Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Kebudayaan terbentuk sejak manusia ada dari zaman dahulu kala. Ada yang berwujud fisik ada pula yang berwujud nilai-nilai atau kebiasaan. Para ahli antropologi mendefinisikan kebudayaan itu sendiri dengan berbagai macam kata. Setiap antropolog memiliki definisi yang berbeda dengan antropolog lainnya walaupun terkadang memiliki arti yang hampir sama. Misalnya menurut Tylor (1974) yang berpendapat bahwa “Culture is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society.” Yang memiliki arti “kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.” Kemudian Linton (1947) seorang antropolog Amerika berpendapat bahwa “the culture of society is the way of life of its members; the collection of ideas and habits which they learn, share and transmit from generation to generation.” Yang memiliki arti “kebudayaan masyarakat adalah cara hidup anggotanya; kumpulan dari buah pikiran dan kebiasaan yang mereka pelajari, sebarkan, dan wariskan dari generasi ke generasi.” Budaya ataupun kebiasaan yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi, pastilah dimiliki oleh setiap negara, baik terdapat dalam kehidupan sehari-hari, perkerjaan, ataupun pemerintahan. Sama halnya dengan tradisi kesatriaan yang yang dimiliki oleh Jepang. Cukup tua namun menarik dan tetap hidup hingga saat ini. Sebuah tradisi yang berwujud nilai-nilai, yang dianggap paling utama dalam diri seorang ksatria
Jepang, Samurai(侍)yang dikatakan sebagai yang penuh romantika, kesetiaan, dan pengorbanan diri. Seorang ahli pedang yang penuh wibawa, estetikus, dan mengerti keindahan bunga sakura. Seorang samurai mampu menjadi seorang komandan sebuah pasukan di medan perang, pembunuh di malam hari, penjaga kedamaian, pemimpin yang aristokratis dan penuntut balas bagi tuannya (Turnbull, 2001:8).
1.1.1 Samurai Kaum ksatria yang ada di Jepang pada zaman dahulu disebut samurai atau juga disebut Bushi(武士). Mereka membuat kelas sendiri dari zaman Kamakura(鎌倉) (1192) hingga akhir zaman Edo(江戸)(1868). Menurut Shimura dalam Koojien (1998), yang di sebut dengan samurai adalah : 【侍】(サブラヒの転)①「さぶらい」に同じ。②(「士」とも書く) 武士。中世では一般庶民をする凡下と区別される身分呼称で騎馬・服 装・刑罰などの面で特権的な扱いを受けた。江戸時代には幕府の旗本、 諸藩の中小姓以上、また士農工商のうちの士身分の者を指す。③転じて、 なかなかの人物。 Terjemahan : Samurai : (dulu diucapkan “Saburai”) 1. Memiliki pengertian yg sama dengan “Saburai” 2. Sering ditulis “Shi” dari “Bushi”. Pada abad pertengahan, merupakan sebutan untuk status yg dibedakan dari orang-orang biasa dan memperoleh perlakuan yang khusus, yang dapat dilihat dari berkuda, pakaian, serta jenis hukuman. Pada Zaman Edo, sebutan samurai ditujukan untuk hatamoto, para shohan, atau kaum “shi” dari shinokosho. 3. Sering dianggap sebagai manusia yang hebat.
Asal mula munculnya kaum samurai disebabkan oleh kekacauan politik yang terjadi pada akhir zaman Heian(平安). Tindak kejahatan semakin meningkat akibat
hancurnya hukum Ritsuryou(律令)dan semakin besarnya kesenjangan sosial antara bangsawan pemilik tanah yang semakin kaya dan para petani yang semakin miskin. Meningkatnya tindak kejahatan membuat para bangsawan pemilik tanah merasa cemas sehingga mereka mempersenjatai keluarga mereka dan petani yang menggarap tanah mereka. Tidak hanya mempersenjatai, mereka juga memberikan latihan fisik dan kemampuan beladiri untuk melindungi harta benda serta tanah mereka. Pada mulanya orang-orang yang dipersenjatai ini hanyalah berwujud kelompok-kelompok kecil, namun karena ada yang berhasil menumpas penjahat kelompok ini semakin besar karena mendapat pengikut-pengikut baru dan menjadi kuat. Diantara kelompok-kelompok ini, yang cukup besar dan memiliki pengaruh adalah keluarga Minamoto/Genji(源氏)yang berada di bagian timur Jepang, dan keluarga Taira/Heishi(平時) yang berada di bagian barat Jepang. Salah satu dari dua kelompok ini nantinya akan berkuasa dan menandai masuknya Jepang ke era feodal. Ketika terjadi perselisihan dalam kekaisaran dan dalam keluarga Fujiwara(藤 原) (keluarga bangsawan yang saat itu berkuasa), keluarga Taira dan Minamoto ikut terlibat didalamnya. Masing-masing berpihak pada kelompok yang berseberangan. Pada tahun 1156, terjadi perang yang disebut dengan perang Hogen ( 保 元 ) yang dimenangkan oleh keluarga Taira. Kemudian pada tahun 1159, kembali terjadi perang antara keluarga Taira dan Minamoto yang disebut dengan perang Heiji(平治). Pada perang inipun keluarga Taira kembali menjadi pemenang. Kekalahan keluarga Minamoto menandai berakhirnya kekuasaan bangsawan. Sementara itu, kaum militer mulai tampak memegang kunci pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari Taira no Kiyomori yang menjadi Dajou Daijin (太政大臣)(penguasa utama) dan memegang kekuasaan utama
politik. Di bawah pimpinan Kiyomori, perekonomian semakin maju. Namun hal ini medorong Kiyomori untuk mengangkat keluarga-keluarganya menjadi bangsawan yang menyebabkan mereka menjadi sombong dan menciptakan kebencian diberbagai kalangan. Melihat hal ini, keluarga Minamoto memanfaatkannya untuk membalas kekalahan mereka. setelah keluarga Taira jatuh, Minamoto Yoritomo naik sebagai pemimpin baru, memusatkan pemerintahannya di Kamakura. Dengan ini, Jepang memasuki zaman feodal dengan kaum militer (samurai) sebagai pemimpinnya. Pemerintahannya disebut dengan bakufu(幕府)(Surajaya, 2001: 20). Menurut James Clark(1996) dalam artikelnya tentang Samurai dalam Matsushita Center for Electronic Learning, para samurai adalah petarung dan handal dalam ilmu beladiri. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggunakan busur, panah serta pedang. Selain itu mereka juga bisa membunuh dengan tangan kosong. samurai juga merupakan seorang penunggang kuda yang handal. Kesetiaannya terhadap kaisar, daimyoo(大名) atau pun tuannya tidak tertandingi. Dalam kehidupan mereka lebih tertarik terhadap kehormatan dan harga diri dibandingkan dengan kekayaan dan materiil. Samurai tidak memiliki rasa takut terhadap kematian karena baginya mati dalam pertempuran akan membawa kehormatan terhadap keluarga dan tuannya. Samurai lebih suka bertarung satu lawan satu. Di medan perang sebelum beradu pedang,
seorang
samurai
akan
meneriakkan
nama
keluarga,
pangkat
serta
kemampuannya. Hal ini bertujuan untuk mencari lawan yang memiliki kemampuan kirakira setara dengan dirinya. Setelah memenangkan pertarungannya, kepala musuhnya akan dipenggal kemudian ketika pertempuran usai, kepala ini akan dibawa kembali sebagai bukti kemenangannya. Samurai yang kalah hanya bisa memilih kematian atau melakukan
ritual bunuh diri, seppuku(切腹). Melakukan seppuku jauh lebih baik bagi mereka dari pada membuat malu dirinya maupun keluarga atau tuannya. Kaum samurai mulai berkuasa pada tahun 1192. Kira-kira tahun 1854 ketika Jepang membuka diri, samurai mengalami masa-masa kemunduran. Karena Jepang telah memasuki era damai, samurai mulai tidak diperlukan lagi. Pada tahun 1868 pemerintahan Tokugawa berakhir, samurai dan tradisi hidup mereka dihapus akan tetapi tidak pernah dilupakan. Sejak pertama kali muncul hingga menjadi kelas yang berkuasa sampai dihapuskan, para ksatria ini adalah orang-orang yang hidup dengan berpegang pada Bushido sebagai pedoman hidup mereka. Sama halnya dengan samurai, Bushido juga memiliki sejarah tersendiri.
1.1.2 Bushido Pada zaman dahulu kala, ksatria dari zaman Yayoi(弥生) telah menciptakan senjata, pakaian pelindung dan kode etik. Hal inilah yang nantinya akan melengkapi samurai-samurai yang muncul pada zaman-zaman berikutnya. Kode etik yang diciptakan berasal dari nilai-nilai negeri China tentang kebijaksanaan ksatira yang berperang diserap oleh samurai menjadi kode etik mereka yang dikenal dengan nama Kyuuba no Michi (弓 馬の道 – Jalan Berkuda dan Panah) dan kemudian berkembang menjadi Bushido (武士 道 – Jalan Ksatria). Secara harafiah Bushido(武士道)dapat diartikan sebagai ‘jalan para ksatria’, yang berkembang di Jepang mulai pada zaman Kamakura sampai zaman Edo. Bushido yang menjadi kode etik dan pedoman hidup bagi para samurai mendapat pengaruh dari ajaran-ajaran Budha, Zen, Shinto dan Konfusianisme. menjunjung tinggi kesetiaan,
pengorbanan diri, keadilan, rasa malu, tingkah laku yang baik, kemurnian, kerendahan hati, kesahajaan, semangat juang, kehormatan, dan kepedulian. Sementara itu, menurut Shimura (1998), yang dimaksud dengan Bushido adalah : 【武士道】 わが国の武士階層に発達した道徳。鎌倉時代から発達し、江 戸時代に儒教思想に裏づけられて大成、封建支配体制の観念的支柱をな した。忠義・犠牲・信義・廉恥・礼儀・潔白・質素・倹約・尚武・名 誉・情愛・などを重んずる。葉隠「―と云ふは死ぬ事と見付たり」 Terjemahan : Bushido : Sebuah moral hidup yg berkembang di kalangan Bushi di Jepang. Mulai berkembang sejak zaman Kamakura, dan pada zaman Edo diperkuat oleh pemikiran Konfusianisme serta menjadi pendukung sistem pemerintahan feudalisme. Mengutamakan nilai-nilai kesetiaan; pengorbanan; kepercayaan; kesucian hati; kesopanan; kemurnian; kesederhanaan; hidup hemat; patriotisme; kehormatan; dan kasih sayang. Pada Hagakure tertulis “Saya menemukan arti, Bushido adalah jalan kematian”. Meskipun mulai terbentuk pada zaman Kamamura, pada zaman itu moral-moral Samurai tidak disebut dengan kata Bushido, melainkan dengan kata Yumiya no narai(弓 矢 の 習 い ) atau Kyuuba no michi ( 弓 馬 の 道 ) seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya. Kata Bushido itu sendiri mulai digunakan setelah seorang ahli Konfusianisme yang bernama Yamaga Soko menciptakan peraturan bagi kaum Samurai pada zaman Tokugawa yang pada saat itu disebut dengan Shido ( 士 道 ) (Varley, 2000:208). Clark(1996) berpendapat bahwa Bushido merupakan sari dari ajaran Budha, Zen, Konfusianisme, dan Shinto. Kombinasi dari ajaran-ajaran filosofis dan religius yang berbeda-beda ini telah membentuk kode etik samurai yang dikenal sebagai Bushido. Pada situs yang sama, dalam artikel yang berjudul Bushido Today, Clark(1996) juga berpendapat bahwa setelah era Samurai, walaupun Jepang mengalami banyak perubahan, nilai-nilai Bushido masih dapat dilihat. Selama Perang Dunia II. Para pilot
berani mati, yang dikenal dengan nama Kamikaze(神風), serupa dengan pola pikir samurai dan Bushido. Pilot Kamikaze tidak memiliki rasa takut akan kematian. Kesetiaan mereka kepada negaranya membuat mereka rela mati. Saat ini pun nilai-nilai Bushido masih dapat dilihat di Jepang. Orang Jepang memiliki rasa hormat dan kesetiaan sepenuhnya kepada negaranya. mereka tidak akan melakukan tindakan yang akan membuat malu keluarganya. Tidak hanya dalam ketentaraan ataupun dalam masyarakat, akan tetapi Bushido juga memberikan inspirasi dalam dunia perfilman. Banyak film yang mengangkat Samurai serta kehidupannya sebagai tema sebuah film. Salah satunya adalah film yang berjudul Shichinin no Samurai (七人の侍)karya seorang maestro dunia perfilman Jepang, Akira Kurosawa. Film ini diproduksi kira-kira 50 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1954. Shichinin no Samurai mengangkat jiwa dan semangat Samurai sebagai tema cerita. Film ini sukses dalam menggambarkan nilai-nilai Bushido. Pada tahun 2004, sebuah studio animasi Jepang, Gonzo, membuat sebuah animasi berseri yang mengadaptasi cerita dari film Shichinin no Samurai, yang berjudul Samurai 7 (Samurai Seven). Film ini bercerita tentang tujuh orang samurai yang menolong sebuah desa yang bernama Kanna dari cengkraman Nobuseri (bandit). Untuk mengusir Nobuseri, penduduk desa Kanna memutuskan untuk menyewa samurai yang rela dibayar dengan nasi sebanyak yang diinginkan oleh samurai tersebut. Maka diutuslah tiga orang untuk mencari samurai. Setelah bersusah payah mereka berhasil mengumpulkan tujuh orang samurai yang bersedia menolong desa Kanna. Shimada Kambei, seorang veteran perang; Gorobei, seorang samurai yang menjadi penghibur jalanan; Heihachi, seorang Samurai veteran perang yang bertugas di bagian mesin; Shichirooji, bawahan Kambei saat perang;
Katsushiroo, seorang pemuda yang ingin menjadi samurai sejati; Kyuuzou, mantan Samurai bayaran Maro; dan Kikuchiyo, seorang petani yang mengubah dirinya menjadi Kikai Samurai. dengan harapan bisa lebih menikmati hidup dibandingkan menjadi petani. Dalam pembuatan animasi ini, Gonzo mengeluarkan dana yang sangat besar serta menggunakan teknologi animasi terbaru pada saat itu, sehingga lahirlah sebuah animasi berseri dengan kualitas gambar yang baik. Dana yang dikeluarkan oleh Gonzo sebesar 32,5 juta yen untuk setiap serinya. Besar dana ini merupakan 2 kali dari besar dana yang biasanya dihabiskan untuk serial animasi lain pada umumnya. Secara garis besar cerita yang terdapat dalam animasi ini sama dengan film Shichinin no Samurai . Hal yang membedakannya adalah Gonzo melakukan penambahan cerita dan juga beberapa orang tokoh. Selain itu, Gonzo juga merombak era ketujuh Samurai tersebut beserta teknologi yang ada pada saat itu. Dalam animasi Samurai 7, teknologi sudah luar biasa maju dengan berbagai fasilitas, mesin, dan kapal, yang pada saat ini di dunia nyata pun belum ada. Robot yang dapat terbang, elevator, kapal perang, bahkan meriam laser. Samurai pun ada yang mengubah dirinya menjadi robot agar lebih efektif dalam pertarungan, disebut dengan Kikai samurai (機械侍). Walaupun melakukan perubahan secara besar-besaran, Gonzo tetap memunculkan unsur-unsur tradisional dan tidak menghilangkan semangat para samurai dan nilai-nilai Bushido. 1.2 Rumusan Permasalahan Film Shichinin no Samurai berhasil mengangkat jiwa dan semangat juang para Samurai. Walaupun dalam bentuk animasi, Samurai 7 tetap memiliki nilai-nilai Bushido. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam dialog dan tindakan ketujuh samurai. Dialog dan
tindakan seorang diantaranya yang bernama Kambei Shimada mengambarkan semangat Bushido. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisisnya.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Pada penulisan penelitian ini, yang menjadi pusat penelitian adalah tujuh nilai Bushido yang terdapat dalam film animasi Samurai 7 dari episode 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan 14 yang diproduksi oleh studio Gonzo pada tahun 2004 yang terdapat pada tokoh Kambei Shimada. Pada penelitian ini saya akan menghubungkan antara unsur verbal(kata-kata) dan nonverbal(tindakan) yang dilakukan oleh tokoh yang bernama Kambei Shimada yang dihubungkan dengan unsur-unsur Bushido.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami Bushido, sebagai kode etik yang mengatur tindakan seorang Samurai, yang digambarkan dalam animasi Samurai 7. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat membantu pemahaman tentang Bushido dengan menggunakan animasi sebagai media pembelajaran.
1.5 Metodologi Penelitian Metodologi Penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dan metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan data dan bahan yang akan saya deskripsikan serta analis, yang diperoleh dari perpustakaan Universitas Bina Nusantara, The Japan
Foundation, perpustakaan umum daerah, dan dari toko buku di Jakarta. Selain itu saya juga memperoleh data dari internet.
1.6 Sistematika Penulisan. Bab 1 terdiri dari 6 sub bab yang menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 berisi landasan teori. Dalam bab ini berisi teori-teori tentang Bushido dan teori penokohan yang akan saya pakai dalam analisis. Bab 3 berisi analisis data. Dalam bab ini diuraikan analisis dan kajian mengenai semangat Bushido yang terdapat dalam dialog dan tindakan tokoh Kambei Shimada. Bab 4 berisi simpulan dan saran. Dalam bab ini diuraikan simpulan dari seluruh analisis dan pembahasan secara jelas. Bab 5 berisi ringkasan. Dalam bab ini diuraikan ringkasan dari tiap-tiap bab secara ringkas supaya lebih mudah dimengerti.