BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tentang Mutu Mutu merupakan kesesuaian antara produk layanan dengan persyaratan yang diinginkan pelanggan sehingga kepuasan pelanggan bisa terwujud (Panca, 2005). Mutu pelayanan merupakan ukuran dari seberapa baiknya tingkat pelayanan yang mampu diberikan sesuai dengan harapan pelanggan (Tjiptono dan Candra, 2005). Menurut Parasuraman, et al. (1988) dalam Witriasih (2012) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diuraikan pada sepuluh dimensi tetapi pelanggan hanya dapat membedakan lima dimensi mutu pelayanan yaitu dapat diraba atau bukti langsung (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy) seperti yang diuraikan dibawah ini. 1. Bukti langsung meliputi penampilan fisik seperti kondisi gedung, kebersihan, kerapian, pencahayaan cukup baik dan kenyamanan ruangan, perlengkapan dan sarana komunikasi, peralatan pendukung untuk melakukan pemeriksaan pasien, tersedia fasilitas (meja, kursi, tempat tidur dan penunjang lainnya), penampilan petugas dan tersedianya tempat parkir. 2. Kehandalan meliputi pemberian pelayanan yang terpercaya dan bersifat segera, akurat, bersikap simpati kepada pelanggan dan memberikan rasa puas pada pasien sesuai dengan janji layanan.
3. Ketanggapan meliputi keinginan dan kemampuan memberi pelayanan yang cepat, tanggap dan tepat waktu kepada pelanggannya. 4. Jaminan yaitu kemampuan untuk menumbuhkan rasa percaya kepada para pasien meliputi petugas tidak terlihat ragu-ragu dalam menangani pasien, tidak melakukan tindakan berisiko, sehingga pasien merasa aman dan terjamin ditangani oleh tenaga terlatih dan berpengalaman, menangani keluhan dengan tepat dan cepat, memberikan informasi yang jelas mengenai kondisi penyakit pasien. 5. Empati meliputi kemampuan petugas memberikan perhatian pribadi dan paham akan kebutuhan dan keinginan pasien, mampu berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan informasi kepada pelanggan. 2.2 Deskripsi Tentang ISO ISO adalah salah satu alat untuk meningkatkan mutu layanan sebuah organisasi. ISO adalah organisasi internasional khusus dalam bidang standarisasi. Kata ISO berasal dari Bahasa Yunani yaitu isos yang artinya sama. ISO bukan singkatan tetapi merupakan penyebutan dari international organization for standardization. Organisasi ISO mengeluarkan standar proses yang mengandung sistem manajemen mutu sebuah organisasi. Tujuan organisasi ISO ini adalah melakukan
pengembangan
sejumlah
standar
yang
diberlakukan
secara
internasional dan kemudian mempromosikannya di berbagai perusahaan atau organisasi (Budi, 2012). ISO merupakan suatu sistem manajemen yang bersifat global dan diakui internasional serta dapat diterapkan di berbagai jenis organisasi. ISO 9001;2008
merupakan perkembangan ISO yang menuntut suatu organisasi layanan membuat perencanaan, melaksanakan berbagai proses pengukuran, melakukan pemantauan dan peningkatan secara berkesinambungan (Vincen, 2006). ISO 9001; 2008 berfokus pada suatu proses kegiatan dalam organisasi tersebut. Persyaratan ISO ini menggunakan delapan prinsip manajemen mutu sebagai dasar versi 2000. Kedelapan prinsip-prinsip ini digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kerja organisasi tersebut, seperti yang diuraikan di bawah ini (Setyawan, 2008). 1. Fokus pada pelanggan yaitu pimpinan puncak harus mampu memenuhi harapan pelanggan saat ini dan yang akan datang bahkan melebihi harapan pelanggan. Peranan pelanggan sangat penting dalam memberi masukan yang berhubungan dengan harapan pelanggan untuk memenuhi kepuasannya. 2. Kepemimpinan yaitu pimpinan puncak harus memberikan arahan yang jelas mengenai tujuan organisasi yang dijelaskan dalam visi dan misi dan dijabarkan dalam kebijakan dan sasaran mutu. Seorang pemimpin harus mampu mengelola sumber daya seperti manusia, peralatan, lingkungan, metode dan keuangan agar kepuasan pelanggan bisa terwujud. 3. Keterlibatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut yaitu bila semua karyawan yang terlibat, melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang dipersyaratkan, dapat menghasilkan layanan jasa yang sesuai dengan harapan pelanggan. 4. Implementasi dilakukan dengan pendekatan proses yaitu kegiatan pelaksanaan kinerja mengikuti prosedur SOP (standard operational procedure) dan alur
proses yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Proses merupakan penggabungan dari sumber daya manusia, material, peralatan mesin dalam suatu lingkungan sehingga menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. 5. Pendekatan sistem terhadap manajemen yaitu dalam menghadapi suatu masalah,
tidak
hanya
menghilangkan
masalah
yang
terjadi
tetapi
menghilangkan penyebab masalah tersebut dan terus melakukan peningkatan agar potensi masalah tersebut tidak ada. 6. Adanya strategi peningkat berkesinambungan yaitu untuk mengukur kepuasan pelanggan dapat dibandingkan antara harapan dan kenyataan produk yang diterima pelanggan, kemudian dilakukan analisis data dan tindak lanjut hasilnya berupa suatu program peningkatan berkesinambunagn. 7. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta yaitu keputusan yang diambil pimpinan puncak berdasarkan analisis data dan informasi yang factual 8. Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok yang merupakan mitra kerja agar terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. 2.3 Tingkat Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan prioritas utama untuk memenangkan persaingan dalam era globalisasi dengan cara memberikan pelayanan yang bermutu, pelayanan yang cepat dan lebih baik, harga yang lebih murah dari pesaingnya (Supranto, 2011). Kepuasan pelanggan adalah suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan setelah menerima suatu layanan jasa dimana harapan dan kebutuhan mereka terpenuhi atau tingkat perasaan konsumen melebihi harapannya
(Suciningrum, 2004). Kepuasan adalah suatu keadaan dipenuhinya sebagian atau seluruhnya harapan yang diinginkan dari sebuah pelayanan (Ayunda, 2009). Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan kesehatan merupakan perbandingan antara pengalaman dengan harapan pasien terhadap lima dimensi mutu pelayanan. Hal ini dipertegas oleh Supranto (2011), bahwa dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan diharapkan pasien mendapat pengalaman yang baik terhadap lima dimensi penentu mutu layanan. Harapan atau keinginan pelanggan adalah kenyakinan dari pelanggan yang dijadikan standar atau acuan untuk menilai kinerja suatu organisasi sebelum membeli suatu produk atau layanan jasa. Pelanggan dengan harapan tinggi jauh lebih sulit untuk dipuaskan, tetapi pelanggan dengan harapan yang rendah akan mudah dipuaskan. (Dede, 2009). 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelenggan merupakan sesuatu yang tidak pernah berakhir karena keinginan pelanggan selalu berubah sehingga suatu organisasi harus selalu berubah kearah lebih baik untuk memenuhi harapan pelanggan. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip SMM ISO yaitu selalu melakukan perubahan peningkatan berkesinambungan. Mendefinisikan kepuasan pelanggan sebenarnya tidaklah mudah, karena kepuasan pelanggan dipengaruhi juga oleh karakteristik pelanggan seperti pengetahuan, kelas sosial, pengalaman, pendapatan dan harapan (Tjiptono dan Andi, 2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan diantaranya kualitas pelayanan, kualitas produk, faktor biaya dalam memperoleh produk (Irawan,
2002). Persepsi pasien terhadap pelayanan di puskesmas dipengaruhi juga oleh karakteristik demografi pasien tersebut seperti pendidikan, pangkat, status, sosial ekonomi (Suharmadji, 2003). Hal ini juga didukung oleh penelitian lain yaitu tentang hubungan dari karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dengan kepuasan pasien, hasilnya adalah karakteristik umur dan pendidikan saja yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan pasien dalam hal mutu pelayanan (Srieka, 2003). Kepuasan pasien akan berkurang karena adanya kebijakan pelayanan gratis. Hal ini disebabkan akibat kinerja petugas akan menurun karena tidak adanya insentif yang diberikan serta sarana prasara pendukung juga akan berkurang (Corputty, et al. 2013). Karyawan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi pelanggan. Peranan karyawan sangat penting menunjang keberhasilan setiap perusahaan terutama di sektor jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan artinya bila kinerja karyawan baik maka kepuasan pasien akan terwujud. Kinerja petugas akan meningkat apabila disertai dengan adanya insentif yang memadai (Panca, 2005). Kepuasan pasien dipengaruhi juga oleh status kepesertaan pasien. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastomo (2013) menunjukkan lebih banyak pasien merasa sangat puas pada pasien dengan jaminan kesehatan (askes dan jamkesda).
2.5 Pengukuran Kepuasan Pelanggan Pengukuran kepuasan pelanggan dengan membandingkan aspek dimensi mutu layanan yang dipersepsikan pelanggan dengan aspek dimensi mutu layanan yang dialami pelanggan. Beberapa metode untuk mengukur kepuasan pelanggan seperti yang diuraikan dibawah ini (Kotler, 2007). 1. Sistem saran dan keluhan yaitu pelayanan yang berfokus pada pelanggan akan memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk mengutarakan keluhan dan menyampaikan saran terhadap layanan yang didapatkan. Keluhan dan saran tersebut membuat suatu organisasi memberikan respon yang cepat dan tanggap terhadap permasalahan yang terjadi. 2. Ghost shopping yaitu untuk mengetahui kepuasan pelanggan dilakukan dengan cara menyuruh beberapa orang sebagai pelanggan perusahan dan pesaing, setelah itu menyampaikan pengalamannya berhubungan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Para ghost shopper mengamati pula cara perusahaan dan pesaing menangani keluhan. 3. Lost customer analysis yaitu organisasi akan menghubungi pelanggan yang tidak lagi menggunakan layanan organisasi tersebut untuk mengetahui alasanalasan atau penyebab terjadinya hal tersebut. 4. Survei kepuasan pelanggan yaitu mengetahui kepuasan pelanggan dilakukan dengan melalui survai, baik melalui wawancara pribadi, telepon atau melalui pos, sehingga umpan balik didapat secara langsung dari pelanggan. Cara ini memungkinkan organisasi memberikan tanggapan yang cepat dan tanggap
terhadap permasalahan yang terjadi. Pengukuran melalui metode ini, dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti dibawah ini. a. Directly reported satisfaction cara pengukuran dengan memberikan pertanyaan terbuka kepada pelanggan dan langsung mengarah pada kepuasan pelanggan terhadap suatu layanan organisasi. b. Derived dissatisfaction yaitu pengukuran dengan cara mengajukan pertanyaan tentang besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kepuasan yang dirasakan pelanggan. c. Problem
analysis
yaitu
pelanggan
diharapkan
menyampaikan
permasalahan yang di alami dan saran perbaikan yang mereka harapkan. d. Importance-performance analysis yaitu pelanggan meranking berbagai atribut layanan berdasarkan derajat pentingnya (harapan) dan seberapa baiknya kinerja organisasi (pengalaman) pada masing-masing atribut tersebut. 2.6 Deskripsi Tentang Pelanggan Secara tradisional, pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk. Organisasi yang bergerak dibidang jasa, pelanggan adalah orang yang memanfaatkan jasa pelayanan. Pandangan tradisional ini menyatakan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan organisasi sebelum proses produksi selesai, karena sebagai pengguna produk. Ada beberapa jenis pelanggan seperti yang diuraikan dibawah ini (Shet and Mittal, 2004).
1. Pelanggan internal atau buyer adalah mitra kerja dalam organisasi yang turut serta dalam proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam organisasi. 2. Pelanggan perantara atau payer merupakan mereka yang berperan sebagai pendistribusi produk kepada pihak pengguna (pelanggan eksternal) atau yang mendanai kegiatan. 3. Pelanggan eksternal atau user merupakan pengguna akhir atau sebagai pembeli, inilah yang disebut pelanggan nyata yaitu orang-orang diluar organisasi yang memanfaatkan produk atau layanan jasa. 2.7 Deskripsi tentang Puskesmas ISO Puskesmas merupakan unit pelayanan teknis daerah yang memiliki tanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjannya. Tiga fungsi puskesmas adalah sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, puskesmas harus mampu sebagai motivator, fasilitator, pemantau pembangunan agar berorientasi pada kesehatan. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga, puskesmas diharapkan mampu meningkatkan kemandirian masyarakat dibidang kesehatan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dan keluarga di bidang kesehatan. Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
yaitu puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif (Depkes, 2004).
Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat pertama, harus mampu menampilkan dan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu sehinggga mampu memberikan kepuasan kepada pasien. Puskesmas diharapkan mampu melaksanakan identifikasi tentang kebutuhan pasien dan faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pasien terhadap mutu pelayanan yang diterimanya, sehingga dapat diketahui gambaran kepuasan pasien terhadap pelayanan yang telah diberikan. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh swasta maupun dokter praktek swasta merupakan pesaing puskesmas pada saat sekarang ini. Masyarakat menengah ke atas akan lebih memanfaatkan layanan swasta maupun dokter swasta daripada puskesmas, apabila mutu pelayanan puskesmas tidak ada peningkatan, dalam jangka panjang (Dede, 2009). Secara umum, semua puskesmas diharapkan memberikan pelayanan yang bermutu. Berdasarkan informasi dari kepala puskesmas ISO di Kota Denpasar, puskesmas yang sudah menerapkan ISO mendapatkan perlakuan yang sedikit berbeda dan terdapat beberapa kegiatan tidak dilakukan pada puskesmas non ISO seperti yang diuraikan dibawah ini. 1. Puskesmas ISO mendapatkan bimbingan konsultan selama proses sertifikasi dan menjelang dilaksanakan audit eksternal. 2. Semua kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan dalam dokumen internal dan eksternal. 3. Fasilatas kesehatan dikalibrasi secara rutin setiap tahun dengan anggaran yang cukup tinggi.
4. Monitoring dan evaluasi secara rutin implementasi ISO sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan. 5. Masing-masing unit layanan memiliki target kinerja yang bisa berubah sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dan hasil kinerja serta dilakukan evaluasi secara rutin. 6. Setiap tahun selalu dilakukan audit ekternal oleh pihak auditor ekternal yang ditunjuk, untuk memastikan apakah kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan, sehingga dapat ditentukan apakah puskesmas tersebut masih layak atau tidak layak menerima sertifikat ISO. 2.8 Analisis Kuadran pada Diagram Kartesius Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan selain melakukan penyuluhan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Analisis kuadran digunakan untuk mengetahui pelayanan yang perlu ditingkatkan atau dipertahankan kinerjanya, maka semua sub-item penilaian dimensi mutu, dipetakan dalam diagram kartesius yang terbagi ke dalam empat kuadran sesuai dengan model analisis kuadran menurut John A. Martila and John C. James (1977) dalam Supranto (2011) sebagai bentuk Importance-performance analysis. Masing-masing dibelah oleh dua sumbu yaitu sumbu x dan sumbu y. Perpotongan dua sumbu x dan y ada di titik nol, dengan demikian terdapat empat kondisi seperti uraian berikut ini. 1. Kondisi I masuk kuadran A (sumbu x negatif dan sumbu y positif) 2. Kondisi II masuk kuadran B (sumbu x positif dan sumbu y positif) 3. Kondisi III masuk kuadran C (sumbu x negatif dan sumbu y negatif) 4. Kondisi IV masuk kuadran D (sumbu x positif dan sumbu y negatif)
Cara melakukan analisis kuadran kartesius, pertama-tama dicari nilai batas yang digunakan untuk menentukan suatu pelayanan dianggap penting atau tidak penting dan digunakan untuk menentukan pelayanan yang dianggap kinerjanya sudah baik atau belum baik. Kedua nilai tersebut adalah mean dari rerata skor harapan (grand mean harapan) dan mean dari rerata skor kinerja (grand mean kinerja). Kuadran A artinya variabel yang ada pada kuadran ini memiliki tingkat kinerja di bawah rata-rata tetapi tingkat harapan pelanggan cukup tinggi. Varibelvariabel ini penanganannya perlu diprioritaskan oleh perusahan jasa, karena keberadaan faktor-faktor inilah yang dinilai sangat penting oleh pelanggan, sedangkan kinerjanya masih belum sesuai dengan harapan pelanggan . Kuadran B artinya variabel yang masuk dalam kuadran B merupakan kekuatan perusahaan jasa karena memiliki tingkat harapan yang tinggi dengan performance yang tinggi pula. Dengan demikian perusahan harus dapat mempertahankan varibel-variabel diatas yang telah dinilai sebagai pelayanan yang telah memenuhi harapan pelanggan. Kuadran C artinya variabel yang berada pada kuadran C adalah variabel yang memiliki tingkat harapan dan kinerja relatif rendah. Walaupun tingkat harapan pelanggan rendah namun kinerja yang rendah dapat menimbulkan kekecewaan pelanggan terhadap pelayanan pada suatu perusahan. Dengan demikian perusahaan harus memberikan perhatian dan penanganan juga pada varibel yang ada pada kuadran C.
Kuadran D artinya variabel yang berada pada kuadran D adalah variabel yang memiliki kinerja yang menurut pelanggan sangat baik, tetapi variabel-variabel ini memiliki tingkat harapan yang tidak begitu tinggi. Dengan demikian perusahan harus mempertimbangkan kembali variabel-variabel yang ada pada kuadran D karena dirasakan terlalu berlebihan. Sebaiknya kinerja yang ada pada variabelvariabel ini tidak perlu terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena pelanggan tidak begitu mementingkan pelayanan pada variabel tersebut. Usaha peningkatan kualitas pelayanan dialihkan pada beberapa variabel yang dirasa sangat dipentingkan oleh pelanggan tetapi kinerjanya masih terasa kurang yaitu variabel-variabel yang berada pada kuadran A. (Supranto, 2011). 2.9 Hubungan Antara Kepuasan Pasien dengan Status ISO Puskesmas Beberapa hasil penelitian terdahulu tentang hubungan penerapan ISO dengan kepuasan pasien, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri, menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian dengan topik yang sama
dilaksanakana di Iran, menggunakan
rancangan cross-sectional menunjukkan hasil bahwa kepuasan pasien pada layanan tersertifikasi ISO lebih rendah daripada yang tidak tersertifikasi ,yang artinya kualitas manajemen ISO tidak mempengaruhi kepuasan pasien (Maryam, et al. 2013). Di Indonesia, penelitian tentang perbandingan kepuasan pasien pada puskesmas ISO dan non ISO dilakukan di Kota Palu, menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif, hasilnya menyebutkan bahwa terdapat tingkat kepuasan di puskesmas ISO lebih tinggi dibandingkan dengan
puskesmas non ISO (Lasa, et al. 2012). Penelitian lain tentang persepsi pasien terhadap mutu layanan di dilaksanakan di Kota Pekalongan, menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan case control, hasilnya menunjukkan penilaian pengunjung terhadap mutu layanan, menunjukkan tidak adanya perbedaaan antara puskesmas ISO dengan yang belum ISO, artinya tidak ada hubungan kepuasan pengunjung dengan puskesmas yang menerapkan ISO. Faktor tingkat ekonomi, pendidikan dan pengetahuan pengunjung, mempengaruhi perbedaan mutu layanan (Yuniarti, 2007). Penelitian tentang pengaruh SMM ISO 9001; 2008 terhadap pelayanan kefarmasian di Kabupaten Sleman, menunjukkan bahwa kebijakan SMM ISO yang diterapkan pada pelayanan kefarmasian, tidak mempengaruhi pelayanan kefarmasian secara signifikan (Aji, 2013). Penelitian tentang perbedaan kinerja pelayanan dokter gigi puskesmas yang pernah bertaraf ISO 9001 dan puskesmas belum bertaraf ISO di Kabupaten Jember, dilakukan secara deskriptif observasional dengan studi cross sectional, cara pengambilan sampel dengan purposive random sampling, hasilnya menunjukan bahwa kinerja dokter gigi pada puskesmas pernah ISO lebih rendah daripada yang belum ISO, ditinjau dari cakupan pelayanan gigi dan mulut (Budiarti, 2013). Di Provinsi Bali pernah dilaksanakan penelitian tentang analisis kualitas rumah sakit yang sudah menjalankan SMM ISO dihubungkan dengan harapan pasien. Hasil analisis kesenjangan terhadap kualitas pelayanan dengan tehnik importance-performance analysis menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas pelayanan dengan harapan pasien, pada semua rumah sakit yang menjalankan SMM ISO (Nurcaya, 2008).