5
BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
A. Nyeri Sendi 1. Pengertian Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Potter, P. 2005) Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang (Handono, 2013). Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal, yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa. Sejumlah penelitian menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada lansia, mulai dari yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout, neuropati (diabetik, postherpetik), osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta polimialgia rematik (Rachmawati, 2006).
6
2. Etiologi Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi yaitu: a. Mekanisme imunitas. Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk. b. Faktor metabolik. Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun. c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan. Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik.
Juga
dengan
masalah
lingkungan,
Persoalan
perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga memicu penyebab nyeri sendi.
7
d. Faktor usia. Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik. (Smeltzer, 2002) 3. Jenis-jenis Nyeri Sendi Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik Non artikular. Rematik artikular atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada persendian diantarannya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik non artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses diluar persendian diantaranya bursitis, fibrositis dan sciatica. Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu : a. Osteoartritis. Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lamabat, tidak simetris dan noninflamasi yang terjadi pada sendi yang dapat digerakkan khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi dan oleh pembentukan pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi. (Stockslager, 2007) b. Artritis rematoid. Arthritis reumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang berjalan secara kronik dengan ciri: radang non spesifik sendi
8
perifer. Penyebab dari Reumatik hingga saat ini masih belum terungkap. (Yuli,R. 2014) c. Olimialgia Reumatik. Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas d. Artritis Gout (Pirai). Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause. 4. Pathofisiologi Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut: a. Resepsi Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin tekanan friksi dan zatzat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin,
9
bradikinin dan kalium yang brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri. b. Persepsi Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak., termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. c. Reaksi 1) Respon fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Neri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight atau fight) yang merupakan sindrom adaptasi umum.
10
2) Respon perilaku Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan intruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang benar membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami. Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin memilih untuk tidak mengekspresika nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi tersebut akan membuat orang lain merasa tidak nyaman atau hal itu akan merupakan tanda bahwa mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan. Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam
11
ruang antara-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian yang mengalami pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder,
pembengkakan
menggambarkan
suatu
ini proses
biasanya
lebih
ringan
serta
reaktif,
dan
lebih
besar
kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah karena
12
memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri tersebut. (Smeltzer, 2002). 5. Manifestasi klinis Rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Gejala yang sering lainnya mencakup pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan dan perasaan mudah lelah. Ketebatasan fungsi sendi dapat terjadi, sekalipun dalam stadium penyakit yang dinisebelum terjadi perubahan tulang dan dan ketika terdapat reaksi inflamasiyang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga atau melindungi sendi tersebut
dengan
imobilisasi.
Imobilisasi
yang
lama
dapat
menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi akibat pembengkakan, destruksi sendi yang progresif atau subluksasio yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi. (Smeltzer, 2002) 6. Penatalaksanaan Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis dibuat dan termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi tersebut.
13
a. Pendidikan
pada
penatalaksanaan
pasien
yang
akan
mengenal dilakukan
penyakitnya sehingga
dan
terjalin
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. c. DMARD
(Desease
Modifying
Antirheumatoid
Drugs)
digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis reumatoid. Keputusan penggunaannya tergantung pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. d. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal. e. Pembedahan Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis reumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya sinovectomi, artrodesis, memperbaiki deviasi ulnar. Untuk menilai kemajuan pengobata dipakai parameter:
14
1) Lamanya morning stiffness 2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan 3) Kekuatan menggenggam 4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter 5) Peningkatan LED 6) Jumlah obat-obatan yang digunakan (Yuli, R. 2014) f. Non-Farmakologis a. Bimbingan antisipasi Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri, menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat jika klien mengantisipasi pengalaman nyeri. b. Distraksi Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin. Individu yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan
nyeri
yang
dirasakan
sehingga
ia
mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain
15
dan degan demikian menurunkan kewaspadaan trerhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. c. Hipnosis diri Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang nyaman dan damai. d. Relakasasi dan teknik imajinasi Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasiafektif. Latihan relaksasi progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan berbafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana rasanya, menenangkan
otot
sepenuhnya
merelaksasikan otot-otot tersebut.
dan
kemudian
16
B. Relaksasi 1. Pengertian Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). 2. Tujuan Menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi
paru,
meningkatkan
efesiensi
batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas
nyeri
dan
menurunkan
kecemasan.
(Smeltzer & Bare, 2002) 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan nyeri Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :
17
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic. b. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin c. Mudah
dilakukan
dan
tidak
memerlukan
alat
Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. (Smeltzer & Bare, 2002) Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi,
akan
merangsang
syaraf
simpatis
sehingga
menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan
meningkatkan
kecepatan
metabolisme
otot
yang
18
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. 4. Prosedur teknik relaksasi napas dalam (Potter, P: 2005): Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut: a. Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi b. Letakkan kaki datar pada lantai c. Letakkan kaki terpisah satu sama lain d. Letakkan tangan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi e. Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang f. Ciptakan lingkungan yang tenang g. Usahakan tetap rileks dan tenang h. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3 i. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks j. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali k. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan
19
l. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks m. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam n. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri o. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
C. Lansia 1. pengertian Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara ilmiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai tua. (Khalid, 2012) Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologi dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2002) 2. Batasan-batasan lansia a. Menurut WHO 1) Usia pertengahan (midle age) kelompok usia 45-59 tahun
20
2) Usia lanjut (elderly) antara 60-70 tahun 3) Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun 4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun b. Menurut Depkes RI Usia lanjut digolongkan menjadi 3 golongan yaitu: 1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun) 2) Kelompok lansia pertengahan (65 tahun keatas) 3) Kelompok lansia dengan resiko tinggi (70 tahun keatas) 3. Perubahan yang terjadi pada lansia Seorang yang sudah mengalami lanjut usia akan mengalami beberapa perubahan pada tubuh/fisik, psikis/intelektual, sosial kemasyarakatan maupun secara spiritual/ keyakinan/ agama. Pada saat menua, terjadi beberapa perubahan pada lansia, yaitu perubahan fisik, perubahan mental, dan perubahan pada psikososial lansia. a. Perubahan fisik 1) Sistem panca indra Terdapat berbagai perubahan morfologik baik pada mata, telinga, syaraf perasa dilidah dan kulit. Perubahan yang bersifat degeneratif ini yang bersifat anatomik fungsional memberi manifestasi morfologi berbagai panca indra. 2) Sistem gastro-intestinal Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofik juga terjadi pada
21
mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik diantaranya gangguan mengunyah, perubahan nafsu makan. 3) Sistem kardiovaskular Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular antaralain: a) Elastisitas dinding aorta menurun b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya
kontraksi
dan
volumenya d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat menyebabkan pusing mendadak. e) Tekanan
darah
meningkatnya
meninggi resistensi
dari
diakibatkan
oleh
pembulih darah
perifer: sistolis normal ± 170 mmHg, diastolis ±90 mmHg
22
4) Sistem respirasi Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari silia-silia
paru-oaru
kehilangan
elastisitas,
alveoli
ukurannya melebar, menurunnya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg, menurunnya batuk. 5) Sistem hematologik Pola pertumbuhan sel darah merah/sel darah putih secara kualitatif tak berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata mengandung lebih sedikit sel hemopoitik denga respon stimuli buatan agak menurun. Respon regeneratif terhadap hilang darah atau terapi anemia pernisiosa agak berkurang dibanding waktu muda. Rentang hidup sel darah merah tidak berubah akibat proses menua, juga morfologi tidak menunjukkan perubahan penting. Berbagai jenis anemia yang sering didapatkan pada usia lanjut antara lain adalah: a) Anemia
defisiensi
besi
akibat
hilang
darah,
malabsorbsi dan malnutrisi b) Anemia megaloblastik c) Anemia pada/akibat penyakit kronis 6) Sistem genitourinaria Ginjal mengecil, alirah darah ke ginjal menurun, fungsi menurun, fungsi tubulus berkurang, otot kandung kemih
23
menjadi
menurun,
vesika
urinaria
menjadi
susah
dikosongkan, perbesaran prostat, atrofi vulva 7) Sistem endokrin Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, munurunnya produksi aldesteron. 8) Sistem persendian Penyakit reumatik merupakan salah satu penyebab utama terjadinya disabilitas pada usia lanjut. Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum usia 40 tahun. Tulang kehilangan cairan dan makin rapuh, tafosis, tubuh menjadi lebih pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon menjadi mengerut dan menjadi sklerosis, atrofi serabut otot. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista dirongga subkondral dan sumsum tulang. Secara umum terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif yang tidak dipkai lagi, mungkin
24
menyebabkan inflamasi , nyeri, penurunan imobilitas sendi dan deformitas. b. Perubahan kondisi mental Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini bisa meyebabkan lansia mengalami depresi. c. Perubahan psikososial Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkuatan. d. Perubahan kognitif Perubahan
pada
fungsi
kognitif
di
antaranya
adalah
kemunduran pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, dan kemampuan verbal akan menetap bila tidak ada penyakit yang menyertai.
25
D. Pengkajian 1. Identitas Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem musculoscletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit musculoscletal banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit musculoscletal seperti reumatoid arthritis, gout, osteoarthritis, dan osteoporosis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian yang terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas 3. Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulainya timbulnya keluhan yang dirasakan, dan apakah pernah dibawa ke rumah sakit serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan dan bagaimana perubahannya dan data apa yang didapatkan saat pengkajian 4. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu seperti riwayat penyakit musculuscletal sebelumnya, riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan riwayat penyakit
musculuscletal,
penggunaan
mengkonsumsi alkohol dan merokok 5. Riwayat penyakit keluarga
obat-obatan,
riwayat
26
Yang perlu dikaji apakah didalam keluarga ada yang menderta penyakit yang sama karena faktor genetik 6. Pola fungsi kesehatan Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan mobilisasi a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Menggambarkan
persepsi,
pemeliharaan,
dan
penanganan
kesehatan b. Pola nutrisi Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan. c. Pola eliminasi Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter d. Pola tidur dan istirahat Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan insomnia. e. Pola aktivitas dan istirahat
27
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan. f. Pola hubungan dan peran Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota dan masyarakat, tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah keuangan g. Pola sensori dan kognitif Menjelaskan pola sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan pembau. h. Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan sikap tentang diri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri. Harga diri, peran, identitas diri, manusia sebagai sistem terbuka
dan
makhluk
bio-psiko-sosio-kultural-spiritual,
kecemasan, ketakutan dan dampat terhadap sakit. i. Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan masalah atau kepuasan terhadap seksualitas j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping Menggambarkan kemampuan menangani stress
28
k. Pola nilai dan kepercayaan Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual. 7. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Keadaan umum klien lansia
yang menderita penyakit
musculoscletal biasanya lemah b) Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmetis atau apatis c) Tanda-tanda vital 1) Suhu meningkat 2) Nadi meningkat (70-82x permenit) 3) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal d) Pemeriksaan review of system (ROS) a. Sistem pernafasan (B1: Breathing) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal b. Sistem sirkulasi (B2: Bleeding) Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi perifer, warna, dan kehangatana c. Sisrtem persyarafan (B3: Brain)
29
Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi ( mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas) d. Sistem perkemihan (B4:Bleder) Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihannya e. Sistem pencernaan (B5:Bowel) Konstipasi, konsistensi feses, freuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen. f. Sistem musculoscletal (B6: Bone) Kajia adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna. 8. Pengkajian nyeri Pengkajian keperawatan tentang nyeri menurut Smeltzer dan Bare, 2002 : a. Deskripsi Verbal tentang Nyeri Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan
30
membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara : b. Intensitas Nyeri Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, hebat atau sangat hebat, dengan skala perbandingan 0 -10, dimana 0 = tidak nyeri, 10 = nyeri sangat hebat). c. Karakteristik Nyeri Termasuk letak , durasi (menit, jam, hari, bulan, tahun), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri), dan kualitas (misalnya : nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar). d. Faktor-Faktor yang Meredakan Nyeri (Memperingan) Misalnya dengan gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas) dan apa yang dipercaya oleh pasien dan keluarga dapat mengatasi nyerinya. e. Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Misalnya apakah sudah mengganggu istirahat tidur, nafsu makan, konsentasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi. f. Kekhawatiran Individu Terhadap Nyeri
31
Dapat meliputi bebagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri. e. Visual analogue scale (VAS) Instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara subyektif adalah visual analogue scale (VAS), yaitu dengan bertanya kepada pasien mengenai derajat nyeri yang diwakili dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri sangat hebat). Derajat rasa nyeri berdasarkan skala VAS dibagi dalam beberapa kategori yaitu 0,5 – 1,9 derajat sangat ringan; 2,0 – 2,9 ringan; 3,0 – 4,9 sedang; 5,0 – 6,9 kuat; 7,9 – 9,9 sangat kuat dan 10 sangat kuat sekali. (Smeltzer dan Bare, 2002)
Cara‐cara penilaian nyeri dimensi tunggal. (A) Skala analog visual (VAS). (B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian verbal.
32
f. Assesment nyeri menurut (Yudiyanta, Khoirunnisa,Novitasari: 2015) P: Paliatif atau penyebab nyeri Q: Quality/kualitas nyeri R: Regio (daerah) lokasi atau pen yebaran nyeri S: Subjektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinya T: Temporal atau periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri E. Diagnosa Keperawatan a) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (niologi, kimia, fisik, psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada persendian, ekspresi wajah meringis b) Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
nyeri
dan
ketidaknyamanan, kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas struktur tulang , kekakuan sendi atau kontraktur c) Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada persendian, penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan mobilitas fisik.
F. Rencana tindakan keperawatan 1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada persendian, ekspresi wajah meringis
33
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat mengontrol nyeri (pain control), dengan kriteria: a. Klien dapat mengetahui penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri. b. Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Intervensi: a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktorfaktor presipitasi b. Ajarkan
penggunaan
teknik
non-farmakologi
(misalnya:
relaksasi) c. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat d. Hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (misal: rasa takut, kelelahan dan kurangnya pengetahuan) e. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien. 2. Kerusakan
mobilitas
fisik berhubungan dengan
nyeri
dan
ketidaknyamanan, kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas struktur tulang , kekakuan sendi atau kontraktur Tujuan dan kriteria hasil:
34
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan tingkat mobilitas dengan kriteria hasil: a. Klien menunjukkan penampilan yang seimbang b. Klien menunjukkan pergerakan sendi c. Klien dapat beraktivitas sehari-hari secara mandiri Intervensi: a. Pantau penggunaan alat bantu b. Tentukan keterbatasan gerak sendi, efek, dan fugsinya c. Bantu klien untuk mengatur posisi optimal dalam ROM aktif/pasif d. Bantu klien untuk mengembangkan jadwal latihan ROM aktif/pasif e. Motivasi klien untuk membayangkan gerakan tubuhnya sebelum memulai pergerakan. 3. Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada persendian, penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan mobilitas fisik. Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan tindakan pengamanan: pencegahan jatuh dengan kriteria hasil: a. Klien dapat menggunakan alat bantu dengan benar b. Klien dapat menempatkan penopang untuk mencegah jatuh
35
c. Klien dapat menempatkan susunan pegangan sesuai kebutuhan Intervensi: a. Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan riwayat perilaku sebelumnya b. Identifikasi perilaku dan faktor yang berpengaruh terhadap resiko jatuh c. Identifikasi
karakteristik
lingkungan
yang
mungkin
meningkatkan potensial untuk jatuh d. Pantau gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan selama ambulasi e. Ajarkan pada klien tentang bagaimana cara meminimalkan cedera