BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II
Dalam perancangan, analisa, maupun modifikasi suatu sistem perpipaan ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi khususnya kode standar yang telah disepakati sebelumnya, misalnya ASTM, ataupun API. Dan juga, salah satu poin penting yang tidak boleh diabaikan adalah analisa tegangan pipa. Analisa tegangan membantu para engineer untuk mendisain suatu sistem perpipaan dengan menghindari adanya tegangan dan beban yang berlebih pada sistem itu. Hal ini dapat membantu keamanan dalam sistem perpipaan dan penyaluran fluida dalam sistem perpipaan itu sendiri.
2.1.
Teori Dasar Tegangan Hukum Hooke merupakan dasar dari perhitungan tegangan suatu benda atau material. Rumus dari hukum Hooke adalah sebagai berikut (daftar pustaka no.8, hal.28) : Tegangan = Modulus Elastisitas x Regangan
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 7
...(2.1)
σ = ε x E dimana:
σ
= tegangan (Pa)
ε
= modulus elastisitas / modulus Young (Pa)
E
= regangan
Adapun regangan didapat dari rumus di bawah ini (daftar pustaka no.8, hal.27) : ε
ε
∆
...(2.2)
Gambar 2.1. Contoh Bentuk Regangan Referensi: http://sepenggal.wordpress.com/2010/11/03/ elastisitas-bagian-1/
dimana: lf
= panjang akhir material (m)
lo
= panjang awal material sebelum diberi beban (m)
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 8
dan tegangan pun dapat dicari dengan rumus di bawah ini (daftar pustaka no.8, hal.26) : σ
Ao
...(2.3)
dimana: F
= gaya / beban (N)
Ao = luas penampang material beban (m2)
Dari rumus 2.2 diketahui bahwa regangan tidak memiliki satuan dan umumnya dinyatakan dalam m/m atau persentase (setelah dikalikan 100%). Jika suatu material diberi beban statik, material tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Deformasi sendiri terdiri dari 2 macam, yaitu: a. Deformasi Elastis Deformasi elastis terjadi ketika material masih diberi beban yang rendah. Maka jika material tersebut diberi beban, material itu dapat kembali ke bentuk semula. Pada kondisi deformasi plastis, tegangan berbanding lurus dengan regangan sesuai dengan hukum Hooke (rumus 2.1). Umumnya, deformasi elastis untuk sebagian jenis logam hanya terjadi hingga nilai regangan mencapai 0,005.
b. Deformasi Plastis
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 9
Deformasi plastis adalah kondisi dimana material diberikan beban yang berlebih sehingga material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula. Untuk dapat lebih menjelaskan penjelasan di atas, di bawah ini adalah grafik tegangan-regangan.
Grafik 2.1. Grafik Tegangan – Regangan Referensi: http://flywheelkozonksembilan.blogspot.com/2010/01/ material.html Melalui grafik 2.1 di atas disimpulkan bahwa: a. Poin a, Batas proporsional Pada kondisi inilah hukum Hooke berlaku dimana tegangan berbanding lurus dengan regangan.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 10
b. Poin b, Batas elastik Kondisi ini merupakan batas tegangan dimana material tidak dapat kembali ke bentuk semula apabila beban dilepas.
c. Poin c, Titik mulur Kondisi dimana material memanjang sendiri tanpa pertambahan beban atau beban dikurangi.
d. Poin d, Kekuatan patah Disebut juga sebagai kekuatan patah, yang terjadi saat material diberi beban melebihi batas kemampuannya. Cirinya adalah dengan terjadinya necking, pengecilan luas penampang material di satu titik.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 11
Grafik 2.2. Grafik Tegangan-Regangan Pada Beberapa Macam Material Referensi: http://cdn-u.kaskus.co.id/86/guxauzkz.jpg
2.2.
Macam – Macam Beban Dalam Sistem Perpipaan Secara umum, dalam sistem perpipaan terdapat bermacam-macam beban, yaitu: -
Beban sustain (sustain load) Beban sustain merupakan beban yang terjadi secara terus-menerus selama sistem perpipaan beroperasi secara normal. Contoh beban sustain adalah beban berat dan beban tekanan.
-
Beban occasional
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 12
Beban occasional merupakan beban yang kadang-kadang terjadi selama sistem perpipaan beroperasi secara normal. Yang termasuk beban occasional adalah angin, gempa bumi, pengoperasian relief valve, dan getaran.
-
Beban ekspansi Beban ekspansi merupakan beban yang terjadi karena adanya perpindahan di sistem perpipaan itu. Contoh dari beban ekspansi adalah beban karena perpindahan panas.
2.3.
Standarisasi dalam Sistem Perpipaan Layak atau tidaknya suatu rancangan sistem perpipaan harus diperhatikan secara seksama. Kelayakan suatu rancangan sistem perpipaan dari segi mekanikal diketahui dengan melakukan analisa yang telah ditetapkan dalam suatu standar yang dipakai dalam sistem perpipaan. Standarisasi dalam sistem perpipaan ada untuk menjamin keamanan sistem itu. Standar ataupun kode yang umum digunakan sebagai acuan dalam perancangan suatu sistem perpipaan adalah:
B31.1 Power Piping, standar dalam sistem perpipaan yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik maupun sistem pemanasan geotermal.
B31.3 Process Piping, standar dalam sistem perpipaan yang umum digunakan pada kilang-kilang minyak, bahan-bahan kimia, tekstil dan pabrik proses yang berkaitan dengan hal-hal tersebut.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 13
B31.4 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbon and Other Liquid, standar sistem perpipaan yang digunakan dalam sistem perpipaan yang memiliki fungsi untuk mengalirkan produk cair antara pabrik dan terminal-terminal, atau stasiun-stasiun.
B31.5 Refrigeration Piping, standad sistem perpipaan untuk transmisi refrigerant atau secondary coolants.
B31.8 Gas Transportation and Distribution Piping System, standar sistem perpipaan yang digunakan dalam sistem perpipaan yang memiliki fungsi untuk mengalirkan produk gas antara sumber gas dan terminal-terminal, atau stasiun- stasiun.
B31.9 Building Services Piping, standar sistem perpipaan yang digunakan pada bangunan-bangunan industri, institusi, dan lainlain.
B31.11 Slurry Transportation Piping System, standar sistem perpipaan yang digunakan dalam sistem perpipaan yang memiliki fungsi untuk mengalirkan limbah cair antara pabrik dan terminalterminal atau stasiun-stasiun.
Macam-macam standar di atas memudahkan engineer untuk memilih standar yang paling mendekati aplikasi yang akan atau sedang dibangun.
2.4.
Prinsip Tegangan pada Pipa Dalam menerapkan kode standar disain di sistem perpipaan harus memahami prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Sebagai contoh, sebuah pipa dinyatakan rusak apabila
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 14
tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan batas material pipa yang diijinkan. Dari contoh yang sederhana ini ada dua istilah yang wajib dipahami dengan benar, yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan batas yang diizinkan. Tegangan dalam pada pipa dikarenakan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa. Untuk tegangan batas/ijin, lebih ditentukan oleh jenis material dan metode produksinya. Dalam pembahasan kode standar ini kita harus membedakan pengertian tegangan pipa menjadi:
Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan strain gauge atau perhitungan analisis secara manual maupun dengan piranti lunak komputer.
Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan menggunakan persaman tegangan yang tertera dalam kode standar tertentu.
Tegangan termasuk besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memerlukan arah. Nilai dari tegangan didefinisikan sebagai gaya (F) per satuan luas (A). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah sumbu prinsip pipa dibuat saling tegak lurus seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 15
Gambar 2.2. Arah pada Tegangan Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course Sumbu terletak di bidang tengah dinding pipa dan yang salah satu arahnya sejajar dengan panjang pipa disebut sumbu aksial atau longitudinal. Sumbu yang tegak lurus terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari pusat pipa menuju luar pipa disebut sumbu radial. Sumbu yang sejajar dengan dinding pipa tetapi tegak lurus dengan sumbu aksial disebut sumbu tangensial atau sirkumferensial.
2.4.1. Tegangan Dalam Pipa Tegangan dalam pipa dapat diuraikan berdasarkan arahnya sesuai dengan arah sumbu dengan prinsip sebagai berikut:
Tegangan longitudinal Tegangan longitudinal (SL) atau tegangan aksial adalah tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu longitudinal. Nilai tegangan ini akan dinyatakan positif jika tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik dan
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 16
negatif
jika
tegangannya
berupa
tegangan
tekan.
Tegangan
longitudinal pada sistem pipa disebabkan oleh gaya-gaya aksial, tekanan dalam pipa dan bending. (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.15) -
Akibat gaya dalam aksial Fax SL Am
...(2.4)
Dimana : Fax
=
gaya dalam aksial (N)
Am
=
luas penampang material pipa dimana π.dm.t (m2)
dm
=
diameter rata-rata pipa dimana
2
(m) do
=
diameter luar pipa (m)
di
=
diameter dalam pipa (m)
Gambar 2.3. Gaya Dalam Aksial Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 17
-
Akibat tekanan pipa (pressure gauge). (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.15) SL =
P . Ai Am
...(2.5)
dimana : P = tekanan dalam aksial ( pressure gauge), (Pa) Ai = luas penampang dalam pipa dimana
. 4
2
, (m )
Jadi tegangan longitudinal karena tekanan dalam pipa: SL =
P . 4 . .
...(2.6)
Agar lebih sederhana, rumus terakhir ini ditulis secara konservatif seperti di bawah ini:
SL =
P. 4
...(2.7)
Gambar 2.4. Tekanan pada Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 18
-
Akibat momen lendutan (bending moment). (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.16) .
SL =
...(2.8)
I
dimana : Mb= momen lendutan pada sebuah penampang pipa (kg.m2) C = jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan (m) I = momen inersia dari penampang pipa (m4) Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini paling besar jika c = Ro , yaitu : (Ap- Greid & Gas Design Course, hal 16)
.
...(2.9)
dimana : Ro = radius luar pipa (m) Z = modulus luar permukaan ( sect modulus )
(kg.m2)
Gambar 2.5. Momen Lendutan pada Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 19
-
Tegangan longitudinal keseluruhannya menjadi : (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.17)
. 4
. 4
...(2.10)
...(2.11)
Gambar 2.6. Keseluruhan Tegangan Longitudinal pada Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu sirkumferensial disebut tegangan sirkumferensial, terkadang juga disebut tegangan tangensial atau tegangan hoop (SH). Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa dan bernilai positif jika cenderung membelah pipa menjadi dua. Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah : (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.18)
.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
...((2.12)
Halaman 20
dimana : ro = radius luar pipa (m) ri = radius dalam pipa (m) r = jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan (m) Secara
konservatif
untuk
pipa
yang
tipis
dapat
dilakukan
penyederhanaan penurunan rumus pipa yang tipis dapat dilakukan penyederhanaan penurunan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa yaitu : F = P . di . I ditahan oleh dinding pipa seluas : Am = 2t . I sehingga rumus untuk tegangan tangensial dapat ditulis sebagai berikut : (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.18) SH =
P . di 2t
...(2.13)
atau lebih konservatif lagi : SH =
P . d0 2
...(2.14)
Gambar 2.7. Tegangan Hoop pada Pipa FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 21
Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
Tegangan yang arahnya sama dengan sumbu radial disebut tegangan radial. Tegangan ini berupa tegangan kompresi (negatif) jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam dan berupa tegangan tarik (positif) jika di dalam pipa terjadi tekanan hampa (vacum pressure). (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.19) . ...(2.15)
Karena jika r = r0 dan jika r = r1 maka SR = -P yang artinya tegangan ini nol pada titik di mana tegangan lendutan maksimum, karena itu tegangan ini biasanya diabaikan.
Tegangan geser adalah tegangan yang arahnya parallel dengan penampang permukaan pipa, terjadi jika dua atau lebih tegangan normal yang diuraikan di atas bekerja pada satu titik. Tegangan geser pada sistem pipa antara lain akibat gaya dari tumpuan pipa (pipe support) dikombinasikan dengan gaya bending. a.
Akibat Gaya Geser V (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.19)
.
...(2.16)
dimana :
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 22
Q = faktor bentuk tegangan geser (1.33 untuk silinder solid) V = gaya geser (N) Tegangan ini maksimum di sumbu netral (di sumbu simetri pipa) dan nihil pada titik di mana tegangan lendut maksimum (yaitu pada permukaan luas dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini diabaikan.
Gambar 2.8. Gaya Geser pada Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
b.
Akibat momen puntir (torsional momen) = MT (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.19) 2
...(2.17)
Tegangan ini maksimum pada titik yang sama di mana tegangan lendut maksimum.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 23
Gambar 2.9. Momen Puntir pada Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
2.4.2. Kombinasi Tegangan Pada Dinding atau Penampang Pipa
Gambar 2.10. Arah Kombinasi Tegangan pada Dinding Pipa Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course Dari teori mekanika tegangan dalam tiga dimensi berlaku tegangan prinsip orthogonal yang menyatakan: (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.20) S L + S H + S R= S 1 + S 2 + S 3
...(2.18)
dimana S 1 > S 2 > S 3 dan juga berlaku
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 24
Nilai dari S1 dan S3 dapat ditentukan dengan bantuan lingkaran Mohr. Dalam sistem tegangan 2 dimensi dimana salah satu komponen tegangan prinsip diabaikan, (dalam kasus tegangan pipa SR = 0) maka berlaku lingkaran Mohr sebagai berikut ini:
Gambar 2.11. Lingkaran Mohr Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
dimana : (Ap- Greid & Gas Design Course, hal.20)
2
2
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 25
2
2
2
2.5.
...(2.19)
Penopang Pipa (Pipe Support) Pada sistem perpipaan, struktur perpipaan harus ditumpu sedemikian rupa sehingga beberapa tujuan dapat tercapai, yaitu: 1. Tidak terjadi tegangan dalam pipa yang melebihi batas tegangan yang diizinkan. 2. Tidak terjadi kebocoran pada sambungan-sambungan. 3. Tidak terjadi gaya dorong atau momen yang terlalu besar pada equipment (seperti turbin dan bejana tekan) yang tersambung pada pipa. 4. Tidak terjadi tegangan yang terlalu besar pada tumpuan. 5. Tidak terjadi lendutan pipa yang terlalu besar di perpipaan yang memerlukan kemiringan untuk drainase.
Support atau penyangga ada beberapa tipe, antara lain adalah tipe restrain dan variable support. Restrain biasa dipakai untuk mengatasi beban sustain yang berlebih, sedangkan variable support pada umumnya dipakai untuk mengatasi beban termal, occasional maupun kombinasi dari dua beban itu.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 26
Jenis- jenis
support
yang disediakan oleh perangkat lunak
(program) antara lain : 1. Anchor, jenis tumpuan yang tidak mengijinkan adanya gerakan translasi maupun rotasi pada semua derajat kebebasan.
Gambar 2.12. Contoh Bentuk Anchor (Wall Anchor) Referensi: http://207.57.89.79/wall_mounted_anchor.htm
2. Hanger, jenis tumpuan untuk menahan adanya gerakan translasi pada arah vertikal (arah gravitasi). Tumpuan jenis ini terdiri dari dua macam, yaitu spring (variable) hanger dan constant force hanger.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 27
Gambar 2.13. Contoh Bentuk Hanger (Adjustable Steel Band Hanger) Referensi: Daftar Pustaka no.3, hal.96
3. Restraint, tumpuan jenis ini memungkinkan adanya gerakan pada arah tertentu.
Gambar 2.14. Contoh Bentk Restraint (Pipe Restraint)
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 28
Referensi: http://www.waterworld.com/articles/print/volume-28/issue3/products/products-services/pipe.html
4. Guide, untuk menahan gerak translasi pada arah tegak lurus atau arah lateral sumbu pipa.
Gambar 2.15. Contoh Bentuk Hanger (Extension Pipe or Riser Clamp) Referensi: Daftar Pustaka no.3, hal.96 Untuk mengetahui jarak maksimum antara dua tumpuan (pipe support) yang mengacu pada tabel berikut ini :
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 29
Tabel 2.1. Jarak Maksimum Antar Pipe Support (Tumpuan pipa) Jarak maksimum antar pipe support yang disarankan Nominal Pipe Size
Air
Udara
in
mm
ft
m
ft
m
1
25
7
2,1
9
2,7
2
50
10
3
13
4
3
80
12
3,7
15
4,6
4
100
14
4,3
17
5,2
6
150
17
5,2
21
6,4
8
200
19
5,8
24
7,3
12
300
23
7
30
9,1
16
400
27
8,2
35
10,7
20
500
30
9,1
39
11,9
24
600
32
9.8
42
12,8
Referensi : Daftar pustaka no.8, halaman 89
2.6.
Data Disain Adapun data-data yang diperlukan dalam analisa tegangan pipa untuk penelitian ini adalah:
Disain tekanan dan tekanan operasi
Suhu disain dan suhu operasi
Dimensi dari pipa yang terdiri dari diameter dan ketebalan
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 30
Untuk ketebalan dinding pipa dapat diketahui dengan rumus di bawah ini (ASME B31.3-2002, hal.19 dan 20): ...(2.20)
t m t c
2
...(2.21)
dimana:
2.7.
tm =
tebal minimum pipa (mm)
t =
tebal pipa yang dihitung berdasarkan tekanan dalam pipa (mm)
c =
faktor korosi
P =
disain tekanan dalam pipa (Pa)
D =
diameter luar pipa (mm)
E =
faktor kualitas (tabel 4.1)
S =
nilai tegangan ijin bahan pada suhu tertentu (Pa) (tabel 4.3)
Y =
koefisien bahan (tabel 4.2)
Perangkat Bantu Program CAESAR II 5.10 Untuk Analisa Tegangan
Pipa Caesar merupakan sebuah program komputer yang memiliki fungsi untuk menganalisa tegangan pipa. Program ini juga merupakan alat teknik yang umum digunakan untuk disain mekanik dan analisa sistem perpipaan, khususnya analisa tegangan.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 31
Dalam pemakaiannya, pengguna program Caesar membuat sebuah model sistem perpipaan yang menggunakan elemen balok sederhana dan menjelaskan kondisi beban yang diberikan oleh sistem perpipaan. Dengan masukan ini, program Caesar memberikan hasil dalam bentuk perpindahaan beban-beban dan tegangan yang melalui sistem. Sebagai tambahan, program Caesar juga dapat membandingkan hasil tersebut dengan kode maupun standar yang dipakai dalam sistem perpipaan itu.
2.7.1. Aplikasi CAESAR II 5.10 Program Caesar sering digunakan untuk disain mekanis pada sistem-sistem perpipaan. Sistem perpipaan dengan media bertemperatur tinggi (panas) memberikan sebuah tantangan unik bagi pada mechanical engineer, struktur yang tak beraturan mengalami regangan (strain) yang besar sehingga harus dibebani oleh sistem perpipaan, penyangga (support) dan perlengkapan lainnya. Struktur harus memenuhi syarat yaitu cukup kaku untuk menopang beratnya sendiri dan cukup fleksibel untuk menerima perubahan suhu. Beban-beban perpindahan maupun tegangan-tegangan ini dapat diperkirakan atau dihitung melalui analisa model perpipaan Caesar. Untuk menambah maupun memperbaiki disain analisa, program Caesar bekerjasama dengan banyak batasan-batasan pada sistem ini dan perlengkapan yang diikutsertakan. Batasan-batasan ini pada dasarnya dirumuskan oleh badan-badan engineering seperti DIN, ASME B31 Comittees, ASME Section VIII, dan Welding Research council, oleh FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 32
pembuat peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pipa (API, NEMA). Program Caesar tidak hanya terbatas pada analisa suhu tetapi juga memiliki kemampuan dalam pemodelan dan analisa beban statis dan dinamik, oleh karena itu Caesar bukan hanya sebuah alat untuk mendisain sistem perpipaan baru tapi juga dapat digunakan untuk mengatasi troubleshooting dan mendisain ulang sistem perpipaan yang sudah ada. Di sini kita dapat menentukan alasan kegagalan dan mengevaluasi kelangkaan kondisi operasi yang tak terantisipasi seperti fluida atau getaran mekanik yang disebabkan oleh peralatan.
2.7.2. Pemodelan Sistem Perpipaan Pada umumnya, tahap-tahap di bawah ini digunakan dalam permodelan sistem perpipaan yaitu: 1. Pendefinisian sistem unit Sistem unit harus ditentukan terlebih dahulu sebelum model sistem perpipaan dibuat. Tujuan dari ini adalah agar program mengetahui sistem unit yang akan digunakan dalam permodelan. Di bawah ini adalah gambar tampilan layar Input dengan sistem unit yang telah didefinisikan sebelumnya.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 33
Gambar 2.16. Tampilan Layar Input Units System Referensi : Program CAESAR II 5.10
2. Identifikasi Pipa Identitas, macam, atau jenis pipa yang digunakan dalam suatu sistem perpipaan seringkali bervariasi. Maka dari itu setiap identitas pipa wajib untuk didefinisikan secara jelas dalam setiap membuat model sistem perpipaan agar tidak terjadi kekeliruan di masa mendatang. Dalam membuat model sistem perpipaan, program akan meminta Input identitas tersebut dengan munculnya layar Input identitas seperti gambar di bawah ini.
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 34
Gambar 2.17. Tampilan Layar Input Identifikasi Pipa Referensi : Program CAESAR II 5.10
3. Data beban operasi Dalam memasukan data beban operasi, ada acuan-acuan yang harus diikuti. Cara memasukan data beban operasi dapat dilakukan melalui dialog box seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.18. Layar Input Data Beban Operasi Referensi : Program CAESAR II 5.10
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 35
4. Membuat Model. Setelah data-data utama selesai dimasukkan, maka kita dapat memulai untuk membuat model sistem perpipaan. Pembuatan model sistem perpipaan dalam program dilakukan dengan memasukkan angka koordinat-koordinat point. Point acuan pada segmen yang pertama, secara default akan diberi nama poin node 1000. Jika dikehendaki oleh user, nama point tersebut dapat diubah.
Gambar 2.19. Layar Input Permodelan Pipa Referensi : Program CAESAR II 5.10
5. Pemeriksaan Kesalahan pada Model Jika semau model sistem perpipaan telah selesai dibuat, maka perlu dilakukan pengecekan sebelum dilanjutkan ke tahap analisa. Pengecekan ini wajib dilakukan dan menggunakan salah satu menu yang tersedia pada program. Jika model yang dibuat sudah benar maka tidak ada error messages dan warning messages yang tampil setelah pengecekan, jika ada kegagalan dalam model, pada kolom error dan FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 36
warning akan berwarna merah dan ada tanda centang, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.20. Layar Input Pemeriksaan Model Referensi : Program CAESAR II 5.10
6. Analisis Statik Model Setelah pada model dipastikan tidak terdapat error message
dan
warning message, maka model siap untuk dianalisa (run). Dengan memakai perintah static analysis pada menu, maka pada layar akan muncul tampilan seperti pada gambar di bawah ini:
FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 37
Gambar 2.21. Tampilan Pemilihan Kombinasi Beban Referensi : Program CAESAR II 5.10
7. Menganalisa hasil Hasil dari analisa statis akan ditampilkan dalam bentuk summary seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Dengan menu ini dapat ditentukan jenis output report yang ingin ditampilkan.
Gambar 2.22. Tampilan Output Operating Report Referensi : Program CAESAR II 5.10 FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana
Halaman 38