BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Kultivasi 2.1.1. Sejarah dan perkembangan teori kultivasi Atas dedikasi terhadap kebebasan, kejujuran, dan keadilan dalam media, George Gerbner mempelopori lahirnya teori kultivasi. Meskipun banyak teoritikus telah ikut serta membuktikan kebenaran dari analisis kultivasi Gerbner bertanggung jawab atas hasil ciptaannya. Sebenarnya, Gerbner merupkan penyair asal hongaria yang bermimigrasi ke Amerika Serikat dan memulai pendidikan jurnalisnya di berkely. Setelah bekerja di San Fransisco Chronicle ia kembali melanjutkan pendidikan untuk mengambil gelar master dan melanjutkan lagi ke jenjang Doctor dimana ia menulis Toward a General Theory of Communication bersama James D. Finn ( www.Colostate.edu ). Dari tulisan inilah teori kultivasi bermula. Penelitian pertamanya yang berjudul Cultural Indicators Project pada awal 1960an membuka jalan untuk menambah riwayat kerjanya pada pelaksanaan metode penelitian analisis kultivasi. Gerbner menghabiskan waktunya di The Annenberg School of Communication University of Pensylvania. Dimana ia bertugas sebagai dekan sambil melanjutkan penelitian kultivasi sosial pada televisi, yang menekankan pada kekerasan dan efek televisi.
28
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya teori kultivasi terkenal atas penelitian mereka terhadap efek televisi yang walaupun seerhana dan bertahap tetapi juga cukup signifikan dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Mereka memfokuskan penelitian mereka pada topik tingkatan mulai dari peranan gender, kelompok, usia, hingga kepada sikap berpolitik, tetapi mereka sangat tertarik kepada topik kekerasan (www.ciadvertising.org ). Teori kultivasi menegaskan bahwa sikap heavy viewers telah diolah terutama oleh apa yang mereka tonton di televisi. Gerbner menggambarkan dunia televisi sebagai not a window on or reflection of the world, but a world in itself. Dunia rekayasa ini membujuk heavy viewers untuk membuat asumsi tentang kekerasan, masyarakat, tempat, dan kejadian khayalan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sebenarnya. Dalam hal ini televisi bertindak sebagai agen sosialisasi yang mendidik penonton pada versi yang berbeda dari kenyataan. Latar belakang teori kultivasi meyatakan bahwa penonton cenderung menaruh kepercayaan terhadap televisi ketika mereka menonton televisi lebih sering. Fokus penelitian ini terletak pada heavy viewers. Sedangkan Light Viewers mempunyai banyak sumber – sumber lain untuk mempengaruhi pemikiran mereka terhadap realitas daripada heavy viewers yang sumber utama informasinya hanya program televisi. Para teoritikus mencoba untuk membuktikan pemikiran seputar peristiwa kekerasan. Penyelidikan DR. Wade Kenny menunjukan contoh dimana seorang anak yang merupakan heavy viewers mempercayai bahwa
29
Universitas Sumatera Utara
tak masalah baginya dipukul bila hal ini memang harus terjadi padanya. Contoh lainnya adalah semakin bertambahnya ketakutan berjalan sendirian di malam hari dan tidak percaya pada semua orang secara umum. Teoritikus kultivasi membedakan antara efek “first order” (kepercayaan khalayak tentang kehidupan dunia seperti kelaziman dari kekerasan) dan efek “second order” (sikap- sikap khusus seperti hukum dan tata tertib atau keamanan pribadi). Gerbner membuktikan bahwa media massa mengolah sikap- sikap dan nilai-nilai yang sudah ada dalam suatu kebudayaan : media memelihara dan menyebarkan nilai-nilai ini di antara anggota- anggota dari suatu
kebudayaan,
kemudian
mengikatnya
bersama-sama
(www.aber.ac.uk ). Gerbner melihat televisi telah mendominasi ‘lingkungan simbolis’ kita.
Gerbner membuktikan
bahwa kekerasan
yang
sangat sering
ditayangkan di televisi merupakan pesan simbolis tentang hukum dan tata tertib daripada suatu penyebab sederhana dan sikap agresif penonton (seperti yang telah dibuktikan oleh Albert Bandura). Contohnya, aliran action – adventure dibuat untuk memperkuat kepercayaan terhadap hukum dan tata tertib, status quo dan keadilan sosial. Perbedaan pola reaksi antara light viewers dan heavy viewers adalah perbedaan pengolahan (cultivation diffrential), menggambarkan ditingkatan mana suatu sikap itu dibentuk dengan menonton televisi. Orang tua cenderung digambarkan secara negatif di televisi dan heavy viewers (khususnya anak-anak muda ) cenderung mempunyai pandangan negatif
30
Universitas Sumatera Utara
tentang orang tua dibandingkan light viewers. Banyak heavy viewers tidak menyadari pengaruh tayangan televisi terhadap sikap – sikap dan nilai – nilai dalam hidup mereka. Teoritikus membuktikan bahwa heavy viewing, tidak menghiraukan tingkat pendidikan atau penghasilan, mengendalikan penonton kepada opini yang seragam, sementara light viewing mengendalikan penonton kepada opini yang beragam. Efek kultivasi dari tayangan televisi adalah keseragaman pendapat. Gerbner dan kawan – kawan memperlihatkan bahwa kepercayaan heavy viewers yang menonton kekerasan di televisi terhadap munculnya kekerasan didalam kehidupan sehari – hari lebih tinggi dibandingkan light viewers yang mempunyai kesamaan latar belakang dengan heavy viewers. Teoritikus mengarahkan hal ini kepada efek mainstreaming. Mean World Syndrome merupakan salah satu efek utama dari teori kultivasi. Hal ini terjadi ketika heavy viewers menganggap dunia sebagai suatu tempat yang keji sedangkan light viewers tidak menganggapnya demikian. Teoritikus menghubungkan dengan kenyataan bahwa televisi melukiskan dunia sebagai suatu tempat yang kejam dan bengis oleh karena itu heavy viewers terlalu takut dan terlalu berhati – hati dalam aktifitasnya sehari-hari. Gerbner melaporkan bukti dari “resonance” – suatu efek “double dose” yang dapat mendorong terjadinya kultivasi. Hal ini terjadi ketika kehidupan sehari-hari penonton sama dengan yang ditayangkan televisi. Contohnya, semenjak wanita sering dijadikan korban kejahatan di
31
Universitas Sumatera Utara
tayangan televisi, heavy viewers tidak hanya terpengaruh oleh efek mainstreaming tetapi juga merasa ketakutan karena dirinya adalah wanita. Efek kultivasi juga menjadi sangat kuat ketika lingkungan penonton sama seperti yang ditampilkan televisi. Kejahatan yang ditayangkan ditelevisi sebahagian besar terjadi dikota besar, sehingga heavy viewers yang tinggal di kota besar adalah subjek dari double dose, dan teoritikus kultivasi membuktikan bahwa kekerasan ‘resonantes’ yang lebih bagi heavy viewers. 2.1.2. Elemen-elemen teori kultivasi Di dalam teori, George Gerbner menyatakan bahwa setiap tayangan yang ditayangkan televisi dapat mempengaruhi khalayak yang menontonnya. Pengaruh yang disebabkan oleh televisi ini ternyata bukan sampai pada kognitif atau efektif saja, tetapi juga sampai kepada efek konatif (behavioural). Sebelum sampai pada tahap behavioural ini, Gerbner menyatakan ada beberapa tahapan yang harus dilalui yang secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut : TV
|
Incidental
|
Social
Viewing
|
Information
|
reality
| Learning :
Holding
Behaviour
| | Consturcting
1. Attention 2. Capacity 3. Focusing Startegic
32
Universitas Sumatera Utara
4. Involvement Ketika sebuah tayangan ditayangkan di televisi (TV viewing), terjadi sebuah proses belajar (learning) di dalam benak khalayak
yang
menontonnya. Proses learning yang diajukan oleh Gerbner ini hampir sama seperti teori belajar sosialyang dikemukakan oleh Albert Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung tetapi dari peniruan atau peneladanan (modelling). Perilaku merupakan hasil faktor – faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki ketrampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dengan karakteristik kita. Permulaan proses belajar adalah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling (Rakhmat, 1993 : 241). Di dalam proses ini, Gerbner menyatakan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Attention. Tahap attention merupakan bagian dari tahap social learning. Secara sederhana tahap ini menjelaskan bahwa kita baru dapat mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat, kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani. Akan tetapi tidak seluruh peristiwa kita perhatikan. Stimuli yang dapat dijadikan teladan ( modelling stimuli ) diperhatikan karena karakteristik orang yang menangkap stimuli.
33
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian adalah yang tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang – ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. 2. Capacity. Menurut Gerbner, jumlah frekwensi menonton (capacity) khalayak terhadap suatu tayangan juga mempengaruhi terjadinya proses kultivasi. Karenanya Gerbner membagi khalayak penonton kedalam tiga kategori, yaitu ( www.colorado.edu ) : a. Heavy Viewers
: khalayak yang menonton televisi lebih dari 4 jam sehari.
b. Moderate Viewers : khalayak yang menonton televisi selama 2 – 4 jam dalam sehari. c. Light Viewers
: khalayak yang menonton televisi kurang dari 2 jam dalam sehari.
Dalam hal ini, Gerbner menyatakan bahwa khalayak yang tergolong dalam kategori heavy viewers lebih mudah mempercayai realitas yang ditayangkan oleh televisi daripada light viewers dan moderate viewers. 3. Focusing strategic Setelah dari frekuensi menonton khalayak, Gerbner menyatakan bahwa proses kultivasi juga dipengaruhi oleh cara khalayak ketika menonton televisi. Hal ini disebabkan oleh setiap oarang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap suatu informasi. Bukan
34
Universitas Sumatera Utara
hanya itu saja, kondisi seseorang ketika menyerap suatu informasi juga sangat mempengaruhi. Misalnya saja, ketika sedang belajar masing – masing orang memiliki cara yang berbeda-beda. Ada yang lebih konsentrasi bila sambil mendengarkan musik dan adapula yang lebih senang dengan keadaan yang sunyi senyap. 4. Involvement Involvement disini berbicara tentang keterlibatan orang lain (orang tua, teman, saudara, dan lain-lain) yang berada di sekitar khalayak ketika ia sedang menonton sebuah tayangan di televisi. Keterlibatan orang lain dalam menonton juga mempengaruhi terjadinya proses kultivasi dalam diri seseorang. Setelah proses belajar ini selesai, maka khalayak dapat memutuskan informasi-informasi apa saja yang akan ia ambil (incidental information holding). Ketika proses pemilihan selesai, dalam benak khalayak terjadi proses constructing. Dalam tahap ini, khalayak diajak untuk mengindentifikasi informasi-informasi yang sudah dipilihnya tadi. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Sehingga pada saat inilah terdorong untuk menjadi sama dengan apa yang ditayangkan. Setelah bertindak.
mengidentifikasi,
Khalayak
ternyata
memerlukan
khalayak
peneguhan
belum
langsung
(reinforcement)
untuk
melakukannya. Apabila ia melihat lingkungan sosialnya mengadopsi apa yang sudah ditayangkan ditelevisi atau film, maka akhirnya khalayak
35
Universitas Sumatera Utara
memutuskan untuk mengubah prilakunya sesuai dengan infomasi-informasi yang sudah dipilihnya tadi. Sebagai respon dari kritik Hirsch, Gerbner merevisi teori kultivasi dengan menambahkan dua konsep tambahan yaitu mainstreaming dan resonance yang disebut the double-dose effect. Mainstreaming merupakan efek lanjutan dari kultivasi. Efek Mainstreaming yang dikemukakan oleh Gerbner menggambarkan proses pengaburan, pencampuran dan pembelokan yang dialami oleh kelompok heavy viewers. Gerbner menyatakan bahwa terpaan yang konstan terhadap hal yan sama membentuk pandangan yang sama pula dibenak khalayaknya, sehingga bagi mereka yang sering menonton televisi memiliki orientasi, perspektif dan pengertian yang sama pula.
Gerbner
mengilustrasikan
efek
mainstreaming
ini
dengan
mengaburkan perbedaan ekonomi dan politik. Televisi terlalu membesar – besarkan kelas menengah yang tergolong dalam kelompok heavy viewers sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk bermalas-malasan dan tidak perduli lagi dengan masa depannya. Sementara itu, para light viewers yang bekerja sebagai pekerja kasar akan memposisikan dirinya sebagai golongan pekerja keras. Resonance muncul ketika media meneguhkan kejadian-kejadian yang ada pada kehidupan sehari-hari. Hal ini ternyata memberi efek ganda karena sudah mengalami pengulangan (resonance) berdasarkan pengalaman langsung. Kemunculan efek ini didasarkan pada kekerasan fisik yang dialami seseorang sebelumnya, baik itu pemerkosaan, pencopetan,
36
Universitas Sumatera Utara
perkelahian, perampokan, dan lain-lain. Trauma yang masih tersimpan di dalam benak khalayak ternyata mengalami pengulangan. Efek ini muncul ketika media meneghkan apa yang terdapat dalam kehidupan sehari – hari ketik khalayak menonton tayangan yang mengandung kekerasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa heavy viewers yang pernah mengalami efek kultivasi yang ganda. 2.1.3. Kelemahan dan kritik terhadap teori kultivasi. Meskipun teori kultivasi yang diperkenlkan oleh George Gerbner ini sudah tepat diterapkan pada analisis yang berkaitan dengan tayangan televisi, akan tetapi ada beberapa kelemahan dan kritik terhadap teori ini, antara lain : a. Hawkins dan Pingree menyatakan bahwa korelasi antar terpaan televisi dan kepercayaan khalayak membuktikan hubungan sebab akibat. Tayangan di televisi membentuk sebuha realitas sosial yang dibangun dengan cara teetentu, akan tetapi realitas sosial ini bisa jadi mempengaruhi prilaku. b. Dennis McQuail berpendapat bahwa simbol – simbol struktur, prilaku khalayak dan apa yang dilihat khalayak pasti banyak dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya. Sikap kita tidak hanya dipengaruhi oleh televisi saja, tetapi juga oleh media lain, pengalaman langsung orang lain, dan lain – lain c. Condry menyatakan bahwa program televisi yang berbeda akan memberikan kontribusi yang berbeda dalam membentuk realitas. Maka
37
Universitas Sumatera Utara
letak kelemahan teori kultivasi adalah teori ini menganggap setiap tayangan televisi adalah homogen. Dalam kenyataannya ada banyak hal yang harus diperhatikan. Misalnya saja para heavy viewers seharusnya lebih memperhatikan penampilannya. Hal ini disebabkan biasanya aktor dan aktris di televisi kelihatan muda, langsing dan menarik. Tetapi kenyataannya para heavy viewers ini sama sekali tidak menaruh perhatian pada kesehatan dan berat badan. d. Doob and MacDonald menyebutkan bahwa hubungan tayangan kekerasan di televisi dan rasa takut dapat dijelaskan melalui hubungan bertetangga dimana khalayak tinggal. Mereka yang tinggal di daerah yang tingkat kriminalitasnya tinggi cenderung untuk tetap tinggal di rumah dan meyakini bahwa ada kemungkinan besar dirinya akan diserang dibanding dengan mereka yang tinggal di daerah yang tingkat kriminalitasnya rendah. e. Teori kultivasi tidak memperhatikan pentingnya dinamika sosial dari penggunaan televisi. Faktor – faktor seperti tingkat perkembangan, pengalaman, pengetahuan umum, gender, etnis, sikap keluarga dan latar belakang sosial ekonomi, memberikan kontribusi dalam menanggapi tayangan di televisi. Misalnya saja, kelompok dengan status sosia ekonomi yang rendah cenderung menonton televisi sebagai satu – satunya sumber informasi bila dibandingkan dengan kelompok lain.
38
Universitas Sumatera Utara
2.2. Komunikasi dan Komunikasi Massa 2.2.1. Pengertian komunikasi dan komunikasi massa. Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan, adapula yang mengartikan saling tukar menukar pikiran atau pendapat. Menurut Effendy, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan sebagai paduan pikiran dan perasaan oleh seseorang untuk mengubah sikap, opini atau prilaku orang lain dengan upaya memperoleh tanggapan ( Effendy, 1986 : 62 ). Kegiatan komunikasi yang menggunakan media massa sebgai saluran disebut dengan komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa menurut Jalaludin Rakhmat ( 1992 : 189 ) adalah sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serempak dan sesaat. Menurut Dominick ( 1990 : 15 – 16 ), komunikasi massa merupakan suatu proses media massa sebagai organisasi yang komplek terdiri dari : satu atau lebih mesin yang menghasilkan dan mentransmisikan pesan – pesan masyarakat secara langsung dalam jumlah besar, bersifat heterogen dan khalayak yang teratur. Dalam komunikasi massa ini, lembaga penyelenggara komunikasi bukanlah perorangan, melainkan banyak orang dengan organisasi yang komplek dan pembiayaan yang sangat besar.
39
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Mohammad ( Audientia, 1993 : 8 ), pada hakekatnya komunikasi massa memunculkan serangkaian makna pada diri khalayak yang kurang lebih sejajar dengan komunikator dan komunikan ( penerima ). Jadi pada dasarnya komunikasi massa bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan berbagai media yang ada. 2.2.2. Karakteristik komunikasi massa Orang-orang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan
kegiatan
komunikasi
haruslah
memahami
karakteristik
komunikasi massa. Adapun karakteristik komunikasi massa menurut Liliweri, (1991 : 37-39) adalah : 1. Sifat Komunikator. Sesuai dengan hakekatnya dalam sifat penggunaan media atau saluran secara profesional dengan teknologi tinggi melalui usaha – usaha industri maka kepemilikan media massa bersifat lembaga, yayasan, organisasi usaha yang mempunyai struktur, fungsi dan misi tertentu. 2. Sifat pesan. Pesan komunikasi massa bersifat umum, universal tentang pelbagai hal dari berbagai tempat. Isi media massa tentang berbagai peristiwa apa saja yang patut diketahui oleh masyarakat umum. 3. Sifat media massa. Salah satu ciri yang khas dalam komunikasi massa adalah sifat media massa. Komunikasi massa tampaknya lebih bertumpu pada andalan teknologi pembagi pesan dengan menggunakan jasa industri untuk memperbanyak dan
melipatgandakan. Bantuan
40
industri ini
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan berbagai pesan akan menjangkau khalayak dengan cara yang cepat serta tepat dan terus menerus. 4. Sifat Komunikan. Komunikan dalam komunikasi massa adalah khalayak. Khalayak merupakan masyarakat umum yang sangat beragam, heterogen dalam
segi
demografis,
geografis,
maupun
psikografis.
Jumlah
keanggotaan komunikan itu sangat besar dan diantara mereka ada yang tidak saling kenal namun pada suatu waktu dan tempat relatif sama mereka memperoleh jenis pesan yang sama dari media massa tertentu. 5. Sifat efek. Bagaimanapun juga komunikasi massa mempunyai efek tertentu. Secara umum terdapat tiga efek dari komunikasi massa, berdasarkan teori hierarki efek, yaitu efek kognitif ( pesan komunikasi massa
mengakibatkan
khalayak
berubah
dalam hal pengetahuan,
pandangan dan pendapat terhadap suatu yang diperolehnya ), efek afektif ( pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya perasaan tertentu dari khalayak ), dan efek konatif ( pesan komunikasi massa mengakibatkan orang mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu ). 6. Sifat umpan balik. Umpan balik dari komunikasi massa biasanya lebih bersifat tertunda. Pengembalian reaksi terhadap suatu pesan kepada sumbernya tidak terjadi pada saat yang sama melainkan setelah suatu media itu beredar atau pesannya itu memasuki kehidupan suatu masyarakat tertentu.
41
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Fungsi komunikasi massa Fungsi komunikasi massa menurut Liliweri ( 1991 : 42 – 44 ). 1. Media massa memberikan informasi dan membantu kita untuk mengetahui secara jelas segala hal tentang dunia sekeliling, kemudian menyimpannya dalam ingatan kita. Media massa berguna sebagai pengawas untuk mengajukan perbandingan dari apa yang kita lihat, dengar tentang dunia dengan dunia luar lingkungan kita hidup. 2. Media massa membantu kita untuk menyusun agenda, menyususn jadwal kehidupan setiap hari berdasarkan apa yang telah kita baca, tonton yang dapat menguntungkan kita secara lebih baik lagi. 3. Media massa berfungsi membantu kita berhubungan dengan berbagai kelompok masyarakat lain di luar masyarakat kita. 4. Media massa membantu mensosialisasikan pribadi manusia. Melalui media massa kita melangkapi apa yang hendak dipelajari tentang para pendahulu kita. 2.3 Televisi Sebagai Media Massa 2.3.1 Pengertian televisi Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele ( bahasa Yunani ) yang berarti jauh, dan visi ( videra - bahasa latin ) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat lain melalui sebuah perantara perangkat penerima ( Wahyudi, 1996 : 49 ).
42
Universitas Sumatera Utara
Istilah televisi sendiri baru dicetuskan pada tanggal 25 agustus 1900 di kota Paris. Dengan demikian pula maka pengertian televisi diartikan sebagai televisi siaran yang dapat dilakukan melalui transmisi atau pancaran dapat juga disalurkan melalui kabel ( televisi kabel ). Menurut Skornis dalam bukunya Television and Society ; An Incuest and Agenda ( 1985 ), dibandingkan dengan media massa lainnya ( radio, surat kabar, majalah, buku, dsb ), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Ia merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informatif, hiburan maupun pendidikan, bahkan gabungan dari ketiga unsur diatas ( Kuswandi, 1996 : 5 ). Dengan layar relatif kecil diletakkan disudut ruangan rumah televisi merupakan suasana tertentu dimana para pemirsanya duduk dengan santai tanpa kesengajaan untuk mengikutinya. Penyampaian isi pesan juga seolah – olah langsung antara komunikator ( pembawa acara, pembawa berita, artis ) dengan komunikan ( pemirsa ). Informasi yang disampaikan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan jelas terlihat secara visual. Menurut sosiolog Marshall McLuhan, kehadiran televisi membuat dunia menjadi “ desa global ”yaitu suatu masyarakat dunia yan batasnya diterobos oleh media televisi ( Kuswandi, 1996 : 20 ). Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Televisi sebagai media hiburan hadir dengan acara – acara yang cukup memikat hati penonton dan tidak dapat dilewatkan begitu saja,
43
Universitas Sumatera Utara
seperti telenovela, film layar emas, sinetron, video klip, kuis, dan acara infotainment seputar kehidupan artis – artis baik dalam maupun luar negri, yang membuat hati penonton menjadi penasaran sehingga dapat dilihat dengan kenyataan bahwa televisi seolah – olah menggantikan bioskop sebagai sarana hiburan di dalam rumah yang menyebabkan mereka jarang keluar rumah tetapi lebih betah tinggal dirumah menonton acara – acara yang ditayangkan ditelevisi. 2.3.2 Sejarah televisi Televisi merupakan media massa elektronik yang diciptakan manusia dengan menggunakan prinsip – prinsip radio karena televisi lahirnya sesudah radio. Istilah televisi terdiri dari perkataan “tele” dan “visi”, tele berarti jauhdan visi berarti penglihatan. Segi jauhnya ditransmisikan dengan prinsip – prinsip radio, sedangkan penglihatan diwujudkan dengan kamera sehingga menjadi gambar hidup atau bergerak maupun gambar diam ( still picture ). Kemajuan yang pesat dalam pertelevisian sehingga mencapai taraf yang begitu memuaskan bagi manusia seperti sekarang, adalah berkat ditemukannya alat yang disebut iconoscope (“icon” berarti gambar, “scopein” berarti melihat ) oleh Dr. Vladimir K. Zwarykin dari Rusia pada tahun 1920. Iconoscope merupakan alat semacam pistol listrik yang digunakan untuk melakukan perabaan terhadap gambar dari suatu obyek yang diambil
44
Universitas Sumatera Utara
lensa kamera. Segaris demi segaris namun cepat sehingga bagi orang yang melihatnya bagaikan gambar yang berkesinambungan. Iconoscope yang berupa lampu terdapat dalam kamera elektronik yang fungsinya merubah gambar menjadi getaran listrik, kemudian ditransmisikan setelah ditangkap oleh pesawat penerima. Dalam pesawat penerima proses perubahan getaran listrik menjadi gambar yang sama dengan yang diambil kamera dengan alat yang dinamakan kinescipe. Dengan bantuan alat tersebut dapat menimbulkan gambar – gambar dari obyek yang diambil kamera. Siaran televisi di Indonesia pada awal kelahirannya hanya siaran yang sederhana saja. Pada waktu itu belum semua orang mempunyai pesawat televisi. Penyiarannya pun masih dipancarkan dalam warna yang hitam putih oleh satu-satunya stasiun resmi milik pemerintah yang hanya dapat mengudarakan siaran – siaran yang masih sangat sederhana ( TVRI ). Tetapi dengan kemajuan teknologi yang kian berkembang maka kini siaran televisi di Indonesia ditayangkan dalam format warna. Hal ini terus mengalami perkembangan sehingga TVRI dapat menambah siaran dan mulai memperbaiki mutu siarannya dan menayangkan acara – acara yang menarik. Pada tahun 1988 ketika TVRI hadir tanpa stasiun, pada tanggal 18 Agustus 1988 hadir dalam dunia pertelevisian Indonesia sebuah stasiun televisi yang dikelola oleh swasta yaitu Rajawali Citra Televisi ( RCTI ), Kemudian kehadiran RCTI diikuti dengan lahirnya Surya Citra Televisi ( SCTV ) pada tanggal 18 Agustus 1990. Siaran yang
45
Universitas Sumatera Utara
dikelola dan dipancarkan oleh kedua stasiun swasta ini pada waktu itu belum dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat dan hanya ditayangkan di Jakarta dan sekitarnya saja. Pada awal 1991 hadir pula siaran televisi swasta lain yang mencoba mengambil tema pendidikan yaitu TPI ( Televisi Pendidikan Indonesia ). Pada awal berdirinya televisi ini mengudara secara nasional dan dapat ditangkap seluruh Indonesia, siaran secara nasional ini hanya berlangsung pada pagi hari hingga siang hari. Dengan kehadiran RCTI, SCTV, TPI, TRANS TV, TRANS 7, LATIVI, ANTEVE, GLOBAL TV dan METRO TV, televisi mengalami perbaikan dan kemajuan baik dalam mutu siaran maupun waktu penayangannya. Kemudian untuk lebih meningkatkan siarannya maka pada pertengahan tahun 1993 RCTI mengudara secara nasional dan membangun stasiun transmisi dibeberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan, Batam dan lain – lain. Dengan demikian di Indonesia sudah mempunyai sembilan stasiun televisi yang telah mngudara secara nasional.
2.3.3. Fungsi televisi sebagai media massa Televisi sebagai media komunikasi pandang – dengar pada pokoknya mempunyai tiga fungsi. Sebagai sub sistem dari negara dan pemerintah dimana suatu stasiun televisi beroperasi maka sifat informasi / penerangan, pendidikan dan hiburan yang disiarkan sudah tentu berbeda, tergantung
46
Universitas Sumatera Utara
pada sistem negara dan pemerintah yang bersangkutan. Namun yang jelas ketiga fungsi ini secara eksistensial akan melekat pada satu media komunikasi. Seperti halnya dengan media massa lainnya, televisi pada pokoknya mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut ( Effendy, 1990 : 28 – 32 ) yaitu 1. Fungsi penerangan Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana penerangan televisi selain menyiarkan informasi dalam bentuk siaran pandangan mata atau berita, dilengkapi gambar – gambar yang sudah tentu faktual. 2. Fungsi pendidikan. Sebagai media komunikasi massa, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan. Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat, stasiun televisi menyiarkan acara – acara tertentu secara teratur. 3. Fungsi hiburan. Fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampaknya dominan. Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran diisi oleh acara – acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagaikan kenyataan dan dapat dinikmati di rumah oleh seluruh anggota keluarga. Harus dapat dimaklumi bila sebagian besar masyarakat umum bertumpu pada televisi ketika mencari hiburan. Hiburan menjadi idola utama bagi industri televisi. Disatu sisi berarti segala sesuatu yang akan dijadikan
47
Universitas Sumatera Utara
acara televisi selalu dikemas sebagai hiburan.Disisi lain,pemirsa sendiri ketika berhadapan dengan televisi, juga selalu memiliki predisposisi menikmati acara hiburan. 2.3.4. Pola tayangan televisi Secara umum pola tayangan siaran televisi di setiap negara adalah sama. Kalau pun ada perbedaan tidaklah terlalu prinsipil. Di Indonesia, antara televisi milik pemerintah dan televisi swasta memiliki banyak kesamaan dalam materi maupun pola tayangannya. Perbedaaan yang sangat menyolok hanya terletak pada siaran iklan. Kalau pada televisi swasta pemirsa bisa menjadi jengkel karena terllu banyaknya produk iklan yang disiarkan. Ketidaksennangan sering muncul pada acara – acara yang paling disenangi pemirsa.Semakin disenangi suatu acara maka akan semakin banyak iklan yang disiarkan. Materi siaran yang umum dapat dijumpai pada stasiun televisi adalah film, baik film asing maupun film nasional. Masing-masing televisi berlomba-lomba menayangkan film-film yang menarik dan berkualitas. Untuk memudahkan pemirsa dalam memilih acara, masing-masing stasiun televisi
mempunyai film unggulan seperti mega emas
layar unggulan,
mega sinema dan berbagai film menarik lainnya. Dengan demikian, untuk televisi swasta
biasanya lebih banyak
menyiarkan acara hiburan dari informasi / penerangan dan pendidikan. Hal ini dapat dimengerti karena bagaimanapun televisi swasta mengutamakan bisnis dari sekedar sarana sosial.
48
Universitas Sumatera Utara
2.4. Posisi Media Televisi Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang melahirka suatu peradapan, khususnya dalam proses komunikasi dan infrmasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi dan komunikasi setiap media massa. Globalisai informasi dan komunikasi setiap media massa jelas melahirkan suatu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai – nilai sosial dan budaya manusia. Televisi sebagai media yang muncul belakangan dibanding media cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang sangat spetakuler dalam sisi – sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Kemampua televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut dalam menguasai jara secara geografis dan sosiologis. Sementara tiga dasawarsa belakangan ini merupakan kurun waktu yang memadai bagi kita untuk menilai diri sendiri, mental, moral,prlaku, wawasan, cita – cita, dan sebagainya. Kesemuanya itu adalah dampak dari media televisi yang berhasil menampilkan realitas sosial melalui perangka elektronik cangih (kamera dan mikrofon). Pemirsa dapat menikmati gambar dan suara yang nyata atas suatu kejadian dibelahan bumi lain. Media televisi pun pada akhirnya melahirkan istilah baru dalam pola peradapan manusia yang lebih dikenal dengan “mass culture” (kebudayaan massa). Manusia cenderung menjadi konsumen budaya massa melalui “kotak ajaib” yang menghasilkan suara dan gambar. Individu juga dihadapkan kepada realitas sosial yang tertayang di media media.
49
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan
menunjukan
bahwa
kecenderungan
terjadinya
dehumanisasi maupun demoralisasi, antara lain karena faktor media – media. Padahal untuk
melakukan rehumanisasi, remoralisasi dan
resakralisasi diperlukan waktu yang sangat lama. Siaran televisi saat ini dapat dilakukan dimana saja dan dapat pula dipantau dari mana saja. Terbukti pada 20 Juli 1969 melalui pesawat televisi, manusia di bumi dapat menyaksikan Neil Amstrong ( pimpinan misi Apollo XI ) pertama kali menginjakkan kaki di bulan, (JB. Wahyudi, komunikasi jurnalistik,1991). Daya tarik televisi sedemikian besar, sehingga pola – pola kehidupan rutinitas manusia sebelum muncul telvisi, berubah total sama sekali. Media televisi menjadi panutan baru (news religius) bagi kehidupan manusia. Menonton televisi,sama saja dengan makhluk buta yang hidup dalam tempurung. Pada akhinya, media televisi menjadi alat atau sarana mencapai tujuan hidup manusia, baik untuk kepentingan politik maupun perdagangan bahkan melakukan perbahan ideologi serta tatanan nilai budaya manusia yang suda ada sejak lama. Tetapi walaupun demikian, media televisi juga mempunyai banyak kelebihan disamping berbagai kelemahan. Kekuatan media televisi ialah menguasai
jarak
da
ruang
teknlogi
televisi
telah
mengunakan
elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan (transmisi) melalui satelit. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau media, cukup besar. Nilai
50
Universitas Sumatera Utara
aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan, sangat cepat. Daya rangsang seseorang
terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif). Satu hal yang paling berpengaruh dari daya tari televisi ialah bahwa informasi atau berita-berita yang disampaikan lebih
singkat, jelas dan
sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi. Ada kekuatan tentu saja ada kelemahan. Kekurangan televisi adalah karena bersifat “transitory” maka isi pesannya tidak dapat di ‘memori’ oleh pemirsa (lain halnya dengan media cetak, informasi dapat disimpan dalam bentuk klpingan koran). Media televisi terikat ole waktu dan tontonan, sedangkan media cetak dapat dibaca kapan dan dimana saja. Teleisi tidak dapat melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung dan vulgar seperti halnya media cetak.. Hal ini terjadi karena faktor penyebaran siaran televisi yang begitu luas kepada massa yang heterogen (status sosial ekonominya), juga karena kepentingan politik dan stabilitas keamanan negara. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa, sedangkan media cetak lebih mengandalkan efek rasionalitas. Kelebihan dan kekurangan itu tidak menjadi persoalan, karena dalam operasionalisasinya, televisi didukung dua media lain, yaitu media cetak dan radio. Pada prinsipnya, dalam tugas “journalism”
mereka, ketiga
media tersebut sama-sama memberikan suatu informasi kepada masyarakat agar “well informed”.
51
Universitas Sumatera Utara
Dibanding media cetak dan radio, televisi memiliki tingkat kerumitan yang tidak diketahui oleh masyarakat umum, yaitu penguasaan teknologi
satelit,
teknologi
elektronika,
pengetahuan
tentang
penyutradaraan serta trik – trik dalam menayangkan gambar di kamera. Selain itu televisi juga mempersiapkanmateri –materi hiburan yang lebih banyak dibandingkan media cetak, karena pada umumnya pemirsa televisi lebih tertarik menyaksikan televisi dari unsur hiburannya dibanding pemberitaan – pemberitaan analisis, hanya terbatas pada masyarakat yang mempunyai status sosial tinngi, baik dari segi materi maupun pendidikan. Perkembangan media televisi saat ini mencapai tingkat yang paling tingi, yaitu dengan munculnya liputan-liputan investigasi yang tajam dengan menayangkan bukti-bukti peristiwa kepada pemirsa terutama kalau sistem politik negara tempat televisi itu siaran bersifat liberalisme. Posisi dan peran media televisi dalam operasionalisasinya di masyarakat, tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Wienberg dalam “Message - A Reader In Human Communication”. Rando House, New York 1980, mengungkapkan 3 ( tiga ) fungsi media : 1. The surveilence of the environment , yaitu mengamati lingkungan. 2. The correlation of the part of society in responding to the environment,
yaitu mengadakan korelasi antara informasi yang
diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi.
52
Universitas Sumatera Utara
3. The transmision of te social heritage from the one generation to the next, maksudnya adalah menyalurkan nilai – nilai budaya darisatu generasi ke generasi berikutnya. Ketiga fungsi diatas pada dasarnya memberikan satu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampakan nilai – nilai tertentu kepada masyarakat. Tepatlah apabila ketiga fungsi yang dinyatakan oleh Harold Laswell terseut menjai kewajiban yang perlu dilakukan oleh media massa pada umumnya. Charles Wright menambahkan fungsi media massa. Hal ini jelas sebagai salah satu fungsi yang lebih bersifat human interest. Maksudnya agar pemirsa tidak merasa jenuh dengan berbagai isi pesan yang disajikan oleh media televisi (“overload”). Selain itu, fungsi hiburan media massa juga berdaya guna sebagai sarana pelarian (esapism) pemirsa / khalayak sasaran terhadap satu masalah.
2.5. Sinetron 2.5.1. Kualitas, kuantitas, dan objektivitas sinetron televisi. Menjamurnya sinetron di televisi, bukan hal luar biasa. Kehadiran sinetron merupakan suatu bentuk aktualitas komunikasi dan interaksi manusia
yang
diolah
berdasarkan
alur
cerita,
untuk
mengangkat
permasalahan hidup manusia sehari – hari. Dalam membuat sinetron, kru televisi (sutradara, pengarah acara, dan produser) haarus memasukkan isi
53
Universitas Sumatera Utara
pesan yang positif bagi pemirsa. Dengan kata lain, pesan sinetron dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam realitas sosialnya. Memang belum ada metode atau ukuran yang jelas dan pasti dalam membuat sinetron yang baik dan berkualitas serta memenuhi selera pemirsa. Semua masih relatif, tergantung masing – masing penilaian pemirsa. Tetapi para kru televisi dituntut untuk bertanggun jawab dalam membuat paket sinetron. Ini merupakan beban moral yang harus diterima. Banyaknya sinetron yang menggambarkan sisi – sisi sosial dan moral dalam kehidupan masyarakat, tentu sangat bermanfaat bagi pemirsa dalam menentukan sikap. Pesan – pesan sinetron terkadang terungkap secara simbolis dalam alur ceritanya. Kalau isi sinetron tidak mencerminkan realitas sosial yang objektif dalam kehidupan pemirsa, maka yang tampak dalam cerita sinetron tersebut hanya gabaran semu. Akibat fatal yang muncul apabila isi pesan sinetron berlawanan dengan kondisi sosial, yakni pemirsa tidak mendapatkan manfaat secara khusus bagi kehidupannya, menyangkut aspek hubungan dan pergaulan sosial.
Sinetron-sinetron
yang
hanya
“menjual”
kemiskinan
dan
menonjolkan doktrin tertentu (menggurui), akan membuat pemirsa jenuh untuk menontonnya. Tema-tema seperti diatas, dalam cerita sinetron, lebih banyak terlahir karena unsur kesengajaan dan subjekvitas para pembuat dan penggarap sinetron. Bukan lagi sebagai ekspresi lingkungan sosial sebenarnya. Untuk
54
Universitas Sumatera Utara
membuat sinetron, ada dua hal yang cukup penting dan perlu diperhatikan, yaitu : 1. Terdapat permasalahan sosial dalam cerita sinetron yang mewakili realitas sosial dalam masyarakat. 2. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam sinetron secara positif dan responsif ( ending cerita ). Sebelum membuat sinetron, ada baiknya kru televisi mengenal dan memahami situasi serta kondisi budaya masyarakat. Jadi kesimpulannya, isi pesan sinetron televisi harus dapat mewujudkan dan mengekspresikan kenyataan sosial masyarakat, tanpa melepaskan diri dari lingkaran budaya pemirsa yang heterogen. 2.5.2. Pesan sinetron televisi Berbicara mengenai isi pesan dalam sebuah paket sinetron televisi, bukan hanya melihat dari segi budaya, tetapi juga berhubungan dengan masalah ideologi, ekonomi, maupun politik. Dengan kata lain, paket sinetron merupakan cerminan kenyataan kehidupan dari masyarakat sehari – hari. Paket sinetron yang tampil di televisi adalah salah satu bentuk untuk mendidik masyarakat dalam bersikap dan berprilaku yang sesuai dengan tatanan norma dan nilai budaya masyarakat setempat. Otomatis, isi pesan yang terungkap secara simbolis dari sinetron, berwujud kritik sosial dan kontrol sosial terhadap penyimpangan – penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah yang sangat krusial dalam isi pesan sinetron ialah soal
55
Universitas Sumatera Utara
kualitas dan objektivitas. Dalam artian, tidak selamanya sinetron yang berkualitas dapat menunjukkan atau mengungkapkan objektivitas sosial. Ini terjadi karena dalam kehadirannya, isi pesan sinetron selalu terbentur pada masalah politis dan ideologis dalam suatu sistem politik nasional. Dengan adanya event festival sinetron indonesia (FSI), jangan membuat
para
pembuat
sinetron
terjebak
pada
keinginan
untuk
menghasilkan sebanyak mungkin cerita – cerita sinetron (dalam hal ini production house). 2.6. PRILAKU REMAJA 2.6.1. Pengaruh televisi dalam perubahan prilaku remaja Remaja
merupakan
penggemar
film
dan
sinetron
televisi.
Penayangan film maupun acara sinetron pada siang, sore dan malam hari membawa perubahan pola kehidupan remaja, terutama menyangkut masalah prilaku yang sudah mapan di masyarakat. Sebelum pengaruh televisi mengubah tatanan masyarakat, pola kehidupan sehari-hari remaja dapat terlihat jelas yakni pagi sekolah, siang/sore membantu orang tua, kegiatan ekstrakurikuler maupun privat. Sedangkan malam hari belajar. Namun kenyataan ini harus sinar dengan adanya televisi. Keberadaan televisi relatif menjadi dasar bagi perubahan tatanan prilaku remaja. Kegemaran mereka dalam berbagai hal semakin hilang, disebabkan munculnya hal – hal baru dengan melihat tayangan – tayangan
56
Universitas Sumatera Utara
yang mereka lihat di televisi. Perubahan pada disiplin tidak bisa dihindari. Sebab mereka mulai berani untuk tidak masuk dan mengikuti pelajaran di sekolah. Bagi mereka tidak menonton berarti tidak akan cerita dengan teman-temannya. Dan mereka tidak mau jika dikatakan ketinggalan informasi. Salah satu keluhan orang tua terhadap anak-anaknya dengan munculnya acara-acara yang digemari adalah semakin jarangnya mereka membaca. Demikianlah beberapa dampak negatif televisi terhadap remaja, akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula televisi telah membawa dampak positif terutama
dalam
hal
menambah
pengetahuan
dan
informasi
pada
perkembangan generasi muda, dewasa ini generasi muda bisa mengetahui hal-hal yang terjadi diluar lingkungannya, kotanya dan negaranya.
57
Universitas Sumatera Utara