 2 1 0
Grafik 3.5 Data hasil pengamatan kegagalan proses Heat Treatment (Annealing) Dari data diatas akan dianalisa kejadian yang akan terjadi dalam 1 tahun (12 bulan). Untuk membuat tabel FMEA dibutuhkan nilai-nilai severity (kefatalan), occurrence (kejadian), dan detection (deteksi). Nilai severity dan detection akan didapat dengan mengasumsikan langsung jenis kegagalan dengan tingkatan untuk masing-masing kegagalan dalam tabel severity dan detection yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk memperoleh tingkatan nilai occurrence akan didapat dengan melakukan sebuah perhitungan statistik melalui distribusi normal, yaitu mencari nilai Ppk tersebut diasumsikan dengan tingkatan nilai occurrence yang ada dalam tabel occurrence yang telah ditetapkan.
61
Mencari Tingkatan Nilai Occurrence Dalam memperoleh nilai Ppk untuk mencari tingkatan nilai occurrence digunakan rumus sebagai berikut. Ppk
Z 3
Ref. (“Potential Failure And Effcct Analisys” Automotive Industry Action Group (AIAG) : 71) Dimana,
Z
x
Ref. (Ronald E Walpole, “Ilmu Peluang dan Statistik untuk Insinyur dan Ilmuwan”, ITB : 243) Dengan,
n. p 2 n. p.(1 p ) 2 n. p.q Keterangan: Ppk = Probability Proses Control Z = Distribusi normal x = waktu terjadi n = Frekuensi kegagalan dalam satu tahun p = Peluang kegagalan pertahun (x/12). Probabilitas yang sukses q = Probabilitas yang gagal (q = 1 – p) σ = Simpangan baku µ = Nilai tengah
62
1. Muffle dan tabung (POT) leakage x=6 p = x/12 = 6/12 = ½ q = 1 –p = 1 – ½ =1/2 n=2 µ = n . p = (2) . (1/2) = 1 σ2 = n . p . q = (2). (1/2) . (1/2) = 0,5
0,5 0,7
σ= Z
x 6 1 7,14 0,7
Ppk
Z 7,14 2,38 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Muffle dan tabung (POT) leakage memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 1 (lihat tabel occurrence).
2. Stem carrier karat x=3 p = x/12 = 3/12 = 1/4 q = 1 –p = 1 – 1/4 =3/4 n=4 µ = n . p = (4) . (1/4) = 1 σ2 = n . p . q = (4). (1/4) . (3/4) = 0.75 σ=
0,75 0,886
63
Z
x 3 1 2.25 0,886
Ppk
Z 2.25 0,75 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Stem carrier karat memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 9 (lihat tabel occurrence).
3. Mixing pump low (rendah) x=2 p = x/12 = 2/12 = 1/6 q = 1 –p = 1 – 1/6 =5/6 n=6 µ = n . p = (6) . (1/6) = 1 σ2 = n . p . q = (6). (1/6) . (5/6) = 0.833
0,833 0,9128
σ= Z
x 2 1 1.095 0,9128
Ppk
Z 1.095 0,365 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Mixing pump low memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 10 (lihat tabel occurrence).
4. Supply LPG & gas RX kurang x=2 p = x/12 = 2/12 = 1/6
64
q = 1 –p = 1 – 1/6 =5/6 n=6 µ = n . p = (6) . (1/6) = 1 σ2 = n . p . q = (6). (1/6) . (5/6) = 0.833
0,833 0,9128
σ= Z
x 2 1 1.095 0,9128
Ppk
Z 1.095 0,365 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Supply LPG & gas RX kurang memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 10 (lihat tabel occurrence). 5. Exhaust pipe mampet x=3 p = x/12 = 3/12 = 1/4 q = 1 –p = 1 – 1/4 =3/4 n=4 µ = n . p = (4) . (1/4) = 1 σ2 = n . p . q = (4). (1/4) . (3/4) = 0.75 σ= Z
0,75 0,886 x 3 1 2.25 0,886
Ppk
Z 2.25 0,75 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Exhaust pipe mampet memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 9 (lihat tabel occurrence). 65
6. Manometer tidak standard x=6 p = x/12 = 6/12 = ½ q = 1 –p = 1 – ½ =1/2 n=2 µ = n . p = (2) . (1/2) = 1 σ2 = n . p . q = (2). (1/2) . (1/2) = 0,5
0,5 0,7
σ= Z
x 6 1 7,14 0,7
Ppk
Z 7,14 2,38 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Manometer tidak standard memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 1 (lihat tabel occurrence).
7. Parameter generator RX tidak standard x=2 p = x/12 = 2/12 = 1/6 q = 1 –p = 1 – 1/6 =5/6 n=6 µ = n . p = (6) . (1/6) = 1 σ2 = n . p . q = (6). (1/6) . (5/6) = 0.833 σ=
0,833 0,9128
66
Z
x 2 1 1.095 0,9128
Ppk
Z 1.095 0,365 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Parameter generator RX tidak standard memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 10 (lihat tabel occurrence).
8. Pasir menyembur x=2 p = x/12 = 2/12 = 1/6 q = 1 –p = 1 – 1/6 =5/6 n=6 µ = n . p = (6) . (1/6) = 1 σ2 = n . p . q = (6). (1/6) . (5/6) = 0.833
0,833 0,9128
σ= Z
x 2 1 1.095 0,9128
Ppk
Z 1.095 0,365 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Pasir menyembur memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 10 (lihat tabel occurrence).
9. Material disposisi x=6 p = x/12 = 6/12 = ½
67
q = 1 –p = 1 – ½ =1/2 n=2 µ = n . p = (2) . (1/2) = 1 σ2 = n . p . q = (2). (1/2) . (1/2) = 0,5
0,5 0,7
σ= Z
x 6 1 7,14 0,7
Ppk
Z 7,14 2,38 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Material disposisi memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 1 (lihat tabel occurrence). 10. Material karat x=3 p = x/12 = 3/12 = 1/4 q = 1 –p = 1 – 1/4 =3/4 n=4 µ = n . p = (4) . (1/4) = 1 σ2 = n . p . q = (4). (1/4) . (3/4) = 0.75 σ= Z
0,75 0,886 x 3 1 2.25 0,886
Ppk
Z 2.25 0,75 3 3
Jadi, untuk jenis kegagalan Material karat memiliki tingkatan nilai/rangking occurrence = 9 (lihat tabel occurrence). 68
Pengolahan Data Dalam Tabel FMEA Data hasil pengolahan dalam bentuk tabel FMEA dapat dilihat pada tabel dibawah, FMEA proses Heat Treatment (Annealing) sebagai berikut. Tabel 3.2 FMEA Proses Heat Treatment (Annealing) FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS Project:
Date
:
FMEA No :
Product :
Prepared by :
Ref Doc :
System : System / Component / Function
Furnace station Fungsi untuk tempat proses pemanasan wire pada proses produksi heat treatment.
Potential Failure Modes
Muffle dan tabung (POT) bocor (leakage)
Stem carrier karat
Fungsi untuk menghasilka
Tekanan di dalam dan diluar furnace tidak ada perbedaan maka timbul decarburate
S e v
9
Oksigen masuk ke dalam area furnace dan timbul decarburate decarburate
Potential Causes of Failure
Usia pemakaian (life time) dari material muffle Sering terbentur oleh carrier annealing saat loading material Settingan burner yang tidak sama (berlebihan)
O c c
Current Design Controls
D e t
R P N
1
4
36
Oksigen masuk ke dalam area furnace dan timbul decarburate 6
Penyimpana area carrier diluar dan kehujanan
9
3
162
Exhaust pipe mampet
Akan terjadi over pressure didalam furnace
8
Exhaust pipe tersumbat kotoran pembakaran
3
5
120
Manometer tidak standard
decarburate
8
Adanya kebocoran saat proses
6
3
144
3
Tekanan didalam furnace berlebihan
2
5
30
9
Sirip-sirip mixing pump lengket
2
5
90
9
Gas RX yang dihasilkan sedikit
2
6
108
Pasir menyembur Generator RX station
Potential Effects of Failure
Mixing pump low (rendah) Supply LPG & gas RX
Proses tidak normal (O2 masuk) Gas RX yang dihasilkan kurang optimal Proses pembakaran
69
Recomm ended Actions
Responsi bility & Completi on Date
n gas RX yang akan di supply ke furnace
kurang optimal karena gas RXnya kurang
karena pump low
Parameter generator RX tidak standar
Kerja generator RX terhambat
8
Material disposisi
decarburate
7
Material karat
decarburate
7
mixing
Pipa-pipa didalam generator RX tersumbat kotoran Kurang koordinasi dengan bagian lain tentang material yang sudah pernah di lakukan proses annealing Material lama tidak diproses-proses
2
5
80
6
5
210
3
5
105
Kesimpulan Dari Analisa Tabel FMEA Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel sebelumnya, maka dapat dibuat pareto diagram sebagai berikut : Jenis… 100.0100.0
Pareto of Chart
250
97.2
93.9 210
90.0
86.5
200
80.0
78.2 162
Nilai RPN
Material station
kurang
70.0
68.6 144
150
60.0
58.6 120 47.6
108
90
100 34.3 50
50.0
105
40.0
80
30.0 36
19.4
30
20.0 10.0
0
0.0
Grafik 3.6 Grafik Pareto Tingkat kerusakan Proses Heat Treatment (Annealing) 70
Dari grafik diatas, dapat ditarik kesimpulan hasil pengolahan data sebagai berikut : 1. Tingkat RPN yang tertinggi terjadi pada empat bagian yaitu : Material disposisi dengan RPN 210 Stem carrier karat dengan RPN 162 Manometer tidak standard dengan RPN 144 Exhaust pipe mampet dengan RPN 120 2. Tingkat RPN yang tertinggi pada bagian tersebut diatas menguasai 636 point atau 58 % dari RPN total sebesar 1085 point atau 100% 3. Dari tingkat nilai RPN yang tinggi tersebut, maka masalah-masalah tersebut harus mendapatkan perhatian khusus dalam proses produksinya.
3.6 Alternatif Strategi Perbaikan Melihat dari hasil analisis Effect of diagram (Diagram tulang ikan) tentang penyebab terjadinya kerusakan produk tersebut, maka ada beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai strategi untuk mengatasi masalah tersebut diatas. Untuk mengatasi kerusakan produk yang disebabkan oleh faktor mesin, maka strategi yang perlu dilakukan adalah : a. Pengecekan terhadap furnace (Dinding muffle) secara konsisten sebelum proses dijalankan. b. Pengecekan mixing pump dan lakukan uji test pressure. c. Lakukan preventive secara konsisten.
71
Sedangkan alternatif strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan produk yang disebabkan oleh faktor manusia dan method adalah : 1. Harus ada peningkatan keterampilan dan pemahaman yang jelas terhadap operator melalui pelatihan-pelatihan dan training mengenai prosedur proses. 2. Adanya peringatan terhadap karyawan yang tidak mengikuti aturan-aturan yang
sudah
ditetapkan
mengenai
konsistensi
dalam
menjalankan
pekerjaannya. 3. Cara atau methode preventive harus dibuat dengan jelas dan mudah dimengerti serta harus harus selalu dikontrol setiap selesai melakukan preventif. Sedangkan alternating strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan produk yang disebabkan oleh faktor Material dan Lingkungan adalah : 1. Harus ada lokasi khusus untuk menampung material sebelum diproses, karena jika terkena air hujan maka akan menjadi karat. Dan material karat akan berekasi tidak baik saat proses annealing dan bisa menjadi suatu kerusakan. 2. Perusahaan harus konsisten terhadap facility dan kelayakan bangunan seperti kebocoran harus segera di perbaiki. Dari alternatif strategi perbaikan yang ada, maka perlu dianalisis mengenai strategi mana yang lebih efektif untuk dijalankan pada perusahaan melihat kondisi perekonomian yang kurang stabil, sehingga akan diperoleh hasil yang tepat serta menguntungkan.
72