PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI
APARATUR SIPIL NEGARA DI PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI
ASEAN ECONOMIC COMMUNITY
PUSAT KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2015
INTEGRITAS
PROFESIONAL
INOVATIF
PEDULI
PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY
PUSAT KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2015
i
Penyusunan Standar Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Daerah dalam Menghadapi ASEAN Economic Community ©Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah, 2015 Editor | Widhi Novianto Tim Penyusun | Ridwan Rajab, Ani Suprihartini, Widhi Novianto, Edy Sutrisno, Tony Murdianto Hidayat, Maria Dika, Rico Hermawan, Rusman Nurjaman, Tri Murwaningsih, Nurlina, Dewi Prakarti Utami, Rita Dwi Kartika Utami, M. Imam Alfie Syarien Desain Sampul | Maria Dika Layout | Maria Dika, Tony Murdianto Hidayat Gambar sampul diperoleh dari: http://coverdocument.blogspot.com/2014/06/background-cover-a4_2509.html http://duniaperpustakaan.com/wp-content/uploads/2013/06/kerjasama.jpg Diterbitkan oleh Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara Jalan Veteran Nomor 10 Jakarta Pusat 10110 Telp. (021) 3868201-05 Ext. 112-116, Fax. (021) 3866857 Email:
[email protected] Web: dkk.lan.go.id Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Widhi Novianto (Editor). Cetakan I, Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah LAN RI, Jakarta. x + 218; 15,8 cm x 24,1 cm ISBN: 978-979-1301-33-6
ii
SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, selaku Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, saya menyambut baik dan menyampaikan
apresiasi
setinggi-tingginya
kepada
Pusat
Kajian
Desentralisasi dan Otonomi Daerah – Lembaga Administrasi Negara yang telah berhasil menyelesaikan Kajian Penyusunan Standar Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Daerah dalam Menghadapi ASEAN
Economic Community. Sebagai sebuah konsep integrasi ekonomi ASEAN, ASEAN
Economic Community (AEC) akan menjadi babak baru dimulainya hubungan antarnegara ASEAN. Berkaitan dengan hal ini, sudah seharusnya Pemerintah melakukan berbagai upaya mempersiapkan diri menghadapi AEC. Pemerintah sebagai penyelenggara negara yang memiliki fungsi dalam hal regulasi maupun pelayanan memegang peranan yang sangat penting dalam merespons dinamika tersebut. Implikasi pelaksanaan AEC tidak hanya terjadi pada tataran Pemerintah Pusat, namun juga Pemerintah Daerah sehingga daerah seharusnya memiliki daya saing yang kuat dan mampu bersaing pada era arus bebas barang, jasa, dan investasi tersebut. Di sektor pemerintahan sendiri, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memberikan semangat perubahan bahwa ASN merupakan suatu profesi dan diisi oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi. Berdasarkan UU tersebut, ASN harus
memiliki
kompetensi
manajerial,
kompetensi
teknis,
dan
kompetensi sosial-kultural. Menyadari adanya tantangan menghadapi AEC dan implementasi UU Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara melalui Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah memandang perlu untuk melakukan kajian Penyusunan Standar Kompetensi Aparatur Sipil Negara
iii
di Pemerintah Daerah dalam menghadapi AEC. Kajian ini berfokus pada penyusunan standar kompetensi teknis bidang perindustrian dan perdagangan bagi pemangku Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Kompetensi teknis menjadi fokus karena dalam hal meningkatkan daya saing menghadapi AEC, ASN semestinya memiliki kompetensi teknis yang mampu merespons lingkungan strategis dan tidak hanya berdasarkan tugas fungsi jabatan saja. Sedangkan, bidang perindustrian dan perdagangan merupakan isu penting yang perlu terus diperkuat dalam menghadapi arus bebas barang dan jasa yang berlaku pada AEC. Dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi AEC tersebut, kajian ini memberikan deskripsi kondisi daerah, identifikasi kompetensi teknis yang relevan berdasarkan lingkungan strategis di level kebijakan dan praktis, serta rencana aksi sebagai tindak lanjut kajian ini. Akhir kata, semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat dan memberikan khazanah yang berguna bagi setiap pembaca khususnya dan stakeholders LAN pada umumnya.
Jakarta,
Desember 2015
Dr. Adi Suryanto, M.Si
iv
KATA PENGANTAR Integrasi
kawasan
ASEAN
akan
memasuki
babak
baru
dengan
diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC). Penelitian ini berargumen bahwa negara justru semakin penting dalam konteks integrasi ekonomi di kawasan. Negara berfungsi untuk meregulasi kebijakan-kebijakan domestik, mengefektifkan pelayanan publik, dan memfasilitasi pemerataan ekonomi agar tidak muncul ketimpangan. Dalam konteks AEC, peran-peran tersebut membutuhkan aparatur yang siap untuk menghadapi integrasi ekonomi regional. Namun demikian, masih terdapat sejumlah catatan yang menunjukkan bahwa daya saing institusional pemerintah masih belum kompatibel dengan AEC. Komitmen pemerintah untuk membenahi birokrasi dimanifestasikan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Lahirnya UU tersebut merupakan tonggak keberhasilan reformasi birokrasi dan juga lahirnya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berbasis profesionalisme dan kompetensi, serta memenuhi kualifikasi dalam menjalankan jabatannya. UU tersebut mengatur bahwa ASN harus memiliki 3 (tiga) kompetensi, meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural. Sejalan dengan implementasi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dalam konteks AEC, maka diperlukan penyusunan kompetensi Aparatur Sipil Negara, khususnya kompetensi teknis bagi Aparatur Sipil Negara Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintah Daerah dalam menghadapi liberalisasi ekonomi. Dalam hal ini sektor perdagangan dan perindustrian dipilih karena isu di kedua sektor tersebut sangat krusial dalam pelaksanaan AEC dan Indonesia masih cukup tertinggal dari Negara-negara ASEAN lainnya. Penyusunan standar kompetensi ASN di Pemerintah Daerah ini menarik karena selain mempertimbangkan tugas dan fungsi ASN seperti yang selama ini dilakukan, proses penyusunan standar kompetensi juga mempertimbangkan isu-isu strategis yang dihadapi ASN di Pemerintah Daerah, seperti AEC Blueprint, Nawa Cita, aspek lingkungan strategis sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
v
Nasional (RPJMN 2015-2019), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada lokus kajian. Hasil kajian ini memberikan deskripsi kondisi empiris yang harus dihadapi oleh JPT di Pemerintah Daerah, identifikasi kompetensi teknis yang relevan dibutuhkan pada bidang perindustrian dan perdagangan, serta rencana aksi sebagai tindak lanjut kajian. Kami atas nama tim kajian mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Kepegawaian Negara, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, ASEAN Studies Center UGM, KADIN Indonesia, KADIN Daerah, CORE Indonesia, serta semua pihak yang telah bersedia bekerja sama dalam penyusunan kajian ini. Akhir kata, semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat luas. Kritik dan saran untuk penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.
Jakarta,
Desember 2015
Sri Hadiati WK, S.H., M.B.A Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
vi
DAFTAR ISI Halaman Sampul.......................................................................................................
i
Sambutan Kepala Lembaga Administrasi Negara RI ..................................
iii
Kata Pengantar ..........................................................................................................
v
Daftar Isi .......................................................................................................................
vii
Daftar Tabel ...............................................................................................................
ix
Daftar Gambar ...........................................................................................................
xii
Daftar Grafik ............................................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... A. B. C. D. BAB 2
BAB 3
BAB 4
1
Latar Belakang .................................................................................... Tujuan .................................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................ Framework Kajian..............................................................................
1 7 8 10
PENDEKATAN KONSEPTUAL .........................................................
13
A. Negara dan Pasar dalam Globalisasi ......................................... B. Competitive and Representative Government ...................... C. State Capacity dan Reinventing Peran Aparatur Sipil Negara .................................................................................................. D. Tinjauan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019.....................................................................
13 17
TEMUAN LAPANGAN KEPULAUAN RIAU ................................
37
A. B. C. D. E.
Deskripsi Kondisi Daerah ............................................................... Pencapaian di Bidang Ekonomi .................................................. Tinjauan Terhadap RPJMD ........................................................... Tinjauan Kebijakan Perekonomian Daerah ............................. Validasi Standar Kompetensi Teknis ..........................................
37 40 54 57 64
TEMUAN LAPANGAN JAWA TIMUR ..........................................
79
A. B. C. D. E.
20 24
Deskripsi Kondisi Daerah ............................................................... 79 Pencapaian di Bidang Ekonomi .................................................. 81 Tinjauan Terhadap RPJMD ........................................................... 90 Tinjauan Terhadap Kebijakan Perekonomian Daerah ......... 100 Validasi Standar Kompetensi Teknis .......................................... 110
vii
BAB 5
TEMUAN LAPANGAN SULAWESI UTARA ................................. 125 A. B. C. D. E.
BAB 6
125 129 140 145 154
TEMUAN LAPANGAN NUSA TENGGARA BARAT ................. 168 A. B. C. D. E.
BAB 7
Deskripsi Kondisi Daerah ................................................................ Pencapaian di Bidang Ekonomi .................................................. Tinjauan Terhadap RPJMD ............................................................ Tinjauan Kebijakan Perekonomian Daerah .............................. Validasi Standar Kompetensi Teknis ..........................................
Deskripsi Kondisi Daerah ................................................................ Pencapaian di Bidang Ekonomi .................................................. Tinjauan Terhadap RPJMD ............................................................ Tinjauan Kebijakan Perekonomian Daerah .............................. Validasi Standar Kompetensi Teknis ..........................................
168 172 177 181 184
Identifikasi Kompetensi Teknis...................................................... 195 A. Identifikasi Kompetensi Teknis ..................................................... 195 B. Jenis Kompetensi Teknis ................................................................ 205
BAB 8
Penutup ..................................................................................................... 209 A. Kesimpulan .......................................................................................... 209 B. Rekomendasi dan Rencana Aksi ................................................. 210
Referensi ............................................................................................. 213
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Kerjasama Ekonomi Bilateral, Multilateral, dan Regional yang Melibatkan Indonesia per 2014 .......................................
3
Tabel 1.2
AEC Scorecard Key Deliverables Phases I-III (2008-2013)
3
Tabel 1.3
Faktor Paling Bermasalah di Indonesia dalam Global
Competitiveness Report ................................................................
5
Tabel 2.1
Matriks RPJMN 2014-2019 Buku II ............................................
26
Tabel 3.1
Distribusi Persentase PDRB dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapngan Usaha di Kepulauan Riau Tahun 2008-2013 ...................................................................
Tabel 3.2
Jumlah Perusahaan Industri Besar-Sedang di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2014.............................................
Tabel 3.3
54
Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Kepulauan Riau .................................................................................
Tabel 4.1
52
Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Kepualaun Riau ................................................................................
Tabel 3.9
50
10 Jenis Komoditi Impor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 ...............................................................................
Tabel 3.8
48
10 Jenis Komoditi Ekspor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 ...............................................................................
Tabel 3.7
46
10 Jenis Komoditi Impor Terbesar Provinsi Kepualauan Riau Tahun 2013 ...............................................................................
Tabel 3.6
45
10 Jenis Komoditi Ekspor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 ...............................................................................
Tabel 3.5
44
Capaian Kinerja Urusan Perindustrian di Provinsi Kepualaun Riau Tahun 2011-2014.............................................
Tabel 3.4
39
56
Produksi Tanaman Tahunan dan Musiman Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2013 .....................................................
80
Tabel 4.2
Kinerja Perdagangan Jawa Timur Tahun 2010-2013 ..........
82
Tabel 4.3
Jumlah Industri di Jawa Timur Tahun 2009-2013 ................
84
Tabel 4.4
Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur (Migas dan Non
Tabel 4.5
Migas) ...................................................................................................
85
Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur ...............................................
85 ix
Tabel 4.6
Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur Per 10 Kelompok Komoditi Utama ................................................................................ 86
Tabel 4.7
Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur Per 10 Negara Tujuan Utama .................................................................................................... 86
Tabel 4.8
Realisasi Nilai Impor Jawa Timur (Migas dan Non Migas) ................................................................................................... 87
Tabel 4.9
Realisasi Nilai Impor Jawa Timur Per Gol. Penggunaan Barang ................................................................................................... 88
Tabel 4.10 Realisasi Nilai Impor Jawa Timur Per 10 Kelompok Komoditi Utama ................................................................................ 88 Tabel 4.11 Realisasi Nilai Impor Non Migas Jawa Timur Per 10 Provinsi Utama ................................................................................... 89 Tabel 4.12 Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 ...................................................... 92 Tabel 5.1
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Sulawesi Utara.. 130
Tabel 5.2
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2006-2010 Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sulawesi Utara .............. 131
Tabel 5.3
Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB 20062011 Atas dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Provinsi Sulawesi Utara ......................................................... 132
Tabel 5.4
Pertumbuhan Konstribusi Sektor dalam PDRB 20062010 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Provinsi Sulawesi Utara ......................................................... 135
Tabel 5.5
Matriks Kontribusi Terhadap PDRB Total Pertumbuhan Ekonomi Sub Sektoral Provinsi Sulawesi Utara 20052009 ....................................................................................................... 136
Tabel 5.6
Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD................... 140
Tabel 6.1
PDRB Provinsi NTB Tahun 2011-2014 Termasuk Sub Sektor Pertambangan Non Migas .............................................. 172
Tabel 6.2
PDRB Provinsi NTB Tahun 2011-2014 Tanpa Sub Sektor Pertambangan Non Migas ............................................................ 173
Tabel 6.3
PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi NTB Atas Dasar harga Konstan 2010 ............................................................ 174
x
Tabel 6.4
Volume dan Nilai Ekspor Dirinci Menurut Negara Tujuan 2013 ........................................................................................ 176
Tabel 6.5
Masalah, Isu Strategis, dan Jenis Kompetensi Berbasis RPJMD Provinsi NTB Tahun 2013-2018 ................................... 179
Tabel 7.1
Identifikasi Jenis Kompetensi Berbasis Konsepsi ................. 195
Tabel 7.2
Identifikasi Jenis Kompetensi Berbasis AEC Blueprint ........ 196
Tabel 7.3
Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMN 20142019 dan RPJMD di Beberapa Lokus Kajian........................... 198
Tabel 7.4
Identifikasi
Jenis
Kompetensi
Teknis
Berbasis
Pembagian Urusan Perdagangan dan Perindustrian.......... 202 Tabel 7.5
Jenis Kompetensi Teknis ................................................................ 205
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Framework Kajian ........................................................................... 10 Gambar 3.1 Perbandingan
Pertumbuhan
Ekonomi
Provinsi
Kepulauan Riau dengan Nasional Tahun 2008-2013........ 40 Gambar 2.1 Dampak Pendapatan Rendah dan Perubahan
Lahan ... 22
Gambar 2.2 Grafik Produksi CPO Indonesia Tahun 2013......................... 23 Gambar 2.3 Grafik
Perbandingan
Luasan
Smallholders
dan
Perusahaan........................................................................................ 25 Gambar 2.4 The Policy Process as a Hierarchy ............................................ 27 Gambar 3.1 Grafik Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit, Kelapa, dan Karet Provinsi Riau Tahun 2009-2013 ................................... 40 Gambar 3.2 Grafik Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit, Kelapa, Karet Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 Provinsi Riau ..................................................................................................... 45 Gambar 3.3 Grafik Produksi Kelapa Sawit, Kelapa, dan Karet Tahun 2009-2013 di Provinsi Riau ......................................................... 46 Gambar 4.1 Formulir Standar Daftar Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan ....................................................................................... 56 Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Produktivitas .......................................... 59 Gambar 5.1 Review Institusional ....................................................................... 89 Gambar 5.2 Petani Mandiri dalam Sistem Pasar Investasi ....................... 98 Gambar 6.1 Model Skema Kemitraan.............................................................. 111 Gambar 6.2 Institutional
Arrangement
dalam
Pemberdayaan
Petani Mandiri Kelapa Sawit ....................................................... 123 Gambar 6.3 Usulan Kelembagaan Petani ....................................................... 126
xii
DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1
Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Kepulauan Riau ..............................................................
Grafik 4.1
65
Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Jawa Timur ....................................................................... 112
Grafik 5.1
Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Sulawesi Utara ................................................................ 155
Grafik 6.1
Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi NTB ..................................................................................... 184
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala Negara ASEAN dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali pada tahun 2003 meyepakati pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN
Community) dalam bidang Keamanan Politik (ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) yang dikenal dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN menyepakati perwujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada AEC Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama, yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakkan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan
1
prakarsa integrasi ASEAN; (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Sesuai dengan empat pilar utama AEC tersebut, negara-negara ASEAN
telah
melakukan
persiapan
yang
diawali
dengan
diberlakukannya penghapusan hambatan tarif menjadi 0% pada tahun 2010 oleh negara-negara ASEAN 6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand). Akan tetapi, perencanaan para elite politik negara ASEAN melalui pilar-pilar tersebut nyatanya menimbulkan permasalahan utama dalam pencapaian regionalisasi ekonomi ASEAN, yaitu ketimpangan signifikan antara dua pilar pertama dengan dua pilar yang terakhir. Laporan tahunan pembentukan AEC tahap II misalnya, menunjukkan bahwa target integrasi dengan pasar global telah tercapai 85,7%
sementara
target
peningkatan
daya
saing
regional
dan
pemerataan pembangunan baru tercapai berturut-turut 67,9% dan 66,7% (ASEAN Secretariat, 2012). Dengan kata lain, upaya ASEAN untuk membebaskan pasarnya dengan berbagai kesepakatan pasar bebas dengan negara-negara di luar kawasan jauh lebih akseleratif daripada memperkuat daya saing internal kawasan ASEAN itu sendiri. Kendati secara regional pencapaian empat pilar utama AEC masih
menemui ganjalan, data Perdagangan pada tahun 2014
menunjukkan bahwa share perdagangan intra-ASEAN menunjukkan angka yang cukup menjanjikan pada masing-masing share perdagangan ke negara-negara ASEAN, yaitu di atas 15%. Hal ini berarti bahwa regionalisme ekonomi di Asia Tenggara merupakan hal yang krusial bagi masing-masing negara ASEAN. Seiring dengan perkembangan konstelasi ekonomi global, Indonesia tetap terus berupaya mendorong peningkatan kerjasama internasional baik di forum bilateral, regional, maupun multilateral. Salah satunya adalah melalui peningkatan peran dan kemampuan Indonesia dalam melakukan diplomasi ekonomi. Pada tingkat bilateral, saat ini telah ada kesepakatan kerjasama ekonomi antara Indonesia–Jepang, Indonesia–Korea Selatan, Indonesia–Australia serta Indonesia dengan
2
negara-negara European Free Trade Association (EFTA) seperti gambar berikut ini. Tabel 1.1.
Pada tingkat regional, kerjasama ekonomi ASEAN semakin meningkat sejak dimulainya integrasi ekonomi regional dalam ASEAN
Free Trade Area (AFTA) hingga kepada pembentukan AEC yang akan diimplementassikan secara penuh pada tanggal 31 Desember 2015. Perkembangan persiapan implementasi AEC yang diukur melalui
scorecard menunjukkan bahwa Indonesia telah mencapai 82,4% dari 431 butir penilaian pada scorecard AEC. Capaian tersebut di atas rata-rata ASEAN yang saat ini mencapai 82,1% dari 229 Key Deliverables prioritas yang ditargetkan selesai pada tahun 2015. Tabel 1.2.
3
Tantangan kerjasama ekonomi internasional antara lain: 1) masih belum selarasnya antara diplomasi politik dan diplomasi ekonomi; 2) belum optimalnya kualitas koordinasi lintas sektor dan seluruh pihak terkait dalam proses penyiapan dan implementasi hasil-hasil kerjasama ekonomi internasional; serta 3) belum optimalnya pemanfaatan kesepakatan
kerjasama
kepentingan
nasional
ekonomi terutama
internasional untuk
dalam
mendorong
mencapai
pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Awareness dan preparedness pemerintah menjadi kunci penting dalam memenangkan AEC. Studi lain yang dilakukan oleh Pusat Studi ASEAN
(2014)
menunjukkan
bahwa
pemerintah
memfokuskan diri pada pelaku ekonomi
yang
daerah
masih
berbasis ekspor.
Padahal dampak AEC nantinya tidak hanya dirasakan pelaku ekspor, namun juga pelaku ekonomi yang menggunakan bahan baku impor, maupun pelaku ekonomi lokal yang memproduksi barang yang sama dengan negara lain di ASEAN. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rendahnya kesiapan pelaku ekonomi terhadap AEC ditentukan oleh pendekatan pemerintah dan aparaturnya yang kurang komprehensif. Dalam
konteks
AEC,
aparatur
memerlukan
penyesuaian-
penyesuaian institusional untuk menghadapi tantangan baru yang akan muncul di lingkungan ASEAN (Hill dan Menon, 2012; Aksaranee dan Arunanondchai,
2005).
Penyesuaian
tersebut
antara
lain
terkait
dengan liberalisasi di sektor perdagangan dan jasa yang membuat pemerintah ekonominya,
tidak
hanya
harus
mereposisi
kebijakan-kebijakan
tetapi juga memastikan semua komponen aparatur siap
dengan perubahan struktural ini. Terkait dengan kompetensi misalnya, dalam menghadapi AEC, Kasali (2014) mengisyaratkan perlunya penyesuaian kapasitas internal organisasi. AEC memberikan paradigma baru, sebuah transformasi dari cara pandang ‘siapa yang mampu beradaptasi akan bertahan’ menjadi
‘siapa yang cepat, dialah pemenangnya’. Menurut Kasali, tantangan seperti AEC tadi memerlukan sebuah kapasitas yang dibangun secara berkelanjutan agar organisasi mampu merespon peurbahan dengan waktu yang efisien, tangkas, dan efektif. Kasali menyebutnya sebagai
4
agility dan dynamic capability, yaitu kualitas sensorik yang cepat dalam mengidentifikasi ancaman maupun kesempatan. Namun demikian, pemerintah saat ini masih punya beberapa persoalan serius. Catatan ASEAN Competitiveness Fundamentals (2013) memperlihatkan bahwa Indonesia masih cukup tertinggal dalam hal pengembangan infrastruktur makroekonomi dan masih belum memiliki institusi yang responsif terhadap perkembangan ekonomi regional. Dengan kata lain, daya saing institusional pemerintah masih belum kompatibel dengan AEC. Akibatnya, indeks daya saing Indonesia masih cukup rendah di sektor infrastruktur (terendah dari ASEAN-5), perkembangan pasar tenaga kerja (terendah dari ASEAN-5), serta cukup minim dalam hal pengembangan institusional (hanya lebih baik daripada Thailand yang baru saja mengalami kudeta militer). Beberapa fakta di atas mengisyaratkan pentingnya Indonesia untuk mempersiapkan kapasitas pemerintah dalam menghadapi AEC. Secara garis besar, Indonesia memiliki peluang sebagai negara tujuan investasi di ASEAN karena share Foreign Direct Investment (FDI) yang tinggi serta market size yang sangat besar. Dari persepsi Investor, Indonesia adalah the most favorable country sebagai ekonomi pasar yang besar dan tenaga kerja yang juga cukup menjanjikan (ASEAN
Business Outlook, 2015). Namun demikian, selama ini ada problem institusional yang belum sepenuhnya
berjalan sesuai dengan kerangka
Good Governance. Data Global Competitiveness Report empat tahun terakhir menunjukkan bahwa masalah paling krusial yang dihadapi di Indonesia dalam menjaga daya saingnya adalah permasalahan di sektor publik, baik berupa inefisiensi, maupun korupsi. Kondisi ini tentunya akan mengganggu iklim untuk berbisnis akibat ekonomi biaya tinggi. Tabel 1.3. Faktor Paling Bermasalah di Indonesia dalam Global Competitiveness
Report
No
2010
2011
1
Inefisiensi Birokrasi Korupsi
2
Korupsi
2012 Inefisiensi Birokrasi
Inefisiensi Birokrasi Korupsi
2013 Korupsi Inefisiensi Birokrasi
5
No
2010
2011
2012
3
Infrastruktur
Infrastruktur
4
Akses Pembiayaan Ketidakstabilan
2013
Infrastruktur
Infrastruktur
Etika Kerja Buruk
Akses Pembiayaan
Politik 5
Inflasi
Akses Pembiayaan Peraturan
Peraturan
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan
Sumber: Global Competitiveness Report, 2013, diolah.
Dengan
berpijak
pada
kerangka
Competitive
and
Representative Government, penelitian ini ingin berargumen bahwa negara justru semakin penting dalam konteks regionalisasi ekonomi di kawasan (lihat Nesadurai, 2003; Nesadurai, 2013). Negara berfungsi untuk
meregulasi
kebijakan-kebijakan
domestik,
mengefektifkan
pelayanan publik, dan memfasilitasi pemerataan ekonomi agar tidak muncul ketimpangan (lihat Shin, 2005). Dalam konteks AEC, peran-peran tersebut membutuhkan aparatur yang siap untuk menghadapi integrasi ekonomi regional. Oleh sebab itu, secara lebih spesifik, penelitian ini ingin melihat bagaimana dan dalam kapasitas apa negara bisa berperan dalam menghadapi AEC, dengan mengambil studi kasus empat daerah di Indonesia. Penelitian ini berpegang pada tiga argumen penting mengapa sektor perdagangan dan perindustrian menjadi fokus penelitian.
Pertama, isu perdagangan dan perindustrian adalah salah satu dari empat elemen penting dalam AEC yang akan dihadapi oleh Indonesia. Cetak Biru AEC (2007) telah menyatakan bahwa ASEAN akan menginisiasi sebuah pasar dan basis produksi tunggal yang salah satu substansi pentingnya adalah arus bebas perdagangan barang dan jasa. Konsekuensinya, isu perdagangan menjadi penting untuk direspons oleh semua kalangan di Indonesia. Di samping itu, Cetak Biru tersebut juga menyatakan bahwa salah satu target AEC adalah integrasi dengan ekonomi global dan kawasan ekonomi yang sangat kompetitif. Hal tersebut mengimplikasikan masing-masing negara untuk mendorong investasi untuk mendorong competitiveness (WEF, 2013). Dengan demikian, variabel perdagangan dan perindustrian menjadi penting untuk direspons dalam menghadapi AEC.
6
Kedua, secara komparatif, Indonesia cukup tertinggal dari negara-negara anggota ASEAN lain dalam dua isu ini. Data indeks ASEAN Competitiveness Fundamentals menunjukkan bahwa Indonesia tertinggal dari Singapura dan Malaysia dalam inovasi, pertumbuhan pasar keuangan, serta infrastruktur pasar barang dan jasa. Padahal tiga variabel ini penting dalam menopang industri dan perdagangan barang dan jasa di ASEAN sehingga pemerintah perlu memperhatikan kesiapan dalam menghadapi pertumbuhan di dua sektor ini agar Indonesia bisa punya daya saing dalam menghadapi AEC.
Ketiga, isu perdagangan dan industri adalah dua isu yang krusial bagi negara- negara Middle Power seperti Indonesia, karena isu ini menunjukkan daya saing (competitiveness) Indonesia di tingkat global. Dengan pertumbuhan ekonomi dan market size yang cukup besar, Indonesia berpotensi untuk menjadi sasaran ekspansi perdagangan dalam skema liberalisasi di kawasan maupun global. Jika pemerintah tidak mempersiapkan diri menyambut hal ini, Indonesia akan dirugikan karena hanya akan menyediakan tenaga kerja murah dan konsumsi karena market size-nya yang besar. Oleh sebab itu, mempersiapkan sektor perdagangan dan perindustrian menjadi penting. Tanpa diikuti oleh produktivitas dari sektor perdagangan dan perindustrian, Indonesia akan kehilangan daya saingnya dalam pasar global dan kawasan. Pada titik inilah pemerintah bisa memfasilitasi semua elemen untuk memperkuat daya saing dengan menumbuhkan knowledge economy sebagai fondasi ekonomi menghadapi integrasi ekonomi (Irawati dan Rutten, 2014).
B. TUJUAN 1. Mengidentifikasi kompetensi ASN Jabatan Pimpinan Tinggi Pemda yang
dibutuhkan
dalam
menghadapi
AEC
dengan
mempertimbangkan permasalahan, kebutuhan, mandat kebijakan, dan tantangan dalam menghadapi AEC. 2. Menyusun standar kompetensi ASN Jabatan Pimpinan Tinggi Pemda dalam menghadapi AEC.
7
C. METODE PENELITIAN 1. Rencana Metode Analisis Data Kajian ini bertujuan mengidentifikasi kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) pemerintah daerah dalam menghadapi AEC 2015, terutama terkait dengan sektor perdagangan dan industri. Hasil identifikasi kedua faktor tersebut kemudian menjadi basis bagi Tim Peneliti untuk menyusun standar kompetensi ASN JPT di pemerintah daerah yang terkait dengan kompetensi manajerial, sosial kultural, dan teknis. 2. Metode Pengumpulan Data Guna
mencapai
pendekatan
tujuan
tersebut,
kajian
ini menggunakan
yang melibatkan serangkaian aktivitas, yakni:
a. Pemetaan Literatur dan Regulatory Mapping. Pemetaan literatur bertujuan mengindentifikasi hasil-hasil riset terdahulu tentang pemahaman dan kesiapan ASN Pemda dalam menghadapi AEC. Sementara itu, regulatory mapping digunakan untuk memetakan sejauh mana regulasi dan kebijakan dari level pusat hingga daerah terkait sektor perdagangan dan perindustrian, serta kebijakan terkait dengan perencanaan (RPJMN dan RPJMD). Proses ini juga mendeteksi sejauhmana dan bagaimana pemerintah pusat dan daerah menterjemahkan isu AEC ke dalam penyusunan standar kompetensi. b. Penelitian Lapangan. Dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait
dengan kondisi existing ASN pemerintah daerah yang
akan secara langsung berinteraksi dalam arena AEC. Kondisi yang dipetakan terutama terkait dengan pemahaman tentang AEC, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam konteks AEC, serta aspek-aspek
yang
diperlukan
untuk
mengantisipasi
dan
memaksimalkan peluang dalam AEC. Hasil penelitian lapangan tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan standar kompetensi ASN pemerintah daerah yang akan difokuskan dalam kajian ini, yaitu 8
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan.
Di
samping
pemerintah, pemahaman dan kesiapan juga akan dilihat di kalangan pengusaha yang diwakili oleh K a m a r D a g a n g d a n I n d u s t r i ( KADIN) di setiap daerah.
Proses analisis stakeholders
ini diselenggarakan di empat provinsi, yaitu: Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Proses penggalian data dilakukan dengan menyelenggarakan Diskusi Terbatas dan wawancara mendalam dengan para aktor kunci di masing-masing daerah. c. Observasi. Dilakukan untuk melihat secara langsung kesiapan pemerintah maupun masyarakat di keempat ibu kota provinsi obyek studi dalam menghadapi AEC. Observasi dilakukan untuk melihat potensi perindustrian dan perdagangan di masing-masing daerah. Secara garis besar, penelitian ini mengambil sampel-sampel kota yang berada di pulau Jawa dan 2 kota yang berada di wilayah perbatasan dan merupakan wilayah Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki karakteristik khas sebagai kota tujuan perdagangan serta berpotensi untuk berhadapan langsung dengan AEC. Provinsi Jawa Timur dipilih karena karakteristiknya sebagai area industri dan perdagangan dengan potensi investasi di sektor industri pengolahan (lihat
BPS
2014). Provinsi Kepulauan
Riau
dipilih karena
karakteristiknya sebagai area perdagangan bebas (free trade zone) dan dengan demikian akan menjadi salah satu area penting dalam integrasi ekonomi kawasan (lihat BPS Kepulauan Riau, 2014). Provinsi Sulawesi Utara dipilih karena karakteristiknya sebagai kepulauan yang berbatasan dengan Filipina dan memiliki Khusus, dengan potensi
Kawasan Ekonomi
sektor ekspor dan impor (lihat RPJMD
Provinsi Sulawesi Utara 2010-2015). Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Barat dipilih karena karakteristiknya sebagai destinasi wisata dan mewakili koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara. 3. Analisis dan Pengolahan Data. Berbagai data dan informasi yang telah diperoleh kemudian dirumuskan dalam field note yang akan menjadi bahan diskusi dalam merumuskan laporan penelitian dan rekomendasi praktis pada pemerintah.
9
D. FRAMEWORK KAJIAN Tinjauan Konseptual
Tinjauan Yuridis
Riset Desain Penyusunan Standar Kompetensi ASN Pemda
AEC Blueprint
Tinjauan Lingkungan Strategis
Pengumpulan Data Kuesioner & FGD di Pusat
Kompetensi Manajerial
Kompetensi Sosial - Kultural
Kompetensi Teknis
Draft awal Standar Kompetensi
Validasi Standar Kompetensi
Standar Kompetensi
Gambar 1.1. Framework Kajian
Riset Desain dalam kajian ini disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain : a. Tinjauan Konseptual Kerangka Competitive and Representative Government yang diajukan pada poin di atas pada dasarnya memerlukan kapasitas penyelenggara negara yang prima. Secara teoretik, penelitian ini akan menggunakan bingkai Competitive and Representative
Government untuk mendefinisikan kapasitas-kapasitas tertentu yang 10
harus
dimiliki
oleh
negara
dan
dijalankan
oleh
penyelenggara
negara.
Sebagaimana
Competitive
sebelumnya,
and
diulas
pada
Representative
bagian
Government
memerlukan kapasitas negara yang bisa menghadapi kompetisi di tingkat regional/global tetapi juga mampu membangun legitimasi internal di tingkat domestik (Bretton, 2007). b. AEC Blueprint AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama, yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi,
tenaga kerja terdidik dan aliran
modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan
konsumen,
hak
atas
kekayaan
intelektual,
pengembangan infrastruktur, perpajakkan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan
elemen
pengembangan
usaha
kecil
dan
menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN, (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global
dengan
elemen
pendekatan
yang
koheren
dalam
hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. c. Tinjauan Yuridis Peraturan
Perundang-undangan
yang
relevan
dijadikan
pertimbangan dalam kajian ini antara lain:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;
Undang-Undang
Nomor
3
Tahun
2014
Tentang
Nomor
7
Tahun
2014
Tentang
Nomor
23
Tahun
2014
Tentang
Perindustrian;
Undang-Undang Perdagangan;
Undang-Undang
Pemerintahan Daerah. 11
d. Tinjauan Lingkungan Strategis Penyusunan standar kompetensi yang dibutuhkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemda dalam menghadapi ASEAN Economic
Community mempertimbangkan Nawa Cita (9 Program Prioritas Pemerintahan
Jokowi)
dan
aspek
lingkungan
strategis
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional
(RPJMN
2015-2019)
dan
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada lokus kajian. Riset Desain berikut dengan instrumen jenis kompetensi
di
bidang perindustrian dan perdagangan yang telah disusun, selanjutnya didiskusikan dengan narasumber antara lain : Kementerian Perdagangan Kementerian Perindustrian Badan Kepegawaian Negara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Kegiatan berikutnya adalah melakukan penelitian lapangan di beberapa lokus, yaitu: Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam rangka melakukan validasi jenis-jenis kompetensi di bidang perdagangan dan perindustrian. Berdasarkan hasil validasi dilakukan penyempurnaan jenis-jenis kompetensi yang dibutuhkan Aparatur Sipil Negara Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintah Daerah dalam menghadapi ASEAN Economic Community.
12
BAB 2
PENDEKATAN KONSEPTUAL A. NEGARA DAN PASAR DALAM GLOBALISASI Kajian tentang penyusunan standar kompetensi Aparatur Sipil Negara di Pemerintah, secara teoretik, akan terkait dengan perdebatan tentang posisi negara dan pasar di tengah politik regional dan global yang terintegrasi (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015). Dalam konteks AEC, integrasi yang terjadi sangat terkait dengan proses ini, ketika Asia Tenggara
sebagai
sebuah
kawasan
mengalami
pengurangan-
pengurangan hambatan dalam arus ekonomi, termasuk barang dan jasa (Nesadurai, 2003; ASEAN, 2007). Oleh sebab itu, penting untuk memetakan terlebih dulu, secara teoretik, hubungan antara negara dan pasar dalam kajian tentang globalisasi. Secara teoretik, ada dua posisi pendekatan tentang “negara” dan “pasar” dalam literatur- literatur tentang globalisasi (Held, 2010) dalam (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015). Pertama, pendekatan yang melihat globalisasi sebagai “proses”. Dalam perspektif ini, globalisasi dilihat sebagai proses yang niscaya dalam politik global, akibat jatuhnya Uni Soviet yang mengakhiri perang dingin, adanya proses “globalisasi produksi”,
serta
hilangnya
batas-batas
negara
bangsa
akibat
perkembangan teknologi informasi yang kian massif (Friedman, 1999; cf. Fuchs, 2001). Adanya integrasi ekonomi global, yang ditandai oleh menguatnya peran institusi-institusi internasional dalam pembangunan
13
(terutama di dunia ketiga) dan maraknya proyek-proyek regionalisme menjadi salah satu argumen penting dari perspektif ini (Deshpande, 2002). Perspektif ini melihat globalisasi sebagai manifestasi dari “akhir sejarah” karena tidak ada lagi perseteruan politik global yang membuat integrasi global terhalang, sehingga menjadikan globalisasi menjadi mungkin (cf. Fukuyama, 1993). Kata kunci untuk melihat globalisasi dalam perspektif ini adalah negara–bangsa yang kehilangan relevansinya. Pandangan ini tentu sangat dipengaruhi oleh pandangan ekonomi–politik institusionalis
yang
sangat
percaya
dengan
liberal
“supremasi
neopasar”
dalam ekonomi-politik internasional dan menganggap negara sebagai penghalang bagi terciptanya mekanisme pasar (lihat Wunderlich, 2007; cf. Nesadurai, 2003: 22). Merujuk pada konsep “de-teritorialisasi‟, pandangan ini percaya bahwa dengan adanya arus bebas perdagangan, terutama di wilayah barang dan jasa, negara tidak lagi memiliki kuasa untuk mengintervensi perekonomian dan menjadikan pasar bisa berjalan secara optimal (Nesadurai, 2003: 23). Namun demikian, perspektif ini juga menuai kritik. Walaupun sangat menitikberatkan pada pasar, perspektif ini sebetulnya juga tidak bisa lepas dari “ negara‟.
Posisi negara, dalam perspektif ini, bukan lagi dalam
kerangka negara yang memiliki kuasa tertentu atas ekonomi, melainkan
regulatory
state,
fungsinya
sebagai “regulator‟ dalam perekonomian, menjadikan
yakni
negara
yang
regulasi-regulasi tersebut sesuai dengan kebutuhan
memainkan pasar dan
menjadikan pasar bermain dalam koridor regulasi tersebut (Jayasuriya, 2004). Dalam perspektif yang berbeda, globalisasi juga mengisyaratkan munculnya
knowledge economy yang berporos pada institusi,
jaringan, dan
dukungan inovasi yang juga, secara tidak langsung,
membutuhkan peran negara di dalamnya (Irawati dan Rutten, 2014). Hal yang sama juga berlaku dalam konteks ASEAN. Tidak mungkin melepaskan integrasi ekonomi di Asia Tenggara dengan peran negara
karena
inisiatif
untuk
pada dasarnya justru negara-lah yang membangun membangun proyek
integrasi ekonomi kawasan
(Nesadurai, 2003; Jayasuriya, 2004). Dengan demikian, asumsi bahwa
14
globalisasi menihilkan peran negara tidak sepenuhnya benar, terutama dalam konteks AEC.
Kedua, pendekatan yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek politik global. Pendekatan ini percaya bahwa globalisasi adalah sebuah proyek politik yang didorong oleh institusi kepengaturan global dan melibatkan kepentingan negara juga di dalamnya (Nesadurai, 2003; lihat Joseph, 2010). Konsekuensinya, pendekatan ini percaya bahwa dalam lanskap politik global yang semakin terintegrasi, negara penting untuk meregulasi pasar dan memberdayakan sumber daya yang ada
di
dalamnya. Dalam perspektif ini, globalisasi mensyaratkan
negara sebagai regulator dan perangkat institusional untuk mendorong inovasi dan knowledge economy. Negara sebagai regulator berarti negara memiliki kuasa untuk mengarahkan proses-proses integrasi regional sejauh kemampuannya untuk melahirkan perangkat-perangkat aturan main bagi kelompok bisnis (Jayasuriya, 2004). Hal ini menjadi penting karena integrasi ekonomi global pada dasarnya ditandai oleh globalisasi produksi yang, pada titik tertentu, mengharuskan negara untuk mempersiapkan sumber daya manusia siap pakai untuk menjawab tantangan-tantangan global yang ada (Irawati, 2014). Kata kunci dalam pendekatan ini adalah peran negara sebagai
regulatory state (Hameiri, 2010). Proses state-building dalam perspektif ini tidak lagi diarahkan pada upaya untuk mendisiplinkan proses-proses ekonomi dan politik dengan kekuatan koersif yang ia miliki,
tetapi
lebih diarahkan pada proses mengatur dan memberikan koridor agar mekanisme pasar dapat berlangsung secara optimal. Secara lebih spesifik, negara sebagai regulatory state bertugas untuk menyiapkan proses-proses ekonomi untuk mampu berhadapan dengan globalisasi ekonomi, termasuk dalam konteks ini integrasi ekonomi kawasan. Dengan demikian, paradigma state-building sedikit demi sedikit bergeser menjadi capacity building (Hameiri, 2010: 3). Artinya, peran negara lebih diarahkan bukan untuk membangun kekuasaan politik yang bersifat koersif, melainkan membangun kapasitas (internal maupun
eksternal)
agar
sejalan
dengan
integrasi
ekonomi
regional/global. Kompleksitas ekonomi yang ada, dalam perspektif ini, 15
menjadikan “negara” pada titik tertentu sebagai aktor pasar, baik di tingkat global ataupun regional (Nesadurai, 2013). Dengan melihat globalisasi sebagai proyek (begitu juga dengan integrasi
ekonomi
regional),
maka
penting
bagi
kita
untuk
memposisikan ulang peran negara dalam trayektori regionalisme di Asia
Tenggara.
Dengan
berpijak
pada
asumsi
bahwa
(1)
regionalisme adalah bagian tak terpisahkan dari globalisasi dan (2) pada dasarnya globalisasi adalah proyek politik yang melibatkan negara di dalamnya, penelitian ini akan berargumen bahwa regionalisme ekonomi di Asia Tenggara, dengan hadirnya AEC, adalah proyek politik yang tak terpisahkan dari negara. Dilacak dari akar pendiriannya, AEC sangat kental dengan peran yang kompleks antara negara dan aktor-aktor bisnis yang saling menegosiasikan kepentingan satu sama lain. Untuk itu, perlu adanya perspektif yang mampu (1) memahami transformasi dalam ekonomi regional (2) mampu memahami dan menempatkan posisi negara dalam trayektori regionalisme ekonomi di Asia Tenggara. Secara teoretik, regionalisme sendiri diwarnai oleh perdebatan dua perspektif yang saling berkontestasi dalam mendefinisikan proyek integrasi regional. Perspektif pertama yang berporos pada pandangan state-centric melihat bahwa pada dasarnya regionalisme berakar dari negara-negara yang memiliki satu kepentingan bersama dan menegosiasikan
kepentingan tersebut dalam forum ekonomi
regional (Wunderlich, 2007). Perspektif ini kemudian dikenal sebagai
liberal intergovernmentalism, yang berporos pada kepentingan negara untuk mendefinisikan regionalisme di kawasan (Wunderlich, 2007; lihat juga Moravcsik, 2002). Perspektif kedua yang dikenal sebagai supranasionalisme lebih percaya pada gagasan dan ide besar yang mendorong adanya integrasi ekonomi regional. Melampaui liberal
intergovernmentalism, perspektif ini percaya bahwa walaupun integrasi regional didorong oleh negara, pada dasarnya mereka akan sampai pada sebuah konstruksi supra-nasional yang meniscayakan adanya pembentukan
satu
institusi baru yang melampaui negara-bangsa
(Wunderlich, 2007). Adanya penyatuan mata uang tunggal dan 16
terbentuknya Komisi Eropa via Perjanjian Maastricht sering menjadi argument dari perspektif ini. Penelitian ini ingin meletakkan AEC dalam dua perdebatan ini. Walaupun
pada
dasarnya
ASEAN
merupakan
organisasi
intergovernmental dan proses-proses perundingan yang ada di dalamnya juga masih berporos pada negara, beberapa poin dalam cetak biru AEC mengisyaratkan adanya integrasi dengan ekonomi global
(ASEAN,
2007).
intergovernmentalism
Dengan
dalam
berpijak
integrasi
pada
regional,
asumsi
penelitian
ini
mencoba untuk menghadirkan negara sebagai salah satu entitas yang bisa bersinergi dengan entitas
lain (termasuk
bisnis)
untuk
membangun kerangka integrasi ekonomi regional. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba untuk menghadirkan sebuah perspektif baru tentang pemerintahan yang di satu sisi
kompetitif
(mampu
meletakkan dirinya secara sinergis dalam kerangka ekonomi politik regional) dan secara internal representatif (mampu menghadirkan legitimasi politiknya di tingkat domestik).
B. COMPETITIVE AND REPRESENTATIVE GOVERNMENT Sebagaimana
telah
dianalisis
pada
bagian
sebelumnya,
paradigma lama dalam perdebatan negara dan pasar yang meletakkan interaksi keduanya dalam posisi diametrikal alias saling meniadakan (historically and politically divided) sudah sedikit
banyak ditinggalkan
dan digeser oleh sebuah cara pandang baru yang melihat bahwa negara dan pasar bisa bekerja bersama dalam logika functional co-
existence, bahkan mutually reinforcing (lihat misalnya Hirsch, 1995) dalam (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015). Di satu sisi, pasar global (dan regional) mendikte negara untuk look down terhadap integrasi pasar regional dan di sisi lain hal ini mengisyaratkan
adanya
institusi-
institusi baru di kawasan yang harus diadaptasi oleh negara (lihat Nesadurai, 2003). Artinya, peran negara dalam AEC menjadi penting untuk bisa beradaptasi, dan kemudian bersinergi dengan entitas bisnis
17
(baik bisnis besar maupun kecil) di dalam lanskap ekonomi regional yang kompetitif sembari di saat bersamaan juga menjaga representasi dan legitimasi politik di tingkat domestik. Oleh karena itu, pertanyaan sekaligus tantangan yang lebih mengedepan bukanlah apakah harus memilih negara atau pasar melainkan bagaimana meletakkan keduanya dalam sebuah continuum hubungan.
Pola
hubungan
baru
tersebut
–
dengan
segala
kontroversinya – jelas membutuhkan kualifikasi baru, terutama dari sisi negara yang tidak harus menjadi pasar untuk bisa berpikir dan bertindak seperti pasar. Dari berbagai literatur yang bisa dirangkum, kualifikasi baru ini disebut competitive and representative government. Secara sederhana, kedua kualifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika berhadapan dengan tuntutan pasar dalam konteks globalisasi–dan AEC menjadi bagian darinya–maka dominan
yang
muncul
adalah menyiapkan dan
wacana
menciptakan
pemerintah yang kompetitif. Ini merupakan tipikal pemerintah yang tidak hanya bekerja berbasis logika dasar teritorialitas di tengah mulai memudarnya batas-batas jurisdiksi, tetapi juga ditandai oleh otonomi relatif terhadap aktor dan faktor di sekitarnya (Hirsch, 1995). Tegasnya, pemerintah hadir sebagai aktor yang harus bertarung dengan aktoraktor lain, tidak melulu dalam konteks menundukkan, tetapi juga melayaninya.
Konsep
ini,
sayangnya,
diterjemahkan
secara
serampangan dalam menempatkan negara ketika berhadapan dengan pasar. Dalam banyak situasi, negara secara operasional dipaksa untuk melakukan berbagai hal guna memfasilitasi bekerjanya pasar. Dengan kata lain, logika dan tuntutan pasar dijadikan pijakan untuk menilai kompetitif tidaknya sebuah negara (Farazmand, 2013). Hal itu dapat dilihat dari tuntutan kepada pemerintah untuk menghadirkan rezim perijinan usaha atau investasi yang murah dari sisi biaya, cepat dari sisi waktu, sederhana dan sisi proses, dan seterusnya. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan World Economic Forum sangat gencar mengkampanyekan ini dan tidak segan-segan turun tangan memberikan bantuan dan tekanan kepada negara-negara yang dianggap business-hostile. Dengan kata lain, competitive state sudah 18
direduksi menjadi sekedar state competitiveness sehingga negara kehilangan makna hakikinya. Di tengah memudarnya makna competitive state, dibutuhkan suplemen ideologi untuk pada
jalurnya. Oleh
mengembalikan negara atau
karena
itu,
pemerintah
konsep competitive state perlu
diperkuat atau dipertegas lagi dengan kualifikasi tambahan yang disebut representative state (lihat misalnya Colas, 2003; Farazmand, 2010).
Meminjam
konsep
representative bureaucracy, konsep
representative state terutama mengacu pada kualifikasi aktor dari representasi di mana negara hadir secara konkret untuk melayani masyarakat yang memberikan mandat kepadanya. Jika konsep
competitive state terutama diarahkan untuk melayani aktor-aktor di lingkup jurisdiksinya – investasi asing, perusahaan multinasional, lembaga-lembaga internasional, dan NGOs internasional – maka konsep representative state memberikan perhatian pada aktor dan kepentingan domestiknya. Bagaimana kedua kualifikasi tersebut bisa bekerja secara bersamaan? Mengikuti logika demokrasi, basis pijakan negara dan pemerintah adalah lingkup domestiknya. Lingkup global di luar batas jurisdiksinya lebih diperlakukan sebagai perluasan arena perwujudan kepentingan
domestiknya.
Dalam
konteks
kepentingan aktor-aktor global harus
ini
pula,
“ditundukkan”
tuntutan
di
bawah
kepentingan domestiknya. Konsepsi yang demikian sama sekali tidak dikembangkan
untuk
Sebaliknya,
semata-mata
ia
mewadahi
naluri-naluri
didesain
untuk
ultra-nasionalis.
memastikan
agar
kepentingan domestik benar-benar menjadi basis pijakan pertarungan sebuah negara di arena global ataupun dengan aktor-aktor global di ranah lokal. Pada kuafilikasi
level yang lebih operasional,
negara
tersebut
bisa
implementasi kedua
menjembatani
hasrat
sebuah
pemerintah untuk mengikatkan dirinya pada berbagai komitmen global tanpa harus kehilangan basis pijakan lokalnya. Sebaliknya, pertarungan pada ranah global atau pada tingkat lokal dengan aktor-aktor global
19
menjadi bagian dari strategi untuk mengamankan kepentingan domestiknya.
Secara pragmatis, inilah pilihan yang paling ideal.
Banyak negara yang kehilangan
legitimasi dan kepercayaan
masyarakatnya karena hanya melulu melayani kepentingan aktoraktor
global
(Comptom, 2000; Ivanova dan Castellano, 2011).
Beberapa negara juga kehilangan peluang dan pada akhirnya tertinggal justru ketika ia mencoba menutup diri dari percaturan global
secara rapat. Tuntutan ini mengharuskan sektor publik
melakukan berbagai pembenahan serius, mulai dari aspek makro kelembagaan hingga aspek mikro individual, baik yang bersifat strategis maupun yang bersifat teknis (Farazmand, 2009; Cheung, 2009; Bowornwathana, 2009). Pada jantung dari pembenahan tersebut adalah aspek kapasitas (lihat misalnya Hameiri, 2007; Leindenberg, 1999; Weiss, 1998). Walaupun banyak pihak merujuk pada struktur sebagai biang kerok berbagai persoalan, proposal perubahan seringkali menghadapi jalan buntu. Sambil menunggu perombakan struktural yang bersifat jangka panjang, solusi inkremental bisa ditemukan pada strategi dan agensi.
C. STATE CAPACITY DAN REINVENTING PERAN APARATUR SIPIL NEGARA Kerangka Competitive and Representative Government (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015) yang diajukan pada poin di atas pada dasarnya memerlukan kapasitas penyelenggara negara yang prima. Secara teoretik, penelitian ini akan menggunakan bingkai Competitive
and Representative Government untuk mendefinisikan kapasitaskapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh negara. Sebagaimana diulas pada bagian sebelumnya, Competitive and Representative Government tidak hanya memerlukan kapasitas negara yang bisa menghadapi kompetisi di tingkat regional/global,
tetapi
juga
mampu
membangun legitimasi internal di tingkat domestik (Bretton, 2007). Hal ini membutuhkan konseptualisasi mengenai apa saja kapasitas yang perlu dimiliki oleh negara.
20
Proyek
integrasi
ekonomi
regional
secara
teoretik
melahirkan satu konsep baru dalam paradigma pengelolaan negara, yakni regulatory state. Model pengelolaan negara ini membutuhkan pergeseran dalam paradigma penyelenggaraan negara dari state-
building menjadi capacity building (Hameiri, 2010; Irawati dan Rutten, 2004). Sebagai regulator, negara memerlukan kemampuan untuk melakukan
manajemen risiko
dan
krisis
untuk
menyelamatkan
perekonomian ketika pasar tidak mampu berjalan secara optimal (Hameiri, 2010). Di sisi lain, negara juga dituntut untuk beradaptasi dengan knowledge economy yang beriringan dengan regionalisasi produksi dan bisnis di kawasan. Dalam model knowledge economy, ada tiga elemen yang diperlukan: (1) institusi untuk mendukung inovasi; (2) jaringan untuk mengembangkan dan mentransfer pengetahuan (ke dalam inovasi); serta (3) dukungan infrastruktur inovasi untuk mendorong perusahaan untuk berinovasi (Irawati dan Rutten, 2004). Dalam konteks ini, kapasitas negara dan aparatur di dalamnya sangat penting untuk mendukung inovasi, baik yang diinisiasi oleh aparatur, entitas bisnis, maupun komunitas-komunitas masyarakat kreatif. Sebagai contoh, kapasitas negara diperlukan untuk membiayai
research and development yang berskala besar. Negara perlu mendorong riset karena sumber daya yang dimiliki (seperti instiusi perguruan tinggi atau lembaga riset negara) memiliki kapasitas untuk melakukan riset-riset dasar, berskala besar, dan siap digunakan untuk industri. Pada titik ini, skema triple helix menjadi penting untuk menghubungkan negara dalam sistem knowledge economy (Kroll and Schiller, 2014). Contoh yang lain, negara juga penting untuk memastikan
rantai
produksi
berjalan
secara
optimal
serta
memberdayakan kelompok- kelompok usaha kecil menengah untuk mampu bersaing dalam skala regional (Permana, Rachman, dan Sulistyastuti, 2014). Dalam konteks yang lebih luas, negara juga menjadi aktor yang penting untuk menegosiasikan kepentingannya dalam forum-forum yang tidak hanya mengikutsertakan negara, tetapi juga aktor bisnis. Artinya, kapasitas diplomasi yang dimiliki oleh negara tidak hanya ditujukan hanya pada perundingan yang melibatkan negara, 21
tetapi juga dengan pasar (Nesadurai, 2013) dalam (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015). Pada konteks ini, perlu adanya reposisi paradigma penyelenggaraan negara untuk menghadapi proyek integrasi ekonomi regional. Dengan demikian, dalam lanskap integrasi ekonomi regional tersebut, posisi negara menjadi penting untuk membangun kapasitas dalam empat hal penting. Pertama, kapasitas regulatory, yakni kapasitas untuk membuat aturan-aturan, norma, dan koridor yang memastikan pasar bisa berjalan secara optimal dan risiko-risiko yang berpotensi muncul dalam hal tersebut dapat diantisipasi. Kedua, kapasitas pengetahuan, yakni kapasitas untuk merespons perubahanperubahan
yang
terjadi
di
tingkat
global/regional
dan
menghubungkan pengetahuan tersebut, secara institusional, dengan para
pemangku
kepentingan
(stakeholders).
Ketiga,
pemberdayaan stakeholders, yakni kapasitas untuk
kapasitas
memperkuat
kapasitas pemangku kepentingan yang tidak memiliki kapasitas skill, pengetahuan, serta akses terhadap modal yang membuat mereka gagal berkompetisi
dalam
pasar
regional/global.
Keempat,
kapasitas
negosiasi, yakni kapasitas untuk bisa berhubungan dengan kekuatan ekonomi
lain,
membangun
baik
di
kerjasama
dalam yang
maupun bisa
luar
negeri,
menguntungkan
serta untuk
pengembangan ekonomi domestik. Dalam konteks Indonesia yang menerapkan desentralisasi, keempat kapasitas ini perlu diturunkan menjadi daftar kapasitas yang bisa diimplementasikan, baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Keberadaan lembaga riset seperti
Lembaga
Administrasi Negara atau instansi terkait akan menjadi sangat krusial dalam memastikan kapasitas-kapasitas tersebut bisa diimplementasikan dalam
pengembangan
kapasitas
aparatur
negara
di
berbagai
tingkatannya. Pertanyaan mendasar kemudian muncul di aras yang lebih mikro, bagaimana aparatur negara harus menyikapi integrasi ekonomi regional? Tantangan bagi administrator publik telah berkembang secara paradigmatis dari peran tradisional sebagai pembentuk enabling
environment seperti regulasi, infrastruktur, pendidikan dan pelatihan; 22
membentuk prakondisi bagi ekonomi pasar yang efektif seperti menjaga kompetisi yang sehat, menjamin keterbukaan informasi, penegakan hukum, dan minimalisasi dampak eksternalitas (Klinger, 2004) menuju peran non-tradisional Governing on The Edges. Dengan pendekatan baru tersebut, Mintzberg (2004) dalam Abonyi & Slyke (2010)
menekankan
pada
kebutuhan
untuk
menghubungkan
pemerintah dengan lingkungan global yang kompleks, dinamis, dan saling terkait. Paradigma Governing on The Edges memerlukan kolaborasi yang efektif antara pemerintah dengan sektor privat dalam membentuk kebijakan yang mampu memberikan insentif bagi dunia bisnis namun di saat yang sama merupakan pendekatan yang mengedepankan aspek akuntabilitas publik. Secara umum, Governing
on The Edges berpegang erat pada prinsip (1) linking ketimbang commanding; (2) convincing daripada controlling; (3) enabling, partnering versus doing. Sebenarnya ada dua problem utama yang harus diselesaikan dalam memecahkan masalah inkompatibilitas aparatur negara dengan tantangan seperti AEC. Chen dan Neo (2007) melalui pendekatan
dynamic governance menjelaskan problem tersebut sebagai pertama, ketidakmampuan organisasi publik dalam memahami perubahan yang terjadi di sekitarnya dan kedua, sulitnya membuat penyesuaianpenyesuaian institusional sehingga organisasi tetap efektif dalam merespon perubahan. Dalam konteks AEC, permasalahan pertama bisa diartikan sebagai problem awareness. Aparatur negara perlu menjadi yang terdepan untuk memahami aturan main perdagangan bebas dan investasi di ASEAN, membaca dan menerjemahkannya menjadi serangkaian peluang dan tantangan yang perlu diantisipasi oleh seluruh elemen masyarakat. Aspek kedua adalah unsur preparedness dalam tataran
pragmatis
tentang
bagaimana
aparatur
melakukan
penyesuaian. Penyesuaian misalnya dalam hal kelembagaan, dengan aturan main baru di tingkat regional apakah perlu direspon dengan lembaga yang ramping dan ringkas sehingga gerak organisasi menjadi tangkas. Ataukah diperlukan organisasi yang besar, merespon banyak 23
permasalahan sehingga pendekatan terhadap AEC menjadi lebih komprehensif. Konseptualisasi peran aparatur negara dalam menghadapi AEC juga bisa dilihat dalam kapabilitas seperti apakah aparatur negara telah memiliki mindset untuk thinking ahead, thinking again, dan thinking
across (Chen & Neo, 2007) dalam (Pusat Studi ASEAN UGM, 2015). Aparatur harus berpikir ke depan (thinking ahead), menyadari bahwa dalam lanskap ekonomi baru ide, kreativitas dan pengetahuan merupakan faktor produksi atau input yang sangat penting. Dalam skema
liberalisasi
bersertifikasi
perdagangan
dengan
jasa
AEC,
hanya
tenaga kerja
skill khusus yang dapat memaksimalkan
kesempatan mobilitas tenaga kerja. Selanjutnya, thinking again yang berarti aparatur harus mampu meninjau ulang kebijakan yang sudah ada apakah mampu menjawab tantangan yang berkembang sehingga kebijakan dapat berkinerja lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal ini, penyesuaian atau adaptasi kebijakan tidak hanya sebuah reaksi pasif dari tekanan eksternal tapi merupakan pendekatan proaktif terhadap inovasi, kontekstualisasi dan eksekusi kebijakan.
Thinking across berarti kemampuan dan keterbukaan untuk belajar dari pengalaman institusi lainnya di luar batas-batas organisasi sehingga ide baru dapat diperkenalkan dalam sebuah institusi. Kemampuan
ini
juga
memerlukan
kapasitas
aparatur
untuk
bekerjasama dengan institusi lainnya di luar batas-batas administratif birokrasi.
D. TINJAUAN TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2015-2019 Perwujudan pembangunan ekonomi dalam periode tahun 20152019 dirancang dengan menekankan pemahaman mengenai dasar untuk memulihkan harga diri bangsa dalam pergaulan antar bangsa yang 24
sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, yang tertuang dalam Trisakti. Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi menempatkan
rakyat
sebagai
pemegang
kedaulatan
di
dalam
pengelolaan keuangan negara dan sebagai pelaku utama dalam pembentukkan produksi dan distribusi nasional. Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk mendorong perekonomian Indonesia ke arah yang lebih maju, yang mampu menciptakan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat ini harus didukung oleh berbagai kondisi penting yang meliputi: (1) terciptanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan; (2) terciptanya sektor ekonomi yang kokoh; serta (3) terlaksananya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa dalam penyusunan standar kompetensi Aparatur Sipil Negara dalam menghadapi ASEAN Economic
Community mempertimbangkan berbagai isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi di bidang ekonomi (buku II)
sebagaimana
dituangkan dalam RPJMN 2015-2019 sebagai berikut.
25
Tabel 2.1. Matriks RPJMN 2014-2019 Buku II No 1
Bidang Industri
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Re-Industrialisasi yang Berkelanjutan
Pertumbuhan industri Tahun 2015-2019 ditargetkan lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dengan sasaran sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3.21. Untuk mencapai sasaran tersebut, jumlah industri berskala menengah dan besar perlu meningkat sekitar 9.000 unit usaha selama 5 tahun ke depan
(1) Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (1)Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (2)Kawasan Peruntukan Industri; (3)Kawasan Industri; dan (4) Sentra IKM
(1) Deindustrialisasi (2) Populasi dan Struktur Industri Lemah (3) Bahan mentah diekspor, sementara bahan setengah jadi diimpor. (4) Ketergantungan pada impor tinggi (5) Produktivitas Rendah (6) Industri Terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera
26
(2) Penumbuhan Populasi Industri
Strategi (1) Memfasilitasi pembangunan 14 Kawasan Industri (KI) (2) Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa (3) Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM)
(4) Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun infra-struktur utama (jalan, listrik, air bersih, telekomunikasi, pengolah limbah, dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja. (1) Mendorong investasi untuk industri pengolah sumber daya alam, baik hasil pertanian maupun hasil pertambangan (hilirisasi) (2) mendorong investasi industri penghasil barang konsumsi kebutuhan dalam negeri, penghasil bahan baku, bahan setengah jadi, komponen dan
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
sub-assembly
(3) Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja)
(3) Memanfaatkan kesempatan dalam jaringan produksi global baik sebagai perusahaan subsidiary, contract manufacturer, maupun sebagai independent supplier (Integrasi ke Global Production Network). (4) Pembinaan industri kecil dan menengah (Pembinaan IKM) agar dapat terintegrasi dengan rantai nilai industri pemegang merek (Original Equipment Manufacturer, OEM) di dalam negeri dan dapat menjadi basis penumbuhan populasi industri besar dan sedang. (1) Peningkatan Efisiensi Teknis (2) Peningkatan Penguasaan Iptek / Inovasi (3) Peningkatan Penguasaan dan Pelaksanaan Pengembangan Produk Baru (New Product Development) oleh industri domestik. (4) Pembangunan Faktor Input (5) Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
27
No
Bidang
2
Perdagangan DN
Isu Strategis Mendorong Perdagangan Dalam Negeri (1) Masih terdapatnya kelangkaan stok dan disparitas harga bahan pokok yang tinggi (2) Belum optimalnya aktivitas perdagangan dalam negeri (3) Masih rendahnya minat masyarakat terhadap produk domestik. (4) Belum optimalnya upaya pelindungan konsumen
Sasaran Pertumbuhan PDB riil sub kategori perdagangan besar dan eceran menjadi sebesar 8,2 persen di tahun 2019
Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu rata-rata di bawah 9,0 persen per tahun. Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah rata-rata di bawah 13,6 persen per tahun
28
Arah Kebijakan Meningkatkan aktivitas perdagangan dalam negeri yang lebih efisien dan berkeadilan
Strategi (1) Pembenahan sistem distribusi bahan pokok dan sistem logistik rantai pasok agar lebih efisien dan lebih andal serta pemberian insentif perdagangan domestik sehingga dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah (2) Pembenahan iklim usaha perdagangan yang lebih kondusif (3) Penguatan perlindungan konsumen dan standardisasi produk lokal di
(1) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan
(2) Meningkatkan kualitas sarana perdagangan (terutama pasar rakyat) (3) Meningkatkan aktivitas perdagangan antar wilayah di Indonesia
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran Pembangunan/revitalisasi 5000 pasar rakyat, yang didukung oleh pemberdayaan terpadu nasional pasar rakyat
Arah Kebijakan
Strategi pusat dan di daerah
(4) Meningkatkan kapasitas pelaku usaha dagang kecil menengah (5) Meningkatkan iklim usaha perdagangan konvensional dan non konvensional yang lebih kondusif (6) Mendorong penggunaan produk domestik (7) Meningkatkan perlindungan konsumen (8) Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara konsisten, baik untuk produk impor maupun produk domestik (9) Meningkatkan efektivitas pengelolaan impor untuk menjaga stabilitas pasar
29
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi domestik,
3
Perdagangan LN
Peningkatan Daya Saing Ekspor (1) Sebagian besar ekspor merupakan komoditas Primer. (2) Masih rendahnya tingkat diversifikasi pasar tujuan ekspor. (3) Masih rendahnya
30
Pertumbuhan ekspor produk non-migas rata-rata sebesar 11,6 persen per tahun Rasio ekspor jasa terhadap PDB rata-rata sebesar 3,0 persen per tahun Peningkatan pangsa ekspor produk manufaktur menjadi sebesar 65 persen
(1) Menjaga dan meningkatkan pangsa pasar produk Indonesia di pasar ekspor utama (market maintenance) (2) Meningkatkan pangsa pasar ekspor di pasar prospektif (market creation)
(10) Mendorong Perdagangan Berjangka Komoditi (11) Mendorong pengembangan Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang (12) Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang perdagangan (1) Meningkatkan kemampuan diplomasi perdagangan (2) Meningkatkan peran perwakilan dagang di luar negeri (1) Memanfaatkan kerjasama perdagangan yang ada dan meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral (2) Meningkatkan peran perwakilan
No
Bidang
Isu Strategis daya saing ekspor jasa (4) Meningkatnya hambatan non tarif. (5) Fasilitasi ekspor yang belum optimal
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi dagang di luar negeri (3) Meningkatkan promosi ekspor
(3) Mengidentifikasi peluang pasar ekspor produk dan jasa potensial (product creation)
(4) Meningkatkan fasilitasi ekspor dan impor untuk mendukung daya saing produk nasional (export
(4) Meningkatkan pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global yang menghasilkan barang dan jasa berorientasi ekspor (1) Meningkatkan efektivitas market intelligence (2) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan calon eksportir dan eksportir pemula (3) Meningkatkan sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai produk potensial kepada seluruh produsen atau pelaku usaha potensial (4) Meningkatkan daya saing produk nasional (5) Meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor sektor jasa prioritas dalam rangka mendorong ekspor non-migas, meningkatkan efisiensi ekonomi dan produktivitas ekonomi serta meningkatkan fasilitasi perdagangan (1) Meningkatkan efektivitas manajemen impor (2) Mengoptimalkan fasilitas safeguards dan pengamanan perdagangan lainnya
31
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan facilitation and import management)
4
Kerjasama Ekonomi Internasional
Kerjasama Ekonomi Internasional (peningkatan kerjasama internasional baik di forum bilateral, regional, maupun multilateral)
(1) menurunnya jumlah hambatan tarif dan non-tarif di negara-negara yang menjadi pasar ekspor utama dan prospektif Indonesia;
(2) meningkatnya pemanfaatan skema perundingan kerjasama ekonomi internasional yang telah disepakati
32
Mendorong kerja sama ekonomi internasional yang lebih selektif dengan mengutamakan kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya melalui peningkatan ekspor, pariwisata, dan investasi, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi (3) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Free Trade Agreements (FTA) yang sudah dilakukan (4) Meningkatkan upaya pemantauan produk dan jasa luar negeri yang berpotensi mengancam daya saing produk lokal di pasar domestik (5) Mengembangkan fasilitasi perdagangan yang lebih efektif (1) Perumusan strategi diplomasi ekonomi nasional yang lebih komprehensif untuk mendukung kerja sama ekonomi internasional yang dapat mendorong penurunan hambatan non tarif, pembukaan pasar prospektif, dan menarik investasi asing langsung (foreign direct investment), serta menciptakan koherensi antara kebijakan kerja sama ekonomi internasional dengan kebijakan pembangunan nasional dan daerah. (2) Penyusunan kriteria dalam menentukan prioritasi (seleksi) kerja sama ekonomi internasional dalam lima tahun ke depan, yang menguntungkan dan sesuai dengan kepentingan nasional.
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran (3) mengurangi dampak negatif implementasi hasil kesepakatan kerjasama ekonomi internasional; (4) meningkatnya produktivitas para pelaku usaha di pasar prospektif Indonesia
Arah Kebijakan
Strategi (3) Pemantauan, kaji ulang, dan evaluasi terhadap perjanjian kerjasama ekonomi internasional yang telah berjalan maupun yang tengah dalam proses negosiasi (4) Peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah, antara lembaga pemerintah dengan kalangan dunia usaha, akademisi, LSM, dan masyarakat dalam proses perumusan strategi diplomasi ekonomi, serta implementasi dan pemanfaatan kerja sama ekonomi internasional yang telah disepakati. (5) Peningkatan kemampuan identifikasi kepentingan nasional untuk diperjuangkan dalam forum kerja sama ekonomi internasional, baik dalam forum bilateral, regional, maupun multilateral sehingga tercipta koherensi efektif antara diplomasi politik dan diplomasi ekonomi dengan programprogram pembangunan di tingkat pusat dan daerah (6) Pembentukan tim diplomasi lintas sektor/instansi yang mewakili Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional pada negosiasi kerja sama ekonomi internasional baik bilateral, regional, dan multilateral.
33
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi (7) Peningkatan kerja sama ekonomi internasional yang lebih luas dan menguntungkan bagi Indonesia dalam rangka membuka penetrasi ekspor ke pasar prospektif sambil tetap menjaga dan mempertahankan pasar ekspor utama Indonesia. (8) (1) Peningkatan peran Peningkatan aktif berbagai daya saing pemangku perekonomian kepentingan, baik nasional untuk dari pemerintah menghadapi pusat, pemerintah implementasi daerah, maupun dan kalangan peningkatan dunia usaha dalam pemanfaatan mengoptimalkan Indonesia manfaat dari dalam AEC implementasi 2015 (2) Peningkatan peran dan fungsi Sekretariat Nasional ASEAN, Komite Nasional ASEAN, Pusat Studi ASEAN, dan ASEAN Economic Community Center (AEC Center).
34
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi (3) Peningkatan efektivitas sosialisasi, komunikasi, serta layanan edukasi terhadap masyarakat dan para pelaku bisnis mengenai pemahaman dan pemanfaatan AEC (4) Peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi dan meningkatkan pemanfaatan AEC 2015 perlu didukung pula oleh peningkatan iklim usaha dan investasi yang kondusif, peningkatan daya saing produk unggulan Indonesia, peningkatan infrastruktur, peningkatan daya saing sumber daya manusia, serta peningkatan kapasitas UKM.
35
No
Bidang
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi (9) Pembentukan aliansi strategis dengan negara-negara kekuatan ekonomi baru dalam membentuk skema perdagangan yang lebih adil dan menguntungkan serta mendorong reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional. (10) Peningkatan dialog dan kerja sama teknis di bidang ekonomi dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara guna memperkuat integritas kawasan serta menjamin kestabilan politik dan ekonomi kawasan dan nasional. (11) Penyusunan road map kerangka kerja sama ekonomi maritim dalam rangka mendukung pembangunan, pengelolaan, dan pemanfaatan wilayah maritim Indonesia yang lebih baik.
36
BAB 3 TEMUAN LAPANGAN KEPULAUAN RIAU
A. DESKRIPSI KONDISI DAERAH Beberapa wilayah di Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya seperti perikanan, pertanian, pariwisata, industri, pertambangan dan lain-lain. Sesuai dengan RTRW Provinsi Kepulauan Riau, Kawasan peruntukan hutan produksi meliputi Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Konversi. Luas kawasan hutan produksi di Provinsi Kepulauan Riau adalah 49.441 Ha, Kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 164.209 Ha dan Kawasan Hutan Produksi Konversi seluas 265.806 Ha yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau. Rencana kawasan peruntukan pertanian di Provinsi Kepulauan Riau seluas 84.332 Ha. Kawasan pertanian ini terdiri dari kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan holtikultura, kawasan perkebunan dan kawasan peternakan. Pengembangan Kawasan Budidaya Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan yang direncanakan seluas sekitar 39.984 Ha, dengan luas lahan terluas dialokasikan di Kabupaten Lingga sebagai sentra pengembangan sektor pertanian dan Kabupaten Bintan. Potensi kelautan dan perikanan di Provinsi Kepulauan Riau sangat besar karena sekitar 96% wilayah Kepulauan Riau adalah lautan. Potensi 37
perikanan yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk perikanan, industri bioteknologi kelautan, industri sumberdaya laut-dalam dan pemanfaatan muatan barang kapal tenggelam, wisata bahari dan potensi mangrove dan terumbu karang. Komoditas hasil kelautan dan perikanan yang dikembangkan merupakan komoditas unggulan yang terdiri dari rumput laut (seaweed), ikan dan biota laut ekonomis tinggi serta komoditi hasil budidaya perikanan. Potensi pertambangan yang ada di provinsi Kepulauan Riau berupa batu granit di wilayah Karimun, Bintan, Lingga dan Kepulauan Anambas; Pasir di wilayah Karimun, Bintan, dan Lingga; Timah di wilayah Karimun dan Lingga; Bauksit di wilayah Karimun, Bintan, dan Lingga, Biji Besi di wilayah Lingga dan Kepulauan Anambas, Minyak dan Gas di wilayah Natuna dan Kepulauan Anambas, serta potensi galian tambang lainnya. Adapun rencana kawasan pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau seluas 1.899 Ha. Rencana kawasan industri di Provinsi Kepulauan Riau seluas 18.456 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kawasan peruntukan industri di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari : 1. Kawasan industri besar, merupakan kawasan industri yang memiliki luas lahan kawasan industri paling rendah 50 (lima puluh) hektar dalam satu hamparan. Industri yang dikembangkan meliputi industriindustri unggulan yang terdiri dari industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika; 2. Kawasan industri tertentu untuk usaha mikro, kecil dan menengah merupakan kawasan industri yang memiliki luas lahan untuk usaha mikro, kecil dan menengah paling rendah 5 (lima) hektar dalam satu hamparan. Industri yang dikembangkan meliputi industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu. Lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB dengan Migas atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2013 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 24,11%, kemudian 38
urutan kedua adalah sektor bangunan sebesar 5,25%, dan ketiga adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,7%. Dari tahun 20092013
sektor
perdagangan,
hotel
dan
restoran
selalu
menjadi
penyumbang terbesar PDRB di Provinsi Kepulauan Riau. Tabel 3.1 Distribusi Persentase PDRB Dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008-2013 (%) No 1
Tahun
Lapangan Usaha Pertanian,
Peternakan,
2009
2010
2011
2012
2013
4,51
4,38
4,27
4,07
3,91
5,44
5,13
4,89
4,82
4,7
50,91
50,82
50,76
50,22
50
Kehutanan dan Perikanan 2
Pertambangan
dan
Penggalian 3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,53
0,53
0,57
0,56
0,55
5
Bangunan
4,52
4,7
4,85
5
5,25
6
Perdagangan, Hotel, dan
22,52
23,01
23,09
23,72
24,11
dan
4,49
4,45
4,59
4,6
4,55
Keuangan, Real Estat, dan
4,78
4,68
4,68
4,7
4,67
Jasa-Jasa
2,33
2,29
2,31
2,3
2,26
Total
100
100
100
100
100
Restoran 7
Pengangkutan Komunikasi
8
Jasa Perusahaan 9
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau (*2011 angka sementara, **2012 angka sangat sementara, ***2013 angka sangat sangat sementara)
Pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran mengenai dampak dari kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil oleh pemerintah, khususnya
dalam
bidang
ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi
juga
menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Pertumbuhan yang tinggi menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun tergambar dari pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.
39
Tren pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau meskipun tidak signifikan
namun
menunjukkan
peningkatan.
Pada
tahun
2008
pertumbuhan ekonominya sebesar 6,63%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 5,78%. Pertumbuhan ekonomi paling rendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 3,52%. Pada umumnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, kecuali tahun 2009 dan tahun 2013. Secara lengkap perbandingan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau dengan nasional pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau dengan Nasional Tahun 2008-2013 (%) Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2013
B. PENCAPAIAN DI BIDANG EKONOMI 1. Perdagangan Provinsi
Kepulauan
Riau
memiliki
kekhususan
dalam
pengembangan sektor perdagangan. Hal tersebut dikarenakan telah berlakunya Free Trade Zone (FTZ) sejak tahun 2009 di beberapa kabupaten/kota yang ada di wilayah Kepulauan Riau yakni Batam, Bintan, dan Karimun. FTZ di Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Karimun dilaksanakan atas dasar amanat dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
40
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 36 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang. Undang-undang tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, PP No. 47 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Pulau Bintan, dan PP No. 48 Tahun 2007 menyangkut Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk Karimun. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Dampak dari berlakunya FTZ di Batam, Bintan dan Karimun diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor perdagangan di Indonesia pada umumnya, dan Provinsi Kepulauan Riau pada khususnya. Pemberlakukan
FTZ
berarti
akan
ada
kebebasan
dan
berbagai
kemudahan dalam rangka peningkatan investasi karena tujuan dari FTZ salah satunya adalah untuk menghadapi perdagangan bebas. Salah satu dampak yang telah dirasakan dari diberlakukannya FTZ di
Batam,
Bintan
Karimun
adalah
meningkatnya
kinerja
sektor
perdagangan di Provinsi Kepulauan Riau. Hal tersebut bisa dilihat dari semakin meningkatnya kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2014 kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB mencapai 20,69%, meningkat dari 19,8% pada tahun 2010. Kinerja sektor perdagangan didukung oleh dua sektor, yakni sektor perdagangan luar negeri dan sektor perdagangan dalam negeri. Dari sektor perdagangan luar negeri dapat dilihat bahwa terdapat berbagai produk asal Provinsi Kepulauan Riau yang dapat diterima dengan baik oleh pasar internasional. Produk-produk tersebut yaitu karet, rumput laut, gambir, sagu, kopra, dan produk-produk hasil kelautan dan perikanan. Dari hasil ekspor produk-produk tersebut, Provinsi Kepulauan Riau mampu menerima US$ 8.085.867,01 ribu pada pertengahan tahun 2014. Sedangkan nilai bersih ekspor produk asal Kepulauan Riau selama
41
5 tahun terakhir kondisinya fluktuatif dengan tren yang kurang karena menurun. Pada tahun 2010 nilai bersih ekspor dari Kepulauan Riau mampu mencapai US$ 5.169.499,1 ribu, namun sampai pertengahan tahun 2014 nilai bersih yang diterima baru sebesar US$ 2.643.208,36 ribu. Perdagangan dalam negeri yang ada di Provinsi Kepulauan Riau berkembang
cukup
baik.
Pengembangan
sarana
dan
prasarana
infrastruktur yang cukup pesat mampu mendukung perkembangan perdagangan dalam negeri yang ada. Ketersediaan pasar khususnya pasar tradisional menjadi salah satu upaya peningkatan kinerja perdagangan dalam negeri. Sampai tahun 2014 di seluruh wilayah Kepulauan Riau terdapat 44 pasar tradisional dan pertokoan modern. Dari 44 tersebut pada tahun 2014 baru 15 (34,09%) yang mampu diawasi dengan baik oleh pemerintah. Selain pengawasan pasar, hal lain yang dilakukan oleh pemerintah untuk menggenjot sektor perdagangan dalam negeri adalah penataan kawasan pedagang kaki lima yang tersebar di seluruh wilayah. Data dari Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
Kepulauan
Riau
menunjukkan bahwa terdapat 900 titik lokasi pedagang kaki lima dan baru 400 lokasi yang tertata dengan baik. Adapun kinerja lain dari sektor perdagangan di Provinsi Kepulauan Riau adalah mengenai pembinaan terhadap pelaku usaha dagang kecil dan menengah (UDKM). Pembinaan tersebut dilakukan dengan cara memberikan fasilitas dan kesempatan kepada pelaku UDKM untuk mengikuti pameran-pameran yang ada. Hanya saja sampai tahun 2014 baru 4,52% saja pelaku UDKM yang mampu difasilitasi oleh pemerintah untuk mengikuti pameran. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan perdagangan adalah mengenai perlindungan terhadap konsumen. Konsumen adalah penggerak utama perdagangan, oleh karena itu harus benar-benar terlindungi dari hal-hal yang dapat merugikannya. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan yang menimpa konsumen adalah dengan membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK dibentuk di kabupaten/kota berdasarkan atas amanat dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Tugas pokok BPSK adalah menangani dan menyelesaikan sengketa antara
42
pelaku usaha dan konsumen. Adapun fungsi dari BPSK adalah untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Berdasarkan data yang ada, tingkat penyelesaian sengketa konsumen yang mampu ditangani oleh BPSK-BPSK yang ada di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014 baru mampu mencapai 77,78 dari total kasus. Angka tersebut menurun dari capaian tahun-tahun sebelumnya yang mampu mencapai 100%. 2. Perindustrian Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional,
sehingga
derap
pembangunan
industri
harus
mampu
memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan sektor industri, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional. Perindustrian di Provinsi Kepulauan Riau merupakan penggerak ekonomi utama. Hal tersebut bisa dilihat dari sumbangan sektor perindustrian terhadap PDRB, yang selama lima tahun terakhir sektor perindustrian selalu menunjukkan kontribusi terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Berdasarkan data yang ada, kontribusi sektor perindustrian terhadap PDRB dengan Migas atas dasar harga berlaku di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 47,7% pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 angka sementara menunjukkan kontribusi sektor perindustrian mencapai 47,24%. Besarnya kontribusi sektor perindustrian terhadap PDRB salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya perusahaan yang ada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Data tahun 2013 terdapat 320 perusahaan yang terdiri dari 196 perusahaan modal asing (61,25%), 54 perusahaan dalam negeri (16,87%) dan 70 perusahaan non fasilitas (21,88%). Perkembangan perindustrian di Provinsi Kepulauan Riau memang masih bertumpu di Kota Batam karena 85,94% industri besar dan sedang yang ada terdapat di kota tersebut.
43
Tabel. 3.2. Jumlah Perusahaan Industri Besar-Sedang di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2014 No
Kategori
1
PMDN
2
PMA
3
Non Fasilitas Total
2011
2012
2013
53
46
54
210
196
196
68
74
70
331
316
320
Sumber: Kepulauan Riau Dalam Angka, Tahun 2014
Pertumbuhan industri di Kepulauan Riau dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 trennya mengalami penurunan. Jika pada tahun 2011 pertumbuhan industri mencapai 6,15%, pada tahun 2014 pertumbuhan industri di Kepulauan Riau hanya sebesar 0,91%. Jika jumlah industri besar sedang jumlahnya hanya 320 saja, berbeda dengan jumlah industri kecilnya. Jumlah industri kecil di Kepulauan Riau mencapai 2.200 unit pada tahun 2014. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 yang jumlahnya 1.967 unit saja. Dalam rangka meningkatan kapasitas pelaku industri kecil, banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain adalah menyertakan produk-produk dari pelaku industri kecil ke berbagai kegiatan pameran maupun expo. Hanya saja yang menjadi kendala adalah masih terbatasnya jumlah produk-produk pelakunindutri kecil yang bisa difasilitasi oleh pemerintah untuk mengikuti pameran atau expo. Hal lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pembinaan terhadap pelaku industri kecil. Jumlah pelaku industri kecil yang mendapatkan pembinaan trennya meningkat. Jika pad tahun 2010 hanya 4,42% saja yang dibina, maka pada tahun 2013 jumlah yang dibina mencapai 8,17%. Perkembangan kinerja urusan perindustrian dapat dilihat pada tabel berikut:
44
Tabel. 3.3. Capaian Kinerja Urusan Perindustrian di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2014 No
Kategori
1
Jumlah Industri Kecil
Satuan
2010
2011
2012
2013
2014
Unit
1.967
2.096
2.170
2.180
2.200
%
1,98%
5,25%
3,69%
4,17%
Na
%
4,42%
1,05%
4,56%
8,17%
Na
dan Menengah 2
Persentase IKM yang telah Pameran
mengikuti Promosi
Produk 3
Cakupan
bina
kelompok pengrajin Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2014
45
Tabel 3.4 10 Jenis Komoditi Ekspor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013
NO 1 2
3
Golongan Barang (HS) Mesin/peralatan listrik (85) Mesinmesin/Pesawat Mekanik Benda-benda dari besi dan Baja
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
226.38
331.51
231.47
251.01
247.39
282.96
279.93
297.24
321.74
107.35
102.64
107.47
95.92
105.84
126.18
113.38
173.82
111.50
104.94
87.54
116.85
87.31
86.34
106.29
TOTAL
NOV
DES
274.88
204.58
267.60
3,216.69
129.03
140.99
115.24
111.01
1,428.87
63.01
95.39
199.29
153.47
206.71
1,418.64
4
Kapal laut
11.30
71.51
33.10
41.70
5.80
60.77
70.38
0.00
27.86
11.34
14.33
12.06
360.15
8
Kendaraan dan bagiannya
23.22
17.34
21.16
22.25
16.06
18.03
20.81
20.88
18.83
18.58
0.00
23.31
220.47
9
Kokoa/coklat
18.48
13.44
23.63
12.17
15.43
15.77
17.68
21.90
13.44
26.37
20.68
20.34
219.33
70.58
63.92
42.61
75.88
71.15
112.74
41.96
39.82
70.38
61.04
128.52
87.30
865.90
44.16
52.73
41.67
45.80
50.54
42.10
55.90
52.75
46.00
56.91
49.16
60.94
549.50
45.89
33.77
39.52
33.21
31.55
43.54
34.95
28.47
34.30
32.62
0.00
33.48
391.30
0.00
0.00
17.56
9.01
0.00
20.35
21.79
0.00
3.03
17.10
0.00
0.00
88.84
658.86
791.80
645.73
703.80
631.07
808.78
763.07
697.89
760.00
839.12
636.82
822.75
8,759.69
5 6
Minyak dan lemak hewan/nabati Berbagai produk kimia
7
Perangkat Optik
10
Timah
Total 10 Golongan Barang
46
Nilai FOB (juta US$)
Golongan Barang (HS)
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
Lainnya
132.24
254.05
144.24
140.93
104.48
126.87
Total Ekspor Nonmigas
791.10
1,045.85
789.97
844.73
735.55
935.65
NO
AGST
SEPT
OKT
155.18
209.69
175.15
918.25
907.58
935.15
TOTAL
NOV
DES
148.86
151.24
159.70
1,902.63
987.98
788.06
982.45
10,662.32
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kep. Riau
47
Tabel 3.5 10 Jenis Komoditi Impor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 NO 1 2
3
Golongan Barang (HS) Mesin/peralatan listrik (85) Benda-benda dari besi dan Baja Mesinmesin/Pesawat Mekanik
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
264.25
313.89
192.14
219.64
220.81
126.20
243.54
198.34
216.43
219.18
120.78
248.65
180.78
168.60
246.04
141.93
84.78
136.74
82.04
107.12
139.45
119.70
146.11
151.60
148.82
196.92
162.50
140.71
149.47
158.64
TOTAL
NOV
DES
209.39
193.21
2,617.02
95.62
118.39
1,731.47
167.70
131.18
1,812.80
4
Besi dan Baja
81.92
40.43
82.64
107.16
99.51
71.04
67.44
53.71
61.97
57.24
38.63
59.88
821.57
5
Plastik dan Barang dari Plastik
46.76
44.06
41.89
43.70
48.72
47.65
46.91
41.72
42.40
46.66
40.97
43.24
534.68
6
Perangkat Optik
30.10
29.18
22.00
22.16
25.16
21.03
28.08
19.04
18.76
20.93
20.78
19.44
276.66
7
Alumunium
14.63
13.89
14.72
19.74
14.01
14.20
14.21
14.09
17.73
15.34
14.46
11.30
178.32
8
sari bahan samak
0.00
10.76
0.00
0.00
13.68
24.50
11.47
9.58
13.10
10.51
8.71
0.00
102.31
10.31
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
13.20
44.81
0.00
7.40
5.47
7.71
0.00
0.00
5.78
39.85
653.78
666.33
619.40
609.61
635.62
596.26
595.62
9
minyak atsiri berbagai 10 produk kimia Total 10 Golongan Barang
48
0.00 0.00 697.89
9.38 0.00 829.94
11.92
10.05
0.00
4.38
5.05
4.06
696.58
737.65
820.81
8,159.49
NO
Golongan Barang (HS)
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
NOV
DES
Lainnya
134.01
108.31
133.18
135.60
155.25
150.43
161.05
150.39
117.80
133.53
158.84
134.67
Total Ekspor Nonmigas
831.90
938.25
829.76
873.25
976.06
804.21
827.38
769.79
727.41
769.15
755.10
730.29
TOTAL 1,673.06 9,832.55
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kep. Riau
49
Tabel 3.6. 10 Jenis Komoditi Ekspor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 NO
Golongan Barang (HS) Mesin/peralatan listrik (85) Mesinmesin/Pesawat Mekanik Benda-benda dari besi dan Baja Minyak dan lemak hewan/nabati Berbagai produk kimia
1 2
3
4 5
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
254.57
236.30
278.93
264.60
243.88
245.86
243.85
244.60
99.96
144.03
151.47
137.52
109.47
141.55
148.35
43.94
120.92
45.09
79.87
90.67
207.16
42.78
117.24
91.28
99.09
81.94
82.58
79.15
AGST
SEPT
OKT
257.28
259.39
248.03
87.40
157.12
123.46
44.71
71.96
90.90
53.38
NOV*
DES
TOTAL
6.57
241.46
2,780.72
4.98
91.34
1,492.90
86.55
69.03
1,399.23
72.95
45.04
796.77
252.83
78.59
48.69
21.00
43.78
47.86
30.36
41.55
41.68
56.18
39.49
36.96
36.88
20.1
464.53
6
Kapal laut
96.62
26.88
20.37
86.71
16.00
37.53
0.00
6.92
15.46
29.66
15.90
0.00
352.05
7
Perangkat Optik
27.85
49.12
49.51
30.84
30.63
30.43
27.59
30.04
33.75
0.00
0.00
29.46
339.22
8
Kokoa/coklat
20.11
24.97
31.10
24.70
23.81
26.39
21.50
22.22
26.61
16.74
6.85
27.79
272.79
9
Kendaraan dan bagiannya
16.91
16.84
18.13
19.34
15.36
16.49
17.12
19.81
18.58
0.00
0.00
22.34
180.92
0.00
5.08
37.59
0.00
0.00
29.44
123.45
655.02
601.60
732.27
786.27
230.68
576.00
10
timah Total 10 Golongan Barang
50
0.00
1.45
9.01
0.00
0.67
40.21
901.64
642.53
765.40
875.46
706.75
728.96
8,202.58
NO
Golongan Barang (HS) Lainnya
Total Ekspor Nonmigas
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
147.51
100.64
100.18
104.48
92.19
87,75'
94.13
1,049.15
743.17
865.58
979.94
798.94
728.96
749.15
AGST
SEPT
OKT
NOV*
DES
92.90
102.70
128.43
31.51
183.48
694.50
834.97
914.70
262.19
759.48
TOTAL 1,178.15 9,380.73
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kep. Riau
51
Tabel 3.7 10 Jenis Komoditi Impor Terbesar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 NO 1 2
3
Golongan Barang (HS) Mesin/peralatan listrik (85) Mesinmesin/Pesawat Mekanik Benda-benda dari besi dan Baja
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
218.24
192.95
189.88
198.90
156.54
228.80
199.59
258.95
191.44
191.44
119.75
125.72
125.08
168.84
184.92
169.07
182.36
179.61
168.23
148.30
90.44
128.72
103.73
118.22
100.19
147.29
143.05
111.87
102.03
82.90
NOV*
DES
TOTAL
225.84
161.59
2,414.16
104.57
132.59
1,809.04
116.98
115.13
1,360.55
41.49
35.22
537.65
4
Besi dan Baja
40.45
49.37
50.07
57.49
41.13
44.15
46.02
64.74
29.83
37.69
5
Plastik dan Barang dari Plastik
44.06
43.85
45.34
50.03
45.45
45.18
47.39
42.08
44.25
46.54 41.92
20.74
516.83
6
Perangkat Optik
29.16
16.04
36.62
30.35
24.98
19.18
19.44
21.70
23.10
22.99
19.79
24.12
287.47
7
Kapal laut
58.59
4.49
0.00
0.00
4.16
74.80
48.05
0.00
0.30
20.48
13.69
0.00
224.56
8
Alumunium
13.89
14.25
12.47
14.99
14.10
14.84
14.26
18.74
13.62
14.36
14.28
12.31
172.11
8.86
0.00
0.00
10.18
8.53
8.99
11.82
10.78
14.30
9.73
10.34
12.48
106.01
7.57
11.58
16.13
0.00
6.45
10.71
11.94
0.00
0.00
0.00
0.00
64.38
582.96
574.77
665.13
580.00
758.75
722.69
720.41
587.10
574.43
588.90
514.18
sari bahan samak berbagai 10 produk kimia Total 10 Golongan Barang 9
52
0.00 623.44
7,492.76
NO
Golongan Barang (HS)
Nilai FOB (juta US$) JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
NOV*
DES
Lainnya
166.38
93.36
116.52
134.76
125.52
115.62
120.07
136.70
108.69
145.28
98.99
115.85
Total Impor Nonmigas
789.82
676.32
691.29
799.89
705.52
874.37
842.76
857.11
695.79
719.71
687.89
630.03
TOTAL 1,477.74 8,970.50
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kep. Riau
53
C. TINJAUAN TERHADAP RPJMD
RPJMD Provinsi Kepulauan Riau dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengidentifikasi jenis-jenis kompetensi teknis ASN JPT di Pemerintah Daerah khususnya Provinsi Kepulauan Riau di bidang perdagangan dan perindustrian 1. Perdagangan Permasalahan, kebijakan dan program prioritas pembangunan urusan perdagangan serta kompetensi teknis yang dibutuhkan secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.8. Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Kebijakan
1. Menurunnya nilai
Peningkatan
Program
Kemampuan
bersih ekspor dari
upaya promosi
Peningkatan dan
menyusun
Provinsi Kepulauan
dan kerjasama
Pengembangan
kebijakan dan
Riau. Pada tahun
perdagangan
Ekspor
mengarahkan
2010 mampu
Program
Kompetensi Teknis
Permasalahan
promosi
mencapai US$ 5.169.499,1 ribu, namun sampai pertengahan tahun 2014 nilai bersih yang diterima baru sebesar US$ 2.643.208,36 ribu. 2. Belum
54
Kemampuan
berkembangnya
menyusun
jenis produk asal
kebijakan dan
Permasalahan
Kebijakan
Program
Kompetensi Teknis
Kepulauan Riau
mengarahkan
yang dapat diterima
kerjasama
oleh pasar
perdagangan
tradisional, dari tahun 2010 sampai 2014 jumlahnya tetap 6 jenis saja. 3. Masih terdapat
Peningkatan
Program
Kemampuan
daerah yang belum
kinerja BPSK
Perlindungan
menyusun
memiliki BPSK dan
dan fasilitasi
Konsumen dan
kebijakan dan
menurunnya
pembentukan
pengamanan
mengarahkan
persentase kasus
BPSK
Perdagangan
perlindungan
sengketa yang
konsumen
diselesaikan oleh
Kemampuan
BPSK dari 100%
menyusun
menjadi 77,78%.
kebijakan dan mengarahkan pengamanan perdagangan
4. Belum optimalnya
Peningkatan
Program
Kemampuan
pengawasan
upaya
Perlindungan
menyusun
terhadap pasar yang
pembinaan
Konsumen Dan
kebijakan dan
bisa berakibat pada
dan
pengamanan
mengarahkan
tidak terlindunginya
pengawasan
Perdagangan
perlindungan
konsumen. Hal
pasar
konsumen
tersebut bisa dilihat
Kemampuan
dari masih
menyusun
banyaknya pasar
kebijakan dan
yang belum diawasi
mengarahkan
serta menurunnya
pengamanan
jumlah pasar yang
perdagangan
diawasi. Pasar yang terawasi baru mencapai 34,09% sedangkan pada tahun 2012 sudah mampu mencapai 55
Permasalahan
Kebijakan
Program
Kompetensi Teknis
69,77%. 5. Masih banyak
Penataan
Program
Kemampuan
lokasi PKL
Pembinaan
menyusun
yang belum tertata
pedagang kaki
kebijakan dan
sehingga berpotensi
lima dan
mengkoordina
mengganggu
asongan
sikan
pedagang kaki lima
ketertiban umum.
pembinaan
Lokasi PKL yang
pedagang kaki
belum tertata masih
lima dan
55,56%.
asongan
2.
Perindustrian
Permasalahan, kebijakan dan program prioritas pembangunan serta komepetensi teknis urusan perindustrian secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.9. Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Permasalahan 1.
Menurunnya
Program
Kompetensi Teknis
Pengembangan
Program
Menyusun
pertumbuhan industri
potensi industri
Pengembangan
kebijakan dan
dari 6,15% menjadi
yang ada
sentra-sentra
mengarahkan
industri potensial
pengembangan
0,91% pada tahun 2014 sedangkan target nasional untuk pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan Industri
56
Kebijakan
sentra industri
Permasalahan
Kebijakan
Program
Kompetensi Teknis
Kecil, Industri Menengah, dan Industri Besar masingmasing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. 2.
Masih
terbatasnya pelaku
akses
IKM
mengikuti
dalam kegiatan
pameran
promo
produk. Pada tahun 202013
baru
4,17%
pelaku
IKM
yang
dapat
difasilitasi
untuk
mengikuti
Peningkatan
Program
Menyusun
upaya
Pengembangan
kebijakan
Industri Kecil dan
promosi
Menengah
pengenalan
fasilitasi
promosi
dan
pengenalan
dan
produk-produk
produk-produk
IKM
IKM
pameran. 3.
Masih
rendahnya
cakupan
kelompok
pengrajin
Peningkatan
Program
Menyusun
upaya pembinaan
Pengembangan
kebijakan
dan
Industri Kecil dan
Pembinaan IKM
Menengah
yang
dibina.
Pada
pemberdayaan
tahun
2013
baru
kelompok
8,17%
dari
total
pengrajin
pengrajin yang dibina.
D. TINJAUAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN DAERAH Sesuai dengan arahan pembangunan jangka panjang yang tercantum dalam dokumen RPJP 2005-2025, visi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah Kepulauan Riau Berbudaya, Maju, Sejahtera. Untuk mewujudkan visi tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyusun misi pembangunan daerah dan arahan pencapaian sasaransasaran pokok sebagai dan sasaran pokok sebagai ukuran bagi
57
pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Kepulauan Riau. Guna mewujudkan visi tersebut, Pemerintah Kepri melakukan pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru diseluruh wilayah yang merata terutama industri dan pariwisata yang berbasis kelautan serta sesuai dengan potensi dan keunggulannya. Industri-industri yang berbasis kelautan terus dibangun sebagai penyangga sektor kelautan dan perikanan dalam pertumbuhan ekonomi daerah yang merupakan sektor unggulan Kepri. Pelaksanaan pembangunan di Kepri diarahkan pada peningkatan orientasi pengembangan maritim bagi masyarakat. Mindset pembangunan yang selama ini berjalan adalah pembangunan berbasis daratan (continental). Mindset ini perlu diubah karena karakteristik wilayah Kepri yang sebagian besar terdiri dari wilayah perairan. Sudah saatnya, pembangunan di Kepri berbasis perikanan dan kelautan, tanpa mengesampingkan pembangunan berbasis daratan. Bahkan diharapkan terjadi
sinkronisasi
pembangunan
infrastruktur
darat
dengan
pengembangan potensi maritim dan pemberdayaan potensi kelautan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan pusat perdagangan dunia, Pemerintah Provinsi Kepri telah membangun kawasan ekonomi terpadu sebagai bagian dari kawasan strategis nasional khususnya bagian barat Indonesia. Di empat wilayah, telah diberlakukan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone/Kawasan Perdagangan Bebas). Kawasan tersebut meliputi Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang. Gagasan pengembangan kawasan perdagangan bebas
telah
mengemuka
sejak
beberapa
dekade
lalu.
Untuk
mengakomodasi gagasan tersebut, Pemerintah Kepri telah membentuk Badan Pengelolaan Kawasan (BPK) dan Dewan Kawasan Pengembangan Perdagangan
Bebas
tersebut
telah
dirasakan
manfaatnya
oleh
Pemerintah Kepri. Data RPJMD Kepri memperlihatkan kota Batam memberikan kontribusi tinggi bagi perekonomian di Kepri.
58
Pelayanan dalam bidang investasi menjadi daya tarik investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Pembenahan dan penyempurnaan pelayanan bagi investor menjadi prioritas Provinsi Kepri dalam menarik investasi untuk melakukan investasi di Kepri. Pemerintah Povinsi Kepri saat ini tengah berupaya memberikan perbaikan berbagai pelayanan bagi investor yang meliputi proses keimigrasian, pabean, perijinan, pajak dan tenaga kerja terus diupayakan. Selain itu, berbagai insentif juga diberikan kepada investor untuk menanamkan modal, termasuk peningkatan kepastian hukum. Semua kebijakan tersebut diarahkan
dalam
mewujudkan
Kepulauan
Riau
sebagai
pusat
pertumbuhan ekonomi nasional. Dukungan sarana prasarana menjadi hal yang mutlak dalam melakukan investasi. Pemerintah Kepri terus memperbaiki sarana dan prasarana dengan membangun infrastruktur pendukung investasi. Selain itu, hal yang tidak kalah penting bagi investor dalam menanamkan modal adalah pelayanan perijinan. Bagi investor, perijinan dapat memberikan ketenangan dalam berusaha, selain untuk mendapatkan perlindungan bila timbul permasalahan dalam usahanya. Oleh karena itu, optimalisasi pusat pelayanan satu atap bidang pelayanan perijinan terus dilakukan, disamping pembuatan kebijakan perda tentang investasi. Semua hal tersebut diharapkan membuka sentra-sentra ekonomi baru di daerah sesuai dengan potensi keunggulan daerah. Pembangunan di bidang ekonomi tentu membawa dampak melalui pembangunan industri, selain dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, juga menimbulkan masalah lingkungan. Adanya industri berpotensi menimbulkan pencemaran, baik air, udara maupun suara. Oleh karena itu, Pemerintah Kepri mencanangkan pengembangan ekonomi yang berwawasan lingkungan dengan melakukan pengawasan secara intensif terhadap berbagai industri-industri yang beroperasi terutama terhadap aspek pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh industri. Salah satu kendala wilayah kepulauan sebagaimana Propinsi Kepri adalah masalah konektifitas antar wilayah. Belum terkoneksinya semua
59
wilayah di Kepri menyebabkan sebagian wilayah terisolir. Ini tentu menyebabkan mobilitas warga untuk mendukung aktivitas perekonomian rendah. Pembangunan perekonomian kawasan perbatasan diarahkan untuk mewujudkan konektifitas antar wilayah dan pengembangan potensi maritim kepulauan riau. Sasaran lainnya adalah untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,60% dengan migas dan 7,90% tanpa migas. Pengembangan bidang kelautan dan perikanan diprioritaskan pada mewujudkan kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor unggulan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan berbagai fasilitas penunjang dan penyederhanaan peraturan/perizinan terus dilakukan sebagai daya tarik bagi investor dibidang perikanan dan kelautan. Selain itu Pemerintah mengoptimalkan pelabuhan perikanan yang terpadu, dengan terus melakukan pengembangan potensi dan pengawasan yang berkelanjutan,
terkoordinasi
dan
selaras
dengan
pembangunan
infrastruktur perekonomian. Perhatian pemerintah juga diberikan kepada nelayan kecil dan tradisional. Selain menjaga daerah penangkapan ikan bagi nelayan kecil/tradisional, pemerintah juga menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dan mudah diakses oleh nelayan kecil/tradisional. Pemerintah juga melakukan pembinaan kepada nelayan tradisional (tangkap dan budidaya) dengan memberikan bantuan peralatan, teknologi dan akses permodalan maupun bantuan pemasaran hasil. Pemerintah Kepri terus menjalin kerjasama perikanan secara efektif antar daerah dan dengan instansi terkait terutama dalam pengawasan perikanan dan hasil laut termasuk perdagangan antar negara dan antar daerah. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah mengembangkan kawasan yang memiliki potensi seperti kelautan dan perikanan dan terus melakukan pembinaan masyarakat nelayan agar semakin berdaya dalam mengembangkan kemampuannya. Sasarannya adalah peranan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB meningkat 5 % dan semakin berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang menumbuhkembangkan kegiatan industri, perikanan, kelautan dan pariwisata berbasis kelautan.
60
Bidang lain yang menjadi fokus dalam pengembangan ekonomi Kepri adalah pertanian dan perkebunan. Prioritas bidang tersebut adalah menerapkan
strategi
pembangunan
sektor
pertanian
secara
komprehensif dan berkelanjutan berdasarkan analisis produktivitas dan kebutuhan
produksi
pertanian-perkebunan.
Sasarannya
adalah
teridentifikasi potensi fisik lahan dan ketersediaan sarana, prasarana dan sumberdaya manusia yang memadai dan arah pembangunan dan kebijakan untuk periode ini dan periode berikutnya lebih konkrit. Upaya untuk mewujudkan prioritas dan sasaran tersebut adalah penyediaan sarana dan prasarana fisik antara lain jaringan pengairan dan ketersediaan sarana produksi pertanian. Di sektor pariwisata, prioritas pengembangan pariwisata adalah mewujudkan pariwisata yang mendukung ekonomi daerah serta didukung
oleh
pembangunan,
peningkatan,
rehabilitasi
dan
pemeliharaan infrastruktur. Sasarannya adalah terus meningkatkan sarana dan prasarana dan jenis obyek daerah tujuan wisata (ODTW) yang ada di kabupaten/kota dan membina serta memberdayakan tenaga pariwisata yang profesional dan memiliki nilai kompetensi yang tinggi dan pro pembangunan daerah dengan pendidikan dan pelatihan secara terus menerus. Permerintah terus melakukan promosi wisata Kepulauan Riau ke negara sumber wisatawan potensial luar negeri maupun dalam negeri dengan metode yang efesien dan efektif sesuai kebutuhan. Bentuk kebijakan lain adalah meningkatkan kerja sama promosi dan pembinaan kepada pelaku jasa pariwisata baik dalam dan luar negeri. Sasaran
pembangunan
dalam
bidang
industri
adalah
meningkatkan kualitas dan kuantitas industri kecil agar mandiri dan kesejahteraan pelaku usaha ekonomi kecil dan masyarakat mulai berkembang. Pemerintah mengembangkan kebijakan peningkatan sistem usaha dan kemitraan antara penduduk lokal dengan perusahaan. Penataan, pembinaan dan pemberdayaan UMKM Industri kecil terus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan. Data potensi sumber daya alam Industri tersedia dengan baik dan dapat diakses dengan mudah sehingga mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui semua sektor. 61
Dalam bidang perdagangan, Pemerintah terus melakukan upaya peningkatan daya saing produk dan pelaku usaha, disertai peningkatan pengawasan barang dan jasa dan peningkatan standar dan kualitas produksi dalam negeri dengan pemanfaatan teknologi dan pembinaan pengembangan ekonomi kreatif. Upaya lain yang terus dilakukan Pemerintah adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha dan penguatan daya saing ekspor. Wujud nyata dukungan Pemerintah Kepri terhadap pelaku usaha kecil adalah pendirian klinik kemasan. Melalui klinik kemasan, pelaku usaha terutama bidang pangan, bisa melakukan konsultasi desain kemasan produk, mendapat sampel kemasan dan fasilitas penggunaan mesin-mesin kemasan (praktek) secara cuma-cuma. Klinik kemasan juga memberikan pelatihan pelaku usaha tentang cara cara membuat kemasan supaya memiliki nilai jual tinggi. Bantuan pengadaan mesin kemasan juga diberikan Pemerintah Kepri kepada kelompok pelaku usaha. Dalam bidang tenaga kerja, pemerintah terus melakukan penataan organisasi dan kelembagaan balai latihan kerja dengan menetapkan status BLK untuk dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dukungan
lainnya
adalah
kebijakan
tentang
peraturan
yang
komprehensif dibidang ketenagakerjaan yang menjadi dasar dalam sistem rekruitment tenaga kerja. Hal lain yang dilakukan adalah mengembangkan sistem informasi dan konsultasi ketenagakerjaan serta memprogramkan peningkatan mutu tenaga kerja melalui penyediaan tenaga instruktur kewirausahaan yang profesional dan merencanakan untuk memfungsikan Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai pusat pembinaan dan pelatihan tenaga kerja. Pemerintah ketenagakerjaan
meningkatkan yang
sarana
diselaraskan
dan
dengan
prasarana pemetaan
bidang dan
pengembangan potensi unggulan daerah, selain peningkatan mutu tenaga kerja. Kebijakan lainnya adalah mengembalikan status BLK yang selama ini dikelola kabupaten/kota menjadi milik provinsi dan sekaligus mengoptimalkannya. Sasarannya adalah tersedianya Pegawai Teknis
62
Ketenenagakerjaan (Pengantar Kerja, Mediator, Instruktur, Pengawas Tenaga Kerja) pada setiap Kabupaten/Kota dan tenaga instruktur kewirausahaan yang profesional. Sasarannya adalah peningkatan jumlah investor dan pertumbuhan ekonomi minimal 7 % serta tingkat pengangguran 8%. Bidang lingkungan hidup, Pemerintah berupaya melaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan pelestarian lingkungan yang didukung semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konservasi dan rehabilitasi lingkungan. Sumberdaya hayati tidak diekploitasi dengan sembarangan tetapi betul-betul dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing daerah. Pembangunan yang dilaksanakan harus berdasarkan perencanaan daerah, baik jangka panjang maupun rencana tata ruang. Kebijakan lainnya adalah melaksanakan standar baku mutu lingkungan hidup dan pengendaliannya serta didukung dengan semakin meningkat dan berkembangnnya infrastruktur lingkungan hidup. Upaya lain yang dilakukan adalah meningkatkan peran serta stakeholders (Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat) dalam pengendalian dampak lingkungan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas aparatur pengelola
lingkungan
dalam
pengendalian
dampak
lingkungan.
Pengelolaan lingkungan hidup tentu tidak bisa lepas dari keterlibatan pihak lain. Upaya pemerintah, swasta dan masyarakat untuk duduk bersama untuk membahas permasalahan lingkungan hidup yang mungkin timbul diharapkan mampu meminimalisir potensi kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan pengelolaan ekonomi Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau selaras dengan sasaran dan arah pembangunan nasional wilayah sumatera. Dalam dokumen RPJMN disebutkan bahwa sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional di Pulau Sumatera, Batam bersama-sama dengan Lhoksoemawe, Dumai di wilayah timur dan Kota Padang di wilayah barat diarahkan sebagai pusat pelayanan primer. Strategi pembangunan wilayah kelautan yang dilakukan didasarkan pada sektor unggulan dan potensi serta keterkaitan depan dan belakang dengan
63
sektor-sektor lain. Pengembangan wilayah kelautan difokuskan pada kelautan Malaka, kelautan Natuna, Batam, Bintan dan Karimun. Wilayah tersebut merupakan salah satu lokasi Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB) dari 4 lokasi di pulau Sumatera yang dilalui jalur perdagangan internasional dan menjadi buffer Negara maju di sekitarnya. E.
VALIDASI STANDAR KOMPETENSI TEKNIS
Rumusan kompetensi teknis yang relevan berdasarkan hasil pengambilan data terhadap responden dapat dilihat pada Grafik 3.1. berikut ini.
64
Grafik 3.1 Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Kepulauan Riau
65
1. Menyusun Kebijakan di Bidang Perdagangan dan Perindustrian Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT harus memiliki kemampuan memahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang perindustrian dan perdagangan. Berdasarkan data yang telah dihimpun (lihat Grafik 3.1), para responden yang dimintai pandangannya mengenai kompetensi tersebut berpendapat bahwa pengetahuan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perindustrian dan perdagangan sangatlah penting untuk dimiliki oleh seorang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di pemerintah daerah, dengan 63% responden mengatakan “sangat relevan” dan 37% responden mengatakan relevan. Pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan tentang perdagangan dan perindustrian sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pejabat tinggi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai manajer tertinggi, kompetensi teknis ini jelas merupakan aspek penting untuk mengetahui bagaimana penjabaran pelaksanaan kebijakan secara normatif supaya pelaksanaan kebijakan dilaksanakan dalam koridor yang telah diatur. Hal ini juga terkait dengan bagaimana menyukseskan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. 2. Mengkoordinasikan Perdagangan Dalam Negeri Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT diharapkan memiliki kemampuan memahami berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang atau jasa dalam negeri, yang antara lain mencakup: pembinaan pengembangan pasar, distribusi, pembinaan iklim usaha dan kepastian berusaha, fasilitasi sarana penunjang perdagangan, monitoring dan evaluasi pemberian izin usaha, mengembangkan akses pasar dalam negeri, penciptaan stabilisasi harga, pengawasan barang beredar serta perlindungan konsumen. Grafik 3.1 di atas menunjukkan bahwa kompetensi pengetahuan tentang perdagangan dalam negeri dalam pandangan responden sangatlah penting dimiliki oleh seorang JPT di bidang perdagangan
66
dan perindustrian dengan 75% responden (enam) orang menyatakan “sangat relevan” dan 25% lainnya menyatakan kompetensi ini “relevan”. Cakupan pemahaman dan penjelasan tentang perdagangan dalam
negeri
perdagangan
sejatinya
begitu
dalam negeri
luas.
Pengetahuan
terhadap
mencakup
pengetahuan
terhadap
berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa dalam negeri, yang mencakup: pembinaan pengembangan pasar, distribusi, pembinaan iklim usaha dan kepastian berusaha, fasilitasi sarana penunjang perdagangan, monitoring dan evaluasi pemberian izin usaha, mengembangkan akses pasar dalam negeri, penciptaan stabilisasi harga, pengawasan barang beredar, serta perlindungan konsumen. 3. Mengkoordinasikan Perdagangan Luar Negeri Dalam
kompetensi
ini
JPT
diharapkan
memiliki
kemampuan
memahami berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa luar negeri, mencakup: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, dan peningkatan kemampuan eksportir dan importir, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam perdagangan luar negeri. Grafik 3.1 di atas menunjukkan bahwa kompetensi pengetahuan tentang perdagangan luar negeri menurut pandangan responden sangatlah penting dimiliki oleh seorang JPT di bidang perdagangan dan perindustrian dengan 75% responden menyatakan “sangat relevan” dan 25% menyatakan relevan. Berbagai aspek terkait perdagangan luar negeri dalam hal ini antara lain: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, dan peningkatan kemampuan eksportir dan importir, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam perdagangan luar negeri. 4. Merumuskan Sasaran Pembangunan dan Pengembangan Industri Kompetensi ini dipahami dengan kemampuan untuk memahami berbagai aspek terkait dengan pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk, hak kekayaan intelektual, sistem informasi industri, manajemen IKM,
67
teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. Dari Grafik 3.1 di atas menunjukkan bahwa menurut responden, kompetensi
pengetahuan
tentang
pembangunan
dan
pengembangan industri sangat penting dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dari 63% responden menyatakan bahwa kompetensi tersebut “sangat relevan” dimiliki dan 37% menyatakan “relevan”. Sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang perindustrian, pengetahuan ini sangat mutlak untuk dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Dalam MEA, daya saing industriindustri lokal akan menghadapi banyak tantangan, atas dasar itu perlu dilakukan pembangunan dan pengembangan industri yang dapat sustain dan memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi era persaingan bebas tersebut. Beberapa aspek penting terkait dengan pengetahuan ini diantaranya : pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk, hak kekayaan intelektual, sistem informasi industri, manajemen IKM, teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. 5. Mengarahkan Desain Produk Industri Kompetensi ini memiliki pengertian yaitu kemampuan dalam melakukan
desain
produk
industri
baik
perencanaan, dan pembuatan produk
dalam
perancangan,
industri. Sebagai jenis
kompetensi, hal ini dapat menunjang strategi dalam menghadapi MEA, yaitu melalui penguatan daya saing produk dalam negeri. Mengenai kompetensi ini, pandangan menarik diberikan oleh Kepala Bidang Industri Kecil Menengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Kepulauan Riau dimana menurutnya, “seorang JPT tidak harus memiliki kemampuan atau pengetahuan mendesain produk, tetapi dia harus bisa memaksimalkan sumber daya manusia potensial yang memiliki kemampuan dalam bidang TI atau desain grafis”.
68
Grafik 3.1 di atas menunjukkan bahwa pilihan memandang kebutuhan akan kompetensi ini dengan 63% menyatakan “sangat relevan”, 25% berpendapat relevan dan sisanya berpandangan cukup relevan. Berbagai aspek terkait pada kompetensi ini adalah melakukan
desain
produk
industri
baik
dalam
perancangan,
perencanaan, dan pembuatan produk industri. 6. Mengarahkan Standarisasi Produk Industri Dalam kompetensi ini seorang JPT diharapkan memiliki Kemampuan dalam
memahami
standarisasai
produk
industri
dengan
mempertimbangkan aspek daya saing dan perlindungan konsumen. Berdasarkan
data
kuesioner
pada
Grafik
3.1,
responden
berpendapat bahwa kompetensi pengetahuan tentang standarisasi produk
industri
sangat
diperlukan,
dengan
62%
responden
menyatakan kompetensi ini “relevan” dan 38% berpendapat “sangat relevan”. Pemahaman kompetensi ini tidak terlepas dari pentingnya menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan standar seperti yang telah diatur juga dalam cetak biru penyelenggaraan MEA. Selama ini Provinsi Kepulauan Riau menjadi lalu lintas perdagangan produk-produk yang tidak berstandar, seperti diutarakan oleh Kepala Bidang Industri Kecil Menengah. Lalu lintas perdagangan yang tidak sesuai standar membuat ketidakadilan di pengusaha domestik. Barang-barang yang masuk ke Indonesia yang kebanyakan adalah produk buatan Tiongkok sebagian besar tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia,
tetapi
pengusaha
lokal
dipaksa
untuk
memproduksi barang yang sesuai dengan SNI. Hal ini membuat nilai jual barang buatan lokal kalah saing disamping budaya orang lokal yang kerap “memuja” barang-barang impor. Maka dari itu, kompetensi ini sangat mutlak dimiliki oleh seorang pejabat tinggi di Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini juga terkait dengan pertimbangan meningkatkan daya saing produk lokal dan menciptakan iklim perlindungan terhadap konsumen yang lebih baik lagi.
69
7. Mengarahkan Hak Kekayaan Intelektual Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT dituntut untuk memiliki pemahaman terhadap hak kekayaan intelektual atau
property right. Aspek ini diatur dalam cetak biru penyelenggaraan MEA dan telah diaplikasikan dalam aturan kelembagaan dan nomenklatur bidang di Kementerian Perdagangan. Berdasarkan data kuesioner pada Grafik 3.1 di atas tampak bahwa responden berpendapat kompetensi ini sangat penting dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dimana 50% responden mengatakan bahwa kompetensi ini “relevan” dan 50% lainnya mengatakan “sangat relevan”. Pemahaman terhadap kompetensi ini akan membantu para pengusaha lokal di Indonesia untuk dapat melindungi produk kreasi dan
ciptaannya
sendiri
sekaligus
menghargai
karya
produk
pengusaha lainnya, baik dalam maupun luar negeri. Seperti diketahui dalam beberapa tahun belakangan ini kecenderungan pencurian atau penjiplakan produk Indonesia oleh negara lain marak terjadi. Meskipun produk domestik kerap dicuri atau diklaim oleh bangsa lain, namun hal ini, pengusaha lokal pun perlu diberikan pemahaman menghargai kreasi produk orang lain. 8. Mengarahkan Sistem Industri Informasi Kompetensi ini mengandung pengertian yaitu memahami dan menerapkan sistem dan mekanisme kerja yang terintegrasi meliputi unsur institusi, sumber daya manusia, basis data, perangkat keras dan lunak, serta jaringan komunikasi yang terkait satu sama lain dengan tujuan untuk penyampaian, pengelolaan, penyajian, pelayanan, serta penyebarluasan data dan informasi industri. Berdasarkan data kuesioner pada Grafik 3.1, sebanyak 62% responden berpendapat bahwa kompetensi ini “relevan”, dan 38% berpendapat “sangat relevan” diperlukan.
70
9. Membina Manajemen Industri Kecil Menengah (IKM) Kompetensi ini mengedepankan Kemampuan untuk memahami manajemen IKM baik dalam hal pembiayaan, penciptaan nilai tambah, jangkauan pasar, penguatan kelembagaan usaha, dan perlindungan usaha, serta menumbuhkan semangat kewirausahaan. Berdasarkan data kuesioner pada Grafik 3.1, 62% responden berpendapat kompetensi ini “relevan” diperlukan dan sisanya berpendapat “sangat relevan” diperlukan bagi seorang JPT di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Industri Kecil Menengah (IKM) selama ini telah menyumbang dan menjadi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia bersama dengan UMKM. Dalam MEA, industri-industri kecil menengah di Indonesia yang akan paling besar menghadapi tantangan. Persaingan melawan dan menahan arus deras produk-produk impor akan menjadi tantangan paling hebat. Maka dari itu, akan menjadi tugas seorang JPT di Dinas Perdangangan dan Perindustrian untuk mengembangkan kompetensi ini dalam rangka melindungi sekaligus mengembangkan daya saing pengusaha-pengusaha di sektor ini untuk menghadapi era persaingan bebas. 10. Membina Pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global Pengetahuan rantai nilai global dan jaringan produksi global merupakan bentuk strategi produksi yang mengedepankan efisiensi produksi. Dengan memanfaatkan strategi ini maka akan membuat biaya produksi yang dikeluarkan menjadi lebih efisien dan murah. Strategi ini sejatinya banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan skala besar yang kerap menempatkan modal atau investasinya di negara lain. Kompetensi ini jelas cukup relevan untuk dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Ini terlihat dari pandangan responden dimana 63% responden berpendapat “sangat relevan” dan sisanya berpendapat “relevan”.
71
11. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Industri Dalam bidang perindustrian, kemajuan sebuah teknologi industri akan berkorelasi positif pada pendapatan atau keuntungan yang diterima oleh sebuah perusahaan yang telah mengembangkan teknologi baru tersebut untuk proses produksinya. Maka dari itu, di era globalisasi ini birokrasi di bidang ini telah dituntut untuk mengembangkan dan mendorong para pelaku usahanya melakukan inovasi di bidang teknologi industri, apalagi dalam era persaingan dan perdagangan bebas yang terbalut dalam kebijakan free trade
area, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Berdasarkan
data
kuesioner
pada
Grafik
3.1,
kompetensi
pengetahuan terhadap teknologi industri menurut pandangan responden
sangat
penting
dimiliki
oleh
seorang
JPT
Dinas
Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini terlihat dari 75% responden berpendapat kompetensi ini “sangat relevan” dan 25% mengatakan “relevan” dimiliki. 12. Membina Perlindungan Konsumen Perlindungan terhadap konsumen menjadi salah satu poin penting yang akan
dikedepankan dalam penyelenggaraan Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Selama ini arus perdagangan bebas yang tidak bertanggung jawab seperti impor barang-barang yang tidak terstandarisasi menjadi isu penting dalam perlindungan konsumen. Kepulauan Riau sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan pusat perdagangan dunia, Singapura, kerap menjadi tempat transit barang-barang non-standarisasi, maupun barang-barang bekas yang tidak
jarang
membawa
bakteri
dan
penyakit
sehingga
membahayakan konsumen. Maka dari itu, kasus-kasus seperti ini harus segera diatasi dan perlu kompetensi khusus bagi seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian memilikinya. Berdasarkan data pada Grafik 3.1, responden melihat bahwa kompetensi perlindungan konsumen mutlak dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dari pilihan mereka dimana 63% responden menyebutkan bahwa kompetensi ini “sangat relevan” dan 37% berpendapat “relevan”.
72
13. Mengendalikan Stabilisasi Harga Stabilisasi harga mengacu pada harga barang dan jasa, terutama bahan pokok dan bahan produksi berada pada tingkat harga yang stabil. Dengan itu proses produksi dan konsumsi terhadap barang dan jasa dapat tetap terjangkau sehingga tidak mempengaruhi dinamika perekonomian di masyarakat baik konsumen maupun para pelaku usaha. Selama ini aspek ini telah menjadi tugas dan fungsi penting dari Bidang Perdagangan. Akan tetapi, stabilitas harga di Indonesia sendiri terlihat masih kurang kondusif. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang fluktuatif. Dalam MEA, kestabilan harga barang dan jasa sangat mutlak diperlukan. Hal ini sangat terkait pada aspek daya saing barang-barang produksi lokal agar dapat kompetitif di pasar internasional. Maka dari itu, kompetensi ini sangat diperlukan dan dimiliki oleh seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian, hal ini juga terlihat dari data kuesioner di mana menurut 50% responden kompetensi ini “sangat relevan” dimiliki dan 50% lainnya mengatakan relevan. 14. Mengendalikan Manajemen Stok Manajemen stok atau persediaan dalam hal ini terkait dengan bagaimana memanej persediaan dan pendistribusian barang-barang kebutuhan yang akan digunakan dalam proses produksi. Tujuan dari salah satu aspek manajemen operasi ini adalah efisiensi produksi, yaitu meminimalkan biaya produksi dan meningkatkan pelayanan. Seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian dituntut untuk memiliki pengetahuan terhadap kompetensi ini. Hal ini juga terlihat dari pandangan responden dimana 75% responden mengatakan bahwa kompetensi ini “relevan” dimiliki dan 25% mengatakan “sangat relevan”.
73
15. Mengkoordinasikan Fasilitasi Sarana Penunjang Perdagangan Kemampuan untuk memfasilitasi penyediaan sarana penunjang perdagangan juga merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh aparatur Pemda di dinas terkait. Hal ini berdasarkan hasil survey yang menunjukkan bahwa umumnya responden menganggap kompetensi
terkait
pengetahuan
fasilitasi
sarana
penunjang
perdagangan ini sebagai kompetensi yang penting. Hasil survey menunjukkan 62% responden berpendapat kompetensi tersebut “relevan” dan sisanya berpendapat “sangat relevan”. 16. Mengevaluasi Pemberian Izin Usaha Berdasarkan hasil survey, kemampuan untuk melakukan evaluasi pemberian izin usaha merupakan kompetensi yang juga harus dimiliki aparatur Pemda di dinas terkait. Sebagaimana tampak dalam Grafik 3.1 di atas, 75% responden berpendapat kompetensi tersebut “relevan” dan 25% lainnya berpendapat “sangat relevan”. Selain perdagangan dan industri, MEA juga berfokus pada bidang investasi. Dengan demikian, bisa dipastikan jumlah pemberian izin usaha akan meningkat pesat sehingga memerlukan pengawasan dan evaluasi atas berbagai perizinan usaha yang diberikan. 17. Membina dan Mengawasi Kemetrologian Responden juga memandang perlunya aparatur Pemda di dinas terkait untuk mempunyai kemampuan memahami berbagai aspek kemetrologian, baik dalam hal pembinaan dan pengawasan. Hasil survey pada Grafik 3.1 di atas menunjukkan 50% responden berpendapat bahwa kompetensi terkait pengetahuan kemetrologian ini “sangat relevan”, sedangkan 50% lainnya berpendapat “relevan”. 18. Mengarahkan Promosi Promosi menjadi aspek determinan dalam penyelenggaraan perdagangan. Era persaingan bebas mendorong strategi marketing yang mumpuni. Promosi menjadi salah satu upaya tersebut. Dalam era transformasi perdagangan yang technology-oriented saat ini, cara-cara melakukan promosi menjadi begitu mudah. Namun, para pengusaha di Indonesia saat ini masih belum memaksimalkan dan 74
memanfaatkan strategi ini, terutama pada usaha-usaha skala kecil dan menengah. Untuk itu, seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian harus bisa mendorong para pelaku usaha di wilayahnya melakukan strategi promosi ini. Dalam hal ini mereka harus memiliki pengetahuan promosi yang baik. Mengetahui seperti apa dan bagaiaman mengaplikasikan ilmu promosi. Berdasarkan
hasil
pengolahan
kuesioner,
para
responden
berpendapat bahwa kompetensi pengetahuan promosi sangat penting untuk dimiliki oleh seorang JPT. Ini terlihat dari pandangan mereka di mana 37% responden berpendapat kompetensi ini relevan dan 63% lainnya berpendapat sangat relevan. 19. Mengarahkan Pemanfaatan Market Intellegence Kompetensi lain yang dibutuhkan dalam menghadapi MEA, menurut responden, adalah kemampuan dalam pengumpulan informasi
yang terkait dengan peluang, strategi pasar dan
pengembangan pasar. Pada Grafik 3.1 di atas, hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden 50% responden menyebut kompetensi yang terkait dengan pengetahuan market
intellegence ini “sangat relevan”, dan 50% lainnya berpendapat “relevan”. 20. Mengevaluasi Insentif Perdagangan Pemberian insentif perdagangan menjadi salah satu isu penting dalam era perdagangan bebas seperti dalam konteks MEA. Hal ini antara
lain
untuk
memudahkan
para
pelaku
usaha
dalam
mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, responden memandang kompetensi yang terkait dengan pengetahuan insentif perdagangan ini sebagai hal yang penting untuk dikuasai aparatur di dinas terkait. Hasi survey, sebagaimana tampak pada Grafik 3.1 di atas, menunjukkan 50% responden berpendapat bahwa pengetahuan insentif perdagangan merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, dan 50% lainnya berpendapat “relevan”. Adapun pengetahuan insentif perdagangan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan memahami tentang insentif perdagangan, antara lain percepatan
75
pemberian izin usaha, keringanan biaya pendaftaran HaKI, sertifikasi produk halal, serta fasilitas pameran di dalam dan di luar negeri. 21. Mengevaluasi Fasilitasi Ekspor dan Impor Dalam konteks kerjasama perdagangan internasional seperti MEA, kegiatan ekspor dan impor sudah barang tentu bakal menjadi salah satu kegiatan utama. Terkait dengan hal ini, responden memandang perlunya aparatur di dinas terkait untuk memiliki kompetensi yang terkait dengan fasilitasi ekspor dan impor. Pada Grafik 3.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebanyak 50% responden berpendapat bahwa kemampuan memahami proses fasilitasi melalui pemberian berbagai kemudahan untuk menunjang pelaksanaan ekspor dan impor merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, dan 50% lainnya berpendapat “relevan”. 22. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Informasi Kompetensi penting terakhir yang menjadi sorotan responden terkait
pengembangan
menghadapi
MEA
standar
adalah
kompetensi
pengetahuan
aparatur
teknologi
dalam
informasi.
Alasannya tak lain karena di era yang kian berjejaring seperti sekarang, perkembangan teknologi informasi menjangkau hampir semua ranah kehidupan, terlebih dalam ranah perdagangan. Pengintegrasian teknologi informasi dalam dunia perdagangan atau bisnis melahirkan konsep baru yang disebut e-commerce. Dengan latar belakang demikian, responden memandang pengetahuan teknologi informasi tersebut sebagai kompetensi yang sangat penting. Hasil survey, sebagaimana tersaji dalam Grafik 3.1 di atas, menunjukkan 50% responden berpendapat kompetensi terkait pengetahuan teknologi informasi merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, dan 50% responden lainnya berpendapat “relevan”. Pengetahuan teknologi informasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka membuka akses pasar dan meningkatkan pangsa pasar produk dalam negeri. Penguasaan teknologi industri
76
juga memungkinkan untuk membangun sistem informasi tata ruang tentang potensi daerah.
Kebutuhan Jenis Kompetensi Teknis Lain Responden juga mengusulkan beberapa jenis kompetensi teknis lain yang sesuai dengan tantangan, peluang, dan potensi ekonomi di daerah Kepulauan Riau, di antaranya : 1. Kompetensi Geostrategis Kompetensi
geostrategis
memiliki
artian
yaitu
suatu
strategi
memanfaatkan kondisi geografis dalam menentukan kebijakan. Sebagai sebuah provinsi kepulauan, wilayah Kepulauan Riau terpisah satu pulau dengan pulau lainnya, dimana setiap pulau memiliki potensi wilayahnya masing-masing. Namun, yang terjadi selama ini justru adalah kesenjangan antar pulau. Sentralisasi pembangunan yang dipusatkan di pulau-pulau besar membuat keberadaan pulaupulau
kecil
justru
terpinggirkan.
Klasterisasi
wilayah
tidak
menunjukkan kondisi yang efektif. Core sector pembangunan di bidang perikanan dan kelautan justru hanya menyumbang tidak lebih dari 5% dalam PDRB. Dengan adanya MEA, akan sangat rentan apabila sektor utama tidak bisa menopang sektor pendukung (supporting sector), seperit industri pengolahan, jasa, dan teknologi informasi. Yang harus dilakukan adalah memperkuat sektor utama untuk tetap memperkuat sektor pendukung. Maka dari itu, seorang JPT di Dinas Perindustrian dan Perdagangan sangat penting untuk memiliki kompetensi di bidang geostrategis. 2. Kompetensi Penguasaan Bahasa Asing Satu kompetensi penting yang memaksa birokrasi melakukan perubahan
dan
meningkatkan
kualitas
kompetensinya
dalam
globalisasi adalah bahasa. Dalam teori, globalisasi telah menjadikan bumi kian datar. Batasan antara satu negara dengan negara lain kian hilang (borderless). Kerja sama perdagangan, free trade area, seperti MEA menjadi tantangan yang harus dihadapi aparatur sipil pemerintah daerah. Di Provinsi Kepulauan Riau, kompetensi ini mau 77
tidak mau menjadi persyaratan wajib dalam rangka menyukseskan pelaksanaan FTA. Dengan posisinya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan pusat perdagangan dunia, Singapura, kompetensi bahasa mutlak untuk dikuasai. Setidaknya menurut responden, bahasa asing yang harus dikuasai setidaknya adalah Bahasa Inggris dengan penambahan yang juga cukup diperlukan yaitu Bahasa Mandarin.
78
BAB 4
TEMUAN LAPANGAN JAWA TIMUR
A. DESKRIPSI KONDISI DAERAH Potensi pengembangan wilayah di Provinsi Jawa Timur dapat di tinjau dalam berbagai aspek antara lain potensi kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan pertambangan. Potensi Kehutanan di Provinsi Jawa Timur dapat di tinjau pada kawasan
peruntukan
hutan
produksi
dengan
luas
sekurang
–
kurangnya 782.772 Ha atau 16,38% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur dan hutan rakyat dengan luas sekurang – kurangnya 361.570,30 Ha atau 7,56% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Potensi Pertanian. Berdasarkan Perda Jawa Timur No 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Luas eksisting kawasan pertanian sebesar 2.020.491,71 ha dengan rincian pertanian lahan
basah
sebesar
911.863
ha
dan
pertanian
lahan
kering/tegalan/kebun campur sebesar 1.108.627,71 ha. Rencana penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah berupa Sawah beririgasi teknis dengan luas sekurang-kurangnya 957.239 Ha atau 20,03% dari luas Jawa Timur dengan peningkatan jaringan irigasi semi teknis dan sederhana menjadi irigasi teknis yang tersebar di masing-masing wilayah sungai. Rencana pengembangan
79
pertanian lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 849.033 Ha atau 17,76% dari
luas
Jawa Timur yang diarahkan pada daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi. Untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dan kebutuhan pangan Provinsi Jawa Timur, perlu dilakukan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan. Berdasarkan hal tersebut provinsi Jawa Timur menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Jawa Timur Seluas kurang lebih 1.017.549,72 Ha dengan rincian lahan basah seluas 802.357,9 Ha dan lahan kering seluas 215,191.83 Ha. Potensi
Berdasarkan
Perkebunan.
komoditasnya,
pengembangan perkebunan dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yakni perkebunan tanaman tahunan dan perkebunan tanaman semusim. Berdasarkan
total
luasan
rencana
kawasan
peruntukan
perkebunan, Provinsi Jawa Timur mampu mencapai produksi terutama pada komoditas tanaman tahunan berupa tebu dan tembakau dan tanaman musiman berupa kopi dan kakao sebagaimana pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Produksi Tanaman Tahuna dan Musiman Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2013 Tanaman Tahunan (Ton)
Tahun
Tanaman Musiman (Ton)
2009
Tebu 1.079.287
Tembakau 80.661
Kopi 54.020
Kakao 22.677
2010
1.014.272
53.695
56.200
24.200
2011
1.087.958
101.777
37.411
27.522
2012
1.287.871
135.412
54.236
32.912
2013
1.276.582
74.113
56.525
39.200
Sumber : BPS Jawa Timur dan Dinas Perkebunan
Potensi Perikanan Provinsi Jawa Timur pada dasarnya adalah pengembangan 80
perikanan
tangkap,
perikanan
budidaya,
dan
pengelolaan serta pemasaran hasil perikanan yang dikemas dalam sebuah sistem minapolitan. Pengembangan kawasan perikanan tangkap di
Jawa
Timur
memiliki
prospek
yang
bagus,
didukung
oleh
pengembangan pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di Pantai Utara Jawa Timur, pengembangan pelabuhan perikanan Muncar di Kabupaten Banyuwangi, dan Prigi di Kabupaten Trenggalek. Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budidaya terdiri dari perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air tawar, dan perikanan budidaya air laut. Sektor perikanan budidaya air payau berada pada kawasan Ujung Pangkah dan Panceng di Kabupaten Gresik, serta Sedati di Kabupaten Sidoarjo dengan komoditas ikan bandeng dan garam. Sedangkan potensi garam yang merupakan salah satu potensi budidaya air payau berada pada Kabupaten Bangkalan, Gresik, Lamongan, Pamekasan, Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Sumenep, Tuban, serta Kota Pasuruan, dan Surabaya. Perikanan
budidaya
air
Lamongan,
Bojonegoro,
tawar
berada
pada
Kabupaten
Magetan,
Malang,
Blitar,
Trenggalek,
Tulungagung, Jember, dan Banyuwangi. Perikanan budidaya air laut tersebar pada wilayah pesisir seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara Jawa Timur. Potensi Pertambangan di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi potensi pertambangan mineral (logam, bukan logam, batuan dan batubara), potensi pertambangan minyak dan gas bumi dan potensi panas bumi. B. PENCAPAIAN DI BIDANG EKONOMI Secara
geografis
Jawa
Timur
merupakan
wilayah
yang
dikenal sebagai center of grafity yang menarik wilayah lain untuk transit dan bertansaksi di wilayah ini. bertransaksi
inilah
yang
Besarnya
memberikan
aktivitas
transit
nilai tambah pada
dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Jawa Timur. Nilai tambah bruto Sektor perdagangan, hotel dan restoran (atas dasar harga
81
berlaku) tahun 2013 sebesar Rp 356,10 triliun, atau setara dengan 31,34 persen dari total nilai PDRB Jawa Timur, merupakan kontributor terbesar dibanding 8 sektor/lapangan usaha lainnya. Pertumbuhan sektor PHR tahun 2012 sebesar 10,06 persen, lebih cepat dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,81 persen. Untuk tahun 2013 karena terjadinya gejolak ekonomi global yang terjadi dari wilayah Eropa dan Amerika mempengaruhi kinerja pertumbuhan sektor PHR Jawa Timur hingga melamban mencapai 8,61 persen. Fenomena pengaruh pasar global terhadap kinerja perdagangan di Jawa Timur mengindikasikan belum optimalnya jaringan pasar dalam dan luar negeri serta kurangnya promosi dan kerjasama diantara pelaku usaha perdagangan. Fenomena ini ternyata juga berpengaruh terhadap fluktuasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Jika dilihat
dari PDRB menurut
penggunaan,
terindikasi
bahwa kinerja perdagangan yang tercermin dari defisit/surplus nett ekspor dari tahun 2010-2013 mengalami surplus dan
cenderung
mengalami pertambahan nilainya. Tahun 2013 surplus nett ekspor perdagangan Triliun
barang
dan jasa Jawa
(merupakan
Selengkapnya
nilai
terbesar
Timur sebesar Rp 53,728 dalam
terkait kinerja perdagangan
5
tahun
terakhir).
ini dapat dilihat seperti
pada tabel 4.2. berikut: Tabel 4.2. Kinerja Perdagangan Jawa Timur Tahun 2010-2013
No
Kinerja
Tahun (Rp Triliun) 2009 323,341
2010 375,176
2012 523,658
2013 585,517
I
Ekspor
A
Antar Negara
144,54
169,423
200,500
222,170
239,495
B
Antar Provinsi
2 178,79
205,753
239,472
301,488
346,021
II
Impor
A
Antar Negara
122,06
155,717
196,641
234,573
256,183
B
Antar Provinsi
6 166,46
184,423
208,754
238,633
275,604
8 34,807
35,036
34,576
50,451
53,728
Surplus
288,534 9
340,140
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
82
2011 439,972
405,395
473,206
531,788
Besarnya nilai surplus nett ekspor perdagangan barang dan jasa tersebut berpengaruh pada nilai akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Berdasar besaran nilai itu pula pada akhirnya mulai tahun 2011 Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuka Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di Provinsi lain, dimana hingga tahun 2013 berhasil membuka 26 KPD. Sektor industri pengolahan merupakan sektor strategis, karena disamping diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sangat besar juga memiliki keterkaitan ke depan (forward linkaged) dan keterkaitan kebelakang (backward linkage) yang relatif banyak. Hasil penghitungan tahun 2013 total nilai PDRB sektor industri pengolahan
atas
dasar
harga berlaku sebesar Rp 302,31 triliun, atau setara dengan 26,60 persen dari total nilai PDRB Jawa Timur. Pertumbuhan sektor ini di tahun 2013 sebesar 5,59 persen,
melamban dibanding tahun sebelumnya
yang tumbuh sebesar 6,34 persen. Apabila dilihat perkembangan strukturnya dalam lima tahun terakhir kontribusi sektor industri di Jawa Timur cenderung menurun, masing-masing sebesar 28,14 persen pada tahun 2009, tahun 2010 sebesar 27,49 persen, tahun 2011 sebesar 27,12 persen, tahun 2012 sebesar 27,11 persen dan tahun 2013 sebesar 26,60 persen. Sektor ini didominasi oleh kontribusi
subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau 57,31 persen (terhadap sektor NTB sektor Industri) atau sebesar 15,25 persen terhadap total nilai PDRB Jawa Timur, dengan pertumbuhan sebesar 6,07 persen. Sektor industri mempunyai peran yang sangat penting baik sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi maupun dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan. Tujuan pembangunan industri diarahkan pada upaya untuk memperkokoh struktur ekonomi Jawa Timur dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar sektor, mampu meningkatkan daya tahan perekonomian Jawa memperluas sekaligus
lapangan
mendorong
kerja
dan
kesempatan
berkembangnya
kegiatan
Timur,
berusaha,
serta
berbagai
sektor
pembangunan lainnya.
83
Jumlah industri di Jawa Timur dalam lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,63 persen. Dalam kurun waktu 2009-2013 tersebut, tercatat jumlah industri pada tahun 2009 sebanyak 716.441 perusahaan, tahun perusahaan,
tahun
2011
menjadi
2010
menjadi
742.671
783.955 perusahaan, tahun 2012
berkembang menjadi 796.515 perusahaan serta pada tahun 2013 kembali meningkat menjadi 799.168 perusahaan. Selengkapnya terkait jumlah industri dan pertumbuhannya tertera seperti dalam tabel 2.169 dan gambar 2.62 berikut: Tabel 4.3. Jumlah Industri di Jawa Timur Tahun 2009-2013 Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
Perusahaan/Industri
716.441
742.671
783.178
796.537
799.168
Pertumbuhan (%)
2,00
3,66
5,45
1,71
0,33
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Meskipun dari tahun ke tahun jumlah industrinya terus mengalami pertambahan, namun jumlah pertumbuhannya dalam dua tahun
terakhir
terus
mengalami
perlambatan.
Melambatnya
pertumbuhan industri ini lebih disebabkan dari faktor krisis terutama sebagai akibat dari
gejolak perekonomian global yang berpengaruh
langsung terhadap penurunan investasi dan pada akhirnya juga memperlambat perkembangan industri baru. Gejolak ekonomi juga ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang berpengaruh pada kinerja industri pengolahan berbahan baku impor. Melambatnya pertumbuhan industri dalam kaitannya dengan gejolak perekonomian global mengindikasikan bahwa Industri di Jawa Timur tingkat ketergantungannya dengan input produksi
masih tinggi
dari bahan baku
impor. Disisi lain terindikasi pula masih rendahnya daya saing, kualitas dan design produk, hambatan peningkatan efisiensi produksi serta efisiensi biaya transaksi yang juga relatif masih rendah.
84
Tabel 4.4. Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur (Periode Januari s.d April 2014) No
Realisasi Ekspor
Nilai
Nilai
Pertumbuhan
Peran
CW I 2014
CW I 2015
(%) *
(%)
1
Total
6.498.594,83
6.368.378,86
2
Migas
341.554,27
143.488,72
3
Nonmigas
6.157.040,56
6.224.890,14
-2,00
100
-57,99
2,25
1,10
97,75
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Tabel 4.5. Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur (Periode Januari s.d April 2014) NO
REALISASI EKSPOR
NILAI CW I 2014
NILAI CW I 2015
PERTUMBUHAN (%) *
PERAN (%) **
1
Industri
5.668.979,26 5.732.980,06 1,11
90,01
2
Pertanian
480.056,74
3
Pertambangan 8.004,56 & lainnya
482.246,35
0,46
7,57
10.663,74
33,22
0,17
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
85
Tabel 4.6. Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur Per 10 Kelompok Komoditi Utama NO 1
KELOMPOK KOMODITI Perhiasan/ permata
NILAI CW I 2014
NILAI CW I 2015
PERTUMBUHAN (%) *
1.173.787,88
1.632.930,17
39,12
26,23
PERAN (%) **
2
Lemak,minyak hewan/ nabati
554.859,91
437.411,62
-21,17
7,03
3
Tembaga
111.004,77
343.160,58
209,14
5,51
4
Ikan dan udang
301.073,53
342.299,94
13,69
5,50
5
Kayu, barang dari kayu
353.337,59
338.561,43
-4,18
5,44
6
Bahan kimia organik
616.255,46
306.856,38
-50,21
4,93
7
Kertas/karton
315.550,38
304.855,48
-3,39
4,90
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Tabel 4.7. Realisasi Nilai Ekspor Jawa Timur Per 10 Negara Tujuan Utama
NO
KELOMPOK KOMODITI
NILAI
NILAI
PERTUMBUHAN
PERAN
CW I 2014
CW I 2015
(%) *
(%) **
1
Jepang
913.555.873
922.100.594
0,94
14,81
2
Amerika Serikat
667.547.116
667.864.301
0,05
10,73
3
Taiwan
297.706.167
540.340.785
81,50
6,68
4
China
719.459.286
503.298.677
-30,04
8,09
86
NO
KELOMPOK KOMODITI
NILAI
NILAI
PERTUMBUHAN
PERAN
CW I 2014
CW I 2015
(%) *
(%) **
5
Malaysia
320.499.753
318.488.665
-0,63
5,12
6
Singapura
285.736.812
198.959.200
-30,37
3,20
7
India
171.429.041
154.122.040
-10,10
2,48
8
Korea Selatan
151.561.694
147.471.660
-2,70
2,37
9
Thailand
140.286.496
136.605.810
-2,62
2,19
10
Belanda
140.960.600
128.908.055
-8,55
2,07
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Tabel 4.8. Realisasi Nilai Impor Jawa Timur (Periode Januari S.D April 2014) REALISASI IMPOR
NILAI
NILAI
PERTUMBUHAN
PERAN
CW I 2014
CW I 2015
(%) *
(%)
1
Total
8.458.685,25
6.865.018,53
-18,84
100,00
2
Migas
2.646.515,28
1.329.998,13
-49,75
19,37
3
Nonmigas
5.812.169,97
5.535.020,40
-4,77
80,63
NO
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
87
Tabel 4.9. Realisasi Nilai Impor Jawa Timur Per Gol. Penggunaan Barang GOL. NO
PENGGUNAAN BARANG
NILAI
NILAI
PERTUMBUHAN
PERAN
CW I 2014
CW I 2015
(%)
(%
-18,76
83,98
-22,09
8,12
-16,18
7,91
1
Bahan baku / penolong
7.095.899,46
5.765.007,89
2
Barang Modal
715.116,78
557.157,20
3
Barang Konsumsi
647.669,01
542.853,44
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Tabel 4.10 Realisasi Nilai Impor Jawa Timur Per 10 Kelompok Komoditi Utama NO
KELOMPOK KOMODITI
NILAI CW I 2014 840.787,74
NILAI PERTUMBUHAN CW I (%) 2015 662.897,37 -21,16
1
Mesin2/peralatan mekanik
2
Besi & baja
563.999,55
515.347,17
-8,63
9,31
3
Bungkil industri makanan
329.992,25
357.391,40
8,30
6,46
4
Gandumganduman
276.550,77
343.939,13
24,37
6,21
5
Plastik dan brg dr plastik
412.121,27
346.955,28
-15,81
6,27
88
PERAN (%) 11,98
NO
KELOMPOK KOMODITI
NILAI CW I 2014 190.098,38
NILAI PERTUMBUHAN CW I (%) 2015 335.795,27 76,64
PERAN (%)
6
Pupuk
7
Mesin/peralatan listrik
277.637,54
188.555,24
-32,09
3,41
8
Bahan kimia anorganik
169.777,36
187.208,51
10,27
3,38
9
Biji-bijian berminyak
181.179,43
152.542,92
-15,81
2,76
10
Garam, belerang, kapur
125.964,64
129.417,02
2,74
2,34
-4,10
58,18
Total 10 Kelompok Komoditi
3.368.108,94 3.220.049,29
6,07
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
Tabel 4.11 Realisasi Nilai Impor Non Migas Jawa Timur Per 10 Provinsi Utama
NO 1. 2. 3. 4. 5.
NILAI Jan - Mar 2014
NILAI Jan - Mar 2015
PERTUMBUHAN (%) *
PERAN (%) **
DKI JAKARTA
19.628,10
17.962,40
-8,49
58,64
JAWA TIMUR
4.151,60
4.177,80
0,63
13,64
BANTEN
2.059,40
2.062,70
0,16
6,73
RIAU ISLANDS
2.142,00
1.876,90
-12,37
6,13
JAWA TENGAH
1.341,50
1.515,80
12,99
4,95
KELOMPOK KOMODITI
89
6.
SUMATERA UTARA
7. 8. 9. 10.
809,80
806,00
-0,46
2,63
TIMUR
385,90
279,60
-27,55
0,91
RIAU
393,70
306,30
-22,21
1,00
LAMPUNG
330,60
292,50
-11,51
0,95
PAPUA
190,30
106,00
-44,31
0,35
31.432,90
29.386,00
-6,51
95,94
795,40
1.243,60
56,35
4,06
32.228,30
30.629,60
-4,96
100,00
KALIMANTAN
10 Provinsi Besar Provinsi2 Lainnya Total
Sumber: Dinas Perindag Provinsi Jatim
C.
TINJAUAN TERHADAP RPJMD
Berdasarkan RPJMD Provinsi Jawa Timur 2014-2019 , dapat diketahui bahwa tujuan, sasaran, arah kebijakan, dan strategi yang dipilih oleh Provinsi Jawa Timur telah mengakomodasi isu-isu dan masalah seputar pengembangan perekonomian Provinsi Jawa Timur. Pertanian dan pariwisata menjadi sektor pilihan yang akan dikembangkan secara khusus. Hal ini sejalan dengan potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Timur. Daya saing petani dan nelayan ditingkatkan peningkatan kapasitas petani dan nelayan, khususnya perluasan akses terhadap faktor produksi, teknologi, informasi, pemasaran dan permodalan. Produktivitas hasil pertanian dan kelautan diharapkan meningkat dengan adanya sejumlah strategi strategi tersebut. Perhatian terhadap keberlangsungan UMKM juga tampak dalam perencanaan tersebut. Perluasan akses modal, akses pasar, kegiatan inkubasi, serta perhatian khusus terhadap peran kaum perempuan dalam kegiatan perekonomian merupakan bentuk dukungan dan proteksi
90
Pemerintah Provinsi Jawa Timur terhadap usaha-usaha mandiri yang menjadi penopang terbesar bagi perekonomian Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur terus mendorong penguatan perdagangan dalam dan luar negeri melalui peningkatan akses pasar, optimalisasi kerja sama, dan meningkatkan daya saing produk lokal unggulan melalui standarisasi produk. Di bidang investasi, kinerja penanaman modal terus ditingkatkan melalui kemudahan izin prinsip dan realisasi PMA, PMDN, dan investasi daerah. Selanjutnya,
infrastruktur
juga
terus
ditingkatkan
untuk
mendukung kelancaran kegiatan perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Sejumlah pengembangan pelabuhan, jalan arteri/tol, bandara, moda transportasi, ketersediaan energi listrik telah direncanakan.
91
Tabel 4.12 Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 Misi 2: Meningkatkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berdaya saing, berbasis agrobisnis/agroindustri, dan industrialisasi TUJUAN 1. Meningkatkan aktivitas ekonomi dan kualitas kelembagaan UMKM dan Koperasi
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
1. Meningkatkan volume usaha UMKM dan kualitas kelembagaan UMKM
1. Memperluas akses permodalan bagi UMKM melalui lembaga keuangan bank maupun nonperbankan
1. Perluasan jaringan akses permodalan UMKM melalui peran stimulasi pemerintah, lembaga keuangan bank dan nonbank, mengutamakan pendampingan kepada UMKM untuk kelancaran pembiayaan usaha
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan pembinaan UMKM Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan pembinaan UMKM
2. Peningkatan peran Bank Indonesia maupun bank pelaksana untuk memperbesar pangsa kredit kepada UMKM melalui pemanfaatan idle
money 3.
92
Peningkatan perluasan jaringan Bank UMKM dan
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
bank pelaksana lainnya di wilayah-wilayah strategis untuk mendukung kemudahan akses permodalan bagi UMKM 2.
Meningkatkan
peran UMKM dan koperasi
dalam
aktivitas ekonomi
1.
Perluasan cakupan kelompok sasaran, substansi pendidikan dan pelatihan UMKM untuk efisiensi dan efektivitas proses usaha, termasuk manajemen pemasaran
2. Optimalisasi peran UMKM terhadap pembentukan PDRB, dan penciptaan lapangan kerja melalui fasilitasi skema pembiayaan, peningkatan daya saing, perluasan dan penguatan kelembagaan, serta peningkatan usaha koperasi 3. Penyediaan dan perluasan akses pasar bagi UMKM 93
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
dengan mengutamakan tujuan pasar dalam negeri, selanjutnya didorong untuk mampu bersaing ke pasar internasional 4.
Peningkatan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai
5. Peningkatan
dan
pengembangan lembaga keuangan pedesaan
mikro
(LKM) untuk
mendukung pengembangan koperasi, serta usaha mikro dan 94
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
kecil 6. Peningkatan kualitas SDM pengelola koperasi melalui pelatihan untuk mendukung pengembangan koperasi, termasuk Kopwan Koppontren. 2. Meningkatnya jumlah wirausaha baru (WUB)
Meningkatkan inkubasi kewirausahaan bagi calon wirausaha baru
3. Meningkatnya volume usaha ekonomi kaum perempuan
Meningkatkan kualitas ekonomi produktif berbasis gender
dan
Peningkatan tumbuhnya wirausaha kelas menengah baru yang bergerak di sektor UMKM melalui pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, dan bimbingan teknis manajemen usaha, serta akses permodalan 1. Peningkatan dan perluasan jaringan usaha, dan akses permodalan (kredit usaha) bagi perempuan melalui 95
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI dalam pemenuhan hak-hak dasar untuk menanggulangi feminisasi kemiskinan
ARAH KEBIJAKAN pengembangan lembaga keuangan non-perbankan 2.
Peningkatan peran perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi produktif, melalui berbagai pelatihan keterampilan, dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas usaha ekonomi perempuan
3.Penguatan manajemen kelembagaan ekonomi perempuan untuk meningkatkan efisiensi skala usaha ekonomi kaum perempuan 4. Peningkatan fasilitasi sarana dan prasarana dalam rangka penguatan dan pengembangan ekonomi kaum perempuan 96
Kompetensi Teknis
TUJUAN
SASARAN
2. Meningkatkan
Meningkatnya
net
volume ekspor dalam
ekspor
perdagangan dalam dan luar negeri
dan luar negeri
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
1. Memperkuat dan memperluas pasar dalam dan luar negeri
Peningkatan akses dan penetrasi ke pasar domestik melalui perluasan dan penguatan fungsi Kantor Perwakilan Dagang
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan perluasan pasar dalam dan luar negeri
2. Meningkatkan kerja sama ekonomi lokal, regional dan internasional
Optimalisasi akses dan penetrasi ke pasar ekspor konvensional, dan perluasan pasar ekspor nonkonvensional
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan kerjasama ekonomi lokal, regional dan internasional
3. Meningkatkan daya saing produk berbasis keunggulan lokal
1. Revitalisasi Puspa Agro menjadi trading house produk pertanian Jawa TimuR
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengaraahkan peningkatan daya saing
2. Perluasan dan peningkatan substansi pameran dagang produk UMKM di pasar domestik maupun internasional
Kemampuan kebijakan dan promosi
3. Peningkatan
Kemampuan
performa
standarisasi Industri
Kompetensi Teknis
kebijakan
dan
menyusun mengarahkan
menyusun mengarahkan
standarisasi industri 97
TUJUAN
SASARAN
3. Meningkatkan
Meningkatnya
percepatan
kontribusi
kinerja
industri
industri
sektor
sektor
STRATEGI 1. Meningkatkan pengembangan sektor industri
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
1.Peningkatan fasilitasi pengembangan industri kecil dan menengah nonagro yang memiliki daya penyebaran dan kepekaan tinggi, atau yang memiliki backward dan forward linkage yang tinggi
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pengembangan industri
2.Peningkatan fasilitasi kerangka regulasi usaha skala menengah dan besar, serta mendorong kemitraan usaha dengan
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pembinaan pelaku mikro dan kecil
pelaku mikro dan kecil 3.Peningkatan fasilitasi penumbuh kembangan industri pengolahan agro dan non-agro
98
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pengembangan industry
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI 2. Mengemba ngkan bahan baku subtitusi impor
ARAH KEBIJAKAN
Kompetensi Teknis
Peningkatan produk bahan baku/penolong domestik sebagai bahan pengganti/substitusi impor
Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan peningkatan produk
Sumber: Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2014
99
D. TINJAUAN TERHADAP KEBIJAKAN PEREKONOMIAN
DAERAH Perekonomian Provinsi Jawa Timur terus menguat selama tahun 2011 sampai tahun 2013. Provinsi Jawa Timur menyumbang PDRB terbesar kedua setelah DKI Jakarta terhadap PDB Nasional. Terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian Provinsi Jawa Timur terkait dengan pembanguan perekonomian di wilayahnya, antara lain: 1. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir (2009 - 2012) menunjukkan kinerja yang selalu meningkat bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi Nasional. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut selayaknya juga diikuti dengan kualitas pertumbuhan yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran terbuka dan penurunan disparitas antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selayaknya juga diikuti dengan peningkatan kualitas pembangunan manusia yang diindikasikan dari meningkatnya nilai IPM. 2. Peningkatan kemampuan dan daya saing koperasi dan UMKM (masalah-masalah) Struktur pelaku usaha didominasi usaha mikro yang informal dan memiliki aset dan akses ke pembiayaan serta produktivitas yang terbatas. (95,72% Usaha Mikro 6.533.694 unit dari 6.825.931 unit sensus UMKM 2012). Namun demikian, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola Koperasi dan UMKM (3.856 koperasi tidak aktif). Masalah lain yang menghambat perkembangan UMKM adalah emampuan akses permodalan bagi koperasi dan UKM kepada sumber-sumber pembiayaan masih rendah. Kredit UMKM hanya 29,6% total kredit. Kemitraan lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan dalam pembiayaan koperasi dan UMKM belum sepenuhnya terwujud. Selain itu, daya saing koperasi dan UMKM dalam
hal
permintaan
kecepatan pasar
juga
penguasaan masih
teknologi
rendah
dengan
(kepemilikan
produk sertifikat
strandarisasi, jaminan mutu produk UMKM, inovasi masih terbatas, akses pemasaran produk). Dalam hal pembinaan, kelembagaan untuk 100
peningkatan kapasitas UMKM dalam menumbuhkan wirausaha baru masih minim (2 inkubator bisnis). 3. Disparitas Wilayah. Adanya disparitas wilayah di mana pertumbuhan ekonomi belum dapat dirasakan secara merata di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur. Selain itu, kegiatan kawasan perkotaan dan perdesaan
masih
belum
terpadu.
Diperlukan
keseimbangan
pembangunan perkotaan dan perdesaan melalui keterkaitan kegiatan ekonomi antara perkotaan dan perdesaan dimana pembangunan kawasan perkotaan agar dapat menjadi pusat koleksi dan distribusi hasil produksi di wilayah perdesaan. Sedangkan pembangunan perdesaan
diarahkan
pertumbuhan
pada
yang
pengembangan
akan
menjadi
desa-desa pusat
pusat
produksi
agroindustri/agropolitan dan sektor lainnya. Konektivitas menjadi kebutuhan penting dalam merujudkan hal tersebut. 4. Infrastruktur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berupaya meningkatkan penyediaan infrastruktur yang mendukung bagi perkembangan ekonomi, baik untuk industri, perdagangan, maupun investasi. Pembangunan dan pengembangan infrastruktur jalan dan transportasi terus dilakukan. 5. Pengangguran. Tingginya tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Timur
menjadi
perhatian
pemerintah
dalam
merencanakan
pembangunan daerah. Besarnya potensi tenaga kerja produktif tersebut menjadi daya tarik bagi berkembangnya investasi di Provinsi Jawa Timur. Namun demikian, masih terdapat sejumlah masalah ketenagakerjaan yang cukup serius, di antaranya adalah upah pekerja yang masih rendah, jaminan/perlindungan sosial tenaga kerja, dan skill/keahlian tenaga kerja yang masih minim. 6. Energi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan PLN berupaya menyediakan sumber daya listrik yang memadai sebagai salah
satu
bentuk
potensi
daerah
untuk
menarik
investasi.
Tersedianya jumlah listrik yang memadai sangat mendukung tumbuhnya industri di provinsi ini. Selain itu, masih terdapat eksploitasi pertambangan yang perlu ditertibkan karena belum semuanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
101
7. Lingkungan. Pembangunan perekonomian Jawa Timur tidak hanya bertujuan
memperoleh
manfaat
ekonomi
yang
tinggi
bagi
masyarakat, melainkan juga senantiasa selaras dengan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan di Provinsi Jawa Timur diarahkan pada pembangunan yang berwawasan lingkungan. 8. Ketahanan Pangan. Isu ketahanan pangan merupakan isu penting di Jawa
Timur.
Ketersediaan
bahan
makanan,
kestabilan
harga
kebutuhan pokok, dan akses masyarakat terhadap bahan makanan menjadi perhatian penting dalam bidang perdagangan. Dengan memperhatikan sejumlah isu tersebut, pembangunan wilayah Provinsi Jawa Timur diarahkan untuk mewujudkan visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Timur 2005-2025 menjadi “Pusat Agribisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global, dan Berkelanjutan”. Rencana pembangunan jangka panjang tersebut dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka menengah. Rencana pembangunan jangka menengah tersebut terdiri atas lima tahapan periodesasi, maka periode 2014-2019 merupakan pembangunan jangka menengah tahap ketiga. Pembangunan tahap ketiga ini dengan berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan pembangunan tahap pertama dan
kedua,
ditujukan
lebih
memantapkan
pembangunan
secara
menyeluruh di pelbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam, dan sumber daya manusia berkualitas, serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Secara umum, strategi perdagangan dan perindustrian dalam menghadapi liberalisasi ekonomi adalah meningkatkan penetrasi pasar ke luar negeri (ekspor) dan mengendalikan impor. Strategi untuk meningkatkan ekspor dilakukan melalui penguatan daya saing produk dalam
negeri.
Daya
saing
ditingkatkan
melalui
desain
produk,
standarisasi produk, dan peningkatan kapasitas SDM industri (sertifikasi tenaga kerja). Bagi industri-industri kecil (IKM) dilaksanakan program IKM Paripurna, yaitu pendampingan bagi IKM mulai dari akses permodalan, bahan baku, proses produksi, desain kemasan standardisasi, hingga 102
pemasaran. Sedangkan untuk industri besar, Pemerintah Provinsi Jawa Timur
berupaya
untuk
memberikan
kebijakan-kebijakan
untuk
menunjang kemudahan dalam berusaha dan membangun jaringan dengan pasar luar negeri. Dalam rangka mengendalikan impor, strategi yang dilakukan adalah penguatan pasar dalam negeri. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendorong substitusi impor dengan memaksimalkan potensi daerah dan kerja sama dengan provinsi lainnya. Selain itu, dilakukan juga kegiatan perlindungan konsumen, pengawasan peredaran barang (pengawasan berkala terhadap produk impor illegal), dan kampanye Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Pemerintah Provinsi Jawa Timur
telah
menerbitkan
sejumlah
peraturan
daerah
untuk
mengendalikan impor, di antaranya adalah Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 22 tahun 2012 tentang Pengendalian Produk Impor Hortikultura dan Pemberdayaan Usaha Hortikultura di Jawa Timur. Perda ini berisi ketentuan buah impor yang antara lain menyebutkan bahwa produk impor hortikultura yang diperbolehkan adalah hortikultura yang bukan produk petani Jawa Timur. Selain itu, produk impor hortikultura hanya boleh beredar di took buah, mal, atau pasar modern dengan jumlah tidak melebihi dari produk hortikultura dalam negeri. Selain itu, juga terdapat Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur yang ditujukan untuk mengendalikan produk impor, menjaga stabilitas harga komodutas lokal, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan serta kepentingan petani, memberikan perlindungan terhadap masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, serta memberikan perlindungan terhadap konsumen. Berkaitan dengan persiapan pelaksanaan AEC 2015, Provinsi Jawa Timur
telah
berkomitmen
untuk
dapat
berkontribusi
aktif
dan
memanfaatkan peluang tersebut. Berikut ini adalah 3 konsep atau blue
print yang telah disusun Provinsi Jawa Timur (Sumber : Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Sekdaprov Jatim (494)) :
103
1.
Jawa Timur go international atau go ASEAN 2020. Provinsi Jawa Timur memiliki impian untuk menjadi superkoridor, yang artinya Jawa Timur akan mampu bermitra dengan regional di mana pun secara kompetitif dengan strategi penciptaan daya saing yang bergerak secara bertahap dari resources based ke knowledge based.
2.
Pengembangan UMKM secara cepat melalui fast track program. Program ini nantinya diharapkan dapat menumbuhkan pengusahapengusaha mandiri baru di wilayah Provinsi Jawa Timur.
3.
Menyusun bahan dan meteri diklat ke dua hal tersebut sebagai pengetahuan wajib untuk semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) baik pimpinan maupun staf. Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat
memahami
bahwa
SKPD
menjadi
sektor
lini
untuk
mendorong kemajuan sektor perekonomian lainnya. SKPD harus memiliki kapasitas yang memadai untuk dapat memberikan pelayanan dan fasilitasi secara maksimal, tidak hanya mengandalkan kemampuan pihak swasta maupun masyarakat sendiri. Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus melakukan pembenahan untuk menghadapi AEC. Yang sudah dilaksanakan di antaranya adalah: 1. Sosialisasi mengenai sistem AEC kepada UMKM dan masyarakat Jawa Timur. Jumlah UMKM di Jawa Timur sangat banyak, sekitar 7.000 UMKM yang ada. Jumlah yang besar ini tentu saja merupakan sumber daya yang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. UMKM menyumbang 54% PDB Provinsi Jawa Timur. Demikian juga dalam persiapan menghadapi AEC ini, para pengusaha didukung untuk dapat memasarkan produk dan jasa mereka lebih luas dan mampu bertahan serta mengembangkan usahanya saat menghadapi AEC. Saat ini, telah dipersiapkan SMK-SMK Mini sebagai bentuk program pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan UMKM. 2. Fasilitasi di bidang permodalan pengembangan usaha agar berdaya saing melalui bank-bank milik pemerintah yang ada di Jawa Timur. Pemerintah telah membentuk Bank UMKM sebagai sarana fasilitasi permodalan bagi para pengusaha UMKM.
104
3. Fasilitasi
perdagangan
menjadi
perhatian
pemerintah
dalam
memperlancar arus perdagangan dengan negara-negara tetangga. Dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, Badan Penanaman Modal, serta Kanwil Bea dan Cukai secara teratur menerbitkan segala informasi mengenai kepabeanan. 4. Membuat
regulasi,
membenahi
infrastruktur pelabuhan,
jalan,
bandara, dan kereta api (pembangunan jalur ganda, pengembangan kereta api menuju pelabuhan dan dry port). Interkonektivitas wilayah di Jawa Timur menjadi perhatian pemerintah. Oleh karena itu, infrastruktur jalan dan transportasi terus ditingkatkan kualitas dan kapasitasnya. Dengan lancarnya arus transportasi diharapkan dapat mempermudah kegiatan perdagangan dan perindustrian. 5. Memperbaiki
kualitas
produk
yang
berstandar
internasional,
khususnya fokus pada produk berstandar ASEAN. Peningkatan daya saing menjadi perhatian utama dalam memanfaatkan peluang pasar yang akan terbuka bebas pada berlakunya AEC 2015. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing adalah melalui perbaikan kualitas produk yang berstandar internasional. Pemprov Jawa Timur telah melaksanakan standarisasi produk agar sesuai dengan standar ASEAN. Lebih lanjut, pemprov Jawa Timur telah melakukan studi banding standarisasi di Jerman yang diketahui memiliki standar tertinggi dalam hal standarisasi produk. Dengan mengikuti standar Jerman ini diharapkan produk-produk yang dihasilkan oleh industri di Jawa Timur dapat masuk ke pasar manapun. Adapun standarisasi produk dilakukan khususnya pada 11 komoditi unggulan yang memiliki kontribusi tinggi dalam neraca perdagangan Jawa Timur. 11 komoditi tersebut adalah produk berbasis agro, alas kaki, furniture, perhiasan dan permata, tekstil, kertas, kimia, logam, perabot dan peralatan rumah, perikanan, dan produk plastik. Di sektor jasa, usaha peningkatan daya saing dilakukan dengan melakukan sertifikasi profesi. Profesi yang disertifikasi antara lain tenaga kerja di bidang pariwisata (Lembaga Sertifikasi Profesi dan Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata).
105
6. Mempersiapkan pelayanan yang cepat dengan menggunakan
tracking system, terutama terhadap barang yang masuk ke pelabuhan, baik saat pra, proses, dan setelah masuk. 7. Penyediaan gas bumi oleh Perusagaan Gas Negara. Penyediaan energi yang berkualitas, ekonomis, dan ramah lingkunganditujukan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga dapat bersaing dengan produk ASEAN. 8. Peningkatan kualitas barang produksi melalui pelatihan khusus bagi pelaku UMKM yang dipandu tim ahli dari perguruan tinggi. Program inkubasi diharapkan menjadi modal dasar yang bermanfaat bagi keberlangsungan pengusaha UMKM. 9. BPOM melakukan penguatan sistem pengawasan obat dan makanan, pemberdayaan UMKM, penguatan satgas pemberantasan produk ilegal, melaksanakan MOU Kepala BPOM dengan gubernur dan Kepala Balai Besar POM dengan bupati/walikota. 10. Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya (BBKPS) menerapkan ISO 9001:2008
tentang
pelayanan
dan
ISO
17025:2005
tentang
laboratorium. Selain itu juga melakukan pengawasan sertifikat halal bagi produk pangan hewan serta melindungi kekayaan SDA hayati dari ancaman masuk dan tersebarnya OPTK/HPHK, mengawasi keamanan pangan segar dari pencemaran kimia/biologi yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, serta mendorong akselerasi ekspor komoditas pertanian, sertifikasi, dan standardisasi perlakuan fumigasi untuk memenuhi persyaratan negara tujuan. 11. Di sektor perdagangan, Jawa Timur terus berupaya menguasai 50% pangsa pasar perdagangan melalui jalinan kerja sama perdagangan antarprovinsi (KPD) dan mengoptimalkan konektivitas antarpulau dengan lebih mengefisienkan muatan kapal. Hingga 2014, telah terbentuk 26 Kantor Perwakilan Dangan (KPD) antarprovinsi. Selain itu, dalam rangka optimalisasi perdagangan, pariwisata dan investasi, Jatim bekerjasama dengan KBRI dan KJRI membentuk 6 etalase bersama senior advisor-nyadi negara Jepang, Swiss, China, Korea Selatan dan Belgia. 12. Berbagai skema kerja sama tersebut merupakan upaya Jawa Timur dalam efisiensi
106
biaya produkse dengan memperoleh bahan baku
industri sebagai substitusi impor. Saat ini, Jawa Timur merupakan provinsi tertinggi dalam hal impor, baik dalam bentuk bahan baku maupun bahan penolong. Skema kerja sama tersebut menjadi strategi Jawa Timur dalam memperoleh informasi tentang kebutuhan pasar dan ketersediaan bahan baku untuk industri. Sayangnya, kerja sama tersebut belum dapat berjalan optimal. Tingginya biaya transportasi untuk pengiriman bahan baku dari provinsi lain daripada biaya impor masih menghambat para pengusaha industri sehingga impor tinggi masih terus terjadi. 13. Untuk menarik investor, baik lokal maupun asing, Pemprov Jawa Timur berupaya menambah kehandalan infrastruktur kelistrikan. Kehandalan infrastruktur kelistrikan ini merupakan salah satu faktor penting
dalam menarik investasi ke Jawa Timur. Dengan adanya
kelebihan supply listrik, kesempatan Pemda untuk menarik masuk investasi semakin terbuka lebar. Agar sumberdaya listrik tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, Pemda perlu memetakan lebih dulu lokasi strategis yang akan disiapkan untuk wilayah investasi potensial bagi investor. 14. Tersedianya listrik dan energi yang memadai merupakan salah satu
government guarantee yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada para investor. Kemudahan lainnya yang ditawarkan adalah kemudahan lahan (tersedianya lahan investasi), tenaga kerja dengan upah kerja kompetitif, dan kemudahan perizinan. 15. Pemprov merencanakan pembuatan sistem East Java Trading House (monitor pergerakan transaksi) yang mampu mengolah data perdagangan/investasi dan memonitor semua pergerakan transaksi di wilayah Jawa Timur. Pergerakan transaksi perdagangan semua komoditas akan terkoneksi dan terintegrasi dengan pihak perbankan, yakni Bank Jawa Timur dan Bank UMKM. Sistem tersebut akan menjad pusat data dan membantu Pemprov dalam menjalankan kontrol dan kebijakan perdagangan dan investasi. 16. Kesiapan Provinsi Jawa Timur dalam menyongsong AEC 2015 tidak berarti secara otomatis kabupaten/kota juga siap. Pembangunan konektivitas antara kabupaten/kota dan juga pemerintah pusat dalam kerangka kebijakan finansialnya melalui perbaikan, pembuatan
107
sarana-prasarana transportasi, khususnya kawasan perdesaan guna mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan mempersempit kesenjangan wilayah tersebut. Untuk menunjang pengembangan sektor industri, Provinsi Jawa Timur
telah
menetapkan
sejumlah
cluster
kewilayahan.
Cluster
kewilayahan ditetapkan menjadi dasar sasaran kebijakan pengembangan kewilayahan dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, sosial dan budaya di seluruh wilayah Jawa Timur. Penetapan
cluster
dirumuskan
berdasarkan
arah
pembangunan
kewilayahan Jawa Timur yaitu sebagai Pusat Agrobisnis terkemuka yang disinkronisasikan dengan agenda pembangunan Tahun 2014-2019 yang difokuskan pada pengembangan kawasan strategis, utamanya kawasan strategis agropolitan, kawasan agroindustri, kawasan metropolitan dan kawasan tertinggal.Provinsi Jawa Timur telah menetapkan 8 kawasan strategis sebagai pusat pertumbuhan wilayah untuk mendorong pengembangan kawasan dalam rangka pemerataan wilayah. Untuk menciptakan
pusat
pertumbuhan
baru
dan
pemerataan
wilayah
diperlukan pengembangan kawasan-kawasan di antaranya: 1. Cluster Agropolitan Madura yang terdiri dari Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Sampang,
Kabupaten
Pamekasan
dan
Kabupaten
Sumenep. 2. Cluster Agropolitan Ijen yang terdiri dari Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Banyuwangi. 3. Cluster Agropolitan Bromo Tengger Semeru yang terdiri dari Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kota Malang, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo. 4. Cluster Agropolitan Wilis yang terdiri dari Kota Madiun, Kabupaten Madiun,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten
Ngawi,
Kabupaten
Ponorogo, dan Kabupaten Pacitan. 5. Cluster Metropolitan yang terdiri dari Kota Surabaya, Kota Batu, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto.
108
6. Cluster Segitiga Emas yang terdiri dari Kawasan Strategis Segitiga Emas Pertumbuhan Tuban, Lamongan dan Bojonegoro; Kawasan Strategis
Agroindustri
perbatasan
Gresik
dan
antar-kabupaten/kota
Lamongan; yang
dan
kawasan
memiliki
potensi
pertumbuhan perekonomian sektoral yang tinggi pada Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro. 7. Cluster Regional Kelud berfungsi sebagai pemerataan aktivitas pusat pertumbuhan perekonomian di Jawa Timur yang ditetapkan pada Kabupaten Jombang, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten
Trenggalek,
Kabupaten
Tulungagung,
Kabupaten Blitar, dan Kota Blitar. 8. Cluster Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berfungsi sebagai pemerataan dan sebagai upaya untuk membuka akses pada wilayah pesisir dan wilayah pulau-pulau kecil yang masih belum terlayani di Provinsi Jawa Timur. Cluster pesisir dan pulau-pulau kecil diarahkan pada kawasan sepanjang pesisir Jawa Timur dan Pulau-Pulau Kecil. Selain cluster wilayah, Provinsi Jawa Timur juga telah melakukan pemetaan kawasan industri berdasarkan kondisi spasial dan potensi wilayah, yaitu: 1. Industri makanan dan minuan di megapolitan Surabaya-Malang dan Kediri 2. Industri perkapalan di Lamongan 3. Industri Migas di Segitiga Emas Bojonegoro-Tuban dan Lamongan 4. Industri Telematika di Gerbang Kertasusila 5. Industri Alutsista di Surabaya, Malang dan Tulung Agung Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang telah siap
menghadapi
AEC
2015.
Menurut
Said
(2015:130)
dalam
menyongsong AEC, Jawa Timur memiliki 4 (empat) keunggulan antara lain: (1) Kepemimpinan yang kuat dan visioner di tingkat provinsi; (2) Kapasitas keuangan yang kuat dan inovasi kebijakanuntuk memperbesar sumber-sumber pembiayaan pembangunan; (3) Desain perencanaan pembangunan yang berorientasi pada penyelesaian masalah masyarakat yang tercantum dalam APBD untuk rakyat dan sejenisnya, serta (4) 109
Sinergi aktor pembangunan di provinsi, baik dengan kalangan dunia usaha nasional, dunia usaha regional, dan internasional. Namun demikian, dalam implementasi sejumlah kebijakan yang telah disusun oleh Pemprov Jawa Timur, masih terdapat sejumlah hal perlu dibenahi, di antaranya adalah penguatan kolaborasi pemerintah dengan para pengusaha lokal, khususnya program inkubasi bagi UMKM berupa bantuan modal dan pendampingan manajemen bagi UMKM, pendampingan peningkatan kualitas dan kontinyuitas produksi IKM, optimalisasi kerja sama daerah, serta proses perizinan yang cepat, mudah, dan murah (kenyataannya walaupun proses perizinan telah bebas biaya, namun untuk memenuhi sejumlah persyaratan yang berjenjang, para pengusaha masih harus mengeluarkan sejumlah biaya). Pengembangan sektor industri pengolahan di Jawa Timur diarahkan pada industri pengolahan berbasis pertanian, termasuk sektor perikanan laut dan darat. Provinsi Jawa Timur dengan didukung dengan posisi
geografis
yang
strategis
memiliki
peluang
besar
dalam
mengembangkan sektor kelautan dan kemaritiman. Pelabuhan berskala internasional (Tanjung Perak) dan pelabuhan nasional yang dimiliki Jawa Timur yang dikelola secara terpadu dapat mendukung terwujudnya poros maritim di Indonesia. Terbentuknya poros maritim tersebut tentu mendukung penguatan daya saing Jawa Timur. Selain itu, pembangunan pesisir melalui konservasi hutan mangrove juga memberikan peluang yang besar bagi budidaya pembenihan ikan dan areal tambak perikanan. Dengan potensi kelautan dan kemaritiman yang besar tersebut, Provinsi Jawa Timur semestinya dapat mengembangkan aktivitas ekonomi kelautan yang antara lain berupa: (1) perhubungan laut; (2) industri maritim; (3) perikanan; (4) wisata bahari; (5) energi dan sumber daya mineral; (6) bangunan kelautan; (7) jasa kelautan.
E. VALIDASI KOMPETENSI TEKNIS Survey ini mengajak responden untuk mengidentifikasi bidang dan jenis kompetensi teknis apa saja yang dibutuhkan oleh aparatur Pemda dalam menghadapi AEC. Sebagaimana tampak dalam Grafik 4.1 rekapitulasi hasil survey penyusunan standar kompetensi ASN Pemda di 110
bawah,
umumnya
responden
berpendapat
bahwasanya
aparatur
pemerintah daerah membutuhkan penguasaan kompetensi teknis tertentu yang relevan untuk menjawab tantangan dan mengoptimalkan peluang ekonomi yang ada dalam menghadapi AEC. Laporan lebih lengkap disajikan dalam paparan berikut.
111
Grafik 4.1. Rekapitulasi Persentasi Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Jawa Timur
112
1.
Menyusun Kebijakan di Bidang Perdagangan dan Perindustrian Pada Grafik 4.1. di atas, tampak bahwa “Pengetahuan tentang Perundang-undangan di Bidang Perdagangan dan Perindustrian” merupakan kompetensi teknis yang sangat relevan. Hasil survey menunjukkan 90% responden memandang jenis kompetensi ini “sangat relevan”, dan sisanya berpendapat “relevan”. Bahkan dalam sesi wawancara sebagian responden memandang kompetensi tersebut sebaiknya tak hanya dimiliki oleh seorang kepala dinas saja, melainkan juga oleh seluruh staf yang bekerja di instansi Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Alasannya, kemampuan memahami peraturan
perundang-undangan
di
sektor
perdagangan
dan
perindustrian adalah faktor kunci yang menjadi pijakan dan memberi arah bagi perumusan perencanaan dan program kerja instansi terkait guna mewujudkan visi dan misinya. 2. Mengkoordinasikan Perdagangan Dalam Negeri Berdasarkan hasil survey “Pengetahuan tentang Perdagangan Dalam Negeri” merupakan kompetensi teknis selanjutnya yang harus dimiliki oleh aparatur Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Grafik 4.1 hasil survey di atas menunjukkan 90% responden berpendapat bahwa jenis kompetensi ini “sangat relevan” untuk dimiliki oleh kepala dinas, sedangkan sisanya memandang “relevan”. Sebagai salah satu jenis kompetensi yang mutlak dimiliki oleh seorang kepala dinas, pengetahuan tentang perdagangan dalam negeri melingkupi bidang yang cukup luas. Pengetahuan tentang perdagangan
dalam
negeri
berupa
kemampuan
memahami
berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang atau jasa dalam negeri, yang antara lain mencakup: pembinaan pengembangan pasar, distribusi, pembinaan iklim usaha dan kepastian berusaha, fasilitasi sarana penunjang perdagangan, monitoring dan evaluasi pemberian izin usaha, mengembangkan akses pasar dalam negeri, penciptaan stabilisasi harga, pengawasan barang beredar serta perlindungan konsumen.
113
3. Mengkoordinasikan Perdagangan Luar Negeri Responden
berpendapat
bahwa
“Pengetahuan
tentang
Perdagangan Luar Negeri” merupakan jenis kompetensi yang sangat relevan bagi seorang kepala dinas. Sebagaimana tampak dari Grafik 4.1 di atas, 90 % responden berpendapat jenis kompetensi ini sebagai “sanagat relevan”. Alasannya, terlebih dalam konteks menghadapi MEA, kemampuan berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa luar negeri mutlak diperlukan. Berbagai aspek terkait perdagangan luar negeri dalam hal ini antara lain: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, dan peningkatan kemampuan eksportir dan importir, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam perdagangan luar negeri. 4.
Merumuskan Industri
Sasaran
Pembangunan
dan
Pengembangan
Pada Grafik 4.1 hasil survey menunjukkan 80% responden berpendapat
“Pengetahuan
tentang
Pembangunan
dan
Pengembangan Industri” merupakan jenis kompetensi yang sangat relevan bagi seorang aparatur Kepala Bidang Industri di lingkungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sedangkan 20% responden lainnya berpendapat jenis kompetensi ini “relevan”. Hal ini sangat masuk akal mengingat bidang industri adalah salah satu sektor yang menjadi fokus MEA. Sebagai salah satu jenis kompetensi, “Pengetahuan tentang Pembangunan dan Pengembangan Industri” mencakup kemampuan untuk memahami berbagai aspek terkait dengan pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk,
hak
kekayaan
intelektual,
sistem
informasi
industri,
manajemen IKM, teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. 5.
Mengarahkan Desain Produk Industri Masih dalam rangka penguatan daya saing produk dalam negeri, responden umumnya memandang penting bagi aparatur Pemda di lingkungan Dinas Perindag untuk juga menguasai pengetahuan tentang desain produk industri. Sebagaimana terlihat dalam Grafik
114
4.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebagian besar responden (80%) berpendapat pengetahuan tentang desain produk industri ini sebagai jenis kompetensi yang sangat relevan, sedangkan sisanya memandang relevan. Adapun yang dimaksud pengetahuan tentang desain produk industri di sini adalah kemampuan dalam melakukan desain produk industri baik dalam perancangan, perencanaan, dan pembuatan produk industri. 6. Mengarahkan Standarisasi Produk Industri Responden juga memandang aparatur Pemda di lingkungan instansi terkait membutuhkan kompetensi pengetahuan tentang standarisasi produk industri. Sebagaimana ditunjukkan dalam Grafik 4.1 di atas, sebagian besar responden (70%) berpendapat jenis kompetensi ini “sangat relevan”, dan hanya sebagian kecil saja (30%) responden yang berpendapat “relevan”. Pengetahuan tentang standarisasi produk industri merupakan kemampuan dalam memahami standarisasai produk industri dengan mempertimbangkan aspek daya saing dan perlindungan konsumen. Sebagai jenis kompetensi, hal ini dapat menunjang strategi dalam menghadapi MEA, yaitu melalui penguatan daya saing produk dalam negeri. Dalam konteks produk industri, standarisasi diterapkan melalui mekanisme sertifikasi produk dalam semua bidang industri. Saat ini, Provinsi Jawa Timur sendiri sudah menerapkan sertifikasi produk pertanian dan perikanan. 7. Mengarahkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Pada umumnya responden berpendapat bahwa kemampuan untuk memahami hak kekayaan intelektual (HaKI) merupakan kompetensi yang juga penting untuk dimiliki aparatur Pemda di instansi terkait. Hasil survey, sebagaimana tampak dalam Grafik 4.1 di atas, menunjukkan 80% responden memandang kompetensi ini “sangat relevan”, sedangkan sisanya memandang “relevan”. Bahkan, muncul gagasan yang mengusulkan agar pengetahuan tentang HaKI ini juga memperhatikan aspek budaya setempat dan perkembangan teknologi.
115
8. Mengarahkan Sistem Informasi Industri Kemajuan teknologi informasi berpengaruh terhadap semua ranah kehidupan di era kontemporer. Dunia industri pun tak luput dari pengaruh tersebut. Hal ini menuntut kebutuhan kompetensi baru
dari
aparatur
pembina
industri
yang relevan
dengan
perkembangan zaman. Dengan latar belakang demikian, umumnya responden memandang perlu pengetahuan tentang sistem informasi industri sebagai jenis kompetensi yang juga harus dikuasai oleh aparatur pada dinas terkait (Perindag). Sebagaimana tampak dalam Grafik 4.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebagian besar (70%) responden berpendapat pengetahuan tentang sistem informasi industri sebagai salah satu jenis kompetensi yang “sangat relevan” dalam menghadapi MEA. 9. Membina Manajemen IKM Terkait dengan upaya pengoptimalan potensi industri kecil dan menengah, umumnya responden juga memandang pengetahuan tentang manajemen IKM sebagai jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh aparatur Pemda di instansi terkait. Hasil survey menunjukkan 80% responden berpendapat bahwa pengetahuan manajemen IKM sebagai kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan
sisanya
berpendapat
“relevan”.
Hal
ini
berarti
pengetahuan manajemen IKM merupakan kompetensi yang sangat penting bagi aparatur Pemda Jawa Timur dalam menghadapi MEA. Jenis kompetensi ini mencakup kemampuan untuk memahami manajemen IKM dengan baik dalam hal pembiayaan, penciptaan nilai tambah, jangkauan pasar, penguatan kelembagaan usaha dan perlindungan usaha, serta menumbuhkan semangat kewirausahaan. Menjelang pelaksanaan MEA di penghujung tahun 2015 nanti, salah satu strategi yang ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah penguatan
UMKM.
Posisi
UMKM
sendiri
dalam
struktur
perekonomian Jatim memang sangat berperan penting karena menyumbang 54% PDRB.
116
10. Membina Pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global Di era yang kian berjejaring seperti sekarang memungkinkan terciptanya rantai nilai dan jaringan produksi global. Oleh karena itu, untuk
merespon
dan
memanfaatkan
peluang
tersebut
membutuhkan jenis kompetensi yang relevan. Terkait dengan itu, umumnya responden berpendapat bahwa kompetensi yang terkait dengan pengetahuan tentang pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global sebagai kompetensi yang penting untuk dimiliki aparatur di bidang perindustrian dan perdagangan. Pada Grafik 4.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebagian besar (80%) responden
memandang
kemampuan
untuk
memahami
dan
memanfaatkan rantai nilai global dan jaringan produksi global ini “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. 11. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Industri Hasil survey juga menunjukkan bahwa pengetahuan teknologi industri merupakan salah satu kompetensi yang mutlak harus dimiliki aparatur di dinas terkait. Sebagaimana tampak pada Grafik 4.1 di atas, sebagian besar responden (80 %) memandang kompetensi ini “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat relevan. Pengetahuan Teknologi Industri adalah kompetensi teknis yang mencakup kemampuan untuk memahami berbagai aspek pengembangan, perbaikan, invensi dan inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode dan sistem yang diterapkan dalam kegiatan industri. Mengingat industri merupakan salah satu sektor yang menjadi fokus dalam MEA, penguasaan pengetahuan (dan pengembangan) teknologi industri menjadi kian penting, baik dalam bidang proses produksi maupun dalam pengembangan teknologi pengolahan limbah industri. Dalam konteks ini, penting juga untuk mengembangkan pengetahuan teknologi industri yang sejalan dengan arah perkembangan industri kontemporer. Sebagai contoh, industri kreatif digital. Di dalam struktur organisasi Dinas Perindag Provinsi Jatim sendiri saat ini terdapat bidang elektronika dan 117
telematika yang memberikan fasilitasi pada industri produk-produk digital (game, animasi, aplikasi, perangkat lunak, dll.). 12. Membina Perlindungan Konsumen Perdagangan bebas yang menjadi tumpuan MEA menjanjikan pasar dan basis produksi tunggal ASEAN. Pencabutan hambatan ekspor-impor (tarif dan non-tarif) memungkinkan intensitas arus keluar masuk barang-barang mengalami peningkatan. Implikasinya, hal ini membutuhkan kontrol dan pengawasan atas kualitas barangbarang yang masuk dan beredar di pasar domestik. Sebab, manakala barang-barang tersebut tidak memenuhi standar yang sudah ditentuka maka akan merugikan konsumen. Terkait persoalan ini, umumnya responden berpandangan bahwa pengetahuan perlindungan konsumen menjadi penting untuk dimasukkan ke dalam standar kompetensi ASN Pemda di dinas terkait. Sebagaimana tampak pada Grafik 4.1. di atas, sebagian besar responden berpendapat pengetahuan perlindungan konsumen merupakan
jenis
kompetensi
kompetensi
yang
dimaksud
yang adalah
“sangat
relevan”.
kemampuan
Jenis
memahami
berbagai aspek terkait perlindungan konsumen dan pengawasan produk beredar. 13. Mengendalikan Stabilisasi Harga Praktek perdagangan selalu rentan terhadap gejolak kenaikan harga barang dan jasa, baik itu yang ditimbulkan oleh faktor moneter seperti inflasi atau faktor non moneter. Pada titik ini, perlu upaya dan strategi yang cermat dan efektif untuk meminimalisir dampak buruk gejolak harga tersebut terhadap perdagangan melalui kebijakan stabilisasi harga. Oleh karena itu, menurut responden, menjadi penting bagi aparatur di dinas terkait untuk mempunyai kompetensi yang memadai terkait dengan pengetahuan stabilisasi harga. Sebagaimana terlihat dalam Grafik 4.1 di atas, sebagian besar responden (80%) berpendapat bahwa kemampuan mengendalikan stabilitas harga barang atau jasa merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya (20%) berpendapat “relevan”. 118
14. Mengendalikan Manajemen Stok Umumnya responden juga
memandang
kemampuan
mengendalikan persediaan dan pendistribusian barang-barang kebutuhan pokok sebagai kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh aparatur dinas terkait. Hasil survey pada Grafik 4.1 di atas menunjukkan 70% responden berpendapat kompetensi yang terkait dengan pengetahuan manajemen stok ini sebagai kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. Hal ini berarti pengetahuan manajemen stok merupakan kompetensi penting untuk dimasukkan ke dalam standar kompetensi teknis ASN Pemda. 15. Mengkoordinasikan Fasilitasi Sarana Penunjang Perdagangan Kemampuan untuk memfasilitasi penyediaan sarana penunjang perdagangan juga merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh aparatur Pemda di dinas terkait. Hal ini berdasarkan hasil survey yang menunjukkan bahwa umumnya responden menganggap kompetensi terkait pengetahuan fasilitasi sarana penunjang perdagangan ini sebagai kompetensi yang penting. Hasil survey pada Grafik 4.1 menunjukkan 60% responden berpendapat kompetensi tersebut “sangat relevan” dan 30% sisanya berpendapat “relevan”. 16. Mengevaluasi Pemberian Izin Usaha Berdasarkan hasil survey, kemampuan untuk melakukan evaluasi pemberian izin usaha merupakan kompetensi yang juga harus dimiliki aparatur Pemda di dinas terkait. Sebagaimana tampak dalam Grafik 4.1 di atas, 70% responden berpendapat kompetensi tersebut “sangat relevan” dan 30% lainnya berpendapat “relevan”. Selain perdagangan dan industri, MEA juga berfokus pada bidang investasi. Dengan demikian, bisa dipastikan jumlah pemberian izin usaha akan meningkat pesat sehingga memerlukan pengawasan dan evaluasi atas berbagai perizinan usaha yang diberikan.
119
17. Membina dan Mengawasi Kemetrologian Responden juga memandang perlunya aparatur Pemda di dinas terkait untuk mempunyai kemampuan memahami berbagai aspek kemetrologian, baik dalam hal pembinaan dan pengawasan. Hasil survey pada Grafik 4.1 menunjukkan 70% responden berpendapat bahwa kompetensi terkait pengetahuan kemetrologian ini “sangat relevan”, sedangkan sisanya (30%) berpendapat “relevan”. 18. Mengarahkan Promosi MEA menjanjikan pasar tunggal dengan basis produksi tunggal di kawasan Asia Tenggara. Selain tantangan,
hal ini juga
menawarkan peluang bagi produk-produk yang dihasilkan dan potensi daerah. Namun, tentunya untuk meraih peluang tersebut mensyaratkan strategi promosi yang efektif untuk membuka akses pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, utamanya di kawasan
ASEAN.
menunjukkan
Untuk
adanya
mewujudkan kebutuhan
misi
ini,
hasil
pengembangan
survey standar
kompetensi aparatur daerah terutama untuk bidang yang berkaitan dengan pengetahuan promosi. Dalam Grafik 4.1. tampak bahwa sebagai besar (80%) responden berpendapat bahwa kemampuan untuk mempromosikan produk-produk yang dihasilkan dan potensi daerah tersebut sebagai kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. 19. Mengarahkan Pemanfaatan Market Intellegence Kompetensi lain yang dibutuhkan dalam menghadapi MEA, menurut responden, adalah kemampuan dalam pengumpulan informasi
yang terkait dengan peluang, strategi pasar dan
pengembangan pasar. Pada Grafik 4.1 di atas, hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden (70%) menyebut kompetensi yang terkait dengan pengetahuan dan mengarahkan
market intellegence ini “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. Terkait dengan kompetensi tersebut, saat ini Dinas Perindag Provinsi Jawa Timur sendiri sudah mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di 26 daerah. KPD yang unsur-unsurnya terdiri dari perwakilan Dinas Perindag, pelaku usaha (KADIN), dan
120
masyarakat
ini
berperan
sebagai
atase
perdagangan
yang
melakukan market intellegence. Sedangkan di luar negeri Provinsi Jawa Timur mempunyai liason officer di 6 negara yang mengemban fungsi kurang lebih sama. 20. Mengevaluasi Insentif Perdagangan Pemberian insentif perdagangan menjadi salah satu isu penting dalam era perdagangan bebas seperti dalam konteks MEA. Hal ini antara lain untuk memudahkan para pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, responden memandang kompetensi yang terkait dengan pengetahuan insentif perdagangan ini sebagai hal yang penting untuk dikuasai aparatur di dinas terkait. Hasi survey, sebagaimana tampak dalam Grafik 4.1 di atas, menunjukkan 70% responden berpendapat bahwa pengetahuan insentif perdagangan merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. Adapun pengetahuan insentif perdagangan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan memahami tentang insentif perdagangan, antara lain percepatan pemberian izin usaha, keringanan biaya pendaftaran HaKI, sertifikasi produk halal, serta fasilitas pameran di dalam dan di luar negeri. 21. Mengevaluasi Fasilitasi Ekspor dan Impor Dalam konteks kerjasama perdagangan internasional seperti MEA, kegiatan ekspor dan impor sudah barang tentu bakal menjadi salah satu kegiatan utama. Terkait dengan hal ini, responden memandang perlunya aparatur di dinas terkait untuk memiliki kompetensi yang terkait dengan fasilitasi ekspor dan impor. Pada Grafik 4.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebagian besar responden (80%) berpendapat bahwa kemampuan memahami proses fasilitasi melalui pemberian berbagai kemudahan untuk menunjang pelaksanaan ekspor dan impor merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat “relevan”. 22. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terakhir, isu penting yang menjadi sorotan responden terkait pengembangan
standar
kompetensi
aparatur
Pemda
dalam
121
menghadapi MEA adalah kompetensi pengetahuan teknologi informasi. Alasannya tak lain karena di era yang kian berjejaring seperti sekarang, perkembangan teknologi informasi menjangkau hampir semua ranah kehidupan, terlebih dalam ranah perdagangan. Pengintegrasian teknologi informasi dalam dunia perdagangan atau bisnis melahirkan konsep baru yang disebut e-commerce. Dengan latar belakang demikian, responden memandang pengetahuan teknologi informasi tersebut sebagai kompetensi yang sangat penting. Hasil survey, sebagaimana tersaji dalam Grafik 4.1, menunjukkan 80% responden berpendapat kompetensi terkait pengetahuan teknologi informasi merupakan kompetensi yang “sangat
relevan”,
sedangkan
sisanya
berpendapat
“relevan”.
Pengetahuan teknologi informasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka membuka akses pasar dan meningkatkan pangsa pasar produk dalam negeri. Penguasaan teknologi industri juga memungkinkan untuk membangun sistem informasi tata ruang tentang potensi daerah. Kebutuhan Jenis Kompetensi Teknis Lain Responden juga mengusulkan beberapa jenis kompetensi teknis lain yang sesuai dengan tantangan, peluang, dan potensi ekonomi yang dimiliki daerah. 1. Pengetahuan dan Analisis Makro dan Mikro Ekonomi Selain penguasaan kompetensi teknis tertentu, responden juga mengusulkan agar aparatur di level kepala dinas juga harus mempunyai kompetensi terkait dengan pengetahuan dan analisis ekonomi makro dan mikro. 2. Pengetahuan tentang Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Perdagangan dan perindustrian selalu terkait dengan situasi fiskal dan moneter. Dengan memahami kebijakan fiskal dan moneter, seorang kepala dinas akan mampu merumuskan langkah-langkah strategis dan taktis dalam kebijakan dan programnya dengan mengintegrasikan perspektif fiskal dan moneter. 3. Pengetahuan tentang industri kreatif
122
Di
Provinsi
Jawa
Timur
dalam
beberapa
tahun
terakhir
perkembangan industri kreatif berbasis digital, seperti game dan animasi,
maupun
non-digital.
Oleh
karena
itu
responden
mengusulkan agar pengembangan standar kompetensi teknis ASN Pemda di dinas terkait juga mengakomodasi kebutuhan jenis kompetensi baru yang terkait dengan industri kreatif. 4. Pengetahuan Perundangan-undangan (Regulatory Mapping) Lintas Sektor Selain pengetahuan perundang-undangan di bidang perdagangan dan perindustrian, responden juga mengusulkan pengetahuan perundang-undangan lintas sektor sebagai jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh aparatur Pemda di dinas terkait. Sebab, di lapangan praktik perdagangan selalu bersentuhan dengan bidang lain, seperti pertanian, perhubungan, kehutanan. dll. Dengan menguasai kompetensi ini, responden berharap akan terbangun sinergitas dengan kebijakan atau peraturan di kementerian/lembaga lain yang selama ini juga selalu bersentuhan dengan bidang perdagangan dan perindustrian. 5. Pengetahuan
tentang
Pengembangan
Industri
Berwawasan
Lingkungan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memperhatikan dimensi keberlanjutan, responden mengusulkan kompetensi terkait dengan pengetahuan
pengembangan
industri
berwawasan
lingkungan
sebagai jenis kompetensi baru yang juga harus diakomodir dalam pengembangan standar kompetensi teknis ASN Pemda di dinas terkait. Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk memahami dan menyadari tentang pentingnya industri berwawasan lingkungan untuk proses pembangunan berkelanjutan. 6. Pengetahuan tentang industri transportasi Transportasi merupakan sektor yang cukup vital bagi arus lalu lintas manusia, barang, dan jasa. Terlebih negara kepulauan seperti Indonesia, dengan jumlah penduduk hampir 250 juta jiwa, tentunya membutuhkan moda transportasi yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, responden mengusulkan agar aparatur di dinas terkait mempunyai kompetensi pengetahuan tentang industri
123
transportasi.
Kompetensi
ini
mencakup
kemampuan
untuk
memahami dan menganalisis kebutuhan pengembangan dan inovasi moda transportasi di tanah air, baik transportasi darat, laut, maupun udara. 7. Pengetahuan Lintas Sektor Pembangunan ekonomi bangsa teramat penting untuk hanya diserahkan kepada para teknokrat ekonomi semata. Oleh karena itu responden memandang perlu kompetensi pengetahuan lintas sektor, seperti pangan dan pertanian, pendidikan, maritim, agraria, energi, dan sebagainya, sebagai salah satu kompetensi teknis yang juga harus dimiliki oleh aparatur pada dinas terkait. Kompetensi ini mencakup kemampuan dalam memahami berbagai sektor yang relevan, di luar bidang perdagangan dan perindustrian, dan juga kemampuan untuk menganalisis permasalahan lintas sektor yang berkaitan dengan bidang perdagangan dan perindustrian. 8. Pengetahuan Geo-Spasial Pengembangan kawasan industri sangat terkait dengan masalah tata ruang (RTRW). Oleh karena itu responden mengusulkan pengetahuan geo-spasial sebagai salah satu jenis kompetensi teknis aparatur di dinas terkait. Pengetahuan geo-spasial mencakup pengetahuan tentang tata ruang dan kewilayahan. Terlebih dalam konteks otonomi daerah, aparatur daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur tata ruang dan wilayahnya sendiri, sedangkan pusat hanya mengatur penganggarannya saja. 9. Pengetahuan Teknologi Informasi yang ditujukan untuk membangun informasi melalui fitur optik lintas sektor Kompetensi ini merupakan pengembangan dari kompetensi teknis tentang pengetahuan teknologi informasi di atas. Namun ruang lingkupnya diperluas dengan menambahkan informasi
sektor lain
yang relevan, di luar bidang perindustrian dan perdagangan, melalui medium fiber optic.
124
BAB 5 TEMUAN LAPANGAN SULAWESI UTARA
A. A. DESKRIPSI KONDISI DAERAH Sebagian
besar
wilayah
dataran
Sulawesi
Utara
terdiri
dari
pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh lembah yang membentuk dataran. Gunung-gunung terletak berantai dengan ketinggian di atas 1000m dari permukaan laut. Beberapa gunung di Sulawesi Utara yaitu, Gunung Klabat (1895m), Gunung Lokon (1579m), Gunung Mahawu (1331m), Gunung Soputan (1789m), Gunung Dua Saudara (1468m) (wilayah Bitung), Gunung Awu (1784m), Gunung Ruang (1245m), Gunung
Karangetan
(1320m),
Gunung Dalage
(1165m),
Gunung
Ambang (1689m), Gunung Gambula (1954m), dan Gunung Batu-Balawan (1970m). Dataran rendah dan dataran tinggi secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi daerah. Beberapa dataran yang terdapat di daerah ini antara lain : Tondano (2.850Ha), Langowan (2.381Ha), Modoinding (2.350Ha), Tompaso Baru (2.587Ha) di Kabupaten Minahasa serta beberapa wilayah di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Kawasan cagar alam geologi di Provinsi Sulawesi Utara terletak di Kota Tomohon (Lahendong dan sekitarnya); Kabupaten Minahasa (Leilem, Bukit Kasih Kanonang dan sekitarnya). Kawasan cagar alam geologi di
125
wilayah Sulawesi Utara berupa kawasan yang
memiliki
keunikan
proses geologi, yakni dengan kemunculan solfatara dan fumarola, air atau uap panas (fluida). Para ahli keilmu-bumian menyatakan bahwa kekayaan geologi yang sangat unik di miliki Indonesia utamanya di daerah Sulawesi Utara yaitu keberadaan tumbukan antara 2 (dua) island
arc (Sangihe dan Halmahera) yang menumpang diatas lempeng laut Maluku, sementara di tempat-tempat lain dibagian dunia ini: lempeng benua
bertumbukan
dengan
lempeng
samudera.
Hal ini
menjadikan Sulawesi Utara memiliki keunggulan geologi yang unik untuk dijadikan daya tarik wisata tetapi juga sebagai pusat studi keilmu-bumian dibandingkan dengan daerah lainnya. Danau-danau di Sulawesi Utara secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi pengembangan bidang-bidang kepariwisataan, pengairan, dan energi. Danau-danau tersebut adalah Danau Tondano luas 4.278 Ha di Kabupaten Minahasa, Danau Moat seluas 617ha di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Pada umumnya sungai-sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi, sumber tenaga listrik, dan sumber air minum. Sungai-sungai tersebut terletak di Kabupaten Minahasa, yaitu: Sungai Tondano (40Km), Sungai Poigar (54,2Km), Sungai Ranoyapo (51,9Km), Sungai Talawaan (34,8Km). Sungai besar lainnya terdapat di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu Sungai Dumoga
(87,2Km),
Sungai
Sangkup
(53,6Km),
Sungai
Ongkaw
(42,1Km), dan lainnya. Iklim daerah Sulawesi Utara termasuk tropis yang dipengaruhi oleh angin muzon. Pada bulan November sampai dengan April bertiup angin barat yang membawa hujan di pantai utara, pada bulan Mei sampai Oktober terjadi perubahan angin selatan yang kering. Curah hujan tidak merata dengan angka tahunan berkisar antara 2000-3000mm, dan jumlah hari hujan antara 90-139 hari.Suhu udara berbeda pada setiap tingkat ketinggian, makin ke atas makin sejuk seperti daerah Kota Tomohon, Langowan di Kabupaten Minahasa, Modoinding di Kabupaten Minahasa Selatan, Modayag di Kota Kotamobagu, dan Pasi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Daerah yang paling banyak menerima curah hujan adalah Kabupaten Minahasa. Suhu udara rata-rata 25°C. Suhu udara
126
maksimum rata-rata tercatat 30°C dan suhu udara minimum rata-rata 22,1°C dan kelembaban udara tercatat 73,4%. Kawasan Hutan, seperti pertanian dan perkebunan, tanamantanaman yang dapat berfungsi ganda, misalkan: sebagai penghasil buah,
penghasil
ekologis.
kayu,dan
lain-lain
yang sekaligus juga berfungsi
Saat ini, kawasan hutan rakyat telah dikembangkan dan
dilaksanakan oleh masyarakat dengan bantuan dari instansi kehutanan seperti Dinas Kehutanan dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). Banyaknya kawasan hutan produksi yang dapat dikonversidigunakan bagi
pengembangan
transmigrasi,
permukiman,
pertanian,
dan
perkebunan. Di Sulawesi Utara, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi berada di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara seluas 14.643,40 Ha. Pengembangan pertanian dapat dilakukan di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara meliputi: Kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan air tawar, perikanan laut, dan peternakan. a. Kawasan Pertanian Lahan Basah Pertanian lahan basah adalah usaha budidaya tanaman pangan lahan basah khususnya padi sawah berpotensi yang berlokasi di: 1) Daerah Dumoga, Lolayan, dan Lolak di Kabupaten Bolaang Mongondow 2) Daerah Bintauna/Bolangitang di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 3) Beberapa lokasi di Kabupaten dan Kota yang juga memiliki lahan yang berpotensi untuk pengembangan budidaya tanaman pangan lahan basah (padi sawah). b. Kawasan Perkebunan Data perkebunan kelapa sebagai salah satu produk unggulan Sulawesi Utara dengan total area atasPrivately-owned
Company
274.874Ha 8.556Ha
terdiri
dan Locally-Owned
266.318Ha. Kelapa yang produktif 265.240Ton/tahun, productive
coconut 255.027Ha, Old Coconut (kelapa tua) 21.041Ha, local
127
coconut (kelapa dalam) 259.98Ha, Hybrid Coconut (Kelapa Hibrida) 4.804Ha. Selain kelapa, ada beberapa potensi tanaman rempah yang sudah mendunia seperti cengkih, pala, dan vanila. Oleh karena itu perlu ada perlindungan lewat HaKI dan geografic indication untuk wilayah produk unggulan daerah. Beberapa daerah yang juga berpotensi, yaitu: 1) Kabupaten
Minahasa
Kabupaten
Selatan,
Kabupaten
Minahasa
Utara,
Minahasa, Kabupaten Minahasa Tenggara, dan Kota
Bitung. 2) Kawasan sepanjang jalur Jalan Trans Sulawesi. 3) Kecamatan
Bolangitan
dan
Kecamatan
BolaangUki
di
sepanjang Pantai Utara dan Selatan di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. 4) PulauTagulandang, Biaro, Sangihe, Siau, Karakelang, Salibabu, dan Mangarang di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Sitaro. Khusus Kabupaten Minahasa Utara, tanaman kelapa mendominasi distribusi tanaman perkebunan lainnya serta dilengkapi dengan Balai Penelitian Kelapa dan Tanaman Palma
lainnya
sehingga
daerah ini dijadikan percontohan dalam bentuk Agro Techno
Park berbasis Kelapa. c. Kawasan Perikanan Pengelolaan
dan
lingkungannya
pemanfaatan
mulai
sumber
daya
ikan
dan
dari praproduksi, produksi, berpotensi
dikembangkan hampir di semua kabupaten/kota kecuali : Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Minahasa Utara. d. Kawasan Integrasi Pentingnya untuk menciptakan New Growth Center di Kawasan Indonesia
Timur
dan Kawasan Asia Pasifik, yang mencerminkan
bagaimana keadaan Sulawesi Utara di usia 50 Tahun atau Golden
year (50 Tahun) perlu didukung dengan adanya Infrastruktur koridor Manado-Bitung (meliputi daerah integrasi infrastruktur
128
Manado-Wori-Likupang-Airport Samrat, Global Hub Bitung, KEK Tanjung Merah Bitung, RegionalProcessing Akhir Persampahan (di Wori) serta IPAL (instalasi pengelolaan air limbah) di Bitung. Rencana pembangunan Rel Kereta Api Manado-Bitung-Gorontalo yang akan menjadi poros konektifitas dengan daerah lain di Sulawesi, serta pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung. Kawasan ini didukung juga dengan Sektor/Bidang seperti: pariwisata bahari, kelembagaan KEK Tanjung Merah Bitung, Perikanan Kelautan (Minopolitan Bitung). Permukiman, e- government, dan ASEANConnectivity.
B. PENCAPAIAN DI BIDANG EKONOMI Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan Sulawesi Utara pada periode 2006-2010 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil analisis pertumbuhan PDRB atas dasar
harga
konstan
disajikan
pada
tabel
5.1.
berikut
129
Sektor
Tabel 5.1. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB, 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Sulawesi Utara (dalam jutaan) 2006 2007 2008 2009 (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) %
2010 (Rp)
%
Pertanian Pertambangan & penggalian Industri pengolahan Listrik, gas & air bersih Konstruksi
2.936.917,91 716.509,51
21,5 5,16
3.159.200,48 779.050,46
21,37 5,27
3.243.371,70 852.228,48
20,40 5,36
3.310.516,45 899.070,28
19,30 5,24
3.694.440,51 927.366,62
20,11 5,05
1.099.802,06
7,92
1.169.323,16
7,91
1.241.766,07
7,81
1.328.958,78
7,75
1.415.109,94
7,70
105.231,72 2.188.319,09
0,76 15,76
111.181,60 2.354.366,10
0,75 15,92
119.550,89 2.607.061,25
0,75 16,39
137.345,85 2.766.025,90
0,80 16,13
144.245,88 2.824.275,70
0,79 15,37
Perdagangan, hotel & restoran Pengangkutan & komunikasi Keuangan, sewa, & jasa Perusahaan Jasa-jasa
2.050.083,53
14,76
2.211.281,50
14,96
2.451.885,96
15,42
2.753.649,43
16,06
2.995.130,16
16,30
1.620.920,72
11,67
1.717.734,10
11,62
1.907.022,00
11,99
2.229.104,35
13,00
2.408.151,48
13,11
924.081,73
6,65
976.954,21
6,61
1.048.649,81
6,59
1.128.037,44
6,58
1.205.337,88
6,56
2.244.868,56
16,17
2.305.576,23
15,59
2.430.537,10
15,28
2.596.916,02
15,14
2.757.142,95
15,01
13.886.734,82
100
14.784.667,83
100
15.902.073,26
100
17.149.624,49
100
18.371.201,12
100
PDRB
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2010.
130
PDRB atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006, capaian PDRB tercatat sebesar Rp.13,886 triliun dan meningkat menjadi Rp.18,371 triliun Tahun 2010.
Sektor
yang memberi kontribusi terbesar PDRB atas dasar harga konstan Sulawesi Utara adalah sektor pertanian. Rata-rata kontribusi sektor pertanian dalam kurun waktu Tahun 2006-2010 adalah 20,47%. Demikian juga dengan nilai dan kontribusi sektor dalam PDRB atas dasar harga berlaku Sulawesi Utara pada periode 2006-2010 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil analisis pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku disajikan dalam Tabel 5.2. berikut. Tabel 5.2. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB, 2006-2010 Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sulawesi Utara (dalam jutaan) Sektor Pertanian Pertambanga n& penggalian Industri pengolahan Listrik, gas & air bersih Konstruksi
2006 (Rp)
4.460.899,01
%
2007 (Rp)
20,4 0 4,43
4.920.681,43
1.915.048,64 3.372.026,53
968.264,07
3.279.607,28 2.695.982,58
2008 (Rp)
5.673.669,52
1.090.207,76
19,8 3 4,39
8,76
2.126.127,40
15,4 2 15,0
4.307.857,36 3.862.029,88
0 Perdagangan, hotel &
%
12,3 3
2009 (Rp)
%
2010 (Rp)
%
6.231.927,7 4 1.409.736,85
18,8 7 4,27
7.184.579,03
1.290.981,87
19,7 7 4,50
1.483.379,20
19,5 0 4,03
8,57
2.318.114,74
8,08
2.664.225,23
8,07
2.972.700,68
8,07
17,3 6 15,5
5.217.819,59 4.660.926,57
6 2.906.650,41
%
11,7 1
18,1 8 16,2
5.824.720,6 2 5.505.248,25
4 3.287.285,31
11,4 5
17,6 3 16,6
6.079.577,42 6.248.751,11
7 3.792.046,43
11,4 8
16,5 0 16,9 6
4.232.408,76
11,4 9
131
Sektor
2006 (Rp)
%
2007 (Rp)
%
2008 (Rp)
2009 (Rp)
%
2010 (Rp)
%
%
restoran Pengangkutan & komunikasi Keuangan, sewa, & jasa Perusahaan Jasa-jasa
1.302.223,62
5,95
1.431.588,93
5,77
1.611.053,52
4.460.899,01
20,4 0
4.920.681,43
19,8 3
5.673.669,52
3.968.232,59
15,9
4.405.733,74
PDRB
13.886.734,8 2
16,8 2 100
14.784.667,8 3
100
15.902.073,2 6
3.678.967,98
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2010.
5,61
1.900.698,08
19,7 7 15,3 5 100
5,75
6.231.927,74
18,8 7
5.434.180,01 17.149.624,49
2.247.611,84 7.184.579,03
16,4 5 100
6.097.803,86 18.371.201,1 2
6,10 19,5 0 16,5 5 100
Nilai dan kontribusi sektor dalam PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2006, capaian PDRB atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp.21,867 triliun dan meningkat menjadi Rp.36,834 triliun Tahun 2010. Tabel 5.3. Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB, 2006-2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Provinsi Sulawesi Utara No
Sektor
2006 Hb Hk % %
2007 Hb Hk % %
2008 Hb Hk % %
2009 Hb Hk % %
2010 Hb Hk % %
1 Pertanian
96,97
100,54
94,24
101,58
93,98
96,96
89,68
91,77
92,72
95,60
2 Pertambangan & penggalian
59,57
69,42
59,09
70,89
60,52
72,10
57,42
70,53
54,18
67,91
132
2006 Hb Hk % %
2007 Hb Hk % %
3 Industri pengolahan
106,46
96,27
104,13
96,14
98,19
94,93
98,04
94,20
98,11
93,64
4 Listrik, gas & air bersih
126,28
107,42
118,25
106,60
114,68
106,57
116,22
113,53
110,83
111,30
5 Konstruksi
112,82
115,29
126,98
116,51
133,03
119,95
129,01
118,00
120,76
112,48
6 Perdagangan, hotel & restoran
113,50
111,72
117,75
113,19
122,91
116,68
126,12
121,51
128,38
123,38
7 Pengangkutan & komunikasi
117,85
111,58
111,95
111,06
109,50
114,64
109,73
124,25
109,84
125,31
72,47
80,98
70,19
80,42
68,32
80,25
70,02
80,05
74,26
79,85
98,73
94,87
93,83
91,52
90,10
89,70
96,54
88,87
97,15
88,08
No
Sektor
8 Keuangan, sewa, & jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa
2008 Hb Hk % %
2009 Hb Hk % %
2010 Hb Hk % %
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2011.
133
Perkembangan kontribusi sektor dalam PDRB untuk harga berlaku yang tertinggi terjadi Tahun
2008
yaitu
sektor
konstruksi
dan
bangunan sebesar 133,03% dan pada harga konstan yang tertinggi terjadi Tahun 2010 yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 125,31%. Selanjutnya perkembangan kontribusi sektor untuk harga berlaku yang terendah terjadi Tahun 2010 yaitu sektor pertambangan dan penggalian sebesar 54,18% dan pada harga konstan
yang
terendah
juga terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar 67,91%. Sektor-sektor lainnya selang Tahun 2006-2010 perkembangan kontribusinya berkisar antara 70%–100%. Perkembangan kontribusi sektor dalam PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan Sulawesi Utara Tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 5.3. Pertumbuhan kontribusi sektor dalam PDRB untuk harga berlaku yang tertinggi terjadi Tahun 2007 yaitu sektor konstruksi dan bangunan sebesar 12,50% dan pada harga konstan yang tertinggi terjadi Tahun 2009 yaitu
sektor
pengangkutan
dan
komunikasi
sebesar 8,38%%.
Selanjutnya perkembangan kontribusi sektor untuk harga berlaku yang terendah terjadi pada Tahun 2010 yaitu sektor konstruksi sebesar 6,40% dan pada harga konstan yang terendah juga terjadi pada sektor jasa-jasa sebesar 5,51%.
134
Tabel 5.4. Pertumbuhan Kontribusi Sektor dalam PDRB, 2006-2010 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk), Provinsi Sulawesi Utara No
Sektor
1
Pertanian
2
Pertambangan & penggalian
3
Industri pengolahan
4
Listrik, gas & air bersih
5
Konstruksi
6
Perdagangan, hotel & restoran
7
Pengangkutan & komunikasi
8
Keuangan, sewa, & jasa Perusahaan Jasa-jasa
9
PDRB
2006
2007
Hb %
Hk %
Hb %
-0,63
-2,20
-2,81
3,17
1,80
-4,89
2008 Hk %
2009
2010
Hb %
Hk %
Hb %
Hk %
Hb %
1,03
-0,27
-4,54
-4,57
-5,35
-0,79
2,12
2,40
1,70
-5,13
-2,17
-5,63
-3,71
0,52
-2,18
-0,13
-5,70
-1,26
0,15
-0,76
0,06
-0,60
0,17
0,81
-6,36
-0,76
-3,01
0,02
1,33
6,52
-4,64
-1,96
-4,82
0,36
12,50
1,05
4,75
2,95
-3,02
-1,62
-6,40
-4,68
1,40
1,32
3,75
1,31
4,38
3,08
2,61
4,13
1,79
1,54
-0,64
0,69
-5,01
-0,46
-2,18
3,21
0,21
8,38
0,09
0,85
6,53
3,99
-3,14
-0,69
-2,66
-0,20
2,45
-0,25
6,05
1,54
4,53
-5,51
-4,96
-3,53
-3,97
-1,98
7,15
-0,92
0,63
-0,25
-0,63
-2,20
-2,81
1,03
-0,27
-4,54
-4,57
-5,35
3,39
3,39
Hk % 4,18
4,18
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2011.
135
Matriks
kontribusi
terhadap
PDRB
total
pertumbuhan
ekonomi sub sektoral Sulawesi Utara,Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5. Matriks Kontribusi Terhadap PDRB Total Pertumbuhan Ekonomi Sub Sektoral Provinsi Sulawesi Utara, 2005-2009
Tinggi Rendah
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Kontribusi terhadap PDRB Total (%) Rendah Tinggi Kuadran I Kuadran II Penggalian (3.78:7.74) Bangunan (15.98:7.29) Listrik (0.60:10.80) Perdagangan Besar & Eceran (12.22:8.46) Hotel (1.52:16.47) Pengangkutan (10.62:9.23) Restoran (1.44:6.86) Komunikasi (1.40:13.64) Bank (3.33:7.55) Lembaga Keuangan tanpa Bank (0.34:8.77) 6.86 Jasa Perusahaan (0.86:8.87) Kuadran IV Kuadran III Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan (4.50:4.60) (2.06:6.67) Kehutanan (0.32:-0.59) Industri Tanpa Migas (7.82:6.18) Pertambangan tanpa Migas Tanaman Bahan Makanan (1.3:-0.28) (6.36:4.99) Air Bersih (0.16:4.52) Tanaman Perkebunan (7.61:2.85) Sewa Bangunan (2.04:6.09) Pemerintahan Umum (10.02:3.49) Swasta (4.71:6.79) 4.50 Sumber: Diolah dari Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2010. Keterangan: Angka pertama dalam kurung adalah kontribusi terhadap PDRB (%), angka kedua adalah pertumbuhan ekonomi (%)
Pada Tabel 5.5 terdapat empat kuadran, yaitu: (1) kuadran I memuat sub-sub
sektor dengan
pertumbuhan
di
atas
rata-rata
namun kontribusinya terhadap total PDRB atas dasar harga konstan di bawah rata-rata;
(2) kuadran II memuat
sub-sub sektor dengan
pertumbuhan dan kontribusi terhadap total PDRB atas dasar harga
136
konstan di atas rata- rata; (3) kuadran III memuat sub-sub sektor yang pertumbuhannya rendah namun kontribusinya terhadap total PDRB atas dasar harga konstan di atas rata-rata; dan (4) kuadran IV merupakan
kuadran
yang
memuat
sub-sub
sektor
dengan
pertumbuhan ekonomi dan kontribusi terhadap total PDRB atas dasar harga konstan di bawah rata-rata. Matriks kontribusi PDRB ini memperlihatkan, bahwa sub sektor bangunan, perdagangan besar dan eceran, serta pengangkutan yang berada pada kuadran II merupakan sub-sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB atas dasar harga konstan Sulawesi Utara secara keseluruhan. Di sisi lain, sub-sub sektor yang ditekuni kebanyakan masyarakat Sulawesi Utara, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, dan perikanan masih berada di kuadran III dengan kontribusi relatif besar terhadap PDRB namun pertumbuhannya rendah. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara ke tingkat lebih tinggi, sub-sub sektor ini perlu lebih diberdayakan lewat suatu kesatuan dengan pengembangan agroindustri.
137
Pada Tahun 2008 Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan daerah dengan PDRB atas dasar harga konstan per kapita terendah dan yang tertinggi adalah Kota Bitung. Selanjutnya Tahun 2009, Kota Kotamobagu merupakan daerah dengan PDRB atas dasar harga konstan terendah dan yang tertinggi adalah Kota Manado. Gambaran PDRB atas dasar harga konstan per kapita dari kabupaten/kota di Sulawesi Utara.Perbedaan PDRB atas dasar harga konstan per kapita yang cukup tajam antar daerah di Sulawesi Utara menunjukkan masih adanya kesenjangan pembangunan antar kabupaten/kota. PDRB atas dasar harga konstan per kapita terendah terjadi pada daerah-daerah yang didominasi oleh sektor pertanian, sedangkan yang tertinggi terjadi di daerah perkotaan. Permasalahan yang berkaitan dengan perdagangan meliputi: 1.
Sarana dan
prasarana
pergudangan,
pengemasan, dan
pokok
serta
bahan
kegiatan
strategis
distribusi yang meliputi
transportasi untuk
untuk
bahan
perdagangan domestik
maupun internasional belum memadai. 2.
Akses pasar, baik domestik maupun internasional, dari komoditaskomoditas unggulan relatif masih terbatas.
3.
Regulasi antara
yang lain
menghambat
kegiatan
perdagangan
pungutan kabupaten/kota terhadap kegiatan
transportasi masih ada. 4.
Promosi komoditas unggulan masih belum optimal.
5.
Data mengenai kegiatan perdagangan masih belum akurat.
6.
Perdagangan lintas batas belum diatur.
7.
Kerjasama dan sosialisasi sebagai pintu gerbang kepada propinsipropinsi tetangga, pelaku bisnis belum ada.
8.
Peran sektor swasta dan asosiasi-asosiasi bisnis dalam menunjang perdagangan belum optimal.
9.
Badan kerjasama internasional bidang perdagangan belum ada.
10. Kerjasama sub-regional yang menunjang kegiatan perdagangan antar negara belum optimal. 11. Kerjasama badan-badan kerjasama antara daerah belum optimal.
138
12. Pemanfaatan Sekretariat Coral Triangle Initiative (CTI) sebagai wadah untuk meningkatkan kerjasama perdagangan antar negara yang memiliki wilayah laut belum optimal. 13. Barang dan jasa
yang dihasilkan di Sulawesi Utara masih
jauh dari kebutuhan konsumen yang mengakibatkan posisi sebagai
net-importer. 14. Infrastruktur di daerah kepulauan masih terbatas. 15. Pungutan liar dalam pengangkutan barang masih ada sehingga menimbulkan beban tambahan pada perusahaan yang pada gilirannya terjadi kenaikan harga barang. Permasalahan yang berkaitan dengan perindustrian meliputi: 1.
Agroindustri yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi
komoditas-
komoditas
unggulan
belum
berkembang
sebagaimana yang diharapkan. 2.
Teknologi pasca panen termasuk pengemasan belum dimanfaatkan secara memadai.
3.
Produk turunan komoditas-komoditas unggulan terutama kelapa masih terbatas.
4.
Industri pengolahan yang ada belum variatif dan inovatif.
5.
Pemilikan tanah untuk lahan industri masih bermasalah.
6.
Investor belum ada yang serius untuk membuka suatu kawasan industri pengolahan
7. 8.
Dana pemerintah
daerah
pembebasan
maupun pembangunan kawasan industri.
tanah
masih
terbatas
untuk
Pungutan liar saat pengangkutan bahan baku dan barang jadi serta dalam operasi perusahaan masih ada.
9.
Pengurusan izin yang dihadapi pengusaha masih berbelit.
10. Pasokan energi listrik sehingga perusahaan menanggung biaya energi yang besar masih terbatas. 11. Jumlah pabrik pengolahan untuk memproduksi produk turunan komoditas unggulan, seperti kelapa, pala, cengkeh, jagung, dan hasil laut mengakibatkan rendahnya nilai tambah yang dinikmati atas hasil komoditas-komoditas unggulannya terbatas.
139
C. TINJAUAN TERHADAP RPJMD Berikut ini merupakan hasil identifikasi kompetensi teknis berbasis RPJMD Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010-2015. Tabel 5.6. Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010-2015
No
Sasaran
Strategi dan Arah Kebijakan
Program Pembangunan Daerah
Jenis Kompetesi Teknis
Strategi:
Program
Kemampuan
database
Penyiapan dan
Pengembangan Sistem
menyusun kebijakan
perekonomian dan
pelengkapan database
Pendukung Usaha Bagi
dan mengarahkan
pusat informasi
perekonomian dan pusat
Usaha Mikro Menengah
pelaksanaan
bisnis, termasuk
informasi bisnis.
1 Terwujudnya
kebijakan
database usaha mikro
pembinaan usaha Arah Kebijakan:
mikro menengah
Mengembangkan upaya untuk menyediakan
database perekonomian yang lebih akurat serta pusat informasi bisnis dalam rangka menarik investasi dan mendukung kegiatan dunia usaha Strategi:
Program Penataan
Kemampuan
Kawasan Ekonomi
Penyiapan Kawasan
Struktur industri
menyusun kebijakan
Khusus (KEK) dan
Ekonomi Khusus (KEK) dan
dan mengarahkan
kawasan-kawasan
kawasan- kawasan
pelaksanaan
pendukung KEK
pendukung KEK
kebijakan penataan
2 Terwujudnya
struktur industri 3 Terlaksananya aksesibitas permodalan, pemasaran, dan teknologi
Arah Kebijakan: Strategi: Mempersiapkan Kawasan Peningkatan aksesibilitas
Kemampuan
Pengembangan Industri
menyusun kebijakan
Ekonomi Khusus (KEK) dan kecil dan Menengah permodalan, pemasaran kawasan-kawasan dan teknologi pendukung KEK
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan
Arah Kebijakan:
pembinaan usaha
Mendorong pihak-pihak
mikro menengah
terkait untuk memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap modal, pasar, dan teknologi tepat guna
140
Program
No
Sasaran
4 Terlaksananya perdagangan lintas batas
Strategi dan Arah Kebijakan
Program Pembangunan Daerah
Strategi:
Program Perlindungan Peningkatan perdagangan Konsumen dan lintas batas Pengamanan Perdagangan
Jenis Kompetesi Teknis Kemampuan menyusun kebijakan dan mengarahkan pelaksanaan
Arah kebijakan:
kebijakan
Mendorong
perlindungan
pengembangan
konsumen dan
perdagangan lintas batas
pengamanan
untuk meningkatkan
perdagagan
perekonomian daerah perbatasan serta daerah yang lain di Sulawesi Utara 5 Terlaksananya
Strategi:
Kemampuan
sosialisasi Sulawesi
Program Perlindungan Pelaksanaan kerjasama dan Konsumen dan sosialisasi Sulawesi Utara Pengamanan
Utara sebagai pintu
sebagai pintu gerbang
pelaksanaan
gerbang kepada
kepada propinsi-propinsi
kebijakan
propinsi- propinsi
tetangga, pelaku bisnis
perlindungan
tetangga, pelaku
(eksportir dan importir),
konsumen dan
kerjasama dan
Perdagangan
menyusun kebijakan dan mengarahkan
bisnis (eksportir dan perusahaan pelayaran
pengamanan
importir), perusahaan Internasional—Main line Operator (MLO)—dan pelayaran
perdagagan
Internasional- Main
nasional
line Operator (MLO)dan nasional
Program
Kemampuan
Pengembangan Industri
menyusun kebijakan
kecil dan Menengah
dan mengarahkan
Arah Kebijakan:
pelaksanaan
Mendorong
kebijakan
pengembangan bandara-
pengembangan
bandara perintis di
industry kecil dan
kabupaten kepulauan untuk
menengah
mendukung lalu lintas
Program Peningkatan
Kemampuan
manusia serta barang dan
dan Pengembangan
menyusun kebijakan
jasa terutama bila kondisi
ekspor
dan mengarahkan
laut tidak memungkinkan
pelaksanaan
dan mengembangkan
kebijakan
berbagai upaya sosialisasi
peningkatan dan
dan kerjasama dengan
pengembangan
provinsi-provinsi tetangga
ekspor
dan perusahaan pelayaran Program peningkatan nasional dan internasional kemampuan teknologi
Kemampuan
untuk mendukung
dan mengarahkan
industri
menyusun kebijakan
terwujudnya Sulawesi Utara
pelaksanaan
sebagai Pintu Gerbang
kebijakan
Indonesia ke Asia Timur
peningkatan
dan Pasifik
kemampuan teknologi industri
141
No
Sasaran
Strategi dan Arah Kebijakan
Program Pembangunan Daerah
Jenis Kompetesi Teknis
Program Penataan
Kemampuan
Struktur industri
menyusun kebijakan dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan penataan struktur industry
Program Peningkatan
Kemampuan
efisiensi perdagangan
menyusun kebijakan
dalam negeri
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri
Program
Kemampuan
Pengembangan sentra-
menyusun kebijakan
sentra industri potensial
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan pengembangan sentra-sentra industry potensial
Program Pembinaan
Kemampuan
Standarisasi dalam
menyusun kebijakan
rangka reakreditasi
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan standarisasi dalam rangka pembinaan standarisasi dalam rangka reakreditasi
Strategi:
Program Perlindungan
Kemampuan
sektor swasta serta
Peningkatan peran sektor
Konsumen dan
menyusun kebijakan
asosiasi-asosiasi
swasta serta asosiasi-
Pengamanan
dan mengarahkan
bisnis untuk lebih
asosiasi bisnis untuk lebih
Perdagangan
pelaksanaan
aktif terlibat dalam
aktif terlibat dalam bisnis
kebijakan
bisnis nasional dan
nasional dan internasional
perlindungan
6 Terwujudnya peran
internasional
konsumen dan pengamanan
Arah Kebijakan:
perdagagan
Mendorong pihak swasta daerah serta asosiasi-
Program
Kemampuan
asosiasi bisnis untuk lebih
Pengembangan Industri
menyusun kebijakan
aktif dalam kegiatan bisnis kecil dan Menengah
dan mengarahkan pelaksanaan
142
No
Sasaran
Strategi dan Arah Kebijakan
Program Pembangunan Daerah
Jenis Kompetesi Teknis
nasional dan internasional
kebijakan
sehingga dapat memberi
pengembangan IKM
nilai tambah yang lebih besar bagi daerah
Program Peningkatan
Kemampuan
dan Pengembangan
menyusun kebijakan
ekspor
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan peningkatan dan pengembangan ekspor
Program peningkatan
Kemampuan
kemampuan teknologi
menyusun kebijakan
industri
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan perlindungan konsumen dan pengamanan perdagagan
Program Penataan
Kemampuan
Struktur industri
menyusun kebijakan dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan penataan struktur industri
Program Peningkatan
Kemampuan
efisiensi perdagangan
menyusun kebijakan
dalam negeri
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri
Program
Kemampuan
Pengembangan sentra-
menyusun kebijakan
sentra industri potensial
dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan pengembangan sentra industri potensial
143
No
Sasaran
Strategi dan Arah Kebijakan
Program Pembangunan Daerah
Jenis Kompetesi Teknis
Program Pembinaan
Kemampuan
Standarisasi dalam
menyusun kebijakan
rangka
dan pelaksanaan
reakreditasi
kebijakan pembinaan standarisasi
Strategi:
Program Penataan
Kemampuan
Kawasan Ekonomi
Penyiapan Kawasan
Struktur industri
menyusun kebijakan
Khusus (KEK) dan
Ekonomi Khusus (KEK) dan
dan mengarahkan
kawasan- kawasan
kawasan- kawasan
pelaksanaan
pendukung KEK
pendukung KEK
kebijakan penataan
7 Terwujudnya
struktur industry Arah Kebijakan:
Program peningkatan
Kemampuan
Mempersiapkan Kawasan
kualitas dan akses
menyusun kebijakan
Ekonomi Khusus (KEK) dan informasi sumber daya
dan mengarahkan
kawasan-kawasan
alam dan lingkungan
pelaksanaan
pendukung KEK
hidup
kebijakan peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup
Strategi:
Program Perlindungan
Kemampuan
sektor swasta serta
Peningkatan peran sektor
Konsumen dan
menyusun kebijakan
asosiasi- asosiasi
swasta serta asosiasi-
Pengamanan
dan mengarahkan
bisnis untuk lebih
asosiasi bisnis untuk lebih
Perdagangan
pelaksanaan
aktif terlibat dalam
aktif terlibat dalam bisnis
kebijakan
bisnis nasional dan
nasional dan internasional
perlindungan
8 Terwujudnya peran
internasional
konsumen Arah Kebijakan:
Program
Kemampuan
Mendorong pihak swasta
Pengembangan Industri
menyusun kebijakan
daerah serta asosiasi-
kecil dan Menengah
dan mengarahkan
asosiasi bisnis untuk lebih
pelaksanaan
aktif dalam kegiatan bisnis
kebijakan
nasional dan internasional
pengembangan IKM
sehingga dapat memberi nilai tambah yang lebih besar bagi daerah
144
D. TINJAUAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN DAERAH Visi pembangunan Provinsi Sulawesi Utara pada periode 2010-2015 adalah “Menuju Sulawesi Utara yang Berbudaya, Berdaya Saing, dan Sejahtera”. Berdasarkan visi tersebut, misi yang diusung Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut. 1. Sulawesi Utara yang Berbudaya: a. Menegakkan
prinsip-prinsip
demokrasi,
supremasi
hukum,
keadilan, dan hak asasi manusia dan kesetaraan gender serta memantapkan landasan etik dan moral untuk mewujudkan kondisi aman, damai, nyaman, tertib, dan disiplin b. Mengembangkan kebudayaan dan berbagai potensi alam daerah sebagai bagian dari warisan dunia. 2. Sulawesi Utara yang Berdaya Saing: a. Memantapkan
penerapan
Clean
Government
dan
Good
Governance yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme serta melaksanakan pelayanan publik yang optimal. b. Mewujudkan masyarakat yang sehat, memiliki harapan hidup yang panjang, cerdas, berdaya saing tinggi, dan berprestasi. c. Memberdayakan pelaku bisnis dalam kegiatan ekonomi global, regional, dan lokal yang berbasiskan pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan koperasi. d. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, dan menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab. e. Meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan. f.
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasifik.
g. Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Sulawesi Utara dan Indonesia Timur Bagian Utara. h. Meningkatkan kerjasama lokal, nasional, dan internasional. i.
Memantapkan revitalisasi pertanian, perikanan, dan fasilitas penunjang perekonomian daerah.
j.
Menyediakan infrastruktur publik yang memadai. 145
3. Sulawesi Utara yang Sejahtera: a. Mengelola sumber daya alam secara efektif, efisien, berkelanjutan, dan melestarikan lingkungan hidup serta melakukan upaya adaptasi dan mitigasi terhadap akibat-akibat perubahan iklim. b. Melaksanakan penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial dengan memperhatikan kepentingan kaum perempuan, anak, dan lanjut usia. c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (petani, nelayan, buruh, dan pegawai). Dalam diskusi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara, Industri Kecil Menengah (IKM) di Provinsi Sulawesi Utara digambarkan masih bersifat temporer, yaitu masih mudah berpindah-pindah bidang usaha tergantung pada tren yang berkembang. Tidak adanya kesinambungan tersebut berdampak pada tidak efektifnya pengembangan IKM yang selama ini dilakukan. Selain itu, sinkronisasi antara sector in-farm dan out-farm (rantai agribisnis) juga masih memerlukan perhatian khusus. Industri sebagai sector out-farm yang mengolah bahan baku sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku yang mestinya dapat dipenuhi secara berkelanjutan oleh sector in-farm. Skema sinkronisasi semacam itu selama ini belum memperoleh perhatian khusus. Ketersediaan bahan baku juga erat kaitannya dengan market
intelligent. Market intelligent dalam sektor industri dan perdagangan bagi Sulawesi Utara perlu dibentuk agar industri dan bahan baku yang dikembangkan
dapat
memenuhi
kebutuhan
konsumen
(pasar).
Diperlukan pendataan mengenai hal ini.
Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasifik Rencana strategis untuk membangun dan mewujudkan Sulawesi Utara (Sulut) sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia di Kawasan Asia Pasifik disinergi-koneksikan dengan membangun ketahanan lokal dan peningkatan daya saing daerah (Sarundajang, 2011: 198-209). Tujuannya, agar Sulut benar-benar dapat memainkan perannya secara maksimal,
146
tidak sekedar menjadi “pintu”, melainkan juga mampu menjadi daerah yang ikut memproduksi dan memasok kebutuhan nasional dan internasional melalui pengembangan industri yang berbasis keunggulan lokal. Upaya membangun ketahanan lokal dan daya saing tersebut ditempuh dengan berbagai strategi kebijakan yang secara simultan diarahkan untuk meningkatkan dan memperkokoh ketahanan lokal (lokal
resilience) dan daya saing (competitiveness) daerah, amupun daya saing industri utama daerah (kompetensi inti industri daerah), seperti agroindustri, pariwisata, perikanan dan spices industri, serta produkproduknya.
Kebijakan
industrialisasi
daerah
dikembangkan
untuk
mewujudkan kinerja daya saing daerah dan industri daerah yang berkelanjutan dengan memperkokoh landasan dan struktur ekonomi daerah, antara lain melalui upaya menjaga stabilitas ekonomi daerah, mewujudkankondisi wilayah yang aman, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing, serta pengelolaan persaingan usaha yang sehat. Struktur agroindustri yang memiliki keunggulan komparatif
dan
kompetitif
diperkokoh
dengan
menprioritaskan
pengembangan industri pada aspek pendalaman dengan memperluas pemanfaatan teknologi, peningkatan nilai pengganda (multiplier) pada masing-masing negeri/daerah
subsector dari
industri,
produk-produk
pengamanan impor
illegal,
pasar
dalam
menggalakkan
penggunaan bahan baku dari dalam negeri, dan memantau serta mempelajari hambatan-hambatan non-tariff barrier. Provinsi Sulut melakukan pengembangan industri daerah berbasis kluster, seperti industri produk turunan kelapa, pengembangan industri rempah-rempah, industri produk turunan ikan tuna dan cakalang, industri produk turunan rumput laut, industri makanan, minuman, dan obatobatan, serta industri brang berbahan baku kayu, termasuk bamboo dan rotan. Peran pemerintah secara langsing dilakukan dalam bentuk investasi dan pelayanan public di mana mekanisme pasar tidak dapat berfungsi, seperti pengembangan penulisan dan pengembangan untuk pembaharuan dan inovasi teknologi industri, pengembangan manajemen produksi dengan memerhatikan kesinambungan lingkungan dan teknis produksi yang ramah lingkungan (clean production), peningkatan
147
kompetensi dan keterampilan tenaga kerja, layanan proses perijinan dan informasi pasar produk dan factor produksi, pengembangan fasilitas untuk memanfaatkan aliran masuk Foreign Direct Investment (FDI) sebagai potensi sumber alih teknologi dan perluasan pasar ekspor, prasarana dan sarana pengendalian mutu dan pengembangan produk. Kebijakan industrialisasi daerah berbasis ketahanan lokal dilaksanakan dengan
mengembangkan
daya
Tarik
inventasi;
mendorong
kewirausahaan lokal; memperkuat ekonomi, industri, dan bisnis lokal; menyeimbangkan promosi investasi, kewirausahaan lokal, dan penguatan ekonomi, industri, dan bisnis lokal. Kebijakan
industri
berbasis
geostratejik
seperti
yang
dikonsepsikan oleh Sam Ratulangi dibuat dan dilaksanakan melalui: 1. Pengembangan infrastruktur dan transportasi. Pemerintah provinsi Sulut menyadari bahwa untuk mengembangkan daerah dan menarik investor, sejumlah infrastruktur dan transportasi merupakan syarat mutlak. Infrastruktur dan transportasi dapat meminimasi biaya transport dan biaya produksi yang dapat menarik investor. Penyediaan infratruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik, telekomunikasi, air bersih, jaringan irigasi, pelabuhan, bandara, fasilitas penunjang lainnya terus dikembangkan di Sulut. 2. Pengembangan tata ruang yang pro bisnis Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dilaksanakan setiap penyusunan
kegiatan
perencanaan
pembangunan
dengan
memperhatikan aspek sosial, budaya, lingkungan, fisik, RTRW seluruh kabupaten/kota, RTRW Pulau Sulawesi, dan nasional. Dokumen perencanaan pembangunan daerah ini memiliki kekuatan hokum dengan fungsi utama sebagai arahan untuk mendukung kegiatan bisnis investasi pemerintah, swasta, dan masyarakat. 3. Pengembangan telekomunikasi Pengembangan sector telekomunikasi diarahkan pada peningkatan kapasitas serta kemampuan masyarakat dalam mengembangkan dan mendayagunakan
teknologi
dan
aplikasi
telekomunikasi
dan
informatika (telematika) secara efektif, dan tersedianya fasilitas telekomunikasi yang layak yang dibarengi dengan meningkatnya e-
148
literacy penduduk maupun penggunaan e-government oleh aparatur pemerintah. Beberapa program yang dilaksanan dalam sector ini antara lain: pembangunan jaringan sambungan baru telepon wilyah perkotaan dan perdesaan, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan informasi, teknologi informasi dan komunikasi, mendayagunakan informasi serta teknologi informasi dan komunikasi beserta aplikasinya guna mewujudkan good privat and public
governmenance
yang
transparan,
efisien
dan
efektif,
serta
mewujudkan kepastian dan perlindungan hokum dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. 4. Pengembangan ketenagakerjaan Kesesuaian dalam permintaan pasar tenaga kerja dengan tenaga kerja yang tersedia akan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan industri dan bisnis di daerah. Kebijakan ketenagakerjaan diarahkan
pada: 1) penciptaan lapangan kerja
formal atau modern yang seluas-luasnya, dan lapangan kerja yang diciptakan mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang tersedia; 2) memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas rendah ke produktivitas lebih tinggi. 5. Kebijakan pajak daerah dan insentif Pajak dan retribusi daerah tidak semata-mata berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) yang justru cenderung mendorong munculnya berbagai pungutan dan berimplikasi pada terjadinya ekonomi biaya tinggi. Pajak dan retribusi diterapkan dengan melihat aspek yang lebih luas, yaitu penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah sebagai garansi positif bagi pengembangan kinerja ekonomi daerah yang mampu memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing daerah. Sedangkan insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam rangka menunjang pengembangan
perekonomian
daerah
antara
lain
dengan
keterbukaan dan kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan perizinan, perpajakan dan retribusi yang tepat dan jelas, harga tanah yang masuk akal, penyediaan prasarana lingkungan dan pekerjaan umum, penyediaan sumber energi, penyediaan sarana dan prasarana
149
telekomunikasi
dan
informasi.
Meskipun
demikian,
sejumlah
kebijakan ini masih perlu dievaluasi pelaksanaannya saat ini, apakah telah
benar-benar
terlaksana
dan
mampu
mengakomodiasi
kebutuhan pelaku industri atau justru belum sepenuhnya terlaksana. 6. Kebijakan pengembangan energi Di Sulut sering terjadi masalah overdemand terhadap energi listrik, permintaan energi listrik jauh lebih besar daripada kemampuan kapasitas produksi listrik yang dapat disediakan saat ini. Hal ini dapat menjadi kendala bagi industri. Oleh karena itu, perbaikan kebijakan kelistrikan untuk mencegah permasalahan krisis energi tersebut terus diupayakan. 7. Kebijakan upgrading industri lokal Provinsi Sulut mengembangkan pendekatan global value chain dan
flying gees bagi pengembangan industri daerah, antara lin dalam industri makanan olahan dari bahan baku ikan atau kelapa, industri
spices (bumbu-bumbu), ataupun industri kimia yang bahan bakunya adalah potensi unggulan Sulut (dikenal sebagai spices island), seperti kayu manis, pala, cengkih, dan vanili. Melalui pendekatan ini, relokasi industri dari Negara yang sudah maju ke Negara berkembang dapat terjadi. 8. Kebijakan branding daerah Saat ini telah dirumuskan branding Sulut yang dikaitkan dengan potensi kearifan lokal dan potensi pariwisata yang sudah mendunia, yaitu Bunaken Sea Garden. Branding Sulut dimaksud adalah “The
Land of Smiling People” dan “Bunaken…The Deep Blue Sea, Dive… Dive… Dive.” Alasan perumusan branding tersebut adalah karena selama ini belum ada taman laut seindah laut di sekitar Bunaken. Branding
tersebut
merupakan
salah
satu
strategi
dalam
mengembangkan pariwisata Sulut sebagai leading sector yang didukung oleh sector agro-complex. 9. Kebijakan pembangunan berkelanjutan Pemerintah Provinsi Sulut senantiasa mengedepankan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup meliputi kebijakan
150
penataan, pemafaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. 10. Reformasi birokrasi Pemerintah Provinsi Sulut berkomitmen untuk meningkatkan kinerja birokrasi melalui reformasi birokrasi. Pemerintah menyadari bahwa kondisi dan kinerja birokrasi sangat berpengaruh dalam membangun dan mengembangkan daya saing Sulut untuk mampu bersaing di pentas global, maupun menarik investasi dari luar sebagaimana konsepsi geostrategic Sam Ratulangi. Dalam mengembangkan sinergitas pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang berbasis geostrategic dengan Sulut sebagai Hub, rencana aksi strategis yang dilaksanakan di Sulut adalah sebagai berikut (Sarundajang, 2011: 190-198) 1. Pengembangan agroindustri dan agribisnis yang berorientasi backward dan forward linkage Dalam menunjang pencapaian sasaran pengolahan dan pemasaran komoditi pertanian dilaksanakan program pembangunan suatu
enterprise zone untuk industri skala kecil, menengah, dan besar. Program ini dimaksudkan untuk pencapaian sasaran ekspor hasil olahan komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan kelautan dari wilayah hinterland, bahkan potensi unggulan dari provinsi sekitar di KTI (Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan lain-lain), melalui suatu kerjasama perdagangan antardaerah. Dalam hal ini, produk-produk unggulan dari daerahdaerah KTI tersebut diekspor ke luar negeri lewat Sulut melalui Pelabuhan Samudera Bitung sebagai Cargo Consolidation Center (CCC) maupun Bandara Internasional Sam Ratulangi (Cardig Air sudah beroperasi dengan tujuan Hongkong). 2. Pengembangan industri perikanan yang berorientasi demand
driven Untuk meningkatkan daya saing ekspor perikanan, khususnya ikan segar yang selama ini harus dilakukan lewat Jakarta, maka mengantisipasi pembukaan jalur penerbangan ke luar negeri (Jepang, 151
Taiwan, Los Angeles) perlu dikembangkan industri pengolahan dan pengepakan ikan segar dalam enterprise zone. Bahan baku ikan segar diharapkan dapat dipasok oleh nelayan lokal (Manado, Sangihe, Bolaang Mongondow, dan Gorontalo), bahkan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di wilayah utara KTI (Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Bali) yang dikenal dengan poros Bitung-Tual-Sorong-Benoa. Dalam konteks pengembangan industri perikanan dan kelautan yang berdaya saing, kebijakan strategis yang ditempuh antara lain: peningkatan pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan, pengolah ikan, masyarakat pesisir; serta pengembangan usaha perikanan tangkap secara efisien, lestari, dan berbasis kerakyatan. Sementara itu, dilakukan pula percepatan pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Bitung, serta pembangunan dan perbaikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP); percepatan pengembangan usaha perikanan budidaya yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan melalui pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana yang memadai, serta peningkatan mutu dan nilai tambah hasil perikanan, baik melalui pengembangan industri pengolahan skala besar, maupun industri rumah tangga dalam bentuk Usaha Mikro, Kecil,
dan
Menengah
(UMKM)
dan
Koperasi
dalam
rangka
memperkuat industri perikanan dan kelautan. Untuk memperkuat pengembangan industri perikanan daerah, dilakukan pula pengembangan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional guna memperkuat kualitas dan kuantitas SDM perikanan dan kelautan. Selain itu, dilakukan pula pengembangan jaringan kemitraan usaha perikanan antarpelaku sector perikanan dan kelautan, dalam bentuk kerjasama antarprovinsi, regional, dan internasional, antara lain melalui peantapan kerjasama perikanan dan kelautan antarprovinsi (Sulut dan Kaltim; Sulut, Sulteng, dan Gorontalo untuk pengelolaan Teluk Tomini), antarnegara-negara dalam BIMP-EAGA, serta internasional (Jepang, Korea, Australia, Uni Eropa, AS, Kanada), dan lembaga-lembaga dunia (UNDP, UNIDO, Bank
152
Dunia).
Di
samping
itu,
masih
diperlukan
adanya
pengembangan riset dan IPTEK perikanan dan kelautan melalui suatu lembaga yang menjadi pusat riset perikanan (Center of Fishery
Development). 3. Pengembangan pariwisata yang terintegrasi Sulut ingin menjadi the second Bali of Indonesia atau tourist
destination yang unggul. Dengan keunggulan di bidang pariwisata, seperti Taman laut Bunaken, hewan khas Tarsius Spektrum yang tidak ditemukan di daerah lain, telah dilakukan sejumlah peningkatan dalam pengelolaan pariwisata yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas, seperti transportasi, penginapan, dan ragam hiburan. Misalnya,
perluasan
Bandara
Internasional
Sam
Ratulangi,
pembangunan hotel-hotel berbintang bertaraf internasional, restoran, pengembangan produk budaya daerah dan aktivitas pendukung lainnya yang diperlukan di sector industri pariwisata. Yang perlu ditingkatkan lagi adalah pengembangan produk-produk potensial melalui
pengembangan
industri
produk-produk
untuk
sector
pariwisata. Sejumlah upaya juga dilakukan untuk mengembangkan usaha kecil dan masyarakat di sekitar obyek dan lokasi wisata. Adapun format pembinaan dan kebijakannya adalah sebagai berikut. Pertama, aspek legal sebagai kerangka dasar bertujuan untuk mengarahkan segala kebijakan perlindungan dan pengembangan usaha kecil. Aspek legal yang menjadi kerangka dasar dalam hal ini antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, UndangUndang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, dan Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektoe Riil dan Pemberdayaan UMKM. Kedua, UMKM yang terkait dengan industri pariwisata meliputi usaha pondok wisata, rumah/warung makan, kelompok kesenian tradisional, galeri seni, art shop, dan kerajinan. Jenis-jenis usaha tersebut tergolong dalam UMKM. Strategi kebijakan yang dilakukan untuk mengembangkan UMKM mencakup kebijakan modernisasi usaha, kebijakan stabilisasi usaha, dan kebijakan eliminasi kelemahan UMKM. Dalam rangka mengembangkan pariwisata yang berbasis
153
UMKM, format strategi kebijakan untuk pengembangan pariwisata meliputi pembinaan masyarakat dis ekitar obyek dan kawasan wisata, peningkatan aksesibilitas sarana dan prasarana, perluasan promosi dan
pemasaran
domestic
dan
luar
negeri,
serta
identifikasi
(inventarisasi) produk dan obyek wisata yang ada di Sulut. E. HASIL VALIDASI JENIS-JENIS KOMPETENSI TEKNIS Berdasarkan hasil pengambilan data terhadap responden, didapatkan rumusan kompetensi teknis sebagaimana tersaji pada Grafik 5.1 berikut :
154
Grafik 5.1. Rekapitulasi Persentasi Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi Sulawesi Utara
155
1. Menyusun Kebijakan di Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT harus memiliki kemampuan memahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang perindustrian dan perdagangan. Berdasarkan data yang telah dihimpun, para responden yang dimintai pandangannya mengenai kompetensi tersebut berpendapat bahwa
pengetahuan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
mengenai perindustrian dan perdagangan sangatlah penting untuk dimiliki oleh seorang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di pemerintah daerah, dengan 81,25% responden mengatakan “sangat relevan” dan 18,75% responden mengatakan “relevan”. Pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan tentang perdagangan dan perindustrian sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pejabat tinggi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai manajer tertinggi, kompetensi teknis ini jelas merupakan aspek penting untuk mengetahui bagaimana penjabaran pelaksanaan kebijakan secara normatif supaya pelaksanaan kebijakan dilaksanakan dalam koridor yang telah diatur. Hal ini juga terkait dengan bagaimana menyukseskan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. 2.
Mengkoordinasikan Perdagangan Dalam Negeri Kompetensi
ini
memiliki
pengertian
bahwa
seorang
JPT
diharapkan memiliki kemampuan memahami berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang atau jasa dalam negeri, yang antara lain
mencakup:
pembinaan
pengembangan
pasar,
distribusi,
pembinaan iklim usaha dan kepastian berusaha, fasilitasi sarana penunjang perdagangan, monitoring dan evaluasi pemberian izin usaha, mengembangkan akses pasar dalam negeri, penciptaan stabilisasi harga, pengawasan barang beredar serta perlindungan konsumen.
156
Grafik 5.1 di atas menunjukkan bahwa kompetensi pengetahuan tentang perdagangan dalam negeri dalam pandangan responden sangatlah penting dimiliki oleh seorang JPT di bidang perdagangan dan perindustrian dengan 87,5% responden orang menyatakan “sangat relevan” dan 12,5% lainnya menyatakan kompetensi ini “relevan”. Cakupan pemahaman dan penjelasan tentang perdagangan dalam
negeri
sejatinya
begitu
luas.
Pengetahuan
terhadap
perdagangan dalam negeri mencakup pengetahuan terhadap berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa dalam negeri, yang mencakup: pembinaan pengembangan pasar, distribusi, pembinaan iklim usaha dan kepastian berusaha, fasilitasi sarana penunjang perdagangan, monitoring dan evaluasi pemberian izin usaha, mengembangkan akses pasar dalam negeri, penciptaan stabilisasi harga, pengawasan barang beredar, serta perlindungan konsumen. 3.
Mengkoordinasikan Perdagangan Luar Negeri Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT memiliki kemampuan memahami berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa luar negeri, mencakup: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, dan peningkatan kemampuan eksportir dan
importir,
dan
pemanfaatan
teknologi
informasi
dalam
perdagangan luar negeri. Berdasarkan data pada Grafik 5.1 di atas tampak bahwa kompetensi pengetahuan tentang perdagangan luar negeri menurut pandangan responden sangatlah penting dimiliki oleh seorang JPT di bidang perdagangan dan perindustrian dengan 93,75% responden menyatakan “sangat relevan” dan 6,25% menyatakan relevan. Berbagai aspek terkait perdagangan luar negeri dalam hal ini antara lain: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, dan peningkatan kemampuan eksportir dan importir, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam perdagangan luar negeri.
157
4.
Merumuskan Industri
Sasaran
Pembangunan
dan
Pengembangan
Kompetensi ini dipahami dengan kemampuan untuk memahami berbagai aspek terkait dengan pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk, hak kekayaan intelektual, sistem informasi industri, manajemen IKM, teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. Data pada Grafik 5.1 di atas menunjukkan bahwa menurut responden, kompetensi pengetahuan tentang pembangunan dan pengembangan industri sangat penting dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dari
68,75% responden menyatakan
kompetensi
“sangat
tersebut
relevan”
dimiliki
dan
bahwa 31,25%
menyatakan “relevan”. Sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang perindustrian, pengetahuan ini sangat mutlak untuk dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Ditunjang dalam MEA, daya saing industri-industri lokal akan menghadapi banyak tantangan, atas dasar itu perlu dilakukan pembangunan dan pengembangan industri yang dapat sustain dan memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi era persaingan bebas tersebut. Beberapa aspek penting terkait dengan pengetahuan ini diantaranya : pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk,
hak
kekayaan
intelektual,
sistem
informasi
industri,
manajemen IKM, teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. 5.
Mengarahkan Desain Produk Industri Kompetensi ini memiliki pengertian yaitu kemampuan dalam melakukan desain produk industri baik dalam perancangan, perencanaan, dan pembuatan produk industri. Pengetahuan tentang standarisasi memahami
produk
industri
standarisasai
merupakan produk
kemampuan industri
dalam dengan
mempertimbangkan aspek daya saing dan perlindungan konsumen.
158
Sebagai jenis kompetensi, hal ini dapat menunjang strategi dalam menghadapi MEA, yaitu melalui penguatan daya saing produk dalam negeri. Mengenai kompetensi ini, pandangan menarik diberikan oleh Kepala Bidang
Industri
Kecil
Menengah,
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan, Provinsi Sulawesi Utara dimana menurutnya, “seorang JPT tidak harus memiliki kemampuan atau pengetahuan mendesain produk, tetapi dia harus bisa memaksimalkan sumber daya manusia potensial yang memiliki kemampuan dalam bidang TI atau desain grafis”. Grafik 5.1 di atas menunjukkan bahwa pilihan memandang kebutuhan
akan
kompetensi
ini
dengan
68,75%
responden
menyatakan “sangat relevan”, dan 31,25% berpendapat “relevan”. Berbagai aspek terkait pada kompetensi ini adalah melakukan desain produk
industri baik dalam perancangan, perencanaan,
dan
pembuatan produk industri. 6.
Mengarahkan Standarisasi Produk Industri Dalam
kompetensi
ini
seorang
JPT
diharapkan
memiliki
Kemampuan dalam memahami standarisasai produk industri dengan mempertimbangkan aspek daya saing dan perlindungan konsumen. Berdasarkan
data
kuesioner,
responden
berpendapat
bahwa
kompetensi pengetahuan tentang standarisasi produk industri sangat diperlukan, dengan 75% responden menyatakan kompetensi ini “sangat relevan” dan sisanya berpendapat “relevan”. Pemahaman kompetensi ini tidak terlepas dari pentingnya menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan standar seperti yang telah diatur juga dalam cetak biru penyelenggaraan MEA. Selama ini Provinsi Sulawesi Utara menjadi lalu lintas perdagangan produk-produk yang tidak berstandar, seperti diutarakan oleh Kepala Bidang Industri Kecil Menengah. Lalu lintas perdagangan yang tidak sesuai standar membuat ketidakadilan di pengusaha domestik. Barang-barang yang masuk ke Indonesia yang kebanyakan adalah produk buatan Tiongkok sebagian besar tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia,
tetapi
pengusaha
lokal
dipaksa
untuk
159
memproduksi barang yang sesuai dengan SNI. Hal ini membuat nilai jual barang buatan lokal kalah saing disamping budaya orang lokal yang kerap “memuja” barang-barang impor. Oleh karena itu, kompetensi ini sangat mutlak dimiliki oleh seorang pejabat tinggi di Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini juga terkait dengan pertimbangan meningkatkan daya saing produk
lokal dan menciptakan iklim perlindungan terhadap
konsumen yang lebih baik lagi. 7.
Mengarahkan Hak Kekayaan Intelektual Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT dituntut untuk memiliki pemahaman terhadap hak kekayaan intelektual atau
property right. Aspek ini diatur dalam cetak biru penyelenggaraan MEA dan telah diaplikasikan dalam aturan kelembagaan dan nomenklatur bidang di Kementerian Perdagangan. Data kuesioner pada Grafik 5.1 menunjukkan bahwa responden berpendapat kompetensi ini sangat penting dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dimana 35,71% responden mengatakan bahwa kompetensi ini “relevan” dan 64,29% lainnya mengatakan “sangat relevan”. Pemahaman terhadap kompetensi ini akan membantu para pengusaha lokal di Indonesia untuk dapat melindungi produk kreasi dan
ciptaannya
sendiri
sekaligus
menghargai
karya
produk
pengusaha lainnya, baik dalam maupun luar negeri. Seperti diketahui dalam beberapa tahun belakangan ini kecenderungan pencurian atau penjiplakan produk Indonesia oleh negara lain marak terjadi. Meskipun produk domestik kerap dicuri atau diklaim oleh bangsa lain, namun hal ini, pengusaha lokal pun perlu diberikan pemahaman menghargai kreasi produk orang lain. 8.
Mengarahkan Sistem Industri Informasi Kompetensi ini mengandung pengertian yaitu memahami dan menerapkan sistem dan mekanisme kerja yang terintegrasi meliputi unsur institusi, sumber daya manusia, basis data, perangkat keras dan lunak, serta jaringan komunikasi yang terkait satu sama lain
160
dengan
tujuan
untuk
penyampaian,
pengelolaan,
penyajian,
pelayanan, serta penyebarluasan data dan informasi industri. Berdasarkan data kuesioner yang tersaji pada Grafik 5.1 di atas, sebanyak 75% responden berpendapat bahwa kompetensi ini “sangat relevan”, dan sisanya berpendapat “relevan”. 9.
Membina Manajemen Industri Kecil Menengah (IKM) Kompetensi ini mengedepankan Kemampuan untuk memahami dan membina manajemen IKM baik dalam hal pembiayaan, penciptaan nilai tambah, jangkauan pasar, penguatan kelembagaan usaha, dan perlindungan usaha, serta menumbuhkan semangat kewirausahaan. Berdasarkan data kuesioner, 68,75% responden berpendapat kompetensi ini “sangat relevan” diperlukan dan sisanya berpendapat “relevan” diperlukan bagi seorang JPT di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Industri Kecil Menengah (IKM) selama ini telah menyumbang dan menjadi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia bersama dengan UMKM. Dalam MEA, industri-industri kecil menengah di Indonesia
yang
akan
paling
besar
menghadapi
tantangan.
Persaingan melawan dan menahan arus deras produk-produk impor akan menjadi tantangan paling hebat. Maka dari itu, akan menjadi tugas seorang JPT di Dinas Perdangangan dan Perindustrian untuk mengembangkan kompetensi ini dalam rangka melindungi sekaligus mengembangkan daya saing pengusaha-pengusaha di sektor ini untuk menghadapi era persaingan bebas. 10.
Membina Pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global Pengetahuan rantai nilai global dan jaringan produksi global merupakan bentuk strategi produksi yang mengedepankan efisiensi produksi. Dengan memanfaat-kan strategi ini maka akan membuat biaya produksi yang dikeluarkan menjadi lebih efisien dan murah. Strategi
ini
sejatinya
banyak
digunakan
oleh
perusa-haan-
perusahaan skala besar yang kerap menempatkan modal atau investasinya di negara lain. 161
Kompetensi ini jelas cukup relevan untuk dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Ini terlihat dari pandangan responden dimana 73,33% responden berpendapat “sangat relevan” dan 26,67% responden berpendapat “relevan”. Seorang responden tidak memberikan jawaban. 11.
Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Industri Dalam bidang perindustrian, kemajuan sebuah teknologi industri akan berkorelasi positif pada pendapatan atau keuntungan yang diterima oleh sebuah perusahaan yang telah mengembangkan teknologi baru tersebut untuk proses produksinya. Maka dari itu, di era globalisasi ini birokrasi di bidang ini telah dituntut untuk mengembangkan
dan
mendorong
para
pelaku
usahanya
melakukan inovasi di bidang teknologi industri, apalagi dalam era persaingan dan perdagangan bebas yang terbalut dalam kebijakan
free trade area, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Berdasarkan data kuesioner, kompetensi pengetahuan terhadap teknologi industri menurut pandangan responden sangat penting dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini terlihat dari 75% responden berpendapat kompetensi ini “sangat relevan” dan sisanya mengatakan “relevan” dimiliki. 12.
Membina Perlindungan Konsumen Perlindungan terhadap konsumen menjadi salah satu poin penting
yang
akan
dikedepankan
dalam
penyelenggaraan
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Selama ini arus perdagangan bebas yang tidak bertanggung jawab seperti impor barang-barang yang tidak terstandarisasi menjadi isu penting dalam perlindungan konsumen. Sulawesi Utara sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan pusat perdagangan dunia, Filipina, kerap menjadi tempat transit barang-barang non-standarisasi, maupun barangbarang bekas yang tidak jarang membawa bakteri dan penyakit sehingga membahayakan konsumen. Maka dari itu, kasus-kasus seperti ini harus segera diatasi dan perlu kompetensi khusus bagi seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian memilikinya.
162
Berdasarkan data pada Grafik 5.1 di atas, responden melihat bahwa kompetensi perlindungan konsumen mutlak dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dari pilihan mereka dimana 75% responden menyebutkan bahwa kompetensi ini “sangat relevan” dan 25% sisanya berpendapat “relevan”. 13. Mengendalikan Stabilisasi Harga Stabilisasi harga mengacu pada harga barang dan jasa, terutama bahan pokok dan bahan produksi berada pada tingkat harga yang stabil. Dengan itu proses produksi dan konsumsi terhadap barang dan jasa dapat tetap terjangkau sehingga tidak mempengaruhi dinamika perekonomian di masyarakat baik konsumen maupun para pelaku usaha. Selama ini aspek ini telah menjadi tugas dan fungsi penting dari Bidang Perdagangan. Akan tetapi, stabilitas harga di Indonesia sendiri terlihat masih kurang kondusif. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang fluktuatif. Dalam MEA, kestabilan harga barang dan jasa sangat mutlak diperlukan. Hal ini sangat terkait pada aspek daya saing barang-barang produksi lokal agar dapat kompetitif di pasar internasional. Dengan demikian, kompetensi ini sangat diperlukan dan dimiliki oleh seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian, hal ini juga terlihat dari data kuesioner di mana menurut 62,5% responden kompetensi ini “sangat relevan” dimiliki dan 37,5% lainnya mengatakan “relevan”. 14.
Mengendalikan Manajemen Stok Manajemen stok atau persediaan dalam hal ini terkait dengan bagaimana memanej persediaan dan pendistribusian barangbarang kebutuhan yang akan digunakan dalam proses produksi. Tujuan dari salah satu aspek manajemen operasi ini adalah efisiensi produksi, yaitu meminimalkan biaya produksi dan meningkatkan pelayanan. Seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian dituntut untuk memiliki pengetahuan terhadap kompetensi ini. Hal ini juga terlihat dari pandangan responden di mana 62,5%
163
responden mengatakan bahwa kompetensi ini “sangat relevan” dimiliki dan sisanya mengatakan “relevan”. 15.
Mengkoordinasikan Fasilitasi Sarana Penunjang Perdagangan Kemampuan untuk memfasilitasi penyediaan sarana penunjang perdagangan juga merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh aparatur Pemda di dinas terkait. Hal ini berdasarkan hasil survey yang menunjukkan bahwa umumnya responden menganggap kompetensi terkait pengetahuan fasilitasi sarana penunjang perdagangan ini sebagai kompetensi yang penting. Hasil survey menunjukkan 68,75% responden berpendapat kompetensi tersebut “sangat relevan” dan 31,25% berpendapat “relevan”.
16.
Mengevaluasi Pemberian Izin Usaha Berdasarkan monitoring
dan
hasil
survey,
evaluasi
kemampuan
pemberian
izin
untuk
melakukan
usaha
merupakan
kompetensi yang juga harus dimiliki aparatur Pemda di dinas terkait. Sebagaimana tampak dalam Grafik 5.1 di atas, 75 % responden berpendapat kompetensi tersebut “sangat relevan” dan 25 % lainnya berpendapat “relevan”. Selain perdagangan dan industri, MEA juga berfokus pada bidang investasi. Dengan demikian, bisa dipastikan jumlah pemberian izin usaha akan meningkat pesat sehingga memerlukan pengawasan dan evaluasi atas berbagai perizinan usaha yang diberikan. 17. Membina dan Mengawasi Kemetrologian Responden juga memandang perlunya aparatur Pemda di dinas terkait untuk mempunyai kemampuan memahami berbagai aspek kemetrologian, baik dalam hal pembinaan dan pengawasan. Hasil survey pada Grafik 5.1 di atas menunjukkan 75% responden berpendapat
bahwa
kompetensi
terkait
pengetahuan
kemetrologian ini “sangat relevan”, sedangkan 25% lainnya berpendapat “relevan”.
164
18.
Mengarahkan Promosi Promosi menjadi aspek determinan dalam penyelenggaraan perdagangan. Era persaingan bebas mendorong strategi marketing yang mumpuni. Promosi menjadi salah satu upaya tersebut. Dalam era transformasi perdagangan yang technology-oriented saat ini, cara-cara melakukan promosi menjadi begitu mudah. Namun, para pengusaha di Indonesia saat ini masih belum memaksimalkan dan memanfaatkan strategi ini, terutama pada usaha-usaha skala kecil dan menengah. Untuk itu, seorang JPT di Dinas Perdagangan dan Perindustrian harus bisa mendorong para pelaku usaha di wilayahnya melakukan strategi promosi ini. Dalam hal ini mereka harus memiliki pengetahuan promosi yang baik. Mengetahui seperti apa dan bagaiaman mengaplikasikan ilmu promosi. Berdasarkan hasil kuesioner, para responden berpendapat bahwa kompetensi pengetahuan promosi sangat penting untuk dimiliki oleh seorang JPT. Ini terlihat dari pandangan mereka di mana 87,5% responden berpendapat kompetensi ini “sangat relevan” dan 12,5 % lainnya berpendapat “relevan”.
19. Mengarahkan Pemanfaatan Market Intellegence Kompetensi lain yang dibutuhkan dalam menghadapi MEA, menurut responden, adalah kemampuan dalam pengumpulan informasi
yang terkait dengan peluang, strategi pasar dan
pengembangan pasar. Pada Grafik 5.1 di atas, hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden 93,75% responden menyebut kompetensi yang terkait dengan pengetahuan market
intellegence ini “sangat relevan”, dan 6,25% lainnya berpendapat “relevan”. 20.
Mengevaluasi Insentif Perdagangan Pemberian insentif perdagangan menjadi salah satu isu penting dalam era perdagangan bebas seperti dalam konteks MEA. Hal ini antara lain untuk memudahkan para pelaku usaha dalam mengembangkan
usahanya.
Oleh
karena
itu,
responden
memandang kompetensi yang terkait dengan pengetahuan insentif perdagangan ini sebagai hal yang penting untuk dikuasai aparatur 165
di dinas terkait. Hasi survey, sebagaimana tampak pada Grafik 5.1 di bawah,
menunjukkan
75%
responden
berpendapat
bahwa
pengetahuan insentif perdagangan merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, dan 25% lainnya berpendapat “relevan”. Adapun pengetahuan insentif perdagangan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan memahami tentang insentif perdagangan, antara lain percepatan pemberian izin usaha, keringanan biaya pendaftaran HaKI, sertifikasi produk halal, serta fasilitas pameran di dalam dan di luar negeri. 21.
Mengevaluasi Fasilitasi Ekspor dan Impor Dalam konteks kerjasama perdagangan internasional seperti MEA, kegiatan ekspor dan impor sudah barang tentu bakal menjadi salah satu kegiatan utama. Terkait dengan hal ini, responden memandang perlunya aparatur di dinas terkait untuk memiliki kompetensi yang terkait dengan fasilitasi ekspor dan impor. Pada Grafik 5.1 di atas, hasil survey menunjukkan sebanyak 75% responden berpendapat bahwa kemampuan memahami proses fasilitasi melalui pemberian berbagai kemudahan untuk menunjang pelaksanaan ekspor dan impor merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, dan 25% lainnya berpendapat “relevan”.
22. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Informasi Kompetensi penting terakhir yang menjadi sorotan responden terkait
pengembangan
menghadapi MEA
standar
adalah
kompetensi
pengetahuan
aparatur
teknologi
dalam
informasi.
Alasannya tak lain karena di era yang kian berjejaring seperti sekarang, perkembangan teknologi informasi menjangkau hampir semua ranah kehidupan, terlebih dalam ranah perdagangan. Pengintegrasian teknologi informasi dalam dunia perdagangan atau bisnis melahirkan konsep baru yang disebut e-commerce. Dengan
latar
belakang
demikian,
responden
memandang
pengetahuan teknologi informasi tersebut sebagai kompetensi yang sangat penting. Hasil survey, sebagaimana tersaji dalam Grafik 5.1 di atas, menunjukkan 81,25 % responden berpendapat kompetensi terkait pengetahuan teknologi informasi merupakan 166
kompetensi yang “sangat relevan”, dan 18,75% responden lainnya berpendapat “relevan”. Pengetahuan teknologi informasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka membuka akses pasar dan meningkatkan pangsa pasar produk dalam negeri. Penguasaan
teknologi
industri
juga
memungkinkan
untuk
membangun sistem informasi tata ruang tentang potensi daerah.
167
BAB 6 TEMUAN LAPANGAN NUSA TENGGARA BARAT
A. DESKRIPSI KONDISI DAERAH Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas 2 pulau besar, yaitu Lombok dan Sumbawa dan dikelilingi oleh 280 pulau-pulau kecil. Luas wilayah Provinsi NTB mencapai 49.312,19 Km2 terdiri dari daratan seluas 20.153,15 km2 (40,87%) dan perairan laut seluas 29.159,04 km2 (59,13%) dengan panjang garis pantai 2.333 km. Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (76,49 %) dan luas Pulau Lombok seluas 4.738,70 km2 (23,51%). Secara Administratif Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten dan 2 kota dengan 116 wilayah kecamatan dan 1.146 desa/kelurahan. Kabupaten Sumbawa memiliki jumlah wilayah kecamatan terbanyak, yaitu 24 Kecamatan, sedangkan Kabupaten Lombok Timur memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan terbanyak dengan 254 desa/kelurahan dengan jumlah kecamatan sebanyak 20 kecamatan. Topografi wilayah Provinsi NTB bervariasi dari 0-3.726 mdpl untuk Pulau Lombok, dan 0-2.755 mdpl untuk Pulau Sumbawa. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 166 m dpl
168
sementara Taliwang terendah dengan 11 mdpl. Kota Mataram sebagai tempat Ibukota Provinsi NTB memiliki ketinggian 27 mdpl. Berdasarkan pada klasifikasi ketinggian wilayah maka diketahui bahwa wilayah yang memiliki ketinggian 0-100 m dpl sekitar 23,76% atau seluas 478,911 Ha, ketinggian 100-500 m dpl sekitar 37,39% atau seluas 753,612 Ha, ketinggian 500-1000 m dpl sekitar 15,25% atau seluas 307,259 Ha dan lebih dari 1000 mdpl seluas 475,533 Ha 23,60%. Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, Gunung Rinjani merupakan tertinggi dengan ketinggian 3.726 m dpl, sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m dpl dari sembilan gunung yang ada (NTB Dalam Angka 2013). Pada tahun 2011, penggunaan lahan yang terluas adalah hutan seluas 1.163.941,51 Ha (57,75 %) dan persawahan seluas 240.925,05 ha (11,95 %). Sedangkan penggunaan lahan yang terkecil adalah pertambangan seluas 591,96 Ha (0,03%). Pola ruang wilayah provinsi meliputi rencana pengembangan kawasan lindung dan rencana pengembangan kawasan budidaya wilayah provinsi. Kawasan lindung nasional yang terkait dengan wilayah provinsi meliputi : a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya nasional meliputi Hutan Lindung, dan Kawasan resapan air; b. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya nasional meliputi: Cagar Alam (CA.), Suaka Margasatwa (SM.), Taman Nasional (TN.) Gunung Rinjani, Taman Hutan Raya (Tahura) Nuraksa dan Taman Wisata Alam (TWA); dan c. Kawasan lindung nasional lainnya adalah Taman Buru (TB) Pulau Moyo dan Taman Buru (TB) Tambora Selatan. Kawasan lindung provinsi meliputi : a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi: hutan lindung dan kawasan resapan air;
169
b. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya nasional; c. Kawasan
lindung
pengembangan perlindungan
lainnya
cagar plasma
provinsi
meliputi:
biosfer/ramsar/taman nutfah/kawasan
rencana
buru/kawasan
pengungsian
satwa/
terumbu karang/kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut; d. Kawasan perlindungan setempat meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, dan ruang terbuka hijau kota; dan e. Kawasan rawan bencana alam. Kawasan budidaya nasional yang terkait dengan wilayah provinsi meliputi: a. Kawasan Andalan terdiri dari: 1) Kawasan Andalan Lombok dan sekitarnya dengan sektor unggulan : pertanian, perikanan laut, pariwisata, industri, dan pertambangan; 2) Kawasan Andalan Sumbawa dan sekitarnya dengan sektor unggulan: pertanian, pariwisata, industri, pertambangan dan perikanan; 3) Kawasan Andalan Bima dan sekitarnya dengan sektor unggulan: pertanian, pariwisata, perikanan, industri dan pertambangan. b. Kawasan Andalan Laut adalah Kawasan Andalan Perairan Selat Lombok dengan sektor unggulan : perikanan laut dan pariwisata. Kawasan budidaya provinsi meliputi : a. Kawasan peruntukan hutan produksi tetap dan terbatas; b. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan dan hortikultura berada di kawasan pertanian lahan basah, lahan kering, dan kawasan pertanian hortikultura; c. Kawasan peruntukan perkebunan berada di Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBun): Sekotong, Gerung, Gangga, Bayan, Kopang, Pujut, Terara,Pringgabaya, Utan Rhee, Batulanteh, Sorinomo, Tambora, Sumbawa, Kayangan, dan Wera dan kawasan pengembangan tanaman komoditi unggulan;
170
d. Kawasan peruntukan peternakan berada tersebar di wilayah provinsi untuk alokasi peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak,
pembibitan
ternak,penyediaan
pakan
ternak,
dan
pengembangan industri pengolahan hasil ternak; e. Kawasan peruntukan pertambangan meliputi pertambangan mineral logam, mineral bukan logam dan batuan berada pada zona tertentu di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa; f.
Kawasan peruntukan pariwisata sebanyak 16 (enam belas) kawasan berada di (a) Pulau Lombok, meliputi: Senggigi dan sekitarnya, Suranadidan sekitarnya, Gili Gede dan sekitarnya, Benang Stokel dansekitarnya, Dusun Sade dan sekitarnya; Selong Belanak dansekitarnya, Kuta dan sekitarnya, Gili Sulat dan sekitarnya;
GiliIndah
dan
sekitarnya,
Gunung
Rinjani
dan
sekitarnya; dan di (b) Pulau Sumbawa, meliputi: Maluk dan sekitarnya; Pulau Moyo dan sekitarnya; Hu’u dan sekitarnya, Teluk Bima dan sekitarnya,Sape dan sekitarnya; Gunung Tambora dan sekitarnya; g. Kawasan peruntukan perikanan, kelautan dan pulau-pulau kecil berada di Pulau Lombok, meliputi: Gili Indah dan sekitarnya, Senggigi dan sekitarnya, Lembar dan sekitarnya, Gili Gede dan sekitarnya, Teluk Sepi dan sekitarnya, Kuta, Awang dan sekitarnya, Tanjung Luar dan sekitarnya, Gili Sulat dan sekitarnya, dan Labuhan Lombok dan sekitarnya; dan Pulau Sumbawa, meliputi: Alas - Pantai Utara Kabupaten Sumbawa dan sekitarnya ; Teluk Saleh dan sekitarnya;dan Labuhan Lalar, Maluk dan sekitarnya; Teluk Sanggar dan sekitarnya; Teluk Cempi dan sekitarnya; Waworadadan sekitarnya; Teluk Bima dan sekitarnya; dan Sape dansekitarnya; h. Kawasan peruntukan industri meliputi: 1) Kawasan Agroindustri berada di Gerung, Kediri, Labuapi, Sekotong, Bayan, Kayangan, Gangga, Batukliang, Praya Barat, Praya Timur, Jonggat, Batukliang Utara, Praya Barat, Praya Timur, Pringgarata, Pujut, Selong, Masbagik, Aikmel, Pringgabaya, Labuhan Haji, Jerowaru, Jereweh, Taliwang, Seteluk, Brang Rea, Alas, Utan, Rhee, Sumbawa, Moyohulu,
171
Moyohilir, Lape Lopok, Plampang, Empang, Dompu, Kempo, Bolo, Woha, Belo, Wawo, Sape, dan RasanaE; dan 2) Pengembangan Industri Kecil dan Menengah berada di Labuapi, Kediri, Gerung, Tanjung, Pemenang, Praya, Batukliang, Kopang.
B. PENCAPAIAN DI BIDANG EKONOMI Salah
satu
indikator ekonomi yang
mencerminkan
produktivitas
perekonomian suatu daerah adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Struktur perekonomian suatu daerah mencerminkan kekuatan dan sekaligus ketergantungan daerah bersangkutan terhadap sektor tertentu. PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2014 telah sektar 82 trilyun rupiah dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06 persen (termasuk sub sektor pertambangan non migas), pertumbuhannya tampak sangat berfluktuasi. Kondisi ini dipengaruhi oleh naik turunnya pertumbuhan produksi sub sector pertambangan terutama konsentrat tembaga/emas/perak.
Tabel 6.1. PDRB Provinsi NTB Tahun 2011– 2014 (Milyar Rp) (Termasuk Sub Sektor Pertambangan Non Migas) Tahun
Atas Dasar Harga
Atas Dasar Harga
Berlaku
Konstan
2011
68.176,69
67.379,14
-3,91
2012
69.022,23
66.340,81
-1,54
2013
73.605,03
69.755,56
5,15
2014
82.246,57
73.285,09
5,06
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2015
172
Pertumbuhan (%)
Apabila sub sektor pertambangan non migas tidak diikut sertakan dalam penghitungan PDRB di NTB, maka pertumbuhan ekonomi tampak lebih stabil seperti pada tabel 6.2. berikut.
Tabel 6.2. PDRB Provinsi NTB Tahun 2011– 2014 (Milyar Rp) (Tanpa Sub Sektor Pertambangan Non Migas) Tahun
Atas Dasar Harga
Atas Dasar Harga
Berlaku
Konstan
Pertumbuhan (%)
2011
56.284,85
54.511,96
6,04
2012
60.848,87
57.521,37
5,52
2013
65.963,91
60.629,19
5,40
2014
75.433,20
64.360,68
6,15
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2015
Nilai PDRB menurut lapangan usaha Provinsi NTB Atas Dasar Harga Konstan 2010 pada periode 2010-2014 disajikan pada tabel 6.3. halaman berikut ini.
173
Tabel 6.3.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Nusa Tenggara Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Juta Rupiah) Tahun
No Sektor
2010
2011
2012
(Rp)
%
(Rp)
%
(Rp)
14,939,022
21.30
15,691,914
23.29
16,407,442
20,471,115
29.19
14,709,393
21.83
10,788,742
3,210,934
4.58
3,277,041
4.86
3,414,873
34,905
0.05
38,398
0.06
51,749
0.07
54,924
Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
5,715,145
8.15
6,139,781
7,136,898
10.18
7,662,944
4,140,342
5.90
9
Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
988,890
10
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3
Industri Pengolahan
4
Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5 6 7 8
2013 %
2014
(Rp)
%
(Rp)
%
16,937,550
24.28
17,693,466
24.14
11,273,516
16.16
11,259,133
15.36
5.15
3,549,107
5.09
3,724,793
5.08
43,051
0.06
47,818
0.07
62,660
0.09
0.08
56,862
0.09
59,363
0.09
63,615
0.09
9.11
6,366,307
9.60
6,689,837
9.59
7,201,577
9.83
11.37
8,393,103
12.6 5
9,021,982
12.93
9,603,421
13.10
4,427,516
6.57
4,717,941
7.11
4,965,042
7.12
5,317,727
7.26
1.41
1,065,282
1.58
1,143,812
1.72
1,242,595
1.78
1,328,640
1.81
24.7 3 16.2 6
Informasi dan Komunikasi
1,211,821
1.73
1,335,853
1.98
1,447,895
2.18
1,554,875
2.23
1,684,953
2.30
11
Jasa Keuangan dan Asuransi
1,490,068
2.12
1,702,030
2.53
1,928,494
2.91
2,112,329
3.03
2,286,599
3.12
12
Real Estate
1,695,622
2.42
1,813,371
2.69
1,934,433
2.92
2,086,022
2.99
2,205,658
3.01
13
Jasa Perusahaan
97,949
0.14
104,931
0.16
114,698
0.17
122,637
0.18
131,542
0.18
174
Tahun
No Sektor
2010 (Rp)
2011 %
(Rp)
2012 %
(Rp)
2013 %
(Rp)
2014 %
(Rp)
%
14
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
3,812,957
5.44
3,856,519
5.72
3,889,689
5.86
4,007,372
5.74
4,207,046
5.74
15
Jasa Pendidikan
2,643,366
3.77
2,846,530
4.22
2,961,931
4.46
3,140,606
4.50
3,351,651
4.57
16
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1,198,736
1.71
1,266,470
1.88
1,313,481
1.98
1,412,878
2.03
1,510,644
2.06
Jasa lainnya
1,283,208
1.83
1,386,242
2.06
1,418,059
2.14
1,532,031
2.20
1,651,964
2.25
70,122,726
100
67,379,141
100
66,340,812
100
69,755,562
100
73,285,088
100
17
PDRB dengan Tambang Bijih Logam
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2015
Tabel 6.3. di atas menunjukkan bahwa secara umum, PDRB setiap sector terus meningkat dalam kurun waktu 2010-2014. Berdasarkan PDRB tahun dasar 2010, pada tahun 2010 kontribusi sector Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (21,30%) berada di posisi kedua setelah kontribusi sector Pertambangan dan Penggalian (29,19%). Namun, sejak tahun 2011 share Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan paling besar dan terus meningkat mengalahkan Pertambangan dan Penggalian dan pada tahuan 2014 share Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 24,14%, sedangkan Pertambangan dan Penggalian sebesar 15,36% persen. Dari sector Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, terdapat 3 sub sector yang dominan, yaitu tanaman pangan, perikanan, dan peternakan. Kontribusi terbesar ketiga hingga kelima selanjutnya pada 2014 adalah Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (13,10%); Konstruksi (9,83%); serta Transportasi dan Pergudangan (7,26%). Selama periode 2010-2014,
175
perkembangan sub sector perdagangan besar dan eceran terus meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian Provinsi NTB. Namun
demikian,
Industri
Pengolahan
yang
diharapkan
dapat
berkontribusi besar justru masih rendah dengan 5,08%. Sektor industri tersebut sangat potensial untuk dikembangkan lebih maju lagi. Tabel 6.4. Volume dan Nilai Ekspor Dirinci Menurut Negara Tujuan 2013 Negara Tujuan
Volume
Nilai
Country of Destination
(Ton)
Value (US$)
-1
-2
-3
Jepang
124 976,72
188 457 617,87
Korea
94 408,25
131 019 124,88
Jerman
54 968,39
81 694 746,41
India
8.72
15 940,00
Australia
8.66
14 688,52
Philipina
-
-
17.57
636 116,00
2.82
470 062,01
50.54
186 870,85
Polandia
-
-
Taiwan
-
-
China Hongkong Amerika Serikat
Inggris
4.5
6 679,78
Belanda
7.57
25 294,49
Italia
-
-
Bangladesh
-
-
Belgia
-
-
Hungaria
-
-
Switzerland
0
3 847,85
Czech Republik
-
-
Prancis
0.01
13 449,30
0.197
1 761,000
Swedia
-
-
Afrika Selatan
-
-
0.098
9 261,700
-
-
Singapura
Malaysia Israel 176
Negara Tujuan
Volume
Nilai
Country of Destination
(Ton)
Value (US$)
-1
-2
-3
New Caledonia
-
-
Vietnam
-
-
Thailand
0.9
900
274 454 933
402 556 360,659
2012
321 068,32
586 189 585,32
2011
388 125,40
1 136 099 286,82
2010
776 367,27
1 998 473 462,16
2009
648 652,85
1 256 768 889,40
Jumlah/Total
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2015
Berdasarkan table 6.4 di atas, negara tujuan ekspor terbesar adalah Jepang dengan nilai ekspor US$ 188.457.617,87; dilanjutkan dengan Korea mencapai nilai ekspor US$ 131.019.124,88, dan Jerman dengan nilai ekspor US$ 81.694.746,41. Di wilayah ASEAN sendiri, Singapura dan Malaysia mendominasi tujuan ekspor dengan nilai ekspor masing-masing US$ 1.761,000 dan US$ 9.261,700. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah ekspor Provinsi NTB di wilayah ASEAN masih cukup rendah. Hal ini dapat menjadi peluang besar bagi
Provinsi NTB untuk dapat
berkontribusi di pasar ASEAN.
C. TINJAUAN TERHADAP RPJMD Visi pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2018, adalah: Mewujudkan Masyarakat Nusa Tenggara Barat Yang Beriman, Berbudaya, Berdayasaing dan Sejahtera. Visi pembangunan tersebut mengandung 4 kata kunci, yakni: 1. Masyarakat NTB, artinya seluruh warga masyarakat yang hidup dan bermukim di wilayah Nusa Tenggara Barat.
177
2. Beriman, artinya masyarakat yang taat beragama, berbudipekerti luhur dan saling menghargai satu sama lain dalam keberagaman sosial budaya. 3. Berbudaya, artinya masyarakat yang mampu berpartisipasi dalam pembangunan dilandasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. 4. Berdayasaing, artinya masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, inovatif, kreatif agar mampu bersaing secara global. 5. Sejahtera,
artinya
masyarakat
yang
mampu
memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi, sosial dan berkeadilan. Visi pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2018 tersebut diwujudkan melalui 7 Misi pembangunan, yakni: 1. Mempercepat perwujudan masyarakat yang berkarakter 2. Mengembangkan budaya dan kearifan lokal. 3. Melanjutkan ikhtiar reformasi birokrasi yang bersih dan melayani, penegakan hukum yang berkeadilan, dan memantapkan stabilitas keamanan. 4. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang berdayasaing 5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat penurunan kemiskinan, dan mengembangkan keunggulan daerah 6. Melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas wilayah berbasis tata ruang. 7. Memantapkan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan Dari 7 misi yang ditetapkan Provinsi NTB, misi ke-5 memiliki relevansi dengan bidang ekonomi, yaitu “Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Mempercepat Penurunan Kemiskinan, Dan Mengembangkan Keunggulan Daerah”. Berdasarkan misi ke-5 tersebut, telah ditetapkan tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan yang akan ditempuh untuk mewujudkan misi tersebut.
178
Tabel 6.5. Masalah, Isu Strategis dan Jenis Kompetensi Teknis Berbasis RPJMD Provinsi NTB Tahun 2013-2018 Bidang Bidang Pengembangan Industri Kecil
Bidang Agrokimia Dan Aneka Industri
Masalah
Isu Strategis
Kompetensi Teknis
1. Pendampingan terhadap Industri Kecil Menengah (IKM) melalui Unit Pendampingan Langsung (UPL) dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi dan peningkatan mutu produk belum optminal; 2. Kurang lengkapnya aspek legalitas usaha dan penjaminan produk seperti sertifikasi PIRT, Halal, SNI, dll; 3. Kapasitas, Kapabilitas, dan Kualitas IKM belum mengarah pada Industrialisasi
Industrialisasi
Kemampuan
dan Penguatan
menyusun
Kapasitas,
mengarahkan
Kapabilitas
pelaksanaan
serta
kebijakan
IKM
manajemen IKM
1. Pengembangan produk olahan yang terstandarisasi masih relatif sedikit; 2. Jejaring pemasaran (Network Marketing) berbagai produk IKM yang masih terbatas; 3. Belum terarahnya IKM menuju Industrialisasi
Industrialisasi
Kemampuan
Kualitas
dan
Agrokimia dan
menyusun dan
Aneka Industri
mengarahkan pelaksanaan kebijakan standarisasi Kemampuan menyusun dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan jejaring pemasaran
179
Bidang Bidang Perdagangan Dalam Negeri
Bidang Perdagangan Luar Negeri
180
Masalah 1. Jaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi masyarakat, Kecenderungan perilaku konsumtif masyarakat, dan kurangnya pemanfaatan produk lokal dalam pemenuhan kebutuhan; 2. Kurang lancarnya distribusi barangbarang kebutuhan pokok dan strategis di pasar; 3. Kurang lengkapnya legalitas UKM dalam menjalankan usahanya. 1. Pengawasan peredaran barang berbahaya, barang impor tanpa kelengkapan petunjuk dan tidak sesuai SNI; 2. Kurangnya promosi luar negeri; 3. Masih belum terpenuhinya mutu produk, jumlah serta spesifikasi yang diinginkan oleh pasar ekspor/global.
Isu Strategis Gejolak dan
Harga
Distribusi
Kompetensi Teknis Kemampuan menyusun dan
Barang-barang
mengarahkan
Kebutuhan
pelaksanaan
Pokok
dan
Strategis
kebijakan ketersediaan kebutuhan pokok Kemampuan menyusun dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan distribusi kebutuhan pokok
Barang
Impor
tidak
sesuai
menyusun dan
SNI,
jumlah
mengarahkan
dan
mutu
produk dengan standar Global
Kemampuan
pelaksanaan kebijakan promosi Kemampuan menyusun dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan standarisasi mutu
Bidang
Masalah
Balai Metrologi Mataram
1. Jumlah dan SDM apparat yang terbatas dalam pelayanan tera/tera ulang UTTP; 2. Keterbatasan sarana dan prasarana peralatan kemetrologian; 3. Operasionalisasi yang masih belum optimal
Isu Strategis Tertib
Kompetensi Teknis
Niaga/
Kemampuan
Perdagangan
menyusun dan
yang Jujur
mengarahkan pelaksanaan kebijakan kemetrologian
D. TINJAUAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN DAERAH Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah membuat suatu rencana strategis yang berisi kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan di bidang perindustrian dan perdagangan selama periode 2013-2018. Secara umum, rencana strategis tersebut didasarkan pada RPJMD Provinsi NTB 2013-2018. Beberapa isu strategis di bidang perindustrian dan perdagangan terkait dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB adalah sebagai berikut. 1. Ketimpangan struktur ekonomi daerah dari sektor pertanian ke sektor jasa (sektor industri olahan belum berkembang) Seiring
dengan
berkembangnya
sektor
jasa,
sektor
produksi
(pertanian, peternakan, pangan, dan lain-lain) mendapat tantangan yang serius, terutama dari para pesaing luar daerah, bahkan luar negeri di era APEC. Sektor industry olahan perlu ditopang dengan pengembangan keterampilan, bantuan modal dan pemasaran sehingga dapat bersaing dengan daerah lain dan mempunyai nilai tambah terhadap perekonomian masyarakat.
181
2. Nilai tukar petani rendah Secara nasional, nilai tukar petani (NTP) mengalami penurunan dari 104,58 per Juli 2013 menjadi 104,32 per Agustus 2013. Penurunan NTP diakibatkan oleh penurunan pada empat subsektor yaitu subsektor tanaman pangan, hortikultura tanaman perkebunan rakyat dan peternakan. Untuk provinsi NTB, besar nilai tukar petani adalah 93,66.
Ini
berarti
mengalami
peningkatan
0,55persen
bila
dibandingkan dengan bulan Juli 2013 dengan nilai tukar petani sebesar 93,11. Namun demikian angka ini berfluktuatif dari waktu ke waktu, dan perlu diantisipasi untuk menjamin kesejahteraan petani. 3. Pengembangan produk olahan lokal masih kurang Saat ini, terjadi pergeseran pola konsumsi pangan masyarakat dari pangan lokal (ubi kayu, jagung dan sagu) ke beras. Masuknya produk pangan olahan dari luar mempengaruhi pola konsumsi serta produksi pangan
lokal.
memerlukan
Pengembangan
dukungan
produk
pengembangan
olahan
lokal
teknologi
di
NTB
proses
dan
pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. 4. Mekanisme penyaluran modal yang belum tepat Pelaku UMKM di provinsi NTB masih dihadapi kendala seperti minimnya dukungan pembiayaan karena aksesnya yang terbatas kepada lembaga perbankan. Keterbatasan akses ini dipicu oleh terbatasnya akses informasi permodalan, SDM, birokrasi dan manajemen UKM, sehingga penyaluran modal menjadi tidak tepat sasaran. Keterbatasan modal kurang mendorong petani dan nelayan untuk menerapkan teknologi baru dalam meningkatkan produktivitas, membatasi
peningkatan
nilai
tambah,
dan
mengakibatkan
ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon). 5. Database Industri Kecil dan Menengah Karena keterbatasan penguasaan teknologi, maka database IKM belum tersedia di semua kabupaten/kota. 6. Potensi peternakan untuk swasembada daging Provinsi NTB sebagai salah satu daerah produsen sapi nasional, akan bergerak menjadi daerah swasembada daging. Konsekuensinya, perlu
182
terus dilakukan peningkatan populasi ternak melalui berbagai program inovasi dan teknologi. 7. Tidak
sebandingnya
antara
jumlah
angkatan
kerja
dengan
kesempatan kerja Provinsi NTB masih menghadapi permasalahan yang ditandai dengan angka pertumbuhan kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan angka pertumbuhan angkatan kerja. Pengangguran terbuka tahun 2012 sebesar 5,26%. 8. Nilai tambah produk unggulan masih rendah Sub sektor perkebunan, peternakan dan perikanan sebagai produk unggulan telah tumbuh signifikan dalam 5 tahun terakhir. Namun demikian, nilai tambah komoditas ini masih rendah karena pada umumnya ekspor dilakukan dalam bentuk segar (produk primer) dan olahan sederhana. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan perikanan melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal. 9. Ketimpangan layanan infrastruktur dan utilitas antar wilayah pulau Pembangunan
infrastruktur
telah
menjadi
prioritas,
terutama
infrastruktur perhubungan. Namun demikian, layanan dan utilitas infrastruktur tersebut dirasakan masih belum optimal, terutama oleh masyarakat yang ada di pedesaan, wilayah pulau kecil terpencil. Layanan yang dirasakan masih kurang adalah layanan telekomunikasi, pendidikan, kesehatan dan pelayanan social lainnya. 10. Ketimpangan pertumbuhan antar kawasan, antar kota, antar wilayah Ketimpangan
pembangunan
antarwilayah
dapat
dilihat
dari
perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar kawasan, antar kota dan antar wilayah. Beberapa indicator yang menunjukkan masih adanya ketimpangan tersebut, antara lain disparitas angka kemiskinan, ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan, kesehatan dan air bersih.
183
E. VALIDASI JENIS-JENIS KOMPETENSI TEKNIS Berdasarkan hasil pengambilan data terhadap responden di Provinsi NTB, didapatkan rumusan kompetensi teknis sebagaimana tersaji pada Grafik 6.1 berikut :
Grafik 6.1 Rekapitulasi Persentase Relevansi Kompetensi Teknis Provinsi NTB
184
1.
Menyusun Kebijakan di Bidang Perdagangan dan Perindustrian Kompetensi untuk menyusun kebijakan di bidang perdagangan dan perindustrian merupakan kompetensi inti yang penting dimiliki oleh seorang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dalam menyusun
kebijakan,
seorang
Kepala
Dinas
perlu
memiliki
pengetahuan komprehensif terhadap sejumlah aturan normatif yang ada dalam lingkup kerjanya serta mampu menyusun sejumlah kebijakan penting dengan perencanaan dan visi-misi yang relevan untuk memperkuat dan mendorong kemajuan perindustrian dan perdagangan. Grafik 6.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden (70%) berpendapat kompetensi menyusun kebijakan di bidang perdagangan dan perindustrian sangat relevan dengan kesiapan menghadapi AEC. Sisanya, sebesar 20% menyatakan relevan dan 10% tidak relevan. 2. Mengkoordinasikan Perdagangan Dalam Negeri Kompetensi mengkoordinasikan perdagangan dalam negeri merupakan kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa dalam negeri. Pada Grafik 6.1. di atas tampak bahwa 60% responden menyatakan kompetensi ini sangat relevan, 30% relevan, dan 10% tidak relevan. Koordinasi
perdagangan
dalam
negeri
dinilai
relevan
untuk
dilakukan oleh seorang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengingat hal ini menjadi strategi penting untuk menghadapi AEC, yaitu menguatkan perdagangan dalam negeri. 3.
Mengkoordinasikan Perdagangan Luar Negeri Grafik 6.1 di atas menunjukkan bahwa kompetensi pengetahuan tentang perdagangan luar negeri menurut pandangan responden sangatlah penting dimiliki oleh seorang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan 70% responden menyatakan sangat relevan, 20% responden menyatakan relevan, dan 10% menyatakan tidak relevan. Dalam mengkoordinasikan perdagangan luar negeri, 185
pengetahuan terhadap berbagai aspek terkait perdagangan luar negeri sangat diperlukan. Beberapa aspek tersebut ini antara lain: daya saing produk ekspor, akses pasar di luar negeri, peningkatan kemampuan eksportir dan importir, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam perdagangan luar negeri. 4.
Merumuskan Sasaran Pembangunan Dan Pengembangan Industry Pada Grafik 6.1. hasil survey menunjukkan 60% responden berpendapat bahwa kompetensi merumuskan sasaran pembangunan dan pengembangan industri merupakan kompetensi yang sangat relevan bagi seorang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sedangkan 30 % responden lainnya berpendapat jenis kompetensi ini relevan dan 10% sisanya berpendapat tidak relevan. Hal ini sangat masuk akal mengingat bidang industri adalah salah satu sektor yang menjadi fokus MEA. Sebagai salah satu jenis kompetensi, kemampuan merumuskan sasaran pembangunan dan pengembangan industri mencakup kemampuan untuk memahami berbagai aspek terkait dengan pembangunan dan pengembangan industri yang mencakup desain produk, standarisasi produk, hak kekayaan intelektual, sistem informasi industri, manajemen IKM, teknologi industri, serta pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global. Pemahaman yang menyeluruh tersebut menjadi dasar perumusan sasaran pembangunan dan pengembangan industri, tentu saja dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki daerah tersebut.
5.
Mengarahkan Desain Produk Industry Grafik 6.1 di atas menunjukkan sebanyak 50% responden menyatakan bahwa kompetensi untuk mengarahkan desain produk industri sangat relevan bagi seorang pemangku JPT di bidang perindustrian
dan
perdagangan,
sedangkan
sebanyak
30%
responden menyatakan relevan, dan 10% tidak relevan. Kompetensi ini dinilai penting untuk mendorong peningkatan daya saing produk-
186
produk yang dihasilkan dari para pelaku industri. Salah satu yang menjadi perhatian terkait dengan lemahnya daya saing produkproduk industry local adalah desain produk yang kurang menarik sehingga produk local kalah bersaing dengan produk lain sejenis dari daerah lain, bahkan Negara lain. Dengan demikian, kompetensi untuk mengarahkan perancangan, perencanaan, dan pembuatan produk industri perlu dimiliki oleh Kepala Dinas sebagai kompetensi penunjang. 6.
Mengarahkan Standardisasi Produk Industry Berlakunya AEC yang ditandai dengan adanya arus bebas barang dan jasa menuntut peredaran barang dan jasa yang setidaknya memenuhi standar di tingkat ASEAN. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk dan perlindungan konsumen. Produk yang berupa barang harus melalui proses standardisasi, sedangkan produk jasa harus melalui proses sertifikasi. Dari hasil survey, terdapat variasi pendapat responden terkait kompetensi Kepala Dinas untuk mengarahkan standardisasi produk industry dalam menghadapi MEA. Sebanyak 60% responden menyatakan sangat relevan, 20% relevan, 10% cukup relevan, dan 10% menyatakan tidak relevan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh masukan bahwa kompetensi ini secara spesifik merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Bidang terkait, tidak harus oleh Kepala Dinas secara langsung. Namun demikian, Kepala Dinas semestinya juga telah memiliki pengetahuan terkait sejumlah peraturan maupun kendala yang dihadapi di lapangan sehingga mampu mengarahkan standardisasi produk industry.
7.
Mengarahkan Hak Kekayaan Intelektual Kompetensi ini memiliki pengertian bahwa seorang JPT dituntut untuk memiliki pemahaman terhadap hak kekayaan intelektual atau
property right. Aspek ini diatur dalam cetak biru penyelenggaraan MEA dan telah diaplikasikan dalam aturan kelembagaan dan nomenklatur bidang di Kementerian Perdagangan.
187
Berdasarkan data kuesioner diperoleh informasi bahwa responden berpendapat kompetensi ini sangat penting dimiliki oleh seorang JPT. Hal ini terlihat dimana 50% responden menyatakan bahwa kompetensi ini sangat relevan, 30% relevan, 10% cukup relevan, dan 10% lainnya menyatakan tidak relevan. Pemahaman terhadap kompetensi ini akan membantu para pengusaha lokal di Indonesia untuk dapat melindungi produk kreasi dan
ciptaannya
sendiri
sekaligus
menghargai
karya
produk
pengusaha lainnya, baik dalam maupun luar negeri. Seperti diketahui dalam beberapa tahun belakangan ini kecenderungan pencurian atau penjiplakan produk Indonesia oleh negara lain marak terjadi. Meskipun produk domestik kerap dicuri atau diklaim oleh bangsa lain, namun hal ini, pengusaha lokal pun perlu diberikan pemahaman menghargai kreasi produk orang lain. 8. Mengarahkan Sistem Informasi Industry Tidak dapat dielakkan lagi bahwa kemajuan sistem informasi saat ini telah berpengaruh di seluruh ranah kehidupan, termasuk juga dalam usaha pengembangan industry. Berdasarkan hasil diskusi, sistem informasi industry ini diperlukan antara lain untuk membantu memetakan potensi dan daerah industry. Dengan demikian seorang pemangku JPT di bidang perdagangan dan perindustrian harus mampu pula mengakomodasi perkembangan teknologi informasi tersebut dengan mengarahkan penerapan sistem informasi industry. Hal tersebut diperkuat dengan hasil survey pada Grafik 6.1 di atas yang menunjukkan bahwa responden yang menyatakan kompetensi mengarahkan sistem informasi industry sangat relevan dengan kesiapan menghadapi AEC sebanyak 60%. Sisanya, sebanyak 30% responden menyatakan relevan dan 10% responden menyatakan tidak relevan. 9.
Membina Manajemen IKM Pada Grafik 6.1 di atas tampak bahwa 90% responden menyatakan bahwa kompetensi membina manajemen IKM harus
188
dimiliki oleh seorang Kepala Dinas bidang perindustrian dan perdagangan. Sebanyak 60% di antaranya menyatakan bahwa kompetensi
ini
sangat
relevan,
sedangkan
10%
responden
menyatakan tidak relevan. Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan kelompok industry yang memiliki peranan besar dalam dunia industry. Kelompok ini paling besar jumlahnya, sekaligus paling rentan dalam menghadapi persaingan bebas. Beberapa permasalahan yang dihadapi, seperti permodalan, kelembagaan, perlindungan usaha hingga pemasaran produk,
menunjukkan
pendampingan.
bahwa
Pemerintah
IKM
melalui
ini Dinas
masih
memerlukan
Perindustrian
dan
Perdagangan semestinya dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, Kepala Dinas sebagai pimpinan manajerial harus pula memiliki kompetensi teknis dalam hal pembinaan manajemen IKM sehingga perencanaan dan pengembangan IKM menjadi lebih terarah. 10. Membina Pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global Di era yang kian berjejaring seperti sekarang memungkinkan terciptanya rantai nilai dan jaringan produksi global. Oleh karena itu, untuk merespon dan memanfaatkan peluang tersebut membutuhkan jenis kompetensi yang relevan. Terkait dengan itu, sebagian besar responden berpendapat bahwa kompetensi yang terkait dengan pengetahuan tentang pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global sebagai kompetensi yang penting untuk dimiliki aparatur di bidang perindustrian dan perdagangan. Pada Grafik 6.1 di atas, hasil survey menunjukkan variasi pendapat responden memandang kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan rantai nilai global dan jaringan produksi global. Sebesar 40% responden menyatakan sangat relevan, 40% relevan, 10% cukup relevan, dan 10% tidak relevan.
189
11. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Industri Kompetensi dideskripsikan
mengarahkan sebagai
pemanfaatan
kemampuan
untuk
teknologi
industri
mengetahui
dan
mengarahkan pemanfaatan teknologi industry. Kompetensi teknis ini mencakup
kemampuan
untuk
memahami
berbagai
aspek
pengembangan, perbaikan, invensi dan inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode dan sistem yang diterapkan dalam kegiatan industri. Berdasarkan data kuesioner, kompetensi pengetahuan terhadap teknologi industri menurut pandangan responden sangat penting dimiliki oleh seorang JPT Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini terlihat dari 50% responden berpendapat kompetensi ini sangat relevan, 40 % mengatakan relevan, dan hanya 10% responden yang menyatakan tidak relevan. 12. Membina Perlindungan Konsumen Perdagangan bebas yang menjadi tumpuan AEC menjanjikan pasar dan basis produksi tunggal ASEAN. Pencabutan hambatan ekspor-impor (tarif dan non-tarif) memungkinkan intensitas arus keluar masuk barang-barang mengalami peningkatan. Implikasinya, hal ini membutuhkan kontrol dan pengawasan atas kualitas barangbarang yang masuk dan beredar di pasar domestik. Sebab, manakala barang-barang tersebut tidak memenuhi standar yang sudah ditentukan maka akan merugikan konsumen. Terkait persoalan ini, umumnya responden berpandangan bahwa pengetahuan perlindungan konsumen menjadi penting untuk dimasukkan ke dalam standar kompetensi ASN Pemda di dinas terkait. Sebagaimana tampak pada Grafik 6.1 di atas, sebanyak 50% responden
berpendapat
kompetensi
membina
perlindungan
konsumen merupakan kompetensi yang sangat relevan, 30% responden berpendapat relevan, 10% responden cukup relevan, dan 10% responden menyatakan tidak relevan. Jenis kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan memahami berbagai aspek terkait
190
perlindungan konsumen dan pengawasan produk beredar, serta mampu membina badan penyelesaian sengketa konsumen. 13. Mengendalikan Stabilisasi Harga Praktek perdagangan selalu rentan terhadap gejolak kenaikan harga barang dan jasa, baik itu yang ditimbulkan oleh faktor moneter seperti inflasi atau faktor non moneter. Pada titik ini, perlu upaya dan strategi yang cermat dan efektif untuk meminimalisir dampak buruk gejolak harga tersebut terhadap perdagangan melalui kebijakan stabilisasi harga. Oleh karena itu, menurut responden, menjadi penting bagi JPT di bidang perindustrian dan perdagangan untuk mempunyai kompetensi yang memadai terkait dengan mengetahui dan mengendalikan stabilisasi harga. Sebagaimana terlihat dalam Grafik 6.1 di atas, sebanyak 80% responden berpendapat bahwa kemampuan mengendalikan stabilitas harga barang atau jasa merupakan kompetensi yang sangat relevan dalam menghadapi AEC, 40% responden menyatakan relevan, 10% responden menyatakan tidak relevan, dan 10% menyatakan sangat tidak relevan. 14. Mengendalikan Manajemen Stok Grafik 6.1 atas menunjukkan bahwa 50% responden menyatakan kompetensi kesiapan
mengendalikan
menghadapi
MEA,
manajemen diikuti
stok
dengan
relevan 20%
dengan
responden
menyatakan sangat relevan dan cukup relevan, dan 10% responden menyatakan tidak relevan. Kompetensi ini merupakan kemampuan untuk mengetahui dan mengendalikan manajemen stok. Dalam menghadapi pasar bebas, arus perdagangan dalam negeri perlu dikendalikan agar stok produk tetap terjaga sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terus terpenuhi. 15. Mengkoordinasikan Fasilitasi Sarana Penunjang Perdagangan Kemampuan untuk memfasilitasi penyediaan sarana penunjang perdagangan juga merupakan kompetensi penting yang harus 191
dimiliki oleh aparatur Pemda di dinas terkait. Hal ini berdasarkan hasil survey yang menunjukkan bahwa umumnya responden menganggap kompetensi terkait pengetahuan fasilitasi sarana penunjang perdagangan ini sebagai kompetensi yang penting. Hasil survey menunjukkan 40 % responden berpendapat kompetensi tersebut sangat relevan, 40% responden berpendapat relevan, 10% responden berpendapat cukup relevan, dan 10% berpendapat tidak relevan. 16. Mengevaluasi Pemberian Izin Usaha Selain arus bebas barang dan jasa, pemberlakuan AEC juga akan membuka peluang investasi yang lebih besar. Dalam hal ini, pemerintah daerah perlu lebih cermat dalam pemberian izin maupun perluasan izin yang mungkin terjadi. Pada Grafik 6.1 di atas tampak bahwa 40% responden menyatakan kompetensi mengevaluasi pemberian izin usaha sangat relevan dengan kesiapan menghadapi AEC, diikuti dengan sebanyak 40% responden menyatakan relevan, 10% responden menyatakan sangat tidak relevan, dan 10% menyatakan sangat tidak relevan. 17. Membina dan Mengawasi Kemetrologian Dari hasil survey, responden juga memandang perlunya JPT di bidang
perindustrian
dan
perdagangan
untuk
mempunyai
kemampuan dalam membina dan mengawasi bidang kemetrologian. Hasil survey pada Grafik 6.1 atas menunjukkan bahwa 50% responden berpendapat bahwa kompetensi ini sangat relevan, 30% responden berpendapat relevan, dan 20% lainnya berpendapat tidak relevan. 18. Mengarahkan Promosi AEC menjanjikan pasar tunggal dengan basis produksi tunggal di kawasan Asia Tenggara. Selain tantangan, hal ini juga menawarkan peluang bagi produk-produk yang dihasilkan dan potensi daerah. Namun 192
demikian,
tentunya
untuk
meraih
peluang
tersebut
mensyaratkan strategi promosi yang efektif untuk membuka akses pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, utamanya di kawasan
ASEAN.
Untuk
mewujudkan
misi
ini,
hasil
survey
menunjukkan adanya kebutuhan kompetensi untuk mengarahkan promosi yang efektif. Dalam Grafik 6.1 di atas tampak bahwa 100% responden berpendapat bahwa kemampuan untuk mengarahkan promosi produk-produk yang dihasilkan dan potensi daerah tersebut sebagai kompetensi yang relevan, dengan varian 50% menyatakan sangat relevan dan 50% lainnya menyatakan relevan. 19. Mengarahkan Pemanfaatan Market Intelligence Kompetensi lain yang relevan dalam menghadapi MEA, menurut responden, adalah kemampuan dalam pengumpulan informasi yang terkait
dengan
peluang,
strategi
penetrasi
pasar,
serta
pengembangan pasar. Pada Grafik 6.1 di atas, hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden 50 % responden menyebut kompetensi yang terkait dengan pengetahuan market
intellegence ini sangat relevan, 30% responden menyatakan relevan, 10% responden menyatakan cukup relevan, dan 10 % lainnya berpendapat tidak relevan. 20. Mengevaluasi Insentif Perdagangan Pemberian insentif perdagangan menjadi salah satu isu penting dalam era perdagangan bebas seperti dalam konteks AEC. Hal ini antara
lain
untuk
memudahkan
para
pelaku
usaha
dalam
mengembangkan usahanya. Pemberian insentif tersebut perlu secara kontinyu dievaluasi kebermanfaatannya, apakah telah tepat sasaran dan efektif mendorong penguatan perdagangan. Oleh karena itu, responden memandang kompetensi dalam mengevaluasi insentif perdagangan ini sebagai hal yang penting untuk dikuasai JPT di bidang perindustrian dan perdagangan. Hasi survey, sebagaimana tampak dalam Grafik 6.1. di atas, menunjukkan 60% responden berpendapat bahwa kompetensi ini relevan, 30% responden
193
menyatakan sangat relevan, dan hanya 10% responden menyatakan tidak relevan. 21. Mengevaluasi Fasilitasi Ekspor Dan Impor Dalam konteks kerjasama perdagangan internasional seperti MEA, kegiatan ekspor dan impor sudah barang tentu bakal menjadi salah satu kegiatan utama. Terkait dengan hal ini, responden memandang perlunya JPT di bidang perindustrian dan perdagangan untuk memiliki kompetensi yang terkait dengan fasilitasi ekspor dan impor. Grafik 6.1 di atas menunjukkan sebagian besar responden (60%) berpendapat bahwa kemampuan memahami proses fasilitasi melalui pemberian berbagai kemudahan untuk menunjang pelaksanaan ekspor dan impor merupakan kompetensi yang “sangat relevan”, sedangkan sisanya berpendapat relevan (30%), dan tidak relevan (10%). 22. Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Informasi Grafik 6.1. di atas menyajikan data kuesioner yang menyatakan bahwa 60% responden menyatakan kompetensi mengarahkan pemanfaatan teknologi informasi sangat relevan dimiliki oleh JPT bidang perindustrian dan perdagangan dalam menghadapi AEC. Sisanya, sebanyak 30% menyatakan relevan dan 10% responden menyatakan tidak relevan. Teknologi informasi telah berkembang sangat pesat dan sangat membantu dalam membangun jejaring lintas batas wilayah. Sebagai aparatur di sector public, seorang JPT di bidang perindustrian dan perdagangan tentunya juga tidak dapat ketinggalan kemajuan ini. Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk membuka akses pasar dan meningkatkan pangsa pasar produk Indonesia.
194
BAB 7 IDENTIFIKASI KOMPETENSI TEKNIS
A. IDENTIFIKASI KOMPETENSI TEKNIS Berdasarkan pendekatan dalam mengidentifikasi kompetensi teknis sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, berikut ini akan diuraikan jenis-jenis kompetensi berbasis konsepsi, dokumen perencanaan, yaitu RPJMN dan pembagian urusan di bidang perdagangan dan perindustrian sebagai berikut. Tabel 7.1 Identifikasi Jenis Kompetensi Berbasis Konsepsi No 1
Konsepsi Dalam kerangka Competitive and memerlukan kapasitas negara yang bisa menghadapi kompetisi di tingkat regional/global, tetapi juga mampu membangun legitimasi internal di tingkat domestik
Usulan Jenis Kompetensi Kemampuan menyusun kebijakan untuk meningkatkan daya saing Kemampuan untuk menyusun kebijakan untuk membangun dan mengembangkan industri dalam negeri
Dalam model knowledge economy, ada tiga elemen yang diperlukan: (1) institusi untuk mendukung
Kemampuan inovasi Kemampuan
Representative
2
Government
melakukan
195
No
3
4
Konsepsi inovasi; (2) jaringan untuk mengembangkan dan mentransfer pengetahuan (ke dalam inovasi); serta (3) dukungan infrastruktur inovasi untuk mendorong perusahaan untuk berinovasi Dalam lanskap integrasi ekonomi regional diperlukan beberapa kapasitas: Pertama, kapasitas regulatory; Kedua, kapasitas pengetahuan, yakni kapasitas untuk merespons perubahanperubahan; Ketiga, kapasitas pemberdayaan stakeholders, yakni kapasitas untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan; da n Keempat, kapasitas negosiasi, yakni kapasitas untuk bisa berhubungan dengan kekuatan ekonomi lain. Konseptualisasi peran aparatur negara dalam menghadapi AEC juga bisa dilihat dalam memiliki mindset untuk thinking ahead, thinking again, dan thinking
across.
Usulan Jenis Kompetensi mengembangkan dan mentransfer pengetahuan
Kemampuan menyusun kebijakan Kemampuan merespon perubahan Kemampuan untuk fokus kepada pelanggan Kemampuan melakukan negosiasi
Kemampuan berpikir ke depan Kemampuan meninjau ulang kebijakan Kemampuan dan keterbukaan untuk belajar
Penyusunan standar kompetensi teknis ASN JPT di pemerintah daerah dapat diidentifikasi berdasarkan AEC Blueprint yang relevan di bidang perindustrian dan perdagangan sebagai berikut : Tabel 7.2. Identifikasi Jenis Kompetensi Berbasis AEC Blueprint No 1
196
Pilar ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas
Usulan Jenis Kompetensi Kemampuan memahami dan melaksanakan kebijakan perdagangan luar negeri
No 2
Pilar ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakkan dan e-commerce
Usulan Jenis Kompetensi Kemampuan memahami dan melaksanakan kebijakan peraturan kompetisi Kemampuan memahami dan melaksanakan kebijakan perlindungan konsumen Kemampuan memahami dan melaksanakan kebijakan hak atas kekayaan intelektual
3
ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN
Kemampuan memahami dan melaksakan kebijakan pengembangan UKM
4
ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global
Kemampuan memahami kebijakan jejaring produksi global
Penyusunan standar kompetensi teknis ASN JPT di pemerintah daerah di bidang peridustrian dan perdagangan dapat diidentifikasi berdasarkan RPJMN dan RPJMD sebagai berikut :
197
Tabel 7.3. Identifikasi Kompetensi Teknis Berbasis RPJMN 2014-2019 dan RPJMD di Beberapa Lokus Kajian No 1
Bidang Industri
Isu Strategis (1) Deindustrialisasi (2) Populasi dan Struktur Industri Lemah (3) Bahan mentah diekspor, sementara bahan setengah jadi diimpor. (4) Ketergantungan pada impor tinggi (5) Produktivitas Rendah (6) Industri Terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera
Usulan Jenis Kompetensi Mengetahui dan mampu menyusun kebijakan pembangunan Kawasan Industri Mengetahui dan mampu menyusun kebijakan pembangun Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) Mampu berkoordinasi dengan mengimplementasikan kebijakan
para
pemangku
dalam
Mampu menyusun kebijakan untuk mendorong investasi untuk industri pengolah sumber daya alam, baik hasil pertanian maupun hasil pertambangan (hilirisasi) Mampu menyusun kebijakan untuk mendorong investasi industri penghasil barang konsumsi kebutuhan dalam negeri, penghasil bahan baku, bahan setengah jadi, komponen dan sub-assembly Mampu menyusun kebijakan dalam memanfaatkan kesempatan dalam jaringan produksi global baik sebagai perusahaan subsidiary, contract manufacturer, maupun sebagai independent supplier (Integrasi ke Global Production Network). Mampu menyusunan kebijakan dalam pembinaan industri kecil dan menengah (Pembinaan IKM) agar dapat terintegrasi dengan rantai nilai industri pemegang merek (Original Equipment Manufacturer, OEM) di dalam negeri dan dapat menjadi basis penumbuhan
198
No
Bidang
Isu Strategis
Usulan Jenis Kompetensi populasi industri besar dan sedang. Mampu menyusun kebijakan dalam penguasaan Iptek / Inovasi Mampu menyusun penguasaan dan pelaksanaan pengembangan produk baru (New Product Development) oleh industri domestik.
2
Perdagangan DN (1)
(2) (3) (4) 3
Perdagangan LN
(1) (2) (3) (4) (5)
Masih terdapatnya kelangkaan stok dan disparitas harga bahan pokok yang tinggi Belum optimalnya aktivitas perdagangan dalam negeri Masih rendahnya minat masyarakat terhadap produk domestik Belum optimalnya upaya pelindungan konsumen besar ekspor merupakan komoditas Primer Masih rendahnya tingkat diversifikasi pasar tujuan ekspor Masih rendahnya daya saing ekspor jasa Meningkatnya hambatan non tarif Fasilitasi ekspor yang belum optimal
(1) Mampu menyusun kebijakan pembenahan sistem distribusi bahan pokok dan sistem logistik rantai pasok (2) Mampu menyusun kebijakan pembenahan iklim usaha perdagangan yang lebih kondusif (3) Mampu menyusun kebijakan perlindungan konsumen dan standardisasi produk lokal di pusat dan di daerah
Kemampuan diplomasi perdagangan Mampu menyusun kebijakan perwakilan dagang di luar negeri
dalam
meningkatkan
peran
Mampu memanfaatkan kerjasama perdagangan yang ada dan meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral Mampu meningkatkan peran perwakilan dagang di luar negeri Mampu menyusun kebijakan meningkatkan promosi ekspor Mampu menyusun kebijakan pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global yang menghasilkan barang dan jasa
199
No
Bidang
Isu Strategis
Usulan Jenis Kompetensi berorientasi ekspor Mampu menyusun kebijakan meningkatkan efektivitas market
intelligence Mampu meningkatkan kapasitas dan kemampuan calon eksportir dan eksportir pemula Mampu meningkatkan sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai produk potensial kepada seluruh produsen atau pelaku usaha potensial Mampu meningkatkan daya saing produk nasional Mampu menyusun kebijakan untuk meningkatkan efektivitas manajemen impor Mampu menyusun kebijakan untuk mengoptimalkan fasilitas safeguards dan pengamanan perdagangan lainnya
4
200
Kerjasama Ekonomi Internasional
Kerjasama Ekonomi Internasional (peningkatan kerjasama internasional baik di forum bilateral, regional, maupun multilateral)
Mampu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Free Trade Agreements (FTA) yang sudah dilakukan Mampu menyusun kebijakan dalam mengembangkan fasilitasi perdagangan yang lebih efektif Mampu merumuskan strategi diplomasi ekonomi nasional Mampu menyusun kriteria dalam menentukan prioritasi (seleksi) kerja sama ekonomi internasional Mampu melakukan pemantauan, kaji ulang, dan evaluasi terhadap perjanjian kerjasama ekonomi internasional
No
Bidang
Isu Strategis
Usulan Jenis Kompetensi Mampu meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintah, antara lembaga pemerintah dengan kalangan dunia usaha, akademisi, LSM, dan masyarakat dalam proses perumusan strategi diplomasi ekonomi, serta implementasi dan pemanfaatan kerja sama ekonomi internasional yang telah disepakati. Mampu melakukan identifikasi kepentingan nasional untuk diperjuangkan dalam forum kerja sama ekonomi internasional, baik dalam forum bilateral, regional, maupun multilateral Mampu menyusun road map kerangka kerja sama ekonomi maritim dalam rangka mendukung pembangunan, pengelolaan, dan pemanfaatan wilayah maritim Indonesia yang lebih baik.
201
Penyusunan standar kompetensi teknis ASN JPT di pemerintah daerah, juga memperhatikan pembagian urusan di bidang perdagangan dan perindustrian sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sebagai berikut : Tabel 7.4. Identifikasi Jenis Kompetensi Teknis Berbasis Pembagian Urusan Perdagangan dan Perindustrian No
Sub Urusan
1 a.
Perdagangan Perizinan dan Pendaftaran Perusahaan
Kewenangan Provinsi
Usulan Jenis Kompetensi
1. Penertiban surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol toko bebas bea dan rekomendasi penerbitan SIUP-MB bagi distributor.
Kemampuan menyusun kebijakan pelayanan perizinan
2. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbaya dan pengawasan distribusi, pengemasan pelabelan bahan berbahaya di tingkat Daerah provinsi. 3. Rekomendasi untuk penerbitan PGAPT SPPGRAP.
dan
4. Penerbitan surat keterangan asal bagi Daerah provinsi yang telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal). 5. Penerbitan angka pengenal importir (API).
202
No b. c.
d.
Sub Urusan Sarana Distribusi Perdagangan Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
Pengembangan Ekspor
Kewenangan Provinsi
Usulan Jenis Kompetensi
Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi regional dan pusat distribusi provinsi.
Kemampuan membuat kebijakan pengelolaan sarana perdagangan
1. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting di tingkat Daerah provinsi. 2. Pemantauan harga, informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting di tingkat pasar provinsi. 3. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangan pokok yang dampaknya beberapa Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. 4. Pengawasan pupuk dan pestistida tingkat Daerah provinsi dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya.
Kemampuan menyusun kebijakan stabilisasi harga
1. Penyelenggaraan promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
Kemampuan menyusun kebijakan pengembangan ekspor
2. Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional (lintas Daerah provinsi).
203
No
Sub Urusan
e.
Standardisasi Perlindungan Konsumen
2. a.
Perindustrian
b.
Perizinan
c.
204
dan
Perencanaan Pembangunan Industri
Sistem Informasi Industri Nasional
Kewenangan Provinsi
Usulan Jenis Kompetensi
Pelaksanaan perlindungan konsumen, pengujian mutu barang, dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa di seluruh Daerah kabupaten/kota.
Kemampuan menyusun kebijakan standarisasi dan perlindungan konsumen
Penetapan rencana pembangunan industri provinsi.
Kemampuan menyusun kebijakan perencanaan pembangunan industri Kemampuan menyusun kebijakan perizinan
1.
Penerbitan IUI Besar.
2. 3.
Penerbitan IPUI bagi industri besar. Penerbitan IUKI dan IPKI yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
Penyampaian laporan informasi industri untuk: -
IUI Besar dan Izin perluasannya; dan IUKI dan IPKI yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota.
Kemampuan menyusun kebijakan sistem perizinan industri nasional
B. JENIS KOMPETENSI TEKNIS
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, berikut ini disampaikan beberapa jenis kompetensi bagi Aparatur Sipil Negara khususnya Jabatan Pimpinan Tinggi bidang perindustrian dan perdagangan di Pemerintah Daerah dalam menghadapi AEC, yaitu : Tabel 7.5. Jenis Kompetensi Teknis No
Jenis Kompetensi
Deskripsi
1.
Menyusun kebijakan di bidang perdagangan dan Mengetahui dan mampu menyusun perindustrian perdagangan dan perindustrian
2.
Menkoordinaskan perdagangan dalam negeri
Mengetahui dan mampu mengkoordinasikan berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang atau jasa dalam negeri,
3.
Mengkoordinasikan perdagangan luar negeri
Mengetahui dan mampu mengkoordinasikan berbagai aspek terkait dengan perdagangan barang dan jasa luar negeri.
4.
Merumuskan sasaran pengembangan industri
pembangunan
kebijakan di bidang
dan Mengetahui dan mampu merumuskan sasaran pembangunan dan pengembangan industry
205
No
Jenis Kompetensi
Deskripsi
Bidang Industri
206
5.
Mengarahkan Desain Produk Industri
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan desain produk industri baik dalam perancangan, perencanaan, dan pembuatan produk industri.
6.
Mengarahkan Standarisasi Produk Industri
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan produk industri dengan mempertimbangkan aspek daya saing dan perlindungan konsumen.
7.
Mengarahkan Hak Kekayaan Intelektual
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan hak kekayaan intelektual
8.
Mengarahkan Sistem Informasi Industri
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan penerapan sistem informasi industri.
9.
Membina Manajemen IKM
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan manajemen IKM baik dalam hal pembiayaan, penciptaan nilai tambah, jangkauan pasar, penguatan kelembagaan usaha, dan perlindungan usaha, serta menumbuhkan semangat kewirausahaan.
10.
Membina Pemanfaatan Rantai Nilai Jaringan Produksi Global
Global dan Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan pemanfaatan rantai nilai global dan jaringan produksi global.
No 11.
Jenis Kompetensi
Deskripsi
Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Industri
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan pemanfaatan teknologi industri .
Bidang Perdagangan Dalam Negeri 12.
Membina Perlindungan Konsumen
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan perlindungan konsumen dan pengawasan produk yang beredar.
13.
Mengendalikan Stabilisasi Harga
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan stabilitas harga barang atau jasa
14.
Mengendalikan Manajemen Stok
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan persediaan pendistribusian barang-barang kebutuhan pokok
15.
Mengkoordinasikan Perdagangan
16.
Mengevaluasi Pemberian Izin Usaha
Fasilitasi
Sarana
dan
Penunjang Mengetahui dan mampu mengkoordinasikan penyediaan sarana penunjang perdagangan Mengetahui dan mampu mengevaluasi pemberian izin usaha
Bidang Perdagangan Luar Negeri 17.
Mengarahkan Promosi
Mengetahui dan mampu mengarahkan kebijakan promosi produkproduk yang dihasilkan
207
No
208
Jenis Kompetensi
Deskripsi
18.
Mengarahkan Pemanfaatkan Market Intellegence
Mengetahui dan mampu memanfaatkan penetrasi pasar dan pengembangan pasar
market intellegence
19.
Mengevaluasi Insentif Perdagangan
Mengetahui dan perdagangan
kebijakan
20.
Mengevaluasi Fasilitasi Ekspor dan Impor
Mengetahui dan mampu mengevaluasi kebijakan fasilitasi ekspor dan impor
21.
Mengarahkan Pemanfaatan Teknologi Informasi
Mengetahui dan mampu memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka membuka akses pasar dan meningkatkan pangsa pasar produk Indonesia
mampu
mengevaluasi
insentif
BAB 8
PENUTUP Pada
bagian
penutup
ini,
akan
disampaikan
kesimpulan,
rekomendasi dan rencana aksi sebagai tindak lanjut dari kajian penyusunan standar kompetensi teknis dalam menghadapi AEC.
A. KESIMPULAN
1.
Dalam
konteks
AEC,
aparatur
memerlukan
penyesuaian-
penyesuaian kapasitas untuk menghadapi tantangan baru yang akan muncul di lingkungan ASEAN. Penyesuaian tersebut antara lain terkait dengan liberalisasi di sektor perdagangan dan jasa yang membuat pemerintah tidak hanya harus mereposisi kebijakankebijakan ekonominya, tetapi juga memastikan semua komponen aparatur siap dengan perubahan struktural ini. 2.
Aparatur Sipil Negara dihadapkan pada beberapa permasalahan strategis di bidang perindustrian, antara lain deindustrialisasi, populasi dan struktur industri lemah, bahan mentah diekspor, sementara bahan setengah jadi diimpor, ketergantungan pada impor tinggi serta
produktivitas rendah. Selain itu juga sejumlah
permasalahan perdagangan dalam negeri masih terjadi, antara lain masih terdapatnya kelangkaan stok dan disparitas harga bahan
209
pokok yang tinggi, belum optimalnya aktivitas perdagangan dalam negeri, masih rendahnya minat masyarakat terhadap produk domestik, dan belum optimalnya upaya pelindungan konsumen, serta permasalahan luar negeri peningkatan kerjasama internasional baik di forum bilateral, regional, maupun multilateral. 3.
Langkah maju dalam reformasi birokrasi telah dilakukan oleh pemerintah, yakni dengan disahkan
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Tidak berlebihan, lahirnya UU tersebut merupakan tonggak keberhasilan reformasi dan
juga
lahirnya
Aparatur
Sipil
Negara
yang
berbasis
profesionalisme dan kompetensi serta memenuhi kualifikasi dalam menjalankan jabatannya. UU tersebut mengatur bahwa Aparatur Sipil
Negara
harus
memiliki
kompetensi
yang
mencakup
kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural. Sejalan dengan implementasi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, dalam konteks AEC diperlukan penyusunan standar kompetensi Aparatur Sipil Negara, khususnya kompetensi teknis bagi Aparatur Sipil Negara Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintah Daerah dalam menghadapi liberalisasi di sektor perdagangan, baik perdagangan dalam maupun luar negeri, serta peningkatan daya saing sektor perindustrian.
B. REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI 1.
Membangun kepedulian dan kesiapan pemerintah (Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian) dan pemda dalam menghadapi AEC dengan rencana aksi : Aspek kebijakan, merancang dan mengintegrasikan isu AEC dalam kebijakan agar mampu meminimalisir resiko-resiko yang muncul Aspek kelembagaan, membangun sinergi dan aksi kolaboratif antara pemerintah dan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dunia usaha dalam menghadapi AEC
210
Aspek SDM, sosialisasi AEC kepada ASN untuk membangun kepedulian dan kesiapan ASN dalam menghadapi AEC. 2.
Penyusunan standar kompetensi
yang bersifat spesifik, dengan
rencana aksi : Identifikasi potensi daerah, penyusunan standar kompetensi seharusnya didasarkan potensi daerah masing-masing Identifikasi
geo
spasial,
penyusunan
standar
kompetensi
mencakup pengetahuan tentang tata ruang dan kewilayahan masing-masing daerah Dokumen
Perencanaan,
penyusunan
standar
kompetensi
didasarkan pada RPJMN, RPJMD dan Renstra. 3.
Integrasi standar kompetensi dengan manajemen ASN, dengan rencana aksi : Melakukan integrasi standar kompetensi dengan Promosi Melakukan integrasi standar kompetensi dengan Rotasi Melakukan integrasi standar kompetensi dengan Pelatihan dan Pengembangan Melakukan integrasi standar kompetensi dengan Evaluasi kinerja.
4.
Penyusunan kebijakan standar kompetensi, dengan rencana aksi : Penyusunan kebijakan standar kompetensi oleh pemerintah daerah Kebijakan tersebut dijadikan acuan dalam bagi pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan manajemen ASN di pemerintah daerah.
5.
Melaksanakan dan melakukan evaluasi terhadap standar kompetensi, dengan rencana aksi Pelaksanaan standar kompetensi yang telah disusun Melakukan evaluasi terhadap standar kompetensi.
6.
Penyesuaian standar kompetensi dengan target-target kinerja dalam RPJMN/D, dengan rencana aksi : Mengidentifikasi isu-isu strategik, sasaran, arah kebijakan dan strategi sebagaimana diatur dalam dokumen RPJMN dan RPJMD
211
Melakukan
evaluasi
mempertimbangkan
terhadap
standar
target-target
kompetensi
kinerja
dalam
dengan dokumen
perencanaan. 7.
Melakukan tindak lanjut kajian dengan mengidentifikasi standar kompetensi teknis negara-negara ASEAN lainnya, dengan rencana aksi : Melakukan tindak lanjut kegiatan dengan mengidentifikasi standar kompetensi beberapa negara ASEAN lainnya dengan menjalin kemitraan dengan Sekretariat ASEAN Memetakan kompetensi ASN di beberapa negara ASEAN dalam menghadapi AEC.
212
REFERENSI Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010-2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2018 Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Rencana Strategis Provinsi Kepulauan Riau Rencana Strategis Provinsi Jawa Timur Rencana Strategis Provinsi Sulawesi Utara Rencana Strategis Provinsi Nusa Tenggara Barat Buku : Abonyi, G. & Van Slyke, D. M. (2010). Governing On The Edges: Globalization
Of Production And The Challenge To Public
Administration In The Twenty First Century. Public Administration
Review. 70 (1): 33-45. ASEAN. (2007). Blueprint of ASEAN Economic Community. Jakarta: ASEAN Secretariat. Bretton, A. (2007). The Economic Theory of Representative Government. Transaction Publishers. 213
Bowornwathana, B. (2009). The Need To Build Administrative Capacity In The Age Of Rapid Globalization: A “Modest” Prescription Or A Major Blueprint?.Public Administration Review, 69 (6), 1031-1033. Hameiri, S. (2007). Failed States Or A Failed Paradigm? State Capacity And The Limits Of Institutionalism. Journal Of International
Relations And Development,10 (2), 122-149. ____________ (2010). Regulating Statehood: State Building and the Transformation of the Global Order. Basingstoke, UK: Palgrave Macmillan. Irawati, D., & Rutten, R. (Eds.). (2013). Emerging Knowledge Economies
in Asia: Current Trends in ASEAN 5: Current Trends In ASEAN-5. London And New York: Routledge. Kasali, R. (2014). Agility: Bukan Singa Yang Mengembik. Jakarta: Gramedia. Neo, B. S & Chen, G. ( 2007). Dynamic Governance: Embedding
Culture, Capabilities And Change In Singapore. Singapore: World Scientific. Nesadurai,
H.
E.
(2003). Globalisation,
Domestic
Politics
and
Regionalism. London: Routledge. ______________________. (2013). “ASEAN/East Asia and Global Economic Governance: Reasserting the State as Market Actor” Studia
Diplomatica [P], 66 (1), 51-70. Permana, P., Sulistyastuti, D. R. and Rachman, N.A. (2014). “Gearing Up for ASEAN Economic Community: Small and Medium Enterprises‟ Responses and Preparedness to Regional Market Integration”.
Working Paper No. 1, ASEAN Studies Center, Universitas Gadjah Mada. Pusat Studi ASEAN UGM. (2015). Strategi Pengembangan Kapasitas
Aparatur Dalam Konteksi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Universitas Gadjah Mada. Sarundajang, S.H. (2011). Sulawesi Utara Menuju Pintu Gerbang
Indonesia di Asia Pasifik. Jakarta: Kata Hasta Pustaka. Wijoyo, Suparto & Rijadi, Prasetijo. (2015). Pakde Karwo: Pintu Gerbang MEA 2015 Harus Dibuka. Jakarta: Prenadamedia Group.
214
PUSAT KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jalan Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110 Gedub B Lantai 3 Telp : (021) 3868201-05 Ext. 112-116 Fax : (021) 3866857 Email :
[email protected] Web : dkk.lan.go.id
215