BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa konsep yaitu konsep campur kode dan novel Edensor. 2.1.1 Campur Kode Menurut Kachru campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa lain secara konsisten (dalam Umar, 1994: 14). Unsur-unsur kebahasaan yang menyelusup ke dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. Menurut Suwito (1985: 78) campur kode itu dapat berupa serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan maupun rasa keagamaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Novel Edensor Novel Edensor menceritakan tentang perjalan hidup dua bersaudara, Ikal dan Arai, yang mendapat beasiswa dari Uni Eropa dan berkesempatan melanjutkan studi masternya ke Prancis. Hal ini menjadi sebuah keberuntungan yang mengantar mereka pada penjelajahan panjang untuk mewujudkan impian-impian masa kecil mereka. Sebuah kerinduan untuk berbuat sesuatu bagi tanah kelahiran, orang tua, dan menyelesaikan mimpi-mimpi para sahabat mereka yang telah terenggut oleh kemiskinan. Universitas Sorbonne, Prancis telah mengantar mereka pada pertemuan dan persahabatan dengan mahasiswa dari berbagai negara dengan latar belakang budaya yang berbeda. Kehidupan bangsa Eropa yang terkenal intelektual, dinamis, dan efisien telah menunjukkan realita betapa rendahnya kualitas serta sistem pendidikan bangsa Indonesia. Hanya semangat dan tekat kuat yang mampu mengantarkan mereka pada sebuah keberanian untuk menjadi bagian dari sistem pendidikan yang modern itu. Keindahan benua Eropa dan gemerlapnya dunia malam kota Paris memberikan daya tarik bagi siapapun yang melihatnya. Namun, tradisi dan etika backpacker Kanada yang sangat menarik perhatian Ikal, Arai dan teman-teman kampusnya untuk berpetualang di saat liburan musim panas. Hal ini dilakukan Ikal karena kerinduannya pada A Ling yaitu gadis yang sangat dicintainya di masa kecil yang mengingatkannya kembali tentang Edensor. Edensor adalah sebuah desa yang menjadi latar tempat pada novel Seandainya Mereka Bisa Bicara karya Herriot pemberian A Ling. Hamparan dataran hijau, rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu, bunga Daffodil dan semerbak aroma rerumputan telah membawa Ikal berkelana ke setiap desa. Desa khayalan yang telah membuka jalan rahasia, jalan menuju penaklukan terbesar untuk
Universitas Sumatera Utara
menemukan A Ling, untuk menemukan cinta sejati dan jati dirinya. Ikal dan Arai berencana melakukan perjalanan yang dimulai dari Prancis melintasi benua Eropa dan berakhir di Spanyol. Pencarian Ikal akan cinta masa kecilnya telah membawa mereka melintasi benua Eropa hingga Tunisia, Zaire, dan Casablanca di benua Afrika. Rasa lapar, kelelahan, serta ancaman kematian tidak menyurutkan semangat dan keberanian Ikal untuk menjelajahi enigma tentang A Ling. Sekuat apapun upaya untuk menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya tersebut masih belum berhasil. Pencarian cinta pada sosok perempuan bernama A Ling telah memberikan pembelajaran tentang makna cinta sejatinya, yaitu dirinya sendiri untuk terus berjuang melewati kehidupan ini.
2.1.3 Andrea Hirata Terlahir dengan nama lengkap Andrea Hirata Seman Said Harun adalah seorang penulis Indonesia yang berasal dari Pulau Belitong, Provinsi Bangka Belitung. Andrea adalah Sarjana Ekonomi lulusan dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi Master of Science di Universite de Paris Sorbonne, Prancis, dan di Sheffield Hallam University, United Kingdom. Lulus dari kedua universitas tersebut dengan predikat cum laude. Tesisnya mengangkat bidang Ekonomi Telekomunikasi dan mendapatkan penghargaan dari kedua universitas tersebut. Selanjutnya tesisnya tersebut diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku Teori Ekonomi Telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia, dan buku tersebut telah beredar sebagai referensi ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
Sukses menulis buku ilmiah, Andrea mulai melirik dunia sastra dan mencoba menulis novel Laskar Pelangi, karya yang bercerita berdasarkan kisah masa kecilnya yang penuh dengan perjuangan dalam meraih pendidikan. Kata demi kata mengalir deras dari jarinya, menjelma menjadi kalimat-kalimat yang indah dan bermuara pada sebuah kisah panjang perjalanan hidupnya. Novel-novel yang menjadi karyanya, yang merupakan tetralogi laskar pelangi adalah: 1. Laskar Pelangi 2. Sang Pemimpi 3. Edensor, dan 4. Maryamah Karpov Semua karyanya sudah beredar di pasar dan menuai sukses yang luar biasa. Berbagai pujian dan kritikan dari pembaca diterimanya dengan senang hati. Meskipun studi mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi tetapi ia sangat menggemari bidang sains seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, dan sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker, dan saat ini sedang mengejar salah satu impiannya yaitu ingin tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia, di daerah pegunungan Himalaya. (http://id.wikipedia.org/wiki/andrea hirata)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Bilingualisme Bilingualisme dapat juga disebut kedwibahasaan. Untuk dapat menentukan seseorang itu bilingual atau tidak ada batasan-batasan mengenai bilingualisme yang dikemukakan oleh beberapa pakar. Spolsky (1998: 45) mengatakan bilingual adalah seseorang yang mempunyai beberapa kemampuan fungsional dalam menggunakan bahasa keduanya. Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 113) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya. Weinrich 1970 (dalam Umar, 1993: 8) mengartikan kedwibahasaan sebagai praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian. Dalam hal ini tidak diisyaratkan tingkat penguasaannya. Mackey 1962 (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 112) bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Nababan (1991: 27) mengemukakan pendapatnya tentang bilingualisme dan bilingualitas. Ia mengatakan langsung sebagai berikut: Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua
Universitas Sumatera Utara
bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahasa, kita akan sebut ini bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa. 2.2.2 Campur Kode Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual atau kedwibahasaan, bahkan yang multilingual. Nababan (1991: 32) mengatakan bahwa: campur kode adalah suatu keadaan berbahasa apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa tersebut. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur atau kebiasaannya yang dituruti. Kachru (dalam Umar, 1993: 13) mengatakan bahwa: campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Unsurunsur kebahasaan yang menyelusup ke dalam bahasa lain itu tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan oleh tidak ada ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya”.
Universitas Sumatera Utara
Campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa, masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disusupinya (Suwito dalam Umar, 1993: 14).
Hal senada juga
disampaikan oleh Thelander dan Fasol (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 152) Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasefrase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clases, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendirisendiri, peristiwa yang terjadi adalah peristiwa campur kode. Sementara itu, Fasold menjelaskan kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia memasukkan kata tersebut ke dalam bahasa lain yang digunakannya dalam berkomunikasi, maka dia telah melakukan campur kode. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985: 78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, antara lain : 1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu : 1. Kata benda atau nomina 2. Kata kerja atau verba 3. Kata sifat atau adjektiva 4. Kata tugas
Universitas Sumatera Utara
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase. Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan jenis atau ketegori frase dibagi menjadi : 1. Frase nominal 2. Frase verbal 3. Frase adjektival 4. Frase adverbial 3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster (Hybrid) atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya. 4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata. Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat. 5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya. 6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurangkurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode ini peneliti mengambil pendapat Suwito sebagai acuan karena hanya pendapat ahli tersebut yang sesuai dengan penelitian peneliti. 2.2.3 Frekuensi Menurut Sudjana (2002: 50) frekuensi dinyatakan dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolud. Jika frekuensi dinyatakan dalam persen, maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif. Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:
Misalnya: Jumlah data yang ditemukan untuk bentuk baster
=
28
Jumlah keseluruhan daya
=
401
Jadi:
Maka, frekuensi penggunaan bentuk baster adalah 6, 98 %.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tinjauan Pustaka Menurut KBBI (2003: 1198) tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2003: 912). Penelitian campur kode sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, di antaranya Tarihoran (2000) dalam skripsi yang berjudul Analisis Campur Kode dalam Majalah Tempo. Dalam skripsi tersebut Tarihoran membahas bentuk-bentuk campur kode dalam majalah Tempo berupa penyisipan unsur-unsur kebahasaan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Penelitian juga berpendapat bahwa peranan dan fungsi kebahasaan sangat menentukan di dalam melakukan campur kode tersebut. Peranan yang dimaksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Sitepu (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Campur Kode dalam Majalah Aneka Yess! membahas tentang bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam majalah Aneka Yess! dan membahas bagaimana pengaruh campur kode pada kosakata yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini berpendapat bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh campur kode ada yang bersifat positif (integrasi) karena dapat menambah perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia dan bersifat negatif (interferensi) karena dapat merusak perkembangan bahasa Indonesia. Para peneliti sebelumnya membahas tentang peranan dan fungsi kebahasaan dalam melakukan campur kode serta pengaruh campur kode yang menyisip ke dalam
Universitas Sumatera Utara
bahasa Indonesia. Pada kesempatan ini, peneliti meneliti bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata serta menghitung frekuensi penggunaan tiap bentuk campur kode dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu metode yang menggunakan angka serta dengan menggunakan rumus frekuensi. Penggunaan rumus tersebut dalam memecahkan masalah dan keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah dalam bentuk persen, sehingga pembaca dapat mengetahui banyak data yang terdapat dalam tiap-tiap bentuk campur kode yang tedapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata.
Universitas Sumatera Utara