BAB II KONSEP TEORI
A.LANDASAN TEORI 1.
Konsep Self Diabetes Management Education a. Definisi Self Diabetes Management Education (SDME) merupakan suatu proses berkelanjutan
untuk
memfasilitasi
pengetahuan,
ketrampilan
dan
kemampuan yang diperlukan untuk perawatan diri pasien Diabetes Mellitus.
SDME
memberikan
dukungan
informasi
pengambilan
keputusan, perilaku perawatan diri, pemecahan masalah dan kerjasama aktif dengan tim kesehatan dan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup (Funnel et al, 2009). Self Diabetes Management Education adalah elemen penting dari perawatan untuk semua penderita diabetes dan mereka yang berisiko untuk mengembangkan penyakit. Hal ini diperlukan dalam untuk mencegah atau menunda komplikasi diabetes dan memiliki unsur terkait untuk perubahan gaya hidup yang juga penting untuk individu dengan prediabetes sebagai bagian dari upaya untuk mencegah penyakit (Haas, et al, 2012). b. Tujuan SDME Tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan SDME yaitu memberikan dukungan informasi pengambilan keputusan, perilaku perawatan diri, pemecahan masalah dan kerjasama aktif dengan tim kesehatan dan untuk
11
12
meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup. Selain itu SDME membantu orang dengan pradiabetes dalam melaksanakan dan mempertahankan perilaku yang diperlukan untuk mengelola kondisinya secara terus-menerus di luar pelatihan manajemen diri formal. Sedangkan menurut Funnel, et al (2009) jenis dukungan yang diberikan dapat berupa perilaku pendidikan, psikososial, atau klinis. c. Cakupan kurikulum dalam SDME Menurut Haas L, et al (2012) terdapat beberapa cakupan kurikulum selama pemberian SDME yaitu sebagai berikut : 1) Menggambarkan proses penyakit diabetes dan pilihan pengobatan 2) Memasukkan manajemen gizi ke dalam gaya hidup 3) Memasukkan aktivitas fisik dalam gaya hidup 4) Menggunakan obat dengan aman dan untuk efektivitas terapi maksimum 5) Pemantauan dan menafsirkan glukosa darah dan parameter lainnya serta dan menggunakan hasil keputusan penyusunan manajemen diri 6) Mencegah, mendeteksi, dan mengobati komplikasi akut 7) Mencegah, mendeteksi, dan mengobati komplikasi kronis 8) Mengembangkan strategi pribadi untuk mengatasi masalah psikososial dan kekhawatiran 9) Mengembangkan strategi pribadi untuk mempromosikan perubahan kesehatan dan perilaku
13
Standar faktor penting dalam SDME menurut Martha, et al (2009) terdapat beberapa kriteria aktif fisik, sehat makan, minum obat, pemantauan glukosa darah, perawatan diabetes diri terkait pemecahan masalah, mengurangi resiko akut dan komplikasi kronik, serta psikososial aspek hidup dengan diabetes. d. Standar SDME Standar dalam pelaksanaan SDME mencakup 10 standar dan terbagi menjadi 3 domain (Haas et al, 2012) yaitu: 1) Struktur a) Standar 1 (internal structure) : SDME terdiri dari struktur organisasi, pernyataan misi dan tujuan serta menjadi komponen integral dari peduli diabetes. Pentingnya tujuan, sasaran, definisi hubungan dan peran serta manajerial akan meningkatkan pendidikan yang berkualitas untuk diabetes dan mendukung self management yang efektif. b) Standar 2 (external input) : SDME merupakan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas program dengan tujuan menjaga keluaran Partisipasi dari pemangku kepentingan masyarakat, termasuk individu dengan diabetes, profesional kesehatan, dan kelompok pengetahuan
kepentingan
masyarakat
akan
meningkatkan
dalam melayani masyarakat. Sedangkan untuk
meningkatkan input eksternal diperlukan ide-ide yang akan
14
meningkatkan SDME yang akan membangun jembatan kepada stakeholder. c) Standar 3 (Access) SDME menentukan siapa yang dilayani dan cara terbaik untuk memberikan pendidikan diabetes untuk populasi, dan sumber daya yang dapat memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi masyarakat. SDME efektif diberikan sesuai kebutuhan serta jenis dukungan tanpa terlepas dari karakteristik demografi penduduk, etnis/latar belakang budaya, jenis kelamin, dan usia, tingkat pendidikan formal, kemampuan membaca huruf dan berhitung. d) Standar 4 (Program coordination) : SDME memiliki koordinator dalam
melakukan
pengawasan
terhadap
perencanaan,
implementasi, dan evaluasi pendidikan jasa. Koordinasi ini penting untuk memastikan bahwa kualitas pendidikan pengelolaan diri diabetes dan dukungan disampaikan secara terorganisir dan diproses secara sistematis. 2) Proses a) Standar 5 (Instructional Staff) : Staf instruktur dalam SDME merupakan seorang yang profesional dengan sertifikasi didalam perawatan dan pendidikan diabetes. Petugas kesehatan lain dapat berkontribusi untuk SDME dan memberikan DSMS dengan pelatihan yang tepat pada diabetes. Perawat dan ahli gizi adalah penyedia utama pendidikan diabetes. Dalam beberapa tahun
15
terakhir, peran pendidik diabetes telah diperluas untuk disiplin lain, terutama disiplin termasuk apoteker yang mungkin terlibat, namun tidak terbatas pada dokter, psikolog dan mental yang lain spesialis kesehatan, aktivitas fisik spesialis (termasuk terapis fisik, terapis okupasi, dan olahraga fisiologi), dokter mata, dan podiatris. Barubaru ini pendidik kesehatan (misalnya, bersertifikat pendidikan kesehatan spesialis dan asisten medis bersertifikat), manajer kasus kesehatan dan pekerja komunitas, dan rekan konselor atau pendidik telah terbukti memberikan kontribusi secara efektif sebagai bagian dari tim SDME. b) Standar 6 (Curriculum) : Standar kurikulum dalam SDME harus mencerminkan bukti saat ini dan penelitian baru-baru ini yang mendukung pendidikan seperti pendekatan problem solving, perawatan kolaboratif, masalah psikososial, perubahan perilaku, dan strategi mempertahankan manajemen diri. c) Standar 7 (Individualization) : Standar ini memfasilitasi individu mengenali kebutuan mereka dalam pemilihan pendidikan dan intervensi perilaku untuk memberikan informasi mengenai sejarah, usia,
pengaruh
budaya,
keyakinan
dan
sikap
kesehatan,
pengetahuan diabetes, ketampilan, perilaku dan manajemen diri. d) Standar 8 (Ongoing support) : Standar ini merupakan upaya tindak lanjut dari dukungan manajemen diri. Jenis dukungan yang diberikan bisa perilaku, pendidikan, psikososial, atau klinis.
16
3) Hasil a) Standar 9 (Patient progress) Keefektifan dari SDME dilihat dari bagaimana capaian pengelolaan diri pasien diabetes. Kriteria keberhasilan SDME dilihat dari tujuh faktor penting yaitu aktivitas fisik, sehat makan, minum obat, pemantauan glukosa darah, diabetes diri perawatan terkait pemecahan masalah, mengurangi risiko akut dan komplikasi kronis, dan psikososial aspek hidup dengan diabetes. b) Standar 10 ( Quality improvement) Pendidikan diabetes seharusnya responsif terhadap kemajuan dalam pengetahuan, strategi intervensi
pengobatan, strategi
psikososial,
serta
trend
pendidikan, dan konsumen
dan
kesehatan.Pengukuran dan pemantauan proses dan hasil data secara berkelanjutan dari penyedia SDME dapat mengidentifikasi bidang perbaikan program yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang dicapai. e.
Tingkat pembelajaran SDME Menurut Jones et al (2008) tingkat pembelajaran pada SDME terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu : 1) Survival/basic level Edukasi
yang diberikan kepada pasien meliputi
pengetahuan,
ketrampilan dan motivasi untuk melakukan perawatan diri dalam upaya
17
melakukan mencegah, mengidentifikasi dan mengobati komplikasi jangka pendek. 2) Intermediate level Edukasi yang diberikan kepada pasien pada tingkat ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan motivasi untuk melakukan perawatan diri dalam upaya mencapai kontrol metabolik yang direkomendasikan, mengurangi resiko komplikasi jangka panjang dan memfasilitasi penyesuaian hidup pasien. 3) Advanced level Edukasi yang diberikan kepada pasien pada tingkat ini meliputi pengetahuan, ketrampilan dan motivasi untuk melakukan perawatan diri dalam upaya mendukung manajemen DM serta intensif untuk kontrol metabolik yang optimal, dan integrasi penuh kedalam kegiatan perawatan kehidupan pasien. f.
Pelaksanaan SDME Menurut Noris, et al (2002) dalam Witriyani (2015) menyebutkan bahwa
SDME dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Sedangkan pelaksanaan SDME efektif diberikan sebanyak 4 sesi dengan durasi waktu 1-2 jam (Central Dupage Hospital, 2011 dalam Witriyani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Heriansyah (2014) mengenai pengaruh edukasi pendekatan SDME didapatkan hasil bahwa edukasi dengan pendekatan SDME dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap kepatuhan diet pada penderita DM tipe 2 di Puskesmas Makasar setelah diberikan edukasi selama 3 minggu. Sedangkan
18
untuk kontrol glikemik dan berat badan, edukasi SDME efektif diberikan selama 8 minggu (Allan Jones, Michael Vallis, Debbie Cooke and Franqols (2015).
2. Konsep Prediabetes. a. Definisi prediabetes Menurut Heikes, et al (2008) prediabetes merupakan kondisi dimana kadar gula lebih tinggi dari normal tetapi belum cukup tinggi dikatakan diabetes. Prediabetes tidak selalu memiliki gejala tetapi dapat terdiagnosa dari pemeriksaan gula darah. Prediabetes ditandai dengan kadar glukosa darah puasa pagi antara 90-99 mg/dl, atau kadar glukosa darah 2 jam setelah makan antara 100-199 mg/dl, atau keduanya pada pemeriksaan darah perifer (Depkes, 2008;
Soegondo,
2008).
American
Diabetes
Association
(ADA)
mendefinisikan prediabetes sebagai keadaan dimana subek dengan toleransi glukosa darah terganggu (TGT) dan atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (Nasrul & Sofitri, 2012). b. Kriteria Prediabetes Kriteria prediabetes ditentukan dari nilai Impaired Fasting Glucose (IFG) dengan nilai 100-125 mg/dl atau 5.6-6.9 mmol/L dan Impaired Glucose Tolerance (IGT) dengan nilai 140-199 mg/dl atau 7.8-11 mmol/L (Prediabetes Consensus Statement, 2008 dan ADA, 2012).
19
c. Faktor Resiko Prediabetes Berdasarkan data dari penyakit kardiovaskuler, kegemukan atau obesitas, gaya hidup, kulit putih, kelainan metabolik, hipertensi, peningkatan trigliserida, LDL atau Cholesterol atau keduanya, riwayat diabetes gestasional, kelahiran bayi lebih dari 4 kg, polikista ovari serta pengobatan antipshikotik untuk schizoprenia dan penyakit bipolar. Menurut Heikes, et al (2008) terdapat tiga hal utama yang berkontribusi terhadap pengembangan prediabetes diantaranya yaitu pola makan (kelebihan berat badan akan mempengaruhi kemampuan untuk memproses gula dalam darah), aktivitas (periode tidak beraktivitas aktif seperti menonton televisi sepanjang sore), serta gen yang diwarisi. Beberapa kondisi lain yang dapat berkaitan dengan apa yang dimakan serta aktivitas yaitu peningkatan tekanan darah dan penyakit jantung. Selain itu obat-abatan juga dapat mempengaruhi kondisi prediabetes seperti tablet steroid, dan pengobatan untuk schizofrenia serta AIDS. Prediabetes juga dipengaruhi oleh umur. Secara fisiologis pada usia lebih dari 25 tahun akan terjadi kenaikan glukosa darah sekitar 1-2 mg/dl per tahun dan glukosa darah setelah makan sekitar 5,6 – 13 mg per tahun (WHO dalam Wulandari, 2014). Sedangkan pada usia lanjut prediabetes dapat terjadi pada usia 60-79 tahun (Tamayo T, et al, 2014) d. Progres Perkembangan Prediabetes Prediabetes merupakan kondisi yang serius karena dapat menyembangkan penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung. Orang dengan prediabetes yang sering dalam kondisi tekanan darah tinggi dua kali mengembangkan penyakit
20
jantung seperti angina, serangan jantung dan stroke. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh perilaku merokok, tekanan darah, aktivitas fisik serta umur. Prediabetes juga mengembangkan penyakit diabetes tipe 2 bila tanpa tindakan dalam kurun waktu 6 tahun (Heikes, et al, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elliza & Sofitri (2012) prediabetes akan menjadi diabetes dalam waktu 5-6 tahun sebanyak 30%. Pendapat lain dikemukakan oleh Mayans (2015) bahwa prediabetes akan mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 3 tahun tanpa adanya modifikasi gaya hidup. e. Penatalaksanaan Prediabetes 1) Modifikasi gaya hidup (Lifestyle modification) Mengindari
obesitas,
hipertensi,
dislipidemia,
dan
hiperglikemia.
Melakukan program latihan fisik tingkat intensitas sedang selama 30-60 menit per hari, selama 5 hari dalam seminggu. Melakukan diet rendah kalori, meningkatkan diet tinggi serat dan membatasi masukan karbohidrat (Garber et al, 2008). Menurut Heikes, et al (2008) perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan : a) Peningkatkan aktivitas fisik. Tujuan utama dari peningkatan aktivitas fisik yaitu 30 menit aktivitas dalam 5 hari setiap minggunya (ini dapat meningkatkan frekuensi nafas dan frekuensi nadi lebih cepat). Akan tetapi prediabetes dianjurkan untuk mencoba olahraga selama 20 menit selama 3 hari dalam 1 minggu pada bulan pertama karena dapat membantu insulin dalam mengontrol kadar gula darah. Jenis olahraga yang dimaksud
21
dapat berupa jalan kaki selama 30 menit pada jam makan siang, mengikuti klub dansa atau yoga, berenang bersama anak-anak dan menambahkan hoby pada semua aktivitas yang dilakukan. Untuk mendukung jalan kaki dapat menggunakan alat untuk mengukur langkah kaki (pedometer). Selain itu mencoba untuk menemukan sesuatu yang menyenangkan dan berguna seperti berkebun, menari dan bermain dengan anak-anak. b) Mengkonsumsi makanan sehat. Makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh prediabetes yaitu tinggi serat (seperti sayur, makanan dari gandum), rendah gula, rendah lemak jenuh (seperti yang ditemukan dalam daging, mentega, dan makanan olahan dari susu) serta rendah garam. Pembatasan jumlah makan diperlukan pada kondisi prediabetes. Beberapa makanan kemasan banyak mengandung lemak, garam atau gula halus sehingga perlu dihindari oleh prediabetes. Membaca label dari komposisi makanan kaleng sangat diajurkan. Makanan lain yang perlu dihindari adalah biskuit dan keripik karena mengandung tinggi kalori. Hampir semua makanan mengandung gula (termasuk dalam wortel dan kentang). Akan tetapi terdapat jenis makanan yang melepas gula lebih lambat. Gula terdiri dari dua jenis yaitu gula sederhana dan gula kompleks. Gula sederhana dapat ditemukan dalam makanan seperti manisan, coklat, minuman manis dan roti. Gula jenis ini dapat meningkatkan dengan cepat kadar gula darah dan lebih cepat bila
22
dikonsumsi dalam jumlah banyak dan ini dapat menyebabkan insulin meningkat diatas rata-rata. Selain gula sederhana terdapat gula komplek. Gula komplek dapat ditemukan dalam bahan makanan seperti; roti berwarna coklat, kentang, beras, pasta, cereal, dan kacang kedelai. Gula komplek ini secara lambat dapat meningkatkan kadar gula tetapi lebih baik bagi prediabetes. Begitupula dengan gula yang terkandung dalam buah merupakan gula alami yang sangat baik bagi kesehatan daripada gula sederhana. Gula dalam beras merah, pasta cokelat dan roti gandum cokelat akan dipecah lebih lambat dari gula dalam roti putih, nasi putih dan pasta putih. Bahan makanan lain yang perlu dihindari adalah alkohol karena alkohol mengandung gula (seperti beer dan wine) yang dapat meningkatkan kadar gula darah dengan cepat. c) Berhenti Merokok. Merokok tidak hanya menjadi penyebab kanker paru tetapi juga meningkatkan resiko stroke dan penyakit jantung serta prediabetes. 2) Medical weinght loss strategies Penurunan berat badan yang dianjurkan bagi prediabetes yaitu menurunkan berat badan dengan body mass index lebih besar dari 49 kg m² (Garber et al, 2008). Menurut Heikes, et al (2008), menurunkan berat badan 5% dari berat tubuh selama beberapa bulan dapat membuat banyak perubahan dalam tubuh. Berat badan setidaknya diturunkan 2,5 kg dalam 2-3 bulan pertama.
23
3) Pengobatan pada Prediabetes a) Glikemia. Tujuan utama dari pengobatan glikemia pada prediabetes yaitu normal gula darah dan mencegah komplikasi. Pilihan pengobatan yang aman bagi
prediabetes
adalah
thiazolidinediones,
yang
memberikan
keuntungan bagi β-cell dan efektif untuk pencegahan diabetes. Selain itu glucagonlike peptide 1 agonists and dipeptidyl peptidase IV inhibitor dalam jangka panjang dapat mencegah terjadinya diabetes. Sedangkan menurut ADA, 2016 terdapat pilihan pengobatan yang aman bagi penderita prediabetes yaitu dengan metformin. Metformin tidak hanya aman bagi prediabetes karena tidak mempengaruhi fungsi jantung dan tidak menyebabkan penurunan kadar gula darah secara cepat. b) Lipid. Menjaga profil lipid pada level 100 mg/dl atau dibawahnya sangat penting diinformasikan. Begitupula dengan cholesterol 130 mg dl atau kurang. c) Tekanan Darah (Blood pressure). Menjaga tekanan darah kurang dari 130-80 mmHg dapat meninimalkan progres prediabetes. Bila terjadi peningkatan tekanan darah maka aspirin dapat direkomendasikan untuk prediabetes tanpa ada kelainan pada pencernaan, intrakranial dan kondisi perdarahan (Garber et al, 2008).
24
f. Peran perawat dalam mendukung prediabetes Peran perawat atau dokter dalam mendukung prediabetes sangat penting. Peran perawat dalam upaya pencegahan primer penyakit DM dengan sasaran prediabetes sangat diperlukan untuk menghambat progres penyakit DM (Fajribayanti & Ayubi, 2008). Selain itu perawat juga perlu memberikan dukungan untuk melakukan perubahan gaya hidup serta monitor kondisi prediabetes. Pemberian dukungan dapat dilakukan dengan memberikan informasi kesehatan berupa makanan sehat, cara menurunkan berat badan, aktivitas fisik serta bahaya merokok. Sedangkan monitor kondisi dapat dilakukan dengan memberikan informasi setidaknya melakukan general check up minimal 1-2x/ tahun termasuk cek kadar gula darah, berat badan, tekanan darah, kolesterol (Heikes, et al, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sovia, Rekawati & Kuntarti (2008) peran perawat diharapkan dapat meningkatkan program untuk pemeriksaan gula darah minimal 1 bulan sekali pada kondisi prediabetes. g.Tool Screening untuk prediabetes Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heikes (2008) terdapat suatu alat noninvansif untuk skrining yang dirancang dan divalidasi untuk mendeteksi prediabetes maupun diabetes dan sudah diterapkan di Amerika Serikat. Alat ini disebut denganDiabetes Risk Calculator (DRC). DRC yang digunakan sangat sederhana tergantung dari jawaban responden. DRC ini dirancang untuk kecenderungan prediabetes selain pengukuran hasil lab IFG
25
(gula darah puasa) dan atau IGT ( sesaat). Alat ini memiliki kepekaan sekitar 72-86%. Adapun kalkulasi resiko diabetes dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Classification Tree For Detecting Pre Diabetes (PDM) Or Undiagnosed Diabetes (DM) Diadop dari jurnal Diabetes Risk Calculator A Simple Tool For Detecting Undiagnosed Dabates And Pre Diabetes (2008)
Penilaian dari screening dengan menggunakan DRC terdiri dari kriteria diabetes mellitus (DM)>8%, prediabetes >29,5%, undiagnosed DM ≤ 2,5%, Neither DM atau prediabetes ≤ 29%, Risk undiagnosed DM < 1%. Berdasarkan penilaian maka dapat dikelompokkan resiko prediabetes atau DM sebagai berikut; DM, prediabetes dan atau resiko prediabetes rendah (Low).
26
3. Konsep Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang berdampak pemikiran setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek dimana kegiatan ini melibatkan pancaindera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmojo, 2011 dan Soekanto, 2003 dalam Wahit 2007). a. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah pendidikan, informasi atau media massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman serta usia (Budiman, 2013). b. Tahapan pengetahuan Menurut Benjamin S.Bloom (1956) dalam Fitriani (2011) terdapat beberapa tahapan dari pengetahuan dimulai dari tahu yang berarti telah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami yang berarti mampu menjelaskan objek yang telah diketahui, aplikasi yang berarti mampu untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, analisa yang berarti kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih ada kaitan satu dengan yang lain, sintesis yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari informasi yang diperoleh dalam satu keseluruhan, dan yang terkahir yaitu evaluasi dimana merupakan kemampuan memberikan penilaian atau justifikasi terhadap suatu materi atau objek.
27
c. Pengukuran pengetahuan Terdapat beberapa kategori tingkat pengetahuan diantaranya adalah tingkat pengetahuan dengan kategori “baik” jika nilainya ≥ 75%, tingkat pengetahuan kategori “cukup” jika nilainya 56 – 74 %, tingkat pengetahuan kategori “kurang” jika nilainya < 55% (Arikunto 2006 dalam Riyanto, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Evans, P.H., et al (2013) prediabetes memerlukan suatu informasi berkaitan dengan kondisinya untuk mencapai manajemen prediabetes yang sukses. Kerangka yang digunakan dalam penyusunan informasi didasarkan pada konvergen pengetahuan dan perubahan motivasi, sistem praktik, serta peran profesional kesehatan dalam perawatan prediabetes. Sedangkan pengukuran pengetahuan didasarkan pada tiga kata kunci pesan yang harus disampaikan kepada prediabetes terdiri dari prediabetes itu sendiri, progres perkembangan prediabetes, pencegahan prediabetes. d.
Pengetahuan tentang DM Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phitri & Widyaning (2013) terhadap pengetahuan mengenai penyakit DM dapat diketahui bahwa dari 54 responden, sebanyak 24 responden (44,4%) pengetahuan tentang DM masih kurang. Penelitian serupa dilakukan oleh Rahayu (2014) mengenai pengaruh edukasi gizi terhadap pengetahuan, sikap dan kadar gula darah di Puskesmas kota Makasar didapatkan hasil pre tes mengenai pengetahuan gizi cukup dengan sikap negatif sebelum diberikan edukasi sedangkan hasil penelitian setelah diberikan edukasi selama 3x dalam 2 minggu terdapat
28
peningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap gizi DM di puskesmas kota Makasar.
4. Konsep Sikap Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan, diselenggarakan melalui pengalaman, mengerahkan pengaruh langsung pada respon individu untuk semua objek dan situasi yang terkait (Stonea et al, 2005 dalam Abolghasemi & Sedaghat, 2014). Sikap memiliki arahan dan atau pengaruh dinamis terhadap perilaku (Alport 1935 dalam Abolghasemi & Sedaghat, 2014). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi dari tindakan atau perilaku (Soekidjo Notoatmojo, 2011) Sikap seseorang dapat terbentuk oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Sikap seseorang dipengaruhi oleh hasil belajar yang diperoleh melalui pengamatan, pengalaman yang mempunyai unsur emosional, sikap juga dipengaruhi oleh apa yang diamati tetapi bagaimana mengamati suatu objek, Selain itu sikap dipengaruhi oleh pengajaran lainnya, yaitu bahwa sikap terbentuk akibat rasa positif atau negatif terhadap suatu objek (Shalahudin, 1990 dalam ahmadi 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Schimitt et al (2013) menyatakan bahwa sikap negatif terhadap kontrol gula darah dipengaruhi oleh adanya psikososial faktor seperti depresi dan distres emosional. Sedangkan sikap negatif ini akan mengurangi aktivitas perawatan diri.
29
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abolghasemi & Sedaghat (2014) sikap pasien diabetes terhadap kesehatannya ada dua dimensi yaitu sikap menuju kemajuan derajat kesehatan tertinggi dan sikap yang menghambat untuk berkembang. Sikap yang mempengaruhi terjadinya DM yaitu takut dalam manajemen DM, sikap kurang perhatian terhadap diet dan aktivitas. a.
Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan - pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo S, 2003). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourable. Skala sikap
sedapat
mungkin
terdiri
atas
pernyataan favourable dan
tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif, yang seolah-olah isi skala
30
memihak atau tidak mendukung sama sekali objek sikap (Saifuddin, A 2002 dalam Mubarak Iqbal, et al, 2007). Sikap memiliki arahan dan atau pengaruh dinamis terhadap perilaku (Alport 1935 dalam Abolghasemi & Sedaghat, 2014). Berdasarkan hal ini pengukuran sikap mengacu pada Diabetes Self Management Questionaire (DSMQ) yang dikembangkan oleh Schimitt, et al (2008) yang terdiri dari 4 komponen yaitu manajemen kadar gula darah (management glucose), kontrol diet (dietary control), aktivitas fisik (Physical activities), serta perawatan kesehatan yang dilakukan (health care use). b.
Komponen sikap Komponen sikap terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif serta komponen konatif (Wawan & Dewi, M, 2010 dan Evans et al, 2007). Sedangkan menurut Mubarak Iqbal, et al (2007) sikap terdiri dari tiga komponen. Komponen sikap terdiri dari kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, serta kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama dapat membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sedangkan sikap jika dikaitkan dengan pendidikan dapat berarti tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan. Komponen sikap ini dikembangkan dengan acuan Diabetes Self Management Quesitionare (DSMQ) yang terdiri dari 16 item pertanyaan dalam naskah asli dimana secara garis besar terdiri
31
sikap terhadap aktivitas berupa; manajemen kadar gula darah, kontrol diet, aktivitas fisik dan perawatan diri yang digunakan (Schimtt, et al, 2013) Sikap terbentuk oleh karena terdapat faktor yang mempengaruhi. Selain itu sikap dapat berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku seseorang, pengatur pengalaman-pengalaman, dan pernyataan kepribadian seseorang (Ahmadi, 2007). Berbeda dengan pendapat yang dikemukan oleh Azwar dimana sikap berfungsi sebagai fungsi instrumental hal ini dimaksud bahwa sikap merupakan usaha yang dilakukan untuk meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan dan memaksimalkan hal-hal yang diinginkan. Sikap berfungsi sebagai pertahanan ego dimana dalam hal ini berarti sikap merefleksikan problem kepribadian yang tidak diselesaikan. Sikap juga berfungsi sebagai pernyataan nilai. Sikap dapat mengembangkan kepuasan terhadap nilai yang diyakininya dan konsep mengenai dirinya. Selain itu sikap juga berfungsi sebagai evaluasi terhadap fenomena yang terjadi baik didalam atau diluar dirinya (Azwar, 2005). c.
Faktor yang mempengaruhi sikap Sikap terbentuk hasil dari interaksi terhadap suatu objek selain itu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : 1) Pengalaman Pribadi Kejadian yang pernah dialami oleh seseorang ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Penghayatan dapat mempengaruhi terbentuknya tanggapan dan untuk selanjutnya tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.Untuk
32
dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan maka seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek spikologis. Penghayatan dapat membentuk sikap postif ataupun negatif tergantung kepada beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Midlebrok (1974) dalam Azwar (2011) menyatakan bahwa tanpa pengalaman maka suatu obyek psikologis cenderung membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan suatu kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan banyak faktor emosional. Dalam situasi emosional, penghayatan akan semakin berkesan. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut membantu mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting akan mempengaruhi setiap gerak tingkah laku yang diharapkan persetujuannya. Pada umumnya individu memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut 3) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana seseorang tinggal memilki pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Apabila tinggal dalam masyarakat dengan
33
budaya sosial yang tinggi maka sangat mungkin seseorang mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan. 4) Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain sebagainya mempunyai pengaruh terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5) Lembaga Pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempengaruhi terbentuknya sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu. 6) Faktor emosional Faktor emosi turut mendasari terbentuknya sikap. Karena sikap juga terbentuk oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang terbentuk karena emosi berlangsung lama dan akan menetap. Seperti misal prasangka atau sikap tidak toleran akan membentuk sikap negatif dari pada sikap positif. 5. Konsep Kadar Gula Darah Kadar gula darah merupakan istilah yang mengacu pada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi glukosa darah atau tingkat glukosa serum diatur dengan
34
ketat dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henrikson J, et al, 2009) Terdapat beberapa tipe pengukuran kadar gula darah. Pengukuran kadar gula darah puasa digunakan untuk mengetahui kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula darah postprandial digunakan untuk mengetahui kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah random mengukur kadar gula darah tanpa mengambil waktu makan terakhir (Henrikson J, et al, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elliza & Sofitri (2012) pemeriksaan kadar gula darah tepat dilakukan maksimal 1 bulan sekali pada penderita prediabetes. Hal ini ditujukan untuk mengetahui ambang gula darah dalam mencegah terjadinya retensi insulin yang dapat membawa dampak pada terjadinya hiperurisemia. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kadar gula darah seperti aktivitas fisik atau olahraga, asupan makanan,usia, indeks massa tubuh (IMT) dan Stres (Fox & Kilvert, 2010). 1) Olahraga atau aktivitas fisik Olahraga secara teratur dapat mengurangi resitensi insulin sehingga insulin dapat dipergunakan dengan baik oleh sel-sel tubuh. American Diabetes Association (2016) menyebutkan bahwa aktivitas selama minimal 60 menit dapat menurunkan kadar gula darah penderita diabetes dan 120 menit/minggu bagi penderita prediabetes.
35
2) Asupan makanan Asupan kaya karbihidrat dan rendah serat dapat menganggu sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Begitupula dengan asupan lemak didalam tubu dapat menganggu kepekaan terhadap insulin. 3) Usia Penurunan fungsi tubuh dapat mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi sehingga dapat memicu penyakit degeneratif seperti Diabetes Mellitus. 4) Stres Stres dapat mengakibatkan gangguan interaksi dari pituitary, adrenal gland, pancreas dan liver. Gangguan dari interaksi ini menyebabkan metabolisme Andreno Chorthicothiroid Hormone (ACTH), kortisol meningkat sehingga merangsang glukoneogenesis di dalam liver yang akhirnya meningkatkan kadar gula dalam darah (Mahendra, Krisnatuti, Tobing & Alting, 2008) 5) Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT merupakan suatu metode untuk menentukan status gizi dengan menggunakan pembagian berat badan dalam kilogram dengan tinggi bdan dan meter kuadrat. Hasil penelitian Purnawati (1998) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan terjadinya DM tipe 2. IMT tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan IMT rendah.
36
B. Kerangka Teori Faktor resiko Pre diabetes a. Riwayat keluarga diabetes b. Penyakit kardiovaskuler c. kegemukan atau obesitas d. Gaya hidup e. Kulit putih f. Kelaianan metabolik g. Hipertensi h. Peningkatan trigliserida, LDL atau Cholesterol atau keduanya i. Riwayat diabetes gestasional j. Kelahiran bayi lebih dari 4 kg k. Polikista ovari l. Pengobatan antipshikotik untuk schizoprenia dan penyakit bipolar
Sensitivitas insulin terganggu dan gangguan sekresi insulin
Toleransi glukosa puasa terganggu dan Gula darah post prandial terganggu
Prediabetes Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap : a. Tingkat pendidikan b. Informasi c. Budaya d. Pengalaman berkaitan dengan usia e. Sosial ekonomi f. Pengalaman pribadi g. Pengaruh oranglain yang dianggap penting h. Media massa i. Lembaga pendidikan dan lembaga agama j. Faktor emosional
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
SDME Konsep Prediabetes dan DM Managemen nutrisi Aktivitas fisik Penggunaan obat yang aman dan efektif tetapi maksimum Pemantauan gula darah Cegah komplikasi akut Cegah komplikasi kronik Strategi mengatasi masalah spikososial dan kekawatiran Strategi mengembangkan perubahan kesehatan dan perilaku
Perubahan pengetahuan dan sikap Kadar gula darah Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah : a. Olahraga/ Aktivitas fisik b. Asupan makan c. Usia d. IMT e. Stres
Gambar 2.2 Kerangka Teori (Sumber : Prediabetes Consensus Statement (2008), Alligood (2010), Chuang Yuan, et al (2010), Notoadmojo (2007) dan Azwar (2011), Fox & Kilvert (2010), Purnawati (1998) 36
37
C. Kerangka Konsep Screening Prediabetes Faktor resiko Prediabetes: a. Riwayat keluarga diabetes b. Penyakit kardiovaskuler c. kegemukan atau obesitas d. gaya hidup e. kulit putih f. Kelaianan metabolik g. Hipertensi h. Peningkatan trigliserida, LDL atau Cholesterol atau keduanya i. Riwayat diabetes gestasional j. Kelahiran bayi lebih dari 4 kg k. Polikista ovari l. Pengobatan antipshikotik untuk schizoprenia dan penyakit bipolar
Prediabetes
SDME Pengetahuan dan sikap
Kadar gula darah
Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah : a. Olahraga/ Aktivitas fisik b. Asupan makan c. Usia d. Stres e. IMT
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti : Diteliti : Tidak diteliti
Faktor resiko prediabetes : 1. Umur 40-59 tahun 2. Konsumsi lemak melebihi batas 3. Kurang konsumsi serat (Fajriniayanti & Ayubi, 2008)
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap : a. Tingkat pendidikan b. Informasi c. Budaya d. Pengalaman berkaitan dengan usia e. Sosial ekonomi f. Pengalaman pribadi g. Pengaruh oranglain yang dianggap penting h. Media massa i. Lembaga pendidikan dan lembaga agama j. Faktor emosional
38
D. Hipotesis a.
SDME meningkatkan pengetahuan pada penderita prediabetes di Puskesmas Pesantren I Kota Kediri
b.
SDME meningkatkan sikap padapenderita prediabetes di Puskesmas Pesantren I Kota Kediri
c.
SDME menurunkankadar gula darah pada penderitaprediabetes di puskesmas pesantren 1 kota kediri.