BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Sanitasi total berbasis masyarakat dilatar belakangi adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan. Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa program pembangunan sanitasi pedesaan didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Banyak faktor penyebab mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan. STBM adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan. Pendekatan ini berawal di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Bahkan India, di satu negara bagiannya yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan STBM ke dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodja, Afrika, Nepal, dan Mongolia telah menerapkan dalam porsi yang lebih kecil. 2.1.1. Sejarah STBM STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS. Pendekatan CLTS sendiri diperkenalkan oleh Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan Bangladesh. Penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah meluncurkan penggunaan metode ini di 6
Universitas Sumatera Utara
desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program sanitasi. Pada september 2006, program WSLIC memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten). Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi pendekatan CLTS dalam rancangannya (Percik, Desember 2008). Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting bagi perkembangan CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia mulai mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan pemasaran sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008). STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada perubahan prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman. Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini
adalah
Universitas Sumatera Utara
“pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali. 2.1.2. Prinsip-prinsip STBM Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dalam pelaksanaanya program ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu : 1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar. 2. Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sasaran. 3. Menciptakan prilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya sanitasi total. 4. Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan,
perencanaan,
pelaksanaan
serta
pemanfaatan
dan
pemeliharaan. 5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi. 2.1.3. Tingkatan Partisipasi Dalam STBM Masyarakat sasaran dalam STBM tidak dipaksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan tetapi program ini berupaya meningkatakan partisipasi masyarakat dalam kegiatannya. Tingkat partisipasi masyarakat sangat berbeda, dimulai tingkat partisipasi yang terendah sampai tertinggi : 1. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
Universitas Sumatera Utara
2. Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu. 3. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar, pada tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan. 4. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan keputusan, pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan tetapi telah ikut dalam kegiatan kontrol pelaksanaan program. Dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip STBM telah disebutkan bahwa keputusan bersama dan action bersama dari masyarakat itu sendiri merupakan kunci utama (Depkes RI, 2008). 2.1.4. Metode STBM Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :
Universitas Sumatera Utara
1. Pemetaan Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat). Alat yang diperlukan : - Tanah lapang atau halaman. - Bubuk putih untuk membuat batas desa. - Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk. - Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran. - Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi. Proses yang dilakukan : - Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperti batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain. - Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan
nama
kepala
keluarga
masing-masing
dan
menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut. - Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
Universitas Sumatera Utara
- Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada malam hari, saat hujan atau saat sakit perut. 2. Transect Walk Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya. Proses yang dilakukan : - Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada hasil pemetaan). - Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut. - Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang BAB di tempat tersebut pada hari itu. - Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan seperti itu. 3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal) Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alat yang diperlukan : - Gambar tinja dan gambar mulut - Potongan-potongan kertas - Spidol Proses yang dilakukan :
Universitas Sumatera Utara
- Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yaakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? - Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut. 4. Simulasi air yang telah terkontaminasi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadapa air yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Alat yang diperlukan : - Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum) - Polutan air/ tinja Proses yang dilakukan : - Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya. - Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan tinja. - Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang suda terjadi selama ini. Apa yang akan dilakukan kemudian hari? 5. Diskusi Kelompok (FGD)
Universitas Sumatera Utara
Bersama-sama
dengan
masyarakat
melihat
kondisi
yang
ada
dan
menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi: a. FGD untuk memicu rasa maluu dan hal-hal yang bersifat pribadi - Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya. - Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka dapat dilihat oleh orang lain. - Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain. b. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit - Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut. - Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan rumah mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare? c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan - Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan. d. FGD menyangkut kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban. - Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas (Depke RI, 2008). Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan Dalam Kegiatan STBM Hal – hal yang harus Alat yang digunakan dipicu Rasa jijik Transect walk Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll Rasa malu Transect walk (meng-explore pelaku open defecation) FGD (terutama untuk perempuan) Takut sakit FGD Perhitungan jumlah tinja Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data puskesmas Alur kontaminasi Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Privacy Kemiskinan
FGD (terutama dengan perempuan) Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.
2.1.5. Tangga Sanitasi (Sanitation Ladder) Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari. Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut. Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat
Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat.. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika. Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan prilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia atau tinja (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).
2.2. Pengertian Jamban Keluarga Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan (Kusnoputranto, 1997). Sementara itu menurut Josep Soemardi (1999) pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.
Universitas Sumatera Utara
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola dengan baik. Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja. Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai berikut (Kumoro, 1998) 1. Rumah Kakus Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga. 2. Lantai Kakus Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah kakus. 3. Tempat Duduk Kakus Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jaddi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat (Simanjuntak P, 1999)
Universitas Sumatera Utara
4. Kecukupan Air Bersih Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gaayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet.Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular. 5. Tersedia Alat Pembersih Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakuss didekat jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut dan licin. 6. Tempat Penampungan Tinja Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan berupa lobang tanah saja. 7. Saluran Peresapan Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja. 2.2.1. Jenis Jamban Keluarga Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang
Universitas Sumatera Utara
tercukupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat dibedakan atas beberapa macam (Azwar,1990) : 1. Jamban cubluk (Pit Privy) adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu dalam karena akan menotori air tanah, kedalamannya sekitar 1,5-3 meter (Mashuri, 1994). 2. Jamban Empang (Overhung Latrine) Adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, ayam. 3. Jamban Kimia (Chemical Toilet) Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai kertas tissue (toilet paper). Jamban kimia ada dua macam, yaitu : a. Tipe lemari (commode type) b. Tipe tangki (tank type) Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu di buang lagi.
Universitas Sumatera Utara
4. Jamban Leher Angsa (Angsa Trine) Jamban leher angsa adalah jamban leher lubaang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan (Warsito, 1996). 2.2.2. Syarat Jamban Sehat Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2004). 1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum. 2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. 3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya. 4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya. 5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna. 6. Cukup penerangan 7. Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik 9. Tersedia air dan alat pembersih. 2.2.3. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit 2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman 3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit 4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan 2.2.4. Pemeliharaan Jamban Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut: 1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air 3. Tidak ada sampah berserakanan 4. Rumah jamban dalam keadaan baik 5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada 7. Tersedia alat pembersih 8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapt dilakukan dengan : 1. air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember 2. sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersiih agar tidak bau dan mengundang lalat. 3. lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai. 4. tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban. 5. tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja
Universitas Sumatera Utara
2.3. Transmisi penyakit dari tinja Penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan manusia. Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air , tangan, seranggaa, tanah, makanan, susu serta sayuran. Menurut Anderson dan arnstein (dalam Wagner & Lanoix, 1958) dalam buku M. Soeparman dan suparmin 2002, terjadinya proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut : 1. kuman penyebab penyakit; 2. sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab; 3. cara keluar dari sumber; 4. cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial; 5. cara masuk ke inang yang baru; 6. inang yang peka (susceptible) Gambar 2.1 Transmisi penyakit melalui tinja Air Mati Tangan Makanan, susu, sayuran
Tinja (sumber infeksi) Serangga/ Tikus
Inang baru
Sakit
Cacat
Universitas Sumatera Utara
Tanah Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002) Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa sumber terjadinya penyakit adalah tinja. Dengan demikian untuk memutus terjadinya penularan penyakit dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan. Tersedianya jamban merupakan usaha untuk memperbaiki sanitasi dasar dan dapat memutus rantai penularan penyakit. Gambar 2.2 Pemutusan Transmisi penyakit melalui tinja
Tinja (sumber infeksi)
Penghalang Sanitasi
Air
Tangan
Inang Terlindungi
Makanan
Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)
2.4. Perilaku 2.4.1. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu : 1. Tahu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuaan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap statu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).
2.4.2. Sikap Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih), disamping itu komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu)
serta aspek konatif
(kecendrungan bertindak). Dalam hal ini pengertian sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2003) 2.4.3. Tindakan atau Praktek Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkannya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkatan tindakan, yaitu : 1. Persepsi mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respons terpimpin
Universitas Sumatera Utara
dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut.
2.5. Kerangka Konsep Baik Intervensi STBM
Prilaku masyarakat tentang BAB sembarangan :
Sedang
- Pengetahuan - Sikap - Tindakan Tidak di Intervensi STBM
Rendah
Karakteristik responden : - Pendidikan - Penghasilan - Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
2.6. Hipotesa Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : Ho
: Tidak ada perbedaan pengetahuan
masyarakat tentang buang air besar
sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi. Ha
: Ada perbedaan pengetahuan
masyarakat tentang buang air besar
sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi Ho
: Tidak ada perbedaan sikap masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi.
Ha
: Ada perbedaan sikap masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi.
Ho
: Tidak ada perbedaan tindakan masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi.
Ha
: Ada perbedaan tindakan masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang di intervensi dan tidak di intervensi
Universitas Sumatera Utara