BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN, KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA, “LELANG JABATAN”, SISTEM MERIT, APARATUR SIPIL NEGARA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Kewenangan 2.1.1 Asas Legalitas dan Wewenang Pemerintahan Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem Kontinental.1 Asas legalitas ini juga terdapat dalam hukum pidana yang terkenal dengan ungkapan nullum delictum sine praevia lege poenali. Kemudian asas legalitas ini digunakan dalam bidang Hukum Administrasi Negara yang memiliki makna, “Dat het bestuur aan de wet is onder worpen” (bahwa pemerintah tunduk kepada undangundang). Asas legalitas ini merupakan prinsip negara hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan “Het beginsel van wetmatigheid van bestuur” yakni prinsip keabsahan pemerintahan.2 Kaitanya dengan kewenangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
asas
legalitas
merupakan
dasar
dalam
setiap
penyelenggaraan
pemerintahan. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan
1 2
Ridwan H.R., op. cit, h. 90. Ibid., h. 91.
1
2
pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian substansi dari asas legalitas adalah wewenang, yakni “Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan- tindakan hukum tertentu.3 Kita perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegheid), walaupun dalam praktek pembedaanya tidak selalu dirasa perlu. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh undang-undang) atau Kekuasaan Ekskutif Administratif.4 Pengertian mengenai wewenang dan kewenangan secara yuridis juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU AP). Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU AP yang dimaksud dengan wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian yang dimaksud dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU AP adalah kekuasaan badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
3
Ibid., h. 97-98. Prajudi Atmosudirdjo, 1994, Hukum Administrasi Negara, Cet. 10, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 78. 4
3
2.1.2 Sumber dan Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan Seiring
dengan
pilar
utama
negara
hukum,
yaitu
asas
legalitas
(legaliteitsbeginsel atau het beginselen van wetmatigheid van bestuur), maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.5 Telah disebutkan dan dijelaskan di muka bahwa kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-perundangan itu secara teoritik, dapat diperoleh melalui tiga cara yaitu dengan cara atribusi, delegasi, dan mandat. Pengertian mengenai atribusi, delegasi, dan mandat secara normatif dapat kita temukan dalam UU AP. Atribusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 22 UU AP yaitu pemberian kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UndangUndang. Adapun yang dimaksud dengan delegasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU AP adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada
penerima
delegasi.
Sedangkan
yang
dimaksud
dengan
mandat
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 UU AP yaitu pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan
5
Ridwan H.R., op. cit, h. 101.
4
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat. Philipus M. Hadjon membuat perbedaan delegasi dan mandat yang dapat dijelaskan ke dalam tabel berikut ini.6 Mandat a. Prosedur Pelimpahan
Dalam
hubungan
atasan–bawahan biasa
kecuali
secara tegas
Delegasi rutin Dari
:
suatu
organ
hal pemerintahan
dilarang organ
lain
kepada :
peraturan
dengan
perundang-
undangan b. Tanggung jawab dan Tetap tanggung gugat
pada
mandat
pemberi Tanggung
jawab
dan
tanggung gugat beralih kepada delegataris
c.
Kemungkinan
pemberi
si Setiap
saat
menggunakan menggunakan
wewenang itu lagi
wewenang dilimpahkan itu.
dapat Tidak sendiri menggunakan
dapat kembali
yang wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas “contrarius actus”.
6
Ibid., h.107.
5
2.2 Tinjauan Umum Tentang Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) 2.2.1 Latar Belakang Pembentukan KASN KASN merupakan sebuah lembaga baru dalam sistem kepegawaian di Indonesia yang diamanatkan pembentukanya oleh UU ASN. KASN sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 19 UU ASN adalah sebuah lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Lebih lanjut dalam Pasal 27 UU ASN menyebutkan bahwa “KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa”. Keberadaan dari lembaga KASN ini dirasa sangat diperlukan ditengah-tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap profesionalisme dari aparatur pemerintahan serta kinerja birokrasi pemerintah baik di instansi pusat maupun daerah. Salah satu persoalan mendasar dalam sistem kepegawaian di Indonesia saat ini adalah pekerjaan tempat PNS mengabdi saat ini belum dipandang sebagai sebuah profesi yang mulia, harus dihormati, dijaga, dan dijadikan dasar dalam berbagai kebijakan dan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Keadaan inilah yang melatarbelakangi pembentuk undang-undang untuk mengamanatkan pembentukan KASN dalam UU ASN. Kehadiran KASN dalam sistem kepegawaian di Indonesia juga dapat memberikan perlindungan kepada PNS yang selama ini kerapkali menjadi korban dari kesewenang-wenangan pejabat atasan. Terutama pada instansi daerah seringkali terjadi politisasi terhadap jabatan birokrasi. Banyak pejabat
6
struktural yang menduduki jabatan tanpa kompetensi serta kemampuan yang mumpuni melainkan hanya mengandalkan kedekatan dengan kepala daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (selanjutnya disebut PPK). Sehingga prinsip the right man on the right place tidak pernah terwujud. Selain itu proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum juga sering menimpa PNS. Disinilah kemudian KASN memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka menghadang kesewenang-wenangan dari pejabat atasan sehingga agenda reformasi birokrasi diharapkan dapat terwujud. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dibentuknya KASN. Adapun tujuan dibentuknya KASN yaitu untuk menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN; mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dam berfungsi sebagai sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia; mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yag efektif, efisien, dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan; menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan masyarakat; dan mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya pencapaian kinerja. 2.2.2 Kedudukan, Fungsi, dan Kewenangan KASN KASN berkedudukan di ibukota negara. KASN berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, serta penerapan
7
Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajeman ASN pada Instansi Pemerintah. Untuk menjalankan semua fungsi dan tugasnya tersebut maka KASN diberikan kewenangan. Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU ASN menyatakan bahwa KASN berwenang : a. mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi ; b. mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN ; c. meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; d. memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan e. meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. KASN terdiri dari 7 (tujuh) orang komisioner yang diseleksi secara kompetitif baik dari unsur pemerintah dan/atau unsur non pemerintah. Setiap warga negara dapat menjadi anggota KASN apapun latar belakangnya, apakah dari LSM, akademisi, profesional, birokrat, atau aktifis sepanjang memenuhi persyaratan dapat mencalonkan diri sebagai anggota KASN. Untuk menjamin independensi dan netralitas KASN, anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU ASN. Pasal 38 ayat (2) UU ASN menyatakan bahwa “Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. warga negara Indonesia;
8
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; d. tidak sedang menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik; e. mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; f. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia; g. berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang manajemen sumber daya manusia; h. tidak merangkap jabatan pemerintahan dan/atau badan hukum lainnya; dan i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap”. KASN dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya juga dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional keahlian. Disamping itu KASN juga dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang kepala sekretariat. Untuk percepatan operasionalisasi KASN, telah diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 Tentang Sekretariat, Sistem Dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, Serta Tanggung Jawab Dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut Perpres No. 118). Perpres ini telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Ketua KASN Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat KASN. Eksistensi lembaga seperti KASN sebenarnya sudah ada dalam UU Kepegawaian, yaitu disebut dengan Komisi Kepegawaian Negara. Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) UU Kepegawaian bahwa untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
9
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dalam penjelasan dari Pasal 13 ayat (3) UU Kepegawaian ini menyebutkan bahwa Komisi Kepegawaian Negara untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya secara objektif, maka kedudukanya bersifat independen. Kalau kemudian kita bandingkan dengan KASN yang ada sekarang maka KASN juga dibentuk sebagai sebuah lembaga yang independen. Namun karena berbagai faktor, sejak diberlakukannya UU Kepegawaian sampai dengan dicabutnya Undang- Undang tersebut, Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud tidak pernah terbentuk. Hal ini harus menjadi catatan bagi pemerintah dan seluruh stakeholders untuk bersama-sama mengawal jangan sampai KASN bernasib sama dengan Komisi Kepegawaian Negara. 2.3 Tinjauan Umum Tentang “Lelang Jabatan” 2.3.1 Peristilahan dan Perkembangan Istilah “Lelang Jabatan” Penting bagi penulis untuk terlebih dahulu memberikan penjelasan yang gamblang terhadap istilah “lelang jabatan” dalam tinjauan umum ini sekadar untuk menghindari kesalahan persepsi di kemudian hari. Peristilahan dalam dunia hukum merupakan suatu hal yang harus benar-benar diperhatikan, terlebih ketika kita membahasakan ke dalam konteks peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya istilah “lelang jabatan” bukan merupakan bahasa hukum. Istilah “lelang jabatan” tidak akan kita temukan secara eksplisit (letterlijk) dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya peraturan perundangundangan di bidang hukum kepegawaian. Istilah lelang jabatan semakin populer di
10
kalangan masyarakat, terutama sejak Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mewacanakan lelang jabatan camat dan lurah di wilayahnya.7 Kalau kita mencoba untuk mencarikan padananya dalam perspektif administrasi publik maka istilah “lelang jabatan” yang dipopulerkan oleh Joko Widodo pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, memiliki pengertian yang sama dengan open recruitment atau open bidding. Baik open recruitment maupun open bidding atau ada yang menyebut dengan lelang jabatan sebenarnya bukan hal baru dalam perspekif administrasi publik. Dalam konsep New Public Management (NPM), metode ini sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara barat, seperti Singapura dan New Zealand, namun dengan penyebutan istilah dan nama yang berbeda-beda di masing-masing negara.8 Seperti yang telah disebutkan di muka bahwa istilah “lelang jabatan” bukanlah bahasa hukum. “Lelang jabatan” merupakan sebuah cara atau mekanisme yang digunakan dalam melakukan pengangkatan dan penempatan PNS dalam jabatan struktural atau jabatan yang lebih tinggi melalui seleksi yang sifatnya terbuka. Penempatan PNS tidak selalu berarti penempatan pegawai baru tetapi bisa pula berarti sebagai promosi, mutasi, dan demosi. Promosi adalah
7
Samiaji, 2014, Open Recruitment Pengisian Jabatan Struktural : Pengalaman Dki Jakarta Dan Kota Samarinda, h. 51, URL : http://inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446500_BungaRampai_6.samiaji.4.pdf, diakses tanggal 5 November 2015. 8 Ibid., h.53.
11
penempatan pegawai pada jabatan yang lebih tinggi dengan wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih tinggi pula. 9 Dalam konteks hukum kepegawaian yang di dalamnya mencakup manajemen kepegawaian sebagaimana diatur dalam UU Kepegawaian yang telah dicabut maupun Manajemen ASN sebagaimana diatur dalam UU ASN maka istilah “lelang jabatan” ini sebenarnya memiliki pengertian yang sama dengan promosi jabatan yaitu promosi jabatan secara terbuka. Jadi istilah “lelang jabatan” dalam konteks hukum sebenarnya lebih tepat disebut dengan istilah promosi jabatan secara terbuka. Walaupun demikian, dalam perkembangannya, promosi jabatan secara terbuka ini mengalami serangkaian perubahan istilah namun tetap memiliki pengertian yang sama. Sejauh pengamatan penulis setidaknya terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut promosi jabatan secara terbuka yang tersebar ke dalam beberapa instrumen hukum dan peraturan perundangundangan. Promosi jabatan secara terbuka dalam PP No. 13 Tahun 2002 digunakan istilah Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, pada Kementrian Keuangan pernah juga melakukan promosi jabatan secara terbuka yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.01/2008 tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural melalui Pencalonan Terbuka di Lingkungan Departemen Keuangan. Adapun di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) serta Lembaga 9
Miftah Thoha I, op.cit., h. 58.
12
Administrasi Negara (LAN) juga pernah melakukan promosi terbuka, terutama untuk Eselon I. Promosi jabatan dilakukan pula untuk memilih kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan kepala LAN. Bupati Jembrana Prof. I Gede Winasa dan Walikota Samarinda Syaharie Ja’ang menerapkan promosi jabatan eselon II, III dan IV secara terbuka. Kemudian dalam S.E. KEMENPAN-RB No. 16 Tahun 2012 menggunakan istilah pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka. Namun perkembangan yang paling menarik tatkala Gubernur DKI Joko Widodo menggunakan istilah “Lelang Jabatan” terhadap seleksi terbuka bagi Camat dan Lurah. Istilah “lelang jabatan” ini kemudian menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat dan menjadi istilah bagi the man in the street
tatkala
menyebut promosi jabatan secara terbuka. Perkembangan terakhir setelah pemerintah melakukan perubahan besar dalam bidang hukum kepegawaian dengan mengesahkan UU ASN maka muncul istilah baru untuk menyebut promosi secara terbuka khusus untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (selanjutnya disebut JPT) yang dalam BAB IX UU ASN menggunakan judul Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi. Pasal 108 ayat (1) UU ASN menyatakan bahwa, “Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan uraian singkat mengenai peristilahan dari “lelang jabatan” atau promosi jabatan secara terbuka yang telah diuraikan dimuka, terlepas dari
13
perkembanganya, fenomena “lelang jabatan” di DKI menginspirasi penulis untuk menggunakan istilah “lelang jabatan” dalam judul tulisan ini. Mengingat istilah “lelang jabatan” sudah begitu dikenal luas di kalangan masyarakat (the man in the street) sehingga dalam tulisan ini untuk menyebut istilah open recruitment maupun open bidding, promosi jabatan secara terbuka, pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, dan pengisian JPT secara terbuka akan digunakan istilah “lelang jabatan” dengan menempatkan pada konteksnya. 2.3.2 Konsep dan Kebijakan “Lelang Jabatan” Konsep “lelang jabatan” atau open recruitment maupun open bidding sebelumnya sudah sempat disinggung secara singkat. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa “lelang jabatan” sebenarnya bukan hal baru dalam perspektif administrasi publik. Dalam konsep New Public Management (NPM), metode ini sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara Barat, seperti Singapura dan New Zealand. Kita sering mendengar istilah fit and proper test dalam hal pengangkatan seseorang kedalam jabatan-jabatan yang tergolong level pimpinan. Demikian halnya dengan konsep “lelang jabatan” ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan fit and proper tersebut. Tujuannya adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas yang memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu sehingga dapat menjalankan tugas yang lebih efektif dan efisien.10 “Lelang Jabatan” merupakan salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi, kolusi dan 10
Samiaji, op.cit., h. 53.
14
nepotisme (KKN) karena rekrutmen jabatan dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan dilakukan oleh pihak yang netral dan kompeten melakukan seleksi. Tujuan lain dari “lelang jabatan” ini adalah untuk mengikis image negatif PNS yang selama ini melekat di masyarakat, yaitu PNS malas dan berkinerja rendah yang diakibatkan budaya birokrasi yang masih primordial dan cenderung feodal, budaya dilayani bukan melayani sehingga membuat PNS berorientasi kekuasaan.11 Euphoria reformasi yang telah membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimana salah satunya kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, hal ini secara tidak langsung akan membuat PNS yang ada di daerah menjadi terkotak-kotak. Kepala Daerah terpilih akan cenderung memilih dan menempatkan orang-orang yang menjadi tim pemenanganya untuk duduk dalam jabatan-jabatan struktural di birokrasi pemerintah daerah. Namun ketika persyaratan untuk menduduki jabatan ditentukan dengan jelas prosesnya,
terbuka,
melalui
proses
kompetisi
terbuka
tentunya
dapat
menghindarkan dari praktek politisasi birokrasi dan apabila ini dapat lakukan dengan sungguh-sungguh, maka insentif bagi PNS untuk terlibat dalam politik praktis dalam rangka memenangkan calon kepala daerah bisa kita hindarkan.12
11 12
Ibid., h. 54. Ibid.
15
Disamping itu apabila pola “lelang jabatan” dilakukan dengan benar, maka akan dapat mendorong mobilitas PNS antar tingkat pemerintahan dan antar sektor.13 Berkaitan dengan kebijakan “lelang jabatan” ini di Indonesia mulai diterapkan dengan dikeluarkanya S.E. KEMENPAN-RB No. 16 Tahun 2012 yang dalam salah satu bagianya menyatakan bahwa sesuai Grand Design Reformasi Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi Program Percepatan Reformasi Birokrasi salah satu diantaranya adalah Program Sistem Promosi PNS secara terbuka. Sehubungan dengan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, guna lebih menjamin para pejabat struktural memenuhi kompetensi jabatan yang diperlukan oleh jabatan tersebut, perlu diadakan promosi PNS atau pengisian jabatan berdasarkan sistem merit dan terbuka, dengan mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan. Perkembangan terakhir setelah disahkanya UU ASN maka kebijakan “lelang jabatan” ini telah diadopsi pula dalam UU ASN ini khususnya dalam mekanisme pengisian JPT sebagaimana diatur dalam BAB IX UU ASN mulai dari Pasal 108 sampai dengan Pasal 115. 2.4 Tinjauan Umum Tentang Sistem Merit 2.4.1 Pengertian Sistem Merit Lahirnya UU ASN dianggap sebagai keberhasilan reformasi birokrasi yang membawa perubahan mendasar dalam manajemen sumber daya ASN. Perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa pegawai ASN merupakan suatu profesi yang memiliki kewajiban untuk melakukan pengembangan diri dan wajib 13
Ibid.
16
mempertanggungjawabkan kinerja serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN. Lalu apa yang dimaksud dengan sistem merit tersebut. Selama ini kita mengenal sistem merit itu diterapkan di kalangan birokrasi. Sistem ini menekankan kepada profesionalisme bagi pengisian jabatan-jabatan birokrasi. Seseorang yang mempunyai kompetensi dan keahlian sesuai yang dibutuhkan oleh suatu jabatan bisa diangkat untuk menduduki jabatan tersebut. Cara semacam ini lazimnya dipergunakan untuk memilih seseorang untuk jabatanjabatan karier birokrasi, semisal dirjen, sekjen, deputi, kepala biro, dan lain sebagainya.14 Secara normatif pengertian dari sistem merit dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka 22 UU ASN. Pasal 1 angka 22 UU ASN menyatakan bahwa “Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan”. Sistem merita (Merit System) merupakan salah satu sistem yang terdapat dalam administrasi kepegawaian. Secara teoritik sistem merit berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang pegawai dalam usaha mengangkat dan mendudukan pada jabatan tertentu. Sistem ini lebih bersifat objektif, karena dasar pertimbangan
14
107.
Miftah Thoha, 2012, Birokrasi & Politik di Indonesia, Cet. 9, Rajawali Pers, Jakarta, h.
17
kecakapan yang dinilai secara objektif dari pegawai yang bersangkutan. Karena dasar pertimbangan seperti ini yang berlandaskan pada jasa kecakapan, maka acapkali sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian objektif tersebut, pada umumnya ukuran yang dipergunakan ialah ijasah pendidikan.15 Adapun lawan dari sistem merit ini adalah sistem patronit (Patronage System) atau yang biasa dikenal dengan spoil system. Penjelasan mengenai spoil system ini penting untuk dijelaskan sekadar untuk membandingkan dengan sistem merit dalam rangka memperdalam pemahaman terhadap sistem merit tersebut. Sistem patronit ini di Indonesia dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikiranya dalam rangka melakukan kegiatan administrasi kepegawaian berdasarkan kawan. Dalam sistem ini kurang memperhatikan keahlian dan keterampilan seorang pegawai.16 Seorang pegawai untuk dapat menduduki suatu jabatan maka yang menjadi pertimbangan adalah kedekatan karena yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili, dan ada juga karena daerah asal yang sama. Sistem kawan ini ada yang atas dasar perjuangan politik. Karena berasal dari satu aliran politik, ideologi, dan keyakinan maka seorang pegawai yang mulanya tidak mempunyai keahlian dan keterampilan bisa menduduki jabatan dan tugas tertentu dalam birokrasi pemerintahan.17 Sistem kawan atas dasar kesamaan politik inilah yang kemudian kita kenal dengan spoil system.
15
Miftah Thoha II, op.cit., h. 25. Ibid., h. 24. 17 Ibid. 16
18
Istilah ini pada mulanya dikenal ketika presiden Amerika Serikat yang ketujuh Andrew Jackson mengadakan pergantian pejabat/ pegawai dalam pemerintahanya secara besar-besaran. Pejabat yang bukan dari golongan partainya diganti dan kemudian didudukan pejabat- pejabat dari partainya.18 Karena keadaan semacam ini senator William L. Marcy (New York) melontarkan sindiran dengan ucapanya yang terkenal : “to the victor belong the spoils of war” (kepada pemenanglah semua rampasan perang ini dikuasai). Dari istilah spoils atau rampasan ini maka dalam sistem kepegawaian yang mengikuti tindakan Andrew Jackson ini dinamakan sistem spoil (spoil system).19 2.4.2 Sistem Merit Dalam Politik Hukum Kepegawaian di Indonesia Pencapaian tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI memerlukan birokrasi yang handal dan ideal. Berkaitan dengan tipe ideal birokrasi dapat dikemukakan pendapat dari Max Weber seorang sosiolog Jerman. Menurut Weber tipe ideal birokrasi itu ingin menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi itu mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang ideal.20 Selanjutnya menurut Weber salah satu cara dalam melakukan tipe ideal birokrasi yang rasional yaitu setiap pejabat harus diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal
18
Ibid. Ibid. 20 Miftah Thoha, 2011, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Cet. 3, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.17. 19
19
tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.21 Dengan demikian dapat dikatakan pemahaman tentang tipe ideal birokrasi tidak dapat kita pisahkan dari konsep merit system. Bahkan secara teoritis selalu disebutkan bahwa merit system merupakan suatu conditio sine quanon dalam mewujudkan tipe ideal birokrasi. Sebagai konsekuensi maka Indonesia juga mewacanakan dan menerapkan sistem merit dalam penataan birokrasinya yang tercermin dalam politik hukum kepegawaian di Indonesia. Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.22 Pembahasan mengenai sistem merit dalam konteks politik hukum kepegawaian di Indonesia dapat dibagi kedalam dua rezim yaitu sistem merit dalam rezim hukum kepegawaian yang telah dicabut dan sistem merit dalam rezim UU ASN. Cita-cita dan semangat untuk menerapkan sistem merit sebenarnya sudah ada pada rezim hukum kepegawaian. Secara implisit kalau kita baca rumusan Pasal 17 ayat (2) UU Kepegawaian telah mencerminkan adanya prinsip merit. Pasal 17 ayat (2) UU Kepegawaian menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau
21 22
Ibid., h. 18. Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Cet. 1, Rajawali Pers, Jakarta, h. 1.
20
golongan. Namun dalam tataran praktek, ketentuan Pasal 17 ayat (2) UU Kepegawaian tersebut tidak ditrasformasikan dengan baik dalam tataran manajemen secara terintegrasi, sehingga terjadi kesenjangan antara das sollen dengan das sein dalam artian pengisian jabatan dilakukan justru tidak berbasis merit. Hal ini terjadi karena peraturan pelaksanaan dari UU Kepegawaian yang belum menekankan kompetensi dan kinerja dalam manajemen PNS, dalam praktik kita temukan bahwa kepangkatan (senioritas), dan kedekatan politik justru menjadi syarat yang menentukan dalam setiap pengisian jabatan (closed career system) yang mengarah pada spoil system. Kemudian perwujudan dan penerapan sistem merit pada rezim UU ASN mulai mendapatkan tempat, ketegasan serta kebulatan tekad untuk mewujudkanya. Pasal 51 UU ASN menyatakan bahwa “Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit”. Bahkan UU ASN mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga khusus bernama KASN yang bersifat nonstruktural, independen, serta bebas dari intervensi politik untuk mengawasi penerapan sistem merit dalam manajemen ASN.
Dengan menerapkan sistem merit yang terintegrasi dalam
seluruh tahapan manajemen SDM, UU ASN meletakkan beberapa perubahan dasar yaitu pertama, perubahan dari pendekatan personel administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaian kepada human resource management yang menganggap aparatur negara adalah SDM dan sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik. Kedua, perubahan dari pendekatan closed career system yang sangat berorientasi kepada senioritas dan
21
kepangkatan, kepada open career system yang mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan, dan Ketiga meningkatkan perlindungan ASN dari intervensi politik.23 2.5 Tinjauan Umum Tentang Aparatur Sipil Negara ASN sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Adapun yang dimaksud dengan Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pegawai ASN terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Berdasarkan pengertian ASN sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU ASN maka UU ASN menetapkan bahwa ASN merupakan sebuah profesi. Hal ini juga terlihat dalam bagian konsideran menimbang huruf c UU ASN yang menyatakan “Bahwa untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban
mengelola
dan
mengembangkan
dirinya
dan
wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara.” 23
Eko Prasojo, 2013, Seputar RUU Aparatur Sipil Negara, URL : http:// http://www.kopertis12.or.id/2013/04/29/seputar-ruu-aparatur-sipil-negara-oleh-eko-prasojo-wamenkemenpan-rb.html, diakses tanggal 5 November 2015.