BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan aset perusahaan yang sangat penting keberadaannya bagi kelangsungan kegiatan perusahaan. Definisi mengenai persediaan telah banyak dikemukakan oleh para pakar. Pada prinsipnya, persediaan adalah sumber daya yang menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebih lanjut, yang dimaksud dengan proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran seperti yang dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan konsumsi seperti dijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya (Bahagia, 2006). 2.1.2 Tujuan Pengelolaan Persediaan Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk biaya persediaan tersebut. Hal inilah yang dianggap penting untuk dilakukan perhitungan persediaan sehingga dapat menunjukan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya
11
yang ekonomis. Tujuan pengelolaan persediaan menurut Agus Ristono (2009:4) adalah : 1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen). 2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan : a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit diperoleh. b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan. 3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. 4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar. 5. Menjaga agar penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar. Tujuan pengendalian persediaan menurut Sofjan Assauri (2004:177) secara terinci dapat dinyatakan sebagai berikut : a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengaibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar pembentukkan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
12
c. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan memeperbesar biaya pemesanan. Dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalaian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahanbahan/barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan dan kepentingan perusahaan. Dengan kata lain pengendalian persediaan menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat yang optimal yaitu persediaan tidak terlalu kecil atau tidak terlalu besar, sehingga produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan adalah minimal. 2.1.3 Jenis - Jenis Persediaan Jenis pesediaan menurut Heizer dan Render (2015:554) sebagai berikut: 1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) Telah dibeli, tetapi belum diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk memisahkan (yaitu, menyaring) pemasok dari proses produksi. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih disukai adalah menghapus variabilitas pemasok dalam kualitas, jumlah, atau waktu pengiriman sehingga tidak diperlukan pemisahan. 2. Persediaan barang dalam proses (work-in-process--- WIP inventory) Komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai. WIP itu ada karena untuk membuat produk diperlukan waktu (disebut juga waktu siklus). Mengurangi waktu siklus akan mengurangi waktu persediaan WIP. 3. MRO (maintenance/repair/operating)
13
Persediaan
yang
disediakan
pemeliharaan/perbaikan/operasi
untuk
perlengkapan
(maintenance/repair/operating---MRO)
yang dibutuhkan untuk menjaga agar mesin dan proses tetap produktif. MRO ada karena kebutuhan dan waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan tidak dapat diketahui. Walaupun permintaan untuk MRO ini sering kali merupakan fungsi dari jadwal pemeliharaan, permintaan MRO lain yang tidak terjadwal harus diantisipasi. 4. Persediaan barang jadi (finish-good inventory) Produk yang telah selesai dan tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena permintaan pelanggan pada masa mendatang tidak diketahui. 2.1.4
Biaya-biaya Yang Timbul dari Adanya Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan selama horison perencanaan waktu tertentu. Adapun komponen-komponennya terdiri atas biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan, biaya kekurangan persediaan, dan biaya sistemik (Bahagia, 2006). 1. Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang persediaan. Besarnya biaya pembelian tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Semakin banyak barang yang dibeli biasanya harga satuan barang tersebut akan menjadi semakin murah. Pada kebanyakan teori persediaan, di dalam pemodelannya, elemen biaya
14
pembelian ini tidak dimasukkan ke dalam elemen biaya persediaan, sebab diasumsikan bahwa harga satuan barang tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli, sehingga elemen biaya pembelian selama horison perencanaan waktu tertentu konstan dan hal ini secara sistematis tentunya tidak akan mempengaruhi jawaban optimal baik terhadap operating stock maupun safety stock. 2. Biaya Pengadaan (Procurement Cost) Biaya pengadaan adalah biaya yang harus dikeluarkan utnuk setiap proses pengadaan barang. Biaya ini dibedakan atas dua jenis sesuai asal-usul barang tersebut. a. Biaya Pemesanaan (Order Cost) Biaya Pemesanaan (Order Cost) adalah semua pengeluaran yang ditimbukan untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi, biaya untuk menentukan pemasok (supplier), biaya pemeriksaan persediaan sebelum melakukan pemesanan, dan sebagainya. Biasanya biaya ini diasumsikan tetap untuk setiap kali pemesanan barang. b. Biaya Persiapan (Set Up Cost) Biaya Persiapan (Set Up Cost) adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan produksi barang. Biaya ini biasanya timbul di dalam pabrik, yang meliputi biaya menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya. 3. Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
15
Biaya penyimpanan atau holding cost adalah semua pengeluaran yang timbul akibat penyimpanan barang. Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat di gudang, sehingga besarnya biaya ini bervariasi yang tergantung dari besar kecilnya rata-rata persediaan (Assauri, 2008). Biaya ini meliputi: a.
Biaya Pergudangan (storage cost)
b.
Biaya Kerusakan dan penyusutan
c.
Biaya Kadaluarsa (absolonce cost)
d.
Biaya Asuransi (insurance cost)
e.
Biaya Administrasi (administration cost)
f.
Biaya Lain-lain
4. Biaya Kekurangan Persediaan Biaya kekurangan persediaan adalah biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan yang diperlukan (Assauri, 2008). Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan beralihnya konsumen ke tempat lain, dan ini merupakan kerugian yang tak ternilai. Besarnya biaya kekurangan persediaan, dapat diukur berdasarkan. a.
Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi
b.
Waktu pemenuhan
c.
Biaya pengadaan darurat
5. Biaya Sistemik
16
Biaya sistemik adalah biaya yang diperlukan untuk membangun dan memperbaiki sistem persediaan. Biaya sistemik ini meliputi biaya perancangan, perencanaan, dan instalasi sistem persediaan serta biayabiaya untuk mengadakan peralatan serta melatih tenaga yang digunakan untuk mengoperasikan sistem. Biaya sistemik ini dapat dianggap sebagai biaya investasi untuk membangun suatu sistem persediaan. Biaya ini biasanya akan didepresiasikan selama umur ekonomisnya. Oleh sebab itu, biaya sistemik dianggap tetap untuk suatu periode waktu tertentu. Biaya persediaan yang akan diminimasikan terdiri dari lima komponen biaya diatas dan dapat diformulasikan sebagai berikut :
dimana, : Biaya total inventori selama horison perencanaan per periode : Biaya pembelian selama horison perencanaan per periode : Biaya pesan selama horison perencanaan per periode : Biaya simpan selama horison perencanaan per periode : Biaya sistemik selama horison perencanaan per periode 2.1.5
Alat Ukur Kinerja Persediaan Prinsip dari kinerja persediaan harus berorientasi pada efisiensi operasi
dan pelayanan terhadap pelanggan. Kedua hal ini sering bertentangan. Apabila tidak dilakukan perubahan mendasar pada sistem, peningkatan service level biasanya berimplikasi pada peningkatan persediaan (Pujawan & Mahendrawathi,
17
2010). Ukuran yang bisa digunakan untuk memonitor kinerja persediaan antara lain (Bahagia, 2006). a. Inventory Turn Over (ITO) Menunjukkan ukuran efektifitas modal dan kemampuan manajemen sistem inventori untuk menciptakan keuntungan. b. Tingkat Pelayanan Menunjukkan kemampuan sistem inventori dalam memenuhi permintaan pemakai tanpa ditunda. c. Biaya Persediaan Meminimasi ongkos inventori akan berarti menaikkan keuntungan sistem usaha secara keseluruhan, apabila faktor yang lain tetap.
2.2 Klasifikasi Material Berdasarkan Pola Pemakaian Analisis ADI (Average Demand Interval) merupakan analisis yang mengklasifikasikan suku cadang berdasarkan pola permintaan berdasarkan interval antar kemunculan permintaan dan keberagaman tingkat permintaan yang muncul (Ghobbar & Friend, 2002). Dari klasifikasi ini, dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan pedoman dalam pemilihan kebijakan persediaan yang cocok untuk diterapkan pada jenis material yang diteliti. Berdasarkan interval kemunculan permintaan, suatu jenis material dapat digolongkan menjadi continuous material maupun intermittent material. Continuous material kerap disebut pula sebagai fast moving material dan cocok diatur menggunakan kebijakan Continuous Review. Sedangkan intermittent material merupakan
18
material yang mendapat permintaan dengan selang waktu antar permintaan cukup besar. Material jenis ini kerap disebut sebagai slow moving material dan cocok diatur menggunakan kebijakan Periodic Review. Untuk material yang mempunyai pola permintaan intermittent, selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi interminttent demand, erratic demand, lumpy demand, dan slow moving (Ghobbar & Friend, 2002). a. Intermittent demand Permintaan bersifat acak atau banyak periode tanpa permintaan. b. Erratic demand Permintaan yang berpola tidak menentu dan ditandai dengan tingginya variasi ukuran permintaan per periode. c. Lumpy demand Permintaan nol secara acak dalam jangka waktu yang panjang. d. Slow Moving Tidak mempunyai variasi besar antara kebutuhan dan kuantitas permintaan. Klasifikasi material berdasarkan pola pemakaiannya dapat dilihat dari ADI (Average Demand Interval) dimana menunjukkan rentang ukuran permintaan ratarata pada periode tertentu. Rumus ADI sebagai berikut : ADI =
2.3 Pengendalian Persediaan Probabilistik Dalam model persediaan probabilistik perilaku permintaan dan lead time tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan
19
distribusi probabilitas. Kondisi persediaan dengan ketidakpastian menyebabkan perlunya cadangan pengaman (Safety stock) untuk meredam fluktuasi selama waktu tertentu. Dalam sistem persediaan, ketidakpastian dapat berasal dari (Bahagia, 2006) : 1. Pemakai (user) yang berupa fluktuasi permintaan yang dicerminkan oleh variansi atau deviasi standarnya. 2. Pemasok (supplier) yang berupa ketidaktepatan waktu pengiriman barang yang dicerminkan oleh waktu ancang-ancangnya (lead time). 3. Sistem manajemen yang berupa ketidakhandalan pengelola dalam menyikapi permasalahan yang dicerminkan dengan faktor risiko yang mampu ditanggung. Secara operasional kebijakan persediaan probabilistik dijabarkan ke dalam tiga putusan, yaitu (Bahagia, 2006): 1. Menentukan besarnya ukuran lot pemesanan ekonomis (qo) 2. Menentukan saat pemesanan ulang dilakukan (r) 3. Menentukan besarnya cadangan pengaman (ss) Terdapat empat tipe pengendalian sistem yang merupakan bentuk dari kebijakan persediaan, diantaranya : a. Sistem Persediaan Continuous Review Sistem ini selalu memonitor dan memantau tingkat persediaan secara continuous. Pemesanan (order) dilakukan pada saat level inventory mencapai titik reorder level atau dibawahnya. Sistem ini terbagi menjadi (s, Q) dan (s, S) system.
20
-
(s, Q) System merupakan sistem dimana pemesanan dilakukan sebesar Q ketika persediaan mencapai level ROP atau dibawahnya. Dengan kata lain, posisi inventory dan bukan netstock digunakan untuk memicu suatu pemesanan.
-
(s, S) System merupakan sistem yang memiliki ciri khas yang sama dengan sistem sebelumnya, yang membedakan adalah kuantitas material yang dipesan. Pada sistem ini, pemesanan dilakukan sampai pada tingkat persedian S atau maximum stock dengan formula 𝑆=𝑠+𝑄
b. Sistem Persediaan Periodic Review Sistem ini memonitor dan memantau tingkat persediaan pada interval waktu T yang sama. Hal ini berarti bahwasannya periode pesan selalu tetap dan kuantitas pemesanan bervariasi. Sistem terbagi menjadi (R, S) dan (R, s, S) system. -
(R, S) system selalu meninjau persediaan pada setiap periode R dan melakukan pemesanan sampai pada tingkat persediaan S.
-
(R, s, S) system selalu meninjau persediaan pada setiap periode R. apabila tingkat persediaan ≤ s, maka dilakukan pemesanan sampai pada titik S, namun apabila masih > s, maka tidak dilakukan pemesanan apapun hingga pada periode peninjauan R berikutnya.
2.4 Continuous Review System Dalam sistem ini order quantity setiap pemesanan tidak tetap. Pemesanan akan terus dilakukan secara berkelanjutan hingga persediaan mencapai titik
21
persediaan maksimum (S). Nilai S didapatkan dari penambahan order point dan order quantity (dalam kondisi normal). Keuntungan dari sistem ini adalah persediaan akan selalu tersedia sehingga permintaan akan selalu terpenuhi. Namun hal ini dapat meningkatkan kesalahan pada sisi supplier karena jumlah pemesanan selalu dilakukan berbeda-beda. Asumsi yang digunakan pada persediaan probabilistik Model Continuous Review (s,S) System adalah sebagai berikut: 1. Permintaan selama horizon perencanaan bersifat probabilistik dan berdistribusi normal (D) dan standar deviasi (S). 2. Ukuran lot pemesanan ( ) bersifat konstan untuk setiap kali pemesanan, bahan baku akan datang secara serentak bersamaan dengan waktu ancangancang (L), pesanan dilakukan pada saat persediaan mencapai titik pemesanan (r). 3. Harga bahan baku (p) bersifat konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan maupun waktu. 4. Biaya pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan biaya simpan (h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan. 5. Biaya kekurangan persediaan (Cu) sebanding dengan jumlah barang yang tidak dapat dilayani atau sebanding dengan waktu pelayanan. 2.4.1
Formulasi Model Continuous Review System Pada model ini, s merupakan titik pemesanan kembali (reorder point) atau
lebih dikenal dengan symbol r, sehingga (s,S) dapat menjadi (r,S) dengan r merupakan batas bawah persediaan, dan S merupakan batas atas persediaan.
22
1. Biaya Pembelian (
)
Merupakan perkalian antara ekspektasi jumlah barang yang dibeli (D) dengan harga barang per untinya (p) dengan formulasi, 2. Biaya Pengadaan (
.
)
Biaya pengadaan per tahun (
) bergantung pada besarnya ekspektasi
frekuensi pemesanan yang dibeli (f) dan biaya untuk setiap kali melakukan pemesanan (A) dengan formulasi,
.
Besarnya ekspektasi frekuensi pemesanan per tahun bergantung pada ekspektasi kebutuhan per tahun (D) dan besarnya ukuran lot pemesanan
.
( ), dengan formulasi,
Sehingga besarnya biaya pengadaan per tahun ( dengan formulasi, 3. Biaya Simpan (
) dapat diperoleh yaitu
.. )
Biaya simpan per tahun ( ) bergantung pada ekspektasi jumlah persediaan yang disimpan (m) dan biaya simpan per unit per tahun (h) dengan formlua,
.
Biaya simpan per unit per tahun (h) merupakan fungsi dari harga barang yang disimpan dan besarnya dinyatakan sebagai persentase (I) dari harga barang (p) dengan formulasi, 𝑠
.
Sedangkan ekspektasi persediaan yang ada (m) dapat dinyatakan dengan:
𝑠 Sehingga didapat formula untuk biaya simpan (Os): 23
𝑠
(
𝑠)
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Ok) Kekurangan persediaan dalam model ini mungkin terjadi selama waktu ancang-ancang (lead time) dengan syarat jika jumlah permintaan selama waktu ancang (x) lebih besar daripada tingkatpersediaan pada saat pemesanan dilakukan (r). Biaya kekurangan persediaan per tahun adalah:
adalah jumlah kekurangan barang selama satu tahun dan Cu adalah biaya kekurangan persediaan setiap unit barang (Rp. Per unit). Harga dapat dicari dengan menghitung ekspektasi jumlah kekurangan persediaan setiap siklusnya (N) dan ekspektasi frekuensi siklus selama satu tahun (f).
Dengan:
Dan
Dengan demikian biaya kekurangan (
) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
24
2.4.2 Solusi dengan Model Hadley-Within Dalam menentukan solusi optimal yang dalam hal ini adalah menentukan nilai ukuran lot pemesanan
dan titik pemesanan kembali
, sulit dipecahkan
dengan metode analisis maka digunakan solusi dengan metode Hadley-Within. Dimana nilai ukuran lot pemesanan 0 dan titik pemesanan kembali
dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut: 1. Hitung nilai
awal sama dengan nilai
dengan formula wilson.
√ 2. Berdasarkan nilai
yang diperoleh akan dapat dicari besarnya
kemungkinan kekurangan inventori α yang selanjutnya akan dapat dihitung nilai
dengan menggunakan persamaan:
Dimana nilai dari nilai
dapat dicari melalui Tabel Normal A, selanjutnya
dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑆√
3. Dengan diketahui
yang diperoleh akan dapat dihitung nilai
berdasarkan formula berikut ini: √
dimana : ∫
𝑆
25
Nilai (
) dan
(
) dapat dicari dari Tabel B.
4. Hitung kembali nilai α dan nilai
dengan menggunakan persamaan
berikut:
𝑆√ 5. Bandingkan nilai
dan
, jika harga
selesai dan akan diperoleh
=
relatif sama dengan
dan
langkah 3 dengan menggantikan nilai
= =
, dan
iterasi
. Jika tidak kembali ke =
.
Dengan melakukan perhitungan dari hasil model Hadley-within, maka dapat diperoleh kebijakan inventori optimal, tingkat pelayanan dan ekspektasi total biaya persediaan sebagai berikut: a. Nilai Safety Stock (ss): 𝑠𝑠
𝑆√
b. Nilai Service level atau tingkat pelayanan (η): 𝑄
c. Ekspektasi total biaya persediaan (
):
2.5 Perhitungan Safety Stock (SS) Besarnya Safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian bisa diwakilkan dengan standar deviasi lead time dari pemasok, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai
26
material barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan dapat diwakilkan oleh standar deviasi besarnya permintaan per periode. Adapun besar SS dapat dirumuskan sebagai berikut (Bahagia, 2006). 𝑆𝑆 𝑆𝑆
𝑆 √
√ 𝑆
𝑆
dengan: SS
= safet stock
k
= faktor pengaman berdasarkan tabel normal
𝑆
= standar deviasi permintaan dan 𝑙𝑒𝑎 𝑡𝑖 𝑒
L
= rata-rata lead time
d
= rata-rata demand
𝑆
= standar deviasi leadtime
𝑆
= standar deviasi demand
Nilai k dapat ditentukan oleh peluang terjadinya kekurangan persediaan (
.
Gambar 2.1 Hubungan Antara Permintaan dan Leadtime Pada Penentuan Safety Stock
27
2.6 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Adalah titik yang menunjukkan jumlah barang yang harus ada di gudang sewaktu perusahaan mengadakan pemesanan kembali (Bahagia, 2006). Faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan besarnya Reorder Point : a. Penggunaan barang selama masa tunggu (lead time) b. Besarnya safety stock (SS) ROP dapat diperoleh dengan menggunakan acuan formula : 𝑠𝑎 𝑒𝑡 𝑠𝑡
𝑙𝑒𝑎 𝑖 𝑒
2.7 Alasan Pemilihan Metode Berikut adalah alasan peneliti dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode probabilistik model Continuous Review System: 1. Data permintaan untuk bahan baku kain bersifat probabilistik dengan berdistribusi normal. Karena mempunyai pola probabilistik, maka akan lebih tepat jika dalam penelitian kali ini menggunakan metode persediaan probabilistik. 2. Bagian gudang bahan baku selalu melakukan peninjauan atau monitoring secara rutin terhadap persediaan bahan baku. 3. Leadtime untuk bahan baku bersifat deterministik statis. 4. Biaya pemesanan bahan baku pada Home Industry Al-Ham konstan untuk setiap kali pemesanan. Hal ini sesuai dengan karakteristik metode persediaan Model Continuous Review System.
28
2.8 Tabel Penelitan Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. 1
2
3
Nama dan Tahun Judul Penelitian Sophie Santika, Usulan Perbaikan 2014, Bandung Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Metode Probabilistik Continuous Review (s,S) System Pada Gudang Bahan Baku PT.XYZ Bandung Yunidar, Adhelia Perencanaan Ratna, 2014, Kebijakan Bandung Persediaan Material Dengan Pendekatan Continuous Review (s,S) dan Tchebycheff Untuk Meningkatkan Service Level Pada PT PLN (Persero) Area Majalaya Kurniawan Susanto, Erwin Gunadhi, 2013, Garut
Variabel
Hasil
Continuous Review (s,S) System Model HadleyWithin
Dengan menggunakan metode probabilistik model Continuous Review (s,S) System mampu menghemat total biaya persediaan sebesar 42%
Continuous Review (s,S) System Pendekatan Tchebycheff
Penggunaan pendekatan Tchebycheff dan pendekatan continuous reviews (s,S) mampu menurunkan total biaya persediaan sebesar 26,91% dan meingkatkan service level sebesar 29,7%.
Pengendalian Model Persediaan Bahan Probabilistik Baku Lilin Dengan Q Model Probabilistik Exponential Q Pada CV. Smoothing Taruna Jaya Single Sanding Atas Garut Exponential Smoothing Regresi Lnier
Dengan menggunakan metode probabilstik Q maka pemesanan bakan baku dapat terencana dengan baik, sehingga jumlah bahan baku yang ada di gudang dapat dikontrol dan tidak akan mengalami kekurangan bahan
29
4
5
baku saat proses lead time. Pelayanan perusahaan terhadap pelanggan dapat terpenuhi dengan baik meskipun ada nya fluktuasi permintaan lilin dari pelanggan terhadap perusahaan. Lina Gozali, Usulan Sistem Continuous Dengan metode ini Adianto, 2013, Pengnedalian Review (s,S) perusahaan dapat Jakarta Bahan Baku System menentukan Dengan Metode Single besarnya persediaan Continuous Review exponential simpanan (safety (s,S) Backorder smoothing stock), pemesanan pada PT with trend kembali (Reorder Karuniatama Double Polupack Point) sehigga dapat exponential smoothing terhindar dari resiko with trend kehabisan bahan Regresi linier baku dan kelebihan bahan baku sehingga dapat meminimalisasi biaya bahan baku bagi perusahaan. Destaria Madya, Perencanaan Continuous Dida Diah, 2011 Kebijakan Review (s,S) Bandung Persediaan Obat System Dengan Analisis Menggunakan ABC Metode Analisis Probabilistik VED Continuous Review (s,S) System pada Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit AMC
Dengan menggunakan metode Continuous Review (s,S) System dapat mengalami penghematan sebesar Rp 164.400.215 atau 42,09% dari kondisi aktual.
30
2.9 Kerangka Pemikiran Perusahaan Home Industry Al-Ham Identifikasi MasalahPersediaan Bahan Baku
Kondisi Persediaan Bahan Baku
Data Permintaan Bahan Baku
Jumlah Pesanan Bahan Baku
Waktu Tunggu Kedatangan Bahan Baku
Biaya Persediaan Bahan Baku
Analisis Pemilihan Metode Pengendalian Persediaan Model Persediaan Probabilistik Metode Continuous Review (s,S) System
Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Kondisi Exisitng
Perbandingan Antara Total Biaya Persediaan pada Kondisi Existing dengan Kondisi Usulan
Pemilihan Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Yang Lebih Baik 31
Perusahaan Home Industry Al-Ham adalah objek yang dipilih dalam penelitian ini. Perusahaan Al-Ham merupakan perusahaan konveksi berstatus home industry yang memproduksi pakaian muslim pria baik dewasa maupun anak. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada persediaan bahan baku Al-Ham. Hal ini dilakukan dengan melihat dari kondisi existing pengendalian persediaan bahan baku Al-Ham. Terdapat beberapa unsur untuk mengetahui kondisi existing perusahaan. Unsur-unsur tersebut meliputi jumlah permintaan bahan baku, jumlah pesanan bahan baku, waktu tunggu kedatangan bahan baku, dan biaya persediaan bahan baku. Unsur-unsur yang telah disebutkan tadi berpengaruh dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam memecahkan masalah. Metode yang dilakukan yaitu dengan membandingkan antara metode yang dilakukan perusahaan saat ini dengan metode yang dilakukan dalam penelitian. Metode yang akan digunakan dalam penelitian didapatkan dengan cara menganalisis metode-metode yang ada dalam pengendalian persediaan bahan baku. Setelah itu, memilih alat/metode yang sesuai dengan model dan kondisi persediaan bahan baku perusahaan. Setelah metode tersebut didapatkan, dilakukan perbandingan antara metode pada kondisi existing dengan metode pada kondisi usulan. Dari hasil perbandingan tersebut, dipilih metode yang paling efektif dan efisien dalam mengoptimalkan persediaan bahan baku Al-Ham.
32