BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Auditing Auditing
merupakan
kegiatan
pemeriksaan
dan
pengujian
suatu
pernyataan, pelaksanaan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak independen guna memberikan suatu pendapat. Pihak yang melaksanakan auditing disebut dengan auditor. Pengertian auditing semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan yang meningkat akan hasil pelaksanaan auditing. Menurut Agoes (2004) pengertian audit adalah : “Audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun manajemen, berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” Menurut Mulyadi (2008) ditinjau dari sudut profesi akuntan publik adalah: “Pemeriksaan (Examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.” Menurut Arens et al (2011) pengertian audit adalah : “Auditing
is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”
13
14
Artinya audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh yang kompeten, orang independen. Berdasarkan pengertian
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa
audit
merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti dengan tujuan memberi kewajaran atas laporan keuangan. 2.1.1.1 Pengertian Audit Sektor Publik Menurut Suhayati dan Rahayu (2010) pengertian audit sektor publik adalah : “Audit yang berasal dari lembaga pemeriksa pemerintah, di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pada tingkat tertinggi, BadanPengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) yang ada pada departemen-departemen pemerintah.” Menurut Rai(2008) pengertian audit sektor publik adalah: “Audit sektor publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaanya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan Negara lainya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang dikemukakan dengan kriteria yang ditetapkan”. Berdasarkan pengertia-pengertian diatas, audit sektor publik adalah suatu kontrol atas organisasi pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan penyediaan barang kepada masyarakat dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dengan kriteria yang ditetapkan.
15
2.1.1.2 Jenis - Jenis Audit SektorPublik Menurut Mahmudi (2011) jenis-jenis audit sektor publik antara lain adalah: 1. Audit Keuangan Audit keuangan adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengavaluasi bukti secara obyektif atas asersi manajemen mengenai peristiwa dan tindakan ekonomi, kemudian membandingkan kesesuaian asersi manajemen tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Audit Kinerja Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi, atau aktivitas/kegiatan. 3. Audit dengan Tujuan Tertentu Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan audit investigasi. 4. Audit Forensik Audit forensik atau yang lebih dikenal dengan akuntansi forensik merupakan disiplin ilmu yang relatif baru dalam akuntansi. Sebagai suatu ilmu yang baru, belum terdapat definisi baku dari akuntansi forensik.
16
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No.15 Tahun 2004, terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu : 1. Audit Keuangan Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi yang komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Audit keuangan adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Audit Kinerja Audit yang dilakukan secara obyektif dan sistematis terhadap berbagai macam
bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal
ekonomi, efesiensi, efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik. Audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja suatu entitas atau program atau kegiatan pemerintah yang
17
diaudit. Audit kinerja berfungsi untuk mengetahui apakah penggunaan keuangan Negara dalam rangka mencapai target dan tujuan telah memenuhi prinsip ekonomi, efesiensi,dan efektivitas, tidak melanggar ketentuan hukum, peraturan perundangan, dan kebijakan manajemen. 3. Audit dengan Tujuan Tertentu Audit khusus, diluar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit. Termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas halhal yang berkaitan dengan keuangan audit investigasi, maka dari itu, audit dengan tujuan tertentu dapat disebut juga sebagai audit investigasi. 2.1.1.3 Peran dan Standar Profesional Akuntan Publik Menurut
Mulyadi
yaitubertanggungjawab
(2008:12)
peran
untuk
menaikkan
keuanganperusahaan-perusahaan
sehingga
profesi tingkat
akuntan keandalan
masyarakat
publik laporan
memperoleh
informasikeuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumbersumberekonomi. Menurut Mulyadi (2008) ada lima macam standarprofesional yang diterbitkan oleh dewan sebagai aturan mutu pekerjaanakuntan publik, yaitu :
18
1. Standar Auditing Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporankeuangan historis. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar dandirinci dalam bentuk pernyataan standar audit (PSA) yaitu : a. Standar umum 1) Audit
harus
dilaksanakan
oleh
seorang
atau
lebih
yang
memilikikeahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor 2) Dalam
semua
hal
yang
berhubungan
dengan
perilaku,
independensidalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor 3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunsn laporannya, auditorwajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat danseksama b. Standar Pekerjaan Lapangan 1) Pekerjaan
harus
direncanakan
sebaik-baiknya
dan
jika
digunakanasistensi harus disupervisi dengan semestinya 2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperolehuntuk merencanakan
audit
dan
menentukan
sifat,
saat,
dan
lingkuppengujian yang akan dilakukan 3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,pengamatan,
permintaan
katerangan,
dan
konfirmasi
sebagai dasarmemadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yangdiaudit
19
c. Standar pelaporan 1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telahdisusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum diIndonesia 2) Laporan auditor harus adaketidak
konsistensi
menunjukkan atau menyatakan jika penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
penyusunanlaporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapanprinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya 3) Pengungkapan
informatif
dalam
laporan
keuangan
harus
dipandangmemadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor 4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapatmengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersibahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. 2. Standar Atestasi Standar atestasi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis maupun tingkat keyakinan yang lebih rendah dalam nonaudit. 3. Standar Jasa Akuntansi dan Review Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
20
4. Standar Jasa Konsultansi Standar jasa konsultan memberikan panduan bagi akuntan publik didalam penyediaan jasa bagi masyarakat. 5. Standar Pengendalian Mutu Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik didalam melaksanakan pengendalian mutu jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagi standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntan Publik Dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik Yang Diterbitkan Oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntansi Indonesia. 2.1.1.4 Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Nordiawan (2006) dalam ketentuan umum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 58 tahun 2005 memyebutkan bahwa : “Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.” Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa : 1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca 3. Laporan Arus Kas 4. CatatanAtas Laporan Keuangan
21
Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah adalah Prinsip-Prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam menyusun dan melaporkan laporan keuangan pemerintah. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 ayat (6) berbunyi bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 129 menyebutkan bahwa pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerahkepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri DalamNegeri. 2.1.1.5 Pengawasan Keuangan Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.79 Tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah meliputi pelaksanaan urusan pemerintah di daerah kabupaten/kota terdiri dari : 1. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah yang bersifat wajib 2. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah yang bersifat pilihan; dan 3. Pelaksanaan urusan pemerintah menurut tugas pembantu.
22
Pengawasan terhadap urusan pemerintah di daerah dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Aparat pengawas intern pemerintah adalah inspektorat jenderal departemen, unit pengawasan lembaga pemerintah nondepartemen, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/kota. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap: 1. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah kabupaten/kota; 2. Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah desa; dan 3. Pelaksanaan urusan pemerintah desa. Aparat pengawas intern pemerintah melakukan pengawasan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya melalui: 1. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah. 2. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaanterpadu. 3. Pengujian terhadap laporan berkala dan atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja. 4. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasiterjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi, dan nepotisme. 5. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaanprogram dan kegiatan. 6. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintah di daerah danpemerintah desa. Menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa pengawasan intern dilakukan
23
oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui: a. Audit; b. Reviu; c. Evaluasi; d. Pemantauan; e. Kegiatan pengawasan lainnya. Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasn intern pemerintah yang
bertanggungjawab
langsung
kepada
bupati/walikota.
Inspektorat
Kabupeten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Inspektorat Kabupaten/Kota melaksanakan pengawasan intern melakukan review atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disanpaikan bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tujuan standar audit APIP adalah untuk: 1. Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan praktik-praktik audit yang seharusnya; 2. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah; 3. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit; 4. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi;
24
5. Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit; 6. Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit; 7. Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit.
2.1.2
Kualitas Audit Menurut De Angelo (1981) yang dikutip oleh Rosnidah dkk (2011)
pengertian kualitas audit adalah : “Kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probality) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya.”
Menurut Simanjuntak (2008), pengertian kualitas audit adalah : “Pemeriksaan yang sistematis dan independensi untuk menentukan aktivitas, mutu dan hasilnya sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan dan apakah pengaturan tersebut diimplementasikan secara efektif dan sesuai dengan tujuan.” Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, kualitas audit merupakan karakteristik audit yang memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu, yang menggambarkan praktik-praktik audit terbaik serta merupakan ukuran kualitas pelaksanaan tugas untuk memenuhi tanggung jawab profesinya. Dalam sektor publik, Good Accountability Office (GAO) mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowershon et al, 2005). Standar audit menjadi bimbingan dan ukuran kualitas kinerja auditor (Messier et a, 2005).
25
Menurrut PP No 70 tahun 2005 dalam pasal 27 disebutkan bahwa tugas Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap : 1.
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabipaten / kota
2.
pelaksanaan
pembinaan
atas
penyelenggaraan
penyelengaraan
pemerintahan desa, dan 3.
pelaksanaan urusan pemerintah desa.
2.1.2.1 Pengkuran Kualitas Audit Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomorPER/05/M.PAN/03/2008,
pengukuran
kualitas
audit
atas
laporan
keuangan,khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan PemeriksaKeuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Berdasarkan Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN), dalam lampiran 3 SPKN paragraf 17 disebutkan bahwa: “Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan.” Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee.Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan
danpemberian
rekomendasi.
Berdasarkan
Peraturan
Badan
26
PemeriksaKeuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 mengenai Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN), menurut Efendy (2010) kualitas audit diukur melalui : 1. Kualitas Proses (keakuratan temuan audit, sikap skeptisme) Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletakpada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Selain itu audit harus dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptisme. 2. Kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit) Manajemen
entitas
yang diperiksa bertanggung jawab untuk
menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa 3. Kualitas tindak lanjut hasil audit pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terusmenerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya
dapat
membantu
pemeriksa
terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan.
untuk
menjamin
27
2.1.3
Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah laku berupa rangsangan, dorongan, atau pembakit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu (Uno, 2010). Motif dapat dibedakan tiga jenisyaitu : 1. Motif biogenetis adalah motif-motif yang berasal dari kebutuhan organisme bagi kelangsungan hidupnya, misalnya lapar, haus, bernafas dan lain-lain. 2. Motif sosiogenetes merupakan motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan setempat. 3. Motif tiologis, dalam motif ini manusia sebagai makhluk yang berketuhanan sehingga ada interaksi manusia dengan tuhannya, seperti ibadah. Konsep motivasi yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Seorang senang terhadap sesuatu apabila ia dapat mempertahankan rasa senangnya makaakan termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut. 2. Apabila seorang merasa yakin mampu menghadapi tantangan maka biasanya orang tersebut terdorong melakukan kegiatan tersebut. Menurut Uno (2010) pengertian motivasi adalah : “Keinginan dan kemampuan seorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.”
28
Menurut Luthans (2006) pengertian motivasi adalah : “Proses yang dimulaidengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.” Menurut Hariandja (2009) pengertian motivasi adalah : “Motivasi adalah sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah.” Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, motivasi merupakan faktor yang menimbulkan keinginan sesorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.3.1 Teori Motivasi Menurut Hariandja (2009:324) mengemukakan bahwa terdapat beberapa macam teori motivasi, antara lain: 1. Teori Motivasi KebutuhanAbraham A. Maslow Teori ini dikemukakan oleh Abraham A. Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan, dalam arti manusia pada dasarnya pertama sekali akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat pertama, kemudian kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya, dan pemenuhan semua kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak menjadi unsur pemotivasi lagi.Teori
29
motivasi menurut Abraham Maslow mengemukakan adalima tingkat kebutuhan pokok manusia yang terdiri dari: 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) kebutuhan ini merupakan dasar yang bersifat primer dan vital yang mengungkapkan fungsi-fungsi biologis dasar dari organisasi manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan lainlain. 2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security), seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya. 3. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhanakan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, dan kerjasama. 4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat dan sebagainya. 5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti kebutuhan mempertinggi
potensi-potensi
yang
dimiliki,
pengembangan
diri
secaramaksimum, kreatufitas dan ekspresi diri 2. Teori Motivasi Kebutuhan McClelland Menurut McClelland, motivasi utama adalah penggabungan, kekuatan dan prestasi ia menandai sifat-sifat orang awam dengan kebutuhan pencapaian yang tinggi yaitu:
30
1. Selera akan keadaan yang menyebabkan seseorang dapat bertanggung jawab secara pribadi 2. Kecenderungan menentukan sasaran-sasaran yang pantas (sedang) dan mempertimbangkan risikonya 3. Keinginan untuk mendapatkan umpan balik yang jelas atas kinerja 2.1.3.2 Pengukuran Motivasi Menurut Ardana dkk (2008: 31) banyak pakar yang telah menulis tentang berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang yang masing – masing punya eksentuasi tersendiri, tetapi bila dipilah faktor – faktor tersebut bisa dibagi menjadi beberapa indikator yaitu : 1. Karakteristik individu a. Minat b. Sikapterhadapdirisendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan c. Kebutuhan individual d. Kemampuan dan kompetensi e. Pengetahuan tentang pekerjaan f. Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan, dan nilai – nilai 2. Faktor – faktor pekerjaan a. Faktor lingkungan pekerjaan 1) Gaji dan benefit yang diterima 2) Kebijakan – kebijakan perusahaan 3) Hubungan antar manusia (rekankerja)
31
4) Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan, fisik dan sebagainya b. Faktor dalam pekerjaan yaitu : 1) Sifat pekerjaan 2) Rancangan tugas atau pekerjaan 3) Pemberian pengakuan terhadap prestasi 4) Tingkat atau besarnya tanggungjawab yang diberikan 5) Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan 6) Adanya kepuasan pekerjaan
2.1.4
Profesionalisme Profesionalisme pada audit internal merupakan suatu kredibilitas dan kunci
sukses dalam menjalankan fungsi dalam suatu perusahaan. Menurut Pasaribu (2001) pengertian profesionalisme adalah : “Keahlian yang dimiliki pada kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan sesuai sikap dan perilaku yang sesuai profesinya.” Menurut Arens (2010) pengertian profesionalisme auditor adalah : “Suatu tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan dan lebih dari memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.” Menurut Ratliff (2002) pengertian profesionalisme auditor internal adalah: “Profesionalism is any endeavor connotes status and credibility. The economic community has come to expect a high degree of professionalism
32
from internal auditor. The expectation arises from what is becoming tradition of excellence in the profession. Many internal auditor and their managers have made significant efforts to set and maintain high standards for the profession and to establish internal auditing as a key management function in the successful operation of their organization.” Artinya profesionalisme adalah usaha apapun berkonotasi status dan kredibilitas. Masyarakat ekonomi telah datang untuk mengharapkan tingkat profesionalisme yang tinggi dari auditor internal. Harapan muncul dari apa yang menjadi tradisi keunggulan dalam profesi. Banyak auditor internal dan manajer mereka telah melakukan upaya yang signifikan untuk menetapkan dan mempertahankan standar yang tinggi untuk profesi dan membangun audit internal sebagai fungsi manajemen kunci keberhasilan operasi dari organisasi mereka Menurut Sawyer yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar (2006) pengertian profesionalisme auditor internal adalah : “Profesionalime audit internal hendaknya memiliki kecakapan dalam melaksanakan setiap penugasan audit, atau paling tidak memiliki akses atas kecakapan, memiliki kecakapan dalam keahlian utama yang diperlukan dalam melakukan audit internal yang mendalam, mampu memahami orang lain dan memiliki apresiasi” Berdasarkan pengertian-pengertian, profesionalisme auditor internal adalah siakp, kemampuan, maupun kredibilitas yang dimiliki oleh audiot internal dalam melaksanakan setiap penugasan audit sebagai tanggung jawab yang dibebankan dan lebih dari memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. 2.1.4.1 Kriteria Profesionalisme Menurut Ratliff (2002)terdapat lima kriteria yang harus dipenuhi auditor internal agar dapat disebut profesional. Kelima kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
33
1. Kesesuaian sikap dengan standar profesi (Compliance with standard of conduct) Hal ini menunjukkan loyalitas, sikap objektif, kejujuran yang harus dimiliki oleh setiap auditor internal. 2. Pengetahuan, kecakapan, dan disiplin (Knowledge, skills, and disciplines) Ilmu yang sesuai merupakan dasar yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam pelaksanaan audit internal. 3. Pemampuan untuk menghadapi orang lain atau berkomunikasi secara efektif (Human relation and communication) Hal ini diperlukan untuk menghindari missinterprestasi dalam pelaporan hasil audit dan menghindari konflik dengan manajemen. Pelaporan hasil audit oleh auditor internal dengan temuan-temuannya harus disampaikan kepada atasan mereka beserta rekomendasi untuk perbaikan. 4. Pendidikan berkelanjutan (Continuous education) Auditor internal berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan meningkatkan keahliannya. Mereka juga harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik audit. 5. Ketelitian dalam melaksanakan tugas profesional (Due professional care) Auditor internal sudah seharusnya melaksanakan tugas secar profesional dalam menjalankan fungsi audit internal. Auditor internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran atau pun
34
kecurangan yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, ketidakefisienan dan konflik kepentingan. Menurut Sawyer (2006) dalam Forum Komunikasi Satuan Pengawas Internal Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKSPI BUMN/BUMD),
dan
Yayasan
Pendidikan
Internal
Audit
(YPIA)
menyebutkanbahwa terdapat lima kriteria yang harus dipenuhi auditor internal agar dapat disebut profesional, yaitu : 1. Pelayanan terhadap masyarakat (Services to the Public) Auditor internal menyediakan pelayanan terhadap masyarakat dalam hal meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengguna sumber daya baik dalam perusahaan maupun organisasi. Kode etik audit internal mewajibkan anggota the institute of internal auditors(IIA) untuk menghindari keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau ilegal. 2. pelatihan jangka panjang (Long specialized Training) Auditor internal yang profesional yaitu orang-orang yang mengikuti pelatihan, lulus dari ujian pendidikan audit internal dan telah mendapat sertifikasi. 3. Taat pada kode etik (Subcribtion to a code of ethic) Sebagai suatu profesi, cirri utama internal auditor adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab yang efektif, auditor internal perlu memelihara standar prilaku yang tinggi.
35
Kode etik bagi para auditor internal memuat standar prilaku sebagai pedoman tingkah laku yang dikehendaki dari anggota profesi secara individu. Para auditor internal wajib menjalankan tanggung jawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat dan kehormatan. 4. Anggota dari organisasi profesi (Membership in an association and attendance at meetings) The institude of internal auditors (IIA) merupakan asosiasi profesi auditor internal tingkat internasional. IIA merupakan wadah bagi auditor internal yang mengembangkan ilmu audit internal agar para anggotanya mampu bertanggungjawab
dan
kompeten
dalam
menjalankan
tugasnya,
menjunjung tinggi standar, pedoman praktik audit internal dan etika supaya anggotanya profesioanal dalam bidangnya. 5. Jurnal publikasi (Publication of journal aimed at upgrading ractice) The institude of internal auditors (IIA), mempublikasikan jurnal tentang teknik auditor internal, seperti halnya buku-buku panduan,studi penelitian, monograf, presentasi audio visual, materi instruksi lainnya. 6. Pengembangan profesi berkelanjutan (Examination to test entrance knowledge) Dalam setiap pengawasan, auditor internal haruslah melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional. salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensinya yaitu dengan pengenbangan profesi yang berkelanjutan.
36
7. Ujian sertifikasi (Linsence by the state or certification by a board) The institude of internal auditors pertama kali mengeluarkan program sertifikat pada tahun 1974. Kandidat harus lulus dua hari berturut-turut dengan subjek yang mempunyai range yang luas. Kandidat yang lulus akan menerima certification of internal auditors (CIA). 2.1.4.2 Pengukuran Profesionlisme Menurut Hall (1968) dalam Nugrahini (2015) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: 1. Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. 2. Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
37
3. Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. 4. Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.
2.2
Kerangka Pemikiran Inspektorat merupakan aparat pemeriksaan intern pemerintah yang berada
dibawah walikota yang bertugas melakukan pengawasan terhadap urusan pemerintah baik wajib atau pilihan. Untuk itu aparat Inspektorat dituntu kinerjanya agar dapat meningkatkan kualitas auditnya. Pada dasarnya kualitas
38
audit menurut adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya (De Angelo, 1981; dalam Rosnidah dkk, 2011). Untuk mencapai good governance, seorang auditor aparat Inspektorat harus dapat menigkatkan kualitas auditnya. Peran Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) adalah untuk memastikan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah telahberjalan dengan baik dan laporan keuangan daerah disajikan dengan wajar, diluartugas–tugas awal Badan Pengawas Daerah sebelumnya sebagai aparat pengawas. Selain itu peranan dari Badan Pengawas Daerah adalah untuk membantu kepaladaerah menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan dapat diterima secara umum (Bastian, 2007). Kedudukan, tugas dan fungsi Inspektorat kabupaten/kota secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawas fungsional yang berada dibawah dan pertanggungjawab kepada bupati/walikota. Pasal 4 menyebutkan bahwa Inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menyelenggarakan fungsi : 1. Perencanaan program pengawasan 2. Perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan 3. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
39
Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), menurut Efendy (2010) kualitas audit diukur melalui kualitas Proses (keakuratan temuan audit, sikap skeptisme), kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit), kualitas tindak lanjut hasil audit. 2.2.1
Pengaruh
Motivasi
Terhadap
Kualitas
Audit
Aparat
Inspektorat Motivasi adalah keinginan dan kemampuan seorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Uno, 2010). Hanya motivasi yang akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada (Goleman, 2001). Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang,termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Dalam profesi auditor dapat ditunjukkan dengan seberapa besar seorang auditor memiliki motivasi dalam tugasnya memeriksa laporan keuangan sehingga auditor dapat mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepatterhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Jadi semakin tinggi motivasi aparat Inspektorat dalam pelaksanaan tugas audit, maka akan semakin tinggi pula kualitas audit aparat Inspektorat. Berdasarkan uraian tersebut , maka hipotesis yang terbentuk adalah :
Ha1:
Motivasi berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
40
2.2.2. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Profesionalisme auditor internal merupakan siakap, kemampuan, maupun kredibilitas dalam menjalankan profesi sebagai auditor internal (Rahadiani, 2012). Menurut standar umum bagian pertama SA seksi 210 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sedangkan, dalam standar umum bagian ketiga SA seksi 230 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa dalam pelaksaan audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomorPER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan,khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Sikap profesionalisme seorang auditor sangat penting dalam menghasilkan audityang berkualitas. Hal tersebut dikarenakan auditor yang profesional akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya yaitu berdasarkan pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan sesama profesi (Rosnidah dkk, 2011). Dalam hal ini seorang auditor dituntut agar bertindak profesional dalam
41
melakukan pemeriksaan. Auditor yang profesional akan lebih baik dalam menghasilkam audit yang dibutuhkan dan berdampak pada peningkatan kualitas audit. Dengan demikian profesionalisme perlu ditingkatkan, karena sangat penting dalam melakukan pemeriksaan sehingga akan memberikan pengaruh pada kualitas audit auditor (Futri dan Juliarsa, 2014). Jadi semakin tinggi profesionalisme yang dimiliki oleh Aparat Inspektorat, maka akan semakin tinggi pula kualitas audit aparat Inspektorat. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang terbentuk adalah:
Ha2:
Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
2.2.3. Pengaruh Motivasi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kualitas audit menunjukkan peluang seorang auditor untuk menemukan temuan penyimpangan yang dilakukan oleh klien. Kualitas audit dapat diukur dengan tiga faktor atau atribut diantara lain yaitu : kualitas proses (keakuratan temuan audit, sikap skeptisme), kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit), dan kualitas tindak lanjut hasil audit (Muh. Taufiq Efendy, 2010). Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau insentif (Fred Luthans, 2006). Motivasi seorang auditor dapat tercermin dari karakteristik individu, faktor lingkungan pekerjaan dan faktor dalam pekerjaan. Profesionalisme merupakan suatu tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya,
42
dan lebih dari sekedar memenuhi Undang – undang dan peraturan masyarakat (Arens, 2010 :87). Sikap profesionalisme seorang auditor sangat penting dalam meghasilkan audit yang berkualitas. Hal ini karena auditor yang professional akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya yaitu berdasarkan pengabdian pada profesi, kewajiban social, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan sesame profesi.
Ha3: Motivasi dan Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud menggambarkannya dalam suatu bagan kerangka pemikiran sebagai bentuk alur pemikiran peneliti, yaitu sebagai berikut :
Motivasi (Ardana dkk ; 2008)
Kualitas Audit Aparat Inspektorat
(Peraturan BPK RI No.01 Tahun 2007 mengenai Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN); dalam Efendy 2010)
Profesionalisme (Hall, 1968; dalam Nugrahini 2015)
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
43
2.3.
Ringkasan Penelitian Terdahulu Dibawah ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu sebagai berikut : Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1.
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Ida Rosnidah, Rawi, dan Kamarudin (2011)
2.
Susilawati dan Maya R Atmawinata (2014)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Analisis Dampak Motivasi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah (StudiEmpiris Pada Pemerintah Kabupaten Cirebon)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dampak motivasi dan profesionalisme secara parsial dan simultan terhadap kualitas audit. Hal ini menunjukkan bahwa profesionalisme yang tinggi dan ditunjang dengan motivasi yang tinggi dari aparat Inspektorat akan meningkatkan kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat. Hasilpenelitianmenu njukkan bahwa profesionalisme dan independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel independen yaitu motivasi dan profesionalisme. Sednagkan variabel dependen yaitu kualitas audit aparat inspektorat.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya subjek penelitian dilakukan pada Pemerintah Inspektorat Kabupaten Cirebon, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pada Inspektorat Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variable independen yaitu profesionalisme dan variabel dependen kualitas audit.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen lain yaitu independensi, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel independen lain yaitu motivasi.
Pengaruh Profesionalisme dan Independensi Auditor Internal Terhadap Kualitas Audit: Studi Pada Inspektorat PropinsiJawa Barat
44
3.
Muh.TaufiqEfe ndy (2010)
4.
Putu Septiani Futri dan GedeJuliarsa (2014)
2.4
Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan motivasi Terhadap kualitas audit aparat inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah (StudiEmpirisPadaP emerintah Kota Gorontalo)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan variabel independensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variable independen yaitu motivasi dan variabel dependen kualitas audit.
Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Tingkat Pendidikan, Etika Profesi, Pengalaman, dan Kepuasan Kerja Auditor Pada Kualitas Audit Kantor Akuntan Publik di Bali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit. Secara parsial hanya tingkat pendidikan dan etika profesi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variable independen yaitu profesionalisme danvariabel dependen kualitas audit.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen lain yaitu kompetensi dan independensi, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel independen lain yaitu profesionalisme. Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen lain yaitu independensi, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel independen lain yaitu motivasi.
Hipotesis Hipotesis
berarti
pernyataan.
Dengan
demikian
hipotesis
berarti
pernyataan yang lemah, disebut demikian karena masih berupa dugaan yang belum teruji kebenarannya. Menurut Sugiyono (2012 : 64) hipotesis penelitian adalah : “Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada oenelitian kuantitatif, tidak dirumuskan hipotesis, trtapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif”.
45
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa: Ha1:
Motivasi berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
Ha2:
Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
Ha3:
Motivasi dan Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat