BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Perilaku Asertif
2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi individu itu sendiri. Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan antar pribadi. Lazarus
(dalam
Rakos,1991)
adalah
tokoh
yang
pertama
sekali
mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri percakapan.
8
Master dan Rim (dalam Rakos, 1991) mengatakan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan. Kesemua definisi ini menitikberatkan pada ungkapan emosi sebagai faktor utama dalam perilaku asertif. Corey (2007) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) perilaku asertif adalah sebuah kemampuan untuk mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan individu-individu untuk bertindak menurut kepentingan individu sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkal hakhak orang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi yang menyangkut ekspresi yang tepat, jujur, terbuka, mempunyai sikap yang tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat mengutarakan akan sesuatu objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Alberti dan Emmons.
9
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Rakos (1991) mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. Menururt Rakos, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin dan kebudayaan. 1. Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua yang demokratis dan memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri akan menciptakan perilaku aserti, sebab pola asuh yang demokratis akan membuat anak memiliki rasa percaya diri. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin, bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan kompetitf. Sedangkan pada wanita umumnya lebih pasif dan tergantung. 3. Kebudayaan Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya sikap asertif. Sebab perilaku asertif tidak dibawa sejak lahir, sesuatu yang dipelajari. 2.1.3. Ciri-Ciri Perilaku Asertif Menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) orang yang memiliki ciri perilaku asertif antara lain merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif. Sedangkan menurut Corey (2007), individu yang berperilaku asertif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Individu tersebut mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung dengan tidak menyakiti orang lain. 2. Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak mendorong orang lain untuk mendahuluinya. 3. Tidak mengalami kesulitan untuk mengakan kata “tidak” ketika ia merasa tidak setuju terhadap suatu hal tanpa merasa takut untuk menolak. 4. Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon lain. 5. Merasa punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri tanpa merasa tertekan dengan perasaan dan pikiran dari orang lain.
10
Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki sifat asertif adalah orang yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan hak-hak pribadinya tanpa menyinggung perasaan orang lain atau menyakiti orang lain. 2.1.4.
Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Alberti dan Emmons (dalam Siampa,2011) menyebutkan ada sepuluh pokok
kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif yang dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut: 1.
Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini yang dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakan, diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain. 2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang lain. 3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi dengan orang lain. 4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit dan dapat terfokus dengan benar berkomunikasi maupun bertindak. 5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak. 6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-pendapat, permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi. 7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata,suara, postur, ekspresi muka, gesture, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).Dalam hal ini yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap terhapad orang lain. 8. Bukan suatu yang universal, 9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan perilakunya. 10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu hal yang dibawa sejak lahir. 2.1.5.
Kemampuan Asertif
Menurut Stain & Howard kemampuan asertif meliputi tiga komponen dasar, yakni: 1. 2.
Kemampuan mengungkapkan perasaan misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka dalam berkomunikasi dalam hal ini mampu menyuarakan pendapat, menyatakan
11
3.
ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu). Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi dalam hal ini tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita. Dari ketiga komponen dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang
memiliki kemampuan perilaku asertif, orang yang mampu mengungkapkan perasaan, mampu mengungkapkan pikiran dan mampu mempertahankan hak-hak pribadinya. 2.1.6.
Kategori Perilaku Asertif
Menurut Gunarsa (1992) perilaku asertif dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1. 2.
3.
Asertif penolakan, yaitu ditandai oleh ucapan untuk memperhalus seperti kata-kata maaf. Asertif pujian, yaitu ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif seperti menyukai, menghargai, mencintai, memuji dan bersyukur. Asertif permintaan, yaitu terjadi apabila individu meminta orang lain dalam mencapai tujuan individu itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan. Dari ketiga kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki
perilaku asertif juga memiliki ketiga kategori tersebut, dapat menolak sesuatu hal dengan cara yang halus, dapat memuji maupun dapat meminta suatu hal tanpa ada paksaan. 2.2
Bimbingan Kelompok
2.2.1 Pengertian Bimbingan Menurut Romlah (2001) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis yang dilakukan oleh seorang ahli telah mendapatkan latihan khusus untuk itu dan dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengembangkan dirinya serta optimal untuk kesejahteran dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
12
Sedangkan menurut Kartono (1985) bimbingan merupakan pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong) kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam rangka menemukan pribadi yang dimaksud agar individu mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingnan dalam rangka menemukan pribadinya. Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) bentuk – bentuk bimbingan terbagi menjadi dua yaitu bimbingan individu dan bimbingan kelompok dan ada tiga ragam bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi sosial. 2.2.2 Pengertian Kelompok Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang – orang atau benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau sifat-sifat yang sama. 2.2.3
Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Sukardi (2008) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor). Nurihsan (2005) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang dimaksudkan untuk memungkinkan klien/siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Bahan yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk mengambil keputusan. Winkel & Sri Hastuti (2004) layanan bimbingan kelompokadalah kegiatan kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing individu-individu dalam kelompok, serta meningkatkan
13
mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Dari pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu/ layanan bimbingan yang diberikan oleh narasumber dalam kegiatan kelompok yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing individu dalam kelompok guna mencapai tujuan untuk mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.4 Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) manfaat layanan bimbingan kelompok : 1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, dengan memberikan layanan bimbingan kelompok dapat bertemu dengan banyak siswa dan dapat mengerti perkembangan siswa. 2.Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, dengan berkontak dengan banyak siswa, dapat mengetahui yang dibutuhkan oleh siswa sehingga kita dapat memberikan informasi. 3.Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, setelah pemberian informasi. 4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok, dalam hal ini yang dimaksud lebih terbuka dalam berkomunikasi. 5. Diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama. 6. Lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor. Sedangkan menurut Sukardi (2008) manfaat layanan bimbingan kelompok sebagai berikut : 1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakanberbagai hal yang terjadi disekitarnya. 2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan. 3. Menimbulkan sikapyang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok. 4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik.
14
5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana yang mereka programkan semula. Dari manfaat layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan siswa dari berkontak dengan siswa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan siswa, dari informasi yang diberikan siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, siswa dapat berpendapat secara terbuka maupun pandangan yang luas akan suatu hal yang dibicarakan, dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kelompok siswa dapat menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik serta dapat melaksanakan kegiatan secara nyata. 2.2.5 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masingmasing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) tujuan layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut : 1. Memberi kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. 2. Memberi layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. 3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual. 4. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif. Berdasarkan tujuan layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah menunjang perkembangan pribadi sosial dalam menghadapi persoalan.
15
2.2.6
Teknik-teknik Layanan Bimbingan Kelompok Dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok ada beberapa
teknik yang biasa digunakan. Romlah (2001) mengemukakan teknik – teknik dalam bimbingan kelompok tersebut antara lain pemberian informasi atau ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, permainan simulsai, teknik penciptaan suasana kekeluargaan dan karyawisata. a. Pemberian informasi atau ekspositori Pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan, majalah sekolah, rekaman, selebaran,video dan film. b. Diskusi kelompok Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin. c. Pemecahan masalah Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah : 1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah 2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3. Mencari alternatif pemecahan masalah 4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya 5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai d. Permainan Peran Suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan. Memerankan sikap yang berlawanan dengan yang sebenarnya, semisal pemalu berperan sebagai orang yang memiliki perecaya diri yang tinggi. e. Permainan Simulasi Bermain simulasi adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya. f. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan Teknik penciptaan suasana kekeluargaan adalah dimana siswa dan guru menciptakan suasana yang nyaman seperti ketika mereka berada dirumah sehingga siswa tidak akan malu dalam berbicara dihadapan teman dan guru.
16
g. Karyawisata Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus. Dari beberapa teknik diatas tidak semua teknik akan digunakan dalam layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku asertif, teknik yang digunakan adalah yang sesuai atau membantu dalam meningkatkan perilaku asertif. 2.2.7 Asas - Asas Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995), asas-asas layanan bimbingan kelompok adalah asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan. a.
Asas kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain b. Asas keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu. c. Asas kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok. d. Asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku. 2.2.8 Tahap- Tahap Layanan Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok berlangsung melalui empat tahap. Menurut Prayitno ( 1995), tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai berikut
tahap
pembentukan, tahap peralihan , tahap kegiatan dan tahap pengakhiran. a. Tahap Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkakan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan masing-masing anggota. Pemimpin kelompok menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan bimbingan kelompok. Dalam tahap pembentukan biasanya diberikan ice breaking untuk lebih mengakrabkan masing-masing anggota dan menciptakan suasana yang nyaman.
17
b. Tahap Peralihan Langkah selanjutnya ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok. Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Dalam hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan tahap bimbingan kelompok selanjutnya. c. Tahap kegiatan Tahap ini merupakan inti dari layanan bimbingan kelompok dimana masing - masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan tanggapan. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar. d. Tahap Pengakhiran Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan melakukan kegiatan. Dapat disebutkan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: 1.Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok 2. Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok 3.Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota 4. Pembahasan kegiatan lanjutan 5. Penutup 2.3 Temuan Penelitian yang Relevan Pada penelitian yang dilakukan oleh Ichda Satria Figraha (2012) dengan judul Upaya Peningkatan Sikap Asertif Melalui Sosiodrama pada Siswa Kelas X.1 Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012, menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah dilakukan layanan bimbingan kelompok yang berupa teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan
asertif. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar
angket diperoleh hasil bahwa sikap asertif siswa masih rendah dengan rata-rata
18
kelas mencapai 49%. Pada siklus pertama yang terdiri dari tiga tindakan tingkat persentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus kedua dilakukan peneliti dikarenakan hasil post test pertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan yang peneliti harapkan. Siklus kedua yang juga terdiri dari tindakan mampu meningkat persentase siswa yang semula 72,5% menjadi 77,3% atau sudah masuk pada persentase baik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya perubahan sikap dari siswa yang semula kurang asertif lambat laun sudah menunjukkan asertif. Sedangkan penelitian Tri Astutik (2005) dengan judul efektifitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas II SMP Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006 menunjukkan siswa sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,28 setelah mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,25, sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif. 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru melalui layanan bimbingan kelompok atau dengan kata lain layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan perilaku asertif siswa kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru.
19