BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN
A. Perjanjian Kredit Perbankan 1.
Pengertian Perjanjian Kredit Perbankan Pinjam meminjam uang dalam kegiatan perbankan di Indonesia disebut
kredit.Salah satu kegiatan usaha yang pokok bagi bank konvensional adalah berupa pemberian kredit dan dikenal dengan sebutan kredit perbankan. 8Dalam istilah umum, kredit perbankan hampir dipersamakan dengan utang piutang pada umumnya.Namun senyatanya dalam kaidah hukum perdata, antara utang dan kredit merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda dan memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda pula. 9 Utang piutang pada umumnya disebut dengan pinjam habis pakai atau dengan istilah verbuikleen dalam bahasa Belanda yang kemudian diartikan lanjut sebagai pinjam mengganti. Menurut hukum perdata, pinjam mengganti adalah dimana salah satu pihak melepaskan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain yang menghabiskannya apabila dipakai dengan janji bahwa dikemudian hari uang atau barang tersebut dikembalikan dalam jumlah yang sama.Berbeda dengan kredit, yaitu kredit berasal dari kata creditusyangberarti “kepercayaan”, merupakan bentuk past principle dari kata credere yang berarti “to trust” (kepercayaan). 10
8
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2015, Hal 73 9 Badriah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010, Hal 1 10 Neni Sri Imaniati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, Hal.138
15
Universitas Sumatera Utara
16
Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dalam penundaan pembayaran, baik penundaan hutang piutang maupun penundaan jual beli. Debitur tidak wajib membayar utangnya secara langsung atau tunai, melainkan ia diberikan kepercayaan oleh undang – undang dalam kepercayaan oleh undang – undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Dengan demikian maka perkreditan memiliki unsur utama kepercayaan walaupun kredit itu sendiri bukan hanya sekedar kepercayaan. Makna kepercayaan di sini mengandung arti, yaitu : pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. 11 Pengertian Kredit menurut Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut sebagai UU Perbankan) Pasal 1 angka (11) : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang menjanjikan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Kegiatan pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank, sementara pakar mengatakan bahwa fungsi awal bankadalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana
kepada masyarakat. Penyaluran dana pada umumnya dilakukan dalam bentuk pemberian kredit.
11
Ibid, Hal 138
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam pelaksanaan pemberian kredit perbankan tersebut biasanya dikaitkan dengan berbagai persyaratan, antara lain mengenai jumlah maksimal kredit, jangka waktu kredit, tujuan penggunaan kredit, suku bunga kredit, cara penarikan dana kredit, jadwal pelunasan kredit, dan jaminan kredit. Dalam melayani anggota masyarakat yang memerlukan dana bank, masing – masing bank mempunyai berbagai pembayaran kredit tersendiri sesuai dengan kebijakannya. Pembayaran kredit yang ditawarkan bank kepada masyarakat memuat persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh kredit yang diatur dalam pembayaran kredit tersebut. 12
2.
Prinsip Dan Aspek Perjanjian Kredit Bank Literatur – literatur yang menelaah tentang perjanjian kredit, pada
umumnya dibahas secara detail tentang prinsip – prinsip perjanjian kredit.Prinsip perjanjian kredit diuraikan secara garis besar, yaitu terdiri dari: a.
Prinsip Kepercayaan Kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit mestilah diikuti oleh kepercayaan, yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitursekaligus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya. 13
b.
Prinsip 5-C Prinsip ini dikenal dalam dunia perbankan di dunia, yaitu singkatan dari character, capacity, capital, condition of economy, dan collateral.Character adalah watak/kepribadian calon debitur yang
12 13
M. Bahsan, Loc.Cit Neni Sri Imaniati, Op.Cit, Hal 143
Universitas Sumatera Utara
18
harus
menjadi
perhatian
bank
sebelum
perjanjian
kredit
ditandatangani.Capacity adalah kemampuan calon debitur sehingga diprediksi kemampuannya untuk melunasi utangnya. Capital adalah permodalan dari suatu debitur yang harus diketahui oleh seorang calon kreditur karena kemampuan permodalan dan keuntungan dari debitur mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit.Condition of economy adalah suatu kondisi perekonomian baik secara micro maupun secara macro yang harus dianalisis sebelum kredit diberikan terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. Collateral atau agunan merupakan the last resort bagi kreditur, akan tetapi tidak diragukan lagi betapa pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian kredit. Agunan akan direalisasi atau dieksekusi jika suatu kredit benar – benar dalam keadaan macet. 14 c.
Prinsip 7-P Dalam prektik perbankan dikenal pula prinsip 5-P yang harus diperhatikan oleh bank dalam penyaluran kredit, yaitu prinsip party, purpose,
payment,
profitability,protection,
personality,
danprospect.Prinsip party atau para pihak, merupakan titik sentral yang harus diperhatikan dalam setiap pemberian kredit menyangkut karakternya, kemampuan dan sebagainya. Payment atau pembayaran, masalah pembayaran kembali kredit yang sudah diberikan dalam keadaan lancar merupakan hal yang sangat diharapkan bank, oleh karena itu harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari
14
Badriah Harun, Op.Cit, Hal. 12
Universitas Sumatera Utara
19
calon debitur cukup aman dan tersedia sehingga mencukupi untuk membayar kredit.Profitability, yaitu penilaian terhadap kemampuan calon
debitur
untuk
memperoleh
keuntungan
dalam
usahanya.Protection atau perlindungan, yaitu perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan dari jaminan pribadi pemilik perusahaan.Personality atau kepribadian nasabah berdasarkan tingkah laku dan kepribadian nasabah sehari – hari maupun masa lalunya, termasuk juga emosi, sikap dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.Prospect atau nilai usaha nasabah di masa yang akan datang, menguntungkan atau tidak. Apabila tidak terdapat prospek pada usaha yang dibiayai kredit, maka bukan hanya bank yang akan menghadapi risiko kesulitan mengadakan tagihan, tetapi juga nasabah yang menjalankan usahanya akan kesulitan dalam membayar tagihannya. 15 d.
Prinsip 3-R Prinsip 3-R, yaitu return, repayment, risk bearing ability. Return yaitu hasil yang akan diperoleh debitur, artinya perolehan tersebut dapat memberikan manfaat dan mampu mengembalikan kredit beserta bunga, ongkos disamping membayar keperluan perusahaan yang lain. Repayment,yaitu kemampuan bayar dari pihak debitur. Hal yang perlu diperhatikan
adalah
kemampuan
bayar
yang
sesuai
jadwal
pembayaran kembali dari kredit yang diberikan.Risk bearing ability atau kemampuan menanggung resiko, yaitu kemampuan debitur untuk
15
Ibid. Hal 13
Universitas Sumatera Utara
20
menanggung resiko dalam hal – hal diluar antisipasi kedua belah pihak yang menyebabkan kredit macet. 16 e.
Prinsip Kehati – hatian Untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati – hatian. Prinsip kehati – hatian ini adalah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit, dan sebagai suatu perwujudan dari prinsip prudent banking bagi seluruh kegiatan perbankan.Untuk mewujudkan prinsip ini dalam pemberian kredit berbagai usaha pengawasan dilakukan baik pengawasan internal (dalam bank itu sendiri) maupun eksternal (pihak luar). Untuk itulah Bank Indonesia mengeluarkan berbagai macam ketentuan antara lain mengenai batas maksimun pemberian kredit (legal landing limit) 17
Disamping pemberian kredit harus berdasar pada prinsip pemberian kredit, bank juga mengadakan penilaian berdasarkan aspek aspek tertentu dalam memberikan kredit kepada nasabahnya. 18 Aspek – aspek tersebut antara lain : 1. Aspek Hukum Bank harus mencermati dan mengamati legalitas badan usaha terkait dengan izin, akta pendirian usaha, pemilik usaha serta modal yang ada sebagai jaminan apabila seseorang atau badan usaha tersebut dinyatakan insolven atau tidak mampu membayar. 16
Ibid. Hal 14 Neni Sri Imaniati, Loc.Cit 18 Badriah Harun, Op.Cit, Hal. 16-17 17
Universitas Sumatera Utara
21
2. Aspek Pemasaran Aspek pemasaran dapat dilihat dari peerkembangan usaha secara periodik.Penilaian pemasaran sangat penting guna menentukan prospek kedepan. 3. Aspek Keuangan Bank menilai aspek ini berdasarkan sumber daya dana yang dimiliki oleh nasabah. Berdasarkan sumber – sumber tersebut, bank dapat memastikan bahwa kredit yang diberikan akan dapat tepat pada waktunya. 4. Aspek Operasional Aspek operasional perusahaan antara lain mesin – mesin produksi yang digunakan, desain ruang, apakah usaha tersebut masih layak beroperasi sehingga patut diberikan kredit, bank melihat dari alat – alat penunjang usahanya. 5. Aspek Managemen Bank dapat melihat sebuah perusahaan memiliki prospek atau tidak berdasarkan manajemen perusahaan dalam menjalankan usahanya. Bila manajemennya buruk, maka besar kemungkinan modal yang diberikan akan menjadi sia – sia sehingga tidak sesuai dengan prospek yang diharapkan oleh para pihak. 6. Aspek Sosial Ekonomi Aspek sosial ekonimi merupakan gambaran analisis pemberian kredit apabila kredit tersebut diberikan. 7. Aspek AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
Universitas Sumatera Utara
22
Dewasa ini dunia sedang berkonsentrasi terhadap isu yang berbasis ekologi yang menyelamatkan dunia dari pemanasan global. Isu tersebut menganggap bahwa sebagian pencemar lingkungan adalah industri yang memiliki dampak yang besar dan penting terhadap lingkungan, sehingga salah satu cara yang dianggap dapat mencegah kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh industri adalah menerapkan strategi kebijakan dari pemerintah dengan memudahkan pemberian kredit terhadap produk bersih serta melarang pemberian kredit perbankan terhadap industri yang “hitam”. Kebijakan tersebut terdapat pada bagian umum penjelasan UU Perbankan, dinyatakan bahwa: “Prinsip kehati – hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana, termasuk didalamnya peningkatan peranan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan berskala besar dan atau beresiko tinggi.”
B. Landasan Hukum Dan Perspektif Di Dalam KUH Perdata Mengenai Perjanjian Kredit Perbankan Sumber hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang lazim dikemukakan dalam pembahasan tata hukum Indonesia, salah satu diantaranya adalah peraturan perundang – undangan.Peraturan perundang – undangan yang berlaku saat ini sangat banyak jumlahnya dan terdiri dari beberapa bentuk dan tingkatan.Bentuk dan tingkatannya adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan tata urutan peraturan perundang – undangan yang ditetapkan oleh undang – undang yang berlaku.Disamping berbentuk undang – undang, juga
Universitas Sumatera Utara
23
bannyak yang berbentuk peraturan pelaksanaan yang kedudukannya dibawah undang – undang. 19 Diantara peraturan perundang – undangan yang berlaku tersebut terdapat pula yang mengatur atau yang berkaitan dengan penjaminan utang yang selanjutnya sering disebut sebagai hukum jaminan.Hukum jaminan terdapat di dalam KUH Perdata, KUH Dagang, dan beberapa Undang – Undang tersendiri yang ditetapkan secara terpisah. Mariam Darus Badzulzamanmenyatakan bahwa landasan perkreditan yang tercantum dalam Undang – Undang Pokok Perbankan terdiri dari landasan idiil, landasan konstitusional, dan landasan politis. 20 Landasan idiil adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang berdasarkan pada Pancasila yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Sedangkan landasan konstitusional Undang – Undang Perbankan Tahun 1967 ialah Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 yang menurutnya mengandung ajaran demokrasi ekonomi. 21 Mariam Darus Badrulzamanmenyatakan dalam menganalisis landasan hukum perkreditan berdasarkan Undang - Undang Pokok Perbankan 1967 dihubungkan dengan perjanjian pinjam mengganti yang tercantum dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Dengan landasan yuridis yang telah dipaparkan, beliau
19
M. Bahsan, Op.Cit, Hal 7 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, Hal. 56 21 Neni Sri Imaniati, Op.Cit, Hal. 139 20
Universitas Sumatera Utara
24
menyimpulkan bahwa perkreditan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Pokok Perkreditan tahun 1967 bukan ketentuan – ketentuan perjanjian pinjam mengganti menurut KUH Perdata. 22 Inventarisasi aturan perjanjian kredit yang dilakukan Mariam Darus Badrulzaman,yaitu 23 : 1.
KUH Perdata Bab XII, mengenai Perjanjian pinjam meminjam uang.
2.
Undang – Undang Perbankan Nomor 7 Tahun1992 (Undang - Undang Perbankan): a.
Pasal 1 Angka 12 tentang Perjanjian Kredit.
b.
Perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan – tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
c.
Perjanjian
kartu
kredit,
yaitu
perjanjian
dagang
dengan
mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit. d.
Perjanjian sewa guna usaha,yaitu perjanjian sewa – menyewa barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual beli.
3.
Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang Perizinan Kegiatan Usaha
22
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, Hal. 109 Ibid
23
Universitas Sumatera Utara
25
Sewa Beli (Hire Purcase) Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (renting)) Indonesia yang menganut sistem Hukum Eropa Kontinental, kedudukan Undang – Undang sebagai hukum sangat penting.Maka harus diurutkan kepada sumber peraturan yang tertinggi yaitu Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, TAP MPR, Undang – Undang, dan peraturan pelaksaan lainnya. Munir Fuadyjugamenyatakan dasar – dasar hukum perjanjian kredit bank sebagai berikut 24 : 1.
Perjanjian diantara para pihak; Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi yang membuatnya. Maka dengan ketentuannya sama dengan kekuatan undang – undang. Demikian pula dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh satu perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.
2.
Undang – Undang tentang perbankan; Di Indonesia Undang – Undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 Jo. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3.
Peraturan Pelaksanaan dari Undang – Undang; Peraturan perundang – undangan seperti ini cukup banyak. Hal ini diakibatkan oleh karena suatu karakter yuridis dari bisnis perbankan yakni bidang bisnis yang sarat dengan peraturan dan petunjuk
24
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996,
Hal. 9
Universitas Sumatera Utara
26
pelaksanaan (heaviy regulated bussines). Di antara peraturan perundang – undangan yang mengatur juga tentang perkreditan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
4.
a.
Peraturan Pemerintah;
b.
Peraturan Perundang – Undangan oleh Menteri Keuangan;
c.
Peraturan Perundang – Undangan oleh Bank Indonesia;
d.
Peraturan Perundang – Undangan lainnya.
Yurisprudensi; Disamping peraturan perundang – undangan yang telah disepakati sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum.
5.
Kebiasaan perbankan; Dalam ilmu hukum, kebiasaan juga dapat menjadi suatu sumber hukum.Demikian pula dalam bidang perkreditan, kebiasaan dalam praktik perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya. Memang banyak hal yang telah sering dilaksanakan akan tetapi belum terdapat aturan yang mengaturnya di dalam perundang – undangan, namun hal tersebut diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Menurut Undang – Undang Perbankan Nomor 10 Tanhun 1998, bank bahkan dapat melakukan kegiatan lain dari yang telah diperincikan di dalam Pasal 6, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan (vide Pasal 6 huruf n)
Universitas Sumatera Utara
27
6.
Peraturan perundang – undangan terkait lainnya. Dalam pemberian kredit bank seringkali terkait dengan beberapa peraturan perundang – undangan, sebagai contoh karna kredit pada hakikatnya suatu wujud perjanjian, maka akan terkait buku ketiga KUH Perdata tentang Perikatan. Demikian halnya dengan ketentuan mengenai hipotik atau hak tanggungan yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, UUHT, HIR tentang eksekusi hipotik, KUH Acara Perdata dan lain – lain.
Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur hal – hal yang berkaitan dengan penjaminan yang terdapat dalam hukum positif Indonesia.Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang – undangan yang sepenuhnya mengatur tentang hal – hal yang berkaitan dengan penjaminan utang. Materi peraturan perundang – undangan tersebut memuat ketentuan – ketantuan yang secara khusus mengatur tentang hal – hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip – prinsip hukum jaminan, lembaga – lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dan KUH Dagang mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang. Disamping itu terdapat pula undang – undang tersendiri yaitu UUHT dan Undang - Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut sebagai UU Fidusia) yang masing – masing mengatur tentang lembaga jaminan dalam rangka penjaminan utang.
Universitas Sumatera Utara
28
Prinsip – prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan – ketentuan KUH Perdata adalah sebagai berikut. 25 1. Kedudukan harta pihak peminjam Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan (tanggungan atas utangnya. Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya dikemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan.Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi perjanjian, disebut dengan isi
25
M. Bahsan,Op.Cit, Hal 9
Universitas Sumatera Utara
29
naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang naturalia merupakan klausul fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila dicantumkan, tidak menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku. Dengan memprihatinkan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit. 2. Kedudukan pihak pemberi pinjaman Bagaimana kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulakan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing – masing dan yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang – undangan. Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi – bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing – masing, kecuali apabila diantara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Dalam praktik perbankan pihak pemberi pinjaman
Universitas Sumatera Utara
30
disebut kreditor dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau debitur. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir ketentuan dari peraturan perundang – undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang diterapkan oleh Pasal 1133 KUH Perdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek. Kedudukan sebagai kreditur yang mempunyai hak didahulukan juga ditetapkan juga ditetapkan oleh ketentuan UUHT dan UU Fidusia.Pemegang hak tanggungan dan pemegang jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pelunasan piutangnya dari hasil pencairan jaminan utang yang diikat dengan hak tanggungan atau jaminan fidusia. 3. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi pinjaman. Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang apabila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUH Perdata tentang gadai, Pasal 1178 KUH Perdata tentang Hipotek. Larangan yang sama terdapat pula dalam ketentuan peraturan perundang – undangan lain, yaitu pada Pasal 12 UUHT, Pasal 33 UU Fidusia.
Universitas Sumatera Utara
31
Larangan bagi pihak pemberi jaminan untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan – ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi jaminan lainnya, terutama bila objek jaminan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang secara serta – merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan – ketentuan seperti tersebut diatas tentunya akan dapat mencegah tindakan sewenang – wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak peminjam.
C. Klausul Perjanjian Kredit Perbankan Perjanjian kredit pada umumnya harus memenuhi presyaratan sahnya perjanjian yang diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian, kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian, dan adanya objek tertentu, serta adanya suatu sebab yang halal. Syarat – syarat tersebut merupakan syarat essensial dari suatu perjanjian, yang artinya tanpa keempat syarat tersebut perjanjian dianggap tidak pernah ada. Pelaksanaan penyaluran kredit bank dilakukan dengan melalui beberapa tahapan.Tahapan – tahapan tersebut, yaitu tahap analisis kredit pemutusan pemberiannya, tahap pembuatan perjanjian kredit, tahap pemantauan kredit dan
Universitas Sumatera Utara
32
tahap penyelamatan dan penagiha/penyelesaian kredit.Keempat tahap tersebut dalam istilah perbankan dinamakan credit management. Dasar hukum pembuatan perjanjian kredit terdapat dalam Pasal 1 angka 12 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tantang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan Tahun 1992), yaitu bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dan pihak lain.Kata persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam didalam definisi atau pengertian kredit sebagaimana maksud diatas mempunyai bebrapa maksud, bahwa pembentuk undang –undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual anatara bank dan nasabah debitur yang membentuk pinjam – meminjam. Dengan demikian bagi hubungan kredit bank berlaku buku ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan bab ketiga belas tentang pinjam – meminjam KUHPerdata pada khususnya. 26 Mengenai isi perjanjian kredit bank yang ada pada saat ini masih berbeda beda antara satu bank dengan bank lainnya. Namun pada dasarnya prototipe suatu perjanjian kredit harus memenuhi 6 syarat minimal, yaitu 1. Jumlah hutang 2. Besar bunga 3. Waktu pelunasan 4. Cara pembayaran 5. Klausul opeisbearheid, dan 6. Barang jaminan.
26
Neni Sri Imaniati, Op.Cit, Hal. 148
Universitas Sumatera Utara
33
Munir Fuadymenyatakan bahwa isi dari suatu perjanjian kredit terdapat variasi satu jenis kredit dengan kredit jenis lainnya, besarnya uang pinjaman mempengaruhi klausul – klausul yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Namun demikian ada beberapa klausul penting dari perjanjian kredit yang didapat dalam hampir semua jenis perjanjian kredit, 27yaitu : 1. Definisi – definisi Bagian ini sangat penting terutama bagi perjanjian kredit yang bernilai besar.Istilah penting yang digunakan dalam perjanjian disebutkan dan atau diterangkan di bagian ini.Persisnya isi bagian definisi ini sangat bervariasi dari satu kontrak kredit ke kontrak kredit lainnya. 2. Pinjaman yang diberikan Pada bagian ini dijelaskan tentang besarnya pinjaman atau besarnya maksimum pinjaman, tujuan penggunaan uang pinjaman, metode penarikan pinjaman oleh debitur, pembayaran kembali pinjaman sebelum waktu (repayment), besarnya bunga, dan lain sebagainya. 3. Biaya – biaya Dalam bagian ini ditentukan biaya – biaya apa yang mesti dikeluarkan, siapa yang mengeluarkannya baik berupa fee tertentu maupun hanya sebagai kost saja. 4. Representasi dan waransi Pada bagian ini pihak debitur menjamin kebenaran dan keabsahan dari beberapa corporateaction, dokumen, dan hal – hal lainnya.
27
Munir Fuady,Op.Cit, Hal. 229-232
Universitas Sumatera Utara
34
5. Affirmative covenants Bagain ini sering juga disebut dengan “ketentuan afirmasi” yang berisikan hal – hal yang harus dilakukan oleh debitur selama berlangsungnya kontrak kredit. 6. Neative covenants Bagian
ini
berisi
larangan
–
larangan
bagi
debitur
selam
berlangsungnya perjanjian kredit, misalnya larangan untuk membuat hutang baru, kecuali dalam keadaan ordinary cause of business, atau larangan untuk menjadikan aset perusahaan sebagai jaminan utang untuk utang – utang lain. 7. Jaminan utang Pada bagian ini biasanya diatur jenis – jenis jaminan hutang yang diberikan oleh debitur untuk kredit yang bersangkutan, namun tentang rincian dari masing – masing jaminan hutang tersebut draft dokumen jaminan utang diperinci dalam bagian lampiran perjanjian kredit yang bersangkutan. 8. Condition presedent Dalam bagian ini ditentukan hal – hal atau syarat – syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh debitur sebelum pemberian pinjaman direalisasi. Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh debitur, antar lain: hal – hal yang disebutkan dalam bagian representasi dan waransi, tidak boleh terjadi apa yang oleh perjanjian kredit yang bersangkutan dikategorikan
sebagai
kejadian
–
kejadian
yang
merupakan
wanprestasi (event of default)
Universitas Sumatera Utara
35
9. Event of default Seperti perjanjian lainnya biasanya diperinci hal – hal yang bila dilakukan oleh salah satu pihak, maka dikatakan wanprestasi dan menyebabkan pihak lain dapat memutuskan perjanjian tersebut. Hal – hal atau kejadian inilah yang disebut dengan istilah event of default antara lain wanprestasi pembayaran (payment default), wanprestasi yang berhubungan dengan hal – hal yang dilarang (covenant default), wanprestasi karena kasus hukum (judgement default), dan lain – lain. 10. Klausul – klausul lainnya Bagian ini berisi ketentuan – ketentuan antara lain mengenai pelepasan hak (waiver). Bukti kelalaian, perubahan perjanjian (amandemen), hukum yang berlaku (choice of law), pengadilan berwenang (yuridiction), dan lain – lain. Berdasarkan Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan, undang – undang mewajibkan kepada bank untuk menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengantransaksi nasabah yang dilakukan melalui bank demi kepentingan nasabah. Sayangnya tidak semua bank dapat menyediakan informasi mengenai timbulnya resiko kerugian yang akan diterima nasabah. Sejak dibuatnya klausul tersebut, resiko yang akan terjadi sengaja ditutupi untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab bank terhadap gugatan pihak lainnya dalam perjanjian kredit atau itikad buruk dari bank untuk mengalihkan kewajibannya kepada pihak lain dengan semestinya. Klausul – klausul yang demikian di dalam hukum disebut sebagai klausul eksemsi (klausul tidak wajar dan memberatkan salah satu pihak).
Universitas Sumatera Utara
36
Untuk mengetahui adanya klausul eksemsi, tidak ada cara lain selain membaca dan mempelajari dengan seksama isi perjanjian yang dimuat dalam perjanjian
perbankan.
Mengutip
Sjahdeini
dalam
Usman
(2001:276),
mengemukakan beberapa klausul eksemsi dalam kredit perbankan antara lain 28 : 1. Kewenangan bank untuk sewaktu – waktu tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, secara sepihak menghentikan izin tarik kredit. 2. Kewenangan bank untuk secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam hal dilakukan penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet 3. Kewenangan bank untuk secara sepihak sewaktu – waktu mengubah tingkat suku bunga kredit. 4. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank. 5. Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan umum hubungan rekening koran tersebut. 6. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank. 7. Kuasa nasabah debitur kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan hak – hak nasbah debitur secara sepihak oleh pihak bank semata.
28
Badriah Harun,Op.Cit, Hal 61
Universitas Sumatera Utara
37
8. Pencantuman klausul – klausul eksemi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank. Klausul eksemi sengaja dibentuk untuk membantu debitur dalam mengurangi resiko yang akan terjadi dalam perjanjian kredit dengan kreditur.
D. Hapus Dan Batalnya Perjanjian Kredit Perbankan Menurut Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa hapusnya perjanjian disebabkan karena 29 : 1. Pembayaran 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan 3. Pembaruan utang 4. Perjumpaan utang 5. Pencampuran utang 6. Pembebasan utang 7. Musnahnya barang terutang 8. Pembatalan 9. Berlakunya suatu syarat batal 10. Lewatnya waktu
29
Ibid, Hal 62
Universitas Sumatera Utara
38
Sebab hapusnya perjanjian kredit tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembayaran Terpenuhinya kontra presentasi yang dilakukan oleh nasabah debitur adalah dengan melakukan pembayaran atas kredit yang diterimanya. Mengenai pembayaran ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang berkepentingan, seperti turut berutang maupun seorang penanggung utang, termasuk jugapihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, dengan syarat bertindak atas nama debitur dan untuk melunasi kredit. Atau jika pihak ketiga tersebut tidak menggantikan hak – hak debitur.;pihak ketiga yang menggantikan debitur untuk melakukan pembayaran harus sesuai dengan kemauan debitur. Pembayaran harus dilakukan sesuai dengan perjanjian, yaitu kepada bank, orang yang dikuasakan oleh bank, atau orang yang dikuasakan oleh
hakim
atau
undang
–
undang
untuk
menerima
pembayaran.Namun, pembayaran juga dianggap sah kepada orang yang tidak memiliki kuasa asalkan kreditur menyetujui dan secara nyata telah mengambil manfaat dari pembayaran tersebut. 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan terjadi bila kreditur menolak pembayaran kredit secara tunai.Terhadap pembayaran tunai yang ditawarkan oleh nasabah debitur ternyata ditolak oleh bank, maka nasabah debitur dapat
Universitas Sumatera Utara
39
menyimpan atau menitipkan pada pengadilan. Agar penawaran tersebut sah maka harus dipenuhi syarat – syarat sebagai berikut : a. Penawaran pembayaran tunai ditujukan kepada kreditur yang bersangkutan b. Dilakukan oleh orang berkuasa membayar c. Pembayaran meliputi semua kredit pokok dan bunga yang dapat ditagih, segala biaya yang telah ditetapkan dengan tidak mengurangi penetapan biaya dikemudian hari d. Ketetapan waktu telah tiba dan dibuat demi kepentingan kreditur e. Segala persyaratan yang telah dibuat telah dipenuhi f. Penawaran dilakukan di tempat yang menurut perjanjian harus dilakukan g. Penawaran dilakukan oleh seorang notaries atau juru sita dengan disertai dua orang saksi 3. Pembaruan utang Pembaruan utang disebut juga novasi.Dikatakan pembaruan utang karena utang yang ada pada perjanjian lama dihapus pada waktu yang bersamaan dengan adanya utang dengan perjanjian yang baru. Terdapat tiga cara dalam membuat pembaruan utang, yaitu : a. Kredit yang lama hapus karena kredit yang baru b. Kreditur membebaskan diri dari piutangnya dan menunjuk bank yang baru sebagai kreditur, baik dilakukan tanpa atau dengan sepengetahuan debitur c. Terjadi perubahan objek perjanjian
Universitas Sumatera Utara
40
Dengan adanya pembaruan utang, maka perjanjian ikutannya seperti hak tanggungan, gadai, dan hak istimewa lainnya tidak ikut beralih kepada perjanjian baru kecuali diperjanjikan secara tegas dalam perjanjian novasi. 4. Perjumpaan utang Perjumpaan utang disebut juga kompensasi.Terjadi kompensasi dikarenakan dua orang saling berutang. Cara melakukan kompensasi dapat dilakukan dengan cara otomatis dimana para pihak saling melepaskan haknya guna menunaikan kewajibannya terhadap hutang, maupun dilakukan dengan cara mengadakan pembicaraan terlebih dahulu. Untuk melkukan kompensasi terdapat persyaratan sebagaimana dimuat dalam Pasal 1427 KUH Perdata yang mensyaratkan bahwa : a. Kedua utang harus mengenai uang atau barang yang berasal dari jenis dan kualiatas yang sama b. Kedua utang harus sama sama besar dan seketika dapat ditagih dalam waktu yang sama Dalam kredit perbankan, biasanya bank mengadakan perjumpaan utang dengan nasabahnya dengan jaminan atau agunan tambahan yang diserahkan kepada bank dari nasabahnya. 5. Pencampuran utang Pencampuran utang dapat terjadi karena cara pihak baik debitur maupun kreditur berkumpul menjadi satu. Dengan tercampurnya debitur dan kreditur pada satu pihak, maka utang yang ada dapat
Universitas Sumatera Utara
41
terhapus apabila terdapat tanggung – menanggung antara kreditur dan debitur. Pencampuran utang dalam kredit juga bisa terjadi bila seorang debitur tercantum utangnya pada kreditur tersebut, sehingga kredit tersebut asalkan disetujui oleh para pihak 6. Pembebasan utang Dalam pembebasan utang yang dilakukan oleh kreditur, kreditur wajib secara tegas memberitahukan kepada debitur bahwa kreditur telah membebaskan piutangnya.Debitur yang menyetujui pembebasan utang tersebut wajib menjawabnya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1438 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “pembebassan suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”, dengan demikian baik kreditur maupun debitu harus secara tegas menyatakannya. Menurut Pasal 1440 KUH Perdata, pembebasan utang yang dilakukan secara tanggung – menanggung ditentukan juga oleh beberapa hal, yaitu: a. Pembebasan utang uang diberikan kepada debitur utama juga membebaskan penanggungnya. b. Sedangkan pembebasan penanggung tidak berarti membebaskan juga debitur utama. c. Pembebasan
salah
satu
penanggung
utang
tidak
berarti
membebaskan penanggung yang lain.
7. Musnahnya barang terutang
Universitas Sumatera Utara
42
Debitur dapat membebaskan dirinya dari uang apabila barang yang diperjanjikan hilang atau musnah di luar kekuasaannya.Hilang atau musnahnya barang bukan berasal dari kelalaian debitur dan debitur dapat membuktikannya. Namun, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1445 KUH Perdata, jika bukan karena kesalahan debitur kemudian barang tersebut jadi musnah, tidak dapat diperdagangkan, atau hilang dan jika debitur mempunyai hak – hak atau tuntutan – tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, maka debitur wajib memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur. Dengan demikian Pasal 1445 KUH Perdata menghendaki adanya ganti kerugian oleh kreditur bila debitur menuntutnya. 8. Pembatalan Batal atau pembatalan dapat menghapus suatu utang, yaitu apabila tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Pasal 1449 KUH Perdata juga membolehkan pembatalan
apabila
perikatan
tersebut
mengandung
paksaan,
kekhilafan, atau penipuan. 9. Berlakunya suatu syarat batal Berlakunya syarat batal hanya terdapat pada perjanjian bersyarat yang mensyaratkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi pada masa mendatang dan peristiwa itu masih belum terjadi. Misalnya, bila jaminan ternyata tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka bank berhak membatalkan perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
43
10. Lewatnya waktu Dasar
hukum
(kadaluwarsa)
berakhirnya sebagaimana
perjanjian diatur
yang
dalam
melewati
Pasal
1946
waktu KUH
Perdata.Kadaluwarsa merupakan sebuah upaya untuk memperoleh atau membebaskan suatu perikatan dengan lewatnya waktu dengan syarat – syarat sebagaimana ditetapkan oleh undang – undang. Hak yang diperoleh terkait kaluwarsanya misalnya seseorang yang memegang Hak Guna Bangunan selama 30 tahun maka ia akan dapat merubahnya menjadi Hak Milik yang kedudukannya lebih tinggi dari Hak Guna Bangunan. Dengan demikian, si pemilik tanah akan dapat melepaskan haknya apabila hak guna bangunan tersebut telah berlangsung selama 30 tahun, atau seorang yang tergugat dapat terlepas dari gugatan apabila gugatan tersebut tidak diajukan ke pengadilan selama 30 tahun. Dalam utang piutang, undang – undang memberikan batas waktu kadaluwarsa baik kadaluwarsa tuntutan perorangan atau kebendaan selam 30 tahun.Waktu tersebut sudah dianggap cukup lama untuk mempertimbangkan apakah utang tersebut dapat diakhiri atau tidak.
Universitas Sumatera Utara