BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penegakan Hukum a. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan masyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dapat ditinjau dari dua sudut yaitu dari sudut subjek dan objek. Dari sudut subjek penegakan hukum dapat diartikan sebagai penegakan hukum secara luas dan secara sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum dapat melibatkan seluruh subjek hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif dengan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti yang bersangkutan telah melakukan atau menjalankan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya dilaksanakan oleh aparat hukum untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan
sebagaimana
mestinya,
dan
dalam
memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur
penegak
hukum
diperkenankan
untuk
menggunakan daya paksa(Jimly Assiddiqie,2009:1). Jimly Assidiqie juga menjelaskan bahwa pengertian penegakan
hukum
dapat
pula
ditinjau
dari
sudut
objeknya.Sama seperti pada subjek, objek penegakan hukum juga terbagi dalam arti sempit dan luas. Dalam arti
12
13
luas, penegakan hukum bukan hanya berdasar pada aturan tertulis namun juga pada nilai-nilai yang ada pada masyarakat.Sedangkan dalam arti sempit penegakan hukum hanya berdasar pada hukum tertulis. Menurut merupakan
Satjipto
sebuah
Raharjo
mekanisme
penegakan untuk
hukum
merealisasikan
kehendak pembuat perundang-undangan yang dirumuskan dalam produk hukum tertentu(Satjipto Raharjo,2005:24). Jadi dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum ialah
proses
dilakukannya
atau
mekanisme
untuk
berlakunya dan tegaknya norma-norma hukum sebagai pedoman perilaku yang dirumuskan dalam produk hukum tertentu. b. Aparat Penegak Hukum Apabila dilihat secara fungsionil maka sistem penegakan hukum itu merupakan sistem aksi. Ada sekian banyak aktivitas yang dilakukan oleh alat perlengkapan negara dalam penegakan hukum. Yang dimaksud dengan “alat penegak hukum” itu ialah kepolisian, setidak-tidaknya badan-badan yang mempunyai wewenang kepolisian, dan kejaksaan. Akan tetapi, kalau penegakan hukum itu diartikan secara luas, maka penegakan hukum itu menjadi tugas pula dari pembentuk undang-undang, hakim, instantsi pemerintahaan (bestuur), dan aparat eksekusi pidana. Penegakan hukum pidana didukung oleh alat perlengkapan dan peraturan yang relatif lebih lengkap dari penegakan hukum
di
dimaksudkan
bidang-bidang disini
adalah
lainnya.
Aparatur
kepolisian,
yang
kejaksaan,
pengadilan, dan aparat ekseskusi pidana, sedang peraturanperaturan yang dikatakan lebih lengkap ialah antara lain ketentuan-ketentuan hukum acara pidana, Undang-Undang
14
Kekuasaan
Kehakiman,
Undang-Undang
tentang
Kepolisian, Undang-Undang tentang Kejaksaan dan “ Gestichtenreglement”(Soedarto,1986:112). Aparat
penegak
hukum
bekerja
berdasarkan
aturanhukum acara pidana agar tercipta sistem peradilan yang benar,adil, dan tidak terjadi tindakan yang sewenangwenang sebabhukum acara pidana ditujukan untuk mengontrol kekuasaandan memberi batas-batas wewenang para penegak hukum.Kebijakan hukum pidana pada tahap aplikasi (kebijakanyudikatif) tidak dapat dilepaskan dengan kebijakansebelumnya, yaitu kebijakan legislatif sebagai tahap formulasiyang sudah memberikan landasan legitimasi untuk tahap-tahapberikutnya. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Penegakan hukum baik sebagai hukum materil maupun hukum formil. Dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah(Soerjono Soekanto, 2007:5) : 1) Faktor Hukum Faktor hukum dalam suatu proses penegakan hukum adalah salah satu yang menentukan keberhasilan penegakan hukum itu sendiri. Namun tidak terlaksananya penegakan hukum dengan sempurna hal itu disebabkan karena terjadi masalah atau gangguan yang disebabkan karena beberapa hal seperti tidak diikuti asas-asas berlakunya undangundang yang merupakan dasar pedoman dari suatu peraturan perundang-undangan, hal yang kedua yaitu belum adanya suatu aturan pelaksanaan untuk menerapkan undang-undang. 2) Faktor Penegak Hukum Penegak hukum mempunyai peran yang penting dalam penegakan hukum itu sendiri, perilaku dan tingkah
15
laku
aparat
pun
seharusnya
mencerminkan
suatu
kepribadian yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Aparat penegak hukum yang profesional adalah mereka yang dapat berdedikasi tinggi pada profesi sebagai aparat hukum, dengan demikian seorang aparat penegak hukum akan dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai seorang penegak hukum dengan baik. 3) Faktor Sarana atau Fasilitas Dengan dukungan sarana dan fasilitas yang memadai penegakan hukum akan dapat terlaksana dengan baik. Sarana dan fasilitas yang dimaksud, antara lain, sumber daya manusia, organisasi yang baik, peralatan yang mumpuni, dan sumber dana yang memadai. Bila sarana dan fasilitas tersebut dapat dipenuhi maka penegakan hukum akan berjalan maksimal. 4) Faktor Masyarakat Penegakan hukum adalah berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat. Oleh karena itu peran masyarakat dalam
penegakan
hukum
juga
sangat
menentukan.
Masyarakat yang sadar hukum tentunya telah mengetahui hal mana yang merupakan hak dan kewajiban mereka, dengan demikian mereka akan mengembangkan kebutuhankebutuhan mereka sesuai dengan aturan yang berlaku. 5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai dasar
yang
mendasari
keberlakuan
hukum
dalam
masyarakat, yang menjadi patokan nilai yang baik dan buruk. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto terdapat pasangan nilai yang berperan dalam hukum yaitu nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai
16
jasmaniah (kebendaan) dan nilai rohaniah (keahlakan), nilai kelanggengan
(konservatisme)
dan
nilai
kebaruan
(inovetisme).
2. Tinjauan Umum Kekayaan Intelektual a. Pengertian Kekayaan Intelektual Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut KI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property. Berdasarkan substansinya, KI berhubungan erat dengan benda tidak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa, dan karsa manusia. WIPO (World
Intellectual
Property
Organization),
sebuah
lembaga internasional dibawah PBB yang menangani masalah KI mendefinisikan KI sebagai “kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi invensi, karya sastra dan seni, simbol, nama, citra, dan desain yang digunakan
di
dalam
perdagangan.”(Tomi
Suryo
Utomo,2010:01). Paul Geller sebagai pekerja di bidang kekayaan
intelektual
intelektual
adalah
berpendapat produk
sosial
bahwa
“kekayaan
dengan
fungsi
sosial”(Prof.Peter K.Yu,2009:6). KI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan
dan
teknologi.
Karya-karya
tersebut
merupakan kebendaan tidak terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektual seseorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa, dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis, dan ekonomis(Rachmadi Usman,2003:02).
17
Definisi yang dirumuskan oleh para ahli, KI selalu dikaitkan dengan tiga elemen penting berikut ini(Tomi Suryo Utomo,2010:2) : 1) Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum; 2) Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual; 3) Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi. Hak eksklusif yang diberikan oleh
hukum
merupakan reward yang sesuai bagi para inventor dan pencipta KI. Melalui reward tersebut, orang-orang yang kreatif didorong untuk terus mengasah kemampuan intelektualnya agar dapat dipergunakan untuk membantu kehidupan manusia. Tujuan utama sistem KI adalah menjamin agar proses kreatif tersebut terus berlangsung dengan menyediakan perlindungan hukum yang memadai dan menyediakan sanksi terhadap pihak yang menggunakan proses
tersebut
tanpa
ijin.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, KI menjadi komoditi ekonomi yang sangat menjanjikan terutama bagi sejumlah negara yang menjadi produsen KI (negara-negara maju). Alasan ini yang mendasari dimasukannya KI ke dalam sistem perdagangan internasional. b. Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia Peraturan perundang-undangan di bidang Kekayaan Intelektual di Indonesia sebenarnya telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan KI pada tahun
1844.
Selanjutnya,
pemerintah
Belanda
18
mengundangkan Undang-Undang Merek pada tahun 1885, Undang-Undang Paten pada tahun 1910, dan UndangUndang Hak Cipta pada tahun 1912.
Indonesia telah
menjadi anggota Paris Convention for The Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 s.d 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d 1945, semua peraturan perundangundangan di bidang Kekayaan Intelektual tersebut tetap berlaku. Bahkan pada saat Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, berdasar ketentuan peralihan UndangUndang
Dasar
1945,
seluruh
peraturan
perundang-
undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Merek peninggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak dengan Undang-Undang Paten yang dianggap bertentangan dengan
Pemerintah
Indonesia(Direktorat
Jenderal
Kekayaan Intelektual,2014:9). Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merk 1961) untuk mengganti UndangUndang Merek kolonial Belanda. Undang-Undang Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang kekayaan intelektual mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of
19
Industrial Property(Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979. Pada
tanggal
12
April
1982
Pemerintah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak
Cipta
(UU
Hak
Cipta
1982)
untuk
menggantikan Undang-Undang Hak Cipta peninggalan Belanda. Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Hal tersebut dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreatifitas masyarakat. Pada tanggal 1 November 1989 disahkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden Republik Indonesia. UU Paten tesebut mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1991. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan yang sangat penting. Kemudian
pada
tanggal
28
Agustus
1992
Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961.
20
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah Republik Indonesia menandatangani Final Act Embodying the Result of The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiatios, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Pada tahun 2000 disahkan tiga Undang-Undang baru di bidang Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Terakhir, dalam upaya
menyelaraskan semua
peraturan perundang-undangan di bidang KI dengan persetujuan TRIPS, Pemerintah mengesahkan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang yang lama. Kemudian pada tahun 2002 disahkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya. c. Prinsip-Prinsip Umum Kekayaan Intelektual Dalam bukunya yang berjudul “Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global”, Tomi Suryo Utomo menjelaskan beberapa prinsip-prinsip umum KI yang diantaranya adalah (Tomi Suryo Utomo,2010:12) : 1) Prinsip KI Sebagai Hak Eksklusif Hak yang diberikan oleh sistem KI bersifat eksklusif. Maksudnya, hak tersebut bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual yang dihasilkan. Melalui hak tersebut,
21
pemegang hak dapat mencegah oranglain untuk membuat, menggunakan, atau berbuat sesuatu tanpa ijin. 2) Prinsip
Melindungi
Karya
Intelektual
Berdasarkan Pendaftaran Secara umum, pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan seseorang. Beberapa cabang KI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran adalah merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan perlindungan varietas tanaman. Dua cabang KI lainnya yaitu hak cipta dan rahasia dagang tidak wajib didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hukum karena sifatnya yang berbeda dengan cabang KI lainnya. Secara umum, dikenal dua sistem pendaftaran KI yaitu yang pertama adalah First to File System. Sistem pendaftaran ini didasarkan pada pendaftar pertama. Dan yang kedua adalah First to Use System. Sistem ini didasarkan pada pengguna pertama. Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara yang menganut sistem pendaftaran ini. 3) Prinsip Perlindungan yang dibatasi oleh Batasan Teritorial Perlindungan hukum hanya diberikan di tempat pendaftaran tersebut dilakukan. 4) Prinsip Pemisahan Benda Secara Fisik dengan KI yang Terkandung di Dalam Benda Tersebut Di dalam sistem KI, seseorang yang menguasai benda secara fisik tidak otomatis memiliki hak eksklusif dari benda itu. Sebagai contoh, apabila seseorang membeli buku dengan uangnya sendiri, orang itu hanya berhak atas buku tersebut (benda secara fisik) untuk penggunaan secara
22
pribadi (misal dibaca). Hak ekslusif berupa hak untuk mengumumkan dan memperbanyak tidaklah termasuk didalam pembelian buku tersebut karena didalam sistem KI yang dibeli adalah benda fisik bukan hak ciptanya.
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Merek a. Pengertian Merek Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu disini merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar,nama, kata, hurufhuruf, angka-angka,susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut(Rachmadi Usman,2003:320). Beberapa sarjana juga turut berpendapat mengenai pengertian merek yaitu antara lain(OK.Saidin,2013:344) : 1) H.M.N
Purwo
Sutjipto,S.H.,
memberikan
rumusan bahwa merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis. 2) Mr. Tirtaamidjaya, menjelaskan bahwa suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya. 3) Drs.Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya
23
yaitu
suatu
merek
digunakan
untuk
membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya. Oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya. 4) Harsono Adisumarto,S.H.,MPA, mengatakan bahwa merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang
kemudian
dilepaskan
ditempat
penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah miik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial darimana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan. Pencantuman pengertian merek sekarang ini pada dasarnya banyak kesamaannya diantara negara Peserta Paris Convention, karena mereka mengacu pada ketentuan Paris Convention tersebut. Hal ini terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang (Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah,1997:155). Pengertian merek dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Merek yaitu “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
24
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.” Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa merek: a) Tanda berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna tersebut; b) Memiliki
daya
pembeda
(distinctive)
dengan merek lain yang sejenis; c) Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis. Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat pihak lain. Dengan melihat, membaca atau mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persis bentuk dan kualitas suatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya(Rachmadi Usman,2003:321). b. Jenis-jenis Merek Undang-Undang Merek mengatur tentang jenisjenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Macam-macam merek ada 2 (dua) macam, yaitu(Aziz Syamsudin,2011:70) : 1) Merek Dagang Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang
atau
beberapa
orang
secara
25
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. 2) Merek Jasa Merek Jasa adalah merek yang dipergunakan pada jasa yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh
seseorang
atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. c. Fungsi Merek Menurut P.D.D.Dermawan, fungsi merek itu ada tiga yaitu(Ari Purwadi,2007:59): 1) Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional; 2) Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi
sebagai
jaminan
kualitas
khususnya dalam kaitan dengan produkproduk bergengsi; 3) Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan
akan
menjadi
kolektor
produk
tersebut. Tiga
fungsi
merek
tersebut
menyebabkan
perlindungan hukum terhadap merek menjadi begitu sangat bermakna. Sesuai dengan fungsi merek, sebagai tanda pembeda, maka seyogyanya antara merek yang dimiliki oleh seseorang tidak boleh sama dengan merek yang
26
dimiliki oleh oranglain. Persamaan itu tidak saja sama keseluruhan, tetapi memiliki persamaan secara prinsip. Sama secara keseluruhan berarti merek tersebut secara totalitas ditiru(OK.Saidin,2013:359). Sedangkan menurut Etty Sulistyowati, fungsi merek adalah sebagai berikut(Nur Hidayati,2011:176): a) Sebagai
tanda
pengenal
atau
untuk
membedakan hasil produksi seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum
dengan
produksi
orang
lain/badan hukum lainnya. b) Sebagai
alat
promosi,
sehingga
mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya. Merek sangat penting
dalam
dunia
periklanan
dan
pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial. Merek suatu perusahaan
seringkali
lebih
bernilai
dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut. c) Sebagai jaminan atas mutu barangnya. Merek juga berguna untuk para konsumen. Merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi dikarenakan reputasi dari merek tersebut. Jika sebuah perusahaan menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen mungkin merasa tertipu karena
27
telah membeli produk dengan kualitas yang lebih rendah d. Pendaftaran Merek Pendaftaran merek bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas merek. Pendaftaran merek dilakukan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual. Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual adalah instansi pendaftaran merek yang ditugaskan untuk mendaftarkan merek yang dimohonkan pendaftarannya oleh pemilik merek. Pendaftaran merek dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang Merek. Pendaftaran merek dalam hal ini adalah untuk memberikan status bahwa pendaftar dianggap sebagai pemakai
pertama
sampai
ada
orang
lain
yang
membuktikan sebaliknya. Hak atas merek tidak ada tanpa pendaftaran. Inilah yang lebih membawa kepastian. Karena jika seseorang dapat membuktikan ia telah mendaftarkan suatu merek dan ia diberikan suatu Sertifikat Merek yang merupakan bukti daripada hak miliknya atas suatu merek, maka orang lain tidak dapat mempergunakannya dan orang lain tidak berhak untuk memakai merek yang sama untuk barang-barang yang sejenis pula(Jisia Mamahit,2013:92). Mengacu pada pengertian merek dalam Pasal 3 Undang-Undang
Merek,
jelas
disebutkan
merek
merupakan hak eksklusif yang Lex Privatum, diberikan negara kepada pemilik merek yang telah terdaftar. Jadi yang ditekankan disini adalah bahwa hak atas merek tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama. Hanya orang yang didaftarkan sebagai pemilik
28
yang dapat memakai dan memberikan orang lain hak untuk memakai (dengan sistem lisensi). Tetapi tidak mungkn orang lain memakainya. Dan jika tidak didaftar, tidak ada perlindungan sama sekali karena tidak ada hak atas merek. Tentang tata cara pendaftaran merek di Indonesia menurut Undang-Undang Merek diatur dalam Pasal 7 yang menentukan bahwa(Jisia Mamahit,2001:93): 1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a) tanggal, bulan dan tahun; b) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
c) nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;
d) warna-warna
apabila
merek
dimohonkan
yang
pendaftarannya
menggunakan unsur warna;
e) nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan
diajukan
dengan
hak
prioritas.
2) Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya. 3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. 4) Permohonan
dilampiri
dengan
bukti
pembayaran biaya. 5) Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang secara bersama-
29
sama berhak atas merek tersebut, semua nama
pemohon
dicantumkan
dengan
memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. 6) Dalam
hal
dimaksud
permohonan
pada
ayat
(5),
sebagaimana permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan. 7) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas merek tersebut. 8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Kekayaan Intelektual. 9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Kekayaan Intelektual
diatur
Pemerintah,
dengan
sedangkan
Peraturan tata
cara
pengangkatanya diatur dengan Keputusan Presiden. Sedangkan ada juga hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Undang-Undang Merek yaitu diantaranya adalah(OK.Saidin,2013:349) : a) Merek
yang
bertentangan
perundang-undangan
yang
dengan berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; b) Merek yang tidak memiliki daya pembeda;
30
c) Merek yang telah menjadi milik umum; d) Merupakan keterangan atau berkitan dengan barang
atau
jasa
yang
dimohonkan
pendaftaran. Permohonan merek juga harus ditolak apabila(Tim Lindsey dkk,2005:134) : (1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar milik oranglain dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa yang sama; (2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; (3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; (4) Nama dan foto dari orang terkenal, tanpa izin darinya; (5) Lambang-lambang negara, bendera tanpa izin dari pemerintah; (6) Tanda atau cap atau stempel resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak berwenang. e. Pengalihan dan Lisensi Merek Pasal
40
ayat
(1)
Undang-Undang
Merek
menyebutkan bahwa hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan lisensi merupakan izin yang diberikan pemilik terdaftar kepada seseorang atau
31
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang didaftarkan. Pasal 43 Undang-Undang Merek menentukan bahwa pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan merek terdaftar yang bersangkutan. Pemilik merek terdaftar yang telah memberikan lisensi
kepada
pihak
lain
masih
tetap
dapat
menggunakannya atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan merek tersebut, kecuali bila ada diperjanjikan lain. Dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima lisensi bisa memberi lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga(Adrian Sutedi,2009:93). f. Tindak Pidana Pemalsuan Merek Pemalsuan merupakan tindakan atau penyalahan terhadap hak legal dari pemilik intellectual property. Secara teknik kata counterfeiting merujuk hanya pada kasus pelanggaran hak merek dagang (trademark), namun dalam praktiknya counterfeiting juga mencakup tindakan pembuatan sebuah barang yang bentuk fisiknya sengaja dibuat sangat mirip dengan barang yang asli. (Desyara Sukma Dewanthi, 2008:1). Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran atau palsu atas
32
suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah
benar
bertentangan
adanya,
dengan
padahal
yang
sesungguhnya
sebenarnya.
Perbuatan
pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar: 1) Kebenaran
(kepercayaan)
pelanggaranya
dapat
yang
tergolong
dalam
kelompok kejahatan penipuan. 2) Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong
dalam
kelompok
kejahatan
terhadap negara/ketertiban masyarakat. g. Ketentuan Pidana Undang-Undang
Merek
mengatur
mengenai
ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana merek. Hal tersebut tercantum dalam Bab XIV tentang Ketentuan Pidana yang berisi sebagai berikut : Pasal 90 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek
yang
sama
pada
keseluruhannya
dengan
Merekterdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis
yang
diproduksi
dan/atau
diperdagangkan,
dipidanadengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah). Pasal 91 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftarmilik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis
yang
diproduksi
dan/atau
diperdagangkan,
dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat)
33
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus jutarupiah). Pasal 92 (1) Barangsiapa
dengan
menggunakan
sengaja
tanda
yang
dan
tanpa
seluruhan
hak
dengan
indikasigeografismilik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp
tanpa
hak
1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah). (2) Barangsiapa
dengan
sengaja
dan
menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasigeografis (3) milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang
merupakan
hasil
pelanggaran
ataupun
pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan
dilindungi
berdasarkan
indikasi-geografis,
diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 93 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda
yang
dilindungi
berdasarkan
indikasi-asal
padabarang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasatersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama
34
4
(empat)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Pasal 94 (1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/ataujasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 95 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delikaduan.
35
1. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek [LaranganMemperdagangkan Barang dan/atau Jasa Hasil Pelanggaran (Pasal 94)]
Penegakan Hukum
PutusanNomor 79/Pid.Sus/2015/PN.Skt
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : Kerangka pemikiran diatas mencoba memberikan gambaran mengenai alur berfikir dalam menggambarkan, menelaah, menjabarkan dan menemukan jawaban atas penegakan hukum pidana oleh hakim di Pengadilan Negeri Surakarta terhadap kasus tindak pidana pemalsuan merek. Seperti yang telah kita ketahui, Undang-undang Merek merupakan payung hukum yang melindungi atas kepemilikan merek terdaftar. Dalam Pasal 94 ayat (1) dijelaskan bahwa tidak diperbolehkannya memperdagangkan barang dan/atau jasa hasil pelanggaran.
36
Sedangkan disini penulis meneliti kasus yang terjadi di Pasar Klewer
Surakarta
dimana
terdapat
pelaku
yang
terbuktimemperdagangkan celana Cardinal yang merupakan barang hasil pemalsuan merek. Dalam putusannya, pelaku dijatuhi hukuman 1 (satu) bulan dan 20 (dua puluh) hari kurungan. Oleh karena itu, Penulis ingin mengetahui dan menganalisis apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam penjatuhan hukuman terhadap pelaku tindak pidana merek sudah tepat. Penulis juga ingin mengetahui apakah ada hambatan yang dialami hakim dalam menangani kasus tindak pidana pemalsuan merek.