BAB II TEORI ANALISA TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II
2.1. Pendahuluan Untuk merancang sistem pipa dengan benar, kita harus memahami perilaku sistem pipa akibat pembebanan dan regulasi ( kode standard desain ) yang mengatur perancangan sistem pipa. Perilaku sistem pipa ini antara lain digambarkan oleh parameter-parameter fisis seperti perpindahan, percepatan, tegangan, gaya, momen dan besaran lainnya. Kegiatan teknik untuk memperoleh perilaku sistem pipa ini dikenal sebagai analisa tegangan pipa atau dahulu disebut juga analisa fleksibilitas. Analisa tegangan pipa yang diharuskan oleh kode standar dimaksudkan untuk
kepentingan
keamanan
sebagai
jawaban
atas
berbagai
kecelakaan/kegagalan pada sistem pipa yang tidak dirancang dengan aman. Secara umum tujuan dari analisa tegangan pipa antara lain adalah: •
Menghitung tegangan pada pipa agar tetap masuk dalam harga tegangan yang diperbolehkan berdasarkan kode standar desain pipa yang dipakai
•
Menghitung gaya yang bekerja pada nozzle dari peralatan seperti bejana tekan, tanki dan lainnya, untuk kemudian dibandingkan dengan kekuatan (strength) dari nozzle tersebut
•
Menghitung beban perancangan pada tumpuan pipa (piping support) agar tetap berada dalam batas beban yang diizinkan
•
Menghitung perpindahan pipa terbesar untuk mengantisipasi kemungkinan interferensi antar pipa atau pipa dengan struktur
•
Mencari solusi untuk masalah dinamis seperti getaran mekanis dari peralatan, fluid hammer, transient flow dan sebagainya
•
Mengoptimalisasikan perancangan tata letak pipa dan tumpuan pipa.
5
2.2. Kode Standar Desain Pipa Kode standar desain dibuat sebagai kompilasi dari pengalaman, kompromi dan simplifikasi selama lebih sepuluh dasawarsa di negara industri maju terutama Amerika Serikat. Di Amerika Serikat hampir semua sistem pemipaan dibangun sesuai ANSI/ASME Code B31 untuk Pemipaan Bertekanan. Terdapat beberapa perbedaan dari beberapa seksi perundangan pemipaan untuk sistem dengan type yang berbeda. Seksi pemipaan yang digunakan untuk pipa (boiler0 yang dikombinasikan dengan Section 1 ASME Boiler and Pressure Vessel Code merupakan Power Piping Code B31.1. Seksi pemipaan yang seringkali digunakan dengan Section VIII, Division 1 untuk bejana tekan, merupakan Chemical Plant and Petroleum Refinery Piping Code, B31.3, yang sejak 1996 diganti namanya menjadi Process Piping B31.3. Pada saat ini ada beberapa buah kode standard dari komite B31 ini yang seiring dipakai sebagai acuan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan bidang industri, yaitu: •
ASME/ANSI B31.1 untuk sistem perpipaan di industri pembangkit listrik
•
ASME/ANSI B31.3 untuk sistem perpipaan di industri proses dan petrokimia
•
ASME/ANSI B31.4 untuk pipa transport minyak dan zat cair lainnya
•
ASME/ANSI B31.5 untuk sistem perpipaan pendingin
•
ASME/ANSI B31.8 untuk pipa transport gas
Selain ASME Code B31, ada beberapa kode standar pipa yang lain baik dari Amerika Serikat maupun negara lain, seperti : •
ASME Boiler and Pressure Vessel, Section III, subsection NB, NC, ND untuk sistem perpipaan di industri pembangkit listrik tenaga nuklir
•
API kode seri untuk industri di bidang migas
•
Stoomwezen dari Belanda
•
SNCT kode dari Perancis untuk petrokimia
•
Canadian Z662 dari Kanada
•
BS7159 dari Inggris
•
NORWEGIAN dan DNV dari Norwegia.
6
Kode standar pipa biasa mengacu pada kode standar khususnya untuk komponenkomponen pipa. Sebagai contoh dalam kode standar pipa B31.3 terdapat lebih dari 80 tabel standar antara lain : •
ANSI B16.5 yang meliputi perancangan flanges
•
ANSI B16.9 yang meliputi butt-welded fitting
•
ANSI B16.11 yang meliputi socket-weld dan threaded fitting
•
Tabel material yang mengacu kepada standar ASTM.
Yang perlu diperhatikan
di sini adalah kode standar desain bukanlah buku
petunjuk perancangan yang memberikan instruksi bagaimana caranya merancang sistem pipa. Kode standar hanyalah sebuah alat untuk menkaji sebuah rancangan sistem perpipaan dengan memberikan persamaan-persamaan yang disederhanakan untuk menentukan besarnya tegangan dan menjamin keamanan pada sistem pipa. Analisa tegangan pipa adalah salah satu bagian proses perancangan sistem perpipaan dan pipa transport, dan berkaitan erat dengan perancangan tata letak pipa dan perancangan sistem spesifikasi pipa serta perancangan tumpuan pipa (piping support). Berikut ini hubungan antar beberapa disiplin ilmu yang berkaitan dengan analisa tegangan pipa. Perancangan tata letak pipa
Diagram proses dan instrumentasi
Sistem spesifikasi pipa
Analisa tegangan pipa
Perancangan tumpuan pipa
Laporan analisa tegangan
Gambar akhir tata letak pipa
Gambar 2.1. Hubungan disiplin ilmu dengan analisa tegangan pipa
7
Dokumentasi yang dihasilkan oleh kelompok analisa tegangan pipa biasanya mencakup juga gambar isometrik pipa dengan informasi tegangan, gaya dan perpindahan serta data input dan output dari piranti lunak berikut asumsi-asumsi yang dipakai. Dokumentasi ini dipakai sebagai acuan perubahan tata letak pipa dan tumpuan pipa atau bahkan perubahan dari rancangan penguatan dari nozzle. 2.3. Teori Dasar Tegangan Pipa Dalam menerapkan kode standar desain, kita harus mengerti prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Sebuah pipa dinyatakan rusak jika tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan batas material yang diizinkan. Dari definisi yang sederhana ini ada dua buah istilah yang harus dipahami dengan benar yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan batas yang diizinkan. Tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memerlukan arah. Nilai dari tegangan didfinisikan sebagai gaya ( F ) per satuan luas ( A ). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah sumbu prinsip pipa dibuat saling tegak lurus seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2. Arah pada tegangan pipa Sumbu ini terletak di bidang tengah dinding pipa dan salah satu arahnya yang sejajar dengan panjang pipa disebut sumbu axial atau longitudinal. Sumbu yang tegak lurus terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari pusat pipa menuju luar pipa disebut sumbu radial. Sumbu yang sejajar dengan dinding pipa tapi tegak lurus dengan sumbu axial disebut sumbu tangensial atau sirkumferensial.
8
Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian thermal, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa. Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material dan metode produksinya. Kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan ( failure theory ) yang ada. Dalam membahas kode standard kita harus membedakan pengertian tegangan pipa menjadi dua, yaitu : 1. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan strain gauge atau perhitungan analisa secara manual ataupun dengan piranti lunak komputer. 2. Tegangan
pipa
kode,
yaitu
tegangan
hasil
perhitungan
dengan
menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standard tertentu. Tegangan
pipa
kode
didefinisikan
berdasarkan
hasil
kompromi
dan
penyederhanaan yang dimulai sepuluh dekade yang lalu dan terkompilasi pada standar kode desain pipa yang telah disebut di atas. 2.3.1. Tegangan Dalam Prinsipal pada Pipa Tegangan dalam pipa dapat diuraikan berdasarkan arahnya sesuai dengan arah sumbu, prinsip ini sebagai berikut : 1. Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu longitudinal disebut tegangan longitudinal ( SL ) atau tegangan aksial. Nilai tegangan ini dinyatakan positif jika tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik dan negatif jika tegangannya berupa tegangan tekan ( kompresi ). Tegangan longitudinal pada sistem pipa disebabkan oleh gaya-gaya aksial, tekanan dalam pipa dan bending. 1.1. Akibat gaya dalam aksial.
SL =
Fax Am
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 15
Dimana : Fax = gaya dalam aksial Am = luas penampang material pipa = π .dm.t dm = diameter rata-rata pipa
9
=
(d i + d o ) 2
do = diameter luar pipa di = diameter dalam pipa
Gambar 2.3. Gaya dalam aksial pipa 1.2. Akibat tekanan pipa ( pressure gauge )
SL =
P. Ai Am
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 15
Dimana : P = tekanan dalam aksial ( pressure gauge ) Ai = luas penampang dalam pipa =
π .d i 2 4
Jadi tegangan longitudinal karena tekanan dalam pipa : 2
SL =
P.d i 4d m t
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 15
Untuk sederhananya rumus yang terakhir ini ditulis secara konservatif sebagai berikut :
SL =
P.d o 4t
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 15
10
Gambar 2.4. Tekanan pada pipa 1.3. Akibat momen lendutan ( bending moment )
SL =
M b .c I
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 16
Dimana : Mb = momen lendutan pada sebuah penampang pipa c
= jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan
I
= momen inersia dari penampang pipa =
(
π . do 4 − di 4
)
64
Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan ( bending stress ). Tegangan ini paling besar jika c = Ro , yaitu :
SL =
M b .Ro M b = I Z
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 16
Dimana : Ro = radius luar pipa Z = modulus luar permukaan ( section modulus ) =
I Ro
11
Gambar 2.5. Momen lendutan pada pipa 1.4. Tegangan Longitudinal keseluruhannya menjadi :
SL =
Fax P.d o M b + + Am 4t Z
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 17
Gambar 2.6. Keseluruhan tegangan longitudinal pada pipa 2. Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu sirkumferensial disebut tegangan sirkumferensial, terkadang juga disebut tegangan tangensial atau tegangan hoop (SH). Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa dan bernilai positif jika cenderung membelah pipa menjadi dua. Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah :
(
)
⎡ r1 2 + r1 2 .r2 2 ⎤ ⎥ ⎢ r2 ⎦ ⎣ SH = P 2 2 ro − r1
(
)
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 18
12
Dimana : ro = radius luar pipa ri = radius dalam pipa r
= jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan
Secara konservatif untuk pipa yang tipis dapat dilakukan penyederhanaan penurunan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa yaitu : F = P.d i .l ditahan oleh dinding pipa seluas : Am = 2t.l sehingga rumus untuk tegangan tangensial dapat ditulis sebagai berikut :
SH =
P.d i 2t
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 18
Atau lebih konservatif lagi :
SH =
P.d o 2t
Gambar 2.7. Tegangan hoop 3. Tegangan yang arahnya sama dengan sumbu radial disebut tegangan radial. Tegangan ini berupa tegangan kompresi ( negatif ) jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam ( pressure gauge ) dan berupa tegangan tarik ( positif ) jika di dalam pipa terjadi tekanan hampa ( vacuum pressure ).
(
)
⎡ r1 2 − r1 2 .r2 2 ⎤ ⎥ ⎢ r2 ⎦ ⎣ SR = P 2 2 ro − r1
(
)
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 19
13
Karena jika r = ro dan jika r = r1 maka SR = -P yang artinya tegangan ini nol pada titik di mana tegangan lendutan maksimum, karena itu tegangan ini biasanya diabaikan. 4. Tegangan geser adalah tegangan yang arahnya paralel dengan penampang permukaan pipa, terjadi jika dua atau lebih tegangan normal yang diuraikan di atas bekerja pada satu titik. Tegangan geser pada sistem pipa antara lain akibat gaya dari tumpuan pipa ( pipe support ) dikombinasikan dengan gaya bending. 4.1. Akibat gaya geser V
τ max =
V .Q Am
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 19
Dimana : Q = faktor bentuk tegangan geser ( 1.33 untuk silinder solid ) V = gaya geser Tegangan ini maksimum di sumbu netral ( di sumbu simetri pipa ) dan nihil pada titik di mana tegangan lendut maksimum ( yaitu pada permukaan luar dinding pipa ). Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini diabaikan.
Gambar 2.8. Gaya geser pada pipa 4.2. Akibat momen puntir ( torsional moment ) = MT
τ max =
MT 2Z
....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 19
Tegangan ini maksimum pada titik yang sama di mana tegangan lendut maksimum.
14
Gambar 2.9. Momen puntir pada pipa 2.3.2. Kombinasi tegangan pada dinding pipa Dari teori mekanika tegangan dalam tiga dimensi berlaku tegangan prinsip orthogonal yang menyatakan : S L + S H + S R = S1 + S 2 + S 3 ..........Ap-Greid Oil & Gas Design Course,hal 20 Dimana : S1 > S 2 > S 3
τ max =
1 (S1 − S 3 ) 2
Nilai dari S1 dan S3 dapat ditentukan dengan bantuan lingkaran Mohr. Dalam sistem tegangan 2 dimensi di mana salah satu komponen tegangan prinsip diabaikan ( dalam kasus tegangan pipa SR = 0 ), maka berlaku lingkaran Mohr sebagai berikut :
τ max
τ S2
−τ
S1
SH
SL
τ max
Gambar 2.10. Lingkaran Mohr
15
Dimana :
S1 = (S L + S H ) / 2 +
[(S L − S H ) / 2]2 + τ 2
S 2 = (S L + S H ) / 2 −
[(S L − S H ) / 2]2 + τ 2
τ max =
[(S L − S H ) / 2]2 + τ 2 ....... Ap-Greid Oil & Gas Design Course, hal 20
2.4. Pengenalan software CAESAR II Sebagaimana telah dijelaskan pada permulaan penyusunan Tugas Akhir ini bahwasanya penggunaan software dalam simulasi penghitungan analisa tegangan pipa adalah software CAESAR II. Untuk itu di sini akan diberikan sedikit gambaran pendahuluan tentang CAESAR II pengertian dan kegunaannya dalam dunia kerja. CAESAR II adalah salah satu engineering software yang banyak digunakan untuk analisis sistem pemipaan. Pada sistem pemipaan material yang digunakan adalah struktur yang dapat mengalami thermal strain akibat dari temperatur fluida yang mengalir pada pipa. Strain yang terjadi harus diserap oleh pipa, support dan equipment. Struktur-struktur pada sistem pemipaan ini harus cukup mampu untuk menahan berat dan juga cukup fleksibel untuk menerima growth. Akibat beban (load) defleksi dan stress yang dialami oleh sistem pemipaan dapat dianalisis dengan menggunakan CAESAR II. Pada analisis stress dan force/momen dengan menggunakan CAESAR II dapat dilakukan dengan berbagai jenis analisis, yaitu : 1. Static 2. Dynamic 3. Quasi dynamic 4. Kombinasi static dan dynamic Quasi dynamic adalah beban dinamik yang dianalisis dengan cara static. Problem yang dianalisis dengan quasi dynamic adalah: -
PSV ( Pressure Safety Valve )
-
Uniform load (earth quake)
-
Wind load
-
Wave
16
Sumber : COADE Gambar 2.11. Tampilan menu utama CAESAR II
Sumber : COADE Gambar 2.12. Tampilan piping input
17
2.4.1. Prinsip dasar elemen pipa pada komputer Program komputer untuk analisa tegangan pipa bekerja berdasarkan prinsip elemen hingga yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Metode fleksibilitas ( Flexibility Method ) di mana besaran yang dicari adalah gaya dan momen. 2. Metode kekakuan ( Stiffness Method ) di mana besaran yang dicari adalah perpindahan dan rotasi, gaya dan momen dihitung kemudian dengan menggunakan persamaan kekakuan setelah perpinahan dan rotasi sudah diketahui. Program komputer komersial untuk analisa tegangan pipa yang tersedia sekarang umumnya menggunakan metode kekakuan, demikian halnya dengan CAESAR II. Sebagai sebuah metode aproksimasi, metode elemen hingga secara umum memakai beberapa asumsi. Asumsi dasar yang dipakai oleh program elemen hingga untuk analisa tegangan pipa adalah pemodelan pipa sebagai elemen garis (1-D) yang beretepatan dengan sumbu simetri pipa. Elemen garis dihubungkan dengan dua titik nodal (satu pada ujung “From” dan yang lain pada ujung “End” ). Setiap titik nodal memiliki koordinat ruang dengan enam derajat kebebasan (3 perpindahan dan 3 rotasi). Pada elemen garis ini didefinisikan parameter kekakuan yaitu sifat material dan geometri penampang pipa, yang diasumsikan konstant sepanjang elemen. Selanjutnya beberapa asumsi yang umum digunakan oleh program elemen hingga untuk analisa tegangan pipa adalah sebagai berikut : •
Stabilitas struktur diabaikan pada seluruh elemen pipa
•
Bidang penampang pipa tetap bidang sebelum dan sesudah deformasi
•
Hukum Hooke berlaku di seluruh penampang pipa dan untuk seluruh beban
•
Gaya dan Momen diasumsikan bekerja pada sumbu netral pipa
•
Penampang pipa tidak mengalami ovalisasi akibat beban momen, kecuali untuk elemen bend yang memang diasumsikan ovalisasi
•
Beban diasumsikan bekerja pada struktur pipa dalam keadaan tidak terdeformasi
•
Deformasi rotasi diasumsikan sangat kecil
18
Asumsi diatas ini menjadi tidak berlaku untuk kasus-kasus berikut : •
Pipa berdiameter sangat besar atau berdinding sangat tipis d/t >> 10. pipa seperti ini sangat sensitif terhadap stabilitas struktur. Pemasangan saddle/pads
untuk
pencegahan
stabilitas
struktur
dengan
cara
mendistribusikan tegangan lebih merata. •
Pad dan saddle menyebabkan distorsi geometri secara lokal di mana tegangan konsentrasi di kasus ini tidak diperhitungkan oleh kode pipa dengan SIF.
•
Elbow mengalami ovalisasi yang besarnya tidak boleh diabaikan. Fleksibilitas akibat ovalisasi diperhitungkan pada prosedur penentuan SIF elbow. Fleksibilitas elbow berkurang oleh sebab-sebab berikut : -
flange atau fitting kaku lainnya dilas langsung (atau sangat dekat) dengan elbow. Koreksi pada kasus ini diperhitungkan oleh CAESAR II.
Gambar 2.13. Jarak fitting dengan elbow -
Dummy leg, trunion dan rigid attachment lainnya dilas pada dinding elbow. Fleksibilitas dan SIF sangat terpengaruh dan besar kuantitatifnya harus dilakukan analisa detail dengan FEM.
19
Gambar 2.14. (A) Dummy, (B) Trunion, dan (C) Contoh rigid lainnya -
Efek non linear terjadi misalnya pada sliding-friction, restraint satu arah, restraint dengan gap, diselesaikan secara iterasi sampai konvergensi diperoleh.
-
Elemen pipa tidak homogen misalnya reducer, belum dimodelkan secara otomatis.
-
Valve dan flange dimodelkan sebagai elemen rigid (diameter sama tapi ketebalan 10x elemen pipa yang berhubungan). Tegangan yang terjadi pada elemen ini tidak dapat digunakan, tapi efek dari kerigidan elemen ini pada elemen pipa yang lebih fleksibel cukup merepresentasikan keberadaan elemen valve dan flange ini.
2.4.2. Teknik pemodelan konfigurasi pipa Pemodelan sistem pipa ke dalam komputer (model komputasi) adalah proses penyederhanaan dari realita ke model komputer. Penyederhanaan ini bervariasi tergantung dari sejauh mana pemakai mementingkan akurasi atau beban komputasi.
20