BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, 2001 :117).
2.1.1 Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia ( Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema ( kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Perancis : signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam Chaer , 1995 :2), yang terdiri atas (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah suatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya (Chaer, 1995 : 3).
2.1.2 Makna
Universitas Sumatera Utara
Objek studi semantik adalah makna, atau yang lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Teori yang dikemukakan Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1995 : 29) mengungkapkan bahwa pengertian makna merupakan konsep dari suatu tanda bunyi, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Pemahaman makna dibedakan dari arti di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna menurut Palmer (1976 : 30) hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons (1977 : 20) menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon. Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti, pemakai bahasa dituntut untuk menaati kaidah gramatikal, atau tunduk kepada kaidah pilihan kata menurut sistem leksikal yang berlaku di dalam suatu bahasa.
2.1.3 Harian Sumut Pos Surat kabar merupakan media penyampaian berita kepada khalayak dan sebagai sumber satu-satunya bagi khalayak dalam mengakses informasi yang sama secara bersamaan.
Universitas Sumatera Utara
Sumut Pos adalah surat kabar harian di Indonesia milik grup Jawa Pos. Koran ini beredar setiap pagi di wilayah Sumatera Utara, khususnya Medan dan sekitarnya. SumutPos sebelumnya adalah Radar Medan terbit pertama kali 1 Juni 1999 di kota Medan, tampil berani dan berbeda saat semua koran lokal di kota ini masih tampil dengan 9 kolom, Radar Medan Koran lokal baru tampil modern dengan 7 kolom sangat
disambut
baik
oleh
masyarakat
Medan
dan
berkembang.
Dalam
perkembangannya Radar Medan memiliki adik baru yakni Radar Nauli, koran yang mengkoordinir semua berita dan geliat daerah di kabupaten/kota Sumatera Utara dan didistribusikan hanya di daerah. Kemudian dalam perjalanannya, manajemen merubah nama Radar Medan menjadi Harian Sumut Pos, yang merupakan perpaduan Radar Medan dengan Radar Nauli. Koran yang berpenampilan modern dan intelek ini terbit 1 oktober 2001. Setiap hari terbit 24 halaman dan berwarna, dan semakin kaya akan informasi lokal, nasional, dan internasional. Harian Sumut Pos edisi Maret 2010 memuat berita yang cukup lengkap meliputi beberapa kolom, yaitu Sumut Pos, internasional, digilife, pilkada, prosumut, setia budi, medan on fokus, total sport, world soccer, iklan paket murah, iklan kolom, all sport, ayam kinantan, metropolis, publik interaktif, Medan society, kota satelit, citizen jurnalism, gerbang edukasi, dan Xpresy.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Polisemi Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 1995 : 101). Umpamanya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan ; (2) bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau
Universitas Sumatera Utara
depan dan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api ; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun ; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat : setiap kepala menerima bantuan Rp 6000,00 ; dan (6) akal budi seperti pada kalimat : badannya besar tapi kepalanya kosong. Parera (2004:81) mengatakan polisemi adalah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan atau kaitan antara makna-makna yang berlainan. Pada dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya. Umpamanya makna leksikal kata kepala di atas adalah ‘bagian tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’. Makna leksikal ini yang sesuai dengan referennya (lazim disebut orang makna asal, atau makna sebenarnya) mempunyai banyak unsur atau komponen makna. Kata kepala di atas, antara lain, memiliki komponen makna : 1) terletak di sebelah atas atau depan 2) merupakan bagian yang penting (tanpa kepala manusia tidak bisa hidup, tetapi tanpa kaki atau lengan masih bisa hidup) 3) berbentuk bulat Dalam
perkembangan
selanjutnya
komponen-komponen
makna
ini
berkembang menjadi makna-makna tersendiri. Kita ambil contoh lain, kata kaki yang memiliki komponen makna, antara lain; 1) anggota tubuh manusia (juga binatang) 2) terletak di sebelah bawah 3) berfungsi sebagai penopang untuk berdiri
Universitas Sumatera Utara
Komponen makna (1) adalah makna asal, yang sesuai dengan referen, atau juga makna leksikal dari kata itu. Dalam perkembangan selanjutnya komponen makna (2) berkembang menjadi makna tersendiri untuk menyatakan bagian dari segala sesuatu yang terletak di sebelah bawah seperti dalam frase kaki gunung dan kaki bukit. Komponen makna (3) juga berkembang jadi makna tersendiri untuk menyatakan segala sesuatu yang berfungsi sebagai penopang, seperti dalam frase kaki meja dan kaki kamera. Kalau kita perhatikan kata kepala dan kata kaki dengan segala macam maknanya itu, maka kita dapat menyatakan bahwa makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut. Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikal sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu. Kehadiran kata-kata itu harus dalam satuan-satuan gramatikal yang lebih tinggi dari kata seperti frase atau kalimat. Kata kepala yang berarti ‘pemimpin’ atau ‘ketua’ baru muncul dalam pertuturan karena kehadirannya dalam frase seperti frase kepala desa, kepala gerombolan, dan kepala rombongan. Tanpa kehadirannya dalam satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, kita tidak akan tahu akan makna-makna lain itu. Berbeda dengan makna asalnya yang sudah jelas dari makna leksikalnya karena adanya referen tertentu dari kata tersebut. Palmer (dalam Pateda, 1976 : 65) mengatakan bahwa polisemi merupakan suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda. Simpson ( 1979 : 179) mengatakan bahwa polisemi merupakan sebuah kata yang mempunyai dua kata atau lebih yang maknanya berhubungan. Pendapat tersebut
Universitas Sumatera Utara
sejajar dengan pendapat Zgusta (1971 : 61) yang mengatakan bahwa polisemi merupakan sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Di dalam meneliti pemakaian polisemi, peneliti harus memiliki kosakata yang besar jumlahnya karena pengertian yang akan digunakan masing-masing berbedabeda satu dengan yang lain.
Namun, hal itu bukan persyaratan mutlak. Manusia
tidak sanggup mengingat kosakata yang seluas itu. Sebaliknya bahasa Indonesia pun tidak cukup kesanggupannya untuk membentuk kata yang berbeda-beda sebanyak yang timbul dalam pikiran. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah kata-kata atau paduan kata yang dipakai dalam penggunaan bahasa itu, sedapat mungkin tidak terjadi kesalahpahaman atau bebas dari tafsiran ganda. Kegandaan makna dapat membuat pendengar atau pembaca ragu-ragu dalam menafsirkan makna kata atau kalimat yang didengar atau dibacanya. Misalnya kalau kita mendengarkan orang mengatakan pukul kita menjadi ragu-ragu. Apakah yang dimaksud adalah pukul yang digunakan untuk menyatakan waktu (jam) atau barangkali yang dimaksud adalah perbuatan memukul. Dari beberapa pendapat di atas, penelitian ini menggunakan pendapat Abdul Chaer (1995:101) mengenai polisemi. Setelah kita mengetahui apa itu polisemi
( makna
ganda) timbul pertanyaan mengapa terjadi polisemi ? Menurut Fatimah (2009:67) polisemi dapat terjadi karena : 1) Kecepatan melafalkan kata. Misalnya ( ban tuan) atau (b a n t u a n) (apakah “ban kepunyaan tuan” ataukah “pertolongan”) 2) Faktor gramatikal.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya pemukul dapat bermakna “alat yang digunakan untuk memukul atau bermakna “orang yang memukul ; orangtua “ibu-bapak” atau “orang yang sudah tua”. 3) Faktor leksikal yang dapat bersumber dari : a. Sebuah kata yang mengalami perubahan penggunaan sehingga makna baru. b. Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda. c. Karena manusia pandai berandai-andai atau akibat adanya metafora. 4) Faktor pengaruh bahasa asing. Misalnya kata butir digunakan untuk mengganti kata unsur atau dari bahasa Inggris item, dan butir bermakna “barang yang kecil-kecil serperti beras, intan” ; “penolong bilangan untuk barang yang bulat-bulat atau kecil-kecil” ; ‘”salah satu bagian dari keseluruhan’ ; “perincian”. 2.2.2 Jenis-jenis Kata Kata merupakan masalah yang sering dihadapi oleh para linguis dalam linguistik. Para pemakai bahasa yang awam dengan mudah membentuk kalimatkalimat dengan kata dan dapat memisah-misahkan kalimat terhadap kata-kata. Begitu juga terhadap orang pandai dapat menuliskan kalimat-kalimat dengan mudah memisahkan kata-kata antar sesamanya dalam tulisan mereka. Di dalam KBBI (Dekdipbud 1993 : 451) kata bermakna sebagai berikut : 1) Unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. 2) Ujar, bicara.
Universitas Sumatera Utara
3) Morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. 4) Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Adapun penggolongan kata yang dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut: Alwi (dalam Bandana, 2002:78-79) membagi kelas kata ke dalam empat kelompok yaitu : 1) Verba (kata kerja) yaitu kata yang berfungsi sebagai predikat dalam tataran klausa atau kalimat. Misalnya : belajar, tidur. 2) Nomina (kata benda) yaitu kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, konsep atau pengertian. Misalnya : baju, rumah, laptop, dan buku. 3) Adjektiva (kata sifat) yaitu : a. Kata yang dapat bergabung dengan partikel sekali, tidak, sangat, seperti tidak cantik. b. Kata yang dapat mendampingi nomina, seperti : anak baik, guru cantik. c. Kata yang dapat didampingi partikel sekali, seperti : buruk sekali, manis sekali. 4) Adverba (kata keterangan). Berdasarkan ciri bentuk dan kelompok kata, Gorys Keraf (dalam Ramlan, 1985 : 44-46) menggolongkan kata-kata menjadi empat golongan, yaitu : 1. Kata benda Berdasarkan bentuknya, semua kata yang mengandung morfem terikat atau imbuhan ke-an, pe-an, pe-, -an, ke- merupakan calon kata benda. Misalnya : perkataan, kecantikan, pelajar, makanan, dan lain-lain. Berdasarkan kelompok kata
Universitas Sumatera Utara
benda mempunyai ciri-ciri dapat diperluas dengan yang + kata sifat. Jadi yang disebut kata benda adalah semua kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang + kata sifat. Kata ganti merupakan subgolongan kata benda. 2. Kata kerja Berdasarkan bentuknya, semua kata yang mengandung me-, ber-, -kan, -I, didicalonkan sebagai kata kerja. Berdasarkan kelompok kata semua jenis kata-kata diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat termasuk golongan kata kerja. Misalnya, kata berlari, memasak, makan,melihat, mengarungi, dan sebagainya.
3. Kata sifat Berdasarkan bentuknya, semua kata dapat menggunakan se + reduplikasi kata dasar + nya dicalonkan sebagai kata sifat dapat diterangkan oleh kata paling, lebih, sekali. Kata bilangan merupakan subgolongan kata sifat. 4. Kata tugas Berdasarkan bentuknya kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk. Misalnya, kata dengan, telah, dan tetapi. Ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk, misalnya kata tidak, sudah. Berdasarkan kelompok kata, kata tugas hanya mempunyai tugas untuk memperluas transformasi kalimat. Kata tugas tidak dapat menduduki fungsi pokok dalam sebuah kalimat dan tidak dapat membentuk kalimat meskipun ada juga kata tugas yang dapat membentuk kalimat. Misalnya : sudah, belum, tidak, bukan. Berdasarkan empat kategori kata yang dikemukakan oleh Alwi (dalam bandana, 2002) dan Gorys Keraf (dalam Ramlan, 1985: 44-46) peneliti menggunakan teori Alwi dan Gorys Keraf berdasarkan kelas kata verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva(kata sifat) dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang didapat
untuk di kaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah
sebagai berikut : Tetty Rinawaty (1999), dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Pemakaian Polisemi pada Harian Suara Pembaharuan, menganalisis tentang makna polisemi dan kategori polisemi. Dalam penelitiannya dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam harian Suara Pembaharuan lebih cenderung menggunakan kelas kata kerja serta tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda karena telah digunakan pada kalimat yang tepat, sehingga informasi yang di sampaikan dapat di pahami. Bandana dan kawan-kawan (2002), dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Polisemi dalam Bahasa Bali. Bandana dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Bali dapat ditinjau dari bentuknya, kategori katanya dan perubahan maknanya. Berdasarkan perubahan makna, polisemi dalam bahasa Bali ada dua yaitu perluasan makna dan pembelahan makna. Fahri Lubis (2004), dalam skripsinya yang berjudul Polisemi dalam Bahasa Mandailing, menganalisis tentang kategori kata polisemi serta perubahan makna polisemi. Dalam penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Mandailing berdasarkan bentuknya ada dua yaitu polisemi berbentuk kata dasar dan polisemi berbentuk kata kompleks. Berdasarkan kategori kata polisemi dalam bahasa Mandailing ada empat yaitu : polisemi Verba (kata kerja), polisemi Nomina (kata benda), polisemi Adjektiva (kata sifat). Marini Nova (2008) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemakaian Polisemi pada Harian Medan Bisnis edisi Agustus 2007. Dalam penelitiannya dia
Universitas Sumatera Utara
menyimpulkan bahwa dalam harian Medan Bisnis edisi Agustus 2007 terdapat tiga kelas kata polisemi yakni polisemi Verba (kata kerja) sebanyak 60,57%, polisemi nomina (kata benda) sebanyak 32,21%, dan polisemi Adjektiva (kata sifat) sebanyak 41,22%. Polisemi pada harian Medan Bisnis edisi Agustus 2007 lebih cenderung menggunakan kata kerja. Berdasarkan beberapa sumber di atas, maka dapat dijadikan sebagai sumber sejumlah data yang relevan dan berhubungan dengan penelitian pemakaian polisemi dalam harian Sumut Pos karena hasil penelitian sebelumnya dapat menjadi informasi bagi peneliti untuk memperoleh analisis yang lebih lengkap dengan menggunakan teori polisemi. Oleh karena itu, analisis pemakaian polisemi dalam harian Sumut Pos sama sekali belum pernah diteliti dan pada kesempatan ini akan diteliti tentang kategori jenis kata polisemi dan bagaimana makna kata polisemi yang terdapat dalam harian Sumut Pos edisi Maret 2010.
Universitas Sumatera Utara