1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Peneliti mengkaji beberapa teori tentang kebijakan, pemerintah daerah, pemerintahan desa, asas-asas penyelenggaran pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dan kekayaan Desa untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian hukum ini yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Tinjauan Umum Mengenai Kebijakan Carl Freidrich ( Irfan Islami, 2001: 3 ) yang mendefinisikan kebijakan sebagai berikut : “ …a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing abstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in and effort to reach a goal or realize an objective or a purpose “ (….serangkaian tindakan yang yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukkan kendala dan kesempatan kesempatan terhadap pelaksanaan usulam kebijakan untuk mencapai tujuan). Kebijakan dalam pengelolaan kekayaan milik Desa yang dikeluarkan oleh kepala Desa atas dasar wewenang yang diamanatkan peraturan perundang-undangan sebagai bentuk atas otonomi Desa. ( Budi Winarno ,2005: 29) mengemukakan Suatu program kebijakan akan hanya menjadi catatan-catatan elit saja jika program tersebut tidak dimplementasikan”. Artinya, implementasi kebijakan merupakan tindak lanjut dari sebuah program atau kebijakan, oleh karena itu suatu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Dalam hal kebijakan kepala desa dalam pengelolaan kekayaan milik desa harus diimplementasikan karena merupapakan suatu kesatuan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Desa sekitar sebagai alternative pemecahan masalah. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas, merupakan alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi pada sisi 1
2
yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (output) maupun sebagai hasil. Sementara itu, Van Meter dan Van Horn membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.yang perlu ditekankan adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diintinfikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian , tahap implementasi terjadi hanya setelah Undang-Undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut (Budi Winarno, 2005 : 101-102). Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Analis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi ( William N.Dunn, 2000 : 2223). Dalam memantau hasil kebijakan kita harus membedakan dua jenis akibat: keluaran (outputs) dan dampak (impacts). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan, atau sumberdaya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima (beneficiaries). Contohnya santunan per orang dan jumlah makanan yang diterima oleh orang jompo. Sebaliknya dampak dari kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Untuk memantau dampak kebijakan tersebut kelompok sasaran tidak harus menjadi kelompok penerima (William N. Dunn, 2000 : 513). 2. Tinjauan Umum Mengenai Pemerintahan Desa
2
3
Hanif nurcholis (2011;231) dalam Jurnal IUS | Vol III | Nomor 8 | Agustus; 2015 | IUS Kajian Hukum dan Keadilan halaman 207 , menyatakan “Visi founding father tentang desa adalah, “terwujudnya desa yang makmur, aman,tertib, sentosa, guyub, modern dan demokratis,sedangkan misinya adalah menarik desa dalam sistem pemerintahan formal, tidak membiarkan desa tetap berada di luar sistem sebagaimana pemerintahan kolonial memperlakukan desa, strateginya adalah menjadikan desa sebagai daerah otonom melalui penyelidikan, penataan ulangdan pembinaan yang sungguh-sungguh” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, merupakan satuan pemerintahan terendah di bawah kecamatan disebut dengan nomenklatur desa. Di seluruh Indonesia nomenklaturnya sama, yaitu desa. Bahkan tidak hanya nomenklaturnya yang diseragamkan, melainkan juga struktur organisasinya dan mekanisme kerjanya. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan desa yang efisien sehingga dapat menerima tugastugas pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah saat itu (Hanif Nurcholis, 2011 : 67). Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 43 yang dimaksud Desa adalah Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 yang dimaksud Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,hak asal,usul,dari/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 2 yang dimaksud Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 yang dimaksud
Pemerintahan desa adalah Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan 3
4
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi desa menurut pengertian Sabtoni (2005, h.16) merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya serta kepentingan masyarakat setempat berdasarkan peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta merupakan pemaknaan standar yang formalis dan tidak clear dalam kehidupan masyarakat desa. Sedangkan menurut Rozaki (2004, h.16) otonomi desa merupakan kemandirian desa yang ditopang dengan swadaya dan gotong royong masyarakat setempat untuk membiayai pelaksanaan fungsi pemerintah, pembangunan, dan kema-syarakatan desa. (Jurnal Administrasi Publik, Vol. 1, No. 6,) Desa dapat melakukan perbuatan hukum,baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di Pengadilan.Untuk itu Kepala Desa dengan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan Desa bantuan pemerintah daerah,pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa ( Widjaja.haw ,2003:3). Kepala Desa adalah kepala pemerintahan desa. Kepala desa mempunyai tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, pembinaan dan pembangunan masyarakat serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah atasnya. Kepala Desa memimpin para staf/pembantunya menyelenggarakan pemerintahan desa. Sedangkan Sekretaris Desa adalah staf yang memimpin Sekretariat Desa. Sekretariat desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis administrasi kepada seluruh perangkat pemerintah desa.Sekretaris desa diisi oleh PNS yang memenuhi persyaratan (Hanif Nurcholis, 2005 : 139). Undang – Undang Pemerintah Daerah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepala desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan 4
5
pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa diluar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri (Titik Triwulan Tutik, 2010 : 151). Pengelolaan kekayaan Desa merupakan salah satu bentuk otonomi Desa Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak dan kewajiban Kepala Desa wajib : a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir taun anggaran kepada Bupati/Walikota. b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota. c. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir taun anggaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 Dalam BAB III pasal 33 – 34 Kewenangan Desa meliputi: a.
kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b.
kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 (1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a paling sedikit terdiri atas: 5
6
a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan e. pengembangan peran masyarakat Desa. (2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b paling sedikit terdiri atas kewenangan: a.
pengelolaan tambatan perahu;
b.
pengelolaan pasar Desa;
c.
pengelolaan tempat pemandian umum;
d.
pengelolaan jaringan irigasi;
e.
pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f.
pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
g.
pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h.
pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i.
pengelolaan embung Desa;
j.
pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k.
pembuatan jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri dapat menetapkan jenis kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal. Ketentuan ayat (3) Pasal 34 diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2015 yang berbunyi sebagai berikut (3) “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri menetapkan jenis kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal”. 3. Tinjauan Mengenai Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik Menurut pasal pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme berbunyi “Asas Umum Pemerintahan Negara Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelengara Negara yang
6
7
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.” Sedangkan didalam pasal Pasal 3 berbunyi Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:
7
8
a. Asas Kepastian Hukum b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara c. Asas Kepentingan Umum d. Asas Keterbukaan e. Asas Proporsionalitas f. Asas Profesionalitas dan g. Asas Akuntabilitas. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan dibagi menjadi 4 asas, yaitu (Widjaja HAW, 2002 : 14-15): a. Umum Pemerintah diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Tetapi di sanping asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi Undang-Undang ini juga memberikan dasar-dasar bagi penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas tugas pembantuan. b. Desentralisasi Urusan-Urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakasa sepenuhnya diserahkan kepada Daerah baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan , pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya. Demikian pula perangkap pelaksanaanya adalah perangkat daerah itu sendiri yaitu terutama Dinas-dinas Daerah. c. Dekonsentrasi Oleh karena itu semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat Pemerintahan di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan Pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembinaannya. Unsur pelaksanaannya adalah terutama instansi-instansi vertikal yang
8
9
dikoordinasikan oleh Kepala Daerah dalam kedudukannya selaku perangkat Pemerintah Pusat, tetapi kebijaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat. d. Tugas Pembantuan. Di muka telah disebutkan bahwa tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi beberapa urusan Pemerintahan masih tetap merupakan urusan Pemerintah Pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi Pemerintahan Pusat untuk menyelenggarakan seluruh urusan pemerintah di daerah yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawabnya itu atas dasar dekonsentrasi, mengingat terbatasnya kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di Daerah. Dan juga ditinjau dari segi dayaguna dan hasil guna adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila semua urusan Pemerintah Pusat di daerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal itu akan memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya. Lagi pula mengingat sifatnya sebagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Undang-Undang ini memberikan kemungkinan untuk dilaksanakan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas tugas pembantunya. Decentralization suggests that the power which was held by the centre moves elsewhere and in literature, it takes different forms. Fiscal decentralization involves the existence in one country of more than one level of government, each with different expenditure responsibilities and taxing powers (Abachi Terhemen Philip dan Salamatu Isah, 2012:141). Artinya, desentralisasi merupakan kewenangan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dan secara tertulis, kewenangan tersebut dalam bentuk yang berbeda. Desentralisasi fiskal dalam suatu negara melibatkan lebih dari satu tingkat pemerintahan, masing-masing dengan tanggung jawab anggaran dan kewenangan perpajakan yang berbeda. Berdasarkan
Pasal
24
Undang-Undang
Nomor
6
Tahun
2014
Desa,penyelenggaraan pemerintahan desa harus memerhatikan asas-asas berikut : a. Kepastian hukum
9
Tentang
10
Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yangmengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilandalam setiap kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan Yang dimaksud dengan tertib penyelenggara pemerintahan adalah asas yang menjadilandasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Pemerintahan Desa. c. Tertib kepentingan umum; Yang dimaksud dengan tertib kepentingan umum adalah asas yang mendahulukankesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. d. Keterbukaan Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hakmasyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuanperaturan perundang-undangan. e. Proporsionalitas Yang dimaksud dengan proporsionalitas adalah asas yang mengutamakankeseimbangan antara hak dan ke+ajiban penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
f. Profesionalitas; Yang dimaksud dengan profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlianyang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. Akuntabilitas; Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiapkegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus dapatdipertanggungja+abkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. h. Efektivitas dan efisiensi 10
11
Yang dimaksud dengan efektifitas adalah asas yang menentukan bah+a setiapkegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkanmasyarakat Desa. (ang dimaksud dengan )efisiensi* adalah asas yang menentukanbah+a setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dantujuan. i. Kearifan lokal Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah asas yang menegaskan bahwa di dalampenetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakatDesa. j. Keberagaman; Yang dimaksud dengan keberagaman adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desayang tidak boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu. k. Partisipatif. Yang
dimaksud
dengan
yangmengikutsertakan
partisipatif
kelembagaan
adalah Desa
penyelenggaraan dan
unsur
Pemerintahan
Desa
masyarakat
Desa.
4. Tinjauan Umum Mengenai Kekayaan Desa Mencermati Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang menyebut mengenai kekayaan milik Desa Pasal 76 (1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu,bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa,pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa. (2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
11
12
c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lainlain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; d. hasil kerja sama Desa; dan e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. (3) Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala local Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa. (4) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. (5) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. (6) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara
tertib.
Kekayaan milik desa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang – Undang Nomot 6 Tahun 2014 dalam pengelolaanya berdasarkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan pemerintah nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan pelaksanaan Undang ndang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa yang telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 dalam Pasal 110 ayat (2) yang berbuny: “Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan Desa dengan berpedoman pada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri”. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Mencermati Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menindak lanjuti ketentuan dan kebijakan dari Pemerintah dalam rangka pengelolaan Kekayaan Desa. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 menentukan : Jenis kekayaan Desa terdiri atas :
12
13
a. Tanah Kas Desa; b. Pasar Desa; c. Pasar Hewan; d. Tambatan Perahu; e. Bangunan Desa; f. Pelelangan ikan yang dikelola oleh Desa; dan g.
lain-lain
kekayaan
milik
Desa.
Dijelaskan pengaturan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan Desa diatur oleh peraturan Bupati / walikota B. Kerangka Pemikiran
Pasal 18,18B UUD 1945
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Undang – Undang Nomor 43 tahun 2014Tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
Kebijakan Kepala Desa Banjarjo
Pengelolaan pasar Desa
Kendala
Bagan 1: Kerangka Pemikiran Keterangan : 13
Solusi
14
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pengaturan secara umum tentang desa dan pemerintahan daerah diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 , secara khusus pengaturan tentang desa diatur dalam Undang- Undang Nomor 6 tahun 2014 untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri melalui otonomi desa dalam bentuk Kewenangan local berskala Desa, Dalam pelaksanaan ketentuan yang ada mengenai pengelolaan kekayaan desa pada umumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015. Pengelolaan kekayaan Desa harus sesuai dengan asas – asas yang terkandung dalam Peraturan Perundang undangan. Di dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak lepas dari adanya kendala yang akhirnya dicari solusi untuk mengatasi kendala tersebut. Solusi yang didapatkan digunakan untuk menunjukkan sejauh mana otonomi D
14