BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN PENANAMAN MODAL ASING DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
2.1
Pengertian Perseroan Terbatas Perseroan
sebagai
badan
hukum
(rechtspersoon,
legal
entity).Merupakan landasan untuk memudahkan menangkap makna substansi yang diatur dalam batang tubuh UUPT 2007. Yang mana dijelaskan dalam pasal (angka 1) UUPT 2007, berbunyi: Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undag – undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Disamping itu juga terdapat adanya pengertian dari pendapat parah ahli, disini saya akan menyebutkan salah satunya yaitu dari pendapat Sri Redjeki Hartono memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas adalah “ sebuah persekutuan untuk menjelaskan perusahan tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu, masing – masing berisikan jumlah uang tertentu pula, ialah jumlah nominal, sebagaimana ditetapkan dalam akta notaris pendiriannya”18
18
Sri Redjeki Hartono, Bentuk-bentuk kerja sama dalam Dunia Niaga, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, 1980. h.47
21
Elemen pokok yang melahirkan suatu perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity), harus terpenuhi syarat – syarat berikut: 1. Merupakan Persekutuan Modal Perseroan merupakan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akta Pendirian atau AD Perseroan.19 Besarnya modal dasar perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT 2007, terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2. Didirikan Berdasarklan Perjanjian Pendirian perseroan sebagai persekutuan modal di antara pendiri dan atau pemegang saham, harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata khususnya Bab Kedua, Bagian Kesatu tentang ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319) dan bagian kedua tentang syarat – syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337), serta Bagian Ketiga tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341). Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebnih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Adapun yang dimaksud dengan orang menurut Penjelasan dimaksud, adalah: 19
Syahrul, S.E., Muhammad Afni Nazar, S.H., Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Citra Harta Prima Jakarta, Cetakan Pertama, 2000, hlm. 98.
22
(1) orang perseorangan (naturlijke person, natural person) baik warga negara maupun “orang asing”, (2) badan hukum Indonesia atau badan hukum asing. Selanjutnya menurut pasal 1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan (overeenkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid, competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu (bepaldeonderwerp, fixed subject matter), dan suatu sebab yang halal (geoorloofdeoorzaak, allowed cause). 3. Melakukan Kegiatan Usaha. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUPT 2007, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.Seterusnya pada Pasal 18 UUPT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu harus dicantumkan dalam AD Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Berikut adalah penjelasan menurut pasal 18 yaitu : a. Kegiatan usaha harus “dirinci” secara jelas dalam AD, b. Dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang – undang 4. Lahirnya
Perseroan
Melalui
Proses
Hukum
Dalam
Bentuk
Pengesahanm Pemerintah. Kelahiran Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity), karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum (created
23 by legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Itu sebabnya perseroan disebut mahluk badan hukum yang berwujud artificial (kumstmatig, aritificial) yang dicipta negara melalui proses hukum: a. Untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan, b. Apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroanyang bersangkutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk berstatus sebagai badan hukum oleh Pemerintah, dalam hal ini MENHUK & HAM. Dengan demikian proses kelahirannya sebagai badan hukum, mutlak didasarkan pada keputusan pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada pasal 7 ayat (2) UUPT 2007 yang berbunyi: Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
2.2
Pengertian Penanaman Modal Asing Untuk memehami lebih jauh apa yang dimaksud dengan terminology penanaman modal asing dalam UU Penanaman Modal , maka perlu kiranya diuraikan apa yang dimaksud dengan “modal” (capital), dan “penanaman modal” (investor), serta “penanaman modal” (investment) dalam konteks penanaman modal asing. penanaman modal berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU Penanaman Modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanam
24
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia sedangkan penanaman modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri. Penanam modal dalam negeri diartikan sebagai perorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara republik Indonesia atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara republik Indonesia,
sedangkan
“penanam
modal
asing”
diartikan
sebagai
perseroangan warga negara asing, badan usaha asing dan atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal asing di wilayah negara republik Indonesia. Pembedaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalama negeri jelas dikaitkan dengan pihak yang melakukan penanaman modal dan asal dari modal tersebut.“modal asing” dalam pasal 1 angka (8) UU Penanaman Modal” didefinisikan sebagai modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. apabila ditinjau lebih jauh sebenarnya pemaknaan “modal asing” dalam pasal 1 angka (8) UU Penanaman Modal tidak terlalu tepat, karena terminologi “modal asing” mencakup juga modal yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
25
modalnya oleh pihak asing atau dengan kata lain modal yang dimiliki oleh perusahaan PMA. Yang dapat di kategorikan sebagai modal asing adalah penyertaan modal oleh pihak penanam modal asing secara langsung pada perusahaan PMA, dan tidak mencakup penyertaan modal asing yang bersifat tidak langsung. Kalaupun penyertaan modal perusahaan PMA tersebut pada perusahaan lain dikategorikan sebagai penanaman modal asing, maka sebaiknya ditentukan nilai persentase minimum dari penyertaan modal yang dilakukan oleh perusahaan PMA tersebut. yang bahwasannya penanaman modal yang dilakukan oleh pihak asing (pemodal asing) atau pihak asing yang berpatungan dengan pihak local (penanaman modal asing), dimana penanaman modal asing itu bersifat langsung dan tidak mencakup penanaman modal asing yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan usaha Indonesia.20
2.3
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance Prinsip
Good
Corporate
Governance(GCG)
telah
terimplementasikan sejak awal pendirian sebuah perusahaan.Pemilikan izin, organ-organ perusahaan (direksi atau komisaris) merupakan bukti telah diaplikasikannya Good Corporate Governance dalam tataran yang minimal. Tidak perlu adanya pemaksaan ataupun perintah lagi sebuah perusahaan untuk memiliki direksi, komisaris, modal, anggaran dasar atau anggaran
20
David kairupan, op.cit. h.26
26
rumah tangga dan mungkin perusahaan, mengingat bahwa sifat alamiah dari perusahaan adalah demikian, maka hal-hal yang demikian wajib dimiliki dengan sendirinya.bila implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah merupakan sebuah pilihan, maka dalam batasan tertentu pilihan tadi ditransformasiokan sebagai sebuah kewajiban. Dalam hal terjadi persinggungan
antara
kepentingan
perusahaan
dengan
kepentingan
maysarakat luas, maka penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut harus dibuat menjadi
suatu
keharusan
(mandatory).
Keharusan
tersebut
mengimplikasikan penjabaran prinsip-prinsip GCG ke dalam peraturan perundang-undangan dan pengimplementasian menjadi lebih efektif pada akhirnya. Dalam kontesk tumbuhnya kesadaran akan arti penting governance ini, Organization for economic Corporation and Development (OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan dapat diterapkan secara luwes (fleksibel) dengan keadaan, budaya, dan tradisi dimasin-masing budaya. Para pelaku pasar modal prinsip-prinsip ini
dapat
menjadi
guidance
atau pedoman dalam
mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan. Prinsip prinsip OECD mencakup lima bidang utama: hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya; peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya; atau secara ringkas prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum secara ringkas: perlakuan
27
yang
setara
(transparency),
(equitable
threatment
akuntabilitas
atau
(accountability),
fairness), dan
transparansi responsibilitas
(responsibility). 1. Fairness (Kewajaran) Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepad apemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informais yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas; membuat perdoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam, selfdealing, dan konflik kepentingan; menetapkan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, dan Komite, termasuk sistem remunerasi; menyajikan informasi secara wajar/pengungkapan penuh material apa pun; mengedepankan Equal Job Opportunity. Namun dalam kenyataannya pengelolaan pemegang saham dalam perusahaan juga berkaitan dengan hak untuk turut serta dalam prosedur voting dalam pemilihan direksi, penggunaan perwakilan dalam proses voting, dan kemampuan pemegang saham untuk memberikan gagasan-gagasan dalam rapat pemegang saham dan untuk mengadakan RUPS luar biasa.21
21
Hasnati, op.cit, hlm 66.
28
2. Diclosure dan Transparency (Transparasi) Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan dan tepat pada waktunya mengenai perusahan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahanperubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memeperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemnegang kepentingan (stakeholders).
Prinsip
ini
diwujudkan
antara
lain
dengan
mengembangkan sistem akuntansi (accounting system) yang berbasiskan standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas dan mengembangkan enterprise risk management yang memastikan bahwa semua risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur, dan dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas. Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan ini, maka dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor atau stakeholder tidak memperoleh informasi atau fakta material yang ada.22 3. Accountability (Akuntabilitas) Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif (effective oversight) berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan Komisaris, dan auditor. Prinsip ini 22
Bismar Nasution, “Prinsip Keterbukaan dalam Good Corporate Governance” jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Nomor 6, Tahun 2003, hlm 6.
29
diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keungan (Financial Statement) pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat; mengembangkan komite audit dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris; mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi Internal Audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice (bukan sekedar audit). Transformasi menjadi “risk-based” Audit; menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan (dispute); penegakan hukum (sistem penghargaan dan sanksi); menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesionalisme). Direksi disini tidak boleh memiliki kepentingan pribadi dalam mengambil keputusan dan bertindak secara aktif, baik dan berdasarkan pada informasi yang diperoleh secara menyeluruh.23 4. Responsibility (Responsibilitas) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang saham kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Ini merupakan tanggung jawab korporasi sebagai anggota masyarakat yang tunduk dengan hukum dan bertindak denga memperhatikan kebutuhankebutuhan masyarakat sekitarnya. Dan juga dalam prinsip responsibilitas ini seorang direksi perusahaan tidak hanya bertugas semata-mata untuk
23
Hasnati, op.cit, hlm 69
30
menjalankan bisnis peruahaan sehari, membuat laporan keuangan, mengikuti seluruh aturan hukum yang berlaku, tetapi mengharapkan agar direksi dapat memenuhi kehendak masyarakat di lingkungannya, dan memenuhi kepentingan seluruh stakeholders.24 Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang menyadari akan adanya tanggung jawab professional dan menjunjung etika; memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
24
Munir Faudy, op.cit, hlm 79.