Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data
3.1. Akuisisi Data 3.1.1. Kawah Domas
Kawah Domas merupakan salah satu dari sekumpulan kawah yang ada di Gunung Tangkuban Perahu. Berdasarkan data GPS, Kawah Domas berada di posisi 107.62589o Bujur Timur dan 6,76085o Lintang Selatan atau dalam kordinat UTM berada di 790276.88 Bujur Timur dan 9251904.71 Lintang Selatan dengan ketinggian berada di sekitar 1591 m di atas permukaan air laut.
Gambar III.1. Kawah Domas, Gunung Tangkuban Perahu.
Pada kawah tersebut banyak ditemukan manifestasi vulkanik di permukaan, seperti solfatar (bagian dari gunung berapi yang mengeluarkan gas sulfur dan uap air panas), fumarol (lubang pada bagian gunung berapi, tempat keluarnya uap air panas), sumber mata air panas, dan uap air panas. Manifestasi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
15
Gambar III.2. Manifestasi vulkanik pada Kawah Domas.
Manifestasi vulkanik yang berada di permukaan merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti dan dipelajari untuk aspek geologi, geofisika dan geokimia. Sehingga nantinya data-data yang didapatkan dapat dijadikan suatu input dalam memodelkan sistem hidrotermal dangkal dari Kawah Domas itu sendiri. Pada penelitian ini aspek yang lebih ditekankan, yaitu aspek geofisika. Aspek ini lebih menekankan pada akuisisi, pengolahan, pemodelan, dan analisa data dengan memanfaatkan data geofisika melalui metode yang dapat digunakan dalam mencitrakan secara lateral dan vertikal bawah permukaan. Adapun metode yang digunakan, yaitu self-potential, temperatur permukaan, 2D DC resistivity, emisi CO2 dan pH. Metode self-potential digunakan untuk mencitrakan secara lateral dari nilai beda potensial pada masing-masing titik pengamatan terhadap titik acuan (base). Temperatur permukaan digunakan untuk mencitrakan secara lateral variasi suhu di permukaan. 2D DC resistivity digunakan untuk mencitrakan struktur bawah permukaaan dari variasi nilai resistivitas. Emisi CO2 digunakan untuk mencitrakan variasi nilai emisi CO2 secara lateral berdasarkan persen (%) CO2 dari udara tanah.
16
Sedangkan pH digunakan untuk mengetahui kadar keasaman dari fluida yang keluar dari sumber mata air panas.
3.1.2. Akuisisi Data Self-potential
Pengukuran self-potential digunakan untuk mengetahui sebaran nilai beda potensial dari tiap-tiap titik pengamatan terhadap suatu titik acuan (base). Nilai beda potensial dari tiap-tiap titik pengamatan tersebut akan dijadikan kontur beda potensial, yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam membatasi sistem hidrotermal pada Kawah Domas tersebut. Penggabungan metode SP dan konduktivitas merupakan metode yang baik untuk penelitian aliran air bawah permukaan (Hase dkk, 2004). Sehingga metode self-potential ini merupakan metode yang tepat untuk meneliti sistem hidrotermal. Pengukuran self-potential pada Kawah Domas dilakukan sebanyak 188 titik pengamatan. Adapun penyebaran titik pengukuran self-potential dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
17
Gambar III.3. Titik pengukuran self-potential (hitam) titik pengamatan, (merah) titik acuan / base.
Peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data self-potential, yaitu : 1) Multimeter digital 2) Porous pot 3) Kabel dengan panjang 500 m 4) Terusi / CuSO4 5) GPS 6) Skop
Gambar III.4. Peralatan pengukuran self-potential.
18
Dalam pengambilan data self-potential terdapat 2 metode pengambilan data, yaitu: 1. Metode Potential Gradient Pada metode potential gradient elektroda yang digunakan sebanyak dua buah, dengan jarak antar elektroda biasanya 5 m atau 10 m. Perbedaan potensial yang dihasilkan oleh kedua elektroda tersebut, kemudian diukur dengan menggunakan multimeter digital. Untuk mendapatkan nilai beda potensial pada titik selanjutnya, kedua elektroda tersebut dipindahkan seperti lompatan kodok (leap-frogged) sepanjang jalur yang akan diukur. Adapun skema pengukuran dengan menggunakan metode potential gradient dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.5. Skema pengukuran dengan menggunakan metode potensial gradient.
2. Metode Potential Amplitude Pada metode potential amplitude ini satu elektroda disimpan di suatu tempat sebagai titik acuan (base), sedangkan elektroda yang lain dipindahkan dengan jarak tertentu sepanjang jalur yang akan diukur. Adapun skema pengukuran dengan menggunakan metode potential amplitude ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
19
Gambar III.6. Skema pengukuran dengan menggunakan metode potential gradient.
Pada pengambilan data self-potential untuk penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode potential amplitude dengan posisi titik acuan (base) berada di Kawah Domas, dengan posisi koordinat pada 107.62589o Bujur Timur dan 6,76085o Lintang Selatan atau dalam kordinat UTM berada di 790276.88 Bujur Timur dan 9251904.71 Lintang Selatan dengan ketinggian berada di sekitar 1591m di atas permukaan laut. Sedangkan untuk bagian elektroda yang bergerak (rover) dengan posisi seperti pada Gambar III.3 dengan jarak antar titik pengamatan sebesar 25 m. Adapun data selfpotential yang telah diambil dapat dilihat pada Lampiran A.
3.1.3. Akuisisi Data Suhu Permukaan
Pengukuran suhu permukaan digunakan untuk mencitrakan variasi lateral dari suhu di permukaaan. Finizola mengemukakan bahwa anomali dari suhu permukaan pada gunung api aktif memiliki korelasi yang baik dalam sistem hidrotermal (Finizola, 2003). Sehingga apabila data suhu permukaan dikorelasikan dengan data selfpotential maka akan dapat memudahkan dalam membatasi sistem hidrotermal pada kawah tersebut. Pada pengukuran suhu permukaan, jumlah titik pengamatannya sebanyak 188 titik, dengan spasi antar titik pengamatan sebesar 25 m dengan kedalaman lubang untuk pengambilan data sekitar 20 cm. Titik pengukuran ini tersebar merata seperti pada
20
titik pengamatan self-potential Gambar III.3. Adapun peralatan yang dipergunakan dalam pengambilan data suhu permukaan, yaitu dengan menggunakan : 1) termometer digital model Lutron TM-903A 2) thermocouple type K.
Gambar III.7. Peralatan pengukuran suhu permukaan.
Data hasil pengukuran suhu permukaan dapat dilihat pada bagian Lampiran B. 3.1.4. Akuisisi Data 2D Resistivity
Akuisisi data 2D DC resistivity bertujuan untuk mencitrakan struktur bawah dari Kawah Domas, berdasarkan kontras resistivity. Data 2D DC resistivity ini selanjutnya digunakan dalam input model untuk memodelkan sistem hidrotermal dangkal Kawah Domas. Selain itu, data resistivity yang didapatkan digunakan juga untuk menentukan nilai permeabilitas sebagai produk akhirnya yang akan digunakan juga dalam input model. Dalam pengambilan data 2D DC resistivity, motode yang digunakan adalah metode Wenner-Schlumberger.
21
Gambar III.8. Skema pengukuran 2D DC resistivity dengan menggunakan metode WennerSchlumberger
Akuisisi 2D DC resistivity pada Kawah Domas terbagi menjadi 4 lintasan, yaitu : lintasan 1 (line 1) yang berorientasikan arah selatan-utara (1-1’). Di mana lintasan pengukuran dimulai dari luar kawah hingga ke bibir kawah dengan jumlah elektroda yang dipergunakan sebanyak 96 elektroda, spasi antar elektroda 5 m. Sehingga panjang lintasan pengukuran pada line 1 dapat mencapai 480 m. Lintasan 2 (line 2) berorientasikan selatan-utara (2-2’), di mana lintasan pengukuran dimulai dari bibir kawah sebelah selatan hingga ke bibir kawah sebelah utara. Jumlah elektroda yang dipergunakan pada line 2 ini sebanyak 96 elektroda dengan spasi 5 m. Sehingga panjang lintasan pengukuran pada line 2 dapat mencapai 480m. Lintasan 3 (line 3) berorientasikan barat-timur (3’-3) di mana lintasan pengukuran dimulai dari daerah luar Kawah Domas bagian timur dan berakhir pada daerah Kawah Domas bagian barat. Jumlah elektroda yang dipergunakan pada line 3 ini sama dengan pada line 1 dan line 2, yaitu 96 elektroda dengan spasi antar elektroda 5 m. Sehingga panjang lintasan pengukuran pada line 3 dapat mencapai 480 m. Lintasan terakhir adalah lintasan 4 (line 4) yang berorientasikan arah barat-timur (4’4). Elektroda yang dipergunakan dalam line 4 ini sebanyak 88 elektroda dengan spasi antar elektroda 5 m. Sehingga panjang lintasan pengukuran dapat mencapai 440m.
22
Adapun lintasan 2D DC resistivity pada kawasan Kawah Domas dan sekitarnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.9. Lintasan pengukuran 2D DC resistivity.
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran 2D DC resistivity, yaitu : 1) Ares Multichannel Resitivity 2) elektroda 3) takeout cable 4) accu kering
Gambar III.10. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data 2D DC resistivity.
23
3.1.5. Akuisisi Data Emisi Gas CO2
Pengukuran emisi gas CO2 akan sangat membantu untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Pengukuran konsentrasi gas di dalam tanah biasanya digunakan untuk mengetahui hubungan antara sumber gas dengan struktur geologi bawah permukaan. Secara umum permeabilitas yang besar di sepanjang rekahan membuat aliran gas yang keluar ke permukaan semakin besar, sehingga akan terjadi anomali konsentrasi gas di permukaan. Konsentrasi CO2 yang tinggi sering kali ditemukan di sekitar lubang vulkanik aktif dan di sepanjang patahan tektonik (Finizola, 2001). Akuisisi data emisi gas CO2 dilakukan sebanyak 50 titik pengamatan dengan interval pengambilan data emisi gas CO2 berjarak 50 m. Adapun titik-titik pengambilan data emisi gas CO2 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.11. Titik pengambilan sampel emisi gas CO2.
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel emisi gas CO2, yaitu : 1) Kimoto gas collector 2) altimeter 3) termometer digital 4) termocouple type K 5) larutan NaOH 24
Gambar III.12. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel emisi gas CO2.
Adapun prosedur dalam pengambilan sampel emisi gas CO2 adalah sebagai berikut ini. 1) Tanah dibor dengan menggunakan bor tangan dengan kedalaman 1 m. Pada kedalaman ini diharapkan sampel CO2 yang diambil bukan berasal dari udara luar. 2) Catat kondisi suhu dalam lubang bor dan udara luar dengan menggunakan thermocouple serta catat ketinggian titik pengukuran dengan altimeter. 3) Masukan selang penghisap ke dalam tanah, kemudian tutup permukaan lubang. 4) Lakukan penghisapan selama 2 menit untuk mengeluarkan udara dalam lubang yang berasal dari udara luar yang kemungkinan masuk pada saat pemboran. 5) Diamkan selama 5 menit. 6) Masukan larutan NaOH ke dalam tabung pada alat untuk menangkap CO2 yang dihisap oleh alat. 7) Lakukan penghisapan CO2 selama 2 menit. Pada saat alat dinyalakan, kecepatan hisapan alat harus selalu diatur. 8) Masukan larutan NaOH dari alat ke dalam tabung yang sudah disediakan, kemudian tutup dengan rapat dan diisolasi. 9) Sampel yang sudah ditutup rapat dan diisolasi kemudian dibawa ke Pusat Lingkungan Geologi untuk dilakukan uji sampel.
25
Hasil pengujian sampel yang dikeluarkan oleh Pusat Lingkungan Geologi dapat dilihat pada Lampiran C.
3.1.6. Akuisisi Data pH
Akuisisi data pH ditujukan untuk menentukan tingkat keasaman dari fluida yang keluar dari sumber mata air panas. Pengambilan data pH di kawasan Kawah Domas sebanyak 10 sampel dengan distribusi pengambilan sampel 8 sampel di Kawah Domas, 1 sampel di Kawah Jarian dan 1 sampel di Kawah Jurig. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel pH, yaitu dengan menggunakan : 1) pH meter model Lutron tipe PH-208 2) probe pH meter 3) aquades 4) merch buffer solution pH 4
Gambar III.13. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sample pH.
Prosedur pengambilan sample pH ini tergolong mudah, yaitu : 1) Masukan probe pH ke dalam genangan air panas 2) Baca pH yang terukur dengan menggunakan alat pH meter
26
3) Masukan thermocouple ke dalam genangan air panas 4) Baca suhu yang terukur dengan menggunakan alat termometer digital. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada lampiran D.
3.2 . Pengolahan Data 3.2.1 Pengolahan Data Self-potential
Dalam pengolahan data self-potential terdapat beberapa prosedur yang perlu diperhatikan. Adapun prosedur dalam pengolahan data self-potential dapat dilihat pada diagram pengolahan data self-potential di bawah ini.
Tabel 1. Diagram pengolahan data self-potential.
27
Pada raw data self-potential terdiri dari koordinat (longitude, latitude, X-UTM, YUTM) nilai self-potential yang sudah terkoreksi dengan titik acuan (base) dan elevasi. Kemudian data-data tersebut dilakukan proses gridding menggunakan software QCTool dengan mengunakan metode natural neighbour. Data hasil gridding tersebut ditampilkan dengan menggunakan program Surfer 8 dalam bentuk kontur selfpotential. Adapun hasil dari proses tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.14. Kontur self-potential sebelum koreksi topografi 2D (atas) dan 3D (bawah).
28
Dari kontur yang ada, langkah selanjutnya yaitu melakukan slicing pada lintasan yang ada nilai self-potential-nya ataupun pada lintasan yang dilewati oleh lintasan dengan menggunakan metode selain self-potential. Hal tersebut ditujukan agar dapat ditarik korelasi antara metode self-potential dengan metode-metode lainnya pada lintasan yang sama. Slicing pada lintasan yang tepat pada nilai self-potential terbagi menjadi 3 lintasan, yaitu lintasan A berorientasikan barat-timur (A-A’), lintasan B berorientasikan tenggara-barat laut (B-B’), dan lintasan C berorientasikan barat-timur (C-C’). Lintasan-lintasan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.15. Slicing lintasan A, B dan C.
29
Hasil dari slicing dari lintasan A, B dan C adalah sebagai berikut ini. A
A’
Gambar III.16.a. Slicing lintasan A, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah). Garis merah putus-putus adalah nilai self-potential yang terpengarui oleh aspek topografi.
B
B’
Gambar III.16.b. Slicing lintasan B, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
30
C
C’
Gambar III.16.c. Slicing lintasan C, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah). Garis merah putus-putus adalah nilai self-potential yang terpengarui oleh aspek topografi.
Slicing lintasan yang dilewati oleh lintasan dengan menggunakan metode selain self-
potential (suhu permukaan, 2D DC resistivity, dan emisi CO2) adalah sebagai berikut ini.
Gambar III.17. Slicing line 1, line 2, line 3 dan line 4.
31
Adapun hasil slicing pada lintasan di atas adalah sebagai berikut ini.
1
1’
Gambar III.18.a. Slicing line 1 grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
2’
2
Gambar III.18.b. Slicing line 2, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
32
3
3’
Gambar III.18.c. Slicing line 3, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
4’
4
Gambar III.18.d. Slicing line 4, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
Dari grafik di atas, pada Gambar III.16.a., Gambar III.16.c., Gambar III.18.c., dan Gambar III.18.d. terdapat nilai potensial yang dipengaruhi oleh aspek topografi, sehingga perlu dilakukan koreksi topografi. Untuk mendapatkan nilai koreksi topografi, maka dibuat grafik nilai self-potential terhadap elevasi sebaran data yang 33
diplot pada grafik tersebut. Maka ditarik suatu regresi liniear dan angka yang dijadikan koreksi adalah kemiringan (gradien) dari regresi liniear tersebut.
-0.37 mV/m
Gambar III.19.a. Koreksi data self-potential pada lintasan A dengan nilai koreksi -0.37 mV/m.
-0.90 mV/m
Gambar III.19.b. Koreksi data self-potential pada lintasan C dengan nilai koreksi -0.90 mV/m.
34
-2.55 mV/m
Gambar III.19.c. Koreksi data self-potential pada line 3 dengan nilai koreksi -2.55 mV/m.
-1.98 mV/m
Gambar III.19.d. Koreksi data self-potential pada line 4 dengan nilai koreksi -1.98 mV/m.
Hasil koreksi self-potential terhadap topografi didapatkan -0.37 mV/m pada lintasan A, -0.90 mV/m pada lintasan C, -2.55 mV/m pada line 3 dan -1.98 mV/m pada line 4. Sehingga total koreksi yang didapatkan adalah -1.45 mV/m. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikkan topografi 1 m maka nilai self-potential berkurang sebesar 1.45 mV. Oleh sebab itu semua titik pegamatan self-potential dikurangkan dengan nilai -1.45 mV agar nilai yang didapatkan adalah nilai selfpotential yang sudah terkoreksi oleh topografi. Nilai hasil koreksi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam proses gridding, dengan menggunakan metode natural
35
neighbour pada program QCTool yang kemudian hasilnya ditampilkan pada program Surfer 8. Data hasil koreksi topografi dapat dilihat pada Lampiran A, sedangkan hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III.20. Kontur self-potential sebelum koreksi topografi 2D (atas) dan 3D (bawah).
Slicing pada lintasan A, B dan C setelah dilakukan proses koreksi topografi adalah sebagai berikut :
36
A
A’
Gambar III.21.a. Slicing lintasan A yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
B
B’
Gambar III.21.b. Slicing lintasan B yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
37
C
C’
Gambar III.21.c. Slicing lintasan C yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
Slicing pada line 1, 2, 3 dan 4 setelah dilakukan koreksi topografi adalah sebagai berikut : 1
1’
Gambar III.22.a. Slicing line 1 yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
38
2
2’
Gambar III.22.b. Slicing line 2 yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
3’
3
Gambar III.22.c. Slicing line 3 yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
39
4’
4
Gambar III.22.d. Slicing line 4 yang sudah dikoreksi topografi, grafik self-potential dan elevasi terhadap jarak (atas), grafik self-potential terhadap elevasi (bawah).
3.2.2 Pengolahan Data Suhu Permukaan
Pengolahan data suhu permukaan hanya dengan melakukan proses gridding pada raw data. Di mana di dalam raw data tersebut di dalamnya terdapat informasi koordinat (longitude, latitude atau X-UTM, Y-UTM), dan nilai dari suhu permukaan di masingmasing koordinat tersebut. Data tersebut dapat dilihat pada bagian Lampiran B. Metode yang digunakan dalam melakukan proses gridding pada software QCTool adalah dengan menggunakan metode natural neighbour. Selanjutnya hasil proses gridding tersebut ditampilkan dalam bentuk kontur suhu permukaan pada program Surfer 8. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut ini.
40
Gambar III.23. Kontur suhu permukaan 2D (atas) dan 3D (bawah).
Slicing pada kontur suhu permukaan ini dilakukan pada lintasan yang sama seperti pada kontur self-potential. Di mana lintasan yang dipergunakan adalah line 1, 2, 3 dan 4 dan sebagai hasilnya adalah sebagai berikut :
41
1’
1
Gambar III.24.a. Slicing line 1 pada kontur suhu permukaan.
2
2’
Gambar III.24.b. Slicing line 2 pada kontur suhu permukaan.
42
3’
3
Gambar III.24.c. Slicing line 3 pada kontur suhu permukaan.
4’
4
Gambar III.24.d. Slicing line 4 pada kontur suhu permukaan.
3.2.3
Pengolahan Data 2D DC Resistivity
Software yang digunakan dalam pengolahan data 2D DC resitivity adalah dengan menggunakan software Res2DInv. Software ini ditujukan untuk melakukan poses inversi dari raw data 2D DC resistivity. Hasil inversi dari program Res2DInv tersebut
43
kemudian ditampilkan dalam software Surfer 8. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut ini.
Line 1
Jumlah datum yang layak untuk dilakukan proses inversi sebanyak 1884 datum, dengan jumlah 20 iterasi dan error sebesar 34.68%. 1
1’
Gambar III.25.a. Profil 2D DC resistivity line 1.
Line 2
Jumlah datum yang layak untuk dilakukan proses inversi sebanyak 566 datum, dengan jumlah 18 iterasi dan error sebesar 27.11%.
2
2’
Gambar III.25.b. Profil 2D DC resistivity line 2.
44
Line 3
Jumlah datum yang layak untuk dilakukan proses inversi sebanyak 547 datum, dengan jumlah 19 iterasi dan error sebesar 129.07%. 3’
3
Gambar III.25.c. Profil 2D DC resistivity line 3.
Line 4
Jumlah datum yang layak untuk dilakukan proses inversi sebanyak 1573 datum, dengan jumlah 8 iterasi dan error sebesar 18.08%. 4
4’
Gambar III.25.d. Profil 2D DC resistivity line 4.
3.2.4
Pengolahan Data Emisi Gas CO2
Pada pengolahan data emisi gas CO2 sama halnya dengan pengolahan data suhu permukaan. Di mana raw data memuat informasi koordinat dan nilai emisi gas CO2 dalam persen (%). Dalam hal ini nilai emisi gas CO2 adalah nilai yang didapatkan
45
dari hasil analisa lab yang dilakukan di Pusat Lingkungan Geologi. Sehingga dalam pengolahan datanya hanyalah dilakukan proses gridding dengan menggunakan metode natural neighbour pada program QCTool yang kemudian ditampilkan dalam bentuk kontur pada software Surfer 8. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut ini.
Gambar III.26. Kontur emisi gas CO2 2D (atas) dan 3D (bawah)..
Slicing pada kontur emisi gas CO2 ini dilakukan pada lintasan yang sama seperti pada kontur self-potential dan suhu permukaan. Di mana lintasan yang dipergunakan adalah line 1, 2, 3 dan 4 dan sebagai hasilnya adalah sebagai berikut:
46
1
1’
Gambar III.27.a. Slicing line 1 pada kontur emisi gas CO2.
2
2’
Gambar III.27.b. Slicing line 2 pada kontur emisi gas CO2.
47
3
3’
Gambar III.27.c. Slicing line 3 pada kontur emisi gas CO2.
4’
4
Gambar III.27.d. Slicing line 4 pada kontur emisi gas CO2.
3.2.5
Pengolahan Data pH
Dalam pengolahan data pH tidak memerlukan proses gridding, dikarenakan jumlah titik sampel pada pengukuran pH di sini tidak terlalu banyak. Sehingga data cukup
48
diplot pada peta dasar, dalam hal ini adalah peta topografi. Sebagai hasilnya adalah sebagai berikut ini.
Gambar III.28. Profil data pengukuran pH.
49