BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
Pada bab II ini, pertama penulis akan mengemukakan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan puisi-puisi penyair Li Bai pada umumnya dan yang berhubungan dengan gaya bahasa pada puisi-puisi penyair Li Bai pada khususnya. Selanjutnya penulis menguraikan dan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian ini. Dan yang terakhir penulis memaparkan teori yang diaplikasikan dalam penelitian ini yang digunakan untuk menganalisis gaya bahasa pada puisi-puisi penyair Li Bai
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai puisi Li Bai sudah banyak dilakukan, terutama di Cina. Penelitian puisi Li Bai dari sudut gaya bahasa simile dan metafora serta gaya bahasa hiperbola dan litotes sudah dilakukan oleh Ma Linyi dalam penelitiannya yang berjudul “李白诗歌中比喻与夸张的艺术赏析”(Libai shige zhong biyu yu kuazhang de yishu shangxi) (2000). Beliau membahas karakteristk gaya bahasa simile dan metafora serta gaya bahasa hiperbola dan litotes pada puisi Li Bai.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu ada juga penelitian yang membandingkan gambaran Sungai Kuning “黄河”dan Sungai Panjang “长江”pada puisi Li Bai, seperti Ma Shuping dalam penelitiannya yang berjudul “李白诗歌中的黄河与长江意象比较”(Libai Shige Zhong de Huanghe yu Changjiang Yixiang Bijiao)(2002), yang menganalisis bagaimana Li Bai menggambarkan Sungai Kuning“黄河”dan Sungai Panjang “长江”dengan begitu hidup dan penuh emosi dalam puisinya. Disamping itu ada juga Peng Jianghong dalam penelitiannya yang berjudul “论李白语言的夸张艺术”(Lun Li Bai Yuyan de Kuazhang Yishu)(2003) menganalisis beberapa karakteristik utama dari seni gaya bahasa hiperbola dan litotes pada puisi Li Bai. Walaupun penelitian tentang gaya bahasa pada puisi Li Bai di negeri Cina sudah sangat banyak, tetapi penelitian serupa hampir belum pernah dilakukan oleh pembelajar bahasa Mandarin di Indonesia, selain itu penelitian yang meneliti beberapa macam gaya bahasa pada puisi Li bai secara terperinci juga masih sangat jarang dijumpai. Penulis juga akan menganalis gaya bahasa pada puisi karya penyair Li Bai dari sudut pembelajar bahasa Mandarin di luar Cina, dan akan membahas berdasarkan pengalaman penulis tentang kesulitan-kesulitan yang mungkin dijumpai ketika mempelajari pusi Li Bai selama proses pembelajaran bahasa Mandarin. Oleh karena itu, penulis merasa penelitian analisis gaya bahasa pada kumpulan puisi karya penyair Li Bai tentunya dapat melengkapi penelitianpenelitian sebelumnya yang berkaitan dengan gaya bahasa.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2007:588). Jadi, konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1 Gaya Bahasa Bila kita melihat arti gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian dan lain sebagainya. Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (i) pemanfaatan atas kekayaaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii) keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 2008:70). Menurut Keraf (2007:113), “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan (1985:5), “gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.” Pendapat lain dikemukakan oleh Slamet Muljana tentang gaya bahasa, yaitu: “gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
Universitas Sumatera Utara
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca” (Waridah, 2008:322). Karena objek kajian penelitian ini adalah idiom bahasa Mandarin, maka gaya bahasa yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah gaya bahasa pada bahasa Mandarin.
2.2.1.1 Gaya Bahasa pada Bahasa Mandarin Menurut arti pada buku 修辞学发凡 xiūcíxué fāfán (1997:71), gaya bahasa (修辞格 xiūcígé) adalah “人们在长期的语言交际过程中,在本民族语言特点 的基础上,为提高语言表达效果而形成的格式化的方法、手段” yang artinya “sebuah cara atau metode yang terbentuk dari proses komunikasi bahasa manusia, demi meningkatkan hasil penyampaian bahasa tersebut.” Menurut Huáng dan Liào dalam buku 现代汉语 xiàndài hànyǔ diuraikan ada dua puluh satu macam gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Sedangkan menurut Chén pada buku 修辞学发凡 xiūcíxué fāfán disebutkan bahwa ada tiga puluh delapan gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Dapat dilihat, gaya bahasa pada bahasa Mandarin adalah sangat banyak. Namun karena keterbatasan kemampuan penulis terhadap gaya bahasa pada bahasa Mandarin, maka penulis hanya membahas beberapa gaya bahasa yang sering digunakan pada idiom bahasa Mandarin, yaitu对偶 dui’ou, 比喻 (dapat
Universitas Sumatera Utara
disamakan dengan gaya bahasa simile dan metafora), 夸张 (dapat disamakan dengan gaya bahasa hiperbola dan litotes), , 反问 (dapat disamakan dengan gaya bahasa erotesis). Sedangkan gaya bahasa Mandarin yang lain seperti 拈 连 nianlian,双 关 shuangguan,仿词 fangci,对比 duibi, 反语 fanyu,婉曲 wanqu,层递 cengdi,顶真 dingzhen,映衬 yingchen,设问 shewen,通感
tonggan,警策 jingce pada puisi Li Bai belum dibahas dalam penelitian ini.
1. Gaya Bahasa 对偶 duì’ǒu Menurut Huáng dan Liào, “对偶是用结构相同或相近、字数相等、意义 上密切相关的一对短语或句子对称排列起来表达相对或相近的意思” (Huáng, 1997:256) yang artinya “Duì’ǒu adalah gaya bahasa yang memanfaatkan kelompok kata atau kalimat yang bentuknya sama atau mirip, jumlahnya sama, artinya sangat berkaitan erat dibariskan secara seimbang kiri dan kanan untuk menyatakan maksud yang sama atau berlawanan.” Contoh: (1) 病从口入,祸从口出 Penyakit dari mulut masuknya, bencana dari mulut keluarnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada contoh (1) kalimat bagian kiri dan kanan memiliki jumlah karakter yang sama, yaitu masing-masing terdiri dari empat karakter. Bentuk kedua bagian ini juga sama, yaitu bagian kiri “penyakit” dan bagian kanan “bencana”; bagian kiri “dari mulut” dan bagian kanan “dari mulut”; bagian kiri “masuknya” dan bagian kanan “keluarnya”. Makna kalimat ini adalah menyatakan maksud yang sama yaitu penyakit bersumber dari mulut, musibah juga bersumber dari mulut. 2. Gaya Bahasa Perumpamaan (比喻 bǐyù) Menurut Huáng dan Liào dalam buku 现代汉语 xiàndài hànyǔ (1997:233), “比喻是用相似的事物去描绘事物或者说明道理” yang artinya “Bǐyù adalah gaya bahasa perbandingan yang memanfaatkan kemiripan dua benda atau hal untuk melukiskan benda atau hal lain ataupun menjelaskan suatu ide.” Dalam bǐyù, sesuatu yang dibandingkan disebut “本体” (běntǐ) atau dapat diterjemahkan
sebagai
“noumenon”,
sesuatu
yang
digunakan
untuk
membandingkan disebut “喻体” (yùtǐ) atau diterjemahkan sebagai “pembanding”,
dan yang menghubungkan kedua hal yang dibandingkan itu disebut “比喻词” (bǐyùcí) atau diterjemahkan sebagai “kata banding”. Noumenon dan pembanding haruslah sesuatu benda atau hal yang sifatnya berbeda, namun menggunakan satu sisi kemiripan mereka untuk melakukan perbandingan.
Universitas Sumatera Utara
Gaya bahasa perbandingan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 明喻 míngyù, 暗喻 ànyù, dan 借喻 jièyù. a. 明喻 míngyù Míngyù sama dengan gaya bahasa simile/perumpamaan pada bahasa Indonesia. Menurut Tarigan (1985:9), “perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan ini secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata “seperti” dan sejenisnya (ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, dll).” Menurut Huáng dan Liào (1997:233) pada míngyù, noumenon dan pembanding keduanya muncul dan disatukan dengan kata banding 像 xiàng, 如 rú, 似 sì, 仿佛 fǎngfú, 犹如 yóurú, 有如 yǒurú, 一般 yìbān, dan lain sebagainya. Contoh: (2) 食堂开饭时,全校同学像热锅上的蚂蚁一样挤成一团。 Di kantin saat jam makan, semua murid di sekolah seperti semut diatas panci panas berjejal jadi satu. Pada contoh (2) diatas, yang menjadi noumenon adalah “semua murid”, pembandingnya adalah “semut diatas panci panas”, dan kata bandingnya adalah “seperti”. b. 暗喻 ànyù Ànyù setara dengan gaya bahasa metafora pada bahasa Indonesia. Menurut Dale dalam Tarigan (1985:15), “Metafora membuat perbandingan antara dua hal
Universitas Sumatera Utara
atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.” Huáng dan Liào dalam buku 现 代 汉 语 xiàndài hànyǔ
(1997:234),
menyatakan bahwa ànyù disebut juga 隐喻 yǐnyù, noumenon dan pembandingnya muncul, namun menggunakan kata banding berupa kata: 是 shì (adalah), 变成 biànchéng (menjadi), 成为 chéngwéi (menjadi), 等于 děngyú (serupa/berarti), dll atau tidak menggunakan kata banding sama sekali. Contoh: (3) 爱护书籍吧,它是知识的源泉。 Peliharalah buku dengan baik, dia adalah sumber pengetahuan. Pada contoh (3), noumenonnya adalah “buku”, pembandingnya adalah “sumber pengetahuan” , sedangkan kata bandingnya adalah “adalah”. c. 借喻 jièyù Jièyù tidak menyebutkan noumenon, dan tidak ada kata banding, tetapi langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya (Huáng, 1997:234). Contoh: (4) 鲁迅在一篇文章里,主张打落水狗。他说,如果不打落水狗,它一旦 跳起来,就要咬你,最低限度也要溅你一身的污泥。 Lǔxùn (Novelis Cina) dalam salah satu karyanya, menganjurkan memukul anjing yang jatuh ke parit. Beliau mengatakan, jika tidak memukul anjing yang jatuh ke parit itu, maka begitu dia melompat ke atas, akan menggigitmu, atau minimal akan menciprat kamu dengan lumpur.
Universitas Sumatera Utara
Contoh (4) langsung menggunakan pembanding “anjing yang jatuh ke parit ” untuk menyatakan “musuh yang sudah kena pukul”. Pada contoh ini hanya muncul pembanding, tidak ada noumenon dan kata banding, kalimat ini langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya. 3. Gaya Bahasa Hiperbola (夸张 kuāzhāng) Kuāzhāng sama dengan gaya bahasa hiperbola pada bahasa Indonesia. Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1985:55). Contoh: (5) 同学们呼叫的声音响彻云霄。 Suara sorakan murid-murid menggegerkan langit. Contoh (5) menggambarkan suara sorakan dengan cara yang berlebih-lebihan yaitu “menggegerkan langit”, meskipun suara sorakan sangatlah kuat, tidaklah mungkin sampai menggegerkan langit.
4. Gaya Bahasa Erotesis (反问 fǎnwèn) Fǎnwèn sama dengan gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris pada bahasa Indonesia. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek
Universitas Sumatera Utara
yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2007:134). Contoh: (6) 我心里在想着,难道美丽的花园里一个人也没有? Dalam hati saya berpikir, apakah taman bunga secantik ini satu orang pun tidak ada? (7) 难道我会做这样的坏事儿吗? Apakah saya bisa melakukan hal jahat ini? Contoh (14) menggunakan kalimat negasi “tidak ada” untuk menekankan bahwa taman bunga secantik ini pasti ada sangat banyak orang. Contoh (15) menggunakan kalimat positif untuk menyatakan saya tidak mungkin melakukan hal jahat ini.
2.2.2 Puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1980:10). Puisi adalah karya sastra yang tergolong dalam jenis sastra imajinatif. Penggunaan bahasa dalam puisi lebih cenderung pada penggunaan bahasa konotatif. Oleh karena itu, puisi lebih sulit dipahami dari pada karya sastra yang menggunakan bahasa bermakna denotatif.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sementara itu puisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1. Ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait. 2. Gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi. 3. Sajak
Puisi (诗) dalam Kamus Bahasa Mandarin Modern diatikan sebagai sejenis ragam sastra yang bahasanya mempunyai irama dan rima dan secara terfokus mencerminkan sebuah kehidupan serta mengungkapkan perasaan dari penyair yang artinya adalah (文学体裁的一种,通过有节奏、韵律的语言集中地反映 生活、抒发情感 ((现代汉语词典 XiànDài HànYǔ CíDiǎn) (2009).
2.2.2.1 Sekilas Tentang Penyair Li Bai Li Bai adalah penyair terkenal Tiongkok pada zaman Dinasti Tang. Karakternya yang tinggi hati dan percaya diri, lapang dada, kreasi yang bebas dan
Universitas Sumatera Utara
romantis sepenuhnya memanifestasikan karakter zaman dan wajah spiritual cendekiawan Tiongkok pada masa jaya Dinasti Tang. Keluarga Li Bai (tahun 701 sampai 762) berasal dari Provinsi Gansu, namun tentang riwayat keluarganya dan tempat lahirnya sampai sekarang masih merupakan teka-teki. Dari syair Li Bai dapat diketahui bahwa ia berasal dari keluarga mampu dan berpendidikan. Sejak kecil ia banyak membaca buku dan mahir main pedang. Sejak usia dua puluh tahun , Li Bai bertamasya ke berbagai tempat untuk memperluas pengetahuannya. Karena pengenalan yang luas dan kecerdasan yang luar biasa, ia mencapai prestasi yang brilian di bidang syair.
Meskipun pada waktu itu percetakan dan perhubungan sangat terbelakang, namun dengan saling memberi dan bertukar karya sajak antara sesama sastrawan, Li Bai sudah sangat terkenal pada usia masih muda.
Belajar pengetahuan dan mengikuti ujian negeri adalah cita-cita kalangan berpendidikan di Tiongkok zaman kuno. Li Bai pada usia muda sangat ingin berbuat sesuatu di karier politik, maka ia pergi ke Chang’an, ibu kota Dinasti Tang. Karena namanya yang tersohor sebagai penyair dan rekomendasi tokoh terkenal, Li Bai diangkat menjadi penasehat kerajaan pada tahun 742. Ini merupakan masa yang paling dibanggakan sepanjang hidupnya.
Li Bai yang berkarakter tinggi hati sangat tidak puas terhadap kelapukan dunia politik pada waktu itu. Ia ingin mendapat kepercayaan kaisar dan diberi posisi penting agar dapat menunjukkan kepandaiannya di bidang politik. Akan
Universitas Sumatera Utara
tetapi kaisar pada waktu itu hanya memandangnya sebabai penyair kerajaan, ditambah lagi kaum yang berkuasa di istana mendiskreditkannya sehingga ia tidak lagi dipercaya oleh kaisar. Dengan rasa kecewa terhadap kerajaan, Li Bai meninggalkan Chang’an, kembali hidup mengembara melanglang buana melampiaskan isi hatinya dengan membuat sajak dan minum arak.
Sebagian besar dari sepanjang hidup Li Bai dilewatkan dalam perjalanan keliling ke seluruh negeri. Pada masa itu, ia telah menulis banyak sajak yang menukiskan pemandangan alam. Banyak bait-bait sajaknya yang sangat hiperbola dan sangat hidup melukiskan pemandangan alam menjadi kata-kata terkenal sepanjang masa.
Sajak Li Bai yang tersebar sampai sekarang terdapat 900 lebih, selain itu terdapat pula 60 lebih prosa. Sajak Li Bai sangat memukau dengan imajinasi dan kemegahan semangatnya yang luar biasa. Sajak-sajaknya telah memberikan pengaruh yang mendalam dan menjangkau jauh kepada generasi sesudahnya sehingga ia dijuluki sebagai Dewa Syair.
2.3 Landasan Teori Karena tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan fungsi dan makna dari penggunaan gaya bahasa pada puisi Li Bai, maka penulis menggunakan teori semantic.
Universitas Sumatera Utara
Semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa (Chaer, 1995:2). Menurut Pateda (2001:7), semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Berkaitan dengan penelitian penulis, maka teori semantik leksikal tentang pergeseran dan perubahan maknalah yang akan dipakai penulis untuk menganalisis penggunaan gaya bahasa pada puisi Li bai dengan memfokuskan pada makna dalam gaya bahasa. Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (i) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii) keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra; (iv) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan (Pateda, 2011:233) Gaya bahasa sering dan banyak dibicarakan dalam bidang sastra, tetapi yang dipentingkan bukan soal gaya bahasanya, melainkan makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Misalnya, “Saya bisa mengunjungi kamu minggu ini.” Dengan membaca kalimat tersebut kita akan mengetahui bahwa makna kata bisa yang terkandung di dalam gabungan kata ini, adalah dapat dan bukan racun. Dengan demikian Makna yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dilihat dari segi kedekatan antarmakna, ada pula yang dapat dilihat dari segi kesamaan makna.
Universitas Sumatera Utara