Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
BAB II DASAR TEORI DAN KRITERIA PERENCANAAN
2.1 Hidrologi Banjir Sesuai dengan karakteristik dan fenomena hidrologi suatu daerah pengaliran sungai, debit yang mengalir melewati sungai tersebut sering berubah-ubah dan tidak beraturan. Sehingga puncak banjir yang terjadi akan berbeda dari tahun ke tahun. Apabila diperhatikan puncak banjir setiap tahunnya, kadang-kadang terjadi puncak banjir yang sangat besar pada tahun tertentu, dan pada tahun-tahun lainnya terjadi puncak banjir yang cukup rendah. Apabila angka-angka tersebut disusun secara berurutan akan tampak bahwa angka puncak debit banjir yang didapat tidak beraturan (random) tetapi sering mengikuti pola-pola tertentu.
Jika suatu saat, di sungai tersebut akan dibangun bangunan air, maka dalam perencanaan nya harus memperhitungkan angka debit banjir rencana (design flood). Banjir rencana merupakan probabilitas debit banjir yang pantas dipergunakan dalam merencanakan suatu bangunan hidrolis sesuai dengan fungsi dan umur rencana bangunan tersebut sehingga dalam analisa hidrologinya akan menerapkan metoda statistik dengan menggunakan parameter ekstrim.
Besarnya debit banjir rencana dapat diperkirakan melaui dua jenis data yaitu, pada data tinggi muka air sungai ataupun danau yang dapat menunjukkan tabiat debitnya dan data curah hujan ekstrim. Dalam perkembangannya, debit banjir dengan menggunakan data curah ekstrim lebih banyak dipakai karena data tersebut mudah diperoleh dan telah cukup panjang terekam pada stasiun-stasiun hujan sedangkan data debit sungai yang tersedia seringkali tida ada dan tidak cukup panjang secara statistik.
Secara umum, besarnya debit banjir rencana dengan curah hujan maksimum akan diperkirakan dengan dua metode yaitu metode rasional dan metode empiris/ berdasarkan hydrograf. Alur perhitungannya akan mengkuti diagram alir berikut ini :
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-1
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2. 1
2.1.1
Flowchart Perhitungan Banjir Rencana
Curah Hujan Ekstrim
Sesuai dengan konsep probabilitas yang dipakai, maka data curah hujan yang akan dikumpulkan adalah data curah hujan ekstrim. Sebagai penunjang selain data curah hujan maksimum juga dikumpulkan data-data hidrologi lainnya, yaitu : 1. Pengumpulan data iklim Pengumpulan data iklim yang lain (terbaru) selama minimum 5 tahun berturut-turut dari stasiun iklim terdekat.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-2
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2. Data Curah Hujan Pengumpulan data curah hujan harian maximum selama minimum 10 tahun berturut-turut. Data curah hujan harian maximum selanjutnya akan dipakai sebagai dasar dalam penentuan debit banjir sungai untuk daerah yang bersangkutan. 3. Pengumpulan data informasi banjir Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan serta saat terjadinya) baik dengan pengamatan langsung dengan memperhatikan bekas-bekas tanda-tanda banjir di pohon atau rumah atau wawancara dengan penduduk setempat.
Serangkaian data hujan maksimum yang diperoleh selama periode minimal 10 tahun berturut-turut selanjutnya akan dianalisa sehingga akan diperoleh karakteristik curah hujan wilayah tersebut. Analisa-analisa tersebut meliputi : 1. Analisa Data Hujan/Interpretasi Data Hujan 2. Analisa Frekwensi Hujan Ekstrim 3. Analisa Intensitas Curah Hujan
2.1.1.1 Analisa Data Hujan/Interpretasi Data Hujan
Data hasil rekaman yang diambil dari stasiun-stasiun hujan bersangkutan akan diinterpretasi dan divalidasi agar data curah hujan maksimum yang telah diperoleh konsisten dan valid. Proses-proses interpretasi dan validasi data curah hujan meliputi : 1. Menaksir data curah hujan yang hilang Apabila terdapat data curah hujan yang tidak lengkap atau “hilang “ maka dapat ditaksir dengan tiga cara pendekatan yang dapat ditempuh yaitu dengan rata-rata aljabar, ratio normal, dan kebalikan kwadrat jarak. 2. Menghitung hujan rata-rata pada suatu daerah aliran (catchment area) Tujuan dari menghitung hujan rata-rata adalah merubah hujan titik (point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) sehingga data hujan yang semula didapat dari perhitungan rekaman stasiun hujan berupa data titik (point rainfall) dapat dikonversi menjadi hujan wilayah (regional rainfall). Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-3
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Untuk menghitung hujan wilayah ini dapat menggunakan tiga cara pendekatan yaitu ; menggunakan cara rata-rata aljabar, poligon thiessen, dan cara isohyet. 3. Uji konsistensi data hujan Agar data hujan yang didapat konsisten atau tidak maka dapat diketahui dengan melaksanakan uji konsistensi data hujan dengan cara double mass curve, yaitu dengan cara akumulasi curah hujan wilayah.
2.1.1.2 Analisa Frekwensi Hujan Ekstrim Analisis frekuensi hujan ekstrim ditujukan untuk memperkirakan masa datangnya peristiwa hujan dalam suatu periode t tahun tertentu. Penentuan curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu dihitung dengan metode Gumbel, dan Log Pearson Type III. Data-data curah hujan yang diperlukan adalah data hujan harian maksimum pada tiap tahun, data yang tersedia sekurang-kurangnya adalah selama 10 tahun berturut-turut. 1. Distribusi Frekuensi Gumbel Metoda distribusi Gumbel banyak digunakan dalam analisis frekuensi hujan mempunyai rumus : xT = µ + K T S
xT = µ + (
(2-1)
yT − y N )S SN
Dimana:
KT = −
6 Tr 0.5772 + ln π Tr − 1
Tr yT = − ln ln Tr − 1 XT
= Nilai X untuk periode ulang T tahun (mm)
K
= Faktor frekuensi
Sn, Yn = Faktor pengurangan deviasi standar rata-rata sebagai fungsi dari jumlah data, diperoleh dari tabel 2. Distribusi Log Pearson Type III Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-4
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
log xT = log x + K T S log( x )
(2-2)
Dimana: Cs
= Koefisien skewness N
N ∑ (log xi − log x) 3 Cs = KT
i −1
( N − 1)( N − 2)( S log x ) 3
= Koefisien frekuensi didapat dari tabel dengan nilai Cs tertentu
Dari kedua metode tersebut didapat curah hujan maksimum berdasarkan periode ulang (retun period) dan untuk mengetahui hasil yang terbaik dapat diketahui dari nilai simpangan terkecil dengan menggunakan metode Chi-square (X2) dan metode Kolmogorov Smirnov. Selain itu pengujian keandalan analisis frekuensi juga dapat diketahui dari batas selang kepercayaan (confidence limit) dan kesalahan standar (standard error). Menurut Distribusi Gumbel perkiraan standar kesalahan Se dipakai untuk mengukur standar deviasi dari urutan kejadian dan garis selang kepercayaan dinyatakan dengan :
X T ± SeZα
(2-3)
1 1 2 Dimana Se = 1 + 1.1396 K T + 1.1000 K T 2 × S n
(
)
Untuk selang kepercayaan 95 %
= α =0.025 → Z α = 1.96
Untuk selang kepercayaan 90 %
= α =0.5 → Z α = 1.645
Untuk selang kepercayaan 80 %
= α =0.1 → Z α = 1.282
2.1.1.3 Analisa Intensitas Curah Hujan (IDF) Ekstrim Intensitas Curah Hujan (Intencity Duration Frequency) adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebiut berkonsentrasi. Analisa Intensitas Curah Hujan dapat diproses melalui data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Intensitas Curah Hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan (mm/jam), yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu perjam.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-5
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Intensitas Curah Hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya (duration) hujan turun, yang disebut Intensitas Duration Frequency (IDF). Oleh karena itu diperlukan data curah hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya didapatkan dari dari data pengamatan Curah Hujan Otomatik dari kertas diagram yang terdapat pada peralatan tersebut. Seandainya data curah hujan yang ada hanya Curah Hujan Harian, maka oleh Dr. Mononobe dirumuskan Intensitas Curah Hujannya sebagai berikut:
R 24 I = 24 24 t
2
3
(2-4)
Dimana I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) t = Lamanya Curah Hujan (jam) R24 = Curah Hujan Maksimum dalam 24 jam (mm) Dalam hal tersedia data curah hujan tahunan maka dalam perhitungan Intensitas Curah Hujan juga dapat menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: 1. Formula Talbot
I=
a t +b
(2-5)
Dimana : I
= Intensitas Curah Hujan (mm/tahun)
t
= Lamanya Curah Hujan (jam)
a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya Curah Hujan yang terjadi di Daerah Aliran
[ It ].[I 2 ] − [I 2t ].[I ] a= N [I 2 ] − [I ][. I ] b=
[I ][I × t ] − N [I 2t ] N [I 2 ] − [I ][I ]
2. Formula Sherman
I=
a tn
(2-6)
Dimana:
log a =
[log I ][log t ]2 − [log t log I ][log t ] 2 N [log t ] − [log t ][log t ]
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-6
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
n=
[log I ][log t ] − N [log t × log I ] 2 N [ log t ] ] − [log t ][log t ]
3. Formula Ishiguro I=
a t +b
(2-7)
Dimana: a=
[I t ][I ]− [I t ][I ]
b=
[I ][I
2
2
[ ]
N I 2 − [I ][I ]
] [
t − N I2 t N I 2 − [I ][I ]
[ ]
]
Hidrograf Banjir Hidrograf adalah grafik yang menyatakan hubungan antara elevasi (taraf) muka air 2.1.2
atau aliran (debit) dengan waktu. Untuk menentukan debit banjir digunakan cara analisis hidrograf dengan mengambil nilai puncak (peak flow) dari volume banjir (flood volume).
Untuk aliran banjir (flood flow) dapat diperoleh dari hydrograf aliran banjir, yaitu nilai debit puncak (peak flow) untuk data sesaat (instantaneous peak) daripada volume banjir (flood volume).
Hidrograf Satuan Hidrograph satuan bisa pula didefinisikan sebagai hidrograph limpasan langsung 2.1.2.1.
(Direct Run-off Hydrograph = DRH) yang disebabkan oleh hujan merata berlebih (excess rainfall) stebal 1 cm atau 1 inchi yang tersebar merata diatas daerah tadah dalam jangka waktu tertentu.
Konsepsi hidrograf satuan dicetuskan oleh Sherman pada tahun 1936. Konsep ini sangat bermanfaat dalam analisa hidrologi dan merupakan suatu pendekatan yang sangat baik dalam memahami relasi antara rainfall dan run off. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan dibatasi dalam : Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-7
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
1. keadaan daerah pengaliran harus cukup merata (geologi, tanaman penutup) 2. luas daerah pengaliran tidak terlalu besar (maximum 2500 mile2)
Parameter-parameter yang digunakan dalam Hidrograf Satuan adalah : a.
tp
= Time log, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik berat hidrograf
b. Tp
= Peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf dan saat debit maksimum
c. Tb
= Time base hydrograf.
Gambar 2. 2
Hidrograph satuan
Hidrograf Satuan Sintetis SCS Jika tidak ada tersedia pengukuran secara langsung mengenai hidrograf banjir maka
2.1.2.2.
maka dapat dilakukan pendekatan dengan hidrograf satuan sintetis. Hidrograf satuan sintetis didasarkan pada karakteristik fisik daerah tadah (catchment area). Salah satu bentuk hidrograf satuan sintetis yang dikembangkan dalam analisis banjir adalah hidrograf satuan sintetis Soil Conservation Service (SCS) yang tidak berdimensi, unit hidrograf tersebut dibuat oleh Victor Mockus pada tahun 1950. Hidrograf ini dibuat berdasarkan pada analisis sejumlah besar unit hirograf alami dari berbagai ukuran catchment dan lokasi geografis. Metode ini dikenal dengan sebagai unit hidrograf buatan SCS dan telah digunakan di berbagai tempat untuk catchment ukuran sedang.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-8
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Untuk menghitung catchment lag (t2 lag), cara SCS menggunakan dua cara, yaitu: curve number dan cara kecepatan.
1. Cara curve number dibatasi untuk catchment area kurang dari 8 km2, walaupun kenyataannya dapat digunakan hingga luas 16 km2.
Pada curve number, kelambanan (lag) digambarkan dengan formula berikut : tl =
L0.8 ( 2540 − 22.86CN ) 0.7 14104CN 0.7Y 0.5
(2-8)
Keterangan: = catcment lag (jam) tl L = panjang hidrolik (panjang diukur sepanjang alur sungai utama) (m) Y = kemiringan rata-rata daerah cathment (m/m) Dalam metode curve number, rata-rata kemiringan lahan catcment diperoleh dengan memetak-metak catchment dan menghitung rata-rata kemiringan petak-petak tersebut.persamaan diatas dibatasi untuk curve number antara 50-95. 2. Cara kecepatan digunakan untuk catcment lebih besar dari 8 km2, atau curve number selain 50-95. sungai utama dibagi menjadi potongan-potongan, dan banjir 2 tahunan atau debit penuh (bank full discharge) diperhitungkan. Dalam kasus sesungguhnya, akan lebih baik menggunakan debit 10 tahunan atau lebih. Kecepatan rata-rata dihitung, dan waktu konsentrasi tiap potongan dihitung dengan menggunakan panjang potongan atau jarak lurus. Jumlah waktu konsentrasi untuk semua potongan (jarak lurus) merupakan waktu konsentrasi catchment. Kelambanan (lag) dihitung dengan rumus :
tt 6 = t c 10
(2-9)
Keterangan: tl = lag tc = waktu konsentrasi.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-9
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Rasio ini digunakan umumnya untuk catchment ukuran sedang. Besarnya rasio waktu puncak (ratio of time to peak, tp) tetap terhadap durasi hidrograf satuan yaitu: tp tr
=5
(2-10)
Mengasumsikan curah hujan tidak seragam, untuk mudahnya waktu puncak didefenisikan sebagai berikut: tp =
tr + tl 2
Dari dua persamaan diatas didapat persamaan sebagai berikut: tp tl
=
t 10 2 dan r = 9 tl 9
Dari persamaan tersebut, maka: tr = 15 tc Untuk memperoleh formula aliran puncak unit hidrograf SCS, rasio Tb/tp = 8/3 maka digunakan persamaan
Qp =
2.08 A tp
(2-11)
Keterangan : Qp = Aliran puncak unit hidrograf untuk 1 cm hujan efektif (m3/dt) A = Catchment Area (km2) tp = waktu puncak (jam) Jika tp dan Qp sudah didapat, unit hidrograf SCS digunakan untuk mentukan ordinat unit hidrograf. Bentuk unit hidrograf tidak berdimensi lebih mirip dengan unit hidrograf alami dibandingkanunit hidrograf bentuk segitiga (Tb/Tp = 8/3) ketika digunakan untuk membentuk waktu puncak. Unit hidrograf tidak berdimensi memiliki nilai Tb/tp = 5. Nilai unit hidrograf SCS disajikan dalam tabel berikut, dengan interval 0.2 (t/tp).
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-10
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2. 1 Ordinat Hidrograf Satuan SCS t/tp Q/Qp t/tp Q/Qp 0.00 0.00000 1.80 0.39000 0.20 0.10000 2.00 0.28000 0.40 0.31000 2.20 0.20700 0.60 0.66000 2.40 0.14070 0.80 0.93000 2.60 0.10700 1.00 1.00000 2.80 0.07700 1.20 0.93000 3.00 0.05500 1.40 0.78000 3.20 0.04000 1.60 0.56000 3.40 0.02900
Gambar 2. 3
t/tp 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00
Q/Qp 0.0210 0.0150 0.0110 0.0100 0.0070 0.0030 0.0015 0.0000
Hidrograph sintetis
Rasio Tb/tp tetap konstan (8/3). Demikian juga, ketika kelambanan (lag) dihitung dengan cara kecepatan, rasio tl/tc tetap konstan (6/10).
Pada umumnya, nilai Tb/tp = 8/3 dapat mempermudah bentuk unit hidrograf lain. Nilai Tb/tp yang lebih besar mengakibatkan storage catchment yang lebih besar. Oleh karena itu, karena metode SCS memastikan nilai rasio, hidrograf ini seharusnya dibatasi untuk catcment area sedang dalam spektrum ujung bawah (2.5-250 km2). Sedangkan untuk catchment yang lebih besar dapat digunakan metode Synder. Karena metode Synder memberikan variabel Tb/tp yang dapat digunakan untuk catcment yang lebih besar (250– 5000 km2). Menurut Synder lama waktu puncak (tp)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-11
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
merupakan selang waktu antara pusat massa hujan efektif (excess rainfall) dengan puncak hidrograf yang dirumuskan sebagai berikut :
t p = Ct.( L × Lc ) 0.3
(2-12)
Dimana: Ct = koefisien berkisar antara 1.1 – 1.4 L = panjang sungai utama (km) Lc = panjang pusat massa sungai (km) tp = waktu puncak (jam) Dengan rasio Tb/tp yang fleksibel maka penggunaan SCS dapat lebih luas. Hal ini diperlihatkan oleh rasio p volume puncak (volume to peak), volume dibawah lengan yang naik dari unit triangular hidrograf, terhadap volume unit hidrograf triangular berbanding terbalik dengan rasio Tb/tp. Untuk mudahnya pada kasus unit hidrograf standar, Tb/tp = 8/3, dan p = 3/8, dalam persamaan dapat ditulis : Qp =
2 pA tp
(2-13)
Dengan persamaan diatas SCS dapat diubah dalam bentuk dua parameter model seperti halnya cara Synder sehingga meningkatkan fleksibelitas yang pada tujuan akhirnya dapat meningkatkan penggunaan SCS itu sendiri.
Metode Rasional Untuk menghitung besar debit banjir berdasarkan data curah hujan yang cukup 2.1.3
panjang secara statistik dapat digunakan metode Rasional yang dalam teknik penyajiannya juga memasukkan faktor curah hujan, keadaan fisik dan sifat hidrolika daerah aliran.
Persamaan dasar (Metric Unit) yang digunakan dalam metode rational adalah : Q = 0.278 × C × I × A
(2-14)
Dimana : C = koefisien runoff I = intensitas hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = luas daerah aliran (km2) Q = debit maksimum (m3/dt)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-12
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Rumus diatas didasarkan pada anggapan bahwa: 1. Luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) kurang dari atau sama dengan 12,50 Km2 atau kurang dari 40 ha. 2. Curah hujan terjadi serentak seragam menurut waktu; 3. Curah hujan terjadi tersebar seragam menurut ruang; 4. Durasi hujan selalu lebih lama dibanding dengan waktu konsentrasi aliran. 5. Proses simpanan alur (channel storage processes) dapat diabaikan. 6. dan Intensitas hujan maksimum selama waktu konsentrasi diperoleh dari kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF)
Metode rasional tidak berlaku apabila curah hujan bervariasi menurut waktu dan ruang dan waktu konsentrasi terlalu lama dibanding durasi hujan. Perhitungan dengan metode rasional akan menghasilkan suatu angka debit yaitu debit pada saat puncak banjir. Yang termasuk dalam perhitungan metode rasional adalah: 1. Metode Haspers 2. Metode Melchior 3. Metode Dr. Mononobe.
Metode Haspers Rumus : QT = α. β. q. F
2.1.3.1.
dimana : α β q f QT
(2-15)
= Run off coefficient = Reduction coefficient = Intensitas hujan yang diperhitungkan (m3/km2/det) = Luas daerah pengaliran = Debit dengan kemungkinan ulang T tahun
Prosedur perhitungan a. α =
1 + 0.012 f 0.7 1 + 0.075 f 0.7
t + 3.7 x10 −0.4t f 0.75 x β 12 t 2 + 15 0.8 -0.3 c. t = 0.1 L I b.
1
= 1+
d. RT = e. r =
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
R + S.UT
t .R t + 1 − 0,008.(260 − R )(2 − t ) 2
(untuk t < 2 jam)
II-13
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
t.R (untuk 2 jam < t < 19 jam) t +1 r = 0,707 R (t + 1) (untuk 19 jam < t < 30 hari) r f. q = (t dalam jam) 3,6t r (t dalam hari) q= 86,4t = Panjang sungai = Kemiringan = Curah hujan maksimum
r =
dimana : L I R
R
= Curah hujan maksimum tahunan rata-rata = perioda pengamatan = intensitas hujan
t r
Metode Melchior Rumus :Q maks = α. β. q. f
2.1.3.2.
dimana : α β
q f Qmaks
(2-16)
= Run off coefficient = Reduction coefficient hujanrata − rata = pada daerah dan waktu yang sama hujanmaksimum = Intensitas hujan yang diperhitungkan (m3/km2/det) = Luas daerah pengaliran (km2) = Debit maksimum
Prosedur perhitungan q = f(F,T) T=
1000 L v
v = f(α, β, q, f, i) dinyatakan secara grafis Perhitungan dilakukan dengan cara “ Trial and error” Pertama-tama ditaksir nilai q dengan tabel di bawah ini :
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-14
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2. 2 Nilai q terhadap nF
Perhatian : Grafik hanya α = 0.52 1
(α ) 5 Untuk α ≠ 0.52 harga v harus dikalikan dengan 0.52 2.1.3.3.
Metode Dr Mononobe
Rumus:Q =
α .r. f
3.6 = Run off coefficient dimana : α r = Intensitas hujan (mm/jam) f = Luas daerah pengaliran (km2) Qmaks = Debit banjair (m3/det)
(2-17)
Prosedur perhitungan (∆H ) (km/jam) V = 72 L L t= (jam) V R 24 r= (mm/jam) 24 t
Parameter-Parameter Metode Rasional Beberapa parameter yang digunakan dalam Metode rasional antara lain : 2.1.3.4.
1. Waktu Konsentrasi (tc) Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan dari titik terjauh yang ditinjau pada daerah pengaliran yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju saluran
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-15
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
terdekat ( to ) dan waktu mengalir dalam saluran ke suatu tempat yang ditinjau pada studi ( td ).
tc = to + td
(2-18)
a) Perhitungan nilai to • Aliran limpasan dengan DAS sangat kecil dan tali air ≤ 100 m n.L 30 (menit) to = ( o ) 0.8 PT So
(2-19)
• Aliran terhampar
180.n.( Lo ) 1 / 3 (menit) to = ( S ) 1/5 Dimana : to = n = Lo = PT = S
(2-20)
waktu melimpah ( menit ) dengan prioda ulang T tahun kekasaran Manning panjang tali air ( m ) tinggi hujan harian dengan prioda ulang T tahun
=
kemiringan medan/ lapangan (%)
Deskripsi harga kekasaran Manning (n) untuk setiap permukaan : Tabel 2. 3 Koefisien Kekasaran Manning
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-16
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Deskripsi harga kekasaran Manning (n) untuk permukaan tanah : Tabel 2. 4 Harga Kekasaran Manning berdasarkan jenis permukaan tanah
Nilai to dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : • Kekasaran permukaan tanah yang bersifat menghambat aliran • Kemiringan tanah yang mempengaruhi kecepatan pengaliran diatas permukaan • Adanya lekukan pada tanah, menghambat atau mengurangi jumlah air yang mengalir • Jarak titik terjauh tali air yang menuju ke inlet • Banyaknya jumlah bangunan yang ada mempengaruhi jumlah air yang meresap b) Perhitungan nilai td Rumus pendekatan untuk menghitung waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir didalam saluran ditentukan oleh karakteristik hidrolis. Rumus Manning dianjurkan dipakai untuk saluran buatan dengan atau tanpa pasangan (lining). Untuk saluran alami dianjurkan menggunakan rumus De Cezy.
td =
L V
(2-21)
Dimana : L = panjang saluran V = kecepatan rata-rata dalam saluran 1 2 / 3 1/ 2 = V S n n = kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis ( m ) S = kemiringan saluran
Harga perkiraan kecepatan rata-rata dalam saluran alami : Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-17
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2. 5 Harga Perkiraan kecepatan rata-rata dalam saluran alami
2. Koefisien pengaliran (run off) Koefisien pengaliran diperoleh dari hasil perbandingan antar jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir. Penerapan koefisien pengaliran ( C ) untuk metoda rasional disesuaikan dengan rencana tata guna tanah rencana pengembangan kota.
Tabel 2. 6 Angka Koefisien Runoff Berdasarkan Hasil Penyelidikan Dr. Mononobe Keadaan Daerah Aliran bergunung dan curam pegunungan tersier sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan bawahnya tanah datar yang ditanami sawah waktu diairi sungai bergunung sungai dataran
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
Koefisien Runoff 0,75 - 0,90 0,70 - 0,80 0,50 - 0,75 0,45 - 0,60 0,70 - 0,80 0,75 - 0,85 0,45 - 0,75
II-18
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Standar Koefisien Runoff terhadap kondisi permukaan : Tabel 2. 7 Standar Koefisien Runoff Kondisi Permukaan (Ground Surface) Roadway : -Paved Road -Gravel Road Shoulder and Slope : -Fine Grained Soil -Coarse Grained Soil -Hard Rock -Soft Rock Turf and Slope : -Grade 0 - 2 % -Grade 2 - 7 % -Grade > 7 % Turf Covered Cohesive Soil : -Grade 0 - 2 % -Grade 2 - 7 % -Grade > 7 % Roof Bare Lot Park with Abundant Turf and Tress Plat Mountains Area Attep Mountains Area Pady Filed and Water Body Cultivated Field
Koefisien Runoff 0,70 - 0,90 0,30 - 0,70 0,40 - 0,70 0,10 - 0,30 0,70 - 0,95 0,50 - 0,75 0,05 - 0,10 0,10 - 0,15 0,15 - 0,20 0,50 - 0,10 0,10 - 0,15 0,25 - 0,35 0,75 - 0,95 0,21 - 0,40 0,10- 0,25 0,30 - 0,70 0,50 - 0,70 0,70 - 0,80 0,10 - 0,30
Tabel 2.8 Koefisien Runoff rata-rata terhadap tata guna tanah Tata Guna Tanah (Land Use) : - Downtown Area - Area Adjacent to Downtown Industrial : - Less Congested Area - Congested Area Residential Area : - Residential Area with Little Bare Lot - Housing Estate - Residential Area with Bare Lots and Gardens Greend zone & Others : - Park and a Graveyard - Athletic Ground - Marshalling Yard - Pady Field and Forest Commercial Area
Koefisien Runoff 0,70 - 0,95 0,50 - 0,70 0,50 - 0,80 0,60 - 0,90 0,65 - 0,80 - 0,70 0,30 - 0,70 0,10 - 0,25 0,20 - 0,35 0,20 - 0,40 0,10 - 0,30
Untuk daerah pengaliran dengan tata guna tanah yang berbeda-beda besarnya koefisien pengaliran ditetapkan dengan mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah dengan rumus :
C=
C 1 A 1 + C 2 A 2 + ..... + C n A n Ai
(2-22)
3. Luas Daerah Pengaliran Luas daerah pengaliran harus diperhitungkan dengan akurat, karena merupakan salah satu elemen perhitungan volume limpasan pada metoda
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-19
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
rasional. Luas dihitung berdasarkan tributary area yang limpasan airnya menjadi beban profil pada saluran outlet. Informasi daerah pengaliran antara lain meliputi : • Tata guna tanah pada masa kini dan perencanaan pada masa mendatang • Karateristik tanah dan bangunan diatasnya pada akhir priode desain • Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran, sekarang dan akhir periode desain
Pengendalian Banjir Beberapa strategi dasar pengendalian banjir (Grigg, 1996) yaitu : 2.1.4
1. Modifikasi dari kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona dan tata guna lahan) 2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) 3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi asuransi, penghindaran banjir (flood proofing) 4. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti penghijauan.
Dalam setiap pengendalian banjir, selain strategi dasar juga harus memegang prinsipprinsip yang tak kalah penting. Antara lain, pengendalian banjir yang dilaksanakan merupakan suatu rencana dengan sistem terpadu yang melibatkan seluruh sektor yang terkait dan dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada tingkat kebutuhan dan sumber daya yang tersedia. Terakhir, pengendalian banjir harus melibatkan seluruh elemen-elemen masyarakat dalam segi teknis ataupun non-teknis. 2.1.4.1.
Metode Pengendalian Banjir
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan strategi
pengendalian banjir tersebut
diatas, sistem pengendalian banjir, berdasarkan metode pengendaliannya, dapat digolongkan atas metode pengendalian banjir dengan bangunan (structural methods) dan metode dengan pengaturan (non structural methods).
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-20
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
1. Metode Struktural (Structural Methods) Penanganan banjir dengan metode struktural pada prinsipnya dilaksanakan dengan membuat stuktur/bangunan air dan menerapkan ilmu rekayasa bangunan dan mengakibatkan berubahnya kondisi eksisting sungai. Beberapa yang termasuk dalam metode struktural antara lain: • Peningkatan Kapasitas Pengaliran Penampang Sungai Peningkatan
kapasitas
pengaliran
pada
penampang
sungai
dapat
dilaksanakan dengan pelebaran sungai atau pengerukan sungai. Kedua metode tersebut diterapkan
dengan memanfaatkan ilmu Hidrolika.
Berdasarkan Rumus Manning : 2
Q = A ×V =
1
1 3 2 R S n
(2-23) dimana: A
= Luas penampang sungai
n
= faktor kekasaran
R
= jari-jari hidrolis
S
= kemiringan dari permukaan air
Gambar 2. 4
Penampang sungai
Keterangan : B1 = Lebar penampang sungai eksisting B2 = Lebar penampang sungai akhir
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-21
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.5 Perluasan saluran vertikal
Keterangan : H1 = Tinggi penampang sungai eksisting H2 = Lebar penampang sungai akhir Bangunan-bangunan air yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengendalian banjir yaitu : • Bangunan Tanggul Tanggul merupakan bangunan penahan air yang dibangun pada jarak tertentu dari sungai. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai pada arah vertikal tanpa perlu mengeruk dasar sungai. Jika tanggul yang dibangun dilengkapi bantaran banjir yang cukup luas, maka meningkatkan kapasitas pengaliran sungai selain terjadi dalam vertikal keatas, juga terjadi dalam arah horizontal.
Gambar 2.6 Pembuatan tanggul sungai
Keterangan : B1 = Lebar penampang sungai eksisting B2 = Lebar penampang sungai akhir • Bangunan Sudetan Sudetan adalah bangunan air berupa saluran pengalih yang berfungsi memperbesar kecepatan dan debit pengaliran akibat meningkatnya kemiringan dasar sungai. Akibat berkurangnya panjang sungai, jarak yang ditempuh aliran banjir menjadi semakin pendek, sehingga air banjir lebih cepat melewati alur sungai. Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-22
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2. 7 Sodetan sungai
Keterangan : L1 = panjang sungai eksisting S1 = kemiringan sungai eksisting H = ketinggian sungai L2 = panjang sungai setelah penyodetan S2 = kemiringan sungai setelah penyodetan • Bendungan dan Kolam Retensi Bendungan dan kolam retensi berfungsi untuk menahan volume banjir didaerah tampungan banjir berupa bendungan atau kolam retensi yang dibangun dibagian hulu daerah yang akan dilindungi. Meskipun jumlah volume banjir sebenarnya tidak mengalami perubahan, namun debit yang mengalir dapat berkurang karena volume banjir ditampung dan dikeluarkan dalam waktu yang lebih panjang (efek rentensi).
Gambar 2. 8 Kolam retensi
Keterangan : Q1 =debit awal sebelum memasuki reservoar Q2 = debit akhir setelah memasuki reservoar
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-23
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2. Metode Non-Struktural (Non-Structural Methods) Penanganan banjir dengan metode non-struktural lebih menekankan pada konsep manajemen tanpa mempengaruhi kondisi/rejime sungai eksisting. Beberapa yang termasuk dalam metode struktural antara lain: a.
Penghijauan atau penghutanan kembali melalui kegiatan penanaman tanaman, rumput, bermacam penutup tanah, dan tanaman serba guna pada Daerah Aliran Sungai yang diharapkan dapat mengurangi laju atau jumlah limpasan air dari DAS, sekaligus mengurasi erosi dan sedimentasi.
b.
Pengendalian pengembangan pengendalian pengembangan daerah bantaran banjir, termasuk peraturan zona tata guna lahan dan pengendalian bangunan, perlindungan banjir/flood proofing, peringatan dan peramalan banjir.
Sistem Drainase Sistem drainase merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan pengendalian 2.1.4.2.
banjir karena tanpa adanya sistem drainase yang baik maka secanggih apapun perencanaan pengendalian banjir maka tidak akan berhasil. 1. Kapasitas Saluran Dalam perencanaan saluran drainase juga mempertimbangkan kapasitas tampungan limpasan air dalam jumlah tertentu tanpa menimbulkan banjir. Karena kapasitasnya yang terbatas maka untuk menghitung kapasitas maksimum saluran drainase dapat digunakan rumus berikut :
Qsaluran = v . A
(2-24)
V = R2/3s1/2 / n (Manning) V = K (R.S) ½ (de Chezy) A = 0,5 (Lb+La)h (bentuk saluran trapesium) A=L.h Di mana: Qsal = kapasitas pengaliran saluran drainase (m3) Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-24
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
V R s n A Lb La H
= kecepatan aliran (m/detik) = radius hidrolik (luas basah) dibagi keliling saluran (m) = kemiringan saluran = koefisien kekasaran = luas penampang basah (m2) = lebar bawah sungai (m) = lebar atas sungai (m) = kedalaman sungai (m)
Rumus di atas berlaku untuk menghitung kapasitas saluran dengan asumsi bahwa aliran yang terjadi adalah aliran seragam.
Tabel 2.9 Koefisien Kekasaran dinding saluran
2. Kecepatan Aliran Penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar tetap Self Cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi tetap aman.
Tabel 2.10
Batasan kecepatan aliran di dalam saluran
3. Kemiringan Saluran dan Talud Kemiringan saluran yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah kemiringan dasar saluran, sedangkan talud saluran adalah kemiringan dinding saluran. Tujuan perencanaannya adalah agar dapat mengalir dengan
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-25
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
pengaliran gravitasi dengan batasan kecepatan maksimum dan minimum sehingga dapat membersihkan endapan sendiri ( Self Cleansing Velocity ).
Perencanaan kemiringan saluran juga dipakai untuk memperhitungkan waktu konsentrasi. Dengan kemiringan saluran yang panjang dan kemiringannya berbeda-beda, maka didapat kecepatan rata-rata. Dengan kecepatan rata-rata dan panjang kumulatif saluran dapat diketahui waktu pencapaian aliran puncak pada suatu profil saluran tertentu dengan rumus :
Tc = Vr =
Li
(2-25)
Vr 1 R n r
Sr = (
2 /3
Sr
Li Si Li
1/2
( Manning )
) 2 ( de Chezy )
(2-26)
(2-27)
Dimana : Sr = kemiringan rata-rata Li = panjang section Si = kemiringan section Sedangkan untuk perencanan talud saluran tergantung pada ada atau tidaknya perkerasan pada saluran, yakni : • Saluran tanpa perkerasan, maka talud saluran adalah 45 ° • Saluran dengan perkerasan space cukup, maka talud saluran adalah 60° • Saluran dengan perkerasan space terbatas , maka talud saluran adalah 90°
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-26
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.2 Gelombang Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai. Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan secara harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat dilihat pada
C
Z
η H=a/2
X
SWL
d atau h L
z = -d
Gambar 2.9 Sketsa definisi gelombang.
Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal: x
=
koordinat horizontal
z
=
koordinat vertikal
atau h =
kedalaman dihitung dari SWL
SWL =
Still Water Level (muka air rata-rata)
n ( x, t ) =
a cos (kx-ωt) = elevasi muka air terhadap muka air rerata
a
=
amplitudo gelombang = (H/2)
H
=
tinggi gelombang = 2 a
L
=
panjang gelombang
T
=
periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.
C
=
kecepatan rambat gelombang = L/T
k
=
angka gelombang = jumlah gelombang = (2π/L)
ω
=
frekuensi gelombang = (2π/T)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-27
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 2.2.1
Teori Pembangkitan Gelombang
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik menarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, dan gelombang tsunami yang terjadi akibat letusan gunung api laut atau gempa bumi di dasar laut.
Diantara gelombang tersebut yang paling berpengaruh dalam perencanan bangunan pantai adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin (yang selanjutnya disebut gelombang) dan gelombang yang dibangkitkan oleh pasang surut. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus, dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Gelombang merupakan faktor utama di dalam penentuan tata letak (layout) pelabuhan, alur pelayaran, dan perencanaan bangunan pantai. Pasang surut juga merupakan faktor penting karena bisa menimbulkan arus yang cukup kuat terutama didaerah yang sempit seperti di teluk, estuari dan muara sungai. Selain itu elevasi muka air pasang surut juga sangat penting dalam perencanaan bangunan pantai. Pasang surut akan dibahas tersendiri pada bagian sub bab Pantai.
2.2.1.1 Angin Angin merupakan pembangkit gelombang laut yang utama. Angin merupakan suatu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi. Pergerakan sirkulasi udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer karena perbedaan posisi bumi yang berbeda-beda sepanjang tahun terhadap matahari. Perubahan temperatur atmosfer juga memacu perbedaan tekanan udara pada bagian-bagian bumi sehingga angin akan bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah. Kecepatan angin diukur dengan sebuah alat yang dikenal sebagai anemometer. Apabila tidak tersedia anemometer, keadaan angin dapat diperkirakan berdasarkan
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-28
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD keadan lingkungan dengan menggunakan skala Beaufort, seperti yang ditunjukkan di bawah ini Tabel 2.11 Skala Beaufort Kecepatan Angin Tekanan Angin P
Tingkat
Sifat angin
Keadaan Lingkungan
0
Sunyi (calm )
Tidak ada angin, asap mengumpul
V (knot) 0-1
(kg/m2) 0.2
1
Angin sepoi
Arah angin terlihat pada arah asap,
1-3
0.8
4-6
3.5
tidak ada bendera angin 2
Angin sangat lemah
Angin terasa pada muka, daun ringan bergerak
3
Angin lemah
Daun/ranting terus menerus bergerak
7-10
8.1
4
Angin sedang
Daun/kertas tertiup,
11-16
15.7
5
Angin agak kuat
Pohon kecil bergerak, buih kecil di laut.
17-21
26.6
6
Angin kuat
Dahan besar bergerak, suara mendesir
22-27
41.0
28-33
60.1
ranting dan cabang kecil bergerak
kawat telepon 7
Angin kencang
Pohon seluruhnya bergerak, perjalanan di luar sukar.
8
Angin sangat kuat
Ranting pohon patah, berjalan menentang angin.
34-30
83.2
9
Badai
Kerusakan kecil pada rumah,
41-47
102.5
10
Badai kuat
Pohon tumbang dan kerusakan besar pada rumah.
48-55
147.5
11
Angin ribut
Kerusakan karena badai terdapat di daerah yang luas
56-63
188.0
12
Angin topan
Pohon besar tumbang, rumah rusak berat.
64
213.0
genting tertiup dan terlempar.
Kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1852 km/jam. Data angin ini dicatat setiap jamnya. Dengan pencatatan angin jamjaman tersebut akan dapat diketahui angin dengan kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin, dan dapat pula dihitung kecepatan angin rerata harian. Sedangkan data angin yang diperlukan untuk perencanaan adalah data data angin maksimum harian tiap jam berikut informasi mengenai arahnya yang diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi setempat.
2.2.1.2 Analisa Data Angin Setelah data angin maksimum dikumpulkan dan dicatat dalam periode sepuluh tahun berturut-turut maka selanjutnya data angin tersebut diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya prosentase kejadiannya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah mata angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut).
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-29
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD Dalam bentuk tabel angka-angka statistik klasifikasi angin tersebut dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose. Dalam gambar tersebut, garis-garis radial adalah arah angin dan tiap lingkaran menunjukkan prosentase kejadian angin dalam periode waktu pengukuran. Penyajian statistik total (semua tahun data yang berhasil dikumpulkan) kadang-kadang tidak mempunyai banyak arti karena musim angin dari bulan ke bulan bervariasi. Yang justru lebih sering dibutuhkan adalah statistik angin bulanan untuk mengetahui perilaku angin dan gelombang yang ditimbulkan menurut bulan kejadiannya. Adapun langkah-langkah analisa angin adalah sebagai berikut: 1.
-
Tentukan besar dan arah dari angin maksimum harian.
2.
-
Kelompokkan data angin tersebut menurut 8 arah mata angin.
3.
-
Hitung prosentase kejadian untuk setiap kecepatan angin pada setiap arahnya.
4.
-
Visualisasi data berdasarkan windrose.
Gambar 2.10 Contoh Windrose
2.2.2
Karakteristik Gelombang
Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisa gelombang adalah perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan gelombang (C), kecepatan sudut gelombang (w), bilangan gelombang (k), dan arah gelombang. Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang diketahui dan selalu tetap besarnya pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui pada suatu posisi dan pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari melalui analisa transformasi gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-30
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD dan kedalaman perairan (h), dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya. Persamaan yang menghubungkan antara T dan k dinyatakan dalam suatu persamaan implisit yang disebut dengan persamaan dispersi seperti di bawah ini:
σ 2 = gk tanh (kd )
(2-28)
Dimana: g = percepatan gravitasi d = kedalaman perairan Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas dengan bantuan metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai berikut:
k=
2π 2π dan σ = L T
(2-29)
maka persamaan dispersi di atas menjadi: 2
2π 2π 2π tanh =g L L T Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di kedalaman perairan tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang gelombang yang dapat dilihat pada SPM Volume 1, 1984. Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan diperoleh:
C=
gT 2πd tanh 2π CT
L=
gT 2 2πd tanh 2π CT
Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di bawah ini:
Cg =
1 2kd C 1 + 2 sinh(2kd )
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-30)
II-31
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 2.2.3 Klasifikasi Gelombang Gelombang yang menjalar dari laut dalam adalah gelombang sinusiodal. Penjalaran gelombang di laut dalam tidak dipengaruhi oleh dasar, tetapi gelombang di laut transisi dan laut dangkal penjalarannya dipengaruhi oleh dasar. Di daerah ini apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di kedalaman yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan lebih kecil daripada bagian yang menjalar di kedalaman yang lebih besar.
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu: Tabel 2.12
Kalsifikasi
diatas
dilaksanakan
Klasifikasi gelombang
untuk
menyederhanakan
persamaan
umum
gelombang.
• Untuk gelombang di laut dalam d/L ≥ 0.5, maka nilai tanh(2πd/L) =1 sehingga persamaan umum gelombang (1) dan (2) menjadi
C=
gT 2π
L=
gT 2 2π
Apabila nilai percepatan gravitasi adalah 9.81 m/det2 maka persamaan umum gelombang menjadi: L = 1.56 T2 Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-31)
II-32
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD • Untuk gelombang di laut transisi, denga nilai 1/20 < d/L < 0.5, maka cepat rambat dan panjang gelombang C L 2π d = = tg Co Lo L
(2-32)
• Untuk gelombang di laut dangkal d/L ≤ 1/20, maka nilai tanh(2πd/L) =2πd/L
C=
gd
C=
g d T = CT
(2-33)
Persamaan diatas
menunjukkan bahwa di laut dangkal cepat rambat dan
panjang gelombang hanya tergantung pada kedalaman air.
2.2.4 Deformasi Gelombang Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh shoaling, refraksi, difraksi, refleksi dan gelombang pecah.
Pantai
Arus longshore
BL
terjadi transformasi gelombang 1. Shoaling 2. Refraksi 3. Difraksi 4. Refleksi 5. Gelombang pecah 6. Longshore current 7. Longshore Transport Laut dalam Ho, To
Gambar 2.11 Transformasi gelombang dari laut dalam
2.2.4.1. Shoaling dan Refraksi Dalam penjalarannya gelombang mengalami transformasi salah satunya adalah shoaling dan refraksi. Shoaling adalah pendangkalan gelombang yang disebabkan oleh berkurangnya cepat rambat gelombang karena kedalaman, karena dengan berkurangnya kedalaman maka gelombang akan terpengaruh oleh dasar laut yang Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-33
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD akan mengakibatkan berkurangnya cepat rambat, sehingga panjang gelombang juga akan berkurang secara linier. Sedangkan refraksi adalah pembelokan gelombang yang terjadi karena variasi cepat rambat gelombang sepanjang puncak gelombang yang bergerak dan membentuk sudut dengan kontur dasar laut, hal ini terjadi karena gelombang laut dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang di laut dangkal, shoaling dan refraksi terjadi secara simultan. Persamaan shoaling dapat diturunkan dari persamaan daya gelombang (P). P = E Cg E=
(2-34) 1 ρ g H 2 = Energi gelombang 8
Cg = n C = kecepatan group gelombang
Gambar 2.12 Shoaling
Gambar 2. 13 Shoaling dan Refraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-34
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD P1 = P2 E1 Cg1 = E2 Cg 2 1 1 ρ g H12 n1 C1 = ρ g H 2 2 n2 C2 8 8 nC H 2 = H1 1 1 = H1 Ks n2 C2 n=
1 2 kh 1 + 2 sin h 2kh
Gambar 2.14 Refraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
2.2.4.2 Difraksi Difraksi adalah fenomena transfer energi yang terjadi secara lateral sepanjang puncak gelombang, dalam arah penjalaran gelombang datang akan terganggu oleh pulau atau rintangan lain dimana hal ini akan membuat gelombang tersebut akan masuk ke daerah terlindung dibelakang rintangan itu. Persamaan difraksi. K '=
H → H = K ' H1 H1
(2-35)
Dimana : K’ = koefisien difraksi H = tinggi gelombang di daerah yang terpengaruh difraksi H1 = tinggi gelombang di daerah yang tidak terpengaruh difraksi
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-35
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.15 Difraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
2.2.4.3 Refleksi Refleksi yaitu pemantulan gelombang sebagian atau seluruhnya karena gelombang datang mengenai/membentur suatu rintangan. Besar kemampuan suatu gelombang memantulkan suatu gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi dan tinggi gelombang datang.
2.2.4.4 Gelombang Pecah Gelombang pecah terjadi apabila tinggi gelombang jauh lebih besar daripada panjang gelombang, sehingga gelombang tidak stabil dan akhirnya pecah, hal ini terjadi karena perubahan kedalaman (daerah dekat pantai dengan kedalaman lebih kecil) maka cepat rambat gelombang akan berkurang seiring dengan berkurangnya panjang gelombang tersebut (refraksi), sehingga akan mengakibatkan kemiringan gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum akan menyebabkan gelombang tidak stabil dan akhirnya pecah. Batas rasio terjadinya gelombang pecah Di laut dalam, Michell (1893)
Ho 1 = 0.142 ≈ Lo 7
(2-36)
Di laut dangkal, Munk (1949)
Hb 1 = H ' o 3.3 H ' o
(
) Lo
1
dan 3
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
db = 1.28 Hb
(2-37)
II-36
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD Dimana : Hb = tinggi gelombang pecah db = kedalaman gelombang pecah H’o = tinggi gelombang datang ( tidak terpengaruh refraksi) di laut dalam Lo = panjang gelombang datang Hb
H 'o
dan db
Hb
bergantung pada slope pantai dan kecuraman gelombang
datang.
Gambar 2.16 Gelombang pecah
Sumber : Principles Of Sediment Transport in Rivers, Estuaries, and Coastal Seas
2.2.5 Peramalan Gelombang Dalam perencanaan bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang yang dapat mewakili spektrum gelombang . Untuk mendapatkan gelombang representatif tersebut dapat dapat dilaksanakan dengan dua cara baik dengan pengukuran langsung ataupun dengan peramalan gelombang (hidcasting) yang mentransformasi data angin menjadi data gelombang.
2.2.5.1.
Pengukuran Langsung
Salah satu cara penentuan tinggi gelombang yang akan digunakan dalam suatu desain bangunan pantai adalah dengan pengukuran langsung. Pengukuran langsung ini dilakukan dengan mengamati gelombang pada lokasi studi (biasanya di daerah surf zone) menggunakan alat yang disebut Wave Recorder.
Gambar 2.17 Wave Recorder
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-37
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD Namun, pencatatan dapat juga dilakukan dengan yang berupa pengamatan naik turunnya muka air yang berurutan pada papan duga dan stop watch atau menggunakan alat pencatat otomatis lainnya seperti wave rider, capitance gage, dan wave pressure gage. Pengamatan dengan peralatan sederhana mempunyai kendala karena tidak bisa memberikan hasil yang teliti dan tidak bisa memeberikan data gelombang secara berurutan. Sedangkan alat pencatat otomatis dapat memberikan hasil pengukuran yang teliti namun sangat mahal dan tak terlepas dari resiko hilang ataupun rusak. Karena pemasalahan tersebut, untuk mendapatkan data gelombang representatif biasanya
menggunakan transformasi data angin menjadi data gelombang
(hindcasting).
2.2.5.2.
Hindcasting
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya. Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:
1. Penentuan Wind Stress Factor (UA) Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor (UA). Adapun koreksi tersebut meliputi: • Koreksi Elevasi Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus dikoreksi dengan persamaan:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-38
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 1
10 7 u10 = u z z
(2-38)
Dimana: 10
= kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)
uz
= kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)
z
= elevasi alat ukur (m)
• Koreksi Durasi Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting, diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup yang diinginkan. Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut: a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin dengan durasi t detik (ut). b. t1 =
1609 det uf
c. Menghitung u3600. uf u3600
=c
u3600 =
uf c
dengan:
45 c = 1.277 + 0.296 tanh 0.9 log untuk 1 < t1 < 3600 detik t c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 detik
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-39
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD d. Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan. ut =c u3600 u u3600 = t c
(2-39)
dengan:
45 c = 1.277 + 0.296 tanh 0.9 log untuk 1 < t1 < 3600 detik t c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 detik Dimana: = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s) uf ut = kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan (m/s) t = durasi waktu yang diinginkan (detik) • Koreksi Stabilitas Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut: u = ut .Rt
(2-40)
Dimana: RT
= rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik
ut
= kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)
Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan penggunaan RT = 1,1.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-40
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.18 Grafik Rasio Amplifikasi.
• Koreksi Lokasi Pengamatan Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil pengukuran di laut. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan: u = ut .RL
(2-41)
Dimana: RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan digunakan grafik ut
=
kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)
Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu dilakukan (RL =1).
Gambar 2.19 Grafik rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-41
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD • Koreksi Koefisien Seret Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data tersebut dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di bawah ini: U A = 0.71U 1.23
(2-42)
di mana: U
= kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)
UA
= wind stress factor (m/s)
2. Daerah Pembentukan Gelombang (Fetch Efektif) Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki arah dan kecepatan angin yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang ditimbulkan oleh angin ditentukan juga oleh panjang fetch. Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang melingkupi titik tersebut di mana dalam area tersebut angin bertiup dengan kecepatan konstan dari arah manapun menuju titik tersebut. Jika tidak dibatasi pulau, maka radius perairannya adalah sebesar 200 km. Namun jika dibatasi pulau, maka radius perairannya bisa kurang dari 200 km, bergantung pada jarak pulau tersebut dari titik tinjau. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat
pulau-pulau
atau
daratan
yang
mempengaruhi
pembentukan
gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi perairan yang ditinjau. Ini karena gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar perairan di dekat pantai.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-42
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD Pada peramalan gelombang, data yang digunakan adalah data-data besar kecepatan angin maksimum harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi ke delapan arah mata angin utama. Selain itu juga dibutuhkan informasi tentang panjang fetch efektif untuk delapan arah mata angin utama. Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut: a)
Tarik garis fetch untuk suatu arah.
b)
Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan –50 dari suatu arah sampai pada batas areal yang lain. Pengambilan nilai 50 ini dilakukan mengingat adanya keadaan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Tiap garis pada akhirnya memiliki 9 garis fetch.
c)
Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan dengan skala peta.
d)
Panjang fetch efektif adalah: k
∑ F cosα i
Feff =
i
i =1 k
∑ cosα
(2-43) i
i =1
Dimana: Fi =
panjang fetch ke-i
ai =
sudut pengukuran fetch ke-i
i =
nomor pengukuranfetch
k =
jumlah pengukuran fetch
2.2.5.3. Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-43
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 1
H mo
0.0016 xU A = g
2
gxFeff U 2 A
2
(2-44)
1
0.2857 xU A gxFeff Tp = U 2 g A
3
(2-45)
2
gxFeff gxt = 68.8 x 2 UA UA Dimana: Hmo = = TP g = UA = Feff = T =
3 ≤ 7.15 x104
(2-46)
tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m) perioda puncak spektrum (detik) percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2) wind stress factor (m/s) panjang fetch efektif (m) durasi angin yang bertiup (detik)
Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut: 1. Analisa perbandingan pada persamaan (2-45) di atas. Jika tidak memenuhi persamaan tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya menggunakan persamaan-persamaan berikut: H mo =
Tp =
0.2433 xU A g
2
(2-47)
8.134 xU A g
(2-48)
2. Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan (2-45) di atas, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna. Pembentukan gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis, yaitu pembentukan gelombang terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakannya perlu diketahui terlebih dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut: 2
68.8 xU A gxFeff tc = U 2 g A Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
3
(2-49)
II-44
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 3. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc). a) Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan (2-43) dan (2-44). b) Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan (2-43) dan (2-44) dengan terlebih dahulu mengganti panjang Feff dengan Fmin berikut ini: 3
Fmin
U = A g
2
gxt 2 68 . 6 xU A
(2-50)
2.2.5.4 Waverose Dari hasil hindcasting yang merupakan transformasi data angin menjadi data gelombang, selanjutnya gelombang diklasifikasikan berdasarkan arah gelombang sesuai dengan arah fetch gelombang. Kemudian dihitung besarnya persentase kejadian berdasarakan arah fetch gelombang dan divisualisasilkan dalam bentuk waverose. Secara umum antara waverose dan windrose hampir sama hanya dibedakan oleh data yang ingin ditampilakan, dimana waverose menampilkan data gelombang berikut dengan arah dan ketinggian gelombang sesuai arah fetch gelombang.
Wave Rose Perairan Kuta Januari
N NW
NE
W
E
SW
SE S
calm
0.2-0.4 0.4-0.6 0.6-0.8 0.8-1.0 1.0-1.2
>1.2
"Calm Percentage : 54.55 %"
Gambar 2.20 Contoh Waverose
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-45
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.2.6
Analisis Frekuensi Gelombang Ektrim
Penentuan
tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung
menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara lain adalah Gumbell, dan Log Pearson Type III. Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi gelombang daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.
2.2.6.1. Metode Distribusi Gumbell Metoda distribusi Gumbell yang banyak digunakan dalam analisa frekuensi mempunyai rumus: Xt
= X + K. Sx
K
=
Yt
=
(2-51)
(Yt - Yn)/Sn. T - 0.834 + 2.303 log T -1
Dimana: Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m) X = tinggi gelombang maksimum rata-rata Sx = standar deviasi K = faktor frekuensi Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah data = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah Sn data
2.2.6.2 Metode Distribusi Log Pearson Type III Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut: Log Xt = logX + K.S
(2-52)
Dimana: Log Xt = logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun logX = logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata. =
∑ log X n
S logX = standar deviasi = Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(logX − logX ) 2 n− 1
II-46
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD K
= karakteristik dari distribusi Log Pearson III yang nilainya bergantung pada harga CS
CS
= koefisien skewness =
∑ (logX − logX) 2 (n − 1).(n − 2) Si 3
Apabila nilai CS = 0, maka distribusi Log Pearson III identik dengan distribusi Log Normal sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas grafik log normal. Perioda gelombang rencana bisa didapatkan dengan cara memetakan tinggi gelombang yang didapat dari analisa frekuensi di atas ke scatter diagram perioda gelombang terhadap tinggi gelombang.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-47
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.3.
Pantai
2.3.1 Fluktuasi Elevasi Muka Air Pantai Elevasi muka air merupakan parameter sangat penting dalam perencanaan bangunan pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan periode yang lebih besar dari periode gelombang. Dan ketinggian elevasi muka air tidak dipengaruhi oleh elevasi muka air sungai tetapi oleh tsunami, pasang surut, dan kenaikan suhu global. Namun kenaikan elevasi muka air juga dipengaruhi oleh gelombang (wave set-up) dan angin (wind setup).
Fluktuasi muka air laut karena tsunami, pasang surut dan gelombang badai mempunyai periode yang berbeda-beda. Untuk gelombang tsunami periode gelombang yang dipakai dalam satuan menit, setengah hari atau satu hari ( pasang surut) , dan beberapa hari untuk gelombang badai. Sedangkan untuk akibat pemanasan suhu global selalu bertambah seiring dengan pertambahan waktu.
Kenaikan muka air akibat gelombang (wave set-up) terjadi ketika gelombang yang datang dari laut menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam pada saat gelombang pecah. Kemudian dari titik gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave set-down, sedangkan naiknya muka air disebut wave set up. Dengan menggunakan Teori Longuet-Higgins dan Stewart (dalam CERC 1984 dan dalam SPM 1984) Hb Sw = 0.19 1 − 2.82 Hb gT 2
(2-53)
Dimana: Sw = Tinggi wave-setup Hb = Tinggi gelombang pecah T = periode gelombang g =percepatan gravitasi
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-48
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.21 wave set up & wave set down
Sedangkan kenaikan muka air laut karena angin berlangsung saat angin dengan kecepatan besar (strom surge). Fluktuasi elevasi muka air laut yang terjadi sangat kompleks karena selain melibatkan interaksi angin dan air juga melibatkan perbedaan tekanan atmosfer. Besarnya perubahan elevasi muka air akan sangat terhantung pada kecepatan angin, fetch, dan kedalaman air dan kemiringan dasar. Biasanya ketika gelombang badai terjadi, pasang surut juga terjadi. Besarnya kenaikan elevasi muka air karena badai adalah : ∆h =
Fi 2
∆h = Fc
(2-54)
V2 2 gd
(2-55)
Dimana: ∆h = Kenaikan elevasi muka air akibat badai (m) F = panjang fetch (m) i = kemiringan muka air c = konstanta (3.5 x 10 -6) V = kecepatan angin (m/dt) D = kedalaman air (m) g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-49
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dalam perencanaan bangunan pantai, dibutuhkan suatu elevasi muka air rencana yang merupakan penjumlahan dari parameter-parameter yang telah disebutkan diatas seperti tsunami, pasang surut, wave set-up, wind set-up, dan perubahan suhu global. Namun kemungkinan parameter-parameter tersebut terjadi dalam waktu bersamaan adalah sangat kecil karena penyebabnya yang berbeda. Sebagai contoh, tsunami belum tentu bersamaan dengan gelombang badai karena penyebabnya yang berbeda. Tsunami dapat terjadi pada saat cuaca cerah sehingga penggabungan tsunami, gelombang besar (wave set-up, wind set-up) dan air pasang kemungkinan terjadinya sangat kecil. Untuk itu, dalam penentuan elevasi muka air rencana didasarkan pada dua kemungkinan paling umum yaitu akibat gelombang besar (badai) dan pasang surut.
2.3.2 Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jarak bulan lebih dekat ke bumi maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari.
2.3.2.1. Pembangkitan Pasang Surut Pembangkitan pasang surut yang dipengaruhi oleh gaya tarik menarik bumi, bulan dan matahari dalam penjelasannya dianggap bahwa permukaan bumi dianggap tertutup mrata oleh laut (bentuk permukaan air adalah bundar). Bumi berotasi sendiri dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari. Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis sebesar 66.50, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 50 9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-50
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
terjauh disebut apogee, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.22 . Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee. orbit bumi
Bm
M
Bm
Bm
Bl
Apogee
Bm Bl Perigee
Gambar 2.22 Pergerakan bumi-bulan-matahari
Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang didasarkan pada peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.23 sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat.
Bulan Purnama
Bulan Mati
M
Bm Bl
d
Bl
c
a : tanpa pengaruh bulan dan matahari b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan d : pengaruh bulan dan matahari
b a
Gambar 2.23 Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang purnama.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-51
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, seperti pada
Gambar 2.24, maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Seperempat Pertama
Bl
M
Bm b a d c
Seperempat Akhir
Bl
a : tanpa pengaruh bulan dan matahari b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan d : pengaruh bulan dan matahari
Gambar 2.24 Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang perbani
Gerakan benda-benda angkasa yang menimbulkan pasang surut berulang secara periodik dan memiliki keteraturan tertentu, karena itu karakteristik pasang surut di suatu lokasi pada masa yang akan datang dapat diramalkan berdasarkan data pasang surut di lokasi tersebut pada waktu-waktu yang lampau.
2.3.2.2. Tipe Pasang Surut Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu : 1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Pasang surut harian ganda berarti dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-52
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Dalam pasang surut harian tunggal hanya terjadi satu kali air pasang dan datu kali air surut dengan periode pasang surutnya adalah 24 jam 50 menit. 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevealing semidiurnal) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan air surut namun memiliki perbedaan tinggi dan periode. 4. Paasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevealing diurnal) Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
2.3.2.3. Analisa Harmonik Pasang Surut Dalam analisa data pasang surut, data masukannya berasal data-data hasil pengamatan pasang surut di lapangan yang dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 15 x 24 jam atau 30 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara mamasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada titik tetap yang ada (Bench Mark).
Langkah-langkah dalam analisa pasang surut adalah : 1. Uraian Komponen-komponen Pasang Surut. Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen non astronomis. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Komponen pasang surut yang utama ada 9 (sembilan) buah. Penjabaran delapan komponen pasang surut dapat dilihat pada Tabel 2.13 di bawah ini.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-53
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2.13 Komponen Pasang Surut Simbol
Periode (jam)
Keterangan
Utama bulan Utama matahari Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan
M2 S2 N2 K2
12.4106 12.0000 12.6592 11.9673
Pasang Surut Semi Diurnal
Matahari-bulan Utama bulan Utama matahari
K1 O1 P1
23.9346 25.8194 24.0658
Pasang Surut Diurnal
Utama bulan Matahari-bulan
M4 MS4
6.2103 6.1033
Perairan Dangkal
Komponen
Pengerjaan penentuan tetapan pasang surut dapat dilakukan dengan menggunakan komputer. 2. Penetuan Besar Tetapan Pasang Surut Dalam analisa harmonik pasang surut, dalam penentuan besarnya tetapan pasang surut dari data pengamatan dapat melakukan tiga metode yaitu: a) Metode Admiralty Analisa pasang surut menggunakan metode Admiralty selalu dilakukan dengan menyusun skema-skema Admiralty sebagai berikut:
•
Skema I Berisi data pasang surut tiap jam yang telah dikoreksi (dilengkapi) sebanyak 15 atau 29 hari (satuan elevasi pasang surut yang digunakan adalah cm). Pada skema ini tentukanlah waktu pertengahan pengamatan.
•
Skema II Berisi nilai fungsi-fungsi X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4 yang masingmasing dikelompokkan berdasarkan tanda positif (+) dan negatif (-). Besarnya nilai positif (+) dan negatif (-) konstanta diperoleh dengan cara mengalikan data pengamatan pada saat tertentu (Skema I) dengan besaran konstanta penyusun Skema II
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-54
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2.14 Koefisien X1 Y1 X2 Y2 X4 Y4
•
0 -1 -1 1 1 1 1
Konstanta Pengali untuk Memperoleh Skema II 1 -1 -1 1 1 0 1
2 -1 -1 1 1 -1 1
3 -1 -1 -1 1 -1 -1
4 -1 -1 -1 1 0 -1
5 -1 -1 -1 1 1 -1
6 1 -1 -1 -1 1 1
7 1 -1 -1 -1 0 1
8 1 -1 -1 -1 -1 1
9 1 -1 1 -1 -1 -1
10 1 -1 1 -1 0 -1
Jam 11 12 1 1 -1 1 1 1 -1 1 1 1 -1 1
13 1 1 1 1 0 1
14 1 1 1 1 -1 1
15 1 1 -1 1 -1 -1
16 1 1 -1 1 0 -1
17 1 1 -1 1 1 -1
18 -1 1 -1 -1 1 1
19 -1 1 -1 -1 0 1
20 -1 1 -1 -1 -1 1
21 -1 1 1 -1 -1 -1
Skema III Merupakan penjumlahan dari komponen (+) dan (-) dari Skema II.
•
Skema IV Berisi nilai dari komponen Skema II dan Skema III yang ditambahkan suffix kedua berupa 0, 2, b, 3 dan c berdasarkan tabel pembantu untuk menyusun Skema IV. Tabel 2.15 Konstanta Pengali Untuk Memperoleh Skema IV
•
Konstanta untuk 15 piantan
Waktu menengah
Konstanta untuk 29 piantan
Indeks Kedua Pengali untuk B (29 piantan) Pengali untuk B (15 piantan)
0 -29 -15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1
b 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 1 1 1 1 1 1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
3 -1 5 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 1 -1
c 0 0 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
4 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 -1 -1 -1 1 -1 1
d 0 0 0 -1 -1 -1 1 1 1 0 -1 -1 -1 1 1 1 0 -1 -1 -1 1 1 1 0 -1 -1 -1 1 1 1 1 0
Skema V dan VI Skema V dan Skema VI merupakan hasil perkalian matriks antara kolom pertama skema-skema ini dengan tabel pembantu untuk menyusun Skema V dan Skema VI Admiralty, di mana harga kolom
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-55
22 -1 1 1 -1 0 -1
23 -1 1 1 -1 1 -1
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
pertama didapatkan dari hasil selisih aljabar menurut suatu aturan tertentu dari komponen-komponen pada Skema IV. Tabel 2.16 Konstanta Pengali untuk Memperoleh Kolom Pertama Skema V dan Skema VI Penggunaan
Perhitungan X00 X10 X12 - Y1b X13 - Y1c X20 X22 - Y2b X23 - Y2c X42 - Y4b X44 - Y4d Y10 Y12 + X1b Y13 + X1c Y20 Y22 + X2b Y23 + X2c Y42 + X4b Y44 + X4d P p
Untuk Skema V Harga PR cos r
Untuk Skema VI Harga PR sin r
Untuk Skema VII Untuk Skema VII
•
S0 1.00 0.01 -0.02 0.04 -0.01 0.01 -0.02
360
M2 -0.01 0.09 -0.07 -0.15 1.00 -0.65 0.01 -0.01 0.05 -0.02 -0.16 1.04 -0.70 0.02 -0.03 175 333
S2
N2
K1
O1
M4
0.01 -0.01 0.01 1.00 -0.14 0.25
1.00 -0.09 0.20 0.01 -0.02 0.03
-0.07 1.00 -0.59
0.01 -0.01 0.01 -0.02 1.00 -0.15 0.26
0.03 -0.09 0.13 0.29 -0.61 1.00 0.01 0.02 0.02 -0.05 0.09 0.30 -0.64 1.03
0.01 214 345
0.05 166 327
0.01 -0.02 0.03 -0.02 0.03 -0.05 0.10 1.01 0.01 -0.03 0.04 -0.03 0.04 -0.07 0.11 1.00 273 307
1.01 -0.12 0.24 -0.01 0.02 -0.03
217 173
-0.03
-0.08 1.05 -0.65 0.02 -0.10 0.09
177 160
MS4
0.02 0.00 -0.03 -0.01 1.00 -0.05 0.01 0.01 0.02 -0.01 -0.02 -0.03 1.00 -0.06 280 318
Skema VII dan Skema VIII Merupakan tahap akhir dari proses mencari komponen pasang surut menurut metode Admiralty. Aturan pengisian masing-masing kolom mengikuti rumus yang tertera pada kolom pertama dari masing-masing skema ini. Dengan menggunakan komputer, penghitungan di atas akan menjadi jauh lebih mudah dan cepat.
b) Metode Kuadrat Terkecil (Least Square) Metoda ini menggunakan prinsip bahwa kesalahan peramalan harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum. Kita misalkan jumlah konstituen adalah satu, sehingga persamaan modelnya menjadi: k
k
i =1
i =1
Z t = Z 0 + ∑ Ai cos ω1t + ∑ Bi sin ω1t
(2-56)
Misalkan data pengamatan kita adalah D, maka persamaan errornya akan menjadi:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-56
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
ε 2 = (Zt − D)2 k
k
i =1
i =1
ε 2 = ( Z 0 + ∑ Ai cos ω1t + ∑ Bi sin ω1t − D ) 2 berhubung jumlah konstituen, k=1, maka persamaan di atas menjadi:
ε 2 = ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t − D) 2 Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan di atas diturunkan secara parsial untuk setiap variabelnya.
δ (ε 2 ) = 0 → Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t = D δZ 0 δ (ε 2 ) = 0 → ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t ) cos ω1t = D cosω1t δA1 δ (ε 2 ) = 0 → ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t ) sin ω1t = D sin ω1t δB1 Misalkan q adalah jumlah pengamatan dan p adalah nomor pengamatan, maka ketiga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut: q
q
p =1
p =1
∑ (Z 0 + A1 cosω1t p + B1 sin ω1t p ) = ∑ D p q
∑ [(Z
]
p =1
p =1
q
∑ [(Z
q
0 + A1 cos ω1t p + B1 sin ω1t p ) cos ω1t p = ∑ D p cos ω1t p
q
0
+ A1 cos ω1t p + B1 sin ω1t p ) sin ω1t p
p =1
]= ∑D
p
sin ω1t p
p =1
Ketiga persamaan di atas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti di bawah ini: q q ∑ cos ω1t p p q=1 ∑ sin ω1t p p =1
q
∑ cos ω t
1 p
p =1 q
∑ cos ω t
1 p
cos ω1t p
p =1 q
∑ cos ω t
1 p
p =1
sin ω1t p
q Dp ∑ p =1 p = 1 Z 0 q q sin ω1t p cos ω1t p A1 = ∑ D p cos ω1t p ∑ p =1 B p =1 q q 1 sin ω1t p sin ω1t p ∑ ∑ D p sin ω1t p p =1 p = 1 q
∑ sin ω t
1 p
(2-57)
Matriks di atas dapat diselesaikan dengan bantuan Eliminasi Gauss sehingga nila Z0, A1, dan B1 dapat ditemukan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-57
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Penyelesaian di atas dapat pula diterapkan pada persamaan gerak harmonik
dengan
9
buah
konstanta.
Untuk
mempermudah,
penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan bantuan komputer. c) Metode Analisa Harmonik Merupakan metode yang didasarkan pada manipulasi persamaan berikut: k
Z t = Z 0 + ∑ Z i cos(ω i t − α i )
(2-58)
i =1
Dimana: Zt Z0
M N Zi ωi
Ti αi t k
= elevasi muka air = tinggi muka air rata-rata dari datum 1 N = ∑ Zi M n =1 = jumlah data observasi = jumlah komponen = amplitudo komponen i = frekuensi sudut dari komponen ke-i 2π = Ti = periode komponen i = undur/beda fasa dari komponen ke-i = waktu = jumlah komponen
3. Penentuan Jenis Pasang Surut Yang Terjadi Komponen-komponen terpenting, yaitu M2, S2 , K1 , dan O1, menentukan karakteristik pasang surut yang terjadi. Defant (1958) membagi pasang surut menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan besarnya angka bentuk (form number/formzall), yaitu perbandingan antara jumlah amplitudo komponen K1 dan O1 dengan jumlah amplitudo komponen M2 dan S2 sebagai berikut:
F=
AO1 + AK 1 AM 2 + AS 2
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-59)
II-58
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dimana: AO1 = amplitudo komponen O1 AK1 = amplitudo komponen K1 AM2 = amplitudo komponen M2 AS2 = amplitudo komponen S2 Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2.17 Tipe Pasang Surut Bilangan Formzall (F)
Tipe Pasang Surut
Keterangan
F < 0.25
Pasang harian ganda (semidiurnal)
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
0.25 < F < 1.5
Campuran, condong ke semi diurnal
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.
1.5
Campuran, condong ke diurnal
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
F < 3.0
Pasang harian tunggal (diurnal)
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit
4. Peramalan Fluktuasi Muka Air Akibat Pasang Surut Peramalan elevasi muka air dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah metode yang disebut dengan Metode Analisa Harmonik. Berdasarkan pengamatan bahwa muka air pasang surut berubah secara periodik dan merupakan penjumlahan gelombang-gelombang harmonik, fluktuasi muka air pasang surut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: k
Z t = Z 0 + ∑ Z i cos(ω i t − α i )
(2-60)
i =1
Dimana: Zt Z0
M N
= elevasi muka air = tinggi muka air rata-rata dari datum 1 N = ∑ Zi M n =1 = jumlah data observasi = jumlah komponen
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-59
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Zi ωi
= = =
Ti αi t k
= = = =
amplitudo komponen i frekuensi sudut dari komponen ke-i 2π Ti periode komponen i undur/beda fasa dari komponen ke-i waktu jumlah komponen
Pengaruh lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh perputaran nodal bulan yang mengakibatkan koreksi pada amplitudo dan undur fasa. Perubahan ini mempunyai perioda yang cukup lama, yakni + 18,6 tahun. Sehubungan dengan adanya koreksi nodal, maka persamaan di atas menjadi: k
Z t = Z 0 + ∑ f i H i c os(ω it + v0i + ui − g i )
(2-61)
i =1
Dimana: fi
=
koreksi nodal untuk amplitudo
Hi
=
amplitudo komponen i
=
Zi fi
v01
=
suku koreksi undur fasa
u1
=
suku koreksi nodal untuk undur fasa
g1
=
undur fasa komponen i
=
α i + (v0i + ui )
Tiap-tiap komponen mempunyai perioda dan kecepatan sudut tertentu yang besarnya selalu tetap dan dapat ditentukan secara teoritis. Besarnya amplitudo dan undur fasa masing-masing komponen tidak dapat ditentukan secara teoritis, melainkan harus dihitung berdasarkan data pengamatan pasang surut di perairan yang bersangkutan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-60
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
5. Elevasi Muka Air Acuan Dalam elevasi muka air acuan ada beberapa parameter penting yang terkait yakni : a) Duduk Tengah Muka Air Laut (Mean Sea Level) Seluruh pengukuran vertikal dari ketinggian tanah dan kedalaman laut serta variasi permukaan air laut harus direferensikan terhadap level nol atau disebut juga bidang datum. Secara umum dipakai duduk tengah permukaan laut (disingkat: duduk tengah; dalam Bahasa Inggris: Mean Sea Level), sebagai level nol, tetapi sering juga dipakai bidang datum lainnya (seperti Chart Datum) sebagai acuan vertikal. Duduk tengah muka laut tidak hanya merupakan titik nol bagi ordinat dari komponen harmonik pasut, juga sebagai datum acuan standar bagi elevasi daratan. Jika gaya pasut tidak ada, maka permukaan laut tanpa gangguan pasut itu adalah duduk tengah. Duduk tengah (DT) di beberapa tempat yang berbeda tidak tepat sama dengan level permukaan geodetik. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi densitas air laut akibat perubahan temperatur dan salinitas laut, variasi tekanan atmosfer, efek angin yang bervariasi, penguapan dan curah hujan. Untuk menghitung duduk tengah, kita harus mengeliminasi pasut dengan jalan merata-ratakan tinggi muka air hasil pengamatan dalam suatu selang waktu. Pengamatan sebaiknya harus cukup panjang untuk mengeliminasi efek pasut astronomi dan meminimalkan efek meteorologis. Penghitungan yang teliti memerlukan analisa harmonik dari data pengamatan lebih dari satu tahun. Suatu DT pendekatan dapat diperoleh dari data 29 hari. Dengan pengamatan 29 hari tidak hanya gangguan meteorologis tapi juga fluktuasi kecil dari pasut setengah tahunan dan bulanan dapat tereliminasi. Perkiraan DT yang kasar dapat diperoleh dari data 1 hari atau lebih (24 jam, 25 jam, dan 39 jam). Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-61
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
b) Bidang Datum Untuk keperluan navigasi dibutuhkan suatu peta yang menunjukkan kedalaman minimum hasil aproksimasi, atau level air rendah yang biasanya dipakai sebagai chart datum. Penghitungan chart datum berbeda-beda di beberapa negara yang menerbitkan peta hidrografi, hal ini menyebabkan kurang efisien. Pada Konferensi Hidrografi Internasional tahun 1926 diusulkan bahwa “datum dari peta seharusnya sebuah bidang serendah mungkin sehingga elevasi pasut jarang sekali lebih rendah dari bidang itu”. Chart datum juga digunakan untuk peramalan pasut. Di bawah ini akan diuraikan penghitungan yang dipakai sebagai chart datum di beberapa negara. •
Chart Datum yang digunakan di Perancis Sebagai datum digunakan definisi dari air rendah yang paling rendah yang mungkin (lowest possible low water). Level ini tidak dapat diuraikan secara eksak oleh Rumus Harmonik.
Sebagai pendekatan digunakan rumus: S 0 − 1. 2( M 2 + S 2 + K 2 )
(2-62)
Di mana M2, S2, K2 dan menunjukkan masing-masing amplitudo komponen M2, S2, dan K2. S0 adalah muka air laut rata-rata. •
Chart Datum pada Peta Admiralty Inggris Datum yang digunakan dihitung sebagai rata-rata dari air rendah pasut purnama (mean spring low water). Notasi harmonik yang mendekati level di atas adalah:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-62
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
S0 − 1.1( M 2 + S 2 ) •
(2-63)
Chart Datum pada Peta-Peta Amerika Serikat Untuk pantai timur Amerika dipakai rata-rata air rendah: S0 − M 2 Sekitar 50% dari air rendah ada di bawah level ini. Acuan untuk pantai barat Amerika adalah rata-rata air rendah terendah (mean lower low water). Nilai rata-rata dari dua level air rendah yang terendah tiap harinya. Uraian harmonik yang eksak dari level ini tidak dapat diberikan. Suatu pendekatan dirumuskan sebagai berikut:
[
S0 = M 2 + (K1 + O1 )cos 450
]
(2-64)
Sekitar 50% dari seluruh air rendah terendah dan 25 % dari air rendah berada di bawah level ini. •
Chart Datum menurut definisi Hidrografi Internasional Seperti telah disebut di muka, chart datum sebaiknya merupakan sebuah bidang serendah mungkin, jadi kita bisa mengambil perumusan untuk bidang tersebut sebagai berikut: N
S0 − ∑ Ai
(2-65)
i =1
Di mana Ai adalah amlpitudo komponen ke-i dan N adalah jumlah komponen. c) Elevasi Muka Air Penting
Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan. Dari penentuan tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting seperti pada Tabel 2.18
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-63
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2.18 Elevasi Muka Air Penting Elevasi Muka Air
Keterangan
HHWL (Highest High Water Level)
Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS (Mean High Water Spring)
Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL (Mean High Water Level)
Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
MSL (Mean Sea Level)
Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
MLWL (Mean Low Water Level)
Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS (Mean Low Water Spring)
Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL (Lowest Low Water Level)
Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
Secara skematis digambarkan kedudukan dari ketiga datum pasut (duduk tengah, chart datum, dan datum elevasi) seperti pada Gambar
2.25 . Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana.
Air ting gi te rting gi p ad a p asang b e sar Air ting gi te rting gi p ad a rata-rata p asang
Paras laut p ad a saat t Paras laut rata-rata D ud uk T eng ah
Tunggang air rata-rata
Paras yang ditentukan dari muka surutan
BM
Elevasi di atas duduk tengah
Ele v asi D atu m
Air re nd ah te re nd ah p ad a rata-rata surut M uk a Surutan
Air re nd ah te rend ah p ad a surut b e s ar
Gambar 2.25 Sketsa elevasi acuan pasang surut
2.3.3 Tipologi Pantai Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta batimetri pantai. Karena pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian rupa agar mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-64
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Ada dua tipe tanggapan pantai dinamis terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang badai. Kondisi gelombang normal terjadi dalam waktu yang lebih lama, dan energi gelombang dengan mudah dapat dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Sedangkan pada saat terjadi gelombang badai yang mempunyai energi besar maka seringkali pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan gelombang, sehingga pantai menjadi tererosi. Setelah gelombang besar reda, barulah pantai akan kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang normal. Tetapi adakalanya pantai yang tererosi tersebut tidak kembali ke bentuk semula karena material pembentuk pantai telah terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi semula. Dengan demikian pantai tersebut mengalami erosi. Material yang terbawa arus tersebut, akan mengendap di daerah yang lebih tenang, seperti di muara sungai, teluk dan pelabuhan.
Material pembentuk pantai bisa berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Meterial pembentuk pantai ini pada akhirnya juga mempengaruhi kemiringan dasar pantai. Pada dasarnya di Indonesia terdapat dua macam tipe pantai, yakni: 1. Pantai Pasir Pantai berpasir terdapat di sebagian besar pantai yang menghadap ke Samudera Indonesia seperti pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan lain-lain. Kemiringan pantai pasir berkisar 1:20 sampai 1:50. Berikut profil pantai berpasir :
Gambar 2.26 Profil Pantai Berpasir
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-65
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dalam gambar tersebut, pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal. Runup gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Beberapa defenisi bagian-bagian yang terkait dengan pantai : •
Offshore Zone Offshore zone adalah daerah yang terbentang dari lokasi gelombang pecah ke arah laut. Pada daerah ini gelombang dan arus menimbulkan gerak orbit partikel air dengan orbit lintasan partikel tidak tertutup sehingga menimbulkan transpor massa air yang disertai dengan terangkatnya
sedimen dasar
dalam
arah
menuju
pantai
dan
meninggalkan pantai. •
Surf Zone Daerah surf zone adalah daerah antara gelombang pecah dan garis pantai yang ditandai dengan penjalaran gelombang setelah pecah ke arah pantai. Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat tinggi yang dapat menggerakkan sedimen dasar. Kecepatan partikel air hanya bergerak dalam arah penjalaran gelombang saja.
•
Swash Zone Daerah swash zone adalah daerah pantai di mana gelombang dan arus yang sampai di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen. Dari ketiga daerah tersebut, karakteristik gelombang dan arus pada daerah surf zone dan swash zone adalah yang paling penting. Arus yang terjadi di kedua daerah tersebut sangat tergantung pada arah datang gelombang.
•
Longshore bar Merupakan tempat gelombang pecah berupa gundukan pasir di dasar yang memanjang sepanjang pantai.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-66
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
•
Offshore bar Merupakan akumulasi endapan pasir yang tererosi. Endapan ini membentuk gundukan sepanjang sejajar garis pantai (longshore bar). Offshore bar juga berfungsi sebagai mekanisme pertahanan pantai terhadap serangan gelombang.
•
Sand dunes Bukit pasir yang berada pada bagian backshore atau lebih jauh ke arah pesisir pantai. Sand dunes juga berfungsi sebagai pertahanan pantai terhadap serangan gelombang.
2. Pantai Lumpur Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa dispersi sedimen ke perairan dalam di laut lepas sehingga sedimen tersebut terus mengendap dan menyebar merata yang pada akhirnya membuat pantai menjadi datar, luas dan dangkal. Kemiringan pantai berlumpur sangat kecil sampai mencapai 1:5000.
Pantai berlumpur juga merupakan daerah rawa yang rendah yang selalu terendam pada saat pasang. Daerah pantai ini banyak ditumbuhi oleh tanaman pantai seperti bakau (mangrove). Mangrove juga dapat berperan sebagai peredam energi gelombang sehingga terlindung dari erosi.
Daerah pantai
berlumpur juga merupakan habitat bagi beberapa jenis ikan dan udang karena merupakan salah satu daerah yang subur dan kaya bahan organik.
Ciri lain dari pantai berlumpur terlihat dari sifat sedimen yang mendiami wilayah ini. Sedimen pada pantai berlumpur merupakan sedimen kohesif dengan butiran sangat kecil yang sangat terpengaruh oleh gaya-gaya tarik menarik dan gaya tolak pada permukaan daripada gaya berat. Akibat adanya gaya tarik menarik antara partikel sedimen kohesif maka akan partikel-partikel
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-67
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
sedimen akan berkumpul dan membentuk flokulon dan selanjutnya merupakan dasar terbentuknya sedimen pada pantai berlumpur.
2.3.4 Arus Pantai Arus yang terjadi pada dibedakan menjadi dua bagian yakni arus dekat pantai dan arus sejajar pantai.
2.3.4.1 Arus Dekat Pantai Gelombang yang menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum dalam arah penjalarannya. Transpor massa dan momentum tersebut menimbulkan arus di daerah dekat pantai. Dibeberapa daerah yang dilewatinya, perilaku gelombang dan arus berbeda-beda. Daerah yang dilewati oleh gelombang dan arus adalah offshore zone, surf zone, dan swash zone. Di daerah lepas pantai (offshore zone) gelombang bergerak menimbulkan gerak orbit partikel air, orbit lintasan yang tidak tertutup menimbulkan terjadinya transpor massa air yang disertai dengan terangkutnya sedimen dasar. Di surf zone yang ditandai dengan gelombang pecah yang menjalar ke arah pantai, yaitu daerah antara gelombang pecah dan garis pantai. Gelombang pecah akan mengakibatkan turbulensi yang sangat besar dan dapat menggerakkan sedimen dasar, setelah pecah gelombang melintasi surf zone menuju pantai. Sedangkan di swash zone, gelombang yang sampai ke garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai yang diikuti oleh terangkutnya sedimen. Arus yang terjadi di dekat pantai sangat tergantung pada arah datang gelombang.
Gambar 2.27 Zona Pembentukan arus
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-68
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Ketika garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi arus dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju kelaut. Selain itu, sirkulasi sel dan dan rip current juga terjadi karena adanya variasi dari tinggi gelombang pecah di sepanjang pantai. Rip current adalah pertemuan arus di sepanjang pantai yang berasal dari sebelah kiri dan kanannya yang dibelokkan kembali ke arah laut.
Gambar 2.28 Arah Datang Gelombang dan rip current
2.3.4.2 Arus Sejajar Pantai (Longshore Current) Arus sejajar pantai (longshore current) dapat ditimbulkan oleh gelombang pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Arus ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (surf zone). Parameter terpenting di dalam menentukan kecepatan arus sejajar pantai adalah tinggi dan sudut gelombang datang. Ketika gelombang pecah membentuk sudut terhadap garis pantai (αb > 5 ˚). Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-69
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Arus sejajar pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah dengan sudut tertentu dibangkitkan oleh momentum yang dibawa oleh gelombang. Longut-Higgins, (komar, 1985) menurunkan rumus untuk menghitung arus sejajar pantai sebagai berikut :
V = 1.17 ( g Hb )
2
sin α b cos α b
(2-66)
Dimana V = kecepatan arus sejajar pantai Hb = tinggi gelombang pecah α b = sudut datang gelombang pecah Berikut ini adalah tambahan distribusi arus sejajar pantai :
Gambar 2.29 Longshore current
Sumber : Beach Nourishment-Coastal Geology
2.3.5 Sediment Transport Sedimen transport yang terjadi terdiri dari dua jenis yaitu sedimen transport dari sungai dan sedimen transport di pantai.
Aliran sungai yang mengalir dari hulu ke hilir dapat mengakibatkan angkutan sedimen baik dalam bentuk suspended load ataupun bed load. Suspended load adalah terangkutnya pertikel sedimen layang dalam massa air karena adanya gaya turbulen yang akan mengakibatkan partikel sedimen terbawa oleh arus. Bed load adalah proses ’rolling’ partikel sedimen sepanjang saluran, proses ini juga dibantu oleh gaya turbulen yang pada waktu yang sama juga membawa partikel sedimen layang. Arus aliran sungai mengakibatkan partikel sedimen ber’saltate’ atau bahkan bergerak sepanjang saluran dalam suatu seri lompatan. Ukuran partikel yang lebih kecil lebih mudah terbawa oleh aliran dibandingkan dengan ukuran
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-70
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
partikel yang lebih besar, oleh karena itu suspended load biasanya terdiri dari silt dan pasir, bahkan tanah liat apabila ada.
Sedimen transport di pantai biasanya terjadi dalam dua bentuk yakni transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport). Sedimen yang masuk atau keluar dari pantai bisa berasal dari berbagai sumber, yaitu : 1. Pergerakan dan erosi dari tepi pantai 2. Erosi pasir oleh angin dan erosi yang diakibatkan oleh pasang surut 3. Erosi dekat pantai 4. Pengerukan 5. Erosi lahan yang dibawa oleh arus sungai 6. Erosi dasar sungai
Gambar 2.30 Sumber sedimen di muara
Sumber : Beach Nourishment-Coastal Geology
2.3.5.1 Jenis Sedimen Ukuran sedimen bermacam-macam dari ukuran partikel yang besar hingga partikel koloidal dengan bermacam bentuk dari bundar hingga mempunyai sudut. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting untuk mengetahui proses erosi dan sedimentasi. Sifat-
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-71
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
sifat sedimen adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap (kecepatan jatuh), tahanan terhadap erosi, dan lain sebagainya.
Karakteristik sedimen dapat dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu : 1. Ukuran partikel 2. Komposisi sedimen 3. Bulk characteristic Selain intu sedimen ada 2 jenis yaitu : 1. Sedimen kohesive 2. Sedimen non-kohesive Pada penelitian ini sedimen yang dibahas dibatasi hanya pada sedimen non-kohesive saja, yaitu sedimen seperti pasir.
Tabel 2.19
Klasifikasi sedimen
2.3.5.2 Angkutan Sedimen Aliran dengan kecepatan tertentu dapat membawa partikel sedimen sebagai bed-load ataupun sebagai suspended load. Suspended load diartikan sebagai partikel sedimen layang yang terdapat dimassa air karena adanya gaya turbulen, pertikel layang ini terbawa karena adanya arus dengan kecepatan tertentu. Sedangkan bed-load transport Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-72
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
adalah proses pergerakan sedimen dasar karena arus, dimana sedimen dasar tersebut dapat bergeser, berputar atau bahkan loncat yang membuat sedimen dasar tersebut berpindah tempat. Sedimen dengan ukuran yang lebih kecil membuatnya bisa lebih mudah bergerak, biasanya sedimen ini adalah sedimen jenis silt atau pasir. Dengan adanya gaya turbulen, misal gelombang pecah maka partikel layang akan mudah terbawa sebagai suspended load transport ataupun sedimen dasar berputar sehingga menghasilkan bed-load transport.
Proses angkutan sedimen dapat terjadi apabila tegangan geser dasar lebih gesar dari daya tahan sedimen yang disebut sebagai tegangan geser kritis sedimen. Suatu aliran dengan kecepatan tertentu menimbulkan gaya geser antara fluida dengan dasar saluran, gaya ini disebut tegangan geser dasar, sedangkan partikel sedimen di dasar saluran juga mempunyai daya tahan, apabila tegangan geser yang merupakan fungsi dari kecepatan aliran nilainya sama besar dengan daya tahan sedimen pada saat itu pertikel sedimen mulai bergerak, dan kemudian apabila tegangan geser dasar lebih besar daripada daya tahan sedimen maka sedimen akan bergerak mengikuti arus aliran. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa model transport sedimen terbagi atas tiga jenis, yaitu bed load transport, suspended load transport dan total load transport. 1. Transpor Sedimen Dasar (Bed-load Transport) Apabila kondisi aliran memenuhi kecepatan tertentu untuk menimbulkan gerak awal, maka partikel sedimen sepanjang dasar saluran mulai bergerak. Apabila pergerakan partikel sedimen dasar adalah berputar (rolling), meluncur (sliding), dan terkadang lompat sepanjang saluran (jumping), pergerakan partikel sedimen tersebut disebut bed-load transport. Umumnya bed-load transport sepanjang saluran hanya berkisar antara 5 – 25%, tetapi untuk sedimen yang lebih kasar kisaran bed-load transport yang terjadi bisa lebih besar daripada 5 – 25%. Aliran air dengan kecepatan tertentu menghasilkan tegangan geser dasar pada saluran, kecepatan yang makin besar akan menghasilkan tegangan geser yang besar pula. Ketika tegangan geser mencapai tegengan geser kritis q q = debit aliran [(m3/s)/m], qc = debit aliran Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-73
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD kritis [(m3/s)/m] pada saat sedimen akan bergerak (incipient motion), d = diameter partikel. qb (Kg/s)/m yang dibutuhkan untuk yang dibutuhkan untuk gerak awal, maka partikel sedimen akan mulai berputar, meluncur ataupun loncat sepanjang aliran dan terus menerus kontak dengan dasar sepanjang saluran 2. Transpor Sedimen Layang (Suspended-load Transport) Transport sedimen layang adalah transport sedimen tersuspensi dalam massa air yang terjadi karena adanya turbulensi. Pada kebanyakan sungai alami sedimen pada umumnya bergerak sebagai suspended load transport. Yang perlu diketahui adalah bahwa bed-load transport dan suspended load terjadi secara simultan.
Pada transport sedimen , terjadi fenomena caring capacity, dimana aliran air dapat membawa partikel sedimen dengan kecepatan tertentu. Seberapa besar aliran dapat membawa sedimen sangat tergantung oleh kecepatan aliran dan ukuran butiran sedimen. Pada partikel sedimen layang dengan ukuran butiran yang lebih kecil mengakibatkan aliran dapat membawa sedimen, dimana hal ini juga bergantung dengan kecepatan jatuh, dengan kata lain apabila kecepatan aliran semakin kecil, maka sedimen layang tersebut akan jatuh di suatu titik pada saluran yang diakibatkan oleh kecepatan jatuh. 3. Total load Transport. Total load transport adalah penjumlahan antara bed-load transport dan suspended load transport.
2.3.5.3 Transport Sedimen On-shore dan Off-shore Transport sedimen di laut dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu transport sedimen akibat gelombang dan transport sedimen akibat kombinasi gelombang dan arus. Transport sedimen akibat gelombang biasa terjadi di laut lepas (off shore), sedangkan transport sedimen akibat kombinasi gelombang dan arus biasa tejadi di near shore,
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-74
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
salah satu contoh transpor sedimen kombinasi arus dan gelombang adalah transpor sedimen sejajar pantai (longshore sedimen transport).
Pergerakan gelombang dalam arah penjalarannya diatas dasar yang berpasir dapat mengakibatkan sedimen tresuspensi dengan konsentrasi sedimen yang besar dekat dasar, contoh kasus adalah non-breaking wave. Gelombang yang mengakibatkan proses transport berhubungan dengan kecepatan yang dihasilkan oleh perbedaan tinggi frekwensi fenomena gelombang.
2.3.5.4 Transpor Sedimen Sejajar Pantai (Longshore Sediment Transport) Longshore transport atau longshore drift (transpor sedimen sejajar pantai) adalah pergerakan sedimen sepanjang pantai yang diakibatkan oleh arus longshore yang terjadi di surf zone. Dimana arus sejajar pantai (longshore current) dapat ditimbulkan oleh gelombang pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Arus ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (surf zone). Parameter terpenting di dalam menentukan kecepatan arus sejajar pantai adalah tinggi dan sudut gelombang datang. Besar dan arah longshore transport sangat tergantung pada hubungan yang kompleks antara tinggi dan periode gelombang datang, sudut gelombang datang terhadap garis pantai, kondisi bathymetri pantai, serta tergantung pada ukuran dan ketersediaan sedimen.
Transpor sedimen sejajar pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu transpor sedimen dalam bentuk zig-zag dan transpor sedimen sejajar pantai di surf zone. Pada waktu gelombang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai, maka gelombang tersebut akan naik ke pantai. Massa air yang naik akan turun kembali dalam arah tegak lurus pantai, dimana gerakan tersebut akan berbentuk zig-zag yang disertai dengan terangkutnya sedimen dengan arah sejajar pantai. Yang kedua adalah transpor
sedimen sejajar pantai yang diakibatkan oleh arus sejajar pantai yang
dibangkitkan oleh gelombang pecah, dimana transpor sedimen sejajar pantai ini terjadi di surf zone.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-75
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Laju longshore transport dapat ditentukan dengan menggunakan rumus empiris (Kamphuis et.al, 1983), pendekatan flux energy gelombang (CERC, 1984), pendekatan “steady flow approximation”, (Bijker 1981) ataupun dengan pengukuran.
Gambar 2.31
Proses terjadinya longshore transport
Sumber : NSW Coastline Management Manual
2.3.5.5 Transpor Sedimen Tegak Lurus Pantai (Crosshore Sediment Transport) Pasang surut terjadi karena adanya gaya tarik bulan, yang menyebabkan adanya perbedaan tinggi muka air laut, akibat perbedaan tinggi muka air, akan timbul kecepatan sehingga menimbulkan arus, arus akibat pasang surut dapat membawa sedimen, sehingga akan terjadi transport sedimen tegak lurus pantai.
2.3.5.6 Sediment Budget Sedimen budget untuk inlet yang berhubungan dengan pantai menyediakan suatu konsep dan model kuantitatif terhadap pathways dan besarnya sedimen transpor dalam suatu periode waktu. Dengan menggunakan sedimen budget diharapkan akan Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-76
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
mempermudah dalam pemahaman suatu sistem yang kompleks dari suatu inlet yang berhubungan dengan pantai.
Konsep kesetimbangan suatu muara adalah mengetahui dimana sedimen diendapkan dan mengetahui darimana sedimen tersebut berasal, dimana kesetimbangan sedimen dihitung berdasarkan volume yang diendapkan dan volume yang tererosi. Mengetahui kesetimbangan muara sangan penting untuk aktivitas enginering, design enginering, keputusan konstruksi dan salah satu keputusan manajemen pantai adalah dengan mengetahui kesetimbangan di muara.
Kesetimbangan sedimen di muara merupakan aplikasi dari hukum kontinuitas dan hukum kekekalan massa. Salah satu fenomena dari kesetimbangan sedimen adalah sedimen budget. Sedimen yang berubah terhadap waktu pada suatu sistem dimana sejumlah sedimen masuk dan keluar dari kontrol volume disebut sedimen budget (Komar. 1976). Syarat batas dari sedimen budget ditentukan dari arean penelitian yang dipilih, skala waktu yang ditentukan, dan tujuan penelitian. Untuk mempermudah penelitian yang dilakukan, sedimen yang dibatasi oleh suatu ruang sangat diperlukan. Penentuan kontrol volume tergantung dari sudut gelombang datang dan respon garis pantai, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi berikut :
Gambar 2.32 Kontrol Volume dengan source dan sink
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-77
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.3.5.7 Persamaan Sedimen Transport 1. Persamaan Kontinuitas Sediment Persamaan kontinuitas sedimen dirumuskan dengan anggapan bahwa profil pantai berbentuk seperti pada Gambar 2.33.
Gambar 2.33 Penyederhanaan profil pantai dan perubahan garis kontur
Akibat erosi ataupun akresi, perubahan posisi terjadi pada masing-masing kontur. Untuk suatu kontur yang posisinya begeser sejauh ∆y, sedang beda elevasi antara kontur yang bersangkutan dengan kontur yang sebelumnya adalah ∆d, maka volume sedimen yang terendapkan adalah dv = ∆d∆y∆x , di mana volume tersebut adalah volume padat dan ∆x adalah lebar segmen sejajar pantai. Bila per satuan waktu, sedimen yang masuk adalah Q, sedang yang keluar
dQ adalah Q + ∆x , maka volume sedimen yang tertinggal pada segmen dx
dQ tersebut dalam waktu ∆t adalah Q − Q + ∆x ∆t . dx
(2-67)
Berdasarkan Hukum Kekekalan Massa, maka haruslah:
dQ dv = Q − Q + ∆x ∆t dx ∆d
∆y dQ =− ∆t dx
∆d
∆y dQ + =0 ∆t dx
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-68)
II-78
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
untuk ∆t mendekati nol, maka persamaan terakhir di atas dapat ditulis sebagai berikut:
∆d
dy dQ + =0 dt dx
(2-69)
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan kontinuitas sedimen. 2. Persamaan Angkutan Sediment Untuk suatu gelombang yang masuk dengan arah θ , maka debit sedimen yang terbawa adalah: 5
Q = C ' H b 2 sin(2θ ) , dengan Kρg
C=
1
2
( ρ S − ρ )(1 − p )(16)(0.78) Dimana: K = ρS = ρ =
(2-70)
1
2
koefisien dari Komar rapat massa sedimen rapat massa air laut
p = angka pori sedimen Sehingga C’ = 0.345
= = =
0.77 5.14 slug/ft4 1.99 slug/ft4
=
0.4
Gambar 2.34 Sudut datang Gelombang
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-79
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dari Gambar diatas terlihat hubungan bahwa θ = α – β, maka persamaan debit longshore sediment menjadi : 5
Q = C ' H b 2 sin 2(α − β )
(2-71)
2.3.6 Morfologi Perubahan Garis Pantai Morfologi garis pantai sangat ditentukan oleh gerak sedimen di daerah pantai (littoral transport) oleh gelombang dan arus. Sehingga pada garis pantai akan selalu
berlangsung proses dinamis untuk mencapai keseimbangan.
2.3.6.1 Evolusi Garis Pantai Akibat adanya suatu bangunan yang menghambat gerakan sedimen pantai, dapat terjadi perubahan garis pantai, yaitu pada suatu sisi tererosi dan pada sisi lain akan terakresi. Untuk melakukan analisa garis pantai tersebut, digunakan suatu model yang disebut dengan one line model. Model one line ini beranggapan bahwa perubahan garis pantai sepenuhnya disebabkan oleh transpor sedimen sejajar pantai (longshore sediment), sedangkan transpor sedimen tegak lurus pantai dianggap sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan anggapan tersebut, maka dapat diikuti perubahan posisi satu garis kontur akibat peristiwa erosi maupun akresi dan karena itu model ini disebut one line model. Pada model ini, posisi garis kontur dinyatakan terhadap suatu sistem sumbu koordinat di mana sumbu-x searah dengan garis pantai, sedapat mungkin sejajar dengan garis pantai tetapi tidak mutlak, dan sumbu-y positif adalah ke arah laut, seperti pada
Gambar 2.35. Perubahan garis pantai adalah perubahan posisi suatu titik (x,y0) menjadi (x,y1), atau (x, yt) menjadi (x, yt+∆t).
Gambar 2.35 Definisi perubahan garis pantai.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-80
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.3.6.2 Penyelesaian Persamaan Evolusi Garis Pantai dengan Skema Eksplisit Persamaan garis pantai dengan skema eksplisit adalah:
dy d2y + C" 2 = 0 dx dx
(2-72)
dengan mencari solusi persamaan selisih hingga pada persamaan evolusi, akan diperoleh persamaan:
yit + ∆t − yit y t − 2 yit + yit+1 + C" i −1 =0 ∆x ∆x 2 yit + ∆t = yit − C ( yit−1 − 2 yit + yit+1 ) C=
∆tC" ∆x 2
Nilai C dapat pula diperoleh dengan
C = −2
5 C' ∆t cos 2(α − β )H b 2 cos β 2 ∆d ∆x
Penyelesaian persamaan evolusi garis pantai ini memerlukan syarat batas yang tergantung pada permasalahan yang ada.
2.3.6.3 Penyelesaian Persamaan Evolusi Garis Pantai dengan Genesis Berikut ini merupakan metodologi analisis yang akan diterapkan dalam mencapai hasil melalui sebuah program simulasi, yaitu GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers (ASCE).
GENESIS. 1. Model Garis Pantai Menurut Genesis Model garis pantai adalah model prakiraan numerik yang didasarkan pada persamaan kontinyuitas sedimen dan persamaan laju angkutan sedimen sepanjang pantai. Laju angkutan sedimen sepanjang pantai merupakan fungsi dari variasi tinggi dan arah gelombang sepanjang pantai yang terbentuk karena pengaruh refraksi dan difraksi. Pada model garis pantai tidak digambarkan angkutan yang dihasilkan oleh arus pasang surut, angin atau sumber gaya lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa model sebaiknya digunakan jika Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-81
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
gelombang pecah merupakan mekanisme yang dominan dalam angkutan sedimen sepanjang pantai. Model garis pantai hanya dapat digunakan untuk memperkirakan evolusi pantai oleh angkutan sedimen sepanjang pantai dalam skala waktu yang lama dan skala ruang yang luas. Hal ini khususnya untuk menggambarkan erosi dan akresi di sekitar bangunan-bangunan pantai seperti groin, jetty dan pemecah gelombang lepas pantai (detached breakwater) yang disebabkan oleh terhalangnya angkutan sedimen sejajar pantai. Model garis pantai tidak dapat menggambarkan formasi bar dan profil bertingkat yang disebabkan oleh perubahan kondisi gelombang musiman, erosi atau akresi di sekitar kepala jetty yang disebabkan oleh arus ke arah laut di sepanjang jetty, gerusan di kaki bangunan dan pengendapan sedimen suspensi di kolam pelabuhan. Model perubahan garis pantai yang digunakan pada kajian ini adalah GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change). GENESIS mensimulasikan perubahan garis pantai yang terjadi dalam periode bulanan sampai tahunan yang disebabkan terutama oleh gelombang. Model tersebut dapat digunakan untuk mensimulasikan perubahan garis pantai dengan susunan beberapa bangunan pantai. GENESIS tidak dapat digunakan untuk menghitung perubahan garis pantai pada kondisi-kondisi berikut: perubahan pantai pada inlet atau daerah yang didominasi pasang surut; perubahan pantai yang disebabkan oleh arus yang dibangkitkan oleh angin, erosi pantai oleh badai yang didominasi oleh angkutan sedimen tegak lurus pantai dan gerusan di sekitar bangunan. Pada kondisi tersebut perubahan pantai tidak berhubungan dengan bangunan pantai, kondisi batas atau angkutan sedimen sepanjang pantai karena induksi gelombang. Model GENESIS tersusun dari dua buah bagian model utama. Bagian model yang pertama menghitung laju perpindahan sedimen sepanjang pantai. Bagian model kedua berupa model gelombang yang menghitung tinggi dan arah
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-82
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
gelombang pecah sepanjang pantai berdasarkan nilai tinggi gelombang yang diberikan di lepas pantai. •
Asumsi dasar
Perubahan posisi garis pantai digambarkan oleh satu garis kontur, sedangkan akresi dan erosi pantai digambarkan dengan volume suatu sedimen. Sedimen dipindahkan sepanjang pantai di antara dua batas elevasi profil yang tertentu. Batas ke arah pantai terletak pada bagian atas berm aktif dan batas ke arah laut terletak pada kedalaman yang sudah tidak terjadi perubahan yang berarti (significant). Pembatasan perpindahan profil di antara dua batas tersebut untuk menentukan parameter perubahan volume pada tampang melintang pantai. Angkutan sedimen sepanjang pantai semata-mata hanya dihasilkan oleh gelombang datang, tidak memperhitungkan angkutan yang dihasilkan oleh arus pasang surut, angin atau sumber gaya lainnya. •
Persamaan perubahan garis pantai
Untuk memperkirakan perubahan garis pantai diperlukan dua persamaan dasar yaitu persamaan kontinyuitas sedimen dan persamaan laju angkutan sedimen sejajar pantai. Persamaan kontinyuitas sedimen pembentuk posisi garis pantai adalah: ∂x s 1 ∂Q + − q = 0 ∂t Ds ∂y
(2-73)
dengan: q
= qs + q0
Q
: resultan laju volume angkutan sedimen sejajar pantai (m3/dt)
q : laju sedimen yang masuk dan keluar profil dari darat dan laut (m3/dt/m) qs : laju sedimen yang masuk atau keluar selebar unit garis pantai (m3/dt/m) q0
: laju sedimen dari arah laut (m3/dt/m)
pada model perubahan garis pantai tunggal, asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa profil pantai aktif berpindah secara pararel sampai suatu Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-83
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
kedalaman tertentu, Ds, atau sampai profil tidak berubah lagi. Laju perubahan volume adalah
∆V Ds ∆x∆y , dan perubahan ini dikontrol oleh = ∆t ∆t
laju bersih pasir yang masuk dan keluar dari keempat sisi seperti ditunjukkan pada Gambar.
Gambar 2.36 Skematisasi perubahan garis pantai
Resultan laju angkutan sedimen sepanjang pantai, Q, adalah faktor utama yang mengontrol evolusi jangka panjang garis pantai. Prediksi Q biasanya ditunjukkan pada kondisi gelombang di garis dengan persamaan:
(
Q = H 2cg
∂H B a sin α BS − a 2 cos α BS B 1 ∂y
)
(2-74)
dengan cg kecepatan group gelombang (m/dt), αBS sudut puncak gelombang terhadap garis pantai, subskrip
B
menunjukkan kondisi pecah, dan parameter
non dimensi a1 dan a2 adalah
a1 =
a2 =
K1 5 ρs − 1(1 − p )1.416 2 16 ρ
K2 5 ρs − 1(1 − p ) tan β .1.416 2 8 ρ
(2-75)
(2-76)
dengan K1 dan K2 adalah parameter kalibrasi, ρs dan ρ rapat massa sedimen dan air (kg/m3), p adalah porositas sedimen dan tan β adalah kemiringan
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-84
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
dasar rerata. Faktor 1.416 digunakan untuk konversi dari HS ke HRMS. Bagian pertama persamaan menunjukkan laju angkutan sedimen sepanjang pantai karena gelombang yang datang miring. Bagian kedua menghitung laju angkutan sedimen sepanjang pantai yang disebabkan oleh variasi tinggi gelombang pecah sepanjang pantai. Kedalaman angkutan DS, pada persamaan model garis pantai, persamaan (13), berhubungan dengan batas ke arah laut dari zona aktif angkutan sedimen sejajar pantai. Hal ini berbeda dengan kedalaman kritik untuk awal gerak sedimen, yang lebih memperhatikan angkutan sedimen melintang pantai. Nilai DS lebih besar daripada rerata kedalaman pecah. Pada kondisi gelombang datang yang sama, kedalaman kritik untuk awal gerak sedimen akan mempunyai nilai lebih besar. Zone angkutan yang berhubungan dengan model perubahan garis pantai, memanjang dari batas tinggi berm (upwash) ke kedalaman di mana profil pantai terpindahkan. Kedalaman angkutan DS, yang digunakan dalam model garis pantai dirumuskan sebagai berikut: (2-77)
DS = Db + Dc
dengan: Db
:
adalah tinggi berm dari MSL (ditentukan dari data tinggi karakteristik di lapangan)
Dc
:
kedalaman dari MSL ke kedalaman profil yang terpindahkan (diperkirakan dari data survei profil)
Diasumsikan bahwa Dc ≈ DSH dengan:
H DSH = 2.28 − 10.9 0 L0
H 0
(2-78)
dengan: H0 dan L0 : tinggi dan panjang gelombang di laut dalam
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-85
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
•
Angkutan Sedimen
Persamaan empiris dalam GENESIS yang digunakan untuk menghitung laju angkutan sedimen sepanjang pantai. Laju angkutan sedimen diperoleh sebagai fungsi arah gelombang dan garis pantai/kontur pada setiap langkah waktu dan pada setiap titik grid, kecuali pada batas pantai terbuka. Laju angkutan sedimen hasil keluaran model dinyatakan dalam laju angkutan kotor Qg (gross) dan laju angkutan bersih Qn (netto). Laju angkutan kotor Qg, ditetapkan sebagai jumlah angkutan ke kanan dan ke kiri melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode yang ditentukan. Qg = Qrt + Q lt
(2-79)
dengan: Qrt
: angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt
: angkutan sedimen ke arah kiri
Arah angkutan sedimen ke kanan dan ke kiri ditetapkan berdasarkan arah kanan dan kiri pengamat yang berdiri di tepi pantai menghadap ke arah laut. Laju angkutan bersih, Qn adalah perbedaan antara pergerakan angkutan ke kiri dan ke kanan melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode waktu yang ditentukan. Nilai Qn didefinisikan sebagai berikut: Qn = Qrt – Qlt
(2-80)
dengan: Qrt :
angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt :
angkutan sedimen ke arah kiri
Laju angkutan bersih adalah merupakan jumlah vektor laju angkutan sedimen dan besarnya diperlukan untuk menentukan apakah suatu bagian pantai mengalami erosi atau akresi. Laju Q digunakan oleh GENESIS untuk menghitung perubahan garis pantai melalui perbedaan bersih laju angkutan sedimen sepanjang pantai.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-86
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Model GENESIS tidak memiliki fasilitas untuk memperhitungkan angkutan sedimen yang berasal dari sungai/saluran. Untuk memodelkan fenomena tersebut digunakan fasilitas dalam GENESIS yang dianggap paling mendekati, yaitu penimbunan pantai (beach fill). Asumsi yang digunakan dalam penimbunan pantai adalah sebagai berikut: a.
timbunan berupa pasir asli dengan ukuran butir rerata sama,
b.
profil timbunan yang ditunjukkan dalam model mempunyai bentuk seimbang yang berkaitan dengan ukuran butirnya,
c.
tinggi berm pantai yang ditimbun sama dengan pantai aslinya.
Asumsi ini diperlukan karena parameter angkutan, bentuk profil pantai dan tinggi
berm
dipertimbangkan
konstan
untuk
seluruh
pantai
yang
disimulasikan. Meskipun timbunan pantai dibangun dengan profil potongan melintang tertentu, setelah periode waktu tertentu, biasanya dalam waktu beberapa minggu atau bulan, timbunan akan didistribusikan kembali oleh serangan gelombang ke dalam bentuk keseimbangan pantai. Model garis pantai GENESIS menginterpretasikan adanya tambahan lebar pantai sebagai penyesuaian ke bentuk seimbang.
•
Metode Hitungan Numerik Dalam GENESIS hasil hitungan sepanjang garis pantai didiskretisasikan pada system staggered grid yang mana posisi garis pantai yi ditentukan di tengah sel grid (titik y) dan laju transport Qi pada dinding sel (titik Q), seperti ditunjukkan pada Gambar. Batas kiri ditentukan pada sel grid 1 dan batas kanan pada sel grid N. Seluruhnya terdapat N nilai posisi garis pantai, sehingga nilai awal poisisi garis pantai harus diberikan pada N titik. Terdapat N+1 nilai laju angkutan sedimen sepanjang pantai, karena terdapat N+1 dinding sel yang menutup N sel. Nilai laju angkutan sedimen harus ditentukan pada kondisi batas, Q1 dan QN+1 dan nilai Qi dan seluruh yi akan dihitung. Karena Qi merupakan fungsi kondisi gelombang, seluruh nilai
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-87
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
gelombang dihitung pada titik Q. Ujung bangunan juga berada pada titik Q. Penimbunan pantai, debit sungai serta sumber dan pengambilan pasir lainnya berada pada titik y.
Gambar 2.37
Skema diferensi hingga Staggered Grid
Skema yang digunakan adalah skema implisit Crank Nicholson yang mana penurunan ∂Q/∂x pada setiap titik grid ditunjukkan sebagai suatu kesebandingan rerata pemberat antara langkah waktu sekarang dan langkah waktu berikutnya.
∂Q i 1 Q i' +1 − Q 'i Q i +1 − Q i = + ∂x 2 ∆x ∆x
(2-81)
Subskrip i menunjukkan besaran yang ada pada nomor sel i di sepanjang pantai. Tanda petik (‘) digunakan untuk menunjukkan besaran pada langkah waktu yang baru, sedangkan besaran tanpa tanda petik menunjukkan besaran pada langkah waktu sekarang yang telah diketahui. Besarnya y’ dan Q’ tidak diketahui dan akan diperoleh dalam proses penyelesaian, besaran lain seperti q’ dan DB’ mengacu data pada langkah waktu berikutnya dan telah diketahui.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-88
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Longshore transport rate (Q), atau tingkat angkutan sedimen sejajar pantai,
lazim mempunyai satuan meter kubik per tahun (dalam SI). Karena pergerakannya sejajar pantai, maka ada dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu ke arah kanan dan kiri relatif terhadap seorang pengamat yang berdiri di pantai menghadap ke laut. Pergerakan dari kanan ke kiri diberi notasi Qlt, dan pergerakan dari kiri ke kanan Qrt, sehingga didapat tingkat angkutan sedimen ‘kotor’ (gross) Qg = Qlt + Qrt , dan tingkat angkutan ‘bersih’ (net) Qn = Qlt Qrt . Nilai Qg digunakan untuk meramalkan tingkat pendangkalan pada suatu alur perairan yang terbuka, Qn untuk desain alur yang dilindungi dan perkiraan erosi pantai, dan Qlt serta Qrt untuk desain penumpukan sedimen di ‘belakang’ sebuah struktur pantai yang menahan pergerakan sedimen. Untuk perencanaan ini, metode yang digunakan untuk perkiraan longshore transport rate adalah dengan metode numerik. Metode numerik yang digunakan pada adalah Program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers (ASCE).
Data masukan yang dibutuhkan pada GENESIS adalah sebagai berikut: a) Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan garis pantai tersebut dapat dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi, atau pada sebuah struktur yang rigid (misalnya karang). Batasan ini diperlukan karena di dalam simulasi, perubahan garis pantai pada kedua titik batas tersebut di atas besarnya dianggap nol. b) Time series data gelombang lepas pantai atau gelombang laut dalam, tinggi gelombang, perioda dan arah rambat gelombang terhadap garis normal pantai untuk selang waktu tertentu. Untuk pantai dengan kontur batimetri yang sejajar pantai maka data gelombang ini akan dihitung pergerakan akibat refraksi dan difraksi secara internal di dalam GENESIS sendiri.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-89
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
c) Grid simulasi yang melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan merambat. Jumlah grid pada arah sumbu x untuk program ini terbatas hingga 80 buah. d) Struktur bangunan pantai eksisting atau yang direncanakan dan data struktur-struktur laut lainnya yang berada pada perairan yang ditinjau. e) Data-data lain seperti ukuran butiran (D50), parameter kalibrasi, posisi seawall, beach fill yang diakibatkan oleh masuknya sedimen dari
sungai, dan parameter-parameter lain. Program GENESIS ini, dengan data-data masukan di atas dapat memberikan perkiraan nilai longshore transport rate serta perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen tersebut tanpa maupun dengan adanya struktur jetty atau breakwater pada pantai untuk jangka waktu tertentu.
Simulasi yang dilakukan pada sebuah kawasan kajian mencakup: a) Laju angkutan sedimen total (jumlah angkutan sedimen akibat longshore transport ke arah kiri maupun kanan relatif terhadap posisi
PPI). b) Perubahan garis pantai kumulatif dalam kurun waktu 10 tahun. c) Kondisi awal garis pantai pada kawasan kajian (eksisting) dan perubahan posisi garis pantai dalam kurun waktu 10 tahun.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-90
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.38
Pembagian zone pantai berdasarkan Shore Protection manual, 1984
Program GENESIS menerapkan “one-line simulation”, dimana batas antara laut dan darat di pantai digambarkan sebagai suatu bidang yang tegak (tembok). Pengembangan atas program GENESIS ini adalah program “n-line simulation” yang mensimulasikan kondisi pantai secara lebih realistis, dimana kontur pantai dapat disimulasikan dengan mendekati kondisi batimetri yang ada. Pada saat ini, program “n-line” ini sedang dalam tahap pengembangan oleh Konsultan. Sebagai alternatif, jika memungkinkan program “n-line” ini akan digunakan oleh Konsultan untuk melakukan simulasi perubahan garis pantai.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-91
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.4 Fasilitas dan Kriteria Perencanaan Pelabuhan Perubahan yang terjadi dalam dunia teknologi perkapalan dan penangan muatan yang sepertinya terus berkelanjutan. Oleh karena itu, satu kunci dasar perencanaan fasilitas pelabuhan laut adalah dengan merancang rencana pengembangan sefleksibel mungkin dalam menghadapi perubahan kondisi di masa mendatang. Perencanaan pelabuhan laut idealnya dirancang sebagai suatu sistem transportasi terpadu yang berada pada satu kesatuan manajemen. Fasilitas pelabuhan yang direncanakan hendaknya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan dan kegiatan pelabuhan laut. Pada prinsipnya dalam perencanaan pelabuhan sangat berkaitan dengan tingkat produktivitas, jumlah fasilitas yang diperlukan, serta tingkat pelayanan jasa yang disediakan.
2.4.1 Dermaga Dermaga adalah merupakan tempat yang berfungsi sebagai tempat membongkar muatan (unloading), memuat ikan/perbekalan (loading), mengisi perbekalan (servicing) dan berlabuh (berthing). Berhubung kegiatan tersebut Dalam praktek ketiga fungsi ini dipisahkan, sehingga dikenal istilah dermaga bongkar, dermaga muat, dan dermaga berlabuh.
Konstruksi dermaga dibedakan menjadi wharf/quay dan pier/ jetty. Wharf atau quay adalah dermaga yang sejajar/dekat dengan pantai/garis air. Apabila bagian belakang konstruksi diisi dengan tanah maka disebut juga dengan tembok penahan tanah bulk head atau quay wall. Sedangkan pier atau jetty merupakan konstruksi dermaga yang menjorok keluar dan bisa tegak lurus dengasn garis air sehingga kedua sisinya dan ujungnya dapat digunakan sebagai dermaga.
Dasar pertimbangan bagi perencanaan dermaga adalah sebagai berikut: 1. penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus dan perilaku pantai yang stabil. 2. panjang dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan berlabuh
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-92
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
3. lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan berlabuh, dan kemudahan aktivitas dan gerak bongkar muat kapal dan kendaraan darat. 4. berjarak sependek mungkin dengan fasiltas darat (khususnya TPI dan gudang penyimpanan sementara) dengan mempertimbangkan kedalaman peraiaran. 5. ketinggian dermaga juga mempertimbangkan kondisi pasang surut, jika perbedan pasang surut besar maka direncanakan dengan dermaga ponton atau sistem operasional yang efektif
2.4.1.1 Perencanaan Panjang Dermaga 1. Dermaga bongkar Dermaga bongkar dibagi menjadi dua zona: • Zona I (kapal<30GT), berhubungan langsung dengan TPI dan fasilitas industri kecil/tradisional • Zona II (kapal >30 GT), berhubungan langsung dengan TPI dan fasilitas industri pengolahan modern Kriteria perencanaan dermaga bongkar: • Dermaga bongkar ditempatkan sedekat mungkin dengan fasilitas di darat. • Panjang dermaga ditentukan dengan mempertimbangkan jenis kapal yang dilayani, jumlah kapal, dan pola operasi (terutama lama waktu bongkar). Panjang dermaga bongkar dihitung dengan rumus PIANC sebagai berikut: L=
n × LU × Q ×S Dc × U × T
(2-82)
Dimana: n LU
= = = LOA = Q = S = Dc = U = T =
jumlah kapal yang dilayani (unit) panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal (m) 1.1 x LOA panjang total kapal terbesar (m) jml.muatan rata-rata/kapal yang bongkar setiap pelayaran (ton) faktor ketidakteraturan rata-rata perioda ulang pelayaran (hari) rata-rata kecepatan pembongkaran, (persiapan) (ton/jam) waktu yang diperlukan untuk pembongkaran per hari (jam)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-93
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2. Dermaga Muat Kriteria perencanaan dermaga muat: • Dermaga muat ditempatkan sedekat mungkin dengan fasilitas-fasilitas
perbekalan seperti tempat BBM, gudang, dan air bersih. • Panjang dermaga muat ditentukan dengan mempertimbangkan jenis kapal
yang dilayani, jumlah kapal, dan pola operasi (terutama lama waktu memuat perbekalan). Panjang dermaga muat dihitung dengan rumus PIANC sebagai berikut: L=
n × LU × TS ×S Dc × T
Dimana: n = LU = = LOA = TS = S = Dc = T =
(2-83)
jumlah kapal yang dilayani (unit) panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal (m) 1.1 x LOA panjang total kapal (ukuran terbesar) waktu rata-rata pelayanan yang dibutuhkan oleh setiap kapal faktor ketidakteraturan rata-rata perioda ulang pelayaran (hari) waktu yang diperlukan untuk pemuatan per hari (jam)
2.4.1.2 Perencanaan Elevasi Lantai Dermaga Penentuan elevasi lantai dermaga sesuai dengan kondisi pasut, yaitu: E = HWS + 1/2H + F
(2-84)
Dimana: HWS = highest water surface = elevasi pasut tertinggi H
= tinggi gelombang
F
= free board = tinggi jagaan (biasanya diambil = 0.5 m)
2.4.1.3 Perencanaan Pembebanan Beban yang diperhitungkan dalam struktur dermaga adalah : • Beban Horisontal 1. Beban Angin dan Arus
Beban angin dalam kenyataan merupakan kondisi pembebanan yang rumit yang harus diidealisasikan agar memberi desain yang dapat mewakili kondisi yang sebenarnya. Pemodelan gaya angin bersifat dinamis, dimana angin yang Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-94
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
bekerja selama selang tertentu, gaya ini dapat didekati sebagai beban statik yang didistribusikan secara merata pada bagian dermaga yang terbuka. Bagian dermaga yang terbuka diambil sebagai luas permukaan agregat dari semua elemen seperti dilihat dari atas (yakni tegak lurus terhadap sumbu longitudinal) dimana gaya angin diberikan pada arah transversal dan longitudinal pada titik berat struktur yang terbuka. Perhitungan beban angin dan arus berdasarkan Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan.
Fa
= ½ . C S . ρ . A s . V a2
(2-85)
dimana : Fa
= gaya angin (kN)
Cs
= koefisien angin
ρ
= berat jenis udara (1.25 kg/m3)
Va
= kecepatan angin max (m/s)
As
= luas proyeksi angin
Perhitungan beban angin dan arus berdasarkan Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan.
Fc
=. Cc . Ap . Vc2
(2-86)
dimana : Fc
= gaya arus (kN)
Cc
= koefisien arus
Vc
= kecepatan arus max (m/s)
Ap
= luas proyeksi arus
2. Beban Akibat Benturan kapal
Kriteria perencanaan energi tumbuk akan dijelaskan pada perencanaan Sistem Fender dan Peralatan Penambat. 3. Gaya gempa
Besarnya gaya gempa adalah F = k w
(2-87)
Dimana : k = koefisien gemp w = beban vertikal dengan beban hidup selanjutnya dalam perhitungan gaya gempa untuk struktur dermaga akan digunakan perhitungan gaya gempa statik.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-95
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gaya gempa memberikan pada dermaga didefenisikan sebagai fungsi dari faktor-faktor berikut: • Berat mati bangunan • Gerakan tanah (percepatan gempa) • Periode getaran • Jenis tanah yang ada •
Beban Vertikal
1. Beban Mati
Beban mati struktur adalah berat agregat seluruh elemen struktur atas. Salah satu langkah dalam mendesain bangunan adalah menyusun daftar seluruh elemen yang memberi konstribusi sebagai beban meti. 2. Beban Mati Superimposed
beban-beban tambahan yang diletakkan pada struktur setelah dek mengerasdan mulai bekerja dengan komponen primer dalam menahan beban. 3. Beban Hidup
Beban yang terjadi akibat pemakaian dan penggunaan, termasuk beban yang terdapat pada lantai dek yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, beban akibat air hujan, crane, dll.
2.4.1.4 Metode Desain Ada dua metode desain yang sering menjadi acuan dalam perencanaan desain bangunan (struktur): 1. Desain Tegangan Kerja ( Working stress design) Desain tegangan kerja adalah suatu pendekatan dimana unsur struktur yang direncanakan terhadap beban kerja sedemikian rupa sehingga tegangan yang terjadi lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan, yaitu:
σ ≤σ
(2-88)
Dimana :
σ σ
= tegangan kerja = tegangan izin Tegangan izin didefenisikan oleh tegangan batas dibagi faktor keamanan dan merupakan suatu fraksi dari tegangan runtuh material.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-96
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Pada pendekatan tegangan kerja, tegangan aktual merepresentasikan tegangan-tegangan akibat beban layan atau beban kerja yang akan ditumpu oleh struktur. Dalam metode ini, keseluruhan struktur didesain berada dalam rentang elastik material yang menyususun elemen atau komponen. 2. Desain Kondisi Batas (Limit states design) Desain kondisi batas dikembangkan untuk mengakomodasi kekurangan pendekatan dengan metode kerja dengan memanfaatkan rentang plastik untuk desain komponen struktual dan menggunakan faktor beban untuk memperhitungkan keanekaragaman konfigurasi pembebanan. Metode desain kondisi batas dikenal istilah kekuatan dan kemampulayanan. Kekuatan (ultimit)
adalah kondisis batas yang mendefenisikan operasi
aman dan ketahanan struktur. Kondisi batas ultimit yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: • Hilangnya keseimbangan lokal atau global • Rupture : hilangnya ketahanan lentur dan geser elemen-elemen struktur • Keruntuhan progressive akibat adanya keruntuhan lokal pada daerah
sekitarnya • Pembentukan sendi plastis, ketidakstabilan struktur • Fatigue
Kondisi batas kemampulayanan yang menyangkut berkurangnya fungsi struktur yaitu : • Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan • Lebar retak yang berlebih • Vibrasi yang menganggu
Dan kondisi batas khusus yang menyangkut keruntuhan/kerusakan akibat beban abnormal, dapat berupa keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim, kebakaran dan ledakan serta korosi.
φRn ≥ α 1 S1 + α 2 S 2 + ... + α n S n
(2-89)
Dimana: Rn = kekuatan nominal S = pengaruh beban φ = faktor reduksi bernilai < 1 αi = faktor-faktor beban bernilai >1 Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-97
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.4.1.5 Perencanaan Tiang Pancang Dalam perencanaan tiang pancang harus memenuhi kriteria dasar kekuatan dan keamanan. Secara umum, kriteria desain tiang pancang : • Keamanan terhadap guling • Keamanan terhadap gelincir • Keamanan terhadap keruntuhan dukung tanah • Keamanan terhadap penurunan yang berlebih atau tidak seragam
Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh gerusan yang membahayakan tiang dan untuk melindungi tiang dapat digunakan riprap. Aspek penting dalam desain tiang dermaga adalah desain komponen tekan (kolom). Beberapa kriteria utama dalam menentukan desin komponen tekan adalah: 1. Desain faktor beban Kekuatan terhadap beban aksial dari suatu komponen tekan didasarkan pada parameter berikut: • Kekuatan beton yang digunakan • Kuat leleh tulangan yang ada • Luas penampang bruto komponen • Luas total tulangan longitudinal
2. Pengaruh kelangsingan Rasio kelangsingan didefenisikan
k.lu r
(2-90)
Dimana k = faktor panjang efektif untuk komponen tekan lu = panjang takterkekang dari komponen tekan r =jari-jari girasi Kapasitas tiang pancang ditentukan oleh kapasitas ujung tiang dan friksi total yang diturunkan dari interaksi tanah. Persamaan umumnya : Qu = Qp + Qs (2-91) Dimana : Qu = kapasitas tiang pancang ultimate Qp = daya dukung beban dari ujung = Qp = A p q p = A p (cNc + q ' Nq ) = untuk kondisi tiang pancang pada tanah lempung jenuh ( φ =0), (Meyerhoff) = 9Cu Ap
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-98
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Qs
= tahanan friksi = Qs = ∑ p∆Lf = untuk kondisi tanah lempung jenuh (Metode α) = Qs = ∑ αCup∆L
Untuk menentukan besar gerusan yang terjadi pada kaki tiang pancang dapat digunakan beberapa persamaan : 1. Persamaan Colorado State University (CSU)
hs a = 2 K1 K 2 K 3 h1 h1
0.65
hs y = 2 K1 K 2 K 3 1 a a
Fr 0.43
(2-92)
0.35
Fr1
0.43
(2-93)
Dimana: hs h1 K1 K2 K3 a L Fr
= kedalaman gerusan (m) = kedalaman aliran tepat di hulu pilar (m) = faktor koreksi untuk bentuk hidung pilar = faktor koreksi untuk sudut hantam aliran = faktor koreksi untuk kondisi dasar = lebar pilar (m) = panjang pilar (m) = bilangan Froude
Tabel 2.20 Faktor Koreksi, K1, untuk bentuk hidung pilar K1 1.1 1 1 0.9 1
Bentuk Hidung Pilar persegi bundar selinder melingkar tajam kelompok selinder
Tabel 2.21 Faktor Koreksi, K2, untuk sudut hantam aliran Sudut 0 15 30 45 90
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
L/a=4 1 1.5 2 2.3 2.5
L/a=8 1 2 2.75 3.3 3.9
L/a=12 1 2.5 3.5 4.3 5
II-99
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2.22 Faktor kenaikan kedalaman gerusan seimbang pada pilar K3 untuk berbagai kondisi dasar Kondisi Dasar Gerusan tanpa muatan sedimen Aliran Dasar Rata &Anti gelombang Gelombang kecil
Tinggi Gelombang N/A N/A 10>Hdune<2
K3 1.1 1.1 1.1
Gelombang menengah
30>Hdune>10
1.1-1.2
Gelombang besar
Hdune >30
1.3
2. Persamaan Froechlich Dengan mengembangkan analisa regresi linear terhadap 83 pengukuran gerusan pilar di lapangan, Froelich (1998) mengembangkan persamaan sebagai berikut: hs = 0.32 K 1 (a ' / a ) 0.62 ( h1 / a ) 0.46 Fr 0.2 ( a / D50 ) 0.8 + 1
(2-94)
Dimana: hs h1 K1 a a’ L Fr D50
= kedalaman gerusan (m) = kedalaman aliran tepat di hulu pilar (m) = faktor koreksi untuk bentuk hidung pilar = lebar pilar (m) = lebar proyeksi pilar tegak lurus terhadap aliran datang = panjang pilar (m) = bilangan Froude = diameter tengah batu (m)
2.4.1.6 Peralatan Penambat dan Sistem Fender 1. Peralatan penambat (mooring devices) Peralatan penambat didesain dengan memperhitungkan gaya-gaya tarik yang ditimbulkan oleh kapal. Gaya tarik oleh kapal pada saat ditambat dipengaruhi oleh bobot kapal, gelombang, angin, dan arus. Peralatan penambat paling umum digunkan adalah: • Bollard, yang paling umum dipakai adalah bollard yang terbuat dari baja tuangan atau beton. • Dolphin, merupakan jenis alat penambat yang dipasang terpisah di laut lepas. Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gaya-gaya horisontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring ( tambat) didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-100
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah kapal, dan dikombinasikan dengan gaya longitudinal di tengah kapal. Gaya arus bekerja pada sisi badan kapal yang berada di bawah air (draft), sedangkan gaya angin bekerja pada sisi badan kapal yang berada di atas air (dikalikan 1.3).
Gambar 2.39
Sistem tambat kapal.
2. Sistem Fender Fender dipasang pada tepi dermaga dan berfungsi untuk menyerap energi yang berasal dari tumbukan kapal saat akan berlabuh. Pada perencanaan fender ini digunakan kapal terbesar rencana yang yanga kan beroperasi di pelabuhan perikanan. Tata letak fender harus sedemikian rupa, sehingga dapat menyerap energi tumbukan pada saat air pasang dan surut.
Fender didesain dengan memperhatikan kecukupan kekuatan fender dalam menerima beban tumbuk kapal yang berlabuh selain itu, memenuhi syarat jarak maksimum sehingga tidak menabrak dinding dermaga secara langsung yang dapat membahayakan bagi kapal itu sendiri.
Dalam keadaan normal, energi tumbuk yang bekerja pada fender secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut: • Side Berting
EN =
1 M D (VB ) 2 C M C E C S C c 2
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-95)
II-101
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
• Dolphin Berthing
EN =
1 M D (VB ) 2 C M C E C S C c 2
(2-96)
• Lock Entrance
EN =
1 M D (V sin α ) 2 C M C E C S C c 2
(2-97)
• Ship to Ship Berthing
EN =
1 ( M D1 × C M 1 ) × ( M D 2 × C M 1 ) 2 (VB ) C M C E C S C c 2 ( M D1 × C M 1 ) + ( M D 2 × C M 1 )
(2-98)
• End Berthing
EN =
1 M D (V ) 2 2
(2-99)
Pada kondisi tidak normal akibat kerusakan mesin, sentakan kapal, dan kesalahan manusia, perubahan cuaca tiba-tiba maka fender didesain dengan memperhitungkan faktor keamanan hingga samapai 2 kali kondisi normal sehingga : E A = FS × E N
(2-100)
Dimana: EN
= Energi tambat dalam keadaan normal
MD
= Displacement (Ton)
VB
= Kecepatan bertambat (m/dt)
CM
= Koefisien massa tambahan
Cc
= Faktor bentuk tempat berlabuh
CE
= Koefisien eksentritas
CS
=Koefisien softness
PIANC memperkirakan besarnya faktor keamanan yang dapat digunakan utuk memperkirakan besarnya energi abnormal pada tabel berikut:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-102
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tabel 2.23
Faktor keamanan
Type of Berth Tankers & Bulk cargo Container
Vessel Largest Smallest Largest Smallest
General cargo Roro & Ferries Tugs, Workboats
Safety factor 1.25 1.75 1.5 2 1.75 2.0 or higher 2
2.4.2 Breakwater Breakwater adalah bangunan laut yang berfungsi untuk melindungi kolam pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar dilaut. Hal ini dibutuhkan oleh pelabuhan untuk memungkinkan kapal dapat melakukan operasi bongkar muat dengan lancar. Apabila daerah perairan tempat pelabuhan tersebut sudah terlindungi secara alamiah, maka tidak diperlukan pemecah gelombang. Menurut Port Standar Facilities ini Japan 1980 susunan letak break water tergantung pada arah gelombang terbesar, arah litoral sand drive, luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan, kedalaman pelabuhan, serta kemampuannya mengurangi tinggi gelombang di dalam kolam pelabuhan sampai lebih kecil dari tinggi toleransi (25 cm). Ujung luar dari breakwater (pierheads) harus berada di luar daerah gelombang pecah dan mencapai kedalaman minimum kolam pelabuhan. Berdasarkan bentuknya breakwater dibagi menjadi beberapa type yaitu:
a.
Breakwater sisi miring (sloping breakwater), biasanya berupa rubble mound. Breakwater ini sifatnya fleksibel untuk perairan yang dangkal.
Gambar 2.40
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
Potongan melintang breakwater.
II-103
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Tipe pemecah gelombang sisi miring ini terdapat materialnya beberapa pilihan matrial penyusun strukturnya. Material penyusun breakwater ini akan mempengaruhi stabilitas dari struktur breakwter itu sendiri. b. Breakwater sisi tegak (vertikal), biasanya berupa sheet piles atau caisson. Breakwater ini banyak digunakan untuk perairan yang dalam. Sis i laut
Puncak beton
Sis ipelabuhan
MHWL C ais son
Blok beton pelindung
Gambar 2.41
Batu
Penampang melintang breakwater sisi tegak
c. Brakwater kombinasi, biasanya merupakan kombinasi rubble mound dan caisson. Pada umumnya digunakan untuk kondisi perairan yang tidak terlalu dalam. Sisi laut
Caisson
Sisipelabuhan
MHWL
Blokbeton pelindung
Batu
Gambar 2.42 Penampang melintang breakwater campuran
Dasar pertimbangan bagi perencanaan pemecah gelombang (breakwater) adalah: •
Kegiatan kapal dalam bongkar, kolam pelabuhan yang aman terhadap gangguan gelombang.
•
Melindungi alur pelayaran, kolam pelabuhan dari pendangkalan/sedimentasi dari laut.
•
Penempatan arah pemecah gelombang mempertimbangkan arah datang gelombang dan perubahannya.
•
Pemecah gelombang harus mampu menahan gelombang signifikan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-104
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
•
Tipe konstruksi ditentukan oleh kemudahan mendapatkan bahan, jadwal pelaksanaan dan harga.
Dalam pemilihan bentuk penampang breakwater secara umum didasarkan dengan pertimbangan seperti yang di ilustrasikan pada Tabel 2.24. Tabel 2.24 Keuntungan Dan Kerugian Tiap Tipe Breakwater Tipe
Keuntungan 1. Elevasi puncak bangunan rendah
Pemecah Gelombang Sisi Miring
2. Gelombang refleksi kecil / meredam energi gelombang 3. Kerusakan berangsur-angsur
3. Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan besar. 4. Lebar dasar besar
1. Pelaksanaan pekerjaan cepat
1. Mahal
2. Kemungkinan kerusakan
2. Elevasi puncak bangunan
3. Luas perairan pelabuhan lebih besar 4. Sisi dalamnya dapat digunakan sebagai dermaga
Pemecah Gelombang Komposit (Campuran)
besar 2. Pelaksanaan pekerjaan lama
4. Perbaikan mudah 5. Murah
pada waktu pelaksanaan kecil Pemecah Gelombang SisiTegak
Kerugian 1. Dibutuhkan jumlah material
atau tempat tambatan 5. Biaya perawatan kecil 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 2. Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil 3. Luas perairan pelabuhan lebih besar
tinggi 3. Tekanan gelombang besar 4. Diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas 5. Kalau rusak sulit diperbaiki 6. Diperlukan peralatan berat. 7. Erosi kaki Pondasi 1. Mahal 2. Diperlukan peralatan berat. 3. Diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas
2.4.2.1 Material Armor Unit Breakwater Rubblemound Pada suatu breakwater sisi miring (Rubblemound Breakwater) terdapat beberapa alternatif material penyusun breakwater. Material tersebut memiliki beberapa karakteristik yang berbeda. Ada beberapa prinsip dalam pemilihan material tersebut sebagai material penyusun breakwater rubblemound yaitu: • Material tersebut harus mampu melindungi struktur breakweater secara keseluruhan. • Materi tersebut harus ekonomis. • Mudah untuk didapatkan. Adapun beberapa alternatif material sangat mempengaruhi bentuk dan dimensi struktural dari breakwater tersebut. Bahan yang biasanya digunakan sebagai material adalah:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-105
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
a. Batu alam (Quarry Stone) Batu alam adalah yang paling sering digunakan sebagai unit lapis pelindung karena mudah dalam pelaksanaan konstruksinya, batu ini tidak memerlukan pencetakan seperti batu buatan. Namun masalah yang sering dijumpai dengan betu alam adalah sumber material, mutu (kekerasan), jumlah yang tersedia, bentuk (ukuran), dan produksinya memerlukan penanganan khusus (misalnya penggalian dengan alat atau peledakan). Disamping itu faktor bentuk batu alam memiliki tingkat kestabilan yang rendah dalam menahan gaya-gaya gelombang. b. Unit batu lapis lindung buatan (artificial armor unit) Sebagai alternatif penggunaan abatu alam dapat dipakai batu batu buatan yang biasanya terbuat dari beton. Keuntungan batu lapis buatan adalah memeiliki kestabilan yang lebih baik dari pada batu alam terhadap gaya-gaya gelombang yang terjadi pada lokasi breakwater. Dengan demikian brakwater ini dapat dibangun dengan kemiringan yang jauh lebih curam dan material armor yang lebih ringan. Keuntungan lain pada batu buatan adalah dapat diproduksi setiap saat. Namun batu buatan ini juga memilki kerugian, yaitu membutuhkan waktu lebih lama dalam produksinya dalam hal pencetakan, pengeringan dan biaya lebih mahal. Selain itu diindonesia masih sangat sedikit perusahaan yang memproduksi batu lapis lindung buatan. Sehingga usulan pemakaian unit batu lapis lindung buatan harus dipertimbangkan dengan jadwal waktu penyelesaian.
Ada beberapa jenis batu lapis lindung buatan yang biasa dipakai yaitu: 1. Kubus beton Kubus beton adalah batu lapis buatan yang paling sederhana karena pembuatannya lebih mudah, tetapi memiliki kestabilan yang paling rendahdi antara batu lapis lindung yang ada. Sebagai alternatif untuk menambah kestabilan dapat digunakan kubus beton yang dimodifikasi (modified cube)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-106
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2. Akmon Akmon adalah salah satu varian unit batu lepas lindung yang terdiri dari ruas bersilangan yang dihubungkan dengan ruas yang lain. Secara dinamik akmon memilki kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan kubus beton. 3. Dolos Dolos adalah bentuk pengembangan yang jauh lebih baik dari pada akmon. Dolos memilki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan akmon maupun tetrapod. 4. Tetrapod Tetrapod terdiri dari 4 ruas kerucut terpancung yang saling dihubungkan pada pangkalnya. Tetrapod banyak dipakai sebagai lapisan pelindung pada breakwater yang ada di Indonesia. 5. A-Jack Ajack merupakan salah satu jenis unit lapisan pelindung buatan yang memiliki tingkat kestabilan yang cukup tinggi. Tingkat kestabilan A-Jack dalam menahan gaya-gaya
gelombang
diperoleh
melalui
keadaan
saling
mengunci
(interlocking) diantara A-jack yang saling berdekatan.
Tingkat kestabilan breakwater tersebut ditentukan sebagai harga Kd. Tabel 2.25 2.25 menunjukan perbandingan harga Kd untuk setiap jenis armor unit. Tabel 2.25 Koefisien stabilitas unit lapisan pelidung
Material Quarry Stone (Rough Angular) Dolos Tetrapod A-Jack
Kd 2 15.8 7 25-100
Pada pemilihan jenis armor material yang digunakan dalam perencanaan breakwater
untu pelabuhan rencana dalam studi tugas akhir ini karena kondisi gelombang pada kondisi eksisiting yang tidak terlalu besar, sehingga tidak memerlukan lapisan armor material dengan tingkat kestabilan yang tinggi kemudian karena lokasi perairan perencanaan pelabuhan yang tidak terlalu dalam maka cukup efektif dengan menggunakan armor material batu alam yang diapatkan dari Quarry disekitar lokasi rencana pelabuhan. Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-107
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD 2.4.2.2 Perencanaan Layout Breakwater Biasanya butir batu breakwater disusun dalam beberapa lapis, dengan lapis terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu berukuran besar dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Ambil contoh desain rubble mound breakwater sisi miring dengan tiga lapisan. Lapis pelindung berfungsi sebagai pelindung dan pendisipasi energi gelombang utama. Lapis ke dua berfungsi selain sebagai pendisipasi energi gelombang juga untuk memfilter lapisan inti yang armor unitnya lebih kecil sehingga tidak dapat keluar. Berat batu lapisan pelindung didapat dari rumus Hudson Wr =
γrH3
(2-101)
K ∆ (S r − 1) cot θ 3
Setelah mendapatkan armor unit yang dibutuhkan maka langkah selanjutnya adalah menyusun breakwater sesuai desain. Setiap lapisan memiliki kebutuhan armor unit yang berbeda, semakin ke dalam armor unit akan semakin kecil. Armor unit yang dipakai diusahakan agar sama dengan desain, akan tetapi ada gradasi yang masih diizinkan yakni sebagai berikut: • Batu lapisan pelindung pertama, gradasi yang diizinkan adalah antara 75% sampai 125% dari armor unit weight desain. • Batu lapisan kedua, gradasi yang diizinkan adalah antara 75% sampai 125% dari armor unit weight desain. • Batu lapisan inti, gradasi yang diizinkan adalah antara 30% sampai 170% dari armor unit weight desain.
Run-up gelombang El. m.a. maksimum
Lebar puncak El. puncak
El. m.a. minimum
W/2–W
W –H
– 1.5 H W/200 – W/6000 W/10 -W/15
Gambar 2.43
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
Penampang Break Water
II-108
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.4.2.3 Stabilitas Breakwater Metode Irisan (Method of Slice)
Analisis stabilitas dengan menggunakan metode irisan, dapat dijelaskan dengan menggunakan
dengan AC merupakan lengkungan lingkaran sebagai permukaan
bidang longsor percobaan. Tanah yang berada diatas bidang longsor percobaan dibagi dalam beberapa irisan tegak. Lebar dari tiap-tiap irisan tidak harus sama. Perhatikan satu satuan tebal tegak lurus irisan melintang talud seperti gambar; gaya-gaya yang bekerja pada irisan tertentu (irisan no n) ditunjukkan dalam Error! Reference source not found.r 2.44. Wn adalah berat irisan. Gaya-gaya Nr dan Tr adalah komponen tegak dan sejajar dari reaksi R . Pn dan Pn+1 adalah gaya normal yang bekerja pada sisi-sisi irisan. Demikian juga, gaya geser yang bekerja pada sisi irisan adalah Tn dan Tn+1. Untuk memudahkan, tegangan air pori dianggap sama dengan nol. Gaya Pn, Pn+1, Tn, dan Tn+1 adalah sulit ditentukan. Tetapi, kita dapat membuat asumsi perkiraan bahwa resultan Pn dan Tn adalah sama besar dengan resultan Pn+1 dan Tn+1 dan juga garisgaris kerjanya segaris. Untuk pengamatan keseimbangan Nr = Wn cos αn
(2-102)
Dimana : Nr = gaya normal bidang gelincir Wn = gaya berat dari potongan tanah αn = sudut antara bidang gelincir dengan bidang datar Gaya geser perlawanan dapat dinyatakan sebagai berikut: Tr = τ d (∆Ln ) =
τ f (∆Ln ) 1 = [c + σ tan φ]∆Ln Fs Fs
Dengan: Tr = Gaya geser perlawanan τd = teg. Geser desain τf = teg. Geser nominal Fs = safety factor c = kohesi tanah σ = teg. Normal ∆Ln = panjang bidang gelincir Tegangan normal σ dalam persamaan (1) di atas adalah sama dengan: Nr W cos α n = n ∆Ln ∆Ln
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-103)
II-109
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
bn
Gambar 2.44 Skema Gaya yang Bekerja pada Sisi Miring Break water
Tn Tn+
Wn
Pn+1 Tr
Nr R=W
Gambar 2.45 Geometri model sayatan
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik O adalah sama dengan momen gaya perlawanan terhadap titik O, atau W cos α n 1 c + n tan φ (∆Ln )(r) ∆Ln n =1Fs
n =p
n =p
∑ Wn r sin α n = ∑
n =1
(2-103)
n =p
∑ (c ∆Ln + Wn cos α n . tan φ)
Atau Fs =
n =1
(2-104)
N=P
∑ w n sin α n
N=1
Catatan : ∆Ln dalam Persamaan (2-104) diperkirakan sama dengan
(b n ) cos α n
dengan bn = lebar potongan nomor n.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-110
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Perhatikan bahwa harga αn bisa negatif dan positif. Harga αn adalah positif bila talud bidang longsor yang merupakan sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan angka keamanan yang minimum yaitu, angka keamanan untuk lingkaran kritis-beberapa percobaan dibuat dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba. Metode ini umumnya dikenal sebagai “metode irisan yang sederhana (ordinary menthod of Slices)”. Grafik Cousinus Analisa stabilitas lereng ialah pada saat kritis, yaitu pada saat ada air rembesan yang tetap. Cousinus (1978) menggunakan suatu variasi metode lingkaran geser menurut Taylor untuk membuat grafik stabilitas dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh tekanan air pori yang disebabkan oleh air rembesan. Parameter-parameter yang bermacam-macam yang digunakan dalam pembuatan grafik-grafik tersebut adalah : a.
Tinggi talud, H
b.
Fungsi kedalaman, D
c.
Berat volume tanah, g
d.
Parameter Kekuatan geser efektif tanah, c dan φ
e.
Rasio tegangan pori, ru yang didefinisikan sebagai : ru =
f.
λcϕ =
g.
hγ w γz
γ H tan ϕ c Faktor stablitas, Ns yang didefinisikan sebagai Ns =
γ HFs c
Untuk definisi parameter-parameter diatas dapat dilihat pada Gambar 2.46 2.46
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-111
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.46 Grafik Cousinus
Untuk kemudahan dalam perhitungan stabilitas breakwater akan menggunakan program DELFT . Sedangkan untuk menghitung daya dukung tiang akan digunakan bantuan program N solve untuk pondasi tiang grup (group pile). 2.4.2.4 Daya Dukung Tanah Dalam perencanaan breakwater, daya dukung tanah lokasi studi sangat penting untuk
diketahui. Untuk menghitung daya dukung tanah pada pondasi tiang pancang sangat erat kaitannya dengan perhitungan daya dukung aksial pada pondasi tiang pancang itu sendiri. Rumus umum daya dukung aksial pondasi tiang adalah : Qu = Qp + Qs Qall =
Qu FS
(2-105) (2-106)
Dimana: Qu = Tahanan ultimate tiang Qs = Tahanan geser tiang Qp = Tahanan ujung tiang Qall = Daya dukung ijin pondasi tiang Dalam menghitung tahanan ujung tiang (Qp) sangat dipengaruhi oleh sifat properties tanah (soil property) dan luas diameter tiang. Persamaan umum dalam menghitung tahanan ujung : Qp = Ap (cNc * + qNq*)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-107)
II-112
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dimana: Qp = Tahanan ujung tiang Ap = luas penampang tiang c = kohesi undrained q = tekanan overburden Nc*, Nq* = faktor daya dukung Dalam menghitung faktor daya dukung tanah dalam menghitung tahanan ujung, beberapa ahli mengadakan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1. Meyerhoff (1976) 2. Vesic (1977) Nc = ( Nq − 1) cot φ
(2-108)
Dimana: Nq = f(Irr) Nq* = 4/3 ln (Irr +1) + π/2 + 1 Nilai Irr ditunjukkan dalam tabel Tabel 2.26 Nilai Irr Soil Type Sand Silt and clays (drained condition) Clays (undrained condition)
Ir 70-150 50-100 10-200
Dalam menghitung tahanan geser selimut tiang, dipengaruhi soil propertys antara lain sudut geser tanah (φ) dan nilai kohesi tanah (c): •
Kontribusi dari nilai kohesi tanah Qs = αCuLip
•
(2-109)
Dimana: α = koefisien adhesi ntara tanah dan tiang Cu = kohesi undrained Li = panjang lapisan tanah p = keliling tiang Kontribusi dari nilaisudut geser dalam Qs = f i Li p
(2-110)
Dimana: fi
= tahanan geser selimut tiang per satuan luas = Ko σo’ tan(2/3φ)
Li
= panjang lapisan tanah
P
= keliling tiang
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-113
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Dalam menghitung faktor adhesi pada tanah, digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1. API Metode 2 (1986) 2. Tomlinson (1977)
Dalam menentukan daya dukung kelompok tiang (group pile) ditentukan oleh efesiensi kelompok tiang, susunan kelompok tiang dan nilai tahanan ujung dan nilai tahanan geser. 2.4.3 Tempat Pelelangan Ikan Bangunan gedung didesain sesuai dengan syarat-syarat kekuatan konstruksi.
Perhitungan gaya-gaya yang bekerja, misalnya gaya lintang, gaya normal, tegangan geser, dan momen lentur, dan desain konstruksi (misalnya konstruksi beton, baja, kayu) dihitung dengan metode perhitungan yang umum dipakai, baik secara manual maupun dengan perangkat lunak yang telah dikenal dan dapat diandalkan. 2.4.3.1 Tahapan Perencanaan TPI Perencanaan struktur bangunan akan dilakukan sebagai berikut: •
tahap awal adalah tahap preliminary design
•
tahap kedua pemodelan
•
tahap ketiga analisis struktur
•
tahap keempat perencanaan dimensi komponen-komponen struktur.
2.4.3.2 Peraturan-Peraturan dan Standar Perencanaan untuk Bangunan Pada perencanaan struktur ini, digunakan peraturan-peraturan berikut sebagai acuan: •
SNI 03–2847–2002 : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
•
SNI 03–1726–2003 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung Kekuatan Material yang digunakan
•
Kuat tekan Beton (fc’) 30 MPa .
•
Tegangan Leleh Baja (fy) pada elemen struktural 400Mpa.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-114
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.4.3.3 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan • Beban Mati
Pengertian beban mati menurut SNI 03 - 2847 - 2002 adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati yang diperhitungkan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah berat sendiri yang terdiri dari:
•
o Berat bahan bangunan (beton bertulang)
= 2400 kg/m3
o Dinding pasangan batu merah
= 250 kg/m2
Beban Hidup Pengertian beban hidup menurut SNI 03 - 2847 - 2002 adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk bebanbeban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan atau beban akibat air hujan pada atap. Besarnya
beban
hidup
yang
diperhitungkan
berdasarkan
Pedoman
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah:
•
o Beban hidup pada lantai gedung
= 250 kg/m2
o Beban hidup pada atap
= 100 kg/m2
o Beban hujan (dengan kemiringan = 0º)
= 20 kg/m2
Beban Angin Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya
beban
angin
yang
diperhitungkan
berdasarkan
Pedoman
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah:
Besarnya tekanan tiup •
= 25 kg/m2
Beban Gempa Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Pada tugas besar ini diasumsikan bahwa beban yang terjadi adalah beban statik ekivalen.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-115
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Struktur bangunan gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekivalen. C1 .I Wt R
V =
(2-111)
dimana: V
= beban geser dasar nominal statik ekivalen
C1
= faktor respons gempa
I
= faktor keutamaan ( untuk perkantoran = 1,5)
Wt
= berat total struktur
R
= faktor reduksi gempa
Berat total struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban-beban berikut: 1. Beban mati total dari struktur bangunan gedung. 2. Bila digunakan dinding partisi lantai maka harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0.5 KPa. 3. Pada gudang-gudang dan tempat penyimpanan barang maka sekurangkurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan. 4. Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung harus diperhitungkan. 5. Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung harus diperhitungkan.
Fi =
Wi z i
V
n
∑W z i
(2-112)
i
j =1
dimana: Fi = beban gempa nominal statik ekivalen
Wi = berat lantai tingkat ke- i z i = ketinggian lantai ke-i •
Kombinasi Pembebanan Dalam detail disain penampang elemen-elemen struktur diperlukan gaya-gaya dalam elemen struktur ultimate akibat beban-beban yang bekerja pada bangunan. Untuk mendapatkan gaya-gaya dalam ultimate tersebut digunakan
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-116
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
kombinasi-kombinasi pembebanan sesuai dengan peraturan pembebanan yang berlaku. Berikut ini adalah kombinasi pembebanan yang digunakan dalam analisis struktur : Kombinasi 1 U = 1.4 D Kombinasi 2 U = 1.2 D + 1.6 L Kombinasi 3 U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.6 W Kombinasi 4 U = 0.9 D ± 1.6 W Kombinasi 5 U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.0 E Kombinasi 6 U = 0.9 D ± 1.0 E Dengan : D = berat mati L = beban hidup W = beban angin E = beban gempa
•
Envelope Untuk disain digunakan gaya dalam ultimate terbesar dari analisis struktur dengan kombinasi-kombinasi pembebanan di atas. Untuk memperoleh gaya dalam ultimate terbesar dari seluruh kombinasi pembebanan digunakan envelope gaya dalam dari seluruh kombinasi pembebanan.
2.4.3.4 Faktor Reduksi • Faktor Reduksi ( φ ) untuk pembebanan a. Beban mati
= 0.90
b. Beban hidup
o Untuk gedung
= 0.6
c. Beban angin
o Pihak angin
= 0.90
o Belakang angin
= -0.40
o Sejajar dengan arah angin
= -0.40
d. Beban gempa
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
= 0.30
II-117
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
•
Faktor Reduksi ( φ ) untuk kekuatan a. b. c. d.
Lentur tanpa beban aksial = 0.80 Aksial tarik dan aksial tekan dengan lentur = 0.80 Aksial tekan dan aksial dengan lentur = 0.70 Geser dan torsi = 0.75
2.4.3.5 Sistem Struktur Sistem struktur yang dipakai dalam perencanaan bangunan gedung Tempat
Pelelangan Ikan Lampulo adalah sistem struktur Moment Resisting Frame
(MRF). Aspek-aspek yang terkait dalam Moment Resisting Frame (MRF) : 1. Moment Resisting Frame (MRF) adalah struktur portal/ rangka lengkap yang memikul beban gravitasi dan memberikan tahanan terhadap beban lateral melalui gaya-gaya lentur pada elemennya. 2. Moment Resisting Frame (MRF) terbagi atas:
o Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa o Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah o Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus 3. Perbedaan perilaku dari berbagai jenis Moment Resisting Frame (MRF) ditentukan oleh kapasitas struktur dan kondisi batas elemen.
Dalam perencanaan bangunan gedung TPI ini, Momen Resisting Frame yang dipakai adalah jenis Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dengan ketentuan-ketentuan dari SNI 03-2847-2002.
2.4.3.6 Perencanaan Kolom Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
Perilaku Kolom terhadap Kombinasi Lentur dan Aksial Tekan Momen selalu digambarkan sebagai perkalian beban aksial dengan eksentrisitas, yaitu:
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-118
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Gambar 2.47
Perilaku Kolom
Perilaku terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
0.003 0.003
Co m Co pre n t ss ro i o ls n
Ten s Con ion trols
0.0 03
Gambar 2.48 Diagram interaksi Beban Aksial dan Momen (Failure Envelope)
Cat : Kombinasi sembarang P dan M yang berada diluar envelope akan menyebabkan
keruntuhan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-119
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD Pn = Pb Pn = Pb ec = 0.003 e s’
d’
0.85f’c Cs= As.f’c Cc = 0.85f’c.ab.b
Plastic Centroid
As T=As.fy
ey=fy/es b
Gambar 2.49 Aksi Gaya Resultan pada Centriod (h/2 dalam kasus ini)
Pn = C s + C c − Ts 2
(2-113)
Momen terhadap pusat geometri
h h h a M n = C s1 * − d 1 + C c * − + TS 2 * d 2 − 2 2 2 2
(2-114)
Kolom yang mengalami Tarik Murni Penampang retak, yakni apabila beton tidak memiliki kapasitas aksial Regangan Seragam ≥ − ε y N
Pn ( tarik
)
=
∑−
f y A si
(2-115)
i =1
Faktor Reduksi Faktor Reduksi Kekuatan, Φ (SNI Pasal 11.3.2) a.
Tarik aksial dan tarik aksial dengan lentur Φ = 0.8
b.
Tekan aksial dengan tekan aksial dengan lentur. Elemen struktur dengan tulangan spiral sesuai dengan pasal 12.9.3 Φ = 0.70 Elemen struktur lainnya
Φ = 0.65
Kecuali untuk nilai tekan aksial yang rendah, Φ boleh ditingkatkan sebagai berikut : Jika
f y ≤ 400 MPa dan tulangan bersifat simetris dan
(h − d '−d s ) h
> 0.70 dengan
ds adalah jarak dari serat tarik terluar ke pusat tulangan tarik. Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-120
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Maka Φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring dengan menurunnya ΦPn dari 0.10 fc Ag ke nol. Untuk komponen struktur yang tidak memenuhi syarat yang disampaikan sebelumnya :
Φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring menurunnya ΦPn dari nilai terkecil antara (ΦPb atau 0.1 fc Ag) ke nol. Desain Kolom Pendek terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
Tipe Kolom 1. Kolom berspiral lebih efisien untuk
e < 0.1 tetapi mahal h
2. Kolom bersengkang ikat, tulangan dipasang dileempat sisi bila
e < 0.2 dan h
untuk kasus lentur biaksial 3. Kolom bersengkang ikat, tulangan dipasang hanya di dua sisi
e > 0. 2 h
-
Efisien bila
-
Bentuk persegi meningkatkan efisiensi
-
Sambungan Lewatan (Splice) Umumnya, tulangan longitudinal kolom disambung lewatkan persis di atas level lantai (hanya diperbolehkan untuk desain non-gempa). Jenis sambungan lewatan tergantung pada kondisi tegangan (SNI 14.17) Bila semua tulangan dalam kondisi tekan digunakan sambungan lewatan tekan (SNI 14.16) Bila 0 ≤ f s ≤ 0.5 f y maka sambungan lewatan termasuk tarik kelas A (<1/2 jumlah tulangan disambung lewatkan). Bila f s ≤ 0.5 f y maka sambungan lewatan tarik termasuk tarik kelas B (>1/2 jumlah tulangan disambung lewatkan). Geser Kolom
Nu Untuk tekan aksial Vc = 1 + 14 A g
f 'c bw d 6
(2-116)
Jika Vu>0.5ΦVc sengkang harus memenuhi SNI Bab 13 dan Pasal 9.10.5
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-121
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Rasio Tulangan 0.01 ≤ ρ ≤ 0.08 (SNI 12.9.1) (SNI 12.8.4) Untuk penampang yang lebih besar dari yang dibutuhkan berdasarkan beban : Tulangan minimum dapat dihitung berdasarkan luas efektif yang dikurangi Ag ( (≥ 1 / 2 Ag total ) . Selama kekuatan yang diberikan oleh luas yang dikurangi tersebut serta Ast yang dihasilkan masih memadai untuk pembebanan yang ditinjau.
Diagram Interaksi yang dinormalisasi Pn Ag atau
tanpa satuan
φPn Ag
versus
versus
φPn Ag . f ' c
versus
Mn Ag .h
φM n Ag .h
φM n Ag .h. f ' c
2.4.3.7 Perencanaan Balok Balok yang didesain (Mu) harus dapat melayani beban momen terfaktor (Mn) yang bekerja pada balok tersebut. Adapun persyaratanyang harus dipenuhi adalah sebagai berikut
φM u ≤ Mu
(2-117)
Untuk kombinasi beban hidup dan beban mati dapat dirumuskan sebagai berikut:
M u = M DL + M LL
(2-118)
Dimana : MDL = Momen akibat beban mati MLL = Momen akibat beban hidup
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-122
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Perhitungan Analisis 0.85 fc’ a = β1.c
c
C
d
fs
fs
T
Gambar 2.50 Analisis Tension dan Compression pada Balok
Pada gambar di atas besar gaya tekan C, pada beton :
C = (0,85. fc' ) ab
(2-119)
Gaya tarik pada baja:
T = As . f s
(2-120)
Jika tulangan diasumsikan leleh, maka:
T = As . f y
(2-121)
Keseimbangan gaya horizontal akan memberikan: C=T
(2-122)
0,85. f c '.ab = As f y a=
As f y 0,85. f c '.b
=
ωd
(2-123)
0,85
Dimana:
ω = ρ fy / fc’
(2-124)
ρ = As / (bd)
(2-125)
Mn dapat dihitung sebagai berikut
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-123
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
M n = T .J d a M n = As f y d − 2 sehingga :
a
φM n = φ As f y d − 2 M n = C .J d a M n = 0,85 f c ' ab d − 2 sehingga :
a
φM n = φ 0,85 f c ' ab d − 2 Persamaan di atas dalam bentuk lain:
φM n = φ[ f c ' bd 2ω(1 − 0,59ω )]
(2-126)
Periksa apakah fs = fy
2.4.3.8 Perencanaan Pelat
Tipe plat yang akan digunakan pada perencanaan gedung TPI adalah tipe slab. Plat tipe ini tergolong jenis pelat satu arah. Pelat direncanakan sebagai pelat menerus. Tebal plat lantai minimum untuk jenis pelat menerus adalah sebagai berikut:
tmin =
S +3 ≥ 0,17m 30
(2-127)
maka digunakan ketebalan pelat = 200 mm.
2.4.3.9 Perencanaan Pondasi Daya dukung pondasi dangkal menurut Terzaghi akan tergantung dari tiga faktor yaitu kohesi, sudut geser serta berat jenis tanah. Perumusan daya dukung ultimit pada pondasi bujur sangkar menurut terzaghi adalah sebagai berikut:
q u = 1.3 ⋅ c ⋅ N c + q ⋅ N q + 0.4γ ⋅ B ⋅ N γ Dimana: qu c γ
(2-128)
= daya dukung ultimit (kN/m2) = kohesi tanah (kN/m2) = berat unit tanah (kN/m3)
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-124
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
B q Df
= lebar pondasi (m) = beban merata di atas pondasi akibat tanah/ γ.Df = kedalaman pondasi (m)
qu akan dalam bentuk dayadukung merata terhadap areal luas dasar permukaan pondasi. Adapun daya dukung yang diperbolehkan , qall akan tergantung dari safety faktor yang dipilih.
q all =
qu SF
(2-129)
Dengan safety factor berkisar antara 2,5 sampai 4 tergantung perencana. Sedangkan beban terpusat di atas pondasi akan tergantung pada luasan pondasi tersebut, sehingga:
Q = q all ⋅ B 2
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
(2-130)
II-125
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
2.5 Konsep Pengembangan Pelabuhan Pola pikir pembangunan dan pengembangan pada hakekatnya merupakan dasar pemikiran bagaimana sebaiknya PPS dibangun apakah ada kemungkinan untuk dijadikan pusat pertumbuhan perikanan (growth center) khususnya pelabuhan perikanan ditengah-tengah keberadaan beberapa pelabuhan perikanan dan PPS disekitarnya.
Pola pembangunan dan pengembangan bottom-up yang berarti bertitik tolak dari kondisi dan daya dukung yang ada kemudian secara bertahap tumbuh dan berkembang secara progresif sesuai dengan perkembangan operasional PPS tersebut. Sejalan dengan itu akan dilakukan peningkatan skala pelabuhan untuk jangka menengah dan panjang.
Analisa pembangunan dan pengembangan dilakukan dengan konsepsi SWOT yaitu konsep Pengembangan yang berdasarkan analisa atas anatomi Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat). Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan peluang didorong dan dikembangkan secara maksimal, sedangkan faktor-faktor yang menjadi kelemahan dan ancaman harus ditekan dan dihilangkan.
Proyeksi perikanan yang mencakup proyeksi produksi dan armada penangkapan, dibuat berdasarkan potensi sumberdaya perikanan yang ada dan belum dimanfaatkan, dan pola kecenderungan (trend) yang terjadi. Proyeksi ini dibuat untuk jangka waktu 20 tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan
yang
mempengaruhinya
seperti
kebijaksanaan
Pemerintah,
globalisasi ekonomi, informasi dan sebagainya.
Skala pembangunan dan pengembangan ditetapkan berdasarkan pola bottom-up yang berarti pemekaran/pengembangan dilakukan secara bertahap dari skala kecil ke skala besar. Sedang tahapan Pengembangan dibuat dalam tiga tahap yaitu : •
Pengembangan jangka pendek;
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-126
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
•
Pengembangan jangka menengah;
•
Pengembangan jangka panjang.
Dalam rangka menjamin agar sasaran Pengembangan dapat tercapai, perlu disusun strategi Pengembangan dan langkah-langkah kebijaksanaan. Strategi Pengembangan yang diambil antara lain dengan memadukan ketiga jalur pelaku kegiatan perikanan yaitu koperasi nelayan, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan swasta.
Sedangkan langkah-langkah kebijaksanaan yang perlu diambil antara lain sebagai berikut : •
Pengembangan sumberdaya manusia
•
Pengembangan produksi
•
Peningkatan pemasaran
•
Pembinaan mutu hasil perikanan
•
Pengembangan agribisnis
•
Pengembangan infrastruktur
•
Penanaman modal
2.6 Analisa Ekonomi Bunga merupakan kompensasi atas ketidakpastian masa yang akan datang. Konsep bunga menyebabkan terjadinya perubahan nilai oleh perubahan waktu dimana nilai sekarang berbeda dengan nilai masa datang. Konsep bunga ada dua, yaitu bunga sederhana (simple interest) dan bunga berganda (compound interest). • Bunga Sederhana (Simple Interest) Bunga sederhana yaitu bunga yang dihitung hanya dari nilai pokok saja. F = P (1 + in)
(2-131)
Keterangan: F =Nilai masa datang i =tingkat suku bunga n =periode pembungaan
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-127
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
• Bunga Berganda (Coumpound Interest) Bunga berganda yaitu bunga yang dihitung dari nilai total termasuk bunga yang dibungakan: Tabel 2.27 Rumus Bunga Berganda
Tahun Pertama
P + iP
= P(1+i)
Tahun Kedua
P(1+i) + iP (1+i)
= P(1+i)2
Tahun Ketiga
P(1+i)2 + iP (1+i)2
= P(1+i)3
Tahun Ke-n
P(1+i)n-1 + iP (1+i)n-1
= P(1+i)n
Dengan kata lain, nilai sekarang bertambah pada n periode menjadi P(1+i)n, maka hubungan nilai mendatang dan nilai sekarang dapat dituliskan F = P (1 + i ) n
P=F
(2-132)
1 = F (1 + i ) − n (1 + i ) n
(2-133)
2.6.1 Pembungaan Periode Tak Terhingga Untuk proyek-proyek yang masa pakainya tidak terbatas seperti jalan, bendungan, pelabuhan, dan lain-lain. Maka periode pemakaian yang terjadi menjadi tidak terhingga. Persamaan untuk periode pembungaan yang tidak terhingga adalah: P= A x i
(2-134)
Untuk menentukan suatu proyek menguntungkan atau tidak dapat dianalisis melalui metode pada sub bab berikutnya.
2.6.2 Benefit Cost Ratio BCR adalah perbandingan antara keuntungan tahunan yang diperoleh dari suatu pembangunan proyek dengan pengeluaran tahunan dari proyek tersebut. Suatu proyek dianggap menguntungkan jika BCR-nya >1 BCR =
B C+I
(2-135)
Dimana: B = Keuntungan (benefit) C = Pengeluaran (Cost) Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-128
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
I
= Biaya investasi awal (initial)
2.6.3 Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah persentase keuntungan yang akan diperoleh dengan membangun proyek yang
anggarannya
berasal
dari
dana
pinjaman.
Suatu
proyek
dianggap
menguntungkan jika IRR-nya> dari bunga yang dikenakan pada pinjaman. Besarnya IRR dapat diketahui dengan NPV = 0 atau NFV = 0 Dimana: NPV( Net Present Value)
= nilai bersih masa sekarang
NFV (Net Future Value)
= nilai bersih masa datang
2.6.4 Analisis Titik Impas (Break Event Point Analysis) BEP diperlukan untuk mengetahui kapan suatu proyek mengalami pengembalian modal yaitu jumlah pengeluaran (termasuk investasi) = pendapatan. BEP dapat dihitung denganmembandingkan NPV dari pengeluaran dan pendapatan, BEP dicapai pada saat nilai NPV pengeluaran = NPV pendapatan.
Andi Widyanto (15002083) Rika Afriana (15002085)
II-129