BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Balok Tinggi Beton Bertulang Menurut ACI Committee 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok (h) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok (2d) dari muka perletakan untuk balok dengan pembebanan terpusat. Balok tinggi biasanya digunakan sebagai balok transfer (transfer girder) baik hanya satu bentang maupun balok menerus. Pada transfer girder, beban dari sebuah kolom atau lebih disalurkan secara horizontal menuju kolom lainnya. Balok tinggi juga ditemui pada dinding struktur berpasangan (coupling structural wall) dan kepala pondasi tiang pancang (pile cap).
2.2. Distribusi Tegangan dan Trayektori Tegangan Utama pada Beton
Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis Trayektori utama adalah “tempat kedudukan” titik-titik dari suatu tegangan utama {principal stress) yang memilki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis trayektori tekan dan garis trayektori tarik. Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan (tie) non prategang dari baja yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja
4
5
prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok angker sesudah retak signifikan terjadi. Trayektori tegangan-tegangan tekan beton cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai bagian dari unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai batang tarik pada unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah batang tekan. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama yang mempunyai nilai tertentu. Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah :
a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus. b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori tersebut adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal. c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan 0
sudut 90 . 0
d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45 . e) Lebih dekat jarak antara trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan utamanya. f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan pada daerah D.
6
Penggunaan Strut and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element (elemen hingga) nonlinear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak komputer. Untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori plastisitas.
7
Leonhardt dan Monnig (1975, 1977) menunjukan berbagai gambaran bentuk distribusi dan trayektori tegangan.
Gambar 2.2.1 Trayektori tegangan utama pada daerah B dan daerah D.
Gambar 2.2.2 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model.
8
Gambar 2.2.3 Distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan lokasi beban dan landasan yang besarnya berbeda.
2.2.4 Trayektori tegangan utama tiga dimensi.
9
2.3. D-Region (daerah-D) dan B-Region (daerah-B) Dalam perencanaan struktur beton diketahui bahwa penentuan dan penempatan baja tulangan pada bagian tertentu struktur (dalam hal ini disebut ‘daerah-B’) dapat dengan mudah dihitung berdasarkan analisa penampang biasa, tetapi ada bagian-bagian lain (dalam hal ini disebut daerah-D) harus didasarkan pada persyaratan empiris tertentu (rule of thumbs atau judgement) dari pengalaman sebelumnya. Istilah awam untuk itu adalah “mengikuti standar detail’. (Dipohusodo, Istimawan. 1994) Pada bagian-bagian tersebut (daerah-B dan D) mempunyai peran yang sama pentingnya. Oleh karena itu, suatu cara perencanaan yang merata (unified) dan konsisten untuk semua tipe struktur serta semua bagian struktur sangat diperlukan. Agar memuaskan maka konsep tersebut harus didasarkan pada model fisik yang realistis. Agar dapat menerapkan metode Strut and Tie dengan baik maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ‘daerah B’ atau ‘daerah D’ dari suatu elemen struktur. Daerah B (dari huruf depan ‘beam’ atau ‘Bernoulli’) adalah bagian struktur yang penampangnya mempunyai distribusi regangan linier sehingga teori balok lentur klasik dapat diterapkan. Daerah D (dari huruf depan ‘disturb’ atau ‘discontinue’ atau ‘detail’) yaitu bagian struktur yang mengalami perubahan geometri (adanya lubang atau perubahan ukuran yang menyolok) atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat yang menyebabkan pada bagian tersebut mempunyai distribusi regangan non-linier sehingga teori balok lentur klasik tidak bisa diterapkan lagi. Daerah B dan D dari beberapa tipe balok dapat diberi beban terpusat dan beban merata. Daerah D atau daerah B yang terbentuk dipengaruhi oleh : a). rasio tinggi dibagi bentang; b). adanya perubahan geometri struktur yang menyolok; c). tipe beban; d). lokasi tumpuannya. Selama beberapa tahun, disain untuk D-region menggunakan cara praktis, dengan menggunakan metode empirik. Tiga buah makalah dari Professor Schlaich dari Universitas Stuttgart dan rekan-rekannya telah mengubah hal ini.
10
Prinsip St.Venant menyarankan bahwa efek lokal dari gangguan terjadi pada sekitar satu kali tinggi komponen struktur dari titik gangguan. Pada dasar ini, D region diasumsikan terjadi di sepanjang satu kali tinggi komponen struktur pada tiap arah dari diskontinuitas. Prinsip ini bersifat konseptual tidak pasti. Namun, hal ini memberikan suatu petunjuk untuk memilih dimensi D-region.
Gambar 2.3.1 B-Region dan D-Region
2.4. Strut and Tie Models (STM) Strut-and-Tie Model merupakan suatu “Engineering Model” yang mendasarkan pada asumsi bahwa aliran gaya-gaya dalam struktur beton dan terutama pada daerah yang mengalami distorsi dapat didekati dengan suatu rangka batang yang terdiri dari Strut (batang tekan atau penunjang) dan Tie ( batang tarik atau pengikat). [Rogowsky, D. M., and MacGregor, J. G]. Sebuah model strut-
11
and-tie adalah model dari suatu bagian struktur yang memenuhi syarat berikut (1) terdiri dari suatu sistem gaya yang berada dalam keseimbangan dengan memberikan suatu set beban-beban, (2) gaya terfaktor dari komponen strutkur pada tiap bagian di dalam strut, tie, dan zona nodal tidak melampaui kekuatan struktur terfaktor untuk bagian yang sama. (3) batas bawah dari teori plastis menyatakan bahwa kapasitas dari sistem komponen struktur, tumpuan, dan gaya yang bekerja yang memenuhi baik poin (1) dan (2) adalah batas bawah dari kekuatan struktur. (4) sebagai batas bawah teori yang akan digunakan, struktur harus memiliki daktilitas yang cukup untuk menghasilkan transisi dari prilaku elastis hingga prilaku plastis yang cukup untuk meredistribusikan gaya dalam terfaktor ke dalam beberapa gaya yang dapat memenuhi poin (1) dan (2). Kombinasi dari beban terfaktor yang bekerja pada struktur dan distribusi gaya dalam terfaktor adalah batas bawah kekuatan struktur, dimana tidak ada komponen struktur yang dibebani hingga melebihi kapasitasnya. Untuk alasan ini, model strut-and-tie dipilih agar gaya dalam di dalam strut, tie, dan zona nodal berada di antara distribusi elastic hingga mencapai gaya dalam plastis penuh. Strut and Tie-Model pertama kali dicetuskan oleh Hennebique lebih dari satu abad yang lampau. Model ini kemudian diperkenalkan oleh Ritter (1899), Morsch (1902). Ide dasar dari model strut and tie ini adalah adanya aliran tegangan yang timbul akibat beban luar yang diberikan. Pada Gambar 2.4.1 ditunjukkan bahwa akibat beban F, balok mengalami tegangan tarik di bagian serat bawah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya retak lentur di tengah bentang.
Gambar 2.4.1 Pola retak pada balok akibat beban F
12
Gambar 2.4.2 Kontur tegangan
Gambar 2.4.3 Arah aliran tegangan
Dari gambar 2.4.2 , Tegangan yang diperoleh merupakan tegangan normal atau tegangan utama. Kontur tegangan menghubungkan daerah yang sama tegangannya. Berdasarkan kontur tegangan, dapat ditentukan aliran tegangan yang terjadi. Aliran tegangan ini kemudian disebut trayektori tegangan. Dari trayektori tegangan kita dapat memperoleh dua informasi yaitu jenis trayektori tegangan yaitu trayektori tegangan tekan (compressive stress trajectories) yang disimbolkan dengan garis putus-putus (-----) dan trayektori tegangan tarik (tensile stress trajectories) yang disimbolkan dengan garis penuh (____) serta arah aliran tegangan (Gambar 2.4.3).
13
Gambar 2.4.4 Trayektori tegangan akibat beban merata
Gambar 2.4.5 Analogi rangka akibat beban merata
Gambar 2.4.6 Analogi rangka akibat beban merata dan terpusat
Dengan memperhatikan pola dan arah tegangan yang terjadi, dicoba untuk menganalogikan aliran itu dengan menggunakan rangka batang atau truss (Gambar 2.4.4 dan 2.4.5). Rangka batang tersebut berupa elemen struktur yang hanya bisa menerima gaya pada arah aksial. Batang yang menerima gaya aksial tekan disebut strut dan yang menerima gaya aksial tarik disebut tie. Sedangkan titik pertemuan antar batang disebut nodal. Rangka batang yang diusulkan bisa terdiri dari batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, atau batang tekan diagonal dengan sudut tertentu dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan batang tarik yang sejajar diperlukan untuk memikul momen lentur, yang kita peroleh dari standar
14
penulangan lentur. Batang tarik vertikal adalah penulangan geser yang dipasang untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang tekan diagonal akan dipikul oleh betonnya sendiri. Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada dasarnya gaya yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton utuh dan tegangan tarik dari baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama (trayektori tegangan utama) pada elemen struktur dapat dilakukan berdasarkan analisis elastis. Trayektori tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk menjadi lurus setelah terjadi retakan yang cukup banyak, sehingga dapat diidealisa-sikan sebagai strut. Berdasarkan perilaku inilah kemudian strut and tie model dikembangkan sehingga suatu daerah terganggu (D-region) dapat diidealisasikan terdiri atas strut dari beton, tie dari baja tulangan dan nodal zone (daerah nodal) yang merupakan pertemuan dari strut dan tie. Seperti halnya pada rangka batang, ada tiga elemen pokok dalam pembentukan keseimbangan dalam model strut and tie, yaitu batang tekan (penunjang atau strut), batang tarik (pengikat atau tie) dan titik simpul (joints atau nodes). Nodal pada STM sering juga disebut “hydrostatic element”. Gambaran dari ketiga tipe elemen pembentuk Strut and Tie dapat dilihat pada Gambar 2.4.6.
Gambar 2.4.7 Elemen-elemen dalam Strut and Tie Models
15
Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie dan nodal zone didapat berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya semuanya diasumsikan berdasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan yang maksimum (Lumantarna, 2002).
2.5. Batang Tekan (Strut) Elemen strut dalam STM merupakan idealisasi dari medan tegangan tekan beton dimana arah dari strut searah dengan tegangan tekan beton. Strut dapat dimodelkan berbentuk prismatis, botol dan kipas (ACI 318-2002, Schlaich et al.1987) seperti pada Gambar 2.5.1.
Gambar 2.5.1.Bentuk dasar medan tekan (Schlaich,Schafer dan Jennewein, 1987)
Strut yang berbentuk kipas (fan shape) mengabaikan kurvatur, dalam hal ini tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami penggelem- bungan di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang besar terjadi maka medan tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai strut berbentuk botol (bottle shape). Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya retak pada strut, untuk itu diperlukan tulangan tarik untuk memikul tegangan yang terjadi tersebut. Bentuk strut prismatis merupakan bentuk medan tegangan yang
16
special dari kedua medan tegangan sebelumnya. Pemodelan medan tegangan ini mengabaikan tegangan tarik transversal dan kurvatur yang terjadi. Kekuatan dari strut ditentukan oleh kuat hancur beton pada strut. Kuat hancur beton ini tidak sama dengan kuat hancur beton hasil pengujian silinder. ACI 318- 2002 memperhitungkan kekuatan hancur strut beton sebagai kekuatan efektif (effective strength), yang dihitung berdasarkan persamaan : = 0.85 ′
…….(2.5.1)
dimana: βs = 1,0 untuk strut prismatis di daerah tekanan yang tidak mengalami retak atau untuk strut yang mempunyai wilayah menyilang yang sama panjang tanpa kontrol retak pada daerah penulangan. βs = 0,75 untuk strut yang berbentuk botol dan terdapat kontrol retak pada daerah penulangan. βs = 0,60λ untuk strut yang berbentuk botol dan tidak terdapat tanpa tulangan, dimana λ adalah suatu faktor koreksi. βs = 0,40 untuk strut di dalam komponen tarik βs = 0,60 untuk kasus-kasus yang lain fc’ = Kuat tekan beton , Mpa Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh karena itu dimensi strut dan kuat tekan beton merupakan unsur yang sangat penting dalam menganalisa strut itu sendiri. Pada model strut and tie, gaya tekan dari strut kemudian dapat dihitung dengan menggunakan kuat tekan nominal dari strut menurut ACI 318 (2002), yaitu: = ∅
dimana: = 0.85 ′ , Mpa Ac = b wc , mm2
…….(2.5.2)
17
b
= lebar balok, mm
wc = lebar strut , mm ∅
= 0.75 (factor reduksi).
2.6. Batang Tarik (Tie) Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa dapat juga berupa satu atau kupulan tendon prategang yang dijangkar dengan baik. Komponen terpenting kedua dari model strut and tie adalah komponen tarik (tie). Gaya tarik dari ties, dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran (nodal zone). Pengangkeran ties di daerah nodal merupakan hal sangat penting untuk meyakinkan ties mencapai kekuatan lelehnya. Kekuatan nominal dari ties, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : = ∅
= ∅
atau +
(
…….(2.6.1) + ∆ )
…….(2.6.2)
dimana: ∅ = 0.75 faktor reduksi = luasan tulangan , mm2 fy = mutu baja, Mpa Aps = luasan tulangan tendon , mm2 fse = tegangan efektif didalam tendon, Mpa fp = tegangan didalam tendon pada taya normal , Mpa Pada metode STM, baja tulangan sebagai elemen pemikul tarik dianggap bekerja dalam sebuah grup sehingga komponen ties memiliki suatu lebar efektif (wt). Lebar wt memiliki nilai terbatas dan tergantung dari pendistribusian tulangan tarik balok. Pembatasan nilai wt ini berdasarkan atas beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam kesetimbangan (∑V = 0; ∑ H = 0; ∑M = 0). Pada perhitungan nilai wt, faktor yang harus diperhatikan adalah kekuatan dari tie itu sendiri (Fnt = Asfy) dan kekuatan dari nodal zone akibat penjangkaran tulangan (Fnn = 0,85βn f’c b wt). Agar komponen ties dapat
18
mencapai leleh, maka keseimbangan kedua gaya tersebut dapat dipakai dasar untuk menghitung lebar effktif elemen tie seperti pada Gambar 2.6.1. = .
………(2.6.3)
= 0,85.
=
. ’ . .
. ,
.
. ’ .
..…….(2.6.4) …….(2.6.5)
Gambar 2.6.1 . Model rangka batang yang ditinjau setengah bentang
Dari Gambar 2.6.1 dapat dilihat, dengan mengambil kesetimbangan momen dititik A (∑MA = 0) akan didapat suatu persamaan: = 1,25
= ℎ−
………(2.6.6)
−
……..(2.6.7)
dimana : wt = lebar efektif , mm jd = tinggi efektif balok, mm
2.7. Titik Simpul (Node) Node atau nodal adalah titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut dan tie dengan berbagai kombinasi. Secara konsep dalam rangka batang, titik-titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya yang bekerja pada
19
daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan ∑
= 0,∑
=0,∑
= 0.
Node dapat dibagi dalam empat jenis sambungan pertemuan, yaitu CCC-node, CCT-node, CTT-node dan TTT-node.
Gambar 2.7.1 Gambar dari empat jenis pertemuan
20
a. Gambar 2.7.1(a) memperlihatkan jenis CCC-node “hydrostatis element” dimana node-element menyalurkan gaya C1 dari pelat jangkar (anchor-plate) dan gaya C2 dari pelat landasan (bearing plate) ke medan tekan C3 yang berbentuk botol. b. Gambar 2.7.1(b) memperlihatkan jenis CCT-node, dimana strut diagonal dan reaksi vertical perletakan diimbangi oleh batang tarik berupa tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui elat jangkar. Gambar 2.7.1(b2) sampai dengan 2.7.1(b4) menunjukan mekanisme lekatan (bonf) pada node element. c. Gambar 2.7.1(c) memperlihatkan jenis CTT-node, dimana strut ditumpu oleh lekatan kedua tulangan (Gambar 2.7.1(c1) dan oleh tegangan radial dan tulangan yang dibengkokan (Gambar 2.7.1(c2)). d. Gambar 2.7.1(d) memperlihatkan jenis TTT-node. Kekuatan pada daerah nodal dapat dihitung dengan persamaan berikut: =
………(2.7.1)
dimana : untuk daerah tekan An= bw wc
………(2.7.2)
untuk daerah tarik
………(2.7.3)
An= bw wt
Nilai tegangan efektif beton pada nodal ditentukan seperti halnya pada elemen strut yaitu : =
′
……….(2.7.4)
Ada beberapa nilau
yang telah diusulkan untuk menghitung tegangan-
tegangan yang terjadi pada daerah nodal. Menurut ACI 318 (2002) Appendix A, ditentukan sebagai berikut : a.
= 1,0 pada daerah nodal yang terjadi oleh tekanan strut dan daerah landasan (CCC nodes)
b.
= 0,8 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan tie hanya pada satu arah (CCT nodes)
c.
=
0,6 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh
tarikan tie dalam banyak arah (CCT atau TTT nodes).
21