BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory) Teori kepatuhan merupakan ilmu sosial khususnya dibidang psikologis dan sosiologis yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu (Saleh dan Susilowati, 2004). Berdasarkan prespektif normatif sudah seharusnya bahwa teori kepatuhan ini dapat diterapkan dibidang akuntansi. Tuntutan kepatuhan terhadap waktu penyampaian laporan keuangan berkala oleh perusahaan kepada BAPEPAM di Indonesia telah diatur dalam peraturan BAPEPAM Nomor X.K.2, Lampiran keputusan ketuua BAPEPAM – LK NOMOR:KEP – 346 / BL / 2011 tentang penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik. Peraturan tersebut mengisyaratkan adanya kepatuhan setiap perilaku individu maupun organisasi yang terlihat di pasar modal Indonesia untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan secara tepat waktu ke BAPEPAM. Dengan adanya teori kepatuhan diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk berusaha menyampaikan laporan keuangan tepat waktu , juga akan bermanfaat bagi para pengguna laporan.
11
12
2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori agensi dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang mengacu pada pemenuhan tujuan utama dari pihak agent dengan memaksimalkan kekayaan principals dan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Munculnya masalah keagenan dikarenakan individu yang cenderung mementingkan dirinya sendiri ketika beberapa kepentingan bertemu dalam suatu aktivitas bersama. Menurut Estrini dan Laksito (2013) menyatakan bahwa teori keagenan selain menjelaskan konflik kepentingan juga menjelaskan adanya asimetri informasi. Ketidak seimbangan informasi atau biasa disebut dengan information asymmetry dapat terjadi karena adanya konflik kepentingan antara dua pihak. Distribusi informasi yang tidak seimbang dapat terjadi ketika manajer (agents) lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham (principals). Penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor secara tepat waktu merupakan salah satu bentuk
pencegahan
dari
asimetri
informasi,
karena
agents
dapat
menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada principals. 2.1.3 Teori Sinyal (Signalling Theory) Isyarat atau sinyal adalah tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan dimana manajemen mengetahui informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan daripada pihak investor. Oleh karena itu, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada para Stakeholder. Sinyal yang diberikan
13
dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti publikasi laporan keuangan. Manajer melakukan publikasi laporan keuangan untuk memberikan informasi kepada pasar. Umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal good news atau bad news. Sinyal yang diberikan akan mempengaruhi pasar saham khususnya harga saham perusahaan. Jika sinyal manajemen mengindikasikan good news, maka dapat meningkatkan harga saham. sebaliknya,
jika
sinyal
manajemen
mengindikasikan
bad
news
dapat
mengakibatkan penurunan harga saham perusahaan. Oleh karena itu, sinyal dari perusahaan merupakan hal yang penting bagi investor guna pengambilan keputusan. Manfaat utama teori ini adalah akurasi ketepatan waktu penyajian laporan keuangan ke publik adalah sinyal dari perusahaan akan adanya informasi yang bermanfaat dalam kebutuhan untuk pembuatan keputusan dari investor. Semakin panjang audit delay menyebabkan ketidakpastian pergerakan harga saham (Utami, 2006). Investor dapat mengartikan lamanya audit delay dikarenakan perusahaan memiliki bad news sehingga tidak segera mempublikasikan laporan keuangannya, yang kemudian akan berakibat pada penurunan harga saham perusahaan. 2.1.4 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan
merupakan
salah
satu
sumber
informasi
yang
mengkomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada pihak - pihak yang berkepentingan sehingga manajemen
14
memperoleh informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan (Simbolon, 2009). Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) par. 24 mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan empat karakteristik kualitatif pokok yang merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dapat dibandingkan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012). Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2009, tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan dalam menentukan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang baik haruslah memenuhi karakteristik kualitatif dari laporan keuangan sebagai berikut : 1. Dapat dipahami Kualitas informasi dalam laporan keuangan terlihat dari kemudahan untuk dipahami oleh para pengguna yang diasumsikan memiliki pengetahuan memadai mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, dan kemauan mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. 2. Relevan Informasi dalam laporan keuangan akan relevan jika mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna. Informasi harus dapat mengevaluasi laba sekarang maupun laba masa datang (predictive value), serta memperbaiki harapan yang dibuat sebelumnya. Informasi juga harus tersedia tepat waktu (timeliness) untuk pengambilan keputusan pengguna.
15
3. Keandalan Informasi dikatakan andal (reliable) jika bebas dari pengertian yang menyesatkan dan salah saji yang material, serta dapat diandalkan pengguna sebagai penyajian yang jujur dan wajar. 4. Dapat dibandingkan Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan pada setiap periode untuk mengidentifikasi trend posisi keuangan. Implikasinya, pengguna mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam susunan laporan keuangan, perubahan kebijakan, serta pengaruhnya. 2.1.5 Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan merupakan jenis audit yang paling sering dilakukan oleh auditor independen. Hal ini disebabkan audit laporan keuangan dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan (Halim, 2008:59). Ada empat alasan yang dapat menjawab pertanyaan mengapa audit atas laporan keuangan diperlukan, antara lain: 1. Perbedaan Kepentingan. Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para pemakai laporan keuangan. Para pemakai mengharapkan kepastian dari auditor independen bahwa laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama kepentingan manajemen.
16
2. Konsekuensi. Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai. Investor, kreditur, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka menginginkan laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk pengambilan. Mereka menginginkan adanya pengungkapan (disclosure) yang memadai. Para pemakai laporan keuangan mengandalkan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum dan berisi pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berpengetahuan dan mengerti tentang laporan keuangan. 3. Kompleksitas. Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalah akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks. Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko kesalahan interpretasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini menyulitkan para pemakai laporan keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor independen atas laporan keuangan auditan untuk memastikan kualitas laporan keuangan yang bersangkutan.
17
4. Keterbatasan Akses. Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses terhadap data akuntansi. Sebagian kecil pemakai mempunyai akses langsung terhadap catatan akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memanipulasi catatan akuntansi dan laporan keuangan untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu, para pemakai lainnya akan mengandalkan audit yang dilakukan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan cukup berkualitas dan bebas dari manipulasi. 2.1.6 Standar Auditing Standar Auditing merupakan uuntuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan indepedensi, persyaratan pelaporan, dan bukti. Tiga standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang disusun oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) disajikan berikut ini (Mulyadi, 2013). 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus diperhatikan oleh auditor.
18
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
19
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit
yang
dilaksanakan,
jika
ada,
dan
tingkat
tanggungjawab yang dipikul oleh auditor. 2.1.7 Audit Delay Audit delay didefinisikan sebagai rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. (Rachmawati, 2008). Sedangkan menurut Yulianti (2010) Audit delay adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan audit.
20
2.1.8 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menunjukan besar kecilnya sebuah perusahaan. Suatu perusahaan dapat dikatakan besar atau kecil dilihat dari beberapa sudut pandang seperti total nilai aset, total penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Menurut Hilmi dan Ali (2008) penelitian ini menggunakan total aset dalam mengukur besar-kecilnya sebuah perusahaan. Menurut Dyer dan McHugh, 1975 (dalam Rachmawati, 2008) menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi penundan audit (audit delay) dan penundaan laporan keuangan yang disebabkan oleh karena perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asosiasi perdagangan dan agen regulator. Di samping itu ukuran perusahaan juga memiliki alokasi dana yang lebih besar untuk membayar biaya audit (audit fees), hal ini menyebabkan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki audit delay yang lebih pendek bila dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih kecil. 2.1.9 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuangan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Profitablitas mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh perusahaan. Semakin besar rasio profitabilitas perusahaan, maka akan semakin baik perusahaan dalam menghasilkan laba. Perusahaan yang mengalami laba, cenderung melaporkan laporan keuangan lebih cepat daripada yang tingkat profitabilitasnya rendah.
21
Menurut Kartika (2009), ada dua alasan mengapa perusahaan yang menderita kerugian cenderung mengalami audit delay yang lebih panjang. Pertama, ketika kerugian terjadi perusahaan ingin menunda bad news sehingga perusahaan akan meminta auditor untuk menjadwal ulang penugasan audit lebih lama dari biasanya, misalnya terlambat memulai proses audit atau memperlama proses audit. Sebaliknya jika perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan berharap laporan keuangan auditan dapat diselesaikan secepatnya, sehingga good news tersebut segara dapat disampaikan kepada para investor dan pihak – pihak yang berkepentingan lainya. Kedua, auditor akan lebih berhati – hati selama proses audit jika percaya bahwa kerugian ini mungkin disebabkan karena kegagalan keuangan perusahaan atau kecurangan manajemen. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan satu rasio saja yaitu return on assets (ROA) adalah suatu yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan didalam operasional bisnisnya dengan memanfaatkan sumber daya asetnya. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukan bahwa semakin tinggi keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil investasi pada asetnya dan begitu pula sebaliknya. 2.1.10 Leverage Tingkat Leverage merupakan pengukuran kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Tingkat leverage menunjukan rasio perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian harga saham. Bila tingkat leverage tiinggi, maka rasio
22
kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman juga akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Pengukuran leverage dalam penelitian ini menggunakan debt to total equity ratio (DER), yang menggambarkan perbandingan hutang dengan modal sendiri untuk menilai batas kemampuan modal sendiri, dalam menanggung resiko atau batas perluasan usaha dengan modal pinjaman. DER ini mengindikasikan kesehatan dari perusahaan. Proporsi DER yang tinggi akan meningkatkan kegagalan perusahaan sehingga auditor akan meningkatkan perhatian bahwa ada keuntungan laporan keuangan kurang dipercaya. DER yang tinggi memberikan sinyal bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan keuangan. Dengan demikian, auditor akan mengaudit laporan keuangan perusahaan dengan lebih seksama dan membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dapat meningkatkan audit delay. 2.1.11 Opini Auditor Terdapat lima jenis opini yang diberikan oleh auditor yang terdiri dari (Mulyadi, 2013) 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Jika auditor telah melakukan pemeriksaan sesuai standar auditing yang ditentukan IAI, yaitu Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan telah mengumpulkan bahan – bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atau penyimpangan dari prinsip akuntansi yang umum , maka auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.
23
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sebuah usaha tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia. 2. Pendapat
wajar
tanpa
pengecualian
dengan
bahasa
penjelasan
(unqualifield opinion report with explanatory language). Auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas apabila terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang telah dinyatakan oleh auditor. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian apabila auditor menjumpai kondisi – kondisi berikut : (a) lingkup audit dibatasi oleh klien, (b) auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak memperoleh informasi penting karena terdapat kondisi – kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor, (c) laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, (d) prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam laporan keuangan perusahaan tidak diterapkan secara konsisten oleh perusahaan tersebut. Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan oleh auditor apabila secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan klien adalah wajar, namun auditor menemukan salah satu dari empat kondisi diatas. Pendapat ini
24
menyatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan klien wajar, tetapi ada beberapa kondisi yang dikecualikan, namun pengecualian tersebut tidak memngaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya, semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar dan dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas jika secara praktis untuk dilaksanakan. Jika dampak tersebut tidak dapat ditentukan secara beralasan, laporan audit harus menyatakan pendapat tidak wajar karena informasi dalam laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan tersebut sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dipakai oleh pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Kondisi yang membuat auditor tidak memberikan pendapat adalah: (a) pembatasan yang luar biasa terhadap lingkup audit, dan (b) auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Auditor tidak memberikan
25
pendapat karena auditor tidak memeroleh bukti yang cukup mengenai kewajaran laporan keuangan atau karena auditor tersebut tidak independen dalam hubungan kliennya. Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, laporan auditor harus memberikan semua alasan substantif yang mendukung pernyataan tersebut. Pernyataan tidak memberikan pendapat ini cocok diberikan jika auditor, karena adanya pembatasan terhadap lingkup auditnya. 2.1.12 Kualitas KAP Audit atas semua laporan keuangan yang bertujuan umum di Indonesia dilakukan oleh KAP (kecuali atas organisasi pemerintah tertentu). KAP juga memberikan banyak jasa lain klien, seperti jasa pajak dan konsultasi. Hak legal untuk melakukan audit diberikan kepada KAP oleh Menteri Keuangan. KAP dapat berbentuk usaha sendiri dengan menggunakan nama akuntan Publik yang bersangkutan, dan dapat pula dalam bentuk usaha kerja sama yaitu beberapa KAP yang bergabung dalam satu KAP. Bentuk hukum KAP dapat berupa perusahaan perseorangan atau persekutuan. Pada tahun 1986 terkenal dengan istilah KAP the big eight, yang terdiri atas KAP Arthur Andersen, Arthur and Young, Coopers and Lybrand, Deloitte Haskins and Sells, Ernst and Whinney, Peat Marwick Mitchell, Price Waterhouse,
26
dan yang terakhir Touche Ross. Pada tahun 1998 the big eight menjadi the big five yang terdiri atas Arthur Andersen, Delloitte Touche Tohmatsu, Ernst and Young, Klynveld Peat Marwick Goerdeller, dan Price Waterhouse Coopers. Pada tahun 2002 Arthur Andersen mundur dari praktik audit sehingga menjadi the big four. KAP the big four tersebut antara lain: 1. Deloitte Touche Tohmatsu Limited (KAP Osman Bing Satrio & Eny) 2. Ernst & Young Global Limited (KAP Purwantono, Suherman & Surja) 3. KPMG International (KAP Siddharta & Widjaja) 4. PricewaterhouseCoopers (KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan). Auditor independen bertanggung jawab atas audit laporan keuangan historis auditee-nya. Kualitas auditor biasanya dilihat dari KAP mana auditor tersebut berasal. Auditor yang berasal dari KAP Big Four dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada auditor yang berasal dari KAP Non Big Four. 2.2 Penelitian terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain yaitu : Abidin (2008) melakukan penelitian terkait audit report lag di Malaysia dengan menggunakan faktor profitabilitas, opini audit, ukuran perusahaan, jenis industri, reputasi KAP, kepemilikan publik dan kompleksitas operasi. Hasilnya menunjukan bahwa semua faktor memiliki pengaruh terhadap audit report lag.
27
Kartika (2009) melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi Audit Delay di Indonesia (Studi Empiris Pada PerusahaanPerusahaan LQ 45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta) menyatakan bahwa total aset, laba rugi operasi, mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Opini dari auditor punya pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Faktor profitabilitas dan reputasi auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay perusahaan. Novelia Sagita Indra dan Dicky Arisudhana (2012) meneliti “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada perusahaan Go Public di Indonesia (Studi Kasus pada Perusahaan Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2008)”. Menyatakan bahwa Ukuran KAP dan Umur Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Sedangkan variabel ukuran perusahaan dan Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Tiono dan Jogi (2013) meneliti pengaruh profitabilitas, opini auditor, jenis industri, ukuran perusahaan, reputasi KAP terhadap variabel dependen audit delay. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang terdaftar di BEI periode tahun 2009-2011 pada semua sektor, dengan total sampel keseluruhan 393 sampel. Hasil dari penelitian tersebut adalah hanya variabel jenis industri yang berpengaruh signifikan terhadap audit delay.
28
Ervilah dan Fachriyah (2015) meneliti pengaruh dari opini auditor, kualitas auditor, ukuran perusahaan, klasifikasi industri, dan solvabilitas terhadap audit delay. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012 dan 2013 dengan jumlah sampel total 740 sampel. Hasil dari penelitian tersebut adalah Semua variabel berpengaruh terhadap audit delay.
29
2.3 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang sudah diuraikan maka rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah :
Perusahaan LQ 45 yang Listing di BEI
Laporan Keuangan
Ukuran Perusahaan
Profitabilitas
Leverage
Good news
Opini Auditor
Bad news
Audit Delay
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Kualitas KAP
30
2.4 Perumusan Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka penulis merumuskan hipotesis yang akan diuji kebenerannya. 2.4.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap audit delay. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ervilah dan Fachriyah (2015) yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay. Yang berarti bahwa perusahaan yang memiliki total aset yang besar akan memiliki audit delay yang pendek, sedangkan perusahaan yang memiliki total aset yang kecil akan memiliki audit delay yang lebih lama. Hal ini dikarenakan, perusahaan yang memiliki total aset yang besar tentunya memiliki suatu sumber daya yang besar dan memiliki lebih banyak sumber informasi dimana memiliki pengendalian internal yang baik sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan dan memudahkan auditor dalam melakukan proses audit laporan keuangan. Selain itu perusahaan yang memiliki aset besar akan cenderung menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan yang memilki aset kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki aset besar akan mendapat pengawasan lebih ketat dari investor, regulator, dan sorotan masyarakat sehingga perusahaan besar akan cenderung mempercepat pelaporan laporan keuangan auditnya ke publik.
31
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay. 2.4.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap audit delay. Kesuksesan perusahaan untuk menghasilkan laba ditunjukkan dari rasio profitabilitas perusahaan. Hasil dari penelitian oleh Lianto dan Kusuma (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara negatif antara variabel profitabilitas dengan audit delay. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi dikatakan sebagai good news yang akan melaporkan laporan keuangannya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan yang mengalami kerugian yang dianggap sebagai bad news. Perusahaan dengan keuntungan yang tinggi akan melaporkan laporan keuangan lebih cepat dibandingkan perusahaan yang memiliki rasio keuntungan yang relatif kecil atau bahkan merugi (Lestari, 2010). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay. 2.4.3 Pengaruh Leverage terhadap audit delay. Leverage merupakan kemampuan perusahaan menutupi seluruh kewajiban – kewajibannya. Tingkat leverage perusahaan yang tinggi akan membuat auditor lebih berhati-hati untuk melakukan auditnya, karena hal ini dapat memicu resiko kerugian dari perusahaan tersebut, sehingga menyebabkan audit delay semakin lama.
32
Menurut Hilmi dan Ali (2008) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan cenderung tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuanganya dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Leverage berpengaruh positif terhadap audit delay. 2.4.4 Pengaruh Opini Auditor terhadap audit delay. Opini auditor adalah pendapat yang dikeluarkan oleh auditor mengenai kewajaran laporan keuangan auditan, dalam semua hal yang material, yang didasarkan atas kesesuaian penyusunan laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansi berterima umum (Mulyadi, 2013:19). Pada penelitian ini opini yang diberikan oleh auditor akan diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapat unqualified opinion dan pendapat selain unqualified opinion. Menurut Ervilah dan Fachriyah (2015) menyatakan bahwa opini auditor memiliki pengaruh negatif terhadap audit delay. Perusahaan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) akan lebih singkat audit delay nya dibandingkan
perusahaan
yang
memperoleh
opini
selain
Wajar
tanpa
pengecualian. Hal ini terjadi karena proses pemberian pendapat selain wajar tanpa pengecualian melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau staf teknis lainnya dan perluasan lingkup audit. Selain itu,
33
perusahaan yang menerima opini selain wajar tanpa pengecualian dianggap sebagai bad news sehingga penyampaian laporan keuangan akan diperlambat. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Opini auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay. 2.4.5 Pengaruh Kualitas KAP terhadap audit delay. Pada penelitian yang dilakukan Iskandar dan Trisnawati (2010) menyatakan bahwa hasil audit delay pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four akan lebih cepat periode auditnya dari pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Non Big Four. Hal tersebut dikarenakan KAP yang tergolong Big Four mempunyai karyawan yang besar dan dapat mengaudit laporan keuangan lebih efektif dan efisien, serta memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkan dalam menyelesaikan proses audit lebih cepat untuk menjaga reputasi dari KAP Big Four tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : Kualitas KAP berpengaruh negatif terhadap audit delay