Bab II TEORI DASAR
2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah yang batasbatasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan, seperti: Provinsi, kota, kabupaten, dll. Batas Daerah merupakan salah satu unsur yang dijadikan dasar bagi eksistensi suatu daerah. Oleh sebab itu, sebuah proses penetapan dan penegasan batas diperlukan dalam mewujudkan suatu batas yang jelas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan suatu konflik yang terjadi akibat adanya pertampalan daerah kewenangan.
B. Konsep Penetapan dan Penegasan Batas “penetapan” dan “penegasan”merupakan dua Istilah yang berbeda. istilah penetapan berarti penentuan batas di atas peta, sedangan penegasan adalah menentukan
titik-titik
batas
di
lapangan.
Dengan
kata
lain, penegasan
merupakan tahap lanjutan dari penetapan batas. Titik-titik yang ditentukan di atas peta merupakan hasil dari proses penetapan, sedangkan penegasan berfungsi untuk membawa (menentukan) titik-titik tersebut ke lapangan dengan tanda yang
bisa
diamati
secara fisik. Penegasan merupakan proses stake out atas
koordinat titik yang sebelumnya telah ditentukan melalui proses penetapan[Arsana, 2006]. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
7
a.
Batas tersebut memiliki kepastian hukum, dalam hal ini ada produk hukum yang mengatur dan menetapkannya.
b.
Batas tersebut dapat diukur, dalam hal ini yang dimaksud adalah dapat diketahui secara tepat titik koordinat geografisnya.
C. Landasan Hukum Terkait Batas Daerah di Darat Dalam hukum internasional, penetapan serta penegasan batas daerah di darat merupakan urusan dan kebijakan dalam negeri suatu negara. Di Indonesia terdapat beberapa landasan hukum yang terkait dengan penetapan dan penegasan batas daerah di darat. Beberapa diantaranya adalah: a. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Undang-undang Pemerintahan Daerah tidak
mengamanati
secara
langsung pelaksanaan penegasan batas suatu daerah. Namun, pada pasal 4 Undang-undang pemerintahan daerah mengamanati kepada setiap daerah untuk
melegalkan
wilayahnya
kedalam
suatu
Undang-undang
pembentukan daerah. Undang-undang pembentukan daerah meliputi nama daerah, cakupan wilayah, batas ibukota dan lain-lain. Karena cakupan suatu wilayah termasuk didalam salah satu syarat Undangundang pembentukan daerah maka diperlukan suatu penegasan batas daerah. b. Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. undang-undang ini memuat masalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk tentang Dana Alokasi Umum(DAU) untuk suatu daerah yang dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang 8
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah Kabupaten/kota(pasal 31). Besarnya DAU bergantung pada luas suatu daerah. Untuk menghitung luas daerah diperlukan data batas daerah yang jelas. c. Undang-undang No. 04 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Suatu peta dasar terdiri atas garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, dll. Batas wilayah digambarkan berdasarkan dokumen penetapan penentuan batas wilayah secara pasti dilapangan oleh Instansi Pemerintah yang berwenang(pasal 16). d. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. peraturan ini membagi urusan pemerintahan menjadi tiga yaitu
urusan
pemerintah,
pemerintahan
provinsi,
pemerintahan
kabupaten/kota. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan suatu daerah harus
mengetahui
batas
administratif
yang
menjadi
wilayah
wewenangnya. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Secara skematis hubungan beberapa landasan hukum diatas dapat digambarkan pada diagram alur pada gambar 2.2, sebagai berikut:
9
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(pasal 4)
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan (pasal 27-37)
UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (pasal 12, 16 dan 21)
Perhitungan DAU (dana alokasi umum)
Pembuatan peta dasar
Mengamanati dibuatnya
Undang-undang pembentukan daerah ASPEK TEKNIS Mensyaratkan
Cakupan wilayah dengan batas yang jelas
penegasan batas
Permendagri no 1 tahun 2006
Gambar 2.1 Skema dasar hukum dalam penegasan batas daerah di darat.
2.2
Konsep Spatial Ada beberapa konsep Spatial yang perlu dipahami dalam memahami konsep
penegasan batas darat daerah. Konsep Spatial tersebut antara lain adalah sistem koordinat, sistem referensi koordinat, sistem koordinat geodetik, sistem proyeksi, sistem proyeksi UTM, skala peta dan arah utara. A. Sistem Koordinat Koordinat adalah pernyataan Posisi suatu titik secara kuantitatif (baik dalam 1D, 2D, 3D, ataupun 4D). koordinat tidak hanya memberi deskripsi kuantitatif tentang posisi, tapi juga pergerakan (trayektori) suatu titik. Untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi, diperlukan suatu sistem dalam menyatakan suatu koordinat yang
10
disebut sistem koordinat. Sistem koordinat memudahkan pendeskripsian, perhitungan dan analisa, baik yang sifatnya geometrik maupun dinamik [Abidin,1997]
B. Sistem Referensi Koordinat Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sistem referensi digunakan sebagai acuan untuk menyatakan nilai suatu titik. Realisasi praktis dari sistem referensi adalah kerangka referensi. Kerangka referensi digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik titik. Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek. Berikut merupakan jenis-jenis sistem referensi yang biasa dipakai dalam pendeskripsian posisi [Abidin,2001]: 1. CIS (Conventional Inertial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk pendeskripsian posisi dan pergerakan satelit. Sifatnya geosentrik dan terikat langit. 2. CTS (Conventional Terestrial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk menyatakan posisi di permukaan bumi. Sifatnya geosentrik dan terikat bumi.
Gambar 2.2 Sistem Koordinat WGS 84[abidin, 2006] 11
Salah satu realisasi dari CTS adalah WGS 84 (World Geodetic System 84). WGS 84 adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem navigasi GPS. WGS 84 pada prinsipnya adalah sistem koordinat CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA (National Imaery and Mapping) Amerika Serikat. Berikut merupakan parameter WGS 84 : b = 6356752,3142 m; f = 1/298,257223563; e = 0,00669437999013. Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu sistem referensi WGS-84[Abidin,2006].
C. Sistem Koordinat Geodetik Sistem koordinat geodetik mempunyai parameter lintang, bujur dan tinggi geodetik. Sistem koordinat geodetik mengacu pada ellipsoid referensi tertentu yang dipakai untuk mendekati model permukaan bumi dimana nilainya bergantung pada ukuran, bentuk dan orientasi ellipsoid. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geodetik berada pada pusat ellipsoid. namun, pusat ellipsoid belum tentu berada pada titik pusat massa bumi. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat geodetik terikat ke bumi. Posisi suatu titik dalam sistem koordinat geodetik dinyatakan dalam basaran sudut dan jarak, seperti yang di jelaskan sebagai berikut : ϕ (Lintang )
= sudut yang dibentuk oleh normal ellipsoid yang melalui
titik tersebut dengan bidang ekuator, yang nilainya berkisar -90o≤ ϕ ≤ 90o. λ (Bujur)
= sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat
ellipsoid dan meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya berkisar 0o≤ λ ≤180o E dan −180o W ≤ λ ≤ 0o .
12
h (Tinggi)
= tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang
normal ellipsoid yang melalui titik tersebut.
D. Sistem Proyeksi Sistem proyeksi adalah sistem penyajian permukaan bumi yang tidak beraturan pada suatu bidang datar dengan metode geometris dan matematis tertentu. Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya :
Gambar 2.3 Proyeksi Peta[prijatna, 2005]
Untuk dapat melakukan sebuah
proyeksi peta diperlukan sebuah bidang
proyeksi. Bidang proyeksi adalah bentuk-bentuk matematika yang dapat dijadikan bidang datar, dapat berupa: 1. Bidang datar; 2. Kulit silinder; 3. Kulit kerucut.
13
Gambar 2.4 Bidang proyeksi peta
Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, maka dapat dimengerti bahwa akan terjadi distorsi antara bumi dengan bidang proyeksi. Oleh karena itu, berdasarkan sifat distorsinya proyeksi peta terbagi atas: 1. Ekidistan yaitu dengan mempertahankan nilai jarak; 2. konform
yaitu dengan mempertahankan
besarnya sudut dan
bentuk; 3. ekivalen yaitu dengan mempertahankan luas suatu daerah.
Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.Tidak ada model proyeksi peta terbaik. Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar. Beberapa model proyeksi peta telah didesain optimal agar semua jenis distorsi magnitudenya tidak terlalu besar. Pembuat peta harus memilih model proyeksi peta yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti meminimalkan distorsi fitur-fitur yang sekiranya penting [Prijatna, 2005].
14
Ada banyak sistem proyeksi peta yang dikenal, diantaranya Mercator, Lambert,Polyeder, Tranverse mercator, Universal Transverse Mercator(UTM) dan Tranverse Mercator 3o. Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator(UTM) dan Tranverse Mercator 3o merupakan sistem proyeksi yang diterapkan pada pemetaan di Indonesia.
E. Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Universal Transverse Mercator (UTM) adalah sistem proyeksi Transverse Mercator yang cakupannya dibatasi pada area ∆λ=±3o atau dengan lebar zona 6o serta faktor perbesaran pada meridian sentral sebesar 0.9996[Prijatna, 2005].
Gambar 2.5 Zona UTM Dunia[prijatna, 2005]
Univesal Tranverse Mercator menggunakan lebar zona proyeksi yang cukup lebar untuk dapat memetakan daerah yang luas, berikut ini merupakan tabel zona proyeksi UTM untuk wilayah Indonesia:
15
Tabel 2.1 Daftar Zona Proyeksi UTM Untuk Wilayah Indonesia Universal Transverse Mercator No Zona
Mer. Sentral o o
Mer. Batas Barat
Timur
90
o
96
o
96
o
102
o
46
93
47
99
48
105
o
102
o
108
o
49
111
o
108
o
114
o
50
117
o
114
o
120
o
51
123
o
120
o
126
o
52
129
o
126
o
132
o
53
135
o
132
o
138
o
54
141
o
138
o
144
o
[soedomo,2004]
F. Tranverse Mercator 3o Sistem proyeksi ini diterapkan di Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional(BPN) untuk seluruh kawasan indonesia. Lebar zona sistem proyeksi ini adalah 3o agar distorsi jarak tidak besar dan distorsi sudut ditiadakan.(soedomo, 2003)
G. Garis Kerangka peta Gariss kerangka peta dibagi menjadi 2,yaitu 1. Grid Garis-garis pada muka peta yang tergambar saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan koordinat proyeksi. Penyajian garis grid pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala besar. Pada beberapa peta untuk keperluan teknis, sering digunakan garis grid dengan sistem koordinat lokal yang hanya dapat digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Untuk suatu pemetaan sistematis (misalnya peta dasar nasional) harus digunakan sistem grid yang sifatnya seragam (universal).
16
2. Gratikul Garis-garis pada muka peta yang tergambar tidak saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan koordinat geografis. Penyajian garis gratikul pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala kecil. (hadwi,2011)
Gambar 2.6 Gratikul dan Grid
H. Skala Peta 1. Pengertian Skala Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di permukaan bumi. Pada peta skala 1:50.000, jarak 1 cm di peta berati 50.000 cm atau 500 meter di lapangan. Andaikan diukur jarak 3 cm di peta skala 1:50.000, ini berarti jarak di lapangan adalah[Bakosurtanal, 2004]: 3 cm di peta
= 3 x 50.000 cm = 150.000 cm 17
= 1,5 km di lapangan 2. Pernyataan Skala Peta Ada dua (2) cara menyatakan skala pada peta, yaitu: a) Cara numerik atau angka, misalnya 1:50.000, 1:100.000, 1:500.000, dan lainnya. b) Cara grafis, seperti gambar di bawah ini
Gambar 2.7 Skala-skala grafis pada peta batas daerah
18