26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Teori Kepuasan Masyarakat Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2004) disebutkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja. Oliver (dalam Tjiptono, 2004) memberikan pendapat bahwa kepuasan keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan merupakan fungsi positif dari harapan pelanggan dan keyakinan diskonfirmasi. Dengan demikian kepuasan atau ketidakpuasan mayarakat merupakan respon dari perbandingan antara harapan dan kenyataan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Linder Pelz dalam Gotleb, Grewal dan Brown (Tjiptono, 2004) bahwa kepuasan merupakan respon afektif terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Sementara Engel (dalam Tjiptono, 2004) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purna beli terhadap alternatif yang dipilih yang memberikan hasil sama atau melampaui harapan pelanggan. Kotler (dalam Tjiptono, 2004) memberikan definisi kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan 11 Universitas Sumatera Utara
27
antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi tersebut di atas dapat dijabarkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Apabila kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas, sebaliknya apabila kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas dan apabila kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Penilaian kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan mengambil salah satu dari tiga bentuk yang berbeda (Engel, Blackwell dan Miniard dalam Tjiptono, 2004), yaitu: 1. Diskonfirmasi positif, yaitu apabila kinerja lebih baik dari yang diharapkan. 2. Konfirmasi sederhana, apabila kinerja sama dengan yang diharapkan. 3. Diskonfirmasi negatif, apabila kinerja lebih buruk dari yang diharapkan. Diskonfiormasi positif menghasilkan respon kepuasan dan yang berlawanan terjadi ketika diskonfirmasi negatif. Konfirmasi sederhana menyiratkan respon yang lebih netral yang tidak positif atau negatif. Kepuasan pelanggan keseluruhan pada akhirnya berpengaruh negatif pada komplain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan. Dikaitkan dengan kepuasan masyarakat, maka kepuasan pelanggan dapat dianalogikan sebagai kepuasan masyarakat yang membutuhkan pelayanan instansi. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengaplikasikan dan menggunakan cara riset mengenai kepuasan masyarakat, sehingga nantinya secara riil dapat diketahui atribut yang memiliki hubungan kuat dengan kepuasan masyarakat. Indikator yang dipergunakan untuk mengetahui kepuasan masyarakat antara lain adalah:
Universitas Sumatera Utara
28
1. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat harapan dari kualitas pelayanan 2. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat harapan dari semangat kerja pegawai. Kesejahteraan dan Keseimbangan Umum merupakan konsep yang berbeda satu sama lain meskipun sering dikaitkan satu dengan lainnya. Definisi yang sering digunakan untuk kesejahteraan adalah keadaan seorang dalam suatu sistem perekonomian. Dan keseimbangan didefinisikan sebagai keadaan tetap dimana pada posisi tersebut tidak ada rangsangan atau kesempatan untuk berubah. Kebanyakan analisis ekonomi berkaitan dengan aspek ekonominya yaitu bagaimana mencapai kesejahteraan maksimum atau optimum bagi masyarakat yang ada dalam sistem perekonomian. Definisi kesejahteraan optimum masih merupakan persoalan karena hanya berkaitan dengan satu orang saja dan bisa diartikan sebagai kesejahteraan seseorang bukan masyarakat. Semakin bertambah jumlah orangnya definisi obyektif atas kesejahteraan optimum bagi sekelompok orang menjadi kabur karena definisi tersebut harus mempertimbangkan perbandingan kepuasan antara satu orang dengan yang lainnya. Keadaan Pareto Optimal merupakan pemecahan terbaik selama ini dimana tidak ada seorang yang menjadi baik tanpa seorang lainnya menjadi jelek. Konsep keseimbangan ini penting bukan karena posisi keseimbangan selalu dicapai tetapi karena konsep ini menunjukkan kepada kita arah dimana proses
Universitas Sumatera Utara
29
ekonomi bergerak. Jika posisi keseimbangan dikatakan stabil maka unit ekonomi pada ketidakseimbangan bergerak ke arah posisi keseimbangan tersebut. Kesejahteraan
ekonomi
didasarkan
atas
pemikiran
Pareto
dimana
kesejahteraan ekonomi akan meningkat jika seseorang menjadi lebih baik dan tidak ada seorangpun yang menjadi lebih jelek. Standar analisis yang digunakan oleh para ekonom dalam menilai efisiensi alokasi sumber/faktor produksi didasarkan pada tolok ukur Pareto di atas. Konsep ataupun pengertian tentang "menjadi lebih baik" dan "menjadi lebih jelek" berarti peningkatan atau penurunan kepuasan yang dikaitkan dengan perubahan di dalam konsumsi barang-barang dan jasa. Pada posisi alokasi sumber/faktor produksi optimal tidak dimungkinkan untuk mengadakan perubahan alokasi faktor produksi sedemikian rupa sehingga membuat seseorang menjadi lebih baik tanpa membuat orang lain menjadi jelek. Posisi optimal ini mempunyai arti bahwa kumpulan barang yang diproduksi mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada alteranatif kumpulan barang yang lain yang dapat diproduksi dengan faktor produksi yang tersedia. Anggapan-anggapan yang digunakan dalam mengukur efisiensi penggunaan sumber faktor produksi adalah sebagai berikut: 1. Setiap individu bertujuan memaksimumkan kepuasannya dan fungsi utilitinya (kepuasannya) independen dalam" arrian tidak dipengaruhi oleh konsumsi barang-barang, jasa yang dilakukan oleh individu yang lain dan juga oleh penyediaan faktor oleh individu yang lainnya. 2. Semua manfaat (benefits) dan biaya (cost) di ukur dengan harga pasar.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Tidak ada masalah dalam hal keutuhan. 4. Informasi yang lengkap. 5. Teknologi tertentu. 6. Perekonomian tertutup. 7. Full employment Posisi Pareto Optimal untuk seluruh perekonomian (Produksi, Konsumsi dan Pertukaran) digambarkan dengan mengggunakan konsep kurva kemungkinan kepuasan (The Utility Possibility Curve - UPC). Kurva ini di dapat dari kurva kontrak dimana dengan merubah sumbu barang menjadi sumbu utiliti. Kurva kemungkinan kepuasan berarah negatip menunjukkan bahwa untuk suata kelompok barang, kepuasan dari seorang konsumen hanya dapat ditingkatkan dengan mengkorbankan kepuasan konsumen yang lain. Pergerakan sepanjang batas kesejahteraan menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan seseorang harus diimbangi oleh berkurangnya kepuasan yang dinikmati oleh orang lain untuk mengatakan bahwa suatu titik di batas kesejahteraan lebih baik daripada titik yang lain dapat diartikan bahwa masyarakat akan semakin baik (kesejahteraannya) jika beberapa orang mempunyai barang jasa yang bertambah sedangkan yang lainnya semakin berkurang. Tolok ukur yang dikemukakan oleh Pareto tidak berlaku dalam hal ini sehingga diperlukan alat/tolok ukur pembantu yang disebut fungsi kesejahteraan masyarakat (A social welfare faction) yang menunjukkan sekelompok kurva tak acuh (indifferent curve) dimana merupakan tingkatan berbagai kombinasi kepuasan yang ada pada berbagai lapisan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
31
Untuk melihat dan mengukur ada tidaknya perubahan kesejahteraan yang mungkin dikaitkan dengan akan dibuatnya suatu keputusan yang mungkin dapat meningkatkan kesejahteraan sering digunakan beberapa tolok ukur yang antara lain: 1. Consumer's Surplus 2. Fungsi kesejahteraan masyarakat Tolok ukur yang nampaknya lebih baik adalah dengan menggunakan kurva kesejahteraan masyarakat (Social Welfare Function) yang mirip dengan kurva tak acuh (lndifferenc Curve), dimana semakin tinggi dan jauh letaknya kurva tersebut dari titik pusat akan menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Dengan demikian adanya kekuatan yang mampu mendorong kurva kesejahteraan masyarakat tersebut ke atas dapat diartikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi tolok ukur inipun mempunyai kelemahan yang antara lain sangat sukar untuk mengetahui adanya dari bentuk kurva kesejahteraan masyarakat tersebut.
2.1.2. Teori Pembangunan Sejak tahun 1970 pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Sejak tahun tersebut muncul pandangan baru yaitu tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi tidak lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan
pendapatan,
dan
penyediaan
lapangan
kerja
dalam
konteks
perekonomian yang terus berkembang (Todaro, 2005). Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut pembangunan suatu negara boleh dikatakan tidak berhasil
Universitas Sumatera Utara
32
apabila tidak dapat mengurangi kemiskinan, memperkecil ketimpangan pendapatan serta menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduknya. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya menggunakan tolok ukur ekonomi saja melainkan juga harus didukung oleh indikator-indikator sosial (non ekonomi), antara lain seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan akan kebutuhan perumahan. Selanjutnya menurut Todaro, ada tiga nilai inti dari pembangunan yaitu: 1. Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. 2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan sebagai adanya dorongandorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu. 3. Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan. Lebih lanjut Todaro menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut Sen dalam Ackerman (2000) berpendapat bahwa kapabilitas untuk dapat berfungsi (capabilities to function) adalah yang paling menentukan status miskin atau tidaknya seseorang. Selanjutnya menurut Sen pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas kehidupan yang dijalani dan kebebasan yang dinikmati. Dengan demikian tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan dari barang-barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang-barang
tersebut. yang berpengaruh terhadap kesejahteraan bukan
hanya karakteristik komoditi yang dikonsumsi, seperti dalam pendekatan utilitas, tetapi manfaat apa yang dapat diambil oleh konsumen dari komoditi-komoditi tersebut (Todaro, 2005). Selanjutnya Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan
ekonomi
ditunjukkan
oleh
tiga
nilai
pokok,
yaitu:
1). Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), 2). Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan 3). Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude). Sementara itu Swasono (2004) dalam bukunya berjudul Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan mengatakan pembangunan ekonomi berdasarkan Demokrasi Ekonomi adalah pembangunan yang partisipatori dan sekaligus emansipatori. Selanjutnya Swasono mengatakan bahwa pembangunan ekonomi bukan saja berarti
Universitas Sumatera Utara
34
kenaikan pendapatan, tetapi juga kenaikan pemilikan (entitlement). Pembangunan ekonomi
bukan
hanya
koelie
yang
naik
upah/gajinya,
tetapi
adalah
meningkat/meluasnya pemartabatan, pengingkatan nilai tambah ekonomi dan sekaligus nilai tambah sosial-kultural, sang koelie menjadi mitra usaha dalam system triple co, yaitu co-owwnership (ikut memiliki), co-determination (ikut menggariskan wisdom) dan co-responsibility (ikut bertanggungjawab) Dengan demikian: “Development is social progress. Development is growth and
resdistribution., Development is expansion of people’s participation and
emancipation, development is expansion of people’s creativity, development is people’s entitlement. Development produces economic added-value and at once socio-cultural added- value as well". Menurut Human Development Report (2000) menyatakan: “Development should begin with the fulfillment of the basic
material needs of an individual
including food, clothing, and shelter, and gradually reach the highest level of selffulfillment. The most critical form of self-fulfillment include leading a long and healthy life, being educated, and enjoying a decent standard of living. Human development is a multidimensional concept comparising four demension, economic, social-psyhological, political and spiritual. Oleh karena itu pembangunan manusia tidak hanya mencakup pemenuhan kebutuhan pokok saja, melainkan merupakan konsep multidemensi; yaitu gabungan antara empat demensi yaitu demensi ekonomi, sosial-psichologi, politik dan spiritual.
Universitas Sumatera Utara
35
Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Untuk mencapai “kehidupan yang serba lebih baik” semua masyarakat minimal harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro, 2005) 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan. 2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilainilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemua itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan. 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara, bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilainilai kemanusiaan mereka. Dalam relevansinya dengan Pembangunan Nasional Dimensi Pembangunan Nasional menurut Swasono, (2005) adalah merupakan suatu proses dari demokrasi baik secara politik (political democratization), sosial maupun ekonomi (economic democratization) untuk mencapai kemajuan (progress), kebebasan (freedom) serta
Universitas Sumatera Utara
36
mengurangi hambatan (elimination of freedom), dimana proses ini juga merupakan proses dari humanisasi. Di samping itu menumbuhkan pendapatan nasional (Growth) melalui
penciptaan
lapangan
kerja
untuk
mengurangi
bahkan
menghapus
pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pokoknya/basic needs (ILO, 1976, dalam World Development Report, 1995) serta negara mampu menjamin hajad hidup orang banyak (Hatta, 1967). Sementara itu menurut Rostow dalam Arief (1998) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan perekonomian, politik dan sosial masyarakat. Adapun proses pembangunan menurut Rostow terdiri dari 5 tahap yaitu: 1). Tahap masyarakat tradisional. 2). Tahap prasyarat tinggal landas (precondation to take of), 3). Tahap tinggal landas (take off), 4). Tahap gerakan kearah kedewasaan (maturity), 5). Tahap konsumsi tinggi (mass consumption). Selanjutnya Rostow memfokuskan anlisisnya pada tahap tinggal landas. Proses tinggal landas terjadi pada dua situasi system kemasyarakatan; yaitu pada sistem masyarakat yang sudah ada dan teratur (settled society) dan pada sistem kemasyarakatan yang baru saja berdiri (newly settled society). Menurut Swasono (2005), dasar strategi pembangunan nasional Indonesia meliputi: 1. Transformasi sosial ekonomi, Pasal 33 dan Pasal 27 (Ayat 2) UUD 1945. 2. Meraih nilai-tambah ekonomi, dan sekaligus nilai-tambah sosial-kultural dan nilai-tambah ketahanan nasional.
Universitas Sumatera Utara
37
3. Dignity, proses mencapai kecerdasan hidup bangsa. 4. Memperkukuh national intergration. 5. Pancasilanisasi: menjadi tuan di negeri sendiri (bukan lagi ein Nation von Kuli und Kuli unter den Nationen). Sejak dideklarasikan pada Konfrensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa, pada tahun 2000, tujuan pembangunan milennium (Milennium Development Goal/MDG) menjadi acuan bagi pembangunan baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Ada delapan goal atau tujuan yang hendak dicapai yaitu (Human Development Report 2003): 1. Eradicate extreme overty and hunger. 2. Achieve universal primary education. 3. Promote gender equality and empowerment. 4. Reduce child mortality. 5. Improve maternal health. 6. Combat HIV/AIDS, malaria and other disease. 7. Ensure invironmental sustainability. 8. Develop a global partnership for development. Adapun tujuan pembangunan milennium yang diterapkan di Indonesia meliputi
delapan
tujuan
(Laporan
Perkembangan
Pencapaian
Millennium
Development Goals Indonesia 2005) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
38
1. Menaggulangi Kemiskinan Dan Kelaparan dengan target: a) Menurunkan proporsi penduduk yang tingkatannya di bawah $ 1 perhari menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015. b) Menurunkan
proporsi
penduduk
yang
menderita
kelaparan
menjadi
setengahnya antara tahun 1990-2015. 2. Mencapai pendidikan dasar untuk semuanya dengan target: memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar. 3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan target: menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. 4. Menurunkan angka kematian anak dengan target: menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015. 5. Meningkatkan kesehatan ibu dengan target: menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990-2015. 6. Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya dengan target: a) Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015. b) Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya.
Universitas Sumatera Utara
39
7. Memastikan keberlanjutan lingkungan hidup dengan target : a) Memadukan prisip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional. b) Penurunan sebesar separuh penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. c) Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020. 8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
2.1.3. Pembangunan Perumahan Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 (Indrayana, E. 2000) pengertian rumah, perumahan dan permukiman adalah sebagai berikut: 1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. 2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Universitas Sumatera Utara
40
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang prasarana dan sarana lingkungan yang teratur. Menurut Yudhohusodo (1991), perumahan merupakan pencerminan dan pengejawantahan dari diri pribadi manusia, baik secara perseorangan, maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Sedangkan pengertian rumah menurut Silas (1996) adalah bagian yang utuh dari permukiman dan bukan semata–mata hasil fisik yang sekali jadi. Perumahan bukan kata benda melainkan merupakan suatu kata kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. Bermukim pada hakikatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan adalah sebagai tempat tinggal dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana yang diperlukan oleh manusia dalam memasyarakatkan diri. Menurut Dewi S dalam Silas (2000), rumah dapat menjadi modal kerja yang handal dalam mengembangkan kekuatan ekonomi keluarga melalui Usaha Berbasis Rumah (UBR). Adapun cirri-ciri UBR dalam konteks pengalaman kampung di Surabaya (Silas, 2000) adalah sebagai berikut: 1. Rumah dan rumah tangga sebagai modal kerja. 2. Kampung sebagai kesempatan dan kemudahan kerja mengingat lokalitasnya yang baik terhadap system kota. 3. Komunalisme kehidupan masyarakat kampung menjadi kekuatan untuk saling memberi dukungan dan memudahkan kerja.
Universitas Sumatera Utara
41
4. Tenaga tembahan yang setiap saat diperlukan diluar tenaga keluarga dengan mudah dapat diperoleh dari tetangga sekitarnya. 5. Melakukan proses pemberdayaan melalui proses saling mambantu dan saling mengajarkan keahlian yang diperlukan; proses penyuburan bersama. 6. Ada kelonggaran dalam banyak hal untuk melakukan UBR, termasuk masalah perizinan, pungutan, dan sebagainya yang jauh meringankan biaya kerja. 7. Menjadi basis bagi kekuatan kota yang bertumpu pada masyarakat dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Rumah produktif dalam Usaha Berbasis Rumah (UBR) menurut Silas (2000), mempunyai lima ciri pokok adalah: 1. Rumah dan rumah tangga menjadi modal dan basis dari kegiatan ekonomi keluarga. 2. Keluarga menjadi kekuatan pokok dalam penyelenggaraan UBR, mulai dari menyiapkan, menjalankan hingga mengendalikan semua kegiatan, sarana dan prasarana yang terlibat 3. Dasar dan pola kerja UBR terkait (erat) dengan dan menjadi bagian dari penyelenggaraan kerumah-tanggaan. Isteri/ibu dan anak-anak menjadi tulang punggung dari penyelenggaraan UBR. 4. Rumah makin jelas merupakan proses yang selalu menyesuaikan diri dengan konteks kegiatan yang berlaku, termasuk kegiatan (atau tidak ada kegaiatan) melakukan berbagai bentuk UBR.
Universitas Sumatera Utara
42
5. Berbagai konflik yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya UBR dirumah dapat diatasi secara alami, baik internal rumah maupun dengan lingkungan dan tetangga disekitarnya yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai kegiatan UBR. Menurut Lanti, A (2000), pembangunan dan pengembangan perumahan produktif dalam mengantisipasi tantangan ekonomi kerakyatan ditempuh dengan kebijakan yang mendorong dan memfasilitasi terbentuknya iklim dan lingkungan usaha yang kondusif, melalui optimalisasi keterpaduan pelaksanaan program perumahan dan pemukiman dengan program ekonomi kerakyatan yang terkait dalam suatu kerangka skenario pembangunan wilayah induknya.
2.1.4. Pembangunan Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2005). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatanperalatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2005).
Universitas Sumatera Utara
43
Prasarana dan sarana atau infrastruktur diartikan sebagai fasilitas fisik suatu kota atau negara yang sering disebut pekerjaan umum (Grigg, 1988). Pekerjaan umum (public works) telah didefinisikan oleh American Public Works Association (APWA) sebagai berikut (Stone, 1974 dalam Suripin, 2004): Public works are the physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to house governmental functions and provide water, power, waste disposal, transportation, and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives. Definisi yang lain diberikan oleh AGCA (Associated General Contractors of America), untuk semua aset yang berumur panjang yang dimiliki oleh pemerintah daerah, maupun pusat dan utilitas yang dimiliki oleh pengusaha (Kwiatkowski, 1986): The nation’s infrastructure is its system of public facilities, both publicly or privately funded, which provide for the delivery of essential services and a sustained standard of living. This interdependent, yet self-contained, set of structures provides for mobility, shelter, services, and utilities. It is the nation’s highways, bridges, railroads, and mass transit systems. It is our sewers, sewage, sewage treatment plants, water supply systems, and reservoirs. It is our dams, locks, waterways, and ports. It is our electric, gas, and power producing plants. It is our court houses, jails, fire houses, police stations, schools, post offices, and government buildings. Amterica’s infrastructures is the base upon which society rests. It is condition affects our life styles and security and each is threatened by its un answered decay (AGCA, 1982). Prasarana dan sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak
Universitas Sumatera Utara
44
dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya. Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur adalah bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosialekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas dan banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan sifat dan karakternya, yaitu: 1. Sistem air bersih, termasuk bendungan, waduk, transmisi, instalasi pengolah air, dan fasilitas distribusinya 2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, pengolah, pembuangan (disposal), dan sistem pakai ulang (reuse) 3. Fasilitas manajemen limbah padat atau persampahan 4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, rel kereta api, dan lapangan terbang 5. Sistem transit publik 6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusinya 7. Fasilitas gas alam 8. Fasilitas drainase/ pengendalian banjir 9. Bangunan umum, seperti pasar, sekolahan, rumah sakit, kantor polisi, dan fasilitas pemadam kebakaran 10. Fasilitas perumahan
Universitas Sumatera Utara
45
11. Taman, tempat bermain, fasilitas rekreasi dan stadion 12. Fasilitas telekomunikasi Dari keduabelas komponen tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tujuh grup infrastruktur, yaitu: 1. Kelompok air; meliputi air bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian banjir 2. Kelompok jalan; meliputi jalan raya, jalan kota, dan jembatan 3. Kelompok sarana transportasi; meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan, dan pelabuhan udara 4. Kelompok pengelolaan limbah; meliputi sistem manajemen limbah padat (persampahan) 5. Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor sports) 6. Kelompok energi; meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas. 7. Kelompok telekomunikasi. Selain itu berdasarkan rancangan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Buku III: Rencana Bidang Infrastruktur dan Perumahan, disebutkan bahwa: “Bidang infrastruktur dan perumahan yang menjadi obyek perencanaan secara garis besar mencakup beberapa sub bidang, yaitu: transportasi; energi dan listrik; pos dan telematika; perumahan; air minum dan sanitas; sumber daya air; serta prasarana dan sarana lainnya. Sub Bidang Transportasi mencakup transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, pencarian dan penyelamatan (search and rescue), serta meteorogi dan geofisika. Sub Bidang Energi dan Listrik mencakup penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan penyediaan
Universitas Sumatera Utara
46
tenaga listrik. Sub Bidang Pos dan Telematika mencakup pelayanan pos serta komunikasi dan telepon dan media elektronik. Sub Bidang Air Minum dan Sanitasi meliputi air minum, air limbah, persampahan, dan drainase makro, pengendalian banjir, dan pengamanan pantai. Cakupan kegiatan yang termasuk dalam kategori Sub Bidang Prasarana dan Sarana Lainnya antara lain pasar, prasarana penyelamatan (escape facilites), sistem peringatan dini (early warning system), dan jaringan utama tambah untuk perikanan budidaya”. Variabel infrastruktur dan perumahan berdasarkan Rancangan Rencana Induk Rehabilitas dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Buku III: rencana bidang Infrastruktur dan Perumahan): a. Transportasi meliputi transportasi darat. b. Penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM). c. Penyediaan tenaga listrik. d. Pelayanan komunikasi telepon. e. Perumahan. f. Air minum dan sanitasi meliputi air minum, dan drainase kota. g. Pengendalian banjir. h. Pengamanan pantai. Sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, maka perencanaan infrastruktur harus mempertimbangkan keterkaitan dan keterpengaruhan antar komponen, beserta dampak-dampaknya. Perencanaan infrastruktur merupakan proses dengan kompleksitas tinggi, multi disiplin, multi sektor, dan multi user. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
47
itu, perencanaan infrastruktur tidak bisa sektoral, namun juga tidak bisa terlalu global. Jika perencanaan terlalu spesifik (bersifat sektoral) tanpa memperdulikan komponen lain, maka akan banyak bertabrakan dengan komponen lainnya. Sebaliknya jika terlalu global, hasilnya tidak akan efektif (Grigg, 1988). Perencanaan yang (mungkin) paling baik adalah yang berada diantaranya, yaitu perencanaan yang didasarkan pada pendekatan permasalahan secara global pada tingkatan yang tepat dengan mempertimbangkan secara matang segala dampak eksternalnya, namun masih berkonsentrasi secara spesifik pada persoalan utama yang ingin dipecahkan. Dalam setiap pembangunan terdapat banyak aspek yang harus diperhatikan, antara lain adalah aspek sosial yang sangat penting dalam setiap proses/proyek pembangunan. Karena proyek harus dipandang sebagai suatu aktifitas yang menyeluruh yang pada hakekatnya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dalam mewujudkan suatu kehidupan yang layak, berkeadilan dan sejahtera (Kodoatie, 2005). 2.1.5. Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
Universitas Sumatera Utara
48
seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1). Wilayah homogen (uniform/homogenous region); 2). Wilayah nodal (nodal region); dan 3). Wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1). Fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman (homogenitas). Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling berhubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari
Universitas Sumatera Utara
49
bahasa Arab “wālā-yuwālī-wilāyah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah
Pengembangan
adalah
pengembangan/pembangunan/development.
pewilayahan Tujuan-tujuan
untuk
tujuan
pembangunan
terkait
dengan lima kata kunci, yaitu: 1). Pertumbuhan; 2). Penguatanketerkaitan; 3). Keberimbangan; 4). Kemandirian; dan 5). Keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar
(2005),
pembangunan
wilayah
dilakukan
untuk
mencapai
tujuan
pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan
Universitas Sumatera Utara
50
kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach),
pertumbuhan
dan
lingkungan
hidup,
dan
pembangunan
yang
berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002). Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah: 1. Sebagai growth center Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.
Universitas Sumatera Utara
51
3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003). 2.1.6.
Kebudayaan Kluet Nenek moyang suku Kluet seperti juga suku Alas, Singkil dan sebahagian
Tanah Karo serta Pulau Simosir adalah golongan Melayu Tua yang pernah bermukim disekitar Laut Bangko, di tengah belantara Taman Nasional Gunung Lauser bagian timur. Hal ini sejalan pula dengan asal mula terbentuknya daratan disekitar gunung Lauser tersebut, termasuk daratan tanah Kluet. Sejak Tahun 1599 daerah bawahan Aceh Darussalam di wajibkan membuka kebun lada. Untuk itu ke daerah Kluet sebagai daerah bawahan Aceh di kirimkan masyarakat Pidie, Aceh Utara dan Aceh Besar untuk membuka kebun lada. Mereka datang, baik secara perorangan maupun rombongan. Mereka membuat pemukiman sepanjang pesisir, mulai dari Ladang Tuha di Terbangan, Paya Ateuk, Tepian Gajah, Padang Rasian, Jambo Manyang, Kuala Ba’u dan Pasie Lembang, beserta areal desa
Universitas Sumatera Utara
52
diantaranya. Pada daerah dan desa yang mereka tempati, mereka tetap menjalankan adat istiadat dan bahasa dari daerah asalnya (Bahasa Aceh). Selain pendatang dari Aceh, adapula pendatang dari Sumatera Barat. Mereka juga membuka kebun lada, seperti kebun lada Usee, Kubang Gajah dan Padang Bungo Cempo. Mereka berdiam sejak dari Rantau Binuang, Kandang, Barat Daya dan Kedai Runding. Mereka juga menggunakan adat istiadat dan bahasa sendiri (Bahasa Jamee). Dengan demikian sejak kedatangan suku Aceh dan dari Sumatera Barat tersebut, secara umum masyarakat Kluet terdiri dari keturunan asli Kluet, suku Aceh dan Suku Aneuk Jamee. Disamping terjadi pembauran, tapi yang tetap mempertahankan adat istiadat dan bahasa aslinya juga masih ada. Namun demikian, sesuai dengan perjalanan waktu, baik karena terjadinya pengelompokan masyarakat berdasarkan tempat tinggal, asal keturunan dan sebagainya, berkembang sistim marga dalam masyarakat. Secara garis besar ada (enam) kelompok yang dinyatakan dengan marga, yaitu marga Pinem, marga Selian, marga Bencawan, marga Chaniago, marga Pelis dan marga Kelinci. Masing-masing marga ini ada yang dirujuk pada personil tertentu yang merupakan cikal bakalnya. Badruzzaman Ismail (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan adat adalah kebiasaan-kebiasaan yang umum bersifat serimonial/upacara-upacara yang memberi makna dengan simbol-simbol tertentu untuk menggambarkan kondisi dan harapan-harapan dalam bentuk kehidupan yang menjadi tujuan dan harapan mereka. Adapun antara adat/adat istiadat dan hukum adat terdapat persamaan dan perbedaan.
Universitas Sumatera Utara
53
Jadi hukum adalah suatu norma sikap prilaku yang menjadi panutan masyarakat, bila melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang diperbuatnya. Adat atau adat-istiadat yang dikemukakan disini dapat dikatakan identik dengan resam, karena resam sebagaimana kata Hoetomo (2005) juga adalah adat kebiasaan atau aturan-aturan yang menjadi adat. Masyarakat Kluet sebagai suatu komunitas yang juga mempunyai adat istiadat tersendiri terlihat telah memelihara adat-istiadatnya secara turun-temurun baik berkenaan dengan kelahiran anak, sunat rasul, perkawinan, kematian, pengobatan, turun ke sawah dan lain sebagainya.
2.2. Penelitian Terdahulu Yusfadh (2007) dalam penelitiannnya analisis partisipasi masyarakat dalam pembangunan perumahan dan infrastruktur pasca bencana di Kecamatan Singkil menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan partisipasi masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang rusak akibat bencana di lingkungan mereka sangatlah rendah. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mau dan pernah secara bersama-sama melakukan kegiatan untuk memperbaiki kondisi dalam lingkungannya. Rendahnya kemauan masyarakat untuk turut aktif dalam mengatasi permasalahan di lingkungannya seperti masalah banjir, pengamanan pantai, dan lain-lain juga disebabkan oleh tidak adanya peran dari Pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, selain kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi yang masih rendah.
Universitas Sumatera Utara
54
Kaitannya dengan pemahaman masyarakat terhadap pembangunan yang partisipatif masih sangat kurang. Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden di Kecamatan Singkil memahami pembangunan partisipatif hanya sebagai keikutsertaan secara fisik atau ikut memberikan tenaga pada pelaksanaan di lapangan. Masyarakat belum memahami apa saja peran yang dapat diberikan dalam proses perencanaan sehingga masyarakat belum menganggap proses perencanaan sebagai tahapan yang memerlukan keterlibatan masyarakat untuk berperan serta. Pada penelitian ini juga ditanyakan kepuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan yang pada umumnya berada pada tingkat tidak memuaskan. Hal ini terkait dengan kondisi infrastruktur dan perumahan pada saat penelitian ini dilakukan, yang dinilai masyarakat belum memberikan hasil seperti yang diinginkan berdasarkan persepsi masyarakat. Penilaian ini berdasarkan atas persepsi masyarakat masingmasing yang langsung merasakan hasil pembangunan yang telah dicapai. Penelitian dari Aceh Recovery Forum (2006), menyimpulkan bahwa laporan menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan-permasalahan mendasar yang dialami oleh masyarakat yang berkaitan dengan perumahan dan infrastruktur, livelihood, pendidikan, dan kesehatan. Permasalahan-permasalahan tersebut tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang terjadi pada masa tanggap darurat. Untuk sektor perumahan dan infrastruktur, sebagian masyarakat mendapatkan bantuan rumah yang asal jadi, material rumah yang jelek, infrastruktur publik yang belum tersedia, dan sebagainya, sedangkan untuk sektor livelihood permasalahan yang paling mencuat adalah kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan modal
Universitas Sumatera Utara
55
bantuan usaha akibat tidak adanya lembaga finansial mikro yang peduli dan mau memberikan bantuan kepada usaha-usaha kecil. Untuk sektor pendidikan, yang menjadi permasalahan adalah lambannya pembangunan gedung sekolah, kurangnya tenaga didik, buku paket dan perlengkapan sekolah lainnya. Sedangkan untuk bidang kesehatan, pelayanan kesehatan yang masih minim. Permasalahan-permasalahan tersebut masih belum tertangani sepenuhnya. Dalam kesimpulan lain yang dibuat oleh Java Reconstruction Fund (JRF) (2008)
dalam
rangka
Melaksanakan
Rekonstruksi
Berbasis
Masyarakat,
Meningkatkan Transparansi menyimpulkan bahwa pelajaran yang didapatkan selama dua tahun ini menunjukkan pentingnya hubungan kerja yang erat antara Java Reconstruction Fund (JRF) dan Pemerintah Indonesia (2006); peranan pendekatan berbasis masyarakat dalam penerapan efektif dari proyek; kebutuhan peningkatan kapasitas teknis masyarakat untuk memastikan bahwa rumah-rumah yang dibangun tahan gempa; dan pentingnya serta tantangan penerapan standar keselamatan seismik dalam konstruksi gedung dan infrastruktur. 2.3. Kerangka Konseptual Kerangka pemikiran memperlihatkan langkah-langkah kegiatan studi secara keseluruhan. Langkah awal adalah meninjau permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah bencana terkait dengan kehidupan masyarakat dan kondisi infrastruktur dan perumahan. Dari permasalahan-permasalahan yang ditemukan kemudian dirumuskan sehingga didapat pertanyaan penelitian yang menjadi dasar penelitian dan untuk menyusun tujuan dan sasaran dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
56
Kemudian melakukan kajian teori yang berkaitan dengan sasaran penelitian yang ingin dicapai dalam studi ini, kajian teori ini akan digunakan dalam melakukan analisis terhadap sasaran-sasaran penelitian yang ingin dicapai sehingga analisis yang dilakukan memiliki tolak ukur berdasarkan teori yang ada. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang telah ditentukan mengenai bagaimana keberhasilan pembangunan berdasarkan persepsi masyarakat terhadap hasil pembangunan perumahan dan infrastruktur yang telah dilakukan dan hubungannya terhadap pengembangan wilayah. Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual dalam studi ini digambarkan pada gambar berikut:
Pembangunan Perumahan (X1)
Pengembangan Wilayah (Y)
Pembangunan Infrastruktur (X2) Gambar 2.1. Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Menurut Cooper dan Emory (1996), Hipotesis adalah suatu proposisi dirumuskan untuk diuji secara empiris sebagai suatu pernyataan, hipotesa bersifat sementara atau dugaan. Proposisi adalah suatu pernyataan mengenai konsep-konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika merujuk pada fenomena yang dapat diamati.
Universitas Sumatera Utara
57
Dalam penelitian ini hipotesis dirumuskan sebagai berikut : 1. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah. 2. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah. 3. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah.
Universitas Sumatera Utara