BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas
dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu (Singarimbun, 1989: 32).
2.1.1
Asosiasi Pornografis Dalam KBBI (2005) asosiasi adalah tautan dalam ingatan pada orang
lain atau barang; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indra. Asosiasi juga diartikan dengan perubahan makna akibat persamaan dua sifat yang sama. Contoh : 1) Saat Jumat kliwon kami sering melihat putih-putih lewat dari kuburan itu. 2) Mulut gang itu sangat rawan. Pada contoh di atas kata putih-putih diasosiasikan dengan hantu, karena kesamaan sifatnya bahwa hantu identik dengan kain kafan putih, sedangkan kata mulut gang diasosiasikan dengan bagian muka depan tempat jalan masuk. Karena kesamaan sifat dengan mulut sebagai jalur memasukkan makan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam KBBI (2005) Pornografi adalah penggambaran tindakan erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu atau birahi dalam seks. Sedangkan pornografis adalah hal yang bersifat pornografi. Jadi asosiasi pornografis adalah perubahan makna akibat adanya pertalian atau hubungan dengan pornografi.
2.1.2 Judul Judul adalah nama yang dipakai untuk buku atau bab dari buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu (Alwi, 2005:479).
2.1.3 Berita Artis Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa hangat; kabar; pemberitahuan; pengumuman (Alwi, 2005:141). Artis adalah ahli seni; seniman, seniwati (seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama) (Alwi, 2005:67). Berita artis adalah keterangan atau kabar mengenai kehidupan seputar para seniman.
2.1.4 Koran Lembaran kertas yang bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), terbit setiap hari atau setiap periodik; surat kabar; harian.
2.2 Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.2.1
Pragmatik Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
tentang makna yang dikehendaki si penutur (dalam Cahyono, 1955:213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi,
tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana, Levinson (dalam
Soemarmo, 1988:169). Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada asosiasi dan tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.
2.2.2
Asosiasi Menurut Selametmuljana (dalam Mansoer Pateda, 2001:178) mengatakan
asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna baru; yakni di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa, dan antara makna baru dan makna lama terdapat pertalian. Makna leksikal kata asosiasi menurut Dekdikbud (dalam Mansoer Pateda, 2001:179) adalah (i) persatuan rekan usaha; persatuan dagang; (ii) perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama; (iii) tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan; ingatan; atau kegiatan panca indra. Menurut Putu Wijana dalam bukunya Analisis Wacana Pragmatik, membagi teknik penciptaan asosiasi pornografis menjadi empat, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Teknik Elipsis Teknik elipsis juannya adalah untuk mennimbulkan persepsi “yang bukan-
bukan” didalam pikiran pembacanya dengan memanfaatkan kalimat-kalimat pendek dan tidak lengkap pada judul berita. Contoh: (a) Saya Menikmati, (b) Pelan, tapi Maksimal, (c) Saya Siap Melayani. Ketiga data di atas, (a), (b), dan (c) merupakan contoh data judul berita artis yang diciptakan wartawan dengan teknik elipsis. Artinya wartawan membuat judul berita dengan kalimat tidak lengkap, sehingga menimbulkan persepsi “yang bukan-bukan”. Hal ini disengaja oleh penulis berita dengan cara menghilangkan sebagian kalimatnya yang lengkap, kemudian penggalan yang tidak lengkap tersebut yang akan dijadikan sebagai judul. Judul berita di atas, (a), (b), dan (c) sebenarnya kalimatnya yang lengkap sebagai berikut; (a) Saya menikmati semua kegiatan saya, terutama di KIPP membuat saya bisa menyaksikan langsung bagaimana proses kegiatan politik kita saat ini, (b) Aku juga belum bisa memastikan rekaman. Aku mau pelan-pelan saja, tapi hasilnya maksimal, dan (c) Pokoknya apapun permintaan penonton saya siap melayani. Jika judul-judul berita artis tersebut ditulis secarajelas dan lengkap, maka berita artis tersebut kurang menarik pembaca untuk mengetahui isi beritanya secara keseluruhan. 2.
Teknik Makna Ganda Teknik judul makna ganda adalah berita dengan memanfaatkan kata-kata
yang bermakna ganda atau ambiguitas dan polisemi. Kalimat seperti ini diharapkan penulis untuk menimbulkan berbagai penafsiran dibenak pembacanya.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: (d) Pemanasan Sebelum Main (e) Pernah ‘Menghabiskan’ 4 Pria Pada judul berita (d) dan (e) di atas makna asosiasi “yang bukan-bukan” sangat mungkin muncul dalam benak pembaca. Hal ini ditimbulkan dari makna ganda dari kata pemanasan pada data (d) (‘pemanasan sebelum aktivitas olahraga /persiapan sehari’ dan bukan ‘pemansasn sebelum melakukan hubunganintim atau seksual’), kata menghabiskan pada data (e) yang berarti ‘putus dengan pacar sebanyak empat kali’ dan bukan ‘mengalahkan pria dalam berhubungan seksual’.
3.
Teknik Metaforis Metaforis adalah teknik penciptaan judul untuk menimbulkan makna”yang
bukan-bukan” dengan membuat metafora. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat; misalnya buaya darat, hidung belang. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mengunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua, Keraf (dalam Putu Wijana 2010:181).
4.
Teknik Gambar atau Ilustrasi Selain ketiga teknik penciptaan asosiasi di atas , penulis berita juga
memanfaatkan teknik gambar atau ilustrasi artis dalam media massa cetak dengan sensual masih dengan tujuan yang sama yakni untuk menciptakan makna “yang bukan-bukan” dibenak pembacanya. Gambar atau foto para artis yang menjadi objek pemberitaan sangat menarik pembacanya baik dari segi letak juga posenya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Tindak Tutur
Menurut Searle, (dalam Rani, 2004:158) komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekadar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi praktik penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu : 1. Tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan si penutur, tetapi bermaksud untuk memberi tahu petutur (dalam Lubis, 1991:9) Contoh : Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan lapar mengacu ke ‘perut yang kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan. 2. Tindak ‘ilokusi’ yaitu tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengucapkan kalimat tidak
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan di balik tuturan tersebut. Contoh : Saya lapar yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “ Saya mohon bantuan Anda” tidak hanya suatu pernyataan saja, tetapi maksudnya adalah si penutur benar-benar meminta bantuan. 3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam Lubis, 1993:9). Contoh : dari kalimat Saya lapar yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur. Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “predikasi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’ atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu. Ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya. Kalimat : Nilai raportmu bagus sekali! Dari segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai raport itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, dapat berupa pujian atau ejekan. Pujian kalau nilai raportnya memang bagus, dan ejekan kalau nilainya tidak bagus. Dari segi
Universitas Sumatera Utara
perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih. Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pedengar mengolahnya sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya. Jadi, kalimat: nilai raportmu bagus sekali bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna dibalik ujaran tersebut. Dalam hal ini, konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Jika yang menyatakan itu adalah orang tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis atau ia menyatakan akan berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi. Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni : 1.
Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat
3.
Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.
4.
Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya.
5.
Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan
hukuman,
mengucilkan
atau
membuang,
mengangkat
(pegawai), dan sebagainya.
2.2.4
Konteks Konteks berasal dari bahasa latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’.
Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama. Hymes (dalam Chaer, 1995:62), sorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah : 1. S (Setting and Scane) 2. P (Participants) 3. E (Ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan
Universitas Sumatera Utara
4. A (Act sguence), mengacu kepada bentuk ujaran dan isi ujaran 5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau 6. I (Instrumentalities) 7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian. Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda apabila berbicara dengan
Universitas Sumatera Utara
orang tua atau gurunya bila dibandingkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya namun mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu. Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan apa hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan. Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan : dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentatalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek atau register.
Universitas Sumatera Utara
Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
2.3
Tinjauan Pustaka Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan
adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2005:912). Wijana (2001) meneliti makna asosiasi dalam Koran Jakarta Post. Dia membahas beberapa judul pada berita artis yang menggunakan asosiasi pornografi yang banyak dimuat penulis yang membuat tulisannya menarik untuk dibaca. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan makna asosiasi yang dapat ditimbulkan oleh sebuah judul berita artis ataupun hiburan. Muhammad Rohmadi, Kundharu Saddhono (2007) mendeskripsikan dan menjelaskan kekhasan judul-judul berita artis dalam media massa cetak yang berasosiasi pornografis dalam skipsinya di FKIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Universitas Sumatera Utara