BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Rujukan
2.1.1
Defenisi Sistem Rujukan Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang
telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu
sistem
penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
yang
melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya . Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya. Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi
10
11
ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009). 2.1.2
Macam Rujukan Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni :
1. Rujukan Kesehatan Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional (Syafrudin, 2009). 2. Rujukan Medik Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan (Azwar, 1996). Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun
12
horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain: a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lain –lain. b. Transfer of specimen Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. c. Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat. 2.1.3
Manfaat Rujukan Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau
dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut : 1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
13
2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulangulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan. 3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu. 2.1.4
Tata Laksana Rujukan Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal
antar-petugas di satu rumah; antara puskesmas pembantu dan puskesmas; antara masyarakat dan puskesmas; antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya; antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya; internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit; antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.
14
2.1.5
Kegiatan Rujukan Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam
yaitu rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan informasi medis: 1. Rujukan Pelayanan Kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis; pengiriman bahan laboratorium; dan jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat balasan). 2. Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan
Kegiatan ini antara lain : a. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus, dan demonstrasi operasi. b. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau institusi pendidikan.
15
3. Rujukan Informasi Medis
Kegiatan ini antara lain berupa : a. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. b. Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional. 2.1.6
Sistem Informasi Rujukan Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim
dan di catat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain:nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan atau umum, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnose, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang, kemajuan pengobatan dan keterangan tambahan yang dipandang perlu. 2.1.7
Organisasi dan Pengelolaan dalam Pelaksanaan Sistem Rujukan Agar sistem rujukan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,
maka perlu diperhatikan organisasi dan pengelolanya, harus jelas mata rantai kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing unit pelayanan kesehatan yang terlibat didalamnya, termasuk aturan pelaksanaan dan koordinasinya.
16
2.1.8
Kriteria Pembagian Wilayah Pelayanan Sistem rujukan Karena terbatasanya sumber daya tenaga dan dana kesehatan yang
disediakan, maka perlu diupayakan penggunaan fasilitas pelayanan medis yang tersedia secara efektif dan efisien. Pemerintah telah menetapkan konsep pembagian wilayah dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam sistem rujukan ini setiap unit kesehatan mulai dari Polindes, Puskesmas pembantu, Puskesmas dan Rumah Sakit akan memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan wilayah dan tingkat kemampuan petugas atau sama. Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat darurat, sehingga pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak hanya didasarkan pada batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi juga dengan kriteria antara lain: 1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan, misalnya fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya. 2. Kerjasama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran 3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang digunakan ke Sarana Kesehatan atau Rumah Sakit rujukan. 4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan. Dalam melaksanakan pemetaan wilayah rujukan, faktor keinginan pasien/ keluarga pasien dalam memilih tujuan rujukan perlu menjadi bahan pertimbangan.
17
2.1.9
Keuntungan Sistem Rujukan Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga. 2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing. 3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli 2.1.10 Rujukan Maternal dan Neonatal Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006). Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas
18
PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan
pelayanan
yang
lebih
baik
sesuai
dengan
tingkat
kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut: 1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal. 2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang dtang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai. 3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS POINEK. 4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di
19
desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK. 5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED. a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan. 7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan
yang
mungkin
timbul
olkeh
karenanya.
Dengan
penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata massyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam.
20
8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem rujukan PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan dalam jajaran pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan pra RS. 2.1.11 Persiapan Rujukan Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai, dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan (Syafrudin, 2009). Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009). Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus gawatdarurat Obstetri dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan
21
meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan (Dinkes, 2009). 2.1.12 Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal 1. Menentukan kegawatdaruratan penderita a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan. b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk. 2. Menentukan tempat rujukan Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. 3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
22
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan. 4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk. b.
Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim. 5. Persiapan penderita (BAKSOKUDO) 6. Pengiriman Penderita 7. Tindak lanjut penderita : a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan) b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah 2.2
Program Kesehatan Ibu dan Anak
2.2.1
Pengertian Program KIA Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehtan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan masyarakat bidang KIA
23
dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi atau komuinikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak. 2.2.2
Tujuan Program KIA Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan
hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Tujuan khusus dari program ini adalah: 1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga dan masyarakat sekitarnya. 2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat.
24
3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki. 4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita. 5. Menningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya. 2.2.3
Pelayanan dan Indikator Program KIA
2.2.3.1 Pelayanan Program KIA Adapun pelayanan Program KIA meliputi: 1. Pelayanan antenatal: Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal terdiri dari: a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan b. Ukur tekanan darah c. Pemberian imunisasi TT lengkap d. Ukur tinggi fundus uteri e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
25
2. Pertolongan Persalinan Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat: a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat. b. Dukun bayi: Terlatih: ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. c. Deteksi dini ibu hamil berisiko: Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah: 1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 2) Anak lebih dari empat 3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih dari 10 tahun 4) Tinggi badan kurang dari 145 cm 5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm 6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat congenital 7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
26
Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. a. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi: 1)
Hb kurang dari 8 gram %
2)
Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg
3)
Oedema yang nyata
4)
Eklampsia
5)
Perdarahan Pervaginam
6)
Ketuban pecah dini
7)
Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
8)
Letak sungsang pada primigravida
9)
Infeksi berat dan sepsis
10) Persalinan premature 11) Kehamilan ganda 12) Janin yang besar 13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal 14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan b. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi: 1)
BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram
2)
Bayi dengan tetanus neonatorum
3)
Bayi baru lahir dengan asfiksia
4)
Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir
27
5)
Bayi baru lahir dengan sepsis
6)
Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram
7)
Bayi pre term dan post term
8)
Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
9)
Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan
2.2.3.2 Indikator Pelayanan KIA Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4. a. Pengertian: Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali. Menurut badan litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang dimaksud adalah: 1.
Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah
2.
Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang
3.
Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah
4.
Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema), lingkar lengan atas dan panggul.
5.
Temu wicara konseling
28
6.
Tekan/ palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI
7.
Tinggi fundus uteri diukur
8.
Tentukan posisi janin dan detak jantung janin
9.
Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa
10. Tentukan kadar Hb 11. Tetanus Toxoid imunisasi 12. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) 13. Tingkatkan kesegaran jasamani dan senam hamil 14. Tingkatkan pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil dan pengetahuan tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan. b. Defenisi Operasional c. Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk sasaran ibu hamil. d. Cara Perhitungan Pembilang: jumlah ibu hamil yang telah memperroleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. e. Sumber data: 1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K4 2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Bada Pusat Statistik atau BPS atau Propinsi
29
f. Kegunaan 1. Mengatur mutu pelayanan ibu hamil 2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan standard an paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K4 perkiraan penduduk 3. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu hamil 2.3
Manual Rujukan KIA
2.3.1
Pengembangan Manual Rujukan KIA Sistem rujukan yang dibangun harus dilengkapi dengan manual supaya
bisa dilaksanakan dengan lebih tertata dan jelas. Manual rujukan sebaiknya disusun dan dikembangkan oleh kelompok kerja/ tim rujukan di sebuah kabupaten/kota. Tujuan manual adalah untuk menjalankan sistem rujukan pelayanan ibu dan anak dikaitkan dengan sumber pembiayaannya. Manual rujukan tersusun dari kejadian yang dapat dialami oleh ibu dan bayi dalam proses kehamilan dan persalinan, dan bagaimana proses tersebut didanai. 2.3.2
Tujuan
1. Menggambarkan alur kegiatan pelayanan ibu hamil, persalinan, nifas, dan pelayanan bayi berdasarkan continuum of care lengkap dengan pedoman dan SOP yang terkait dengan sumber pembiayaan. 2. Menjelaskan uraian tugas ( Job description ) lembaga-lembaga dan profesi yang terlibat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.
30
3. Menjadi acuan kegiatan dilapangan untuk kelompok kerja rujukan dalam perencanaan, perencanaan, dan monitoring hasil 2.3.3
Kebijakan dan Prinsip Dasar
2.3.3.1 Prinsip Umum 1. Prinsip utama adalah mengurangi kepanikan dan kegaduhan yang tidak perlu dengan cara menyiapkan persalinan (rujukan terencana) bagi yang membutuhkan (pre-emptive strategy). Sementara itu bagi persalinan emergency harus ada alur yang jelas. 2. Bertumpu pada proses pelayanan KIA yang menggunakan continuum of care dengan sumber dana. 3. Sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 jenis: RS PONEK 24 jam, Puskesmas PONED dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya seperti Puskesmas, bidan praktek, Rumah Bersalin, Dokter Praktek Umum, dan lainlain 4. Harus ada RS PONEK 24 jam dengan hotline yang dapat dihubungi 24 jam. 5. Sebaiknya ada hotline di Dinas Kesehatan 24 jam dengan sistem jaga untuk mendukung kegiatan persalinan di RS. 6. Memperhatikan secara maksimal ibu-ibu yang masuk dalam: a. Kelompok A. Mengalami masalah dalam kehamilan saat di ANC dan di prediksi akan mempunyai masalah dalam persalinan yang perlu dirujuk secara terencana; b. Kelompok B. Ibu-ibu yang dalam ANC tidak bermasalah. Dalam persalinan, ternyata ada yang bermasalah dalam persalinan sehingga
31
membutuhkan penanganan emergency. Di kelompok ini ada 3 golongan: i. Kelompok B1. Ibu-ibu bersalin
yang membutuhkan rujukan
emergency ke RS PONEK 24 jam. ii.
Kelompok B2. Ibu-ibu bersalin yang ada kesulitan namun tidak
perlu dirujuk ke RS PONEK 24 jam iii.
Kelompok B3. Ibu-ibu yang mengalami persalinan normal.
7. Menekankan pada koordinasi antar lembaga seperti LKMD, PKK, dan pelaku 8. Memberikan petunjuk rinci dan jelas mengenai pembiayaan, khususnya untuk mendanai ibu-ibu kelompok A dan kelompok B1 dan B2.
32
2.3.3.2 Alur Rujukan dari Hulu ke Hilir
Gambar 2.1 Alur rujukan KIA
33
1. Ibu Hamil dapat mendapatkan pelayanan ANC diberbagai Sarana Pelayanan Kesehatan (Bidan, Puskesmas biasa, Puskesmas PONED, RB, RS biasa atau RS PONEK) 2. Sarana Pelayanan Kesehatan mengidentifiksi jenis kehamilan dan perkiraan jenis persalinan dari ibu-ibu yang mendapatkan pelayanan ANC dimasingmasing sarana. 3. Sarana Pelayanan Kesehatan mengelompokan jenis kehamilan dan jenis persalinan menjadi 2 kelompok. Kelompok A: merupakan ibu-ibu yang dideteksi mempunyai permasalahan dalam kehamilan dan diprediksi akan mempunyai permasalahan dalam persalinan; Kelompok B: merupakan ibuibu yang dalam ANC tidak ditemukan permasalahan. 4. Sarana Pelayanan Kesehatan akan merujuk Ibu Hamil Kelompok A ke RS PONEK (kecuali ibu hamil tersebut sudah ditangani di RS PONEK sejak ANC) 5. Sarana Pelayanan Kesehatan akan menangani persalinan ibu Hamil Kelompok B 6. Pada saat persalinan Sarana Pelayanan Kesehatan akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya penyulit pada persalinan menggunakan proses dan tehnik yang baik (misalnya penggunaan partogram) 7. Sarana pelayanan kesehatan mengelompokkan jenis persalinan menjadi 3 kelompok: Kelompok B1: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan dan harus dirujuk emergency (dirujuk dalam keadaan in-partu); Kelompok B2: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan
34
tapi tidak memerlukan rujukan; Kelompok B3: Ibu-ibu dengan persalinan tidak bermasalah 8. Ibu Bersalin Kelompok B1 akan dirujuk ke RS PONEK (kecuali persalinan memang sudah ditangani di RS PONEK 9. Ibu Besalin Kelompok B2 dapat ditangani di Puskesmas PONED 10. Ibu Bersalin Kelompok B3 dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan kesehatan/persalinan (Puskesmas, RB, RS) 11. Bayi baru lahir yang dimaksud dalam manual ini adalah neonatus berusia antara 0-28 hari. 12. Bayi baru lahir tanpa komplikasi dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan kesehatan termasuk RS PONEK apabila sang ibu bersalin di RS PONEK tersebut (karena masuk kelompok A dan B1) 13. Bayi baru lahir dengan komplikasi dapat lahir dari ibu dengan komplikasi persalinan maupun dari ibu yang melahirkan normal, baik di Rumah Sakit PONEK atau di sarana pelayanan kesehatan primer 14. Bayi baru lahir yang telah pulang pasca kelahiran dan kemudian kembali lagi ke fasilitas kesehatan karena menderita sakit juga termasuk dalam manual rujukan ini. 15. Bayi baru lahir kontrol ke sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan surat kontrol yang diberikan oleh fasilitas kesehatan di tempat kelahiran 16. Pengelompokan tingkat kegawatan bayi baru lahir dilakukan berdasarkan algoritme MTBS. Bayi baru lahir dengan sakit berat dirujuk ke Rumah Sakit PONEK, bayi baru lahir dengan sakit sedang-berat dirujuk ke Puskesmas
35
PONED, sementara bayi baru lahir sakit ringan ditangani di sarana pelayanan kesehatan primer atau di sarana pelayanan kesehatan tempat bayi kontrol 2.4
Puskesmas
2.4.1
Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
upaya
kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. (Depkes, 2014) 2.4.2
Tugas dan Fungsi Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan 2. Penyelenggaraan uapaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
36
2.4.3
Azas Puskesmas Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, pengelolaan program
kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok yaitu: 1. Azas pertanggungjawaban wilayah, yaitu Puskesmas harus bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya. 2. Azas peran serta masyarakat, maksudnya Puskesmas dalam melakukan kegiatannya harus memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan keshatan dan berupaya melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan program kerja Puskesmas. 3. Azas
keterpaduan,
yaitu
Puskesmas
dalam
melaksanakan
kegiatan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, bermitra dan berkoordinasi dengan lintas sektor, lintas program dan lintas unit agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan. 4. Azas rujukan, yaitu Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai keterbatasan, bisa melakukan rujukan baik secara vertikal maupun horizontal ke Puskesmas lainnya (Mubarak, 2009).
37
2.5
PONED ( Pelayanan Obstetri dan Emergensi Dasar)
2.5.1 Pengertian PONED PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar) menurut Kementerian Kesehatan RI (2013) merupakan pelayanan yang menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang meliputi segi: 1. Pelayanan Obstetri: pemberian oksitosin parenatal, antibiotika parenatal dan sedative parenatal, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan vakum ekstraksi/ forcep ekstraksi. 2. Pelayanan Neonatal: Resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotic parenteral, pemberian bicnat intraumbilitical/Phenobarbital untuk mengatasi ikterus, pemeriksaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan penanggulangan gangguan pemberian nutrisi. 2.5.2 Puskesmas PONED Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kementerian Kesehatan, 2013). 2.5.3
Kebijaksanaan PONED Kebijaksanan pembentukan puskesmas PONED disebabkan karena
komplikasi obstetrik harus segera ditangani dalam waktu kurang dari 2 jam, misalnya perdarahan yang harus ditangani kurang dari 2 jam, sehingga perlu
38
adanya
fasilitas
kesehatan
yang
mudah
dijangkau.
Menurut
pedoman
penyelenggaraan puskesmas mampu PONED (Kementerian Kesehatan RI, 2013) disebutkan mengenai kebijaksanaan puskesmas mampu PONED yaitu: 1. Kriteria a. Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan diutamakan puskesmas dengan tempat perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap. b. Puskesmas sudah berfungsi untuk pertolongan persalinan c. Mempunyai fungsi sebagai subcenter rujukan: 1) Melayani sekitar 50.000-100.000 penduduk yang tercakup oleh puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah kerja puskesmas mampu PONED). 2) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran pelayanan dasar dan puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan. 2. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang bidan yang terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal disekitar lokasi puskesmas mampu PONED. 3. Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurang-kurangnya: a. Alat dan obat pendukung b. Ruangan tempat menolong persalinan 1) Luas minimal 3x3 m
39
2) Ventilasi dan penerangan yang memenuhi persyaratan 3) Sarana aseptik bisa dilaksanakan 4) Tempat tidur minimal 2 buah dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan. 4. Air bersih tersedia 5. Kamar mandi/ wc tersedia 6. Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan kematian ibu yang utama yaitu perdarahan, eklampsia, infeksi, partus lama, abortus dan sebab kematian neonatal yang utama yaitu assfiksia, tetanus neonatorum dan hipotermi. a. Penanggungjawab PONED Penanggungjawab puskesmas PONED adalah seorang dokter b. Dukungan pihak terkait Pihak terkait dalam pengembangan PONED yaitu Dinas Kesehatan kabupaten/kota, RS kabupaten/kota, organisasi profesi yaitu IDI,IBI, POGI, IDAI dan lembaga swadaya masyarakat. c. Distribusi PONED Tiap kabupaten minimal ada 4 puskesmas mampu PONED dengan sebaran yang merata. Jangkauan pelayanan kesehatan diutamakan gawat darurat obstetric dan neonatal diseluruh wilayah kabupaten/kota. d. Kerjasama PONED Pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten/ kota perlu dilakukan kerjasama antara kedua kabupaten/kota tersebut.
40
2.5.4
Pelaksanan PONED
1. Persiapan pelaksaan Dalam tahap ini ditentukan biaya operasional PONED, lokasi pelayanan emergensi di puskesmas, pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan gawat darurat obstetric dan neonatal, format-format rujukan, pencatatan dan pelaporan. 2. Sosialisasi Dalam sosialisasi yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah jenis pelayanan yang diberikan dan biaya pelayanan. Pemasaran sosial dapat dilaksanakan antara lain oleh petugas kesehatan dan sektor terkait dari tingkat kecamatan sampai desa antara lain dukun, kader, satgas GSI melalui bebagai forum yang ada seperti rapat koordinasi tingkat kecamatan/ desa, lokakarya mini , dan lain-lain. 3. Pelaksanaan rujukan b. Masyarakat dapat langsung ke fasilitas pelayanan untuk mendapatkan pelayanan PPGDON. Bidan di desa atau bidan praktek swasta memberikan pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau yang dirujuk oleh kader maupun dukun. Setelah memberikan pertolongan persalinan bidan di desa dapat merujuk ke puskesmas, puskesmas mampu PONED, RS mampu PONEK dengan persiapan memadai. c. Puskesmas yang belum mampu PONED, sekurang-kurangnya mampu memberikan PPGDON terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang
41
datang secara langsung atau dirujuk oleh kader atau dukun dan bidan desa serta mempersiapkan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK. d. Puskesmas yang mampu PONED dapat memberikan pelayanan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang datang sendiri atau dirujuk oleh kader atau dukun, bidan desa dan puskesmas. Komplikasi yang tidak bisa ditangani di puskesmas mampu PONED dirujuk ke RS mampu PONEK. e. RS PONEK memberikan pelayanan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang datang sendiri atau yang dirujuk oleh kader atau dukun, puskesmas, puskesmas mampu PONED. Bila memungkinkan RS PONEK diberitahu tentang kedatangan kasus yang dirujuk. Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran, mengikuti alur pasien. Pelayanan gawat darurat Obstetri dan Neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap). Adapun mekanisme rujukan PONED dijelaskan Gambar 2.2
42
Rumah Sakit PONEK
Puskesmas PONED
Puskesmas
Bidan di Desa
Ibu hamil/ Ibu bersalin/Bayi baru lahir Masyarakat Kader/ Dukun
Keterangan: Rujukan Umpan Balik Rujukan Gambar 2.2 Mekanisme Alur Rujukan Puskesmas Mampu PONED
43
2.6
Rumah Sakit PONEK
2.6.1
Pengertian Sesuai SK Menkes RI, No: 1051/Menkes/SK/XI/2008 tentang: Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di RS, disebutkan bahwa yang dimaksud RS PONEK 24 jam adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam. Rumah Sakit PONEK umumnya adalah Rumah Sakit Umum Kabupaten/ Kota yang telah mempunyai dokter spesialis kandungan (Dokter SpOG) dan dokter spesialis anak (Dokter Sp.A).Lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan di Rumah Sakit PONEK adalah meliputi semua pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif, termasuk pemberian transfusi darah, bedah sesar dan perawatan neonatal intensif. 2.6.2 Kriteria Rumah Sakit PONEK 1. Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi dasar baik secara umum maupun Emergency Neonatal. 2. Dokter atau bdan yang telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratan Obstetrik Neonatal. 3. Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan pasien dengan kegawat daruratan obstretrik Neonatal. 4. Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawatdaruratan obstretri dan Neonatal. 5. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang.
44
6. Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam. 7. Tersedia kamar operasi siap siaga 24 jam untuk melakukan operasi,bila ada kasus emergensi obstretrik dan umum. 8. Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi kurang dari 30 menit. 9. Memiliki kru /awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu waktu meskipun harus oncall. 10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK antara lain dokter kebidanan, dokter anak,dokter/petugas anastesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lainnya serta dokter umum,bidan dan perawat 11. Tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam 12. Tersedianya pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti laboratorium,dan radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap dan tersedia. 13. Bahan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan berkualitas tinggi. 14. Sumber daya manusia adalah 1 Dokter spesialis kebidanan, 1 Dokter spesialis anak, 1 Dokter umum di UGD, 3 orang bidan (koordinator dan 2 penyelia) dan 2 orang perawat. Tim PONEK idealnya ditambah 1 Dokter spesialis anastesi/perawat anasthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat jaga (tiap sift 2 -3 orang), 1 Petugas laboratorium, Pekarya kesehatan dan 1 Petugas adminitrasi.
45
2.7
Audit Maternal Neonatal Menurut Kementerian Kesehatan RI Audit Maternal Perinatal (AMP)
adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta
penatalaksanaanya,
dengan
menggunakan
berbagai
informasi
dan
pengalaman dari kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA di suatu RS atau wilayah. AMP merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan datang, penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/ kematian yang terjadi. Kegiatan ini membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/ kematian. Dari kegiatan ini dapat ditentukan: 1. Sebab dan faktor terkait dalam kesakitan/ kematian ibu dan perinatal 2. Dimana dan mengapa berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah kematian. 3. Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan AMP juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan evaluasi sistem rujukan. Agar fungsi ini dapat berjalan baik maka dibutuhkan: 1. Pengisian rekam medis yang lengkap dan benar di semua tingkat pelayanan kesehatan
46
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita menninggal, sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian. 2.8
Program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival)
2.8.1
Pengertian EMAS adalah sebuah program kerjasama antara USAID dengan perjanjian
no. AID-497-A-11-00014 dengan Kementerian Kesehatan Indonesia dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program ini diluncurkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012 dan dicanangkan akan berjalan selama lima tahun mulai tahun 2012 sampai 2016. Program EMAS mendukung pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten untuk berjejaring dengan organisasi masyarakat sipil, fasilitas kesehatan public dan swasta, asosiasi rumah sakit, organnisasi profesi dan sektor-sektor lain. 2.8.2
Tujuan EMAS Program EMAS diluncurkan untuk mendukung Pemerintah Republik
Indonesia dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 25%. Adapun tujuan EMAS adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan PONED dan PONEK Hal ini diwujudkan dengan cara: a. Memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada penurunan kematian diterapkan di RS dan Puskesmas.
47
Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: i. Adaptasi standar kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal ii. Kompetensi tenaga kesehatan dalam pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal iii. Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi untuk pembelajaran dan pencapaian kinerja iv. Melengkapi perlengkapan esensial v. Penyebarluasan bukti ilmiah dalam jaringan vanguard b. Pendekatan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan Puskesmas. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: i. Peningkatan kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal sesuai standar klinis secara berkesinambungan ii. Sistem monitoring evaluasi dan pelaporan berjalan efektif di fasilitas pelayanan kesehatan iii. Berjalannya mekanisme umpan balik bagi puskesmas/ RS iv. Penyebarluasan praktek tata kelola klinis 2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem rujukan antar puskesmas dan RS Hal ini dapat diwujudkan dengan cara: a. Penguatan sistem rujukan berfungsi secara optimal Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: i. Adaptasi dan implementasi standar kinerja sistem rujukan ii. Koordinasi dan kolaborasi failitas public dan swasta meningkat
48
iii. Teknologi
informatika
dan
komunikasi
dimanfaatkan
untuk
pertukaran informasi dan peningkatan sistem rujukan iv. Kinerja bidan koordinator meningkat v. Audit Maternal Perinatal (AMP) berfungsi b. Meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dan
organisasi
sosial
kemasyarakatan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan dan pemerintah daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: i. Mekanisme umpan balik menggunakan media sosial ii. Pendekatan hak-hak konsumen yang inovatif ( citizen gateway) iii. Duta KIA khusus pelayanan emergensi berperan aktif dapat mempengaruhi masyarakat dan pengambil kebijakan c. Meminimalkan hambatan keuangan kelompok miskin dan rentan dalam mengakses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: i. Masyarakat miskin dan rentan memahami haknya atas jaminan sosial kesehatan ii. Peran serta masyarakat meningkat iii. Partisipasi pihak swasta meningkat 2.8.3
Fokus Kerja EMAS Selama lima tahun EMAS menitikberatkan pada perbaikan yang luas
dalam pelayanan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi dengan cara melibatkan pemerintah di semua tingkatan serta penyedia layanan, pimpinan
49
fasilitas swasta, organisasi profesi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat. EMAS akan memiliki fokus pada beberapa area kunci, yaitu: 1. Mengatasi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (perdarahan, preeklamsia/eklamsia, sepsis, asfiksia, prematuria/ berat badan lahir rendah) 2. Pemeliharaan praktik tata kelola klinik yang kuat di fasilitas kesehatan dan sistem rujukan, dengan fokus pada peningkatan kualitas. 3. Membina hubungan yang kuat antara fasilitas publik dan swasta dan peningkatan akuntabilitas, baik secara internal maupun kepada masyarakat, untuk memberikan jaminan perawatan yang berkualitas. 4. Meningkatkan peran warga dan organisasi sipil (OMS) dalam pengawasan fasilitas kesehatan publik dan swasta dan lembaga pemerintahan daerah dalam penyediaan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. 5. Memperbaiki mekanisme keuangan (jaminan sosial ) untuk meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat miskin. 6. Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang efektif, efisien, dan inovatif untuk mendukung penyediaan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat. 2.9
Pelaksanaan Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana
50
pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertianpengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang. (Muninjaya, 2010)
51
2.10 Kerangka Pikir Kerangka pikir penelitian ini dijelaskan pada gambar 2.3. INPUT
PROSES
1. Tenaga Kesehatan 2. Sarana dan prasarana 3. Pendanaan
1. Proses pengambilan keputusan rujukan KIA 2. Proses pelaksanaan rujukan KIA
OUTPUT Pelaksanaan Rujukan KIA
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Kerangka pikir penelitian ini menggambarkan tentang pelaksana rujukan KIA di Puskesmas PONED yang dilakukan oleh pelaksana layanan KIA adalah bidan desa, perawat dan dokter di Puskesmas serta pengambilan keputusan dan menentukan tempat rujukan, sampai dengan proses pelaksaan rujukan. Dengan pendekatan sistem yang menjadi variabel penelitian: 1) Input Input adalah Ketersediaan SDM atau tenaga kesehatan pelaksana layanan KIA yang teridri dari Bidan Koordinator, Tenaga kesehatan terlatih PONED, dan juga Bidan Desa. Ketersediaan . Ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas yaitu
peralatan kesehatan, obat dan sarana
transportasi. Serta ketersediaan dana dalam pelaksanaan rujukan.
52
2) Proses Proses yang dilakukan adalah 2 tahap yaitu proses dalam pengambilan keputusan yaitu proses komunikasi dan proses pelaksanaan rujukan yaitu proses informasi dan proses transportasi. Proses rujukan dilakukan dari bidan desa, puskesmas, sampai ke rumah sakit. 3) Output Output adalah Pelaksanaan rujukan KIA yang sesuai dengan SOP.