BAB II PENGELOLAAN KASUS
A.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman Nyeri.
1. Konsep Fraktur 1.1. Defenisi Fraktur. Adalah
terputusnya
kontinuitas
jaringan
tulang
yang
umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi.
1.2. Klasifikasi Fraktur Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: a. Berdasarkan sifat fraktur. 1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur. 1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
4
Universitas Sumatera Utara
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. 1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah. 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
5
Universitas Sumatera Utara
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
1.3. Penyebab fraktur. 1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
6
Universitas Sumatera Utara
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)
1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur 1) Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2) Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
2. Konsep Dasar Nyeri
2.1 Defenisi Nyeri Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum, nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992).
2.2. Pengalaman Nyeri Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni : 1.
Arti nyeri bagi individu.
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang yang sama di saat yang berbeda. Umumnya, manusia memandang nyeri sebagai pengalaman yang negatif, walaupun nyeri juga mempunyai aspek positif. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya
7
Universitas Sumatera Utara
komplikasi
(mis.
Infeksi),
memerlukan
penyembuhan,
menyebabkan
ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi Nyeri. Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindar rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu berat atau berlangsung lama dapay berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri cenderung tidak tertahankan, penderita bisa sampai melakukan bunuh diri. (Setyanegara, 1978).
3.
Toleransi Terhadap Nyeri.
Toleransi terhadap nyeri terkait intensitas nyeri yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencapai pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Meskipun setiap orang memiliki pola penahanan nyeri yang relatif stabil, namun tingkat toleransi berbeda tergantung pada situasi yang ada. Toleransi terhadap nyeri tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kelelahan, atau sedikit perubahan sikap.
4.
Reaksi Terhadap Nyeri.
Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada orang yang menanggapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas, ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis, dan penuh toleransi.
8
Universitas Sumatera Utara
2.3 Klasifikasi Nyeri. Secara umum, bentuk nyeri terbagi 2: 1.
Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Awitan gejala mendadak, dan biasanya penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.
Nyeri Kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cendrung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian
merupakan
tahap
awal
dan
landasan
dalam
proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah
klien
sehingga
dapat
memberikan
arah
terhadap
tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: a. Pengumpulan Data 1) Anamnesa a) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: 9
Universitas Sumatera Utara
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. (2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. (5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
c) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10
Universitas Sumatera Utara
e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan (1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
11
Universitas Sumatera Utara
(3) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
12
Universitas Sumatera Utara
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
13
Universitas Sumatera Utara
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum Perlu menyebutkan: (1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: (a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. (b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. (c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin (a) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. (c) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. (d) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. (e) Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
14
Universitas Sumatera Utara
(f) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. (g) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (h) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. (i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. (j) Paru : (1) Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. (2) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. (3) Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. (4) Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. (k) Jantung (1) Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung. (2) Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba. (3) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (l) Abdomen (1) Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. (2) Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (3) Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. (4) Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. (m) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
15
Universitas Sumatera Utara
2. Analisa Data. Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengkajian kemudian dikelompokkan dan dianalisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif yaitu data yang di dapat dari pasien langsung, dan data objektif yaitu data yang didapat dari observasi perawat langsung kepada pasien, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
3. Rumusan Masalah. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik. 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan. 6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
16
Universitas Sumatera Utara
4. Perencanaan. Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien (Zaidin, 2001). Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi :
1.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
a. Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang b. Kriteria hasil : - Pasien tampak tenang - Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang c. Intervensi No
Intervensi
Rasional
Mandiri 1
Pertahankan immobilisasi bagian Menghilangkan nyeri dan mencegah yang sakit dengan tirah baring, kesalahan posisi tulang yang cedera. gips, pembebat, atau traksi.
2
Tinggikan dan dukung ekstremitas Meningkatkan aliran balik vena, yang terkena.
menurunkan
edema,
dan
menurunkan nyeri.
3
Hindari penggunaan sprei/bantal Dapat
meningkatkan
plastik dibawah ekstremitas dalam nyamanan gips.
karena
ketidak peningkatan
produksi panas dalam gips yang kering.
4
Tinggikan penutup tempat tidur, Mempertahankan kehangatan tubuh pertahankan linen terbuka pada ibu tanpa
ketidaknyamanan
karena
17
Universitas Sumatera Utara
jari.
tekanan selimut pada bagian yang sakit.
5.
Evaluasi
keluhan
nyeri/ketidak Mempengaruhi pilihan/pengawasan
nyamanan, perhatikan lokasi dan keaktifan intervensi. Tingkat ansietas karakteristik, termasuk intensitas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi (skala 1-10). Perhatikan petunjuk terhadap nyeri. nyeri non verbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
6
Dorong
pasien
untuk Membantu
mendiskusikan
untuk
menghilangkan
masalah ansietas. Pasien dapat merassakan
sehubungan dengan cedera.
kebutuhan
untuk
menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
7
Jelaskan
prosedur
sebelum Memungkinkan pasien untuk siap
memulai.
secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi
dalam
mengontrol
tingkat ketidaknyamanan.
8
Lakukan dan awasi latihan rentang Mempertahankan kekuatan/mobilitas gerak pasif/aktif.
otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
9
Berikan
alternatif
kenyamanan,
tindakan Meningkatkan
contoh
Dorong
menggunakan
umum;
pijatan menurunkan area tekanan lokal dan
punggung, perubahan posisi.
10
sirkulasi
kelelahan otot.
teknik Memfokuskan
kembali
perhatian,
manajemen stress contoh relaksasi meningkatkan rasa kontrol, dan dapat progresif,
latihan
nafas
dalam, meningkatkan kemampuan koping
18
Universitas Sumatera Utara
imajinasi visualisasi.
dalam
manajemen
nyeri,
yang
mungkin menetap untuk periode lebih lama.
11
Identifikasi
aktifitas
terapeutik Mencegah kebosanan, menurunkan
yang tepat untuk usia pasien, tegangan, dan dapat meningkatkan kemampuan fisik, dan penampilan kemampuan pribadi.
otot;
meningkatkan
harga
dapat diri
dan
kemampuan koping.
12
Selidiki adanya keluhan nyeri yang Dapat
menandakan
terjadinya
tak biasa/tiba-tiba dalam, lokasi komplikasi progresif/buruk tidak hilang dngan analgesik.
Kolaborasi 13
Lakukan kompres dingin es sesuai Menurunkan kebutuhan
hematoma,
edema/pembentukan emnurunkan
sensasi
nyeri.
14
Berikan obat sesuai indikasi.
Diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot .
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. b. Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri. - pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
19
Universitas Sumatera Utara
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
c. Intervensi No 1
Intervensi Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional / mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2
Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4
Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. a. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. b. Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. c. Intervensi No 1
2
Intervensi Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
mengidentifikasi tingkat keparahan
20
Universitas Sumatera Utara
7
serta jumlah dan tipe cairan luka.
luka akan mempermudah intervensi.
3
Pantau peningkatan suhu tubuh.
suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
6
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. a. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. b. Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.. - melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik: 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4= ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
21
Universitas Sumatera Utara
c. Intervensi
No 1
Intervensi Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan perhatikan pesepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
2
Dorong partisipasi pada aktifitas teraupetik/rekreasi. Pertahankan rangsang lingkunan, contoh radio, TV, koran, kunjungan keluarga/teman dll.
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
3
Isntruksikan paien untuk/ bantu pasien dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit atau tidak sakit.
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untu meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena jarang digunakan.
4
Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi, mencukur)
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, menigkatkan kontrol pasien dalam situasi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
5
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Mobilisasi dini menurunkan resiko tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
6
Awasi TD dengan melakukn aktifitas. Perhatikan keluhan pusing.
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai pada posisi tegak.
7
Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis, pneumonia)
22
Universitas Sumatera Utara
8
Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin.
Tirah baring, penggunaan analgesik, dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menyebabkan konstipasi. Tindakan keperawatan yang memudahkan eliminasi dapat mencegah/membatasi komplikasi.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. a. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. b. Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. c. Intervensi No 1
Intervensi Pantau tanda-tanda vital.
Rasional mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
23
Universitas Sumatera Utara
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. a. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan. b. Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan. - memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. c. Intervensi No 1
Intervensi Rasional Kaji tingkat pengetahuan klien dan mengetahui seberapa jauh keluarga tentang penyakitnya. pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
2
Berikan penjelasan pada klien dengan mengetahui penyakit dan tentang penyakitnya dan kondisinya kondisinya sekarang, klien dan sekarang. keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3
Anjurkan klien dan keluarga untuk diet dan pola makan yang tepat memperhatikan diet makanan nya. membantu proses penyembuhan.
4
Minta klien dan keluarga mengetahui seberapa jauh mengulangi kembali tentang materi pemahaman klien dan keluarga yang telah diberikan. serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
24
Universitas Sumatera Utara
B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. PENGKAJIAN FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
I.
BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. H
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 73 tahun
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Katolik
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Jln. Mejid suhada psr VI
Tanggal Masuk RS
: 13-06-2013
No. Register
: 00.56.28.24
Ruangan/kamar
: RB 2 B / III 5
Golongan Darah
:O
Tanggal pengkajian
: 17/06 - 2013
Tanggal operasi
:-
Diagnose Medis
: close (R) humerus fx
II.
KELUHAN UTAMA
:
Nyeri pada lengan atas kanan dengan skala 5.
25
Universitas Sumatera Utara
III.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A.
Provocative/palliative
1.
Apa penyebabnya : Klien mengatakan 5 hari yang lalu ia mengalami kecelakaan / terserempet sepeda motor, dan dirinya terlempar ke kanan dengan posisi jatuh miring kanan.
2.
Hal-hal yang perbaiki keadaan : -
B. Quantity/quality 1.
Bagaimana dirasakan : Pasien merasa nyeri pada daerah lengan kanan atas dengan skala 8 ketika baru masuk rumah sakit, dan sekarang nyeri yang dirasakan klien berskala 5 dan tangan sulit di gerakkan.
2.
Bagaimana dilihat : Pasien tampak meringis kesakitan.
C. Region 1.
Dimana lokasinya : Lokasi nyeri berada di lengan kanan atas.
2.
Apakah menyebar : Nyeri yang dirasakan tidak menyebar.
D. Severity Pesien merasa sangat terganggu dalam melakukan aktifitas karena nyeri. E. Time Nyeri yang dirasakan bisa datang sewaktu-waktu, terutama jika tangan yang patah di sentuh, bergerak, terangkat, dll.
IV.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang berarti, hanya demam. B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan Jika pasien demam, pasien hanya membeli obat yang dijual eceran di warung.
26
Universitas Sumatera Utara
C. Pernah dirawat/dioperasi Pasien tidak pernah di rawat, atau dioperasi sebelumnya. D. Lama dirawat E. Alergi pasien tidak ada alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan. F. Imunisasi -
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang Tua Orang tua pasien sudah lama meninggal dunia. B. Saudara Kandung Saudara kandung pasien tidak ada yang pernah sakit serius. C. Penyakit keturunan yang ada Tidak ada penyakit keturunan pada pasien. D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. E. Anggota keluarga yang meninggal Saat ini belum ada anggota keluarga yang meninggal. F. Penyebab meninggal -
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya Pasien mengatakan penyakitnya sangat mengganggu karena dia tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa. B. Konsep Diri : a. Gambaran diri : Pasien merasa terganggu karena susah bergerak b. Ideal diri
: pasien ingin cepat sembuh dan bisa beraktifitas kembali
c. Harga diri
: pasien marasa sedih karena tidak bisa melakukan apa-
apa.
27
Universitas Sumatera Utara
d. Peran diri
: Pasien bertugas sebagai ibu rumah tangga
e. Identitas
: Pasien adalah seorang istri dan ibu dari 6 anak
C. Keadaan emosi : Perasaan emosi pasien saat ini cukup stabil D. Hubungan sosial a. Orang yang berarti
: orang yang berarti bagi pasien adalah
suami dan anak-anaknya. b. Hubungan dengan keluarga
: hubungan pasien dengan kaluarga baik-
baik saja. c. Hubungan dengan orang lain
: hubungan pasien dengan orang lain baik-
baik saja. d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain. E. Spiritual a. Nilai dan keyakinan
:
Pasien
mengatakan
penyakitnya
akan
disembuhkan Tuhan & pasien menganut agama katolik. b. Kegiatan ibadah : pasien sering beribadah setiap minggu dan selalu mengikuti perayaan agama di gereja.
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Keadaan umum pasien saat ini, pasien terlihat lemah dan kesakitan. Pasien tidak berani menggerakkan tangannya. B. Tanda-tanda Vital a. Suhu Tubuh
: 37,8 o c
b. Tekanan Darah
: 130 / 80 mm Hg
c. Nadi
: 92 x/i
d. Penapasan
: 28 x/i
e. Skala nyeri
:5
f. TB
: 157 cm
g. BB
: 68 kg
28
Universitas Sumatera Utara
C. Pemeriksaan Head to toe 1.
2.
Kepala dan Rambut a. Bentuk
: bulat dan simetris.
b. Ubun-ubun
: tertutup dan tidak ada kelainan
c. Kulit kepala
: bersih
Rambut a. Penyebaran dan keadaan rambut : tipis, beruban dan menyebar merata.
3.
b. Bau
: tidak berbau
c. Warna kulit
: coklat
Wajah a. Warna kulit b. Struktur wajah
4.
: coklat : lonjong
Mata a. Kelengkapan & kesimetrisan : kedua mata lengkap dan keduanya simetris. b. Palpebra
: Normal dan tidak ada pembengkakkan
c. Konjungtivadan sclera
: Konjungtiva tidak anemis, sklera (-)
ikterus
5.
d. Pupil
: Isokor, kanan dan kiri
e. Cornea dan iris
: Reflex terhadap cahaya (+)
f. Visus
: Tidak dilakukan visus mata
g. Tekanan bola mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan bola mata
Hidung a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : Tulang hidung dan posisi septumnasi normal dan simetris. b. Lubang hidung
: Lubang hidung bersih, simetris dan
normal c. Cuping hidung
: Tidak ada pernafasan cuping hidung
29
Universitas Sumatera Utara
6.
Telinga a. Bentuk telinga
: Kedua bentuknya normal dan simetris
b. Ukuran telinga
: Normal
c. Lubang telinga
: Normal dan bersih
d. Ketajaman pendengaran
: Normal & pasien dapat mendengar
dengan baik
7.
Mulut dan faring a. Keadaan bibir
: Mukosa bibir lembab dan simetris
b. Keadaan gusi dan gigi :
Gusi
berwarna
pink
dan
tidak
ada
pembengkakkan
8.
9.
c. Keadaan lidah
: sangat dijulurkan, medial dan berwarna pink.
d. Orofaring
: normal
Leher a. Posisi trachea
: Medial
b. Thyroid
: Normal, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
c. Suara
: Normal, jelas dan tidak serak
d. Kelenjar limfe
: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
e. Vena jugularis
: Normal
f. Denyut nadi karotis
: Teraba kuat dan regular
Pemeriksaan integument a. Kebersihan
: Kulit pasien bersih
b. Kehangatan
: Kulit terasa hangat
c. Warna
: coklat
d. Turgor
: Turgor kulit kembali < 2 detik
e. Kelembaban
: Kulit pasien agak kering
f. Kelainan pada kulit
: Tidak ada kelainan pada kulit
30
Universitas Sumatera Utara
10. Pemeriksaan payudara dan ketiak a. Ukuran dan bentuk
: Normal dan simetris
b. Warna payudara dan aerola
: tidak dilakukan pemeriksaan.
c. Kondisi payudara dan putting
: Tidak ada pembengkakkan
d. Produksi ASI
: pasien tidak menyusui.
e. Aksilla dan clavicula
: Normal, tidak ada pembesaran
kelenjar pada aksila & clavicula
11. Pemeriksaan thoraks/dada a. Inspeksi thoraks
: Bentuk thoraks normal
b. Pernapasan (frekuensi,irama)
: Frekuensi pernafasan 28x/I, irama
teratur
12. Tanda kesulitan bernapas
: Tidak ada tanda kesulitan bernafas
13. Pemeriksaan paru a. Palpasi getaran suara
: Normal dan getaran suara teraba
b. Perkusi
: Paru-paru kanan resonan dan paru-paru
kiri redup c. Auskultasi
: Suara nafas normal, suara ucapan jelas,
tidak ada suara tambahan.
14. Pemeriksaan jantung a. Inspeksi
: Tidak ada pembengkakkan
b. Palpasi
: tidak dilakukan.
c. Perkusi
: Dullness
d. Auskultasi
: Normal, tidak ada bunyi tambahan, tidak ada
murmur.
15. Pemeriksaan abdomen a. Inspeksi (bentuk,benjolan)
: Simetris, tidak ada benjolan
b. Auskultasi
: Peristaltik usus (+)
31
Universitas Sumatera Utara
c. Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan,benjolan (-),
ascites (-), tidak ada tanda pembengkakkan d. Perkusi
: Dullness
16. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya a. Genitalia
: Menurut pengakuan pasien, rambut pubis
(+) & lubang uretra normal b. Anus dan perineum
: Tidak dilakukan pemeriksaan.
17. Pemeriksaan muskuloskletal/ekstremitas a. Pain
: pasien merasakan nyeri di bagian lengan atas
yang patah dengan skala nyeri 5. b. Pallor
: tidak ditemukan kepucatan pada kulit di area
lengan yang patah, ujung jari tidak cyanosis. c. Parathesia
: pasien mengatakan merasa kesemutan pada
lengan yang dibidai. d. Paralysis
: bagian ekstremitas kanan atas tidak dapat
digerakkan karna mengalami fraktur. Ekstremitas lain berfungsi dengan baik. e. Pulseless
: nadi 92x /i. Tidak ada kelainan.
f. Poikilothermia
: suhu tubuh pasien normal, 37,8°C.
18. Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis) GCS = 15 E= 4 M= 6 V= 5 Nervus cranial: N. I (olfaktorius) : pasien memiliki penciuman yang baik. N. II (optikus)
: pasien memiliki penglihatan yang baik
N. III (okulomotorius)
: pasien dapat menggerakkan kelopak mata keatas,
pupil isokor.
32
Universitas Sumatera Utara
N. IV (trochlearis)
: pasien dapat menggerakkan mata ke bawah dan
ke atas. N. V (trigeminus) : pasien dapat membuka dan menutup mulut, dapat mengunyah. N. VI (abducent) : pasien dapat menggerakkan mata ke lateral. N. VII (facialis) : pasien dapat menggerakkan mulutnya. N. VIII (vestibulocochlearis)
: pasien memiliki pendengaran yang
normal. N. IX (glosofaringeus)
: pasien dapat merasa dengan baik.
N. X (vagus)
: refleks menelan pasien baik.
N. XI (accesorius)
: pasien dapat mengangkat bahu dengan baik
kecuali bahu kanan. N. XII (hipoglosus)
: pasien dapat menjulurkan lidah.
19. Fungsi motorik Kekuatan otot ekstremitas kanan atas pasien berskala 1. Sementara ekstremitas lain berskala 5.
20. Fungsi sensorik Pasien dapat mengidentifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin dan getaran
21. Refleks Seluruh reflex kacuali lengan kanan dapat berkontraksi dengan baik.
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I.
Pola makan dan minum a. Frekuensi makan/hari
: 3 kali perhari
b. Nafsu/selera makan
: Nafsu makan pasien baik
c. Nyeri ulu hati
: Tidak ada nyeri ulu hati
33
Universitas Sumatera Utara
d. Alergi
: Tidak ada alergi terhadap makanan
tertentu e. Mual dan muntah
: Pasien tidak merasa mual dan muntah
f. Tampak makan memisahkan diri
:-
g. Waktu pemberian makan
: Pagi 07.00, siang 12.00, malam
19.00 wib h. Jumlah dan jenis makan
: 1 porsi, jenis makanan seperti
biasa i. Waktu pemberian cairan/minum
: sesuai kebutuhan pasien
j. Masalah makan dan minum
: pasien tidak mengalami kesulitan
dalam menelan dan mengunyah
II.
Perawatan diri/personal hygiene a. Kebersihan tubuh
: Dibantu oleh anak pasien
b. Kebersihan gigi dan mulut
: Oral hygiene di bantu oleh anak pasien
c. Kebersihan kuku kaki dan tangan : kebersihan kuku kaki dan tangan di bantu keluarga III.
Pola kegiatan/Aktivitas a. Seluruh aktifitas pasien dilakukan dengan bantuan keluarga. b. Aktifitas ibadah pasien berjalan dengan baik. Pasien selalu berdoa kepada Tuhan.
IV. 1.
Pola eliminasi BAB a. Pola BAB
: Pasien BAB 1 x sehari
b. Karakter feses
: kuning kecoklatan
c. Riwayat perdarahan
:-
d. BAB terakhir
: 1 hari yang lalu
e. Diare
: Tidak ada diare
f. Penggunaan laksatif
: Tidak ada penggunaan laksatif
34
Universitas Sumatera Utara
2.
BAK a. Pola BAK
: Pasien memakai kateter
b. Karakter urine
: kekuningan
c. Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK
: Tidak ada kesulitan BAK
d. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih
: Tidak ada riwayat penyakit
ginjal e. Penggunaan diuretic
:Tidak ada.
f. Upaya mengatasi masalah
:-
B. ANALISA DATA
No. DATA
Masalah Keperawatan
1
Nyeri
DS: -
Pesien mengatakan tangannya sangat sakit.
DO: - Pasien tampak kesakitan - Skala nyeri 5.
2
DS: -
gangguan mobilisasi Pasien
mengatakan
tidak
dapat menggerakkan tangan kanannya. DO: -
Pasien tampak lemah & takut menggerakkan tangannya.
-
Seluruh
kebutuhan
pasien
dibantu oleh keluarganya. Kurang pengetahuan 3
DS: -
Pasien
bertanya
penyakitnya
dapat
apakah di
35
Universitas Sumatera Utara
sembuhkan, apakah dirinya tidak akan cacad DO: -
Pasien terlihat cemas dan banyak
bertanya
tentang
penyakitnya
C. MASALAH KEPERAWATAN 1.
Nyeri
2.
Gangguan mobilisasi
3.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b/d terputusnya jaringan tulang d/d pasien mengatakan tangan kanan atasnya sangat sakit dan wajah pasien yang tampak meringis menahan sakit. 2. Immobilisasi b/d fraktur yang dialami d/d pasien tidak dapat menggerakkan tangannya yang patah dan pasien mengatakan tidak berani banyak bergerak. Karna jika bergerak, pasien akan mengalami sakit / nyeri di tangan kanan atasnya. 3. Kurang pengetahuan tentang kondisi & kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan pengetahuan
d
/d pasien sering bertanya kepada para medis tntang
pennyakitnya. Apakah bisa disembuhkan atau tidak dan apakah dapat berfungsi kembali normal seperti biasanya.
36
Universitas Sumatera Utara
E.
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
DAN
RASIONAL
BERDASARKAN MASALAH PRIORITAS (NYERI) Hari/
No. Dx
Perencanaan Keperawatan
1
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Tanggal Senin/ 17/6/13
Tujuan : nyeri dapat berkurang / hilang. Kriteria hasil : - nyeri berkurang atau hilang. - klien tampak tenang. -skala nyeri 1. Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri
Menghilangkan
1. mempertahankan immobilisasi nyeri dan mencegah bagian yang sakit dengan tirah kesalahan baring, gips, pembebat, atau traksi.
2.
Tinggikan
dan
ekstremitas yang terkena.
posisi
tulang yang cedera.
dukung Meningkatkan aliran balik
vena,
menurunkan edema, dan
menurunkan
nyeri.
3. Hindari penggunaan sprei/bantal Dapat meningkatkan plastik dibawah ekstremitas dalam ketidak gips.
nyamanan
karena peningkatan produksi dalam
panas gips
yang
kering.
4. Tinggikan penutup tempat tidur, Mempertahankan pertahankan linen terbuka pada ibu kehangatan
tubuh
37
Universitas Sumatera Utara
jari.
tanpa ketidaknyamanan karena
tekanan
selimut pada bagian yang sakit.
5. Evaluasi keluhan nyeri/ketidak Mempengaruhi nyamanan, perhatikan lokasi dan pilihan/pengawasan karakteristik, termasuk intensitas keaktifan intervensi. (skala 1-10). Perhatikan petunjuk Tingkat
ansietas
nyeri non verbal (perubahan pada dapat mempengaruhi tanda vital dan emosi/prilaku)
persepsi/reaksi terhadap nyeri.
6.
Dorong
pasien
mendiskusikan
untuk Membantu
untuk
masalah menghilangkan
sehubungan dengan cedera.
ansietas. dapat
Pasien merassakan
kebutuhan
untuk
menghilangkan pengalaman kecelakaan.
7.
Jelaskan
prosedur
memulai.
sebelum Memungkinkan pasien
untuk
siap
secara mental untuk aktivitas
juga
berpartisipasi dalam mengontrol
tingkat
ketidaknyamanan.
38
Universitas Sumatera Utara
8. Lakukan dan awasi latihan Mempertahankan rentang gerak pasif/aktif.
kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi
pada jaringan yang cedera.
9.
Berikan
alternatif
kenyamanan,
contoh
tindakan Meningkatkan
punggung, perubahan posisi.
pijatan sirkulasi
umum;
menurunkan
area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
10. Dorong menggunakan teknik Memfokuskan manajemen stress contoh relaksasi kembali progresif,
latihan
imajinasi visualisasi.
nafas
perhatian,
dalam, meningkatkan
rasa
kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen
nyeri, yang mungkin menetap
untuk
periode lebih lama.
11. Identifikasi aktifitas terapeutik Mencegah yang tepat untuk usia pasien, kebosanan, kemampuan fisik, dan penampilan menurunkan pribadi.
tegangan, dan dapat meningkatkan kemampuan
otot;
dapat meningkatkan
39
Universitas Sumatera Utara
harga
diri
dan
kemampuan koping.
12. Selidiki adanya keluhan nyeri Dapat
menandakan
yang tak biasa/tiba-tiba dalam, terjadinya lokasi progresif/buruk tidak hilang komplikasi dngan analgesik.
Kolaborasi 13. Lakukan kompres dingin es Menurunkan sesuai kebutuhan
edema/pembentukan hematoma, emnurunkan sensasi nyeri.
14. Berikan obat sesuai indikasi.
Diberikan
untuk
menurunkan
nyeri
dan/atau spasme otot .
40
Universitas Sumatera Utara
F. PELAKSANAAN KEPERAWATAN (IMPLEMENTASI)
HARI/TANGGAL NO DX. SENIN/17-6-2013
INTERVENSI
EVALUASI
KEPERAWATAN
(SOAP)
1. Mengkaji
keadaan S : klien mengeluh
umum klien
sakit
pada
2. Mengukur vital sign.
lengan
3. Mengkaji skala nyeri
kanannya.
yang dialami pasien.
atas
O: TD : 130/80 mmHg HR : 92 x/i RR : 28 x/i T : 37,8°C Skala nyeri : 5 A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan.
Selasa/ 18-6-2013
1. Mengkaji
keadaan S : klien mengatakan
umum pasien
mengerti dan akan
2.mempertahankan
mencoba
teknik
imobilisasi pasien pada
relaksasi
nyeri
bagian
dengan tarik nafas
yang
sakit
dengan tirah baring.
dalam .
3. menganjurkan keluarga O : untuk
meninggikan
- TD : 120/70
selimut ketika pasien
- HR : 78 x/i
tidur
dan
- RR : 20 x/i
linen
- T : 36,7°C
mepertahankan
terbuka pada ibu jari
41
Universitas Sumatera Utara
kaki. 4. dorong dan mengajarkan
- Skala nyeri : 5
klien untuk menggu-
A : masalah teratasi
Nakan teknik manajemen
sebagian
stress/nyeri latihan
dengan
tarik
nafas
P : intervensi dilanjutkan.
dalam.
Rabu / 19-6-2012
1. Mengkaji
keadaan
S : klien mengatakan
umum pasien
tidak
2. Mengevaluasi klien
respon
melakukan
terhadap
manajemen nyeri
manajemen nyeri : tarik
tarik nafas dalam
nafas dalam. 3. Mengajarkan
kepada
klien manajemen nyeri dengan
mengalihkan
perhatian
/
pasien
menjadi
sesak
usianya
yang
sudah lanjut.. O:
4. Membantu posisi
karena
mengingat
imajinasi
visualisasi.
dapat
mengubah
klien
menyangga
bagian
yang
dengan
sakit
- klien masih tampak
dengan
bantal dengan dibantu keluarga pasien.
kesakitan ‐
Tangan
belum
dapat digerakkan. ‐
Klien
masih
tampak lemah.
5. Meganjurkan keluarga untuk
melakukan
kompres
dingin
di
A : masalah belum teratasi
bagian yang sakit untuk meredakan nyeri.
P : intervensi dilanjutkan.
42
Universitas Sumatera Utara
Kamis / 20-6-2013
1. Mengevaluasi keadaan S : klien mengatakan umum pasien
kompres
2. Mengevaluasi
dingin
respon
cukup membantu
klien terhadap metode
dalam meredakan
manajemen
nyeri.
nyeri
pengalihan perhatian 3. Evaluasi respon klien O : terhadap
metode
‐ TD
kompres dingin.
:
130/80
mmHg
4. Evaluasi keluhan nyeri.
‐ HR : 87 x/i
5. Anjurkan
keluarga
‐ RR : 26 x/i
memberikan
‐ T : 36,8° C
untuk
alternatif kenyamanan;
‐ Skala nyeri : 4
pijatan lembut. A : masalah teratasi sebagian P
:
intervensi
dilanjutkan.
Jum’at / 21 -62013
1. Observasi
keadaan S : pasien mengatakan
umum pasien
nyerinya
sudah
2. Berikan pasien posisi berkurang. yang nyaman. 3. Evaluasi seluruh
O: terhadap ‐
TD
tindakan
mmHg
:
120/70
keperawatan yang telah ‐
HR : 78 x/i
diberikan.
‐
RR : 20 x/i
‐
T : 36,6°C
‐
Raut wajah pasien tampak tenang.
A : masalah teratasi
43
Universitas Sumatera Utara
sebagian
P
:
intervensi
dihentikan
44
Universitas Sumatera Utara