6
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Good Corporate Governance (GCG) GCG merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku umum. Terdapat beberapa pengertian dari beberapa pakar mengenai definisi dari GCG ini yang tertuang dalam Tunggal (2010) diantaranya: 1. Good
Corporate
mengendalikan
Governance
perusahaan
agar
adalah terjadi
upaya
mengarahkan
keseimbangan
dan
kekuatan
kewenangan di antara para pengelola perusahaan (Cadbury,1992). 2. Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengaturan hak (rights), termasuk kendali di dalam maupun di luar manajemen secara keseluruhan. Yang dimaksud dengan rights itu sendiri adalah hak yang dimiliki oleh para stakeholders (CEPS yang dalam Tunggal, 2010). 3. Good Coporate Governance kerap diartikan sebagai checks and balance antara kewenangan para pengambil keputusan di dalam perusahaan, antara manajemen, direktur, stakeholders, karyawan dan stakeholders yang lain (OECD yang dalam media Akuntansi, 2000). GCG merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan norma, etika, budaya, dan aturan yang berlaku. GCG sebagai struktur, mengatur pola hubungan harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham, dan Stakeholder lainnya. GCG sebagai sistem, berfungsi sebagai pengawasan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat mencegah munculnya pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. GCG sebagai proses, terwujudnya transparansi atas penentuan tujuan perusahaan dan pencapaian tujuannya (CGPI,2010).
6
7
Landasan penerapan GCG pada perusahaan secara umum dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) Tahun 2001 sebagai pedoman implementasi GCG. Sedangkan landasan hukum bagi perusahaan di bawah status kementerian Badan Hukum Milik Negara dikeluarkan oleh Kepmen BUMN No. 117/M-MBU/2002 yang mengatur tentang penerapan praktik GCG. 2.2. Manfaat Implementasi GCG Manfaat yang dirasakan oleh perusahaan dalam mengimplementasikan GCG adalah (Setiawan,2007) : 1. Meningkatkan kepercayaan publik 2. Meminimalisasi cost of capital, artinya perusahaan yang dikelola dengan baik dan sehat akan menciptakan suatu referensi positif bagi pihak kreditor. Kondisi sangat berperan dalam meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman. 3. Menciptakan nilai budaya kerja yang harmonis diantara Organ Perusahaan 4. Menciptakan citra yang baik (good corporate image) 5. Maksimalisasi nilai pemilik saham (shareholder value maximization) Tjager tahun 2003 mengemukakan manfaat pengimplementasian GCG adalah: 1. Meningkatkan jumlah investor 2. Meningkatkan citra perusahaan Citra adalah total persepsi terhadap suatu objek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu 3. Kelengkapan organ perusahaan 4. Meningkatkan keuntungan perusahaan 5. Meningkatkan kepercayaan stakeholders 6. Meningkatkan pertumbuhan dan pangsa pasar perusahaan 7. Meningkatkan modal perusahaan 8. Menjunjung etika bisnis Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Etika perusahaan menyangkut hubungan
7
8
perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya, misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat. Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan meninmbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dengan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang (Toruan, 2003). Perusahaan-perusahaan yang bersandarkan pada etika akan memperoleh pemasukan dalam bentuk uang yang sangat banyak sebagai hasil dari proses yang lebih cepat, lebih baik dalam negosiasi dengan pelanggan, supplier, dan pekerja (Dirgantoro, 2001). Etika Korporasi terbagi menjadi 3 yaitu immoral management, amoral management, dan moral management. Immoral management merupakan tingkatan terendah dalam etika bisnis suatu perusahaan artinya perusahaan tidak mengindahkan moralitas dan hukum dalam internal perusahaan maupun aktivitas bisnisnya. Amoral management merupakan tingkatan dimana perusahaan telah mengetahui tentang moralitas dan hukum namun berbuat amoral dalam kegiatan bisnisnya. Moral management merupakan tingkatan tertinggi dalam etika bisnis karena
perusahaan
mengindahkan
moralitas
dan
hukum
dalam
menjalankan aktivitas bisnis maupun internal perusahaan. 2.3. Permasalahan dan Tantangan Implementasi GCG Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam pengimplementasian GCG adalah (Setiawan,2007) : 1. Kesadaran akan manfaat GCG belum menyatu dalam diri individu yang ada dalam Organ Perusahaan (Dewan Komisaris, Direksi, dan Pemegang saham) 2. Belum lengkapnya infra structure dan soft structure sebagai tools dalam penerapan GCG sehingga membutuhkan biaya besar (mahal) 3. Masih adanya praktik pengelolaan perusahaan oleh pemegang saham mayoritas atau pengendali sehingga memungkinkan terjadinya benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan dan keterbukaan informasi 4. Budaya
perusahaan,
karena
masih
banyak
menghadapi
berbagai
ketidakpastian dalam iklim usaha, maka para pengusaha lebih bertumpu
8
9
pada short term strategy dibandingkan tujuan mencapai long term strategy sehingga GCG adalah “barang mahal”. 2.4. Prinsip-Prinsip GCG Komite Nasional Kebijakan Governance atau disingkat KNKG merupakan komite yang menciptakan prinsip-prinsip bagi dunia usaha dalam menerpakan GCG. Prinsip-prinsip GCG ini harus diterapkan pada setiap aspek bisnis dan disemua jajaran perusahaan. KNKG menyebut prinsip Corporate Govenance sebagai asas Corporate Governance. Berikut ini lima asas yang tercantum di Pedoman Umum GCG (KNKG, 2006): 1. Transparency (Transparansi) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Accountability (Akuntabilitas) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibility (Responsibilitas) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
9
10
4. Independency (Independensi) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 2.5. Audit Internal Filosofi dari sistem audit adalah melakukan scanning untuk melihat apakah inisiatif yang telah dibuatkan rencana aksinya efisien dan efektif dilakukan. Sistem audit digunakan sebagai alat untuk melakukan kontrol terhadap implementasi dan konsistensi dari implementasi proses. Secara harfiah sistem audit mengandung pengertian sebagai pengujian ‘sistematik’ dan ‘mandiri’ untuk menetapkan apakah kegiatan improvement dan hasil yang berkaitan sesuai dengan rencana aksi dan tujuan yang direncanakan dan apakah pengaturan-pengaturan yang disebut ini diterapkan secara efektif dan sesuai untuk mencapai tujuan. Pengertian ‘sistematik’ adalah audit direncanakan melalui pendekatan yang telah ditetapkan dengan menggunakan suatu standar manajemen audit guna pengaturan yang lebih baik. Sedangkan untuk pengertian ‘mandiri’ adalah personil yang melakukan audit adalah independen artinya harus berasal dari luar bagian yang diaudit sehingga hasil auditnya akan objektif dan terbebas dari pengaruh pihak lain (Wibowo, 2004). Divisi Audit merupakan divisi khusus yang dibentuk agar perusahaan dapat mengetahui hasil dari pengimplementasian prinsip-prinsip GCG pada perusahaan. Pengadaan Divisi Audit telah tertuang dalam Bapepam No.SE03/PM/2000 dan surat Bursa Efek Jakarta no:Kep.339/BEJ/07-2001 tertanggal 20 Juli 2001, bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang terdaftar di publik dan Surat Ketetapan Menteri no:117/2002 bagi SoEs (State Owned Enterprises) di Indonesia, dengan jelas menyatakan 3 prinsip utama dari peran dan responsibilitas Komite Audit (Tjager et al,2003, p.46):
10
11
1. Disclosure perusahaan, khususnya yang terkait dengan disclosure keuangan 2. Praktik kontrol internal perusahaan 3. Praktik corporate governance perusahaan Audit Internal menurut konsorsium organisasi profesi audit internal di Indonesia adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi
dan
meningkatkan
efektivitas
pengelolaan
risiko,
pengendalian, dan proses governance (Tunggal, 2010). Beberapa istilah umum dalam audit menurut Wibowo tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1. Auditee Adalah organisasi yang diaudit 2. Auditor Adalah orang yang berkualifikasi untuk melaksanakan audit/ orang yang melaksanakan audit 3. Lead Auditor Adalah auditor yang ditunjuk untuk memimpin suatu audit 4. Conformity (Kesesuaian) Adalah memenuhi persyarataan yang ditetapkan 5. Non-Conformity (Ketidaksesuaian/deviasi) Adalah tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan 6. Observation/ Remark Adalah opini auditor untuk menyampaikan suatu kondisi yang pada saat itu tidak menyalahi persyaratan, tetapi jika dibiarkan dapat mengarah pada ketidaksesuaian 7. Objective Evidence (Bukti Nyata) Adalah informasi yang dapat membuktikan kebenaran, berdasarkan fakta yang diperoleh melalui pengamatan, pengukuran, atau sarana lain.
11
12
Dalam menerapkan audit internal, terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh internal auditor yaitu Kode Etik Auditor Internal. Kode Etik Auditor Internal meliputi (Tunggal, 2007) : A. Principles 1. Integrity Integritas seorang audit sangat berkaitan dengan faktor kepercayaan (trust), oleh karena hal itulah yang akan merupakan landasan untuk menilai kebenaran atas pertimbangan keputusan yang diambilnya. 2. Objectivity Auditor internal harus dapat menunjukkan obyektivitas maupun profesionalismenya
dalam
mengumpulkan,
mengevaluasi
dan
mengkomunikasikan informasi yang diperoleh dalam pemeriksaan/ penelitian yang dilakukannya, serta tidak terpengaruh oleh faktor subyektivitas maupun kepentingan pribadinya. 3. Confidentiality Auditor internal sangat menjunjung tinggi faktor kerahasiaan serta sangat menjaga nilai, dan kepemilikan informasi yang diperolehnya hanya dapat diungkapkan kepada pihak yang berhak kecuali ada kewajiban yang didukung dan dilandasi faktor legal. 4. Competency Auditor internal akan menerapkan pengetahuan, keahlian dan pengalamannya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas internal auditing. B. Rules of Conduct 1. Integrity a. Auditor internal akan melaksanakan tugasnya secara jujur, bertanggung jawab dan teliti. b. Auditor
internal
akan
memperhatikan
aturan
hukum
dan
mengungkapkan segala hal yang diharapkan baik oleh ketentuan hukum maupun profesi.
12
13
c. Auditor internal tidak akan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum
atau
terlibat
pada
hal-hal
yang
bersifat
mendiskreditkan profesi internal auditing maupun organisasinya. d. Auditor internal akan menghargai dan mendukung tujuan organisasi yang sesuai dengan aturan hukum dan memperhatikan etika. 2. Objectivity a. Auditor internal tidak akan terlibat dalam kegiatan yang dapat merusak suatu penilaian yang obyektif (unbiased assessment), dan kegiatan lainnya yang sifatnya bertentangan dengan kepentingan organisasi. b. Auditor internal tidak akan menerima sesuatu apapun yang dapat merusak atau dapat mengganggu keputusan maupun pertimbangan yang dibuat berdasarkan profesionalisme. c. Auditor
internal
akan
melaporkan
segala
sesuatu
yang
diketahuinya secara lengkap, karena apabila tidak demikian dapat mengurangi makna atau bobot dari laporan atas kegiatan penelaahan yang dilakukannya. 3. Confidentiality a. Auditor internal akan menjaga semua informasi yang diperoleh selama proses pemeriksaan secara baik dan benar. b. Auditor internal tidak akan mempergunakan informasi yang diperolehnya untuk kepentingan pribadi maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan aturan hukum maupun etika organisasi. 4. Competency a. Auditor internal hanya akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dimilikinya. b. Auditor internal akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar yang berlaku yakni Standards for the Professional Practice of Internal Auditing. c. Auditor
internal
akan
selalu
meningkatkan
kemahirannya,
efektivitas dan kualitas pekerjaannya secara terus menerus.
13
14
Sedangkan Kode Etik menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal adalah: 1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya. 2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum. 3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya. 4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan
yang
dapat
menimbulkan
prasangka,
yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif. 5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau patut diduga dapat, mempengaruhi pertimbangan profesionalnya. 6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi professional yang dimiliki. 7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal. 8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. 9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu
14
15
fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan yang diriviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. 10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan professional berkelanjutan. 2.6. Lingkup Penugasan Audit Internal Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh (Tunggal, 2008). 1. Pengelolaan Risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko siginifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2. Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern, secara berkesinambungan. 3. Proses Governance A. Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi. b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas. c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.
15
16
d. Secara
efektif
mengkoordinasikan
kegiatan
mengkomunikasi informasi di antara
dari,
pimpinan,
dan
dewan
pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. B. Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi. 2.7. Proses Audit Internal Proses audit internal pada prinsipnya merupakan serangkaian tahapan pelaksanaan audit yang dimulai sejak penerimaan penugasan sampai dengan terbitnya laporan hasil audit. Secara garis besar, proses audit
internal
dibagi
ke
dalam
enam
tahapan
yaitu
(http://www.sai.ugm.ac.id): Persiapan Penugasan
Survey Audit Pendahulu an
Pelaksanaan Pengujian
Penyelesaian Penugasan Audit
Pelaporan Hasil Audit
Pemanatauan Tindak Lanjut
Gambar 1. Tahapan-tahapan dari Proses Audit (Zamzami, 2010) 1. Persiapan Penugasan Audit Adalah proses awal yang dilaksanakan pada proses audit. Dalam tahap ini dimulai dengan penunjukkan tim yang akan terlibat dalam suatu penugasan oleh Satuan Audit Internal. 2. Survey Audit Pendahuluan Adalah proses yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai risiko dari suatu unit yang akan diperiksa. Oleh karena itu survey pendahuluan di sini meliputi langkah-langkah analisis terhadap risiko mikro yang terkait dalam suatu unit yang akan diaudit. 3. Pelaksanaan Pengujian Adalah tahapan yang bertujuan untuk mencari bukti yang akan menguatkan informasi yang diperoleh pada survey pendahuluan. Bukti tersebut harus ditemukan secara cermat, akurat dan tepat terkait dengan temuan audit atau kesimpulan audit.
16
17
4. Penyelesaian Penugasan Adalah tahapan terakhir dari proses pekerjaan lapangan. Dalam tahap ini auditor mematangkan berbagai temuan yang telah dirangkum selama proses pekerjaan lapangan. Di sini auditor memperoleh keyakinan yang memadai bahwa temuan yang dirangkumnya telah dijalankan sesuai prosedur, obyektif dan independen. 5. Pelaporan Hasil Audit Laporan hasil audit ini merupakan media untuk menyampaikan permasalahan serta temuan berikut dengan rekomendasi yang terdapat dalam suatu unit kepada manajemen unit tersebut. 6. Pemantauan Tindak Lanjut Tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh auditee terkait dengan pelaksanaan rekomendasi yang telah diberikan. Efektivitas
sistem
audit
internal
dapat
ditelusuri
dengan
mengetahui bagaimana proses audit yang telah dilakukan oleh komite audit internal. Berdasarkan proses di atas, proses audit internal dapat dijabarkan menjadi empat tahapan yang masing-masingnya memiliki penjelasan seperti pada gambar 2 (Wibowo, 2004) : Alur Aktivitas Internal Audit I.
Penetapan Program 1. Keputusan/ komitmen Manajemen
7. Pembuka
4. Penentuan waktu, auditor, auditee
3. Penunjukkan
IV. Tindak Lanjut 12. Perencanaan tindakan perbaikan
8. Audit
5. Menyiapkan kertas kerja: form check-list & form laporan
2. Ruang lingkup tujuan, waktu
personil
IIIa. Pelaksanaan
II. Perencanaan
9. Penutup IIIb. Pelaporan
13.Pelaksanaan tindakan perbaikan
14. Review efektivitas
10. Penyiapan
6. Konfirmasi pelaksanaan kepada Auditee
11.Penyampaian
15. Review manajemen
Gambar 2. Alur Aktivitas Internal Audit (Wibowo, 2004)
17
18
2.8. Tujuan dan Fungsi Audit Internal Tujuan utama dari audit internal adalah menemukan kecurangan sebelum kecurangan tersebut dideteksi oleh pemeriksa eksternal selama pemeriksaan tahunan. Tujuan lain yang ingin dicapai oleh audit internal adalah (Tunggal,2010) : 1. Kebenaran dan kelengkapan informasi kegiatan perusahaan. 2. Penyesuaian dan penerapan kebijakan perusahaan, rencana kerja, prosedur dan hal-hal yang diwajibkan dan hal-hal yang mencakup hukum dan peraturan yang berlaku. 3. Menjaga aset perusahaan terhadap penggunaan yang salah atau sewenang-wenang oleh pihak yang tidak berkepentingan. 4. Efektivitas, efisiensi dan kelengkapan organ operasi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. 5. Internal control tersebut harus mencakup pengendalian aktivitas perusahaan, pengendalian aktiva perusahaan, bentuk informasi dan komunikasi (terutama keuangan), pengendalian yang berkelanjutan atau monitoring,
pengendalian
lingkungan
kerja
dan
sekeliling,
pengendalian terhadap budaya dan risiko yang diambil. Penerapan audit internal pada suatu perusahaan memiliki tujuan lain. Menurut Bayangkara tahun 2008 adapun tujuan audit internal adalah: 1. Menilai keandalan laporan keuangan 2. Menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana, dan prosedur 3. Menilai pengendalian internal organisasi 4. Menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya 5. Program peninjauan terhadap konsistensi hasil dengan tujuan organisasi Auditor internal memiliki peran yang penting dalam rangka CG. Adapun fungsi utama dari auditor internal adalah menjamin berjalannya prosedur sebagaimana yang seharusnya dan mencegah terjadinya transaksi keuangan dan kecurangan lain yang menyimpang. Oleh sebab itu, Dewan direksi harus menyadari bahwa auditor internal adalah salah satu agen yang sangat penting dalam perusahaan. Pekerjaan auditor internal
18
19
seharusnya digunakan sebagai validasi informasi yang diberikan oleh manajemen senior. Adapun fungsi Audit Internal adalah sebagai berikut (Tunggal 2008): Professional Practice Framework: attributes, performance, implementation, guidance (Practices aids & involving issue) Approach: systematic & disciplined
Principles & rules of conduct: integrity, objectivity, confidentiality & competency
Code of ethic
Independent, objective, assurance, consulting Activity
IA Functi on Coverage
Evaluate & improve effectiveness of risk management, control & governance process
Objectiv e
Add value and improve an organization’s operations
Mission
Help an organization accomplishes its objectives
Gambar 3 Fungsi Audit Internal (Tunggal, 2008) a. Independent Konsep independensi merupakan hal yang fundamental. Auditor internal melaksanakan tugas secara bebas dan objektif, auditor internal tidak dapat bertahan apabila dia tidak objektif. Dengan kebebasannya, memungkinkan auditor internal untuk melaksanakan tugasnya dengan tidak berpihak. b. Assurance and Consulting Peran yang utama dari auditor internal adalah memberikan assurance/keyakinan bahwa perusahaan dapat atau tidak dapat mengelola risiko dengan baik dengan melihat apakah pengendalian yang ada dapat mengatasi risiko. Assurance/keyakinan ini bukan bersifat mutlak, karena walaupun penelaahan sudah dilakukan secara profesional, masih saja terdapat kemungkinan tidak teridentifikasinya risiko yang nyata.
19
20
Sedangkan fungsi konsultasi dari efisiensi audit internal merupakan perubahan yang mendasar dalam peran audit internal. Perubahan ini secara jelas menunjukkan bahwa audit internal merupakan suatu divisi konsultasi yang lebih matang dari sebelumnya. Dalam konsultasi tersebut audit juga harus mempertimbangkan pengaruh dari risiko. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal tahun 2004, penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal
secara
periodik
serta
pemantauan
internal
yang
berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standard dan Kode Etik Audit Internal. c. Designed to add value Sebagai sebuah jasa audit, auditor harus berbasis pada auditee dan mengerti akan kebutuhan perusahaan sehingga jasa yang diberikan harus dapat memberikan manfaat pada perusahaan. Hal ini harus menjadi perhatian utama dari kepala audt internal. d. Improve an organization’s operations Hal ini merupakan cara pandang audit yaitu pengembangan yang terus menerus. Audit internal ada untuk membuat segalanya lebih baik dan tidak untuk menyelidiki orang. e. Systematic, Disciplined Approach Audit internal saat ini menjadi suatu profesi yang matang. Artinya profesi ini mempunyai satu standar profesional yang jelas dan dapat dipakai sebagai guidelines dalam memberikan jasa yang berkualitas. Suatu ukuran keprofesionalan adalah perusahaan dapat mengharapkan auditornya untuk menerapkan pendekatan yang sistematik dan disiplin. Baik itu pekerjaan konsultasi maupun
20
21
assurance, Institute of Internal Auditor (IIA) performance standard mengharuskan agar kepala audit internal membuat kebijakan dan prosedur untuk memberi pedoman dalam aktivitas audit internal. f. Risk Management, control and governance process Manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance merupakan cakupan dari kerja audit internal. Perusahaan yang tidak mengembangkan sistem yang kuat dari ketiga unsur ini dalam jangka panjang akan banyak menemui kesulitan dalam pencapaian tujuan. CG dideskripsikan sebagai bagaimana cara perusahaan diarahkan dan dikendailkan. 2.9.Penerapan GCG pada Perusahaan Hal utama dalam penerapan GCG yaitu terdapatnya organ perusahaan yang terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi. Perusahaan yang telah memiliki organ perusahaan maka termasuk pada perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG. Adapun rincian tugas organ perusahaan adalah: 1. Rapat Umum Pemegang Saham
Prinsip Dasar RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi.
21
22
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Pengambilan keputusan RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1.1.Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS harus terdiri dari orang-orang yang patut dan layak (fit and proper) bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki
Komite
Nominasi
dan
Remunerasi,
dalam
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus mempertimbangkan
pendapat
komite
tersebut
yang
disampaikan oleh Dewan Komisaris kepada mereka yang mempunyai hak untuk mengajukan calon kepada RUPS. 1.2.Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan
Dewan
Komisaris
dan
Direksi,
perlu
dipertimbangkan kualitas laporan yang berhubungan dengan GCG. 1.3.Bagi perusahaan yang memiliki Komite Audit, dalam menetapkan auditor eksternal harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang disampaikan kepada Dewan Komisaris. 1.4.Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundangundangan mengharuskan adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha perusahaan, keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan wajar para pemangku kepentingan. 1.5.Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan. 2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan dan dengan memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan persiapan yang
22
23
memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk itu: 2.1.Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara RUPS sesuai dengan peraturan perundangundangan; 2.2.Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal, waktu dan tempat RUPS; 2.3.Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal
panggilan
RUPS,
sehingga
memungkinkan
pemegang saham berpartisipasi aktif dalam RUPS dan memberikan suara secara bertanggung jawab. Jika bahan tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan; 2.4.Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung; 2.5.Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah tersebut. 3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. 2. Dewan Komisaris
Prinsip Dasar Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan
23
24
dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan
melaksanakan
GCG.
Namun
demikian,
Dewan
Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: a. Komposisi
Dewan
Komisaris
harus
memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. b. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki
kemampuan
sehingga
dapat
menjalankan
fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah
memperhatikan
kepentingan
semua
pemangku
kepentingan. c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris 1.1.Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan
kompleksitas
perusahaan
dengan
tetap
memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. 1.2.Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota
24
25
Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan
perusahaan,
untuk jangka
waktu
tertentu
termasuk dalam kategori terafiliasi. 1.3.Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. 1.4.Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. 1.5.Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri. 2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris a. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
25
26
2.2.Anggota
Dewan
Komisaris
dilarang
memanfaatkan
perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain. 2.3.Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya. 2.4.Anggota
Dewan
Komisaris
harus
memahami
dan
melaksanakan Pedoman GCG ini. 3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris 3.1.Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundangundangan, pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat. 3.2.Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian sementara, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS. 3.3.Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi. 3.4.Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik secara bersama-sama dan atau sendirisendiri
berhak
mempunyai
akses
dan
memperoleh
informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.
26
27
3.5.Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka. 3.6. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS. 3.7.Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite. Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan,
sekurang-kurangnya
harus
membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan. 4. Komite Penunjang Dewan Komisaris 4.1. Komite Audit a) Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlak umum, (ii) struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksana-
kan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
27
28
b) Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris; c) Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan,
Komite Audit diketuai oleh Komisaris
Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan. 4.2. Komite Nominasi dan Remunerasi a) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris
dan
Direksi
serta
sistem remunerasinya; b) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris
dan
Direksi
dan
mengusulkan
besaran
remunerasinya:. Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar; c) Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
28
29
kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan; d) Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam RUPS. 4.3. Komite Kebijakan Risiko a. Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan; b. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan. 4.4. Komite Kebijakan Corporate Governance a. Komite
Kebijakan
Corporate
Governance
bertugas
membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility); b. Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan; c. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi. 5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris 1.1.Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi. Laporan pengawasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari
29
30
laporan tahunan yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan. 1.2.Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Dewan Komisaris sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan. 1.3.Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG. 3. Direksi
Prinsip Dasar Direksi
sebagai
organ
perusahaan
bertugas
dan
bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares
adalah
mengkoordinasikan
kegiatan
Direksi.
Agar
pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: 1. Komposisi
Direksi
harus
sedemikian
rupa
sehingga
memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
30
31
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman
serta
kecakapan
yang
diperlukan
untuk
menjalankan tugasnya. 3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan. 4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Komposisi Direksi 1.1.Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. 1.2.Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Direksi dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. 1.3.Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. 1.4.Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
31
32
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi 2.1.Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas
sehingga
pelaksanaan
fungsi
pengelolaan
perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik. 2.2.Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain. 2.3.Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya. 2.4.Anggota Direksi harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini. 3. Fungsi Direksi Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 (lima) tugas
utama
yaitu
kepengurusan,
manajemen
risiko,
pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial. 3.1. Kepengurusan a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar; b. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien; c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan; d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab tetap berada pada Direksi; e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah
32
33
dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja. 3.2. Manajemen Risiko a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan; b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa baru, harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko; c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap pengendalian risiko. 3.3. Pengendalian Internal a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan. b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan
mengelola
dana
masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal; c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan: (i) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan; (ii) memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko; (iii) melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap
33
34
peraturan
perusahaan,
pelaksanaan
GCG
dan
perundangundangan; dan (iv) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal; d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan
kerja
pengawasan
internal
mempunyai
hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit. 3.4. Komunikasi a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi Sekretaris Perusahaan; b. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah: (i) memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan; dan (ii) menjamin tersedianya informasi
yang
boleh
diakses
oleh
pemangku
kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan; c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan
mengelola
dana
masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh
terhadap
kelestarian
lingkungan,
harus
memiliki Sekretaris Perusahaan yang fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor (investor relations); d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan
(compliance)
menjamin
kepatuhan
34
tersendiri, terhadap
fungsi
untuk
peraturan
35
perundangundangan
dilakukan
oleh
Sekretaris
Perusahaan; e. Sekretaris Perusahaan atau pelaksana fungsi Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan disampaikan pula kepada Dewan Komisaris. 3.5. Tanggung Jawab Sosial a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan,
Direksi
harus
dapat
memastikan
dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan; b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 4. Pertanggungjawaban Direksi 4.1. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG. 4.2. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS. 4.3. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
memungkinkan
pemegang
saham
melakukan
penilaian. 4.4. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota Direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan
35
36
atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan. 4.5. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas
pengelolaan
perusahaan
dalam
rangka
pelaksanaan asas GCG. 2.10. Penelitian Terdahulu Teguh Aditia Pratama (2010) melakukan penelitian mengenai hubungan budaya korporat dengan implementasi Good Corporate Governance pada PT Saung Mirwan Bogor. Dihasilkan bahwa pelaksanaan Good Corporate Governance di PT Saung Mirwan berjalan dengan baik dan terdapat hubungan yang positif antara pemahaman budaya korporat dengan implementasi Good Corporate Governance. Nila P, Vitriyanti (2008) melakukan penelitian mengenai Hubungan Pengendalian Intern dengan Good Corporate Governance pada beberapa BUMN yang ada di Bandung. DIhasilkan bahwa pelaksanaan pengendalian intern yang baik berimplikasi pada praktik manajemen yang baik.
36