BAB II Tinjauan Pustaka
A. Kerangka Teori Tinjauan tentang Perbandingan Hukum a. Pengertian Perbandingan Hukum Istilah
perbandingan
hukum
sendiri,
dalam
bahasa
asing
diterjemahkan dengan, comparative law (bahasa Inggris), vergleihende rechtslehre (bahasa Belanda), dan droit compare (bahasa Perancis). Menurut Rene David, perbandingan hukum merupakan ilmu yang setua ilmu hukum itu sendiri, namun perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan baru pada abad ke-19 sebagai cabang khusus dari ilmu hukum (Barda Nawawi Arief, 2013: 1 Menurut
Black’s
Law
Dictionary,
perbandingan
hukum
(comparative law) adalah the scholarly study of the similarities and differences between the legal systems of different jurisdictions, such as between civil-law and common-law countries(Bryan A Garner, 2011: 137). Terjemahan bebas: perbandingan hukum adalah studi ilmiah yang mempelajari mengenai persamaan dan perbedaan antara sistem hukum dari yurisdiksi yang berbeda, contohnya antara negara penganut civil law (Eropa Kontinental)dan negara penganut common law (Anglo Saxon). K. Zweigert dan H. Kotz dalam Introduction to Comparative
Law,
mengemukakan
bahwa
perbandingan
hukum
(comparative law) adalah the comparison of the different legal systems of the world. Terjemahan bebas: perbandingan hukum adalah perbandingan dari sistem hukum yang berbeda di dunia (K. Zweigert dan H. Kotz, 1998: 2). W. Ewald mengemukakan bahwa pada hakikatnya, perbandingan hukum adalah kegiatan yang bersifat filosofis. Perbandingan hukum mengkaji mengenai konsepsi-konsepsi intelektual yang ada pada suatu
13
institusi hukum yang pokok dari satu atau beberapa sistem hukum asing (Barda Nawawi Arief, 2013: 3-4). Winterton adalahsuatu
mengemukakan,
metoda
danperbandingan
yaitu
tersebut
bahwa
perbandingan
hukum
perbandingan
sistem-sistem
hukum
menghasilkan
data
sistem
hukum
yangdibandingkan (Romli Atmasasmita, 2000:7). Orucu mengemukakan suatu definisi perbandingan hukum sebagai berikut: Comparative law is legal discipline aiming atascertaining similarities and differences and finding out relationshipbetween various legal systems, their essence and style, looking atcomparable legal institutions and concepts and typing to determinesolutions to certain problems in these systems with a definite goal inmind, such as law reform, unification etc. Terjemahan bebas: Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula hubungan-hubungan erat antara berbagai sistem-sistem hukum; melihat perbandingan lembagalembaga hukum konsep-konsep serta mencoba menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-sistem hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain (Romli Atmasasmita, 2000: 10). Romli Atmasasmita berpendapat bahwa perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan metode perbandingan (Romli Atmasasmita, 2000: 12). b. Manfaat Studi Perbandingan Hukum Semakin maju dan canggihnya dunia dalam era globalisasi sekarang ini mau tidak mau membuat hukum harus tetap dapat berjalan beriringan dengan perkembangan zaman tersebut. Sarjana-sarjana hukum di Indonesia sekarang ini tidak hanya mengenal hukum Indonesia, namun juga hukum negara lain karena kompetitor mereka di masa depan bukan hanya orang Indonesia saja, melainkan dari seluruh dunia. Disinilah letak pentingnya perbandingan hukum, agar para sarjana-sarjana hukum di
14
Indonesia mengerti tidak hanya hukum domestik (hukum Indonesia) saja melainkan hukum luar negeri (foreign law) juga. J.F. Nijboer dalam buku Andi Hamzah mengatakan bahwa tujuan mempelajari perbandingan hukum adalah untuk tujuan ilmu pengetahuan yang terdiri atas doktrin yuridis dan ilmu pengetahuan hukum, tujuan politik hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, kebijakan, putusan hakim, yang lebih baik, tujuan praktis untuk pembaharuan kerjasama internasional yang lebih baik, tujuan didaktik, dan terakhir adalah perbandingan hukum sebagai alat belajar, diskusi, perjalanan, membaca, dan menulis (Andi Hamzah, 2012: 5-6) Dipelajarinya perbandingan hukum, dapat membawa kepada tujuan dan manfaat yang berbeda-beda. Perbandingan hukum dapat dilibatkan dalam sebuah usaha untuk menemukan ide baru
untuk memecahan
masalah-masalah hukum baik di yurisdiksi Negara sendiri maupun di yurisdiksi Negara pembandingnya. Selain itu, perbandingan hukum juga dapat bertujuan sebagai harmonisasi atau unifikasi dari hukum. Sebagai contohnya adalah di Uni Eropa dimana terjadi perbandingan huku antara Negara-negara anggota Uni Eropa untuk mengharmonisasi mengenai Hukum Dagang, atau hukum mengenai pencegahan pencucian uang (Ian Curry Summer, 2010: 5). Salah satu tujuan utama perbandingan hukum adalah untuk ilmu pengetahuan. Ilmu hukum tidak hanya mengenai teknik mengintepretasi bahan hukum seperti teks-teks hukum, asas, peraturan dan standard dari sebuah sistem hukum di suatu Negara, namun juga sebagai usaha penemuan dalam mencegah dan mengatasi konflik sosial. Perbandingan hukum bertujuan untuk menemukan dan menemukan solusi yang lebih baik dalam memecahkan sebuah masalah (K. Zweigert dan H. Kotz, 1998: 15). Manfaat praktis dari perbandingan hukum adalah perbandingan hukum sebagai bantuan untuk para pembuat undang-undang, sebagai alat konstruksi hukum, sebagai salah satu komponen dari kurikulum di
15
universitas, dan sebagai kontributor dari unifikasi dan harmonisasi suatu hukum (K. Zweigert dan H. Kotz, 1998: 16). Tinjauan tentang Tindak Pidana a) Pengertian Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana dalam bahasa Belanda adalah strafbaar feit, dalam bahasa Inggris adalah criminal act atau crime, dan dalam bahasa Latin adalah delictum. Dalam Black’s Law Dictionary, crime dan delict diartikan berbeda, dimana crime adalah “an act that law makes punishable; the breach of a legal duty treated as the subject-matter of a criminal preoceeding”, atau sebuah tindakan hukum yang mengakibatkan adanya hukuman; pelanggaran kewajiban hukum sebagai pokok dari persidangan pidana. Sementara delict adalah “a violation of law”, atau pelanggaran hukum. Moeljatno, menggunakan istilah perbuatan pidana karena lebih tepat untuk menggambarkan isi pengertian straafbaar feit. Menurut beliau, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi orang yang melanggar larangan tersebut (Adami Chazawi, 2013: 71). Pompe merumuskan bahwa strafbaar feit adalah tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum (Lamintang, 1990:174). Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang (Roeslan Saleh, 1983: 11) Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu perilaku manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 16). b) Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana atau perbuatan pidana dapat menjadi kenyataan setelah ada tindakan dari seorang pelaku, lalu ada akibat yang 16
ditimbulkan dimana akibat itu dapat timbul bersamaan dengan tindakan atau perbuatan itu atau timbul pada waktu dan tempat yang berbeda. Selain itu, syarat lain yang harus dipenuhi adalah perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan (dewasa, atau tidak dibawah pengampuan), dan tidak dalam keadaan terpaksa (overmacht). Hal penting lain dan yang utama adalah perbuatan tersebut diancam pidana atau hukuman (asas legalitas) dan ada unsur melawan hukum (Moh. Hatta, 2012: 23-24). Menurut R. Abdoel Djamali, peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana atau delict ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Unsur-unsur tesebut terdiri dari: (1)
Objektif,
yaitu
suatu
tindakan
(perbuatan)
yang
bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif disini adalah tindakannya. (2) Subjektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang) (R. Abdoel Djamali, 2010: 175). Menurut Lamintang (Leden Marpaung, 2009: 10), unsur delik terdiri atas dua macam, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan pada diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yuang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut:
17
(1) Kesengajaan atau ketidaksengaajan (dolus atau culpa); (2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging; (3) Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapt misalnya di
dalam
kejahatan
pencurian,
penipuan,
pemerasan,
pemalsuan, dan lain-lain; (4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHPidana; (5) Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHPidana. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut: (1) Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid; (2) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHPidana atau keadaan sebagai pengurus suatu perseroan terbatas, dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHPidana; (3) Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. c) Sanksi Pidana Menurut Black’s Law Dictionary, sanksi atau sanction adalah “A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order”. Terjemahan bebas: Sebuah hukuman atau tindakan pemaksaan sebagai hasil dari kegagalan untuk mematuhi hukum, peraturan, atau perintah (sanksi karena melanggar penemuan). Sementara sanksi pidana atau criminal sanction adalah “A sanction attached to criminal conviction, such as a fine or restitution.” Terjemahan bebas: sanksi yang melekat pada hukum pidana, seperti denda atau ganti rugi. Menurut G.P. Hoefnagels, sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh
18
undang-undang, sejak penahanan dan pengusutan terdakwa oleh Polisi sampai vonis dijatuhkan. Pemberian sanksi ini merupakan pemberian semangat (encouragement) dan pencelaan dengan tujuan agar seseorang berorientasi atau menyesuaikan diri dengan suatu norma atau undang-undang yang berlaku.(Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2013: 9) Menurut Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP), jenis sanksi pidana atau dalam KUHP disebut dengan pidana, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: (1) Pidana pokok yang berupa: (a) Pidana mati; (b) Pidana penjara; (c) Pidana kurungan; (d) Pidana denda; (e) Pidana tutupan. (2) Pidana tambahan yang berupa: (a) Pencabutan hak-hak tertentu; (b) Perampasan barang-barang tertentu; (c) Pengumuman putusan hakim. Tinjauan Tentang Pencucian Uang a) Pengertian Pencucian Uang Terdapat bermacam-macam pengertian tentang pencucian uang, namun semua tetap dalam satu tujuan untuk menyatakan bahwa pencucian uang adalah suatu kejahatan yang potensial dalam mengancam berbagai kepentingan baik dalam skala nasional maupun internasional.Dalam perkembanganya, proses yang dilakukan lebih komplek lagi dan dengan menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah-olah uang yang diperoleh benar-benar alami. Karena itu wajar jika dalam The National Money Laundering Strategy for 2000 yang merupakan blueprint Amerika Serikat dalam upaya menanggulangin pencucian uang telah dikemukakan bahwa kejahatan 19
tersebut relativ mudah untuk diucapkan, akan tetapi sulit dilakukan investigasi dan penuntutan. Khususunya seseorang yang melakukan transaksi keuangan dengan ketentuan bahwa dana atas kekayaan yang dilakukan transaksi itu adalah hasil kejahatan. Financial Action Task Force Money Laundering (FATF) merumuskan
bahwa
money
laundering
adalah
proses
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatan. Proses tersebut
untuk
kepentingan
penghilangan
jejak
sehingga
memungkinkan pelakunya menikmati keuntungan-keuntungan itu dengan tanpa mengungkapkan sumber perolehan (M. Arief Amrullah, 2004 : 8-9) Menurut Loeqman, pencucian uang terjemahan dari money sering
laundering
diartikan
sebagai
salah
satu
cara
untuk
menghalalkan uang haram dan yang dimaksud dengan uang haram bisa uang yang didapat dari suatu kejahatan, bisa pula berupa pengampunan pajak
oleh
pemerintah.
Sehingga
seorang
tidak
perlu
lagi
mempersoalkan pajak terhadap sejumlah kekayaan itu (Lobby Loeqman, 1996 : 2). Pembahasan anatomi pencucian uang (money laundering), dapat dilhat ketentuan dari United Nation Convention Againts Illicif Traffict in Narcotic Drugs and Psychotropyc Substance tertanggal 19 November 1991. Negara yang menandatangani berjumlah 106 Negara, sedangkan yang sudah meratifikasinya berjumlah 46 negara. Konvensi tersebut
mengatur
perbuatan-perbuatan
yang
termasuk
money
laundering dalam artikel (Offences and Sanction) pada butir (b) dan (c). Menurut Prof. Dr. M. Giovanoli dan Mr. J Koers yang telah dikutip oleh Bambang Soetijorodjo (M. Arief Amrullah, 2004 : 10) bahwa : 1. Money laundering merupakan suatu pross dan dengan cara seperti itu, maka asset yang diperoleh dari tindak pidana
20
(kejahatan) dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga asset tersebut selalu berasal dari sumber yang sah (legal). 2. Money
laundering
merupakan
suatu
cara
untuk
mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal usul uang tersebut. b) Pengaturan Pencucian Uang di Indonesia (1) Pencucian uang Menurut Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Pengertian money laundering menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) ialah : “Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayar, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”. Proses terjadinya pencucian uang dapat dijelaskan bahwa terdapat berbagai macam operasi pencucian uang, namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokan ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu : (a) Placement. Tahap ini merupakan tahapan pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut kedalam sistem keuangan (financial sistem). (b) Layering. Yaitu memindahkan uang hasil kejahatan dari suatu bank ke bank yang lain dan dari Negara satu satu ke Negara
yang
lain
sampai
beberapa
kali
yang
pelaksanaanya dilakuakan dengan cara mememcahkan jumlahnya,
sehingga
dengan
pemecahanya
dan
pemindahan beberapa kali asal usul uang tersebut tidak dapat dilacak oleh otoritas moneter atau para penegak hukum.
21
(c) Integration. Upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah atau uang halal (clean money), baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipercayakan untuk membiayai kegiatan bisnisnya yang sah, ataupun untuk membiayai kembali tindak pidana. Menurut Anwar Nasution, ada empat (4) faktor yang dilakukan dalam proses pencucian uang, yaitu (Adrian Sutedi, 2006 : 82) : (a) Merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu. (b) Mengubah bentukya sehingga mudah dibawa kemanamana. (c) Merahasiakan
proses
pencucian
uang
sehingga
menjadikan pelacakanya oleh petugas hukum. (d) Mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya. Ada beberapa modus operandi yang sering digunakan dalam melakukan kejahatan pencucian uang antara lain : kerjasama penanaman modal, agunan kredit Bank Swiss, transfer ke luar negeri, penyamaran dokumen, pinjaman luar negeri, rekayasa pinjaman luar negeri. (2)
Sistematika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Diundangkanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomr 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang merupakan suatu langkah besar dalam upaya membangun rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money laundering) di Indonesia. Dilihat dari sistematika
Undang-Undang
Nomr
8
Tahun
2010
tentang
22
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Pencucian
uangterdapat 13 bab yang secara ringkas terdiri dari : Pertama, Kelompok Tindak Pidana dalam Bab II yang berjudul “Tindak Pidana Pencucian Uang” yaitu delik-delik yang langsung berhubungan dengan perbuatan tindak pencucian uang (diatur dalam Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10). Dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dengan denda paling banyak Rp 10.000.000.00,00 (sepuluh milyar rupiah). Kedua, Kelompok Tindak Pidana dalam Bab III yang berjudul “Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang”, yaitu delik-delik yang berhubungan dengan proses pelaporan, penyidikan, penuntutan tindak pidana pencucian uang (diatur dalam Pasal 11, 12, 13, 14, 15, 16). Dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan dengan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pada Bab IV yaitu mengenai pelaporan, semua transaksi keuangan harus dilaporkan, baik transaksi yang dilakukan oleh pihak swasta ataupun pemerintahan. Pada Bab V yaitu pengatutan baru tentang pembawaan uang tunai dan instrument pembiayaan lain ke dalam atau ke luar daerah kepabeanan Indonesia. Bab VI mengatur tentang PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), suatu tindak pidana yang diduga adalah tindak pidana pencucian uang dilaporkan kepada PPATK, prosedurnya terdapat dalam Pasal 37-63). Bab VIII mengatur tentang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding peradilan (diatur dalam Pasal 68-82).Bab baru dari undang-undang TPPU Indonesia yang kedua adalah bab XI, perlindungan bagi pelapor dan saksi. Dalam Bab X terdapat pengaturan tentang kerjasama internasional. Kerjasama di bidang Internasional yaitu mengnai tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di Negara lain dan tentang perjanjian ekstradisi yaitu jika seorang warga negara Indonesia yang
23
tertangkap bahwa dia telah terbukti melakukan pencucian uang di Negara lain, maka boleh dikembalikan ke Negara asalnya dan diberikan hukum pidana Negara orang yang bersangkutan (diatur dalam Pasal 88). Tiga Bab terakhir yaitu Bab XI, Bab XII dan Bab XIII tentang ketentuan lain-lain, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup (diatur dalam Pasal 93-Pasal 100). c) Pengaturan Pencucian Uang di Malaysia (1) Pencucian Uang Menurut Peraturan Perundang-undangan Malaysia Ketika Anti-Money Laundering Act of Malyasia pertama kali disahkan pada tahun 2001, namanya adalah Anti-Money Laundering Act2001. Pada tahun 2007, undang-undang tersebut di Amandemen dan diberi judul baru yaitu Anti-Money Laundering Act and AntiTerrorism Financing Act 2001 yang memasukan tindak pidana untuk terorisme dan berlaku sampai sekarang. Namun dengan adanya undang-undang tersebut, masih ada celah untuk pelaku tindak pidana pencucian uang untuk melakukan aksinya. Malaysia menggunakan istilah “Pencegahan Pengubahan wang haram dan Pencegahan Pembiayaan Keganasan” untuk undang-undang tindak pidana pencucian uang. Definisi pencucian uang menurut Anti-Money Laundering Act and Anti-Terrorism Financing Act 2001
tidak terdefinisi secara
tersurat, namun dijelaskan secara tersirat yang garis besarnya adalah (dalam bahasa Melayu) aktivitas haram yang dimaksudkan untuk mempeoleh, menerima, memiliki, menyembunyikan, memindahkan, mengubah,
menukar,
membawa,
melupuskan,
menggunakan,
mengalhkan dari Malaysia atau membawa masuk ke Malaysia hasil daripada apa-apa aktivitas haram.pencucian uang juga bisa diartikan sebagai merahasiakan atau menghalang pemastian sifat sebenar, sumber, pemunya atau hasil daripada apa-apa aktiviti haram. Malaysia menggunakan dua bahasa dalam perumusan undang-
24
undangnya, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Melayu agar mudah dipahami. Undang-undang pencucian uang di Malaysia memasukan juga pengaturan tentang uang yang digunakan oleh jaringan teroris. Financial Action Task Force (FATF) dalam laporanya pada tahun 2001-2002 menyebutkan bahwa organisasi teroris terkait dengan sumber pendanaan yang legal dan illegal. Organisasi teroris sangat bergantung pada hasil sumber kejahatan yang menghasilkan uang (http://www.interpol.go.id/en/transnasinal-crime/moneylaundering/96-qmoney-launderingq-dan-dana-teroris, diakses pada tanggal 30 November 2015 pada pukul 21.52). Malaysia mendapatkan nilai bagus dalam laporan perlawanan terhadap resiko tindak pidana pencucian orang di kancah internasional. Semakin baik pengaturan tindak pidana pencucian uang di Malaysia membuat Negara-negara ASEAN tidak meragukan keunggulanpengaturan
pencucian uang di Malaysia. Anti-Money
Laundering Act and Anti-Terrorism Financing Act 2001 memiliki fungsi yang baik dalam perkembanganya memberantas pencucian uang di Malaysia. (2) Sistematika
Anti-Money
Laundering
and
Anti-Terrorism
FinancingAct 2001 Malaysia Pencucian uang di
Malaysia diatur dalam Anti-Money
Laundering and Anti-Terrorism Financing Act 2001 UndangUndang no. 613. Semakin maraknya kasus pencucian uang baik nasional maupun internasional, maka diaturlah tindak pidana pencucian uang di Malaysia. Karena pencucian uang sudah menjadi kejahatan transnasional. Berdasarkan Anti Money Laundering Act2001tersebut, terdapat VII
bagian
dari
undang-undang.
Bagian
tersebut
meliputi
pendahuluan; pelanggaran pencucian uang; kewenangn pemeriksa keuangan;
kewajiban
pelaporan;
penyelidikan,
bembekuan,
25
penyitaan, dan kehilangan (juga untuk kejahatan terorisme) pada bagian VIIA; dan lain-lain. Bagian I yaitu tentang pendahuluan, yang berisi tentang ketentuan umum, pengaplikasian undang-undang dan intrepetasi dari undang-undang tersebut (diatur dalam Pasal 1, 2 ,3). Bagian ke II yaitu tentang pelanggaran tindak pidana pencucian uang. Pada section (pasal) 4 terdapat apa saja yang masuk dalam delik-delik yang menjadi sumber asal dari uang haram (“dirty money”) atau hasil kejahatan yang dicuci. Terdapat berbagai macam bentuk predicate offence yang diatur didalanya. Sanksinya beragam ada yang berupa penjara maksimal 5 tahun, denda maksimal 5 juta ringgit, atau keduanya. Dalam bagian ini juga mengatur tentang perlindungan untuk orang yang melapor atau orang yang memberi informasi,
dan
juga
perlindungan
terhadap
informasi
yang
diberikanya (diatur dalam pasal 4, 5, 6). Bagian ke III yaitu tentang kewenanagan pemeriksa keuangan. Pemeriksa keuangan berfungsi sebagai alat penegak hukum dalam tindak pidana pencucian uang. Bila ada kejanggalan dalam administrasi keuangan, pemeriksa keuangan dapat bertindak untuk memeriksa keuangan tersebut tanpa adanya laporan. Saat adanya laporanpun, pemeriksa keuangan juga berkewajiban untuk memeriksa administrasi keuangan apabila ada suatu kejanggalan yang diduga bahwa harta
hasil tindak pidana kekayaan tersebut
merupakan (diatur dalam pasal 7-12). Bagian IV yaitu tentang kewajiban pelaporan. Suatu kegiatan keuangan harus selalu dilaporkan agar tidak terdapat kejanggalan pelaporan keuangan. Semua institusi baik pemerintahan maupun swasta wajib melaporkan harta kekayaan dan sumber dari harta kekayaan tersebut. Pengaturan tentang audit keuangan juga terdapat dalam bagian ini, identifikasi setiap akun bank, sumber dana yang dirahasiakan, bahkan dapat juga menemukan akun rekening bank
26
palsu, yaitu akun dengan atas nama orang lain yang digunakan untuk mencuci uang tersebut (diatur dalam pasal 13-28). Bagian V dsn VI yaitu mengatur tentang penyelidikan, pembekuan, penyitaan, dan kehilangan. Pada bagian VI dibagi menjadi 2, yaitu VIA yang mengatur pencucian uang yang dilakuakan
terorisme.
Pengaturanya
berbeda
dan
khusus.
Penyelidikan berupa subyek dan obyek dari tindak pidana tersebut, subyek tindak pidana pencucian uang akan diusut hingga tuntas, apakah subyek yang mencuci uang tersebut atau orang lain yang melaukukan perbantuan, atau dapat juga orang yang dipakai “nama” nya padahal dia tidak mengetahui darimana asal uang tersebut, missal sebuah rekening yang diatas namakan seseorang untuk mempermudah pengalihan harta kekayaan padahal orang tersebut tidak tahu menahu asal uang tersebut (diatur dalam Pasal 29-66). Dan bagian terakhir yaitu bagian VII tentang pengaturan lain-lain (diatur dalam Pasal 67-93). Serious offence (kejahatan serius) ditentukan dalam the second schedule (lampiran ke-2), ada 119 tindak pidana.
27
Kerangka Pemikian Pencucian Uang
Pengaturan di Indonesia
Pengaturan di Malaysia
Sistematika, Predicate Offence, dan Sanksi Pidana
Sistematika, Predicate Offence, dan Sanksi Pidana
Persamaan dan Perbedaan
Kelebihan dan Kekurangan Keteangan : Pencucian uang merupakan tindak pidana transnasional. Indonesia dan Malaysia sama-sama ingin memberantas pencucian uang dengan disahkanya undang-undang di masing-masing Negara. Di Indonesia pengaturan pencegahan dan pemberantasan uang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 tahun 2010 dan Malaysia dengan Anti-Money Laundering Act 2001. Setelah
mengetahui
bagaimana
pengaturan
tindak
pidana
pencucian uang di Indonesia dan Malaysia, maka akan ditemukan persamaan dan perbedaan dalam sistematika, Predicate offence, dan sanksi pidana. Kemudian ditarik kesimpulan bagaimana kelemahan dan kelebihan dari pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan Malaysia tersebut dan bagaimana bentuk pengaturan tindak pidana pencucian uang yang efektif.
28