BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
Penjelasan dalam bab II ini yang terdiri dari tinjauan pustaka, konsep, dan landasan teori tentang Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa. 2.1
Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki
atau mempelajari (KBBI, 2003:1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (KBBI, 2003:912) Ani Rostyati, jurnal (2005) : Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Pada Masyarakat Cina Benteng. Jurnal ini menjelaskan masyarakat Cina Benteng, dikatakan bahwa masih memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri atau tradisi yang telah diwariskan turun temurun dari generasi sebelum-nya. Prosesi upacara yang dilaksanakan memang tidak terlalu besar, tapi tetap dilakukan dengan khidmat tanpa meninggalkan esensi dari tujuan upacara tersebut. Fungsi dari upacara tradisional tersebut, yaitu memiliki fungsi spiritual dan fungsi sosial. Karnadi,
Artikel Analisa (2010) : Cap Gomeh dan Kue Bulan pada
masyarakat Tionghoa di Medan. Artikel ini menjelaskan acara berlangsungnya sembahyang Tiong Ciu Phia pada tanggal 15 bulan 8, masyarakat Tionghoa lebih mengenalnya sebagai kue bulan. Serta merta artikel ini memberikan penjelasan sejarah datang kue bulan dan perayaan cap gomeh.
Universitas Sumatera Utara
Sandra, skripsi (2010) : Bahasa Nonverbal Sebagai Makna Warna Dalam Etnis Tionghoa Dalam Perayaan Imlek di Kecamatan Medan Petisah. Sekripsi ini menggunakan teori Barthes tentang pemaknaan tahap kedua pada sebuah tanda dan teori Peirce tentang tiga hubungan tanda. Dari uraian diatas, penelitian terhadap Fungsi dan Makna Makanan Tradisional Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa menggunakan teori Fungsionalisme serta pendekatan teori Fungsionalisme Malinowski sama sekali belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Malinowski merasa bahwa fungsi terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.
2.2
Konsep Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588)
adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variabel-variabel mana yang kita inginkann, untuk menentukan hubungan empiris. Olek karena itu konsep penelitian ini adalah mengenai :
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Makanan Tradisional Makanan adalah sesuatu benda yang bahan bakunya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan merupakan wujud dari kebudayaan manusia, karena dalam proses pengolahan bahan-bahan mentah sehingga menjadi makanan. Begitu pula dalam perwujudanya, cara penyajiannya dengan mengkonsumsinya sampai menjadi tradisi. Semua hal itu hanya mungkin terjadi karena adanya dukungan dan adanya hubungan yang saling terkait dengan berbagai aspek yang ada dalam kehidupan sosial dan dengan berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat tertentu. Makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat. Makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Nuraida dan Dewanti-Hariyadi, 2001). Makanan tradisional merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Jenis makanan juga mempunyai arti simbolik, dalam arti mempunyai arti sosial, agama, dan lain-lain. Makanan tradisional yang akan diteliti adalah kue keranjang, kue bulan, kue bakchang, dan kue cenil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. 1 Makaanan dan Kebudayaan K n Matang/m masak
Segitigaa Levi-Stra auss yang teerdiri dari Cuit (mentah), CRU (masak), dan d Poourri (ferm mentasi).
2.2.2
Up pacara Bud daya Buudaya atau u kebudayaaan adalah h keseluruaah yang kkompleks, yang
didalamnyya terkandu ung ilmu peengetahuan, kepercayaaan, keseniann, moral, hu ukum adat istiaddat dan kem mampuan yanng lain serta kebiasaan n yang didappat oleh maanusia sebagai annggota masy yarakat. Daalam (Ihron ni, 2006-xxii) siklus hid dup pada masyarakat m T Tionghoa adalah a suatu konnsep antrop pologi buddaya yang berarti lin ngkaran hiddup mulai saat kelahiran sampai kem matian. Meelukiskan siiklus hidup dari wargaa yang dian nggap warga rataa-rata, meru upakan salaah satu cara yang dap pat mengung ngkapkan baanyak keterangann mengenaai suatu kkebudayaan.. Khususny ya, diperhaatikan kejaadiankejadian yang y diang ggap pentinng dalam kebudayaan k yang berssangkutan, yaitu
Universitas Sumatera Utara
upacara-upacara yang menandakan perubahan kedudukan para warga masyarakat, atau upacara peralihan. Upacara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:1994) adalah 1. Tanda-tanda kebesaran, 2. Peralatan menurut adat istiadat, 3. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama, 4. Perbuatan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Istilah upacara budaya dalam penelitian ini merupakan sebuah kegiatan yang bersifat sosial. Banyak sekali peradatan dan upacara perayaan ini, yang masih tetap dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dalam setahun. Masyarakt Tionghoa masih mempertahankan tradisi leluhur, bukan hanya dibelahan Asia saja. Di negara maju seperti Indonesia sekalipun, masyarakat Tionghoa masih tetap teguh melaksanakan tradisinya. Menurut Lina Wang (dalam Wikepedia), wanita profesional yang mengerti banyak tentang peradatan Tionghoa masyarakat. Dan menurutnya juga ada 8 macam hari-hari besar Tionghoa yang masih terus dirayakan dengan peradatan serta menyajikan makanan sebagai sajian dalam upacara tersebut yaitu: 1. Perayaan Musim Semi/ Imlek (Chun jie), biasanya jatuh pada tanggal 1 di bulan 1 kalender lunar Cina. 2. Perayaan Lampu Lampion/Capgomeh (Yuan Xiao), biasanya jatuh pada tanggal 15 di bulan 1 kalender lunar Cina. 3. Perayaan Pemujaan Langit (Qingming Jie), biasanya jatuh pada tanggal 4 atau 5 bulan april kalender lunar Cina.
Universitas Sumatera Utara
4. Perayaan Lomba Perayu naga/Makan Bakcang (Duanwu Jie), biasanya jatuh pada tanggal 5 di bulan 5 kalender lunar Cina. 5. Perayaan Valentine Cina (Qiqiao Jie), biasanya jatuh pada tanggal 7 di bulan 7 kalender lunar Cina. 6. Perayaan Kue Bulan ( Zhongqiu Jie), biasanya jatuh pada tanggal 15 bulan 8 kalender lunar Cina. 7. Perayaan tanggal 9 bulan 9/ Hari Orangtua (Chongyang Jie), biasanya jatuh pada tanggal 9 bulan 9 kalender lunar Cina. 8. Perayaan Makan Cenil (Dong Jie), biasanya jatuh pada tanggal 21 atau 22 bulan 12 kalender lunar Cina. Sebagian dari perayaan upacara budaya yang diadakan etnis Tionghoa, memiliki banyak cerita legenda-legenda asal muasal terjadinya upacara perayaan ini. Dan ada juga yang menyebutkan sebagai mitos saja. Dan penulis hanya mengambil beberapa perayaan sebagai bahan tulisan ini, perayaan Imlek, perayaan makan Bakcang, perayaan kue Bulan, dan perayaan makan Cenil.
2.2.3
Masyarakat Tionghoa Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan
bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, di mana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Kontjaraningrat, 1985:60). Masyarakat juga merupakan sistem hubungan sosial (sosial relation system) yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memproleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu. Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhinghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Suku bangsa Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek Mandarin disebut Tangren (bahasa Indonesia : Orang Tang). Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi, hanyu piyin : hanren, bahasa Indonesia: Orang han). Kehidupan masyarakat Tionghoa mulai mewarni lembaran ritual di Indonesia. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai adat istiadat. Mereka mengenal bermacam-macam perayaan atau festival tradisional. Adat istiadat ini merupakan suatu bentuk penggamabaran kebiasaan sehari-hari, tradisi, dan mitos
Universitas Sumatera Utara
yang berkembang di masyarakat. Makanan yang berupa sajian dalam upacara tradisional masyarakat Tionghoa adalah dunia simbolis. Cassirer (dalam Sartini, 2006) mengatakn bahwa “...dunia simbolis manusia dapat terungkap melalui bahasa, mitos, seni,dan religi atau agama.” Pada awalnya bermacam-macam perayaan ini mempunyai sejarah sendirisendiri, kemudian hal ini mengalami perubahan kareana pengaruh dari berbagai agama di sekililing masyarakat Tionghoa. Secara umum, agama dan kepercayaan masyarakat Tionghoa dapat dikelompokkan (1) Konghucu, (2) Taoisme dan Budha, (3) kristen Protestan, (4) Kristen katolik, (5) Islam, (6) Ajaran Tridharma.
2.3
Landasan Teori Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang diuraikan berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.3.1
Fungsionalisme Kebudayaan Untuk melihat fungsi “Makanan Tradisional” pada perayaan upacara
budaya masyarakat Tionghoa penulis menggunakan teori Fungsionalisme Kebudayaan. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusiinstitusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsiinstitusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
2.3.2
Bronislaw Malinowski Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh
seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganlisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teri fungsionalisme kebudayaan, atau a funcitional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu (Malinowski 1944). Bagi Malinowski (Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi, “…bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme
Universitas Sumatera Utara
terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.“ Pandangan Malinowski (Ihroni, 2006), fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enaq badan (bodily comfort),keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan. Pemikiran
Malinowski
mengenai
syarat-syarat
metode
geografi
berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaa Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranatapranata sosial menjadi mantab juga. Dalam hai itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu: 1.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
Universitas Sumatera Utara
2.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga , masyarakat yang bersangkutan;
3.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
Contohnya: unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat.
Universitas Sumatera Utara