BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Sayur Bagi Kesehatan Budaya makan sayuran telah ada sejak zaman dahulu, bahkan jauh sebelum ada ilmu gizi yang menyatakan dengan jelas akan manfaatnya bagi kesehatan. Menurut banyak literatur, manusia purba sudah makan produk dari tanaman lebih banyak dari daging, karena memang itulah makanan yang banyak tersedia disekitar mereka. Seiring dengan berkembangnya peradaban, budaya pertanian pun akhirnya dikembangkan. Sayur-sayuran yang kaya akan vitamin, mineral dan serat, yang semuanya penting untuk diet sehat (Anonim, 2014). Dari banyak hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa semakin banyak makan sayuran, maka semakin besar kemampuan tubuh kita untuk menangkal penyakit. Sehingga makan Sayuran adalah sebuah keharusan bagi yang sadar akan pentingnya kesehatan (Dalimartha dan Adrian, 2011). Bahan makanan tersusun atas banyak senyawa, dari yang kadarnya sangat sedikit sampai dengan yang berkadar tinggi. Senyawa yang terdapat dalam makanan terdiri atas zat gizi esensial dan tidak esensial (non gizi). Selain sebagai gizi, diyakini juga aktif secara fisiologis, dimana senyawa tersebut dikelompokkan menjadi senyawa bioaktif atau komponen bioaktif yang berdampak positif maupun negatif bagi tubuh. Selain senyawa bioaktif tersebut mampu meningkatkan kesehatan dan mencegah atau mengurangi resiko penyakit. Komponen bioaktif di dalam makanan terdapat secara alami, terutama dalam sayur-sayuran dan buah-buahan, atau terbentuk selama proses pengolahan (Silalahi, 2006). Menurut penelitian Leeders, et al., (2014) disebutkan bahwa
mengkonsumsi buah dan sayur lebih dari 569 g/hari lebih kecil kemungkinan terkena penyakit mematikan (seperti kanker) dibandingkan dengan yang mengkonsumsi buah dan sayur sebanyak 249 g/hari, baik untuk dewasa maupun anak-anak (Kim, et al., 2014). Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya peranan oksidatif stress, antioksidan, vitamin B, fitoestrogen dan serat yang tinggi mampu menyehatkan hati dan mengurangi penyakit ginjal. Sehingga mengontrol kandungan logam berat pada sayur-sayuran tersebut seperti logam timbal sangat dibutuhkan untuk menghindari efek negatif bagi kesehatan (Yadaf, 2010; Gupta dan Sandalio, 2012). 2.2 Pencemaran Logam Berat pada Makanan, Bahan Makanan dan Tanaman Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kotakota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan bermotor telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai (Widaningrum, et al., 2007), kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia. Tercemarnya makanan dan bahan makanan oleh logam berat dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui bahan baku, proses produksi, dan pengemasan (Dahuri, 1996). Melalui bahan baku, logam berat dapat masuk ke dalam tanaman melalui media tanam (tanah) atau substrat yang telah terkontaminasi oleh logam berat kemudian terserap oleh tanaman.
Selain itu, penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat menyebabkan tingginya kadar logam dalam tanaman. Melalui proses produksi, dapat disebabkan oleh penggunaan alat produksi dan bahan-bahan lain yang telah terkontaminasi oleh logam berat sehingga logam tersebut migrasi ke dalam makanan. Melalui proses pengemasan, yaitu wadah makanan yang terbuat dari kaleng dapat melepaskan unsur-unsur logam ke dalam makanan kaleng. Pelepasan unsur logam tersebut terutama akan terjadi jika bagian dalam kaleng tidak diberi lapisan pelindung yang baik atau dapat juga disebabkan karena cacat pada bagian dalam kaleng sehingga makanan kontak langsung dengan logam (Bingöl, et al, 2010; Montanari, 2015). Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Sehingga makanan, bahan makanan dan tanaman sayuran akan menyerap logam tersebut. Akibatnya, logam-logam tersebut akan terakumulasi dan mengendap membentuk senyawa kompleks bersama bahan-bahan organik dan anorganik (Dahuri, 1996). Ancaman utama bagi kesehatan manusia adalah paparan logam berat seperti timbal, kadmium, seng, mangan, tembaga, nikel, kromium, merkuri dan arsen. Kadmium ditemukan dalam konsentrasi rendah di dalam tubuh dan menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan hati, ginjal dan anemia. Emisi kadmium meningkat secara dramatis karena tidak didaur ulang dan sering dibuang bersama dengan limbah rumah tangga. Populasi umum terkena merkuri melalui makanan, ikan merupakan sumber utama paparan merkuri metil dan amalgam gigi. Industri, pertambangan dan air yang tercemar mempengaruhi sel darah merah, perkembangan fisik dan mental, keterlambatan pertumbuhan pada bayi dan
anak-anak, peningkatan tekanan darah pada beberapa orang dewasa. Air dalam tanah yang digunakan sebagai air minum, mengandung arsenik 0,1-1340 mg.L-1. Paparan arsenik adalah terutama melalui makanan dan air minum yang memiliki risiko tinggi kanker paru-paru, kulit, kandung kemih dan ginjal, lesi kulit seperti sebagai hiperkeratosis dan pigmentasi perubahan. Keracunan timbal berpengaruh pada gangguan neurologi, fungsi ginjal, system reproduksi, system saraf pada orang dewasa, gangguan fisiologis dan efek keracunan yang kronis pada anak (Sudarmaji, et al., 2006; Vaishaly, et al., 2015). 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Logam Berat Pada Tanaman Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana tanaman dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan logam berat tertentu yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri apabila lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak terduga juga pemupukan yang berlebihan (Widaningrum, et al., 2007). Sumber pencemaran logam berat pada tanaman, yaitu: 1) Tanah Pencemaran logam berat pada tanah daratan sangat erat hubungannya dengan pencemaran udara dan air/limbah padat, dimana tanah yang tercemar akan membuat tanaman ikut tercemar (Hayati, 2010; Tanjung, 2010; Purnamisari, 2012; Doherty, et al.,2012; Yadav, et al., 2013).
2) Air
Air siraman / pengairan yang tercemar logam akan diserap oleh akar tanaman bersama dengan nutrisi lainnya dan ditimbun oleh jaringan tanaman (Muchuweti, et al., 2004; Sharma, et al., 2005; Singh, et al., 2007; Suriani dan Parwanayoni, 2012;) 3) Lokasi penanaman dan udara Jarak tanaman dari jalan raya dan industri memiliki peran dalam miningkatkan kandungan logam pada tanaman (Abbas, et al., 2010; Mulyani, 2012; Chandra, 2012). 4) Pupuk dan pestisida Pupuk TSP mengandung unsur fosfor (P) dan unsur logam berat lainnya, seperti kadmium (Cd) dan hampir seluruhnya larut dalam air sehingga dapat segera diserap oleh tanaman (Anggi, 2013; Kusdianti, 2014; Chiroma, et al., 2014). 5) Jenis tanaman Sebagian besar tanaman mampu menyerap logam berat, bahkan beberapa tanaman mampu menyerap logam berat diatas 100 μg/ml yang disebut juga tanaman hiperakumulator (Paz-Alberto dan Sigua, 2012; Raharjo, et al., 2012; Susana dan Suwati, 2013). 2.3.1. Tanah Kandungan logam berat di dalam tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 2.1). Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak
hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif terhadap logam berat tertentu (Darmono, 1995). Tabel 2.1 Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah Logam Kandungan dalam tanah (rata-rata, µg/g) As (Arsenik) 100 Co (Kobal)
8
Cu (Tembaga)
20
Pb (Timbal)
10
Zn (Seng)
50
Cd (Kadmium)
0,06
Hg (Merkuri)
0,03
Sumber: Widaningrum, et al., (2007) Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada makanan. Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg (Widaningrum, et al., 2007). Pencemaran logam berat dalam tanah bisa disebabkan oleh letusan gunung merapi (Tanjung, 2010), atau disebabkan oleh bencana seperti tsunami (Hayati, 2010). Turkdogan, et al., (2003) telah menginvestigasi tujuh tingkat logam berat yang berbeda-beda (Co, Cd, Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) dalam tanah, di wilayah Van sebelah selatan Turki. Kandungan logam berat pada sampel ditentukan dengan
flame atomic absorption spectrometer. Ditemukan empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan Co) pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik mengandung logam berat karsinogenik yang potensial dimana tingkat yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya prevalensi kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut. 2.3.2 Air Air merupakan sumber kehidupan manusia hewan dan tumbuhan, namun, air yang tercemar oleh logam berat akan berdampak masuk ke dalam tanaman. Pencemaran logam berat oleh air disebabkan oleh pembuangan limbah rumah tangga seperti mandi dan mencuci dan pembuangan limbah industri (Singh, et al., 2007). Seperti yang terjadi di areal sub urban Varanasi, India, diketahui bahwa kontaminasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel (Ni) terdapat pada sayuran berdaun yaitu sayuran palak atau yang lebih dikenal dengan sayuran bayam (Beta vulgaris L. var All green H1) yang umum dikonsumsi oleh orangorang urban di India, terutama orang-orang miskin. Penelitian Sharma, et al., (2005) melaporkan bahwa selain pada sayuran tersebut, kontaminasi logam berat kadmium juga terdeteksi pada tanah yang diirigasi oleh air limbah pabrik yang belum mengalami perlakuan penjernihan. Pencemaran logam berat kadmium terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan. Di Zimbabwe, terdapat peningkatan kekhawatiran publik akan penanaman sayuran di atas tanah yang juga diirigasi dengan air limbah pabrik yang belum diberi perlakuan penjernihan atau diirigasi oleh endapan pembuangan kotoran yang dihasilkan pabrik. Di negara tersebut, kontaminasi logam berat tertinggi terdapat pada jagung dan sayuran berdaun yaitu tsunga. Pada daun tsunga,
terdeteksi kontaminasi logam berat Cd sebanyak 3,68 ppm; Cu 111 ppm, Pb 6,77 ppm dan Zn 221 ppm padahal standar Uni Eropa untuk Cd adalah hanya 0,2 ppm; Cu 20 ppm; Pb 0,3 ppm dan Zn 50 ppm (United Kingdom Guidelines) (Muchuweti, et al., 2004). Bahemuka dan Mubofu (1999) juga meneliti empat jenis logam berat (Cd, Co, Pb dan Zn) dari beberapa jenis sayuran hijau yang ditanam di sepanjang aliran sungai Sinza dan Msimbazi dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Hasil menunjukkan kisaran berikut (dalam mg/ 100 g) : 0,01 s.d 0,06 untuk kadmium (Cd); 0,25 s.d 1,60 untuk kobalt (Co); 0,19 s.d 0,66 untuk timbal (Pb); dan 1,48 s.d 4,93 untuk seng (Zn). Beberapa sayuran mengandung jumlah logam berat melebihi yang diperbolehkan FAO dan WHO untuk dikonsumsi manusia. 2.3.3 Lokasi Penanaman Dan Udara Logam berat telah banyak terdeteksi pada sayuran, terutama yang ditanam dekat dengan jalan raya dan rentan polusi udara, antara lain yang berasal dari asap pabrik serta asap kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan Ayu (2002) menunjukkan bahwa pada komoditas kangkung dan bayam yang dijual di pasarpasar daerah Bogor mempunyai kadar timbal (Pb) di atas ambang batas cemaran logam sesuai yang ditetapkan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu 2 ppm. Kisaran kadar timbal (Pb) pada kangkung 0,01 ≤ 3,12 ppm sedangkan kisaran timbal (Pb) pada bayam 0,01 ≤ 3,38 ppm. Dalam kasus ini, jalur distribusi dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kadar cemaran timbal (Pb). Pencemaran timbal (Pb) pada sayuran setelah pasca panen terjadi selama pengangkutan, penjualan, dan distribusi. Pencemaran logam berat tembaga
terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan, juga disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung tembaga. Survei lapangan juga telah dilakukan oleh Cui, et al., (2004), di area dekat lokasi peleburan logam di Nanning, China Selatan untuk menganalisis kontaminasi logam berat pada sampel tanah dan sayuran serta untuk mengevaluasi kemungkinan resiko kesehatan pada masyarakat melalui rantai makanan. Tingkat kontaminasi pada tanah dan sayuran telah diukur, dan diukur pula faktor transfer (TF) dari tanah ke tanaman sayuran serta risiko kesehatannya (indeks resiko, IR). Hasil menunjukkan bahwa kedua tanah dan sayuran dari desa 1 dan 2 (V1 dan V2), dengan jarak 1500 m dan 500 m dari lokasi peleburan logam) sangat terkontaminasi logam berat apabila dibandingkan dengan tanah dan sayuran di desa yang terletak 50 km dari lokasi peleburan logam. Nilai tengah konsentrasi Cd pada sayuran di kedua desa (V1 dan V2) adalah 0,15 ppm dan 0,24 ppm sedangkan konsentrasi Pb adalah 0,45 ppm dan 0,38 ppm. Asupan Cd dan Pb melalui sayuran yang dikonsumsi memiliki risiko kesehatan yang tinggi terhadap penduduk setempat. Indeks risiko (IR) yang terukur pada kedua desa adalah 3,87 ppm dan 7,42 ppm untuk Cd dan 1,44 ppm serta 13,5 ppm untuk Pb. 2.3.4 Pengaruh Pemupukan Setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sebagai contoh unsur hara dalam pupuk an-organik lebih cepat tersedia dibandingkan dengan unsur hara dalam pupuk organik. Namun pupuk organik cendrung lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pupuk an-organik. Perbedaan yang mendasar seperti jenis senyawa yang terkandung dalam masing-
masing pupuk. Adapun kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk kompos dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk kompos dan NPK Unsur hara dan logam Pupuk Kompos Pupuk NPK No berat 1. N-total 0,37 % 15 % 2. P2O5 0,77 % 15 % 3. K2O 8,95 % 15 % 4. C-organik 8,95 % 5. Kadar air 62,86 % 6. C/N Rasio 14 7. Fe 5,569 ppm 8. Zn 41 ppm 9. Cu 18 ppm 10. B 22 ppm 11. Pb 2,2 ppm 12. Mn 301 ppm 13. Cd Sumber : Pupuk kompos : Suriardikarta dan Setyorini (2005), dan pupuk NPK : Hardjowigeno (1992) dalam Anonim (2014). Dalam aplikasinya selain membawa dampak baik terhadap pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa dampak negatif bagi lingkungan, baik langsung maupun tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta kesehatan manusia. Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik di tanah, air, dan udara (Hartatik dan Setyorini, 2010). Pencemar adalah adanya pasokan logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida). Untuk meningkatkan hasil pertanian, penggunaan pupuk tidak dapat dihindari. Petani di daerah semakin banyak yang menggunakan obat-obatan pertanian untuk meningkatkan hasil produksinya tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman dan lingkungan sekitarnya. Adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktifitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan
kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut (Subowo, et al., 1999). Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup,
pencemaran
lingkungan
hidup
adalah
masuk
atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan. Dalam dunia pertanian pencemaran yang menjadi pokok perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah, hal ini karena tanah merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk. Tercemarnya tanah oleh logam berat menyebabkan tanaman mengandung logam berat melebihi batas ketentuan (Widaningrum, et al., 2007). Hasil penelitian Kusdianti, et al (2014) memperlihatkan bahwa kentang yang ditanam pada tanah yang diberikan pupuk dan pestisida di kawasan pertanian kentang Pangalengan Jawa Barat mengandung Cd melebihi ambang batas. Hal tersebut dikarenakan para petani menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan, sehingga logam Cd pada pupuk dan pestisida akan meresap ke dalam tanah dan akan terakumulasi oleh tanaman. 2.4.5 Pengaruh Jenis Tanaman Salah satu pendekatan untuk memulihkan polutan logam beracun adalah dengan menggunakan tanaman fitoremediasi dimana jenis tanaman ini mampu mengakumulasi konsentrasi ion logam tanpa mengalami penurunan hasil akibat keracunan logam (Hidayati, 2013). Beberapa jenis tanaman yang bersifat fitoremediasi dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beberapa jenis tanaman yang bersifat fitoremediasi Kadar (ppm) No Jenis tanaman Sumber dan Logam 1. Bunga matahari 66,30 (Pb) Amaliyah, 2011 2. Genjer 6,101 (Pb), Parwanayoni dan 1,923 (Cd) Suriani, 2012 3. Sawi putih > bunga matahari > Pb Hamvumba, et al., gandum 2014 4. Bunga tapak dara 77,06 (Pb) dan Subhashini dan 47,75 (Ni) Swamy, 2013 5. Mikania cordata (Burm.f.) B.L. 11,65 (Pb) Juhaeti, et al., 2005 Robinson 6. Pennisetum pedicellatum 23,28 (Cd) dan Garba, et al., 2013 6266,20 (Zn) 7. Bayam duri 502,20 (Pb) Dwinata, et al., 2015 8. Kubis 480 (Zn) dan Szczygƚowska dan 98,6 (Cd) Konieczka, 2005 9. Kubis-kubisan Szczygƚowska, et al., 2011 Keterangan: > = lebih besar kemampuan mengakumulasi logam Juhaeti, et al (2004) menginventarisasi tumbuhan yang potensial untuk fitoremediasi, menyimpulkan bahwa tanaman jenis Ipomea sp mampu mengakumulasi sianida (HCN) dan Mikania cordata (Burn.f.) B.L.Robinson, hanjuang (Cordyline fruicosa) (Haryanti, et al., 2013) mampu mengakumulasi logam timbal. Raharjo, et al (2012) menyebutkan bahwa jenis sawi huma dan sawi pahit memiliki kemampuan dalam menyerap logam Hg dan Cu dibandingkan jenis lain. Susana dan Suswati (2013) juga menjelaskan bahwa sawi hijau dan sawi putih mempunyai kemampuan transfer Cd ke pucuk (TF) yang jauh lebih besar daripada kailan. Jenis tanaman kubis-kubisan mampu menakumulasi logam berat dengan metode fitoremediasi dan biofumigasi, hal tersebut dijelaskan oleh Szczygƚowska, et al (2011) dalam artikelnya, dijelaskan pula metode tersebut sangat efisien dalam menghilangkan polutan dalam tanah yang disebabkan oleh pupuk dan pestisida.
Pada dasarnya, setiap tumbuhan mempunyai daya toleransi yang bebeda dalam mengakumulasi logam berat (Dedy, 2013), tergantung pada fisiologis tanaman tersebut. Tanaman yang mampu mengakumulasi logam lebih dari 100 mg/kg seperti logam timbal disebut tanaman hiperakumulator (Baker, et al., 1988 dalam Widyati, 2011). 2.4 Pencemaran Timbal Pada Tanaman Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya. Pencemar timbal berasal dari berbagai kegiatan manusia diantaranya adalah kegiatan rumah tangga, dimana pencemar logam berat yang dapat berasal dari kegiatan mandi dan mencuci (sabun dan detergen), sehingga mencemari air dan tanah (Darmono, 1995). Di udara timbal sebagai gas buang kendaraan bermotor yang keluar dari knalpot dalam bentuk partikel yang sangat halus, adanya polutan timbal pada bensin yang diberikan bahan tambahan berupa Tetra Etil Lead (TEL) dan tetramethyl lead (TML) sebagai bahan additive dan upaya untuk meningkatkan angka oktan (Fahy, 1987). Industri juga berpotensi sebagai sumber pencemaran timbal yaitu semua industri yang memakai bahan baku yang mengandung timbal (Haryanti, 2013) seperti industri baterai (Fardiaz, 2005). Timbal dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50 mg/kg berat badan untuk dewasa
dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 - 3 ppm (Widaningrum, 2007). Di dalam tubuh, timbal dapat menyebabkan keracunan akut maupun kronik. Pada keracunan akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut asam. Gejala-gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal bahkan kematian (Santi, 2001). Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman (terutama sayuran), yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Charlene, 2004). Seperti penelitian Atta, et al., (2014) yang menyatakan bahwa timbal sangat berpengaruh menurunkan kecepatan pertumbuhan bunga matahari, tingginya serapan timbal oleh bunga matahari menyebabkan terhambatnya aktifitas hornon pertumbuhan, perubahan warna batang dan daun sayuran pada sayur selada air (Widowati, 2011), serta dapat menurunkan protein, vitamin A dan vitamin C sayuran air (Widowati, 2010) dan lain sebagainya. Kandungan timbal pada beberapa tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi
serapan Pb oleh akar tanaman. Menurut Balai Penelitian Tanah (2002) ambang batas Pb dalam tanah adalah 12,75 mg/kg sehingga apabila kandungan logam berat Pb dalam tanah melebihi ambang batas maka logam tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia baik secara langsung (pemanfaatan air tanah dan pemanfaatan tanaman) maupun tidak langsung (rantai makanan). Tabel 2.4 Kandungan timbal pada beberapa tanaman Kandungan Timbal (Pb) Sampel Referensi (mg/kg) Daun Genjer 0,12 Daun Selada 0,34 Purnamisari (2012) Daun Bayam merah 0,22 Bayam 0,75 Tanjung (2010) Kangkung 0,000 Mulyani, et al., (2012) 0,001 Jew`s mallow 0,003 Water leaf 0,008 Doherty, et al., (2012) Bitter leaf 0,002 Flutted pumpkin 0,002 Spinach Sawi hijau 69,58 Priandoko, et al., (2013) Wortel 64,96 Daun tsunga 6,77 Muchuweti, et al., (2004) Ketumbar 0,150 Bayam 0,010 Abbas, et al., (2010) Mint 0,012 Bayam 0,14 Sawi hijau 0,14 Rahman, et al., (2013) Bunga matahari 0,21 Hanjuang 2,36 Haryanti, et al (2013) Priandoko, et al (2013) menyebutkan bahwa sawi hijau dan wortel mengandung timbal melebihi ambang batas. Sampel tersebut diambil dari beberapa pasar di kota Denpasar Bali. Hal tersebut disebabkan oleh polusi udara dalam perjalanan menuju tempat pendisribusian sayuran.
2.5 Sayur Kubis Dan Sawi Putih Kubis (Brassica oleracea L.) dan sawi putih (Brassica rapa L.), yang secara morfologi memiliki sifat yang sangat mirip dimana kedua tanaman ini merupakan satu genus yaitu Brassica, yang umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar), Brassicaceae mencakup lebih dari 300 genus dan 3000 spesies (Rukmana, et al., 2014). Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel 2.5 Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih Kingdom Plantae Divisi Magnoliophyta Class Magnoliopsida Sub Class Dillenidae Ordo Capparales Famili Brassicaceae Genus
Brassica
Plantae Spermatophyta Magnoliopsida Magnoliophyta Brassicales Brassicaceae Brassica
Species
Brassica oleraceae var. capitata alba
Brassica rapa var. pekinensis
Nama lokal
Kubis
Sawi putih
Sumber : Backer (1963) untuk kubis; Rubatzki dan Yamaguchi (1998) untuk sawi putih
(a)
(b)
Gambar 2.1 (a) Kubis (Brassica oleracea var. capitata alba) dan (b) Sawi putih (Brassica rapa var. pekinensis) (Sumber: Anonim, 2013)
Kubis merupakan jenis sayuran yang mudah dijumpai di Indonesia karena tidak mengenal musim. Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya bahkan tumbuh diiklim subartik. Beberapa tanaman umumnya diketahui sebagai crucifer yang sangat dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya bagi kesehatan dan kandungan gizinya yang tinggi juga berguna bagi manusia. Beberapa diantara tanaman kubis-kubisan merupakan sayuran daun dan akar juga herba dikotil setahun dan dua-tahunan. Ketika berupa kecambah muda, berbagai tanaman kubis-kubisan akan sulit dibedakan, tetapi tidak lama kemudian masing-masing mengembangkan karakteristik yang dapat dibedakan (Vincent and Yamaguchi, 1998). Sawi putih merupakan tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah sub tropis maupun tropis. Sawi putih diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke Philipina dan Taiwan. Tanaman sawi putih termasuk tanaman sayuran cruciferae (kubis-kubisan), yang memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Cruciferae berbunga sempurna dengan enam benang sari yang terdapat dalam dua lingkaran. Empat benang sari dalam lingkaran dalam, sisanya dalam lingkaran luar. Sayuran Cruciferae atau Brassicaceae meliputi beberapa genus, diantaranya ialah kubis (kol), sawi putih, sawi, dan lobak (Sunarjono, 2007; Dalam Anonim, 2011).
2.5.1 Mofologi Tanaman Kubis pada bagian kepala lebih tepat digambarkan sebagai tunas akhir tunggal yang besar, yang terdiri atas daun yang saling bertumpang-tindih secara ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi tanaman umumnya berkisar antara 40 dan 60 cm. Pada sebagian kultivar, pertumbuhan daun awalnya memanjang dan tiarap. Daun berikutnya secara progresif lebih pendek, lebih lebar, dan lebih tegak, dan mulai menindih daun yang lebih muda. Pembentukan daun yang terus berlangsung dan pertumbuhan daun terbawah dari daun yang saling bertumpang-tindih meningkatkan kepadatan kepala yang berkembang. Bersamaan dengan pertumbuhan daun, batang juga lambat laun memanjang dan membesar. Pertumbuhan kepala bagian dalam yang terus berlangsung melewati fase matang (keras) dapat menyebabkan pecahnya kepala. Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk, warna, tekstur daun, dan periode kematangan (Vincent dan Yamaguchi, 1998). Kubis mampu tumbuh di daratan rendah dan daratan tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm (Dalimartha dan Adrian, 2011). Sawi putih memiliki ciri-ciri daun bertangkai, berbentuk agak oval, berwarna hijau muda, dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral yang rapat, melekat pada batang yang tertekan. Daun berwarna hijau muda cerah, dan perbungaannya dipanen pada waktu atau beberapa hari setelah berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
2.5.2 Kandungan Nutrisi Kebanyakan genus Brassicaceae mengandung senyawa glukosinolat yang diubah oleh enzim mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit (Vincent dan Yamaguchi, 1998). Menurut Draghici, et al., (2013), Famili Brassicaceae merupakan sayuran yang memiliki antioksidan yang tinggi juga kaya akan mineral, vitamin, polifenol, antosianin dan glukosinolat. Kandungan gizi kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Kandungan gizi setiap 100 g kubis dan sawi putih No Komposisi Kubis 1 Kalori 25 kkal 2 Protein 1,30 g 3 Lemak 0,20 g 4 Karbohidrat 6,10 g 5 Serat 1,9 g 6 Kalsium (Ca) 41 mg 7 Fosfor (P) 39 mg 8 Besi (Fe) 0,4 mg 9 Sodium (Na) 5 mg 10 Zink (Zn) 0,1 mg 11 Pottasium (K) 215 mg 12 Total Vitamin A Equiv. 2 µg 13 Tiamin 0,05 mg 14 Riboflavin 0,04 mg 15 Total Niacin Equiv. 0,3 mg 16 Vitamin C 21 mg 17 Vitamin B6 0,1 mg 18 Vitamin K 76 µg 19 Asam Folat 44 µg Sumber: Campbell, et al., 2012
Sawi putih 22 kkal 2,30 g 0,10 g 1,20 g 1,0 g 88 mg 23 mg 1,9 mg 3 mg 0,2 mg 90 mg 290 µg 0,05 mg 0,04 mg 0,6 mg 19 mg 0,08 mg 76 µg 33 µg
Kubis berkhasiat sebagai antioksidan, pencahar, melindungi tubuh dari bahaya radiasi (seperti sinar X, computer, microwave, dan televise berwarna), dan merangsang sistem imun tubuh. Salah satu rekomendasi diet dari “the American Cancer Society`s” untuk mengurangi resiko timbulnya kanker adalah dengan cara mengkonsumsi sayuran golongan Cruciferae seperti kubis, brokoli, kubis tunas,
dan kembang kol. Kubis digunakan untuk mencegah tumor membesar, mengurangi resiko timbulnya kanker (lambung, kolorektal, prostat, paru, payudara, dan kandung kemih), kadar kolesterol darah tinggi, radang sendi, borok (ulkus) di lambung dan usus duabelas jari, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kubis juga membantu mengatasi gatal akibat jamur Candida (candidiasis), jamur (di kulit kepala, tangan, dan kaki), sulit buang air besar, membuang racun (seperti mabuk alkohol, racun di hati, senyawa kimia berbahaya), menghilangkan keluhan pramenstruasi (premenstrual syndrome), dan meningkatkan produksi ASI (Dalimartha dan Adrian, 2011). Sawi putih juga biasa dimanfaatkan masyarakat sebagai sayur untuk dikonsumsi sehari-hari (Anonim, 2013). 2.5.3 Metode Penanaman Cara bertanam kubis dan sawi putih tidak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari (Anonim, 2012). Adapun penanaman kubis dan sawi putih dilakukan dengan cara penyiapan benih, persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian organism pengganggu tanaman, panen dan pasca panen. 2.5.3.1 Penyiapan Benih Sebelum benih kubis dan sawi putih disebar, direndam terlebih dahulu selama ± 2 jam. Selanjutnya benih disebar merata pada bedengan persemaian, dengan media semai setebal ± 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk organik dan tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang
telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup dengan alang-alang atau jerami kering selama 2 - 3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan / atap dari screen / kassa plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup dengan screen untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7 - 8 hari, bibit dipindahkan kedalam bumbunan daun pisang / pot plastik dengan media yang sama (tanah dan pupuk organik steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam dilapangan setelah berumur 3 - 4 minggu atau sudah memiliki 4 - 5 helai daun muda (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.2 Persiapan Lahan Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20 - 30 cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar 100 - 120 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan ± 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomite 2 - 4 minggu sebelum tanam dengan dosis 1,5 t/ha (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.3 Pemupukan Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2 - 4 kg/m2. Dua minggu setelah tanam dilakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m2) dari asumsi pemupukan normal 100 – 1000 kg/ha. Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada
umur 10 dan 20 hari setelah tanam (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.4 Penanaman Bibit umur 2 - 3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3 - 4 helai, dipindahkan pada lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 x 20 cm atau sistem baris dengan jarak 15 x 10 - 15 cm. Jika ada yang tidak tumbuh lakukan penyulaman, yaitu tindakan penggantian tanaman dengan tanaman baru. Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang atau kompos (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.5 Pemeliharaan Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman. Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan kondisi gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan penggulu dan bersamaan dengan penyiangan (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.6 Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan drainase lahan. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) utama adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama Plutella xylostella. Jika terpaksa menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman dan mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.7 Panen
Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat. Bila pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang - kadang busuk. Pemungutan dilakukan dengan memotong krop berikut sebagian batang dengan disertakan 4-5 lembar daun luar, agar krop tidak mudah rusak. Produksi kubis dapat mencapai 15-40 t/ha. Sedangkan sawi putih dipanen dengan dua cara yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya, memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun (Edi dan Bobiho, 2010). 2.5.3.8 Pasca Panen Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa menggunakan wadah berupa keranjang bambu, plastik atau karton yang berlubang - lubang untuk menjaga sirkulasi udara (Edi dan Bobiho, 2010). 2.6 Pengaruh Pemupukan Terhadap Akumulasi Timbal Pada Tanaman Untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada tanaman dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut, pertama melakukan penanaman yang ditambahkan serbuk logam timbal Pb(NO3)2 sebanyak 1,6 gram ke dalam 5 kg tanah dan aduk hingga homogen ke dalam polibag (Haryanti, et al., 2013), kemudian ditambahkan pupuk dengan menaburkannya diatas tanah disekitar tanaman (Hayati, 2010). Kedua dengan menggunakan lahan yang telah diketahui kandungan logam timbal dan pH tanah, kemudian ditanam tanaman yang akan diuji serta diberikan pupuk dengan menaburkan diatas tanah pada lahan
tersebut yang berdekatan dengan tanaman (Suparno, et al., 2013). Beberapa penelitian tentang pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.7. Pupuk yang mengandung senyawa organik akan membentuk suatu reaksi ikatan secara kompleks. Reaksi ikatan ini merupakan ikatan antara senyawa organik dengan ion logam yang tekoordinasi (Ariyanto, 2006). Suparno, et al (2013) menyebutkan bahwa pupuk yang ditambahkan pada tanaman dapat berpengaruh pada penurunan timbal terserap oleh tanaman. Hal tersebut disebabkan oleh bahan organik yang cendrung mengikat timbal membentuk kompleks khelat, sehingga jumlah timbal yang diserap tanaman semakin kecil. Tabel 2.7 Pengaruh pemupukan terhadap penyerapan timbal pada tanaman No Tanaman Jenis pupuk Kadar Pb Referensi (ppm) 1. Selada Pupuk kandang 0 ton/ha 0,11 Hayati, 2010 Pupuk kandang 15 ton/ha 0,08 Pupuk kandang 30 ton/ha 0,11 Pupuk kandang 45 ton/ha 0,05 Pupuk NPK 0 ton/ha 0,14 Pupuk NPK 15 ton/ha 0,11 Pupuk NPK 30 ton/ha 0,03 Pupuk NPK 45 ton/ha 0,04 2. Wortel Kontrol 284,38* Smoleń, et Pupuk Ca(NO3)2 70 kg N.ha-1 232,82* al., 2011 -1 Pupuk Ca(NO3)2 70+70 kg N.ha 187,42* Pupuk (NH4)2SO4 70 kg N.ha-1 141,98* Pupuk (NH4)2SO4 70+70 kg N.ha 166,01* 1
3.
Ubi jalar
4.
Anggur
Kontrol Vermikompos 10 t/ha Vermikompos 20 t/ha Vermikompos 30 t/ha Pupuk (NH4)2SO4 Pupuk N 0 kg/ha Pupuk N 50 kg/ha Pupuk N 100 kg/ha
Keterangan: * = Nilai rata-rata Pb pada tahun 2003-2005
2,52 1,97 1,57 1,17 12,2 1,75 1,50 1,73
Suparno, et al., 2013
Świątkiewicz I. D dan Gąstol, M., 2013
Khelat merupakan suatu proses reversibel pembentukan ikatan dari suatu ligan yang disebut khelator atau agen khelasi (ligan) dengan suatu ion logam membentuk suatu kompleks metal yang disebut khelat. Tipe ikatan yang terbentuk dapat berupa ikatan kovalen atau ikatan koordinasi. Senyawa tersebut memiliki gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut akan digunakan dalam pembentukan ikatan dengan logam timbal, contohnya adalah khelat nitrilotriaminasetat (NTA) yang mampu bereaksi dengan logam timbal dan membentuk garam dalam bentuk endapan, sehingga akumulasi timbal pada tanaman akan menurun (Manahan, 1984; Gupta dan Sandalio, 2012). Struktur khelat nitrilotriaminasetat dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur khelat nitrilotriasetat (Manahan, 1984) Penelitian Smoleń, et al (2011) menjelaskan bahwa wortel mampu menyerap logam timbal dan terjadi penurunan akumulasi timbal setelah mengaplikasikan pupuk nitrogen. Penelitiannya ini dilakukan pada tahun 20032005, dengan mengkombinasikan pemberian jenis pupuk. Penentuan logam timbal dilakukannya dengan teknik ICP-OES (Inductively Coupled argon Plasma Optical Emission Spectroscopy). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pupuk dengan (NH4)2SO2 yang mengandung 21% N dapat menurunkan akumulasi timbal
dibandingkan pupuk Ca(NO3)2 dengan kandungan 15,5% N pada wortel dan anggur (Swiatkiewicz dan Gastol, 2013). Tingginya kandungan nitrogen dalam pupuk berpengaruh pada penurunan serapan logam berat oleh tanaman, salah satunya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3), hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pH tanah sehingga menurunkan serapan logam berat pada tanaman (Dijkshoorn, et al., 1983). Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk Komponen pupuk Kandungan nitrogen (%) Ammonium nitrat 34 Ammonium sulfat 21 Kalsium nitrat 15 Milorganit 7 Potassium nitrat 13 Sodium nitrat 16 Sulfur berlapis urea 37 Urea 46 Ureaformaldehid 38 Menurut Camberato (2001) N organik secara alami mampu bereaksi dan membentuk nitrat. Seperti yang terlihat pada reaksi pembentukan nitrat berikut ini: Aminisasi N organik Keterangan: Aminisasi
Ammonifikasi N amino
Nitrosomonas N ammonium
Nitrobakter Nitrit
Nitrat
: proses penguraian mikrobiologi protein menjadi persenyawaan amino Ammonifikasi : Proses perubahan Asam amino yang sudah terbentuk dikonversi menjadi ammonia (NH3). Nitrosomonas : bakteri yang memiliki kemampuan untuk merombak senyawa ammonia menjadi nitrit Nitrobakter : bakteri yang memiliki kemampuan untuk merombak senyawa nitrit menjadi nitrat
Penelitian lainnya dilakukan oleh Hayati (2010) dengan menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom (SSA) dengan nyala udara asetilen, memperlihatkan penurunan akumulasi timbal pada penggunaan pupuk NPK, dibanding pupuk organik dan semakin tinggi dosis pupuk akan menurunkan akumulasi logam timbal pada tanaman selada. Suparno, et al (2013) juga mengaplikasikan jenis dan dosis pupuk vermikompos yang berbeda dengan metode pengukuran timbal yang sama menemukan hasil penurunan timbal seiring bertambahnya pupuk yang diberikan. 2.7 Analisis Timbal Pada Tanaman Analisis cemaran logam Pb menurut Kohar, et al (2005) pada tanaman adalah sebagai berikut, sampel yang telah berbentuk abu ditimbang, kemudian dilarutkan dengan HNO3 1 N, agar sampel sempurna larutan dipanaskan pada 60oC - 70 oC sampai larut homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman dan ditampung dalam wadah. Larutan sampel yang akan diukur diencerkan sampai 10 mL dengan HNO3 1 N. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan alat AAS. Rumus untuk menghitung kadar Pb seperti tercantum dalam rumus berikut:
Kadar timbal =
C x Vx Fp W
Keterangan: C = Konsentrasi (µg/ml) (dihasilkan dari perhitungan absorbansi dan berdasarkan hasil kurva kalibrasi linier) V = Volume larutan sampel (ml) Fp = Faktor pengenceran W = Berat sampel (gram)
Data yang dihasilkan dari hasil pengukuran kemudian dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA (Analisis of Variance), menggunakan sistem SPSS.