BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 曾莉梅 (Zēng Lì Měi) dalam jurnal yang berjudul Zhēn Duì Yìn Ní Xué Shēng De Hàn Yǔ Shēng Diào Jiāo Xué Yán Jiū (2011) ditemukan banyak pelajar dari Indonesia merasa bahwa nada adalah hal yang paling sulit dikuasai dalam belajar bahasa Mandarin, karena nada dalam bahasa Mandarin berfungsi sebagai pembeda maka, sedangkan dalam bahasa Indoneisa tidak memiliki nada. Pada saat seorang penutur asing berbicara dalam bahasa Mandarin, selain dari pengucapan konsonan dan vokal yang tidak tepat, nada juga merupakan kesulitan yang lebih besar. Jurnal tersebut memberi kontribusi berupa tingkat kesulitan nada dalam bahasa Mandarin di Indonesia. 杨宗雄 (yáng zōng xióng) dalam jurnal yang berjudul sī lǐ lán kǎ xué shēng hàn yǔ pǔ tōng huà shēng diào xí dé piān wù fēn xī (2012) menjelaskan adanya dua faktor yang mempengaruhi kesalahan pelafalan nada pada pelajar bahasa Mandarin di Sri Lanka. Yang pertama yaitu tingginya tingkat kesulitan untuk menguasai ke empat nada itu sendiri. 杨宗雄 mengatakan bahwa tidak hanya pelajar di luar Tiongkok yang sulit menguasai empat nada dalam bahasa Mandarin, tetapi masyarakat Tiongkok yang tinggal di daerah yang masih menggunakan dialek juga sulit melafalkan ke empat nada dengan tepat. Faktor kedua yaitu adanya pengaruh bahasa ibu dari pelajar Sri Lanka dan bahasa resmi Sri Lanka yaitu bahasa Sinhala bukanlah bahasa nada. Hal ini tentunya memberi pengaruh yang sangat besar atas kesulitan mempelajari nada dalam bahasa
9 Universitas Sumatera Utara
Mandarin. Selain itu, setiap bahasa memiliki intonasi tersendiri, begitu pula dengan bahasa Sinhala. Hal ini membuat pelajar bahasa Mandarin yang berasal dari Sri Lanka memiliki pengaruh intonasi bahasa ibu yaitu bahasa Sinhala. Jurnal ini membantu penulis untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesalahan pelafalan nada dalam bahasa Mandarin. Devi Atsari (2014) dalam skripsinya yang bejudul “Analisis Kesalahan Pelafalan Nada (shēng diào) Dalam Bahasa Mandarin” memaparkan mengenai kesalahan pelafalan nada pertama, nada kedua, nada ketiga, dan nada keempat pada siswa SMA di Tebing Tinggi. Skripsi tersebut menganalisis kesalahan nada pada kata tunggal. Penulis menemukan teori dalam skripsi tersebut dapat diterapkan pada penelitian ini. Sheyla Silvia Siregar (2014) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Nada Tuturan Deklaratif Bahasa Mandarin Oleh Pembelajar Bahasa Mandarin di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara: Kajian Fonetik Akustik” mendeskripsikan nada tuturan deklaratif penutur asli dan pembelajar bahasa Mandarin di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan mendeskripsikan pola nada tuturan deklaratif dalam bahasa Mandarin penutur asli dengan pembelajar bahasa Mandarin di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara merekam suara tuturan deklaratif bahasa Mandarin oleh penutur asli dan pembelajar bahasa Mandarin. Tesis ini membantu penulis dalam penggunaan metode penelitian, khususnya program praat yang digunakan untuk melihat bentuk nada dalam bahasa Mandarin.
10 Universitas Sumatera Utara
2.2 Konsep Tantawi (2014:46) menyatakan konsep adalah penjelasan mengenai istilah-istilah atau konsep-konsep yang akan digunakan di dalam penelitian. Hal ini perlu karena ada kata-kata di dalam kamus yang memiliki arti lebih dari satu dan akan menjadi pedoman pada saat penelitian. Maka dalam merumuskannya kita harus menjelaskannya sesuai dengan arti yang kita maksud. Adapun konsep dari penelitian ini adalah mengenai: 2.2.1
Analisis Kesalahan Corder (1973:85) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kesalahan
berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Menurut Parera (1997:154) orang tidak mungkin tidak berbuat salah dalam proses belajar bahasa. Kenyataan ini perlu diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Walaupun demikian, studi tentang kesalahan berbahasa perlu diadakan agar usaha kita dalam memperkecil kesalahan dapat dilakukan sedini mungkin. Tarigan (2011:178) menggolongkan bentuk kajian analisis kesalahan menjadi beberapa kategori linguistik, yaitu: 1. Fonologi, yang mencakup ucapan bagi bahasa lisan, dan ejaan bagi bahasa tulis. 2. Morfologi, yang mencakup prefiks, infiks, sufiks, konfiks, simulfiks, perulangan kata. 3. Sintaksis, yang mencakup frasa, klausa, kalimat. 4. Leksikon atau pilihan kata. Penelitian ini termasuk dalam kategori kajian Fonologi. 11 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Nada Nada atau pitch adalah tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Chaer (1994:121) Dalam bahasa-bahasa bernada atau tonal, seperti bahasa Mandarin, bahasa Thai dan bahasa Vietnam, nada berperan sebagai pembeda makna. 2.2.3
Nada Ketiga pada Bahasa Mandarin Bahasa Mandarin memiliki empat buah nada yaitu nada pertama, nada
kedua, nada ketiga dan nada keempat (Wang, 2013:76). 1. Nada pertama 阴 平 (yīnpíng) yaitu nada yang dilafalkan tinggi dan mendatar dengan bentuk nada 55. Dalam han yu pin yin nada pertama ditandai dengan lambang (-). 2. Nada kedua 阳平(yáng píng) yaitu nada yang dilafalkan meninggi dengan bentuk nada 35. Dalam han yu pin yin nada kedua ditandai dengan lambang (/). 3. Nada ketiga 上声(shǎng shēng) yaitu nada yang dilafalkan menurun lalu meninggi dengan bentuk nada 214. Dalam han yu pin yin nada ketiga ditandai dengan lambang (v). 4. Nada keempat 去声 (qù shēng) yaitu nada yang dilafalkan menurun dengan bentuk nada 51. Dalam han yu pin yin nada keempat ditandai dengan lambang (\).
12 Universitas Sumatera Utara
Selain keempat nada di atas, ada juga nada tambahan yaitu nada ringan 轻声 (qingsheng) yaitu nada yang dilafalkan dengan nada datar dan singkat.
Gambar 2. 1 Gambar Tabel Penandaan Lima Tingkat Gambar di atas merupakan gambaran bentuk tinggi rendahnya nada berdasarkan tabel penandaan lima tingkat. Angka 1 merupakan titik nada rendah, angka 2 merupakan titik nada semi rendah, angka 3 merupakan titik nada sedang, angka 4 merupakan titik nada semi tinggi, titik 5 merupakan titik nada tinggi. Nada ketiga dalam bahasa Mandarin merupakan nada yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi jika dibandingkan dengan nada lainnya dan nada ketiga memiliki beberapa perubahan (Yan dan Liang, 2011:160), adapun perubahan nada ketiga yaitu: 1. Dilafalkan menjadi menurun atau disebut dengan setengah nada tiga. 13 Universitas Sumatera Utara
Sebelum terjadi perubahan, nada ketiga dilafalkan dengan menurun lalu meninggi, dengan bentuk nada 214, setelah mengalami perubahan menjadi setengah nada tiga, maka nada ini dilafalkan secara menurun dan tidak meninggi lagi, yaitu dengan bentuk nada 21. Perubahan nada ini terjadi pada saat nada ketiga diikuti oleh nada pertama , kedua, keempat, dan nada ringan contoh: 火车 huǒ chē
Nada ketiga diikuti dengan nada pertama.
可能 kě néng
Nada ketiga diikuti dengan nada kedua.
可爱 kě ài
Nada ketiga diikuti dengan nada keempat.
姐姐 jiě jie
Nada ketiga diikuti dengan nada ringan.
2. Dilafalkan menjadi meninggi, hampir mirip dengan nada kedua. Sebelum terjadi perubahan, nada ketiga dilafalkan dengan menurun lalu meninggi, dengan bentuk nada 214, setelah mengalami perubahan menjadi meninggi, nada ini dilafalkan hampir mirip dengan nada kedua, nada ini dilafalkan dengan bentuk nada 24. Perubahan nada ketiga menjadi nada meninggi ini terjadi pada saat nada ketiga diikuti nada ketiga, dengan keadaan seperti ini, maka nada ketiga yang di depan mengalami perubahan, dan nada ketiga yang di belakang tetap dibaca penuh dengan bentuk nada 214, contoh: 可以 kěyǐ
Nada ketiga diikuti dengan nada ketiga.
小姐 xiǎo jiě
Nada ketiga diikuti dengan nada ketiga.
Selain peraturan-peraturan di atas, nada ketiga tetap dilafalkan secara penuh dengan bentuk nada 214. walaupun dalam pembacaannya nada ketiga
14 Universitas Sumatera Utara
terkadang mengalami perubahan, namun pada penulisan lambang nada pada han yu pin yin tetap ditulis nada ketiga (V). 2.2.4
Vokal Dan Konsonan Bahasa Mandarin merupakan bahasa yang tidak menggunakan tulisan
Latin,. Namun pada tahun 1958, RRT secara resmi menggunakan sistem fonetik pinyin yang dibuat oleh lembaga pembaharuan tulisan RRT. Pinyin merupakan sistem alihaksara untuk membaca aksara cina, pinyin terdiri dari huruf vokal (声 母/shēng mǔ), huruf konsonan(韵母/yùn mǔ), dan nada (声调/ shēng diào). Pinyin dalam bahasa Mandarin memiliki 21 konsonan(韵母/yùn mǔ), yaitu: Tabel 2.1 Bunyi Konsonan
Lafal Indonesia
b
po
p
pho
m
mo
f
fo
d
te
t
the
n
ne
l
le
g
ke
k
khe
h
he
j
ci
q
chi
x
si
z
ce
15 Universitas Sumatera Utara
Bunyi Konsonan
Lafal Indonesia
c
che
s
se
zh
ceur
ch
cheur
sh
sheur
r
re
Pinyin dalam bahasa Mandarin memiliki 39 bunyi vokal (声母/shēng mǔ, yaitu: Tabel 2. 2 Bunyi Vokal a
Lafal Indonesia a
o
o
e
e
u
wu
ü
yiu
e
ȇ
er
er
i
yi
-i
sì
ai
ai
ei
ei
ao
ao
ou
ou
ia
ya
ie
ye
ua
wa
uo
wo
16 Universitas Sumatera Utara
2.2.5
Bunyi Vokal üe
Lafal Indonesia yue
io
yo
iao
yao
iou
you
uai
wai
uei
wei
an
an
ian
yan
uan
wan
üan
yiuan
en
en
in
yin
uen
yen
ün
yuin
ang
ang
iang
yang
uang
wang
eng
weng
ing
ying
ueng
weng
ong
ong
iong
yiong
Fonetik Akustik Fonetik akustik merupakan pembagian dari jenis-jenis Fonetik, dan fonetik
merupakan pembagian dari dua cabang kajian fonologi. Dikemukakan oleh Chaer (1994:102) bahwa Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari,
17 Universitas Sumatera Utara
menganalisis dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa, yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu. Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana otak manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia, Oconor (dalam Muslich, 2008:8). Sedangkan menurut Marsono (2008:1) Fonetik ialah ilmu yang mnyelidiki dan berusaha merumuskan secara teratur tentang hal ikhwal bunyi bahasa. Bagaimana cara terbentukya: berapa frekuensi, intensitas, timbrenya sebagai getaran udara: dan bagaimana bunyi itu diterima oleh telinga. Fonetik menurut Dew dan Jensen (dalam muslich, 2008) dapat dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu Fonetik Artikulatoris, Fonetik Akustik dan Fonetik Auditoris. Fonetik Artikulatoris adalah fonetik yang mengkaji tentang penghasilan bunyibunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia. Fonetik akustik adalah kajian yang bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang diterima. Fonetik Auditoris yaitu fonetik yang mengkaji bagaimana manusia menentukan pilihan bunyi-bunyi yang diterima alat pendengarannya. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai gejala fisik. Bunyibunyi diselidiki berhubungan dengan frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika dan laboratorium fonetis (Marsono, 2008:2). Fonetik akustik merupakan fonetik yang paling eksak
18 Universitas Sumatera Utara
karena
didasarkan
pada
penemuan-penemuan
ilmu
fisika
dan
matematika,Yulianto dan Tirtawijaya (dalam Karsono, 2013: 2) 2.3 Landasan Teori Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah dalam penelitian ini adalah teori analisis kesalahan, teori Praat dan teori faktor penyebab kesalahan. 2.3.1
Analisis Kesalahan Menurut Ellis (dalam Tarigan, 2011:60) analisis kesalahan adalah suatu
prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, saat pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Melalui kegiatan pengkajian kesalahan dapat diungkapkan berbagai hal mengenai kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal-hal yang dimaksud antara lain, latar belakang, sebab-akibat, dan berbagai kesalahan. Pada gilirannya hal itu dapat digunakan sebagai umpan-balik dalam penyempurnaan atau perbaikan pengajaran bahasa, terlebih dalam mempersiapkan pengajaran remedial. Tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pengajaran bahasa itu sendiri (Tarigan, 2011:59). Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja. Sebagai prosedur kerja, analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tertentu inilah yang dimaksud dengan metodologi Analisis Kesalahan. Adapun metodelogi Analisis Kesalahan menurut Ellis (dalam Tarigan, 2011:63), yaitu:
19 Universitas Sumatera Utara
1. Mengumpulkan sampel kesalahan 2. Mengidentifikasi kesalahan 3. Menjelaskan kesalahan 4. Mengklasifikasikan kesalahan 5. Mengevaluasi kesalahan Corder (dalam Pranowo, 1996:51) membagi kesalahan menjadi tiga jenis kesalahan , yaitu : 1. Mistake Mistake adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapan yang tepat sesuai dengan situasi yang ada. 2. Lapses Lapses merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan secara sesaat. Kelelahan tubuh bisa menimbulkan selip bahasa. 3. Errors Errors merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses tidak memiliki implikasi pedagogis (mendidik) yang berbahaya (Pranowo, 1996:51). Tarigan (2011:70) juga mengatakan bahwa kekeliruan (mistake) kurang tepat dijadikan sebagai sumber data analisis kesalahan. Sifatnya yang tidak konsisten, terjadinya
20 Universitas Sumatera Utara
hanya untuk sementara, maka bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan tersebut dapat diperbaiki oleh yang bersangkutan. Analisis kesalahan menurut pendapat Corder dapat diaplikasikan untuk penelitian tentang kesalahan pelafalan nada ketiga, yaitu penyimpangan (mistakes) yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten yang muncul dalam hasil penelitian dikategorikan sebagai error. Dari error inilah penulis menyimpulkan tingkat kesalahan mahasiswa dalam melafalkan nada ketiga. 2.3.2
Praat Praat berasal dari bahasa Belanda yang artinya suara. Praat merupakan
sebuah program yang digunakan para ahli bahasa untuk menganalisis bunyi-bunyi bahasa. Praat diciptakan oleh Paul Boersma dan David Weenink dari phonetic Science, Department University of Amsterdang. Dalam ilmu linguistik, program ini sering digunakan untuk menganalisis suara dengan berbagai bahasa yang ada, baik itu bahasa daerah ataupun bahasa internasional. Praat adalah alat ilmiah untuk para pembelajar bahasa yang dapat menganalisis spektrogram. Melalui program ini para ahli bahasa dapat menganalisis vokal dan konsonan, nada, frekuensi, durasi dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi bahasa. Praat juga dapat digunakan dalam analisis akustik. Program Praat dapat digunakan untuk menganalisis suara dengan berbagai bahasa yang ada, baik itu bahasa daerah maupun bahasa internasional. Dalam penelitian ini Praat akan digunakan untuk menganalisis bentuk pelafalan bunyi nada ketiga bahasa Mandarin. Praat akan digunakan untuk mengukur bentuk nada ketiga yang dilafalkan oleh mahasiswa Program Studi
21 Universitas Sumatera Utara
Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara sebagai pembelajar bahasa kedua. Pada tahap akhir akan dibandingkan bentuk nada antara penutur asli dengan mahasiswa Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara sebagai pembelajar bahasa kedua. 2.3.3
Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa Menurut Setyawadi (2013:13), ada tiga kemungkinan penyebab seseorang
melakukan kesalahan dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut : 1. Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si pembelajar (siswa). Dengan kata lain sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem linguistik B1 dengan sistem linguistik B2. 2. Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Kesalahan seperti ini sering disebut dengan istilah kesalahan intrabahasa (intralingual error). Kesalahan ini disebabkan oleh: penyamarataan
berlebihan,
ketidaktahuan
pembatasan
kaidah,
penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan salah menghipotesiskan konsep. 3. Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan atau yang dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran. Bahan pengajaran menyangkut masalah sumber, pemilihan, penyusunan, pengurutan, dan penekanan. Cara pengajaran menyangkut masalah pemilihan teknik penyajian, langkah22 Universitas Sumatera Utara
langkah dan urutan penyajian, intensitas dan kesinambungan pengajaran, dan alat-alat bantu dalam pengajaran.
23 Universitas Sumatera Utara