BAB II URAIAN TEORITIS
2.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu – individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap hidup (Rakhmat, 1985:1).
2.1.1. Pengertian Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasl dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005 : 4). Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tal langsung melalui media (Effendy, 2004 : 5).
Universitas Sumatera Utara
Pengertian komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah misalnya dalam media massa, tentunya untuk membentuk persamaan ini akan mengalami banyak hambatan (Wahyudi, 1986: 29). Pengertian komunikasi menurut Berelson dan Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990:10). Sedangkan menurut Onong U. Effendy (1984 : 6), komunikasi adalah peristiwa penyampaian ide manusia. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu. Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society dalam Effendy (2005: 10), mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni : -
Komunikator ( communicator, source, sender )
-
Pesan ( message )
-
Media ( channel, media )
Universitas Sumatera Utara
-
Komunikan ( communicant, communicatee, receiver, recipient )
-
Efek (effect, impact, influence)
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
2.1.2. Komunikasi Massa Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak tersebar, heterogen dan menimbulkan media alat-alat elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan sesaat. Maka komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan menggunakan media elektronik khususnya televisi merupakan komunikasi massa (Rakhmat, 1991 : 189). Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004 : 3), yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang ( mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masnyarakat industri (Ardianto, 2004 : 4). Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C (Nurudin, 2006 : 12) disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan
Universitas Sumatera Utara
yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen. Luas disini berarti lebih besar daripada sekadar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen. Berdasarkan
pengertian
tentang
komunikasi
massa
yang
sudah
dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.
2.1.3. Ciri-Ciri Komunikasi Massa Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, kita dapat mengetahui ciri-ciri komunikasi massa. Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2004: 19), ciri-ciri dari komunikasi massa adalah :
1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antarberbagai macam unsur dan bekerja sama satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini menyerupai sebuah
Universitas Sumatera Utara
sistem. Sistem itu adalah sekelompok orang, pedoman, dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut : (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasannya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis. 2. Komunikasi dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, komunikan terdiri dari beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan yang beragam, dan memiliki agama atau kepercayaan ynag berbeda pula. Herbert
Blumer
pernah
memberikan
ciri
tentang
karakteristik
audience/komunikan sebagai berikut: a. Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat. b. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. Di samping itu, antarindividu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal 3. Pesannya Bersifat Umum. Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakan pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Ketika melihat televisi misalnya, karena televisi ditujukan untuk dinikmati oleh orang banyak, pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata populer bukan kata-kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah merupakan monopoli kelompok tertentu. 4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah Pada media massa, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bias langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. 5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan Salah satu ciri komunikasi massa selanjutnya adalah adanya keserempakan dalam proses penyebaran pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. 6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik).
Universitas Sumatera Utara
Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak terlepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini telah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronik seperti televisi. Bahkan saat ini sudah sering televisi melakukan siaran langsung (live) dan bukannya siaran yang direkam (recorded). 7. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper Gatekeeper
atau
yang
sering
disebut
penapis
informasi/palang
pintu/penjaga gawang, adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan-pesannya. Intinya, gatekeeper merupakan pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki, semakin banyak pula (pemalang pintu atau penapis informasi) yang dilakukan. Bahkan, bisa dikatakan, gatekeeper sangat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan.
2.1.4. Fungsi Komunikasi Massa Pembahasan fungsi komunikasi telah menjadi diskusi yang cukup penting, terutama konsekuensi komunikasi melalui media massa. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001), terdiri dari surveillance (pengawasan),
Universitas Sumatera Utara
interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan). a. Surveillance (Pengawasan) Funsi pengawasan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: (1) Pengawasan Peringatan (Warning or Beware Surveillance) Fungsi ini terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angina topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi, atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman itu. (2) Pengawasan Instrumental (Instrumental Surveillance) Funsi ini merupakan penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang diputar di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru dan sebagainya, adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. b. Interpretation (Interpretasi) Funsi ini erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya menyajikan data dan fakta, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi siaran.
Universitas Sumatera Utara
c. Linkage (Hubungan) Media massa mampu menggabungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Misalnya, hubungan para pemuka partai politik dengan para pengikutnya ketika membaca berita surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu (Effendy, 1992 : 30). d. Transmission of value (Penyebaran nilai-nilai) Funsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu pada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambar masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan pada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya. e. Entertainment (hiburan) Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Mengenai hal ini memang jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrikrubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, cerita besambung, atau cerita bergambar. Dari paparan di atas, funsi-fungsi komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat fungsi, yakni: - menyampaikan informasi (to inform) - mendidik (to educate)
Universitas Sumatera Utara
- menghibur (to entertain) - mempengaruhi (to influence)
2.1.5. Efek Komunikasi Massa Setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek muncul dari seseorang yang menerima pesan komunikasi baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Dalam penelitian efek komunikasi massa, media massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi ada saat lain ketika media dianggap sedikit bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan dalam memandang efek dari media massa tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada umumnya kita lebih tertarik kepada apa yang dilakukan media kepada kita daripada apa yang kita lakukan pada media massa. Contohnya, kita ingin mengetahui untuk apa kita membaca surat kabar, mendengar radio, atau menonton televisi. Tetapi kita tidak mau tahu bagaimana surat kabar, radio, atau televisi dapat menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Donald K. Robert mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Ardianto, 2004 : 48) Menurut Onong Uchyana Effendy (1993) dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, yang termasuk dalam efek komunikasi massa adalah Efek Kognitif (Cognitive effect), Efek Afektif (Affective effect), serta Efek Konatif yang sering juga disebut Efek Behavioral (Behavioral effect).
Universitas Sumatera Utara
a. Efek Kognitif Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bigung menjadi lebih jelas. b. Efek Afektif Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. Perasaan akibat terpaan media massa itu bisa bermacam-macam, senang hingga tertawa terbahak-bahak, sedih hingga mencucurkan air mata, dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak di dalam hati. c. Efek Konatif Efek ini bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas, efek konatif sering juga disebut dengan efek behavioral. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek afektif.
2.2. Motif Penggunaan Media Menurut teori behaviorisme “ low of effects “ prilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulangi, artinya kita tidak akan menggunakan media massa bila media massa tersebut tidak memberikan pemuasan pada kebutuhan kita. Jadi jelaslah kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif – motif tertentu ( Rakhmat, 2001 : 207 ). Sehingga
Universitas Sumatera Utara
sangat jelas apabila seseorang menggunakan media massa karena ada dorongan oleh motif – motif tertentu. Sebelimnya kita perlu memahami apa itu motif. Motivasi adalah pernyataan dari dalam berupa gerakan yang sering muncul sebelum melakukan tingkah laku, hubungan antara motivasi dan tingkah laku sangat berdekatan. Seseorang dapat bertingkah laku dan seseorang juga bisa termotivasi untuk bertingkah laku. Idealnya, kita tidak hanya berpengalaman tinggi dalam gerakan, tetapi kita juga berkesempatan untuk bertingkah laku dengan maksud memenuhi kebutuhan (Epstein, 2004 : 2) Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku kearah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi. Motivasi, merupakan keadaan dalam diri individu yang mendorong perilaku kearah tujuan (Walgito, 2002 : 168-169) Motif merupakan suatu pengantar yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu. Setiap individu pasti memiliki motif yang berbeda-beda dalam melakukan sesuatu. Perbedaan motif ini juga berlaku pada perilaku pengguna media. Berbedanya motif seseorang dalam menggunakan media menimbulkan perbedaan pula dalam tingkat kepuasan yang didapat individu dalam menggunakan media. Semakin sesuai pesan komunikasi dengan motivasi semakin besar pula kemungkinan komunikasi tersebut dapat diterima dengan baik oleh komunikan (Ardianto, 2004 : 87)
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar apakah orang-orang memilih media? Wilbur Schramm dari Universitas Stanford menawarkan jawaban sementara atas pertanyaan itu. Ia mengajukan dua prinsip yang menjadi dasar pemilihan, yakni prinsip kemudahan dan prinsip harapan memperoleh sesuatu (Peterson, 2003 : 311) 1. Prinsip Kemudahan Schramm menyatakan bahwa pendengar, pembaca atau pemirsa memilih suatu media yang paling mudah diperolehnya. Dijelaskannya bahwa manusia memang cenderung memilih yang gampang-gampang saja, dan ini diterapkan pula dalam pemilihan media. Selama medianya tersedia, khalayak akan memilih yang paling dekat dalam jangkauannya. Biaya juga termasuk dalam prinsip ini, bila sebuah keluarga sudah menghabiskan sekian ratus dollar untuk membeli televisi, mereka tidak akan tertarik bergabung dalam klub membaca atau berlangganan koran atau majalah baru. Walaupun menjadi bahan pertimbangan, memang ada orang yang mau berjalan jauh untuk menemukan koran yang disukainya, atau sengaja berputarputar dengan mobilnya hanya untuk mendengarkan radio. Namun umumnya orang menikmati media pada waktu-waktu tertentu yang tidak merepotkannya. Contohnya, banyak ibu-ibu rumah tangga yang mendengarkan radio hanya disaat mereka memasak atau membersihkan rumah. 2. Prinsip Harpan Imbalan Schramm menjelaskan bahwa prinsip ini bahwa orang-orang akan memilih media yang menurut harapannya akan memberikan imbalan terbesar. Schramm sendiri mendefinisikan dua macam imbalan, yakni imbalan langsung dan imbalan
Universitas Sumatera Utara
yang tertunda. Jika seseorang merasa senang dengan membaca suatu artikel, maka ia memperoleh imbalan langsung. Jika seseorang membaca artikel tentang meningkatnya kriminalitas lalu bersikap lebih hati-hati, maka ia memperoleh imbalan yang tertunda. Adanya kebutuhan akan menimbulkan dorongan atao motif tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ada beberapa motif individu dalam menggunakan media (Ardianto, 2004), yaitu: 1) Kebutuhan Kognitif Kebutuhan yang berkaitan dengan usaha untuk memperkuat informasi, pengetahuan serta pengertian tentang lingkungan kita. Kebutuhan ini timbul karena adanya dorongan-dorongan seperti rasa ingin tahu dan penjelajahan pada diri sendiri. 2) Kebutuhan Afektif Kebutuhan
yang
berhubungan
dengan
usaha
memperkuat
pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan dan emosional. 3) Kebutuhan Integrasi Sosial Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. 4) Kebutuhan Akan Pelarian Berkaitan dengan hasrat ingin melarikan diri dari kenyataan, pelepasan emosi, ketegangan, masalah, dan kebutuhan akan hiburan.
Universitas Sumatera Utara
5) Kebutuhan Pribadi Secara Integratif Berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual, yang diperoleh dari hasrat akan harga diri. Kelima motif tersebut yang menjadikan khalayak aktif dalam memilih atau menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Perbedaan motif akan mempengaruhi perbedaan pola khalayak dalam menggunakan media. Mengapa orang-orang mau memberi perhatian kepada media? Jawaban sinis akan mengatakan karena orang-orang itu tidak bisa menghindari media. Jawaban yang lebih akurat akan menjelaskan bahwa media massa diperhatikan karena dapat memuaskan kebutuhan akan keinginan khalayak. Setiap orang menggunakan media secara berbeda. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status sosio ekonomi mempengaruhi alasan seseorang menggunakan media (Peterson, 2003 : 313)
2.3. Pengetahuan Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui berkenaan dengan suatu hal. Menurut Albert Bandura, media massa dianggap sebagai agen sosialisasi pengetahuan dan kebudayaan yang utama disamping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib. Berdasarkan wacana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media massa, dalam hal ini tabloid mempunyai pengaruh yang besar untuk meningkatkan pengetahuan pembacanya.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan akan sepak bola dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui oleh komunikan, dalam hal ini mahasiswa FISIP USU, mengenai berbagai hal tentang sepak bola. Ada beberapa komponen yang dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana pengetahuan mahasiswa bertambah dalam bidang sepak bola, yaitu: a) Preview dan review pertandingan sepak bola : ulasan mengenai pertandingan sepakbola, baik sebelum maupun sesudah pertandingan dilakukan b) Jadwal pertandingan sepak bola : informasi mengenai waktu pelaksanaan pertandingan sepak bola c) Hasil pertandingan sepak bola : informasi mengenai hasil-hasil dari pertandingan sepak bola yang telah dilaksanankan d) Profil pemain sepak bola : informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan seorang pemain sepak bola
2.4. Tabloid dan Taboid Bola Sebagai Media Massa Tabloid adalah kumpulan berita-olahan atau berita investigatif, artikel, berita atau iklan yang terbit berkala (biasanya tiap minggu), dan dicetak dalam kertas yang ukurannya lebih kecil daripada plano (broadsheet). Penerbitan tabloid di Barat (tempat asal lahirnya) dilandasi semangat sensasional (disebut juga jurnalisme
got),
karena
pemberitaannya
yang
sensasional,
transparan,
mengerahkan narasumber, dan menggemparkan khalayak pembaca. (Wahyu Wibowo, 2006:24)
Universitas Sumatera Utara
Tabloid awalnya diterbitkan sebagai bagian dari penerbitan surat kabar non reguler, yaitu surat kabar yang tidak terbit setiap hari sebagaimana surat kabar pada umumnya. Tabloid dijadikan wadah untuk memuat berita-berita yang dianggap kurang penting, seperti berita olahraga, selebritas, kesehatan, dan lain sebagainya. Tabloid Bola adalah tabloid olahraga Indonesia yang terbit dua kali dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat. Tabloid ini merupakan tabloid olahraga yang populer dan bisa dibilang merupakan pelopor dalam penerbitan media massa bertema olahraga di Indonesia. Bola awalnya terbit sebagai sisipan harian Kompas pada 3 Maret 1984 namun empat tahun kemudian mulai diterbitkan terpisah. Hingga tahun 1997, Bola hanya diterbitkan sekali seminggu, yaitu pada hari Jumat. Tabloid Bola mempunyai fokus pada berita-berita sepak bola dan sering mengirimkan wartawannya untuk meliput ajang-ajang olahraga di luar negeri, termasuk Piala Dunia FIFA. Masthead tabloid Bola dan rancangan halaman depannya telah banyak dikopi tabloid-tabloid olahraga sejenis di Indonesia. Selain tabloid Bola, tabloid Bola kini juga diterbitkan dalam format majalah: Bola Vaganza, yang membahas tentang sepak bola namun lebih terfokus pada artikel-artikel non-berita, dan Bola Sports, yang mempunyai fokus pada cabang olahraga lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Teori Taksonomi Bloom Kata Taksonomi diambil dari bahasa Yunani, yakni “tassein” berarti untuk mengklasifikasikan dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Hampir semua – benda bergerak, benda diam, tempat dan kejadian – dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi). Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Taksonomi Bloom berujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum di dalamnya yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Sesuai dengan judul penelitian ini maka yang dibahas hanya kawasan kognitif saja. Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, dan sikap (Winkel, 1999 : 53). Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedang hasil belajar bersifat actual. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam memudahkan memahami dan mengukur perubahan perilaku,
Universitas Sumatera Utara
maka perilaku kejiwaan manusia dibagi menjadi tiga domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap proses belajar mempengaruhi perubahan perilaku. Tergantung pada tujuan pendidikannya, perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berupa domain kognitif, afektif, atau psikomotorik (Purwanto, 2005 : 147) Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relative lama dan merupakan hasil pengalaman. Perubahan dalam setiap domain atau ranah, tidaklah tunggal. Setiap domain terdiri dari beberapa jenjang hasil belajar, dari mulai yang paling rendah dan sederhana sampai dengan yang paling tinggi dan kompleks. Tingkatan disusun dalam sebuah taksonomi yang mencerminkan tingkat kompleksitas jenjang. Menurut Taksonomi Bloom, tahapan seseorang hingga ia memiliki skill terhadap pengetahuan tertentu dimulai dari tahapan kognitif, di mana pada tahapan ini seseorang berproses untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya. Lalu, akan naik ke tahap afektif, yaitu seseorang akan tertarik untuk melakukan adopsi-inovasi. Terakhir, seseorang sampai pada tahap psikomotor, di mana ia benar-benar mempraktikkan pengetahuan yang baru itu, sehingga ia memiliki skill yang baik. Inilah tahapantahapan yang akan dilalui seseorang dari tahapan unskill sampai ke tahapan skill terhadap suatu pengetahuan tertentu yang dikemukakan oleh Bloom.
Universitas Sumatera Utara
Psikomotor
Afektif
Kognitif
Sumber: Adaptasi dari Budiantoro, 2009 : 3
Gambar 2 Tahapan Taksonomi Bloom
2.5.1 Kawasan Kognitif Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi seorang siswa. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan, dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali informasi atau mengingat ketika informasi tersebut diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena belajar melibatkan otak, maka perubahan perilaku akibatnya juga terjadi dalam otak berupa kemampuan tertentu oleh otak untuk menyelesaikan masalah (Purwanto, 2005 : 159). Kawasan atau ranah kognitif meliputi tujuan pendidikan yang berkenaan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir. Dalam kawasan kognitif ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat hierarkial,
Universitas Sumatera Utara
dimulai dari jenjang yang paling bawah yaitu pengetahuan sampai ke jenjang yang paling tinggi yaitu evaluasi. Artinya jenjang dibawah menjadi prasyarat untuk jenjang diatasnya. Jenjang yang dibawahnya itu harus dicapai lebih dahulu agar dapat mencapai jenjang yang diatasnya. Penerapan konsep jenjang taksonomi tujuan tersebuat dapat kita jumpai dalam proses pengembangan tes objektif untuk tujuan-tujuan instruksional yang berada dalam kawasan kognitif. Dalam proses tersebut perlu membuat kisi-kisi (blue print) tes. Salah satu model kisi-kisi yang biasa digunakan orang mengandung kolom pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Berikut ini penjelasan setiap jenjang taksonomi tujuan pendidikan dalam kawasan kognitif, yakni: 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan meliputi perilaku-perilaku (behaviours) yang menekankan pada mengingat (remembering). Mengingat terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan ide, fenomena atau peristiwa, istilah, fakta, tanggal, nama orang, metode, proses, pola, struktur, rumus, peraturan, defenisi, atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis atau upaya untuk mengingat. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal meliputi kemampuan mengetahui sekaligus menyampaikan ingatan bila diperlukan. Hasil dari pengetahuan merupakan tingkatan paling rendah dalam ranah kognitif.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemahaman (Comprehension) Pemahaman
didefenisikan
sebagai
kemampuan
untuk
memahami
materi/bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi/bahan ke materi/bahan lain. Seseorang yang mampu memahami sesuatu antara lain dapat menjelaskan narasi (pernyataan kosa kata) ke dalam angka, dapat menafsirkan sesuatu melalui pernyataan dengan kalimat sendiri atau dengan rangkuman. Pemahaman dapat juga
ditunjukkan
dengan
kemampuan
memperkirakan
kecenderungan,
kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah. Di antara taksonomi kawasan kognitif, jenjang pemahaman paling banyak digunakan, baik pada jenjang perguruan tinggi maupun jenjang pendidikan di bawahnya. Alasannya adalah karena jenjang pemahaman merupakan dasar yang sangat menentukan untuk mempelajari dan menguasai jenjang-jenjang taksonomi di atasnya seperti penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi atau bentuk yang lebih terintegrasi seperti pemecahan masalah (Suparman, 2001 : 81). 3. Penerapan (Aplication) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi konkret, nyata, atau baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan pengetahuan, aturan, rumus, konsep, prinsip, hokum, dan teori ke dalam praktek memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini, tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis (Analysis) Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan atau menguraikan (breakdown) materi atau konsep ke dalam bagian-bagian atau komponenkomponen yang lebih terstruktur atau lebih rinci dan mudah dimengerti. Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan hubungan antar bagian tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan menganalisis, seseorang harus mampu memahami isi/substansi sekaligus struktur organisasinya. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Kemampuan ini meliputi memproduksi bentuk komunikasi yang unik dari segi tema dan cara mengomunikasikannya, mengajukan proposal penelitian, membuat model atau pola yang mencerminkan struktur yang utuh dan menyeluruh dari keterkaitan pengertian atau informasi abstrak. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku kreatif dengan mengutamakan perumusan pola atau struktur yang baru dan unik. 6. Evaluasi (Evaluation) Penilaian merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji nilai suatu materi (pernyataan, novel, puisi, laporan penelitian) untuk tujuan tertentu. Karena membuat penelitian, maka prosesnya menggunakan criteria atau standar
Universitas Sumatera Utara
untuk mengatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif, ekonomis, atau memuaskan. Penelitian didasari dengan criteria yang terdefenisikan. Kriteria terdefenisi ini mencakup criteria internal (organisasi) atau criteria eksternal (terkait dengan tujuan) yang telah ditentukan. Peserta didik dapat menetukan kriteria sendiri atau memperoleh criteria dari nara sumber. Hasil belajar penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi unsure-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk melakukan pengujian yang sarat nilai dan kejelasan kriteria.
2.6. Teori Ketergantungan (Dependency Theory) Teori ketergantungan (Dependency Theory) adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu (Saverin and Tankard, 1992: 264). Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Teori ini juga menunjukkan bahwa orang memiliki beberapa ketergantungan kepada media, dan bahwa ketergantungan ini berbeda dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, dan dari budaya ke budaya. Ball-Rokeach dan Defleur mengatakan bahwa dalam masyarakat perkotaan, khalayak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap informasi di media massa. Konsisten dengan teori-teori yang menekankan khalayak sebagai penentu media, model ini memperluhatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai tuuannya, tapi mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama besar. Besarnya ketergantungan seseorang terhadap media ditentukan dari dua hal: Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Teori ini memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara khalayak, media dan sistem sosial yang besar serta hubungannya dengan efek.. Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sistem Sosial
Media
Khalayak
Efek Kognitif Afektif Behavioral
Gambar 3 Hubungan Khalayak, Media dan Sistem sosial
Universitas Sumatera Utara
Hubungan ketiga unit ini mempengaruhi tinggi rendahnya ketergantungan khalayak terhadap media. Dalam masyarakat, elemen yang berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan informasi adalah jumlah gangguan, konflik, dan perubahan. Bila ada banyak perubahan dalam masyarakat, maka ada juga banyak ketidakpastian dalam publik. Pada saat itu, ketergantungan khalayak terhadap media sangat tinggi. Jadi kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan informasi terhadap media. Media dapat berkembang dan dapat merespon kebutuhan khalayak serta kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam masyarakat perkotaan media dapat melayani sejumlah fungsi, termasuk memberikan informasi, hiburan, dan lain sebagainya. Semakin banyak media melayani fungsi-fungsi dalam masyarakat, maka semakin tinggi tingkat ketergantungan terhadap media tersebut. Pada akhirnya kubutuhan informasi khalayak yang bervariasi menentukan media mana yang dipilihnya untuk memenuhi kubutuhannya akan informasi. Ada khalayak yang memiliki kepentingan besar di bidang olahraga maka dia alan memilih media yang menyediakan banyak informasi mengenai olahraga. Dalam teori dependensi efek komunikasi massa yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur (Sendjaja, 2002: 26) memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecendrungan terjadinya suatu efek media massa. Di sini media massa dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Pemikiran dalam teori ini adalah bahwa di dakam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
modern, khalayak menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan, dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakat. Dalam teori ini menjelaskan bahwa tingkat ketergantungan ini dipengaruhi oleh jumlah kondisi struktural dan apa yang dilakukan oleh media massa sebagai pelayanan berbagai fungsi informasi. Ada tiga komponen yang saling berhubungan dalam teori ini, yaitu khalayak, sistem media dan sistem sosial. Menurut Sendjaja (2002: 27), dari hubungan ketiga komponen tersebut kita dapat melihat efek tersebut dalam rumusan: 1. Efek kognitif, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. 2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca tabloid atau majalah, mendengar radio, menonton televisi, timbul perasaan tertentu pada khalayak. 3. Efek behafiorial, bersangkutan dengan niat, upaya, tekad, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek behavioral tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif. Bila dikaitkan dengan judul penelitian, maka yang dialami oleh komunikan hanya sampai pada efek kognitif saja.
Universitas Sumatera Utara