BAB II KONDISI KESULTANAN KOTA PINANG SEBELUM PROKLAMASI RI
2.1 Geografis Kesultanan Kota Pinang Kesultanan Kota Pinang terletak di daerah Kabupaten Labuhan Batu Selatan sekarang dan juga sebagai ibukota kabupaten Labuhan Batu Selatan yang luasnya 48.240 Ha. Kabupaten Labuhan Batu Selatan terdiri dari 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Pinang, Kecamatan Kampung Rakyat, Kecamatan Silangkitang, Kecamatan Sungai Kanan dan Kecamatan Torgamba. Adapun batas-batas Kecamatan Kota Pinang tersebut adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan daerah kecamatan Kampung Rakyat - Sebelah Timur berbatasan dengan daerah kecamatan Kampung Rakyat - Sebelah Selatan berbatasan dengan daerah kecamatan Torgamba - Sebelah Barat berbatasan dengan daerah kecamatan Silangkitang Daerah kecamatan Kota Pinang memiliki ketinggian 105 meter dari permukaan laut, beriklim sedang dengan rata-rata curah hujan 67 hari selama satu tahun. Permukaan daratan daerah ini terdiri dari permukaan datar sampai berombak sekitar 50%, berombak sampai berbukit terdiri dari 45% sedangkan berbukit sampai bergunung adalah sekitar 5%. Dengan demikian melihat keadaan permukaan yang seperti ini daerah ini sangat cocok dengan pertanian dan perkebunan kelapa sawit dan karet. Sesuai dengan judul dan tujuan dari penulisan skripsi ini yakni untuk menceritakan keadaan Kota Pinang pada masa Kesultanan hingga berakhirnya, maka perlu diketahui batas-batas wilayah Kota Pinang pada masa Kesultanan Kota Pinang.
Universitas Sumatera Utara
Adapun batas-batas wilayah Kota Pinang pada masa Kesultanan Kota Pinang adalah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kerajaan Bilah
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Tua
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kerajaan Bilah dan Riau
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Gunung Tinggi
Daerah ini sangat strategis ditinjau dari jalur lalu lintas yang menghubungkan Dumai, Padang Sidempuan, Rantau Prapat dan Medan. Disamping jalur lalu lintas darat tersebut, sungai juga masih digunakan sebagai jalur lalu lintas air yang menghubungkan Kota Pinang dengan Labuhan Bilik bahkan sampai ke Malaysia. 7 Sungai sangat berperan di wilayah Kesultanan Kota Pinang yaitu menyebabkan daerah ini sangat subur sehingga terdapat banyak hutan di wilayah ini. Oleh sebab itu daerah ini sangat cocok dengan pertanian dan perkebunan. Sungai-sungai yang mengalir melalui Kota Pinang adalah Sungai Barumun, Sungai Rumbia, Sungai Tasik dan Sungai Sumerkaluang. Peranan sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kesultanan Kota Pinang bukan hanya sebagai penyubur tanah saja, tetapi juga memegang peranan sebagai sarana transportasi yang menghubungkan antara daerah-daerah di Kesultanan Kota Pinang, demikian pula peranannya dalam bidang perdagangan. Pada mulanya peranan sungaisungai ini hanyalah sebagai penghubung antara daerah-daerah maupun dengan pusat Kesultanan tapi karena perkembangan zaman maka lama-kelamaan sungai-sungai ini memegang peranan penting pula dalam perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia, di Labuhan Batu terdapat beberapa kerajaan yang besar maupun kerajaan-kerajaan yang kecil. Kerajaan yang tergolong besar terdiri dari Kerajaan Bilah, Kerajaan Panai dan Kesultanan Kota Pinang. Kerajaan-kerajaan
kecilnya
tergabung
dalam
beberapa
konfederasi,
berdasarkan
konfederasi tersebut kerajaan-kerajaan kecil dapat dikelompokkan ke dalam kekuasaan kerajaan Na IX-X, kerajaan Natolu dan kerajaan Nalapan.
2.2 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Pinang
2.2.1 Sistem Perekonomian Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Pinang dipengaruhi oleh keadaan alam yang masih berhutan dan banyak dilalui oleh sungai. Sistem mata pencaharian masyarakat Kota Pinang pada dasarnya adalah bertani dengan hasil padi, karet, kopi dan kopra. Selain bertani, masyarakat juga mengumpulkan hasil hutan seperti rotan, damar dan pinang. Rakyat juga menangkap ikan dari sungai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa menjual belikannya. Pada masa sebelum kedatangan Belanda ke wilayah Kota Pinang, Kesultanan Kota Pinang telah menjalin hubungan dagang dengan beberapa kerajaan di daerah Labuhan Batu dan juga dengan kerajaan-kerajaan lain yang ada di Selat Malaka dengan menggunakan Sungai Barumun sebagai jalur lalu lintas. Sungai ini adalah salah satu sungai besar di Kota Pinang yang dapat dilalui oleh kapal-kapal besar. Dengan digunakannya sungai ini sebagai sarana transportasi dalam perdagangan maka sungai ini dimanfaatkan oleh orang-orang 7
Wawancara dengan bapak T.Chairul Azham di Kota Pinang pada tanggal 23 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
yang ingin mendapatkan keuntungan lebih banyak dari hasil perdagangannya dengan cara perdagangan yang illegal yang pada saat itu dikenal dengan sebutan smokel. Pada masa pertumbuhannya hingga sebelum masuknya pengaruh Belanda di Kesultanan Kota Pinang, rakyatnya aman, tertib dan teratur. Sultan masih memperhatikan rakyatnya, misalnya dengan memberikan bantuan kepada rakyat berupa pemberian kupon kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan. Kupon tersebut digunakan untuk penjualan karet dari kebun karet rakyat. Pada saat itu hasil produksi karet di pasaran internasional melimpah sehingga karet mengalami penurunan harga yang drastis sehingga Sultan membuat kebijakan berupa pembagian kupon kepada setiap pemilik karet agar penjualan karet terkontrol dan harga karet tetap stabil sehingga rakyat tidak dirugikan karena harga karet yang murah. Setiap satu kupon diberikan ketentuan untuk menjual karet dengan porsi atau ukuran tertentu yang telah ditentukan oleh Sultan. Sehingga mereka hanya dapat menjual karet sesuai dengan kupon yang mereka miliki. 8
Sistem Sosial Budaya Sistem sosial budaya Kesultanan Kota Pinang sama halnya dengan sistem masyarakat Melayu di Sumatera Timur dan pada dasarnya sudah diwarnai oleh nilai-nilai agama Islam. Letak Kesultanan Kota Pinang sangat strategis yaitu sebagai tempat persinggahan para pedagang yang berasal dari pedalaman menuju pusat-pusat perdagangan yang terdapat di Malaka dan pulau Pinang. Peranan ini menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari berbagai suku bangsa seperti Minang Kabau, Batak, Jawa dan lain sebagainya. Mereka
Universitas Sumatera Utara
dapat mengadaptasikan diri dengan alam lingkungannya dengan perkataan lain masyarakat pendatang ini me-Melayu-kan dirinya dan mengikuti adat resam Melayu. Hal ini menyebabkan bertambah ramainya penduduk Kesultanan Kota Pinang. Oleh sebab itu masyarakat Kesultanan Kota Pinang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kata lain masyarakat Kota Pinang adalah masyarakat yang heterogen. Percampuran masyarakat antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli wilayah Kota Pinang tersebut mengakibatkan adanya perbedaan kedudukan masyarakat ditinjau dari sifat keasliannya. Hal ini menimbulkan adanya golongan-golongan seperti golongan bangsawan dan golongan rakyat jelata. Golongan bangsawan adalah golongan yang terdekat dengan kaula kesultanan baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Adapun golongan bangsawan ini masih terbagi lagi gelar-gelar yang mereka peroleh, antara lain : -
Sultan yaitu Sultan/Raja
-
Tengku yaitu anak Raja
-
Datuk yaitu penguasa-penguasa daerah
-
O.K yaitu orang-orang kaya dalam arti seseorang yang memiliki kekayaan harta benda atau kekayaan pikiran
-
Wan yaitu seorang putra dari rakyat biasa yang menikahi putri seorang Sultan, keturunannya juga memakai gelar Wan.
Semua gelar yang berasal dari pihak bangsawan sebagai identitas kaum feodal atau bangsawan tersebut diteruskan secara turun-temurun. Mereka hanya boleh bergaul dengan golongannya masing-masing sehingga jelas kelihatan status seseorang dalam kehidupan 8
Wawancara dengan bapak Musir Nasution di Kota Pinang pada tanggal 17 Juli 2009.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Pergaulan antar golongan tidak bebas terlebih-lebih dalam hal adat dan perkawinan. Rakyat jelata tidak boleh bergaul dengan golongan bangsawan secara bebas sehingga terdapat suatu jurang pemisah antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat biasa. Masyarakat pendatang biasanya adalah rakyat biasa. Dalam perkembangannya dalam kurun waktu yang relatif singkat atau lama maka suatu saat masyarakat pendatang ini dapat menjadi golongan bangsawan karena kemampuan yang dimilikinya baik ditinjau dari segi lahiriah maupun batiniah. Misalnya seorang pendatang menjadi orang kaya atau pintar maka suatu saat nanti ia akan menjadi golongan bangsawan. Rakyat biasa juga menjadi bangsawan dengan jalan menikahi putri Sultan. Aktivitas di dalam Kesultanan hanya dipegang oleh kaum bangsawan saja, demikian juga dalam sistem peradilan, kaula kesultanan jauh lebih dimuliakan. Rakyat jelata hanya sebagai penunggu tanah, bukan yang memiliki hak atas tanah. Seluruh tanah Kesultanan adalah hak Kesultanan. Peranan Sultan dalam kehidupan masyarakat sangat penting sehingga rakyat terikat dengan berbagai peraturan yang dibuat oleh Sultan. Misalnya semasa kekuasaan Kesultanan, masyarakat biasa dilarang menggunakan pakaian berwarna kuning karena warna tersebut merupakan warna khas bagi keluarga bangsawan atau keluarga istana. Apabila ternyata ada rakyat yang mengenakan pakaian berwrna kuning maka orang tersebut akan mendapat tegoran dari Sultan. Selain penggunaan warna dalam berpakaian, rakyat juga dibebani dengan peraturan lain yakni dalam membangun rumah. Sultan memberikan ketentuan yang sangat ketat kepada rakyat dalam membangun rumah yaitu rumah harus berbentuk rumah panggung dan tangganya tidak boleh terbuat dari semen. Disamping beberapa campur tangan Sultan dalam kehidupan rakyat, Sultan
Universitas Sumatera Utara
juga memperhatikan keinginan-kenginan rakyatnya. Misalnya dalam merayakan hari-hari besar agama, Sultan mengadakan pesta dan memberikan hiburan kepada rakyatnya dengan mengadakan berbagai jenis kegiatan seperti menari dan pertunjukan pencak silat dan ronggeng. Selain itu, Sultan memiliki kebiasaan mengundang setiap rakyatnya yang memiliki keahlian dalam mengadakan humor untuk menghibur kalangan istana. Hal ini juga merupakan salah satu cara Sultan dalam memberikan bantuan kepada rakyatnya. Apabila orang yang diundang tersebut berhasil menghibur orang-orang di istana dengan humor yang dibuatnya maka ia akan mendapatkan hadiah dari Sultan berupa bekal hidup sehari-hari. 9
2.3 Sistem Pemerintahan Kesultanan Kota Pinang Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Sultan yang pertama memerintah adalah Sultan Batara Sinombah yang disebut juga dengan Sultan Batara Guru Gorga Pinayungan, yang memiliki makam di Hotang Mumuk Negeri Pinang Awan. Sultan Batara Sinombah adalah keturunan dari alam Minang Kabau Negeri Pagaruyung yang bernama Sultan Alamsyah Syaifuddin. Sultan Batara Sinombah bersama saudaranya Batara Payung beserta saudara tirinya perempuan Putri Lenggani meninggalkan Negeri Pagaruyung pergi ke daerah Mandailing. Dalam perjalanannya, Batara Payung memutuskan untuk tinggal di Mandailing dan menjadi asal-usul raja-raja di daerah itu. Sedangkan Batara Sinombah dan Puteri Lenggani meneruskan perjalanannya sampai ke Hotang Mumuk (Pinang Awan).
9
Wawancara dengan bapak T.Chairul Azham di Kota Pinang pada tanggal 23 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
Keturunan Batara Sinombah dari putranya Mangkuto alam merupakan asal-usul dari beberapa kerajaan yang terdapat di daerah Labuhan Batu seperti Raja Indra yang tertua menetap di Kambul (Bilah Hulu) dan keturunannya menjadi raja-raja Panai dan Bilah. Sedangkan yang nomor dua Raja Segar menetap di Sungai Toras menjadi Zuriat raja Kampung Raja, dan yang termuda Raja Awan menetap di Sungai Tasik menjadi Zuriat raja di Kota Pinang. 10 Secara turun-temurun dari keturunan Batara Sinombah yang pernah memerintah di Kesultanan Kota Pinang, dapat digambarkan sebagai berikut : Alamsyah Syaifuddin Yang dipertuan Pagar Ruyung
Batara Guru Panjang
Batara Sinombah
(Raja Mandailing)
Puteri Lenggani
(Marhumsin. Batara Guru Gorga
(Adik Tiri)
Pinayungan Pinang Awan)
Sultan Nusa (Marhum Mangkat Dijambu)
Siti Puteh
Raja Tahir
Maha Raja Hulu Balang Slt.Syahir Alam Siti Unggu (Kawin Slt.Husisyah
(kawin sama Raja (Slt.Edar Alam) (Raja Rantau Binuang) (Glr.Maha Raja Tambusai)
Kumbul
Awan) Tesik
Siti Medja
dgn Raja Haro) (Glr.Segar Alam) Tdk Menikah Raja Simargoloang
Sel Toras
Stn.Kohar (Yg Dipertuan Besar Pinang Awan)
Yg Dipertuan Muda Hotang Mumuk
10
T. Lucman Sinar. Op.cit., Hlm. 136.
Universitas Sumatera Utara
Stn.Kumala Marhum Tua (Yg Dipertuan Hadudung Pengali Nama Pinang Awan Menjadi Kota Pinang)
Yg Dipertuan Muda Simarkaluang
Sultan Tua Kota Pinang
Sultan Muda Kota Pinang
Sultan Bungsu Pulau Biromata
Sultan Moestafa Glr.Yg Dipertuan Besar
Sistem pemerintahan yang digunakan di Kesultanan Kota Pinang adalah sistem kerajaan yang bersifat monarki pemerintahan dipegang oleh seorang raja yang diwariskan secara turun-temurun. Sistem pemerintahan monarki ini mengakibatkan terdapatnya suatu klasifikasi di dalam masyarakat Kesultanan Kota Pinang yaitu perbedaan kelas masyarakat antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat jelata. Golongan bangsawan memegang peranan di segala bidang yang tertumpu pada Sultan. Rakyat biasa hanya sebagai abdi Raja dan penunggu tanah. Seluruh aktifitas rakyat hanyalah untuk kemuliaan dan kekayaan Kesultanan. Sebaliknya Kesultanan harus melindungi rakyatnya dan menjaga
Universitas Sumatera Utara
keharmonisan dan ketentraman rakyatnya. Dalam sistem peradilan kaula kerajaan lebih dimuliakan, rakyat hanya sebagai penerima keadaan apabila hukum peradilan dijatuhkan. Sistem pemerintahan monarki yang dimaksud adalah sebagai berikut: - Sultan adalah kepala pemerintahan yang berasal dari putra Sultan terdahulu, biasanya anak tertua dari permaisuri nya. - Tengku adalah anak dari Sultan sendiri yang dapat menggantikan kedudukan ayahnya dalam melaksanakan roda pemerintahan. Tugas Tengku adalah membantu sepenuhnya tugas Sultan. - Datuk adalah salah seorang yang terkemuka dari masyarakat dan memerintah di daerahnya atau di bidangnya masing-masing yang tunduk kepada Sultan. Misalnya Datuk Kepala Wilayah, Datuk Bendahara Kepala Keuangan dan sebagainya. - Tumenggung adalah kepala peradilan dan polisi. Kesemuanya ini berhak mengangkat pembantu-pembantunya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pembantu-pembantu ini harus berasal dari golongan-golongan yang sama yaitu dari golongan bangsawan. - Wan adalah anak laki-laki dari rakyat biasa yang mengawini anak perempuan dari seorang Sultan, keturunannya juga memakai gelar Wan. - O.K adalah orang kaya dalam arti seseorang yang memiliki kekayaan berupa harta benda maupun kecakapan dan keluasan wawasan berpikir. Adapun skema sistem pemerintahan tradisional Kesultanan Kota Pinang adalah sebagai berikut: Yang Dipertuan Besar (Sultan)
Universitas Sumatera Utara
Raja Muda (Tengku)
Bendahara Setia Sutan
Datuk Mahalela Sri Maharaja
Orang Kaya Mangaraja
Kepala Kampung
Meskipun para Datuk dan Tumenggung dapat mengangkat pembantu-pembantunya sesuai dengan bidangnya masing-masing namun keputusan terakhir tetap berada dalam tangan Sultan. Apapun kebijaksanaan yang telah diambil oleh para Datuk dan Tumenggung, jika hal tersebut tidak disetujui oleh Sultan maka kebijaksanaan itu tidak dapat dilaksanakan. Untuk dapat melaksanakan pemerintahan yang baik dan terarah, maka Sultan mengajak seluruh kaula Kerajaan bersidang yang dipimpin langsung oleh Sultan. Sebagai penasehat kerajaan maka diangkat lah para kaum agama wan yang berasal dari kaum bangsawan juga. Sistem pemerintahan yang bersifat monarki tersebut menyebabkan adanya jurang pemisah antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat biasa. Seolah-olah rakyat biasa dilahirkan tidak mempunyai arti apa-apa di dalam struktur birokrasi pemerintahan, sehingga rakyat tidak berambisi untuk dapat berperan serta di dalam pemerintahan. Hal ini kemudian dengan mudah akan dimanfaatkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Belanda di Kesultanan Kota Pinang. Dengan berkuasanya Belanda di Kesultanan Kota Pinang, maka sistem pemerintahan pun mengalami perubahan. Pemerintahan seluruhnya diatur oleh Belanda mulai dari pemerintahan tingkat paling rendah samapai tingkat paling tinggi dipegang oleh
Universitas Sumatera Utara
orang-orang Belanda. Sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda ini dijalankan hingga tahun 1942 sampai masuknya Jepang ke Indonesia umumnya dan Kota Pinang khususnya. Setelah kedatangan Jepang ke Kota Pinang maka terjadi sedikit perubahan pada pemerintahan dimana Jepang melibatkan golongan bangsawan dalam pemerintahan yakni golongan bangsawan ditempatkan di tingkat bawah dan untuk tingkat atas dipegang oleh orang Jepang sendiri. Namun sistem pemerintahan yang dijalankan masih sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda. Jepang tidak memberikan banyak perhatiannya pada pemerintahan pada masa penjajahannya di Indonesia karena pada saat itu Jepang lebih mengutamakan kekuatan militernya untuk melawan Sekutu. Sistem pemerintahan yang demikian terus berlangsung sampai tahun 1946 hingga terjadinya revolusi sosial yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan Kesultanan Kota Pinang. Dengan demikian, sejalan dengan terjadinya revolusi sosial maka terjadilah perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan monarki yang berbentuk kerajaan menjadi sistem pemerintahan demokrasi yang berbentuk republik.
2.4 Masa Penjajahan Belanda Kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1596 pada awalnya bertujuan untuk berdagang sambil mencari rempah-rempah. Namun lambat laun Belanda mulai berniat untuk menguasai wilayah Indonesia karena Indonesia penuh dengan kekayaan alam. Berbagai cara dilakukan oleh bangsa Belanda untuk menguasai daerah Indonesia, hingga akhirnya mereka berhasil meskipun pada awalnya mereka mendapat perlawanan dari penguasa pribumi. Bangsa Belanda berhasil menguasai penguasa pribumi dengan politik de vide et impera demi kepentingan kolonial nya.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1824, Belanda dan Inggris menandatangani perjanjian yang disebut dengan Traktat London. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk menghindari pertikaian antara Inggris dengan Belanda mengenai daerah jajahan mereka di sekitar Selat Malaka. Inti dari perjanjian ini adalah pertukaran daerah jajahan antara belanda dengan Inggris, yaitu Inggris menyerahkan Bengkulen pada Belanda dan Belanda Menyerahkan Melaka pada Inggris dan Singapura tidak dituntut lagi. Kemudian mereka berjanji tidak akan meluaskan daerah jajahannya ke daerah yang bukan haknya sesuai dengan isi perjanjian tersebut yakni Inggris tidak akan mengganggu Sumatera dan Belanda tidak akan mengganggu Semenanjung Melayu. Keduanya juga berjanji tidak akan melanggar kedaulatan Aceh. Tetapi walaupun perjanjian tersebut sudah ada, namun karena pertimbangan keuntungan ekonomi, maka masing – masing pihak masih terus meluaskan daerahnya secara diam – diam. Seperti Inggris masih selalu mengincar Sumatera demikian juga Belanda belum melepaskan tekanannya di Perak dan Selangor. 11 Untuk dapat menguasai daerah Sumatera Timur maka Belanda harus dapat menguasai kerajaan Siak, karena menurut Sultan Siak seluruh Sumatera Timur adalah daerah jajahannya. Pada tahun1857, ketika Wilson seorang petualang Inggris ingin menguasai kerajaan Siak maka Sultan Siak minta bantuan kepada Belanda yang berpusat di Batavia. Ketika belanda dapat menguasai petualang Inggris tersebut maka Belanda sudah mulai meminta imbalan jasa dengan mengikat perjanjian dengannya pada tanggal 1 Februari 1858. perjanjian itu disebut juga dengan Traktat Siak yang berisikan kesediaan Sultan Siak untuk tunduk di bawah kekuasaan Belanda. Dengan tekanan Belanda, Siak mengakui bagian dari Hindia Belanda dan tunduk di Bawah Kedaulatan Agung Belanda. 11
Ibid., Hlm. 61.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjanjian itu juga dinyatakan bahwa jajahan dan daerah taklukan Siak seperti kerajaan Melayu Sumatera Timur dimasukkan di bawah lindungan pemerintah Hindia Belanda. Selain itu Siak memohon pula bantuan Belanda untuk mempertahankan daerahnya dari serangan musuh Siak. Atas alasan inilah maka Belanda ekspedisi nya untuk mengakhiri kemerdekaan kerajaan – kerajaan di Sumatera Timur. 12 Setelah Belanda menandatangani Traktat London pada tahun 1824, Belanda sudah berhak meluaskan kekuasaannya di Sumatera Timur kecuali Aceh, namun perluasan wilayah itu tidak dapat dilaksanakan karena Belanda belum mendapat alasan yang kuat untuk mengakhiri kemerdekaan raja-raja di Sumatera Timur. Disamping itu masih banyak faktor yang menghambat perluasan jajahannya ke Sumatera Timur seperti takut akan terulang lagi pengalaman pahit yang dihadapi ketika perang Diponegoro. Sedangkan pada waktu itu Belanda masih perang dengan Paderi. Untuk merealisasikan amanah dari Sultan Siak ini maka pada tahun 1862 datanglah ekspedisi Belanda yang pertama ke Sumatera Timur yang dipimpin oleh Residen Riau Elisa Netscher. Dalam kunjungan Netscher tersebut, satu persatu kerajaan di Sumatera Timur membuat suatu perjanjian dengan Belanda secara paksa yaitu dengan mempropagandakan Kerajaan Siak. Setelah Netscher memperoleh tandatangan dari Kerajaan Panai dan Bilah maka ia melanjutkan perjalanannya menuju Asahan, Deli, Serdang dan Langkat. Tujuan dari perjanjian yang telah ditandatangani oleh Sultan ini adalah pengakuan raja-raja di Sumatera Timur terhadap kekuasaan Belanda atas daerahnya. Disamping mempengaruhi para penguasa lokal, pemerintah kolonial Belanda juga mengadakan semacam intimidasi dengan mendatangkan kapal perang Reiner Classon yang 12
Ibid., Hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
dipimpin oleh Residen Netscher yang mendarat di Pantai Sumatera. Adapun maksud didatangkannya kapal tersebut adalah agar penguasa di Sumatera menjadi takut. Ancaman dan gertakan ini pada mulanya mendapat jawaban protes dari penguasa daerah di Sumatera Timur akan tetapi pada akhirnya penguasa-penguasa daerah tersebut seperti Sultan Asahan, Sultan Serdang, dan Sultan Langkat akhirnya tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda. Melalui Convernemen Belsuit No. 2. 1867 tanggal 30 November 1867, Belanda membentuk Afdeling yang terdiri dari : 1. Onder Afdeling Batu Bara ibukotanya Labuhan Ruku 2. Onder Afdeling Asahan ibukotanya Tanjung Balai 3. Onder Afdeling Labuhan Batu ibukotanya Labuhan Batu Pembentukan afdeling ini merupakan suatu taktik dari Belanda untuk dapat mengikat kerjasama dengan berbagai kerajaan tradisional yang berada dalam lingkungan afdeling dengan cara penandatanganan Korte Verklaaring dan Lange Verklaaring. Kesultanan Kota Pinang dan Kesultanan Kualuh menandatangani Lange Verklaaring sehingga kedua Kesultanan ini menjadi perantara Belanda untuk mengutip pajak dari onderdeming-onderdeming atau perkebunan-perkebunan di wilayah tersebut. Sebelum mengadakan perjanjian dengan raja-raja yang mempunyai daerah taklukan yang luas, Belanda terlebih dahulu menanamkan kesan psikologis dan menunjukkan keunggulan tempur dengan peralatan militer dan memperkenalkan hukum yang berlaku di Eropa. Sehingga para raja mendapat kesan bahwa Belanda bisa dijadikan sebagai pelindung terhadap raja-raja kecil di sekeliling raja yang luas daerah taklukannya tadi. Dengan demikian mereka harus tunduk kepada pemerintah Belanda di Nederland yang diwakili oleh Gubernur Jenderal di Batavia.
Universitas Sumatera Utara
Gubernur Jenderal yang berkedudukan di Batavia menguasai seluruh Nusantara mulai dari Sabang sampai Merauke. Gubernur Jenderal dibantu oleh para residen yang bertempat tinggal di daerah-daerah. Residen dibantu oleh para asisten residen yang semuanya adalah orang-orang Belanda. Wilayah Labuhan Batu sebagai bagian dari daerah Sumatera timur sangat menarik bagi kolonialisme baik ditinjau dari segi militer maupun dari segi ekonomi. Kawasan ini letaknya sangat strategis dekat dengan Semenanjung Malaka dan ramai dilintasi melalui selat Malaka. Disamping itu juga, Labuhan Batu memiliki tanah yang subur sehingga menghasilkan kekayaan alam yang melimpah. Hasil bumi Labuhan Batu sebelum Belanda memasuki daerah ini antara lain rotan, damar, pinang, kopra, kopi dan hasil laut. Potensi alam inilah yang telah mendorong kedatangan pengusaha Belanda menanamkan modalnya di daerah ini dan sekaligus menguasainya. 13 Setelah Belanda berhasil menguasai Asahan dan Batu Bara maka daerah lainnya pun di Labuhan Batu mengalami ancaman penaklukan Belanda. Kedatangan Belanda di daerah Labuhan Batu telah membawa dampak yang negatif, karena kedatangan Belanda tersebut telah memperuncing perselisihan yang ada di antara raja-raja yang lemah dengan raja-raja yang kuat. Hal ini pulalah yang menyebabkan Kesultanan Kota Pinang jatuh ke dalam kekuasaan penjajah Belanda. Hubungan keluarga antara Kesultanan Kota Pinang dengan Kesultanan Panai telah terjalin ketika raja Panai Sultan Mangedar Alam menikahi adik perempuan Sultan Bungsu, Sultan Kota Pinang. Dengan adanya hubungan keluarga tersebut maka Sultan Panai sebagai keluarga ingin menyadarkan Sultan Kota Pinang bahwa
13
Pemda Tk.II Labuhan Batu, Sejarah Pembangunan dalam Negeri Kabupaten Labuhan Batu: 1990.
Hlm. 18
Universitas Sumatera Utara
musuh yang sesungguhnya adalah Belanda. Namun Sultan Kota Pinang tetap pada pendiriannya yaitu pro kepada Belanda dengan ambisi pribadi sebagai feudal yang berkepentingan langsung atas semua sumber ekonomi termasuk hasil-hasil pemerasan tenaga rakyat dan perdagangan budak yang tanpa disadari oleh Sultan Kota Pinang bahwa ia telah dimanfaatkan oleh Belanda untuk kepentingan kolonial Belanda di Kota Pinang. Oleh sebab itu maka timbullah perselisihan antara Sultan Kota Pinang dengan Sultan Panai yang mengakibatkan tewasnya Sultan Bungsu. Ini menimbulkan dendam Tengku Mustafa, Sultan Kota Pinang yang menggantikan ayahnya. Ia juga meneruskan politik ayahnya yaitu sikap pro Belanda. Oleh karena Sultan Mustafa merasa belum cukup kuat dengan tentaranya sendiri menaklukkan sultan Mangedar Alam dari Panai, maka Sultan Mustafa meminta bantuan Belanda untuk mengalahkan Sultan Panai. Dengan bantuan Belanda maka Sultan Mustafa dapat mengusir Sultan Mangedar Alam dari tempat kedudukannya hingga terpaksa lari ke Asahan. Lalu Belanda mendirikan pos militer nya di Panai. Dengan dukungan yang didapatkan oleh Sultan Mustafa dari Belanda maka ia berkesempatan memperteguh posisinya dan melebarkan daerahnya. Tidak lama setelah Belanda mengosongkan pos militernya di Panai, maka Sultan Mangedar Alam, Sultan Panai, kembali ke istananya dengan tujuan agar dapat mengambil kembali wilayahnya yang sudah dikuasai oleh Sultan Kota Pinang. Setelah Sultan Mustafa mengetahui hal tersebut, maka Sultan Mustafa kembali menyerang Sultan Mangedar Alam dan berhasil memukul mundur Sultan Mangedar Alam hingga lari kembali ke Asahan untuk yang kedua kalinya. Melihat situasi yang demikian, permusuhan dan perebutan wilayah yang dilakukan oleh Sultan Mustafa dengan Sultan Mangedar Alam , maka Sultan Asahan bertindak sebagai juru damai antara Sultan Mustafa dan Sultan Mangedar Alam tersebut sehingga
Universitas Sumatera Utara
mencapai jalan tengah. Sultan Kota Pinang mendapatkan wilayah yang didudukinya dan sebagai juru damai Asahan mendapatkan upah yaitu sebagian wilayah Panai. Setelah Belanda dapat menaklukkan keempat kesultanan yang ada di Labuhan Batu yakni Kesultanan Kualuh, Kesultanan Panai, Kesultanan Bilah dan Kesultanan Kota Pinang, maka Belanda kemudian membuat berbagai perjanjian antara lain Korte Veerklaaring yang menyebabkan Kesultanan Kota Pinang menjadi tunduk kepada Belanda sebagai bawahan dalam sistem pemerintahan sendiri (self bestuur) sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani merubah status para sultan dari seorang penguasa menjadi seorang jajahan. Sehingga Sultan menjadi perantara bagi Belanda dalam mengeksploitasi kekayaan alam termasuk yang dimiliki rakyat Kota Pinang. Misalnya rakyat Kota Pinang yang memiliki kebun karet diberi kupon oleh Sultan dengan ketentuan karet yang dimiliki oleh rakyat tidak boleh dipanen. Hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk mempermudah penguasaan dalam perdagangan karet.14 Sebelum Belanda melakukan perjanjian dengan Siak pada tahun 1858, Kota Pinang sudah lebih dulu melakukan kerja sama dengan Belanda yakni sejak tahun 1838. 15 Kota Pinang dan Belanda menjalin hubungan baik dan kerjasama yang saling menguntungkan antara Sultan dengan Belanda, dimana Sultan memberikan hasil bumi Kota Pinang dan daerah-daerah taklukan Kota Pinang kepada Belanda dan sebaliknya Belanda memberikan perlindungan pada Kota Pinang dari serangan musuh-musuh Kota Pinang. Sikap pro Sultan kepada Belanda ditunjukkan dengan menaikkan bendera Belanda di depan istananya dan menggantungkan foto Raja Willem III dengan permaisurinya Emma di tengah-tengah
14
Wawancara dengan Musir Nasution, tanggal 28 Juni 2009
Universitas Sumatera Utara
dinding istana. Raja Kota Pinang juga telah memperoleh tanda mata berupa tongkat perak yang di hulunya lambang kerajaan Nederland “Je Maintendrai” dan dihadiahi cap mohor “Alwasiku Billah, Yang Dipertuan Besar Kota Pinang karunia Raja Nederland”. Semua ini menunjukkan bahwa Kota Pinang telah dikuasai oleh Belanda. 16 Pada tahun 1887 Sumatera Timur menjadi satu Residensi yang berpusat di Medan dan terbagi atas beberapa afdeling. Salah satu afdeling itu adalah afdeling Labuhan Batu yang berpusat di Rantau Prapat yang sebelumnya di Labuhan Bilik. Dengan perpindahan pusat afdeling Labuhan Batu maka semakin baik pula birokrasi Belanda di wilayah Labuhan Batu karena secara tidak langsung Belanda sudah dapat lebih baik mengawasi kerajaan-kerajaan yang di pedalaman. Peranan pemerintah Belanda bukan saja memonopoli perdagangan tetapi juga sudah menguasai Kesultanan Kota Pinang secara politis. Penguasaan wilayah oleh Sultan Kota Pinang dalam batas yang telah ditentukan masih mutlak dimana rakyat harus tunduk kepada kesultanan. Tapi kesemuanya ini adalah dibawah pengaruh kekuasaan Belanda. Jika belanda membuat suatu kewajiban terhadap rakyat harus melalui Sultan Kota Pinang terlebih dahulu sehingga seolah-olah perintah atau peraturan tersebut berasal dari Sultan itu sendiri.
2.5 Masa Penjajahan Jepang Menjelang penutupan tahun 1941 tepatnya pada tanggal 8 Desember, bangsa Jepang menampakkan diri di mata dunia. Hal tersebut dikarenakan kemenangan bangsa Jepang
15
H. Mohd Said, Mengenang Patuan Nan Lobi Melawan Belanda, Harian Waspada Medan, Medan. 1989. Hlm.5 16 Ibid., Hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
dalam perang Pasifik di Pearl Harbour. 17 Kemenangan Jepang membawa dampak bagi bangsa Indonesia. Bangsa Jepang mulai memalingkan perhatiannya ke tanah air Indonesia. Hal ini didasarkan karena potensi dan kesuburan tanah di kawasan bangsa Indonesia yang cukup penting bagi kemajuan industri Jepang. Dapat dianggap bahwa minyak Indonesia menjadi faktor yang menentukan untuk melancarkan perang pada akhir tahun 1941. sesuai dengan kepentingannya pihak Jepang mulai mengadakan serangkaian kampanye untuk menarik simpati dari bangsa Indonesia dengan berbagai semboyan yang mereka lontarkan seperti : Asia untuk bangsa Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia dan Musnah kan Inggris, Amerika dan Belanda. Untuk menarik hati rakyat mereka mengatakan bahwa bangsa Indonesia masih saudara kandung dengan bangsa Jepang. Sebelum tahun 1941, bangsa Jepang telah dikenal oleh bangsa Indonesia melalui perdagangan. Sementara itu orang Indonesia telah mengenal orang Jepang secara pribadi dalam bentuk tuan toko. Pada tahun tiga puluhan toko-toko Jepang mulai popular bukan karena harganya saja yang relatif murah, tetapi juga sopan santun pemiliknya. Toko-toko Jepang menyediakan dan memberikan kesempatan pada orang-orang Indonesia untuk membeli barang-barang yang bermutu bagus. Jepang memasuki daerah Sumatera Timur pada saat tentara Belanda yang ada di Sumatera Timur terdiri dari KNIL, Stadwacht dan Landswacht berada di bawah pimpinan Mayor Jenderal RT. Overakker dan Kolonel Gosenson. Colonel Gosenson telah lama melakukan persiapan untuk membangun pertahanan di pegunungan Aceh tengah dengan maksud sebagai tindakan terakhir untuk melancarkan perlawanan terhadap Jepang oleh 17
Nip M.S Xarim, Medan Area Mengisi Proklamasi, Medan: Biro Sejarah Prima, 1976. Hlm. 13
Universitas Sumatera Utara
pasukan-pasukan yang berada di bawah komando nya yang berkedudukan di dataran rendah Aceh dan Sumatera Timur. Diperhitungkan bahwa di daerah itu akan berlangsung suatu perang gerilya yang lama, sehingga berbagai perlengkapan perang telah disediakan seperti perbekalan, amunisi dan obat-obatan. Namun harapan tersebut musnah karena Jepang telah berhasil menguasai daerah-daerah yang sebelumnya telah dikuasai oleh Belanda di Sumatera.18 Untuk menyusup ke tengah-tengah rakyat melancarkan aksi perang gerilya yang sebenarnya, mereka sudah tidak berani karena sikap rakyat yang terang-terangan memusuhi mereka. Hanya tujuh belas hari sejak pendaratan tentara Jepang di wilayah Sumatera bagian utara, Belanda dapat menghindarkan diri dari buruan Jepang dan sesudah itu mereka pun terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pada tanggal 13 Maret 1942, pasukan Jepang membagi kekuasaannya ke dalam 3 bagian untuk menguasai daerah-daerah yang ada di wilayah Sumatera Timur. Satu bagian bergerak menuju Medan, satu bagian bergerak menuju Pematang Siantar dan satu bagian lagi menuju Rantau Prapat yang bergerak ke Labuhan Batu dari Asahan. Tujuan Jepang ke Labuhan Batu adalah untuk menguasai Rantau Prapat karena di daerah ini berkedudukan controleur Belanda sebagai pusat pemerintahan. Masuknya tentara Jepang di Labuhan Batu tidak mendapat perlawanan sama sekali dari Belanda, begitu juga dengan penduduk setempat tidak melakukan perlawanan atau reaksi. Hal ini terjadi karena penduduk menganggap bahwa Jepang adalah penyelamat mereka dan karena adanya rasa benci kepada Belanda.
18
Ibid., Hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
Serangan-serangan kilat dan gencar yang dilakukan Jepang berhasil merebut daerah-daerah yang dianggap penting dan berpotensi. Tepat pada tanggal 28 Maret 1942 wakil pemerintahan Belanda Carda Van Starken Bourq Van Houer dan Panglima American – British – Dutch – Australian – Command (ABDACOM) Jenderal Hein Ter Poorten berhasil ditangkap dan ditawan di Jepang. Akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian secara otomatis Kota Pinang beralih kekuasaan kepada kepemimpinan Jepang. Setelah Jepang berkuasa di Kesultanan Kota Pinang terjadi kemerosotan pada masyarakat terutama di bidang ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perang dunia kedua yang sedang terjadi pada saat itu yang mengakibatkan macetnya perdagangan. Perang dunia kedua ini mengakibatkan Jepang tidak dapat membangun daerah jajahannya karena Jepang menguasai wilayah yang luas. Jajahannya adalah dari sekitar kepulauan Jepang, Jazirah daratan Asia sampai dengan wilayah Asia Tenggara, sehingga sistem pemerintahan Jepang semerawut karena kekurangan personil untuk menjalankan sistem pemerintahannya. Oleh sebab itu, untuk membangun wilayah jajahan dalam waktu singkat tidak mungkin karena Jepang juga termasuk Negara yang terlibat dalam perang dunia kedua. Apalagi menyangkut masalah ekonomi, hal ini mengakibatkan Jepang lebih menitikberatkan sistem pemerintahannya pada sistem militer. Sistem perekonomian rakyat hampir tidak mendapat perhatian dari Jepang, bahkan banyak pula tekanan yang harus dipikul oleh rakyat demi tercapainya tujuan Jepang yaitu menguasai seluruh Asia. Untuk dapat mempertahankan kedudukannya di daerah jajahan Jepang harus membangun pangkalan yang kuat di daerah-daerah yang membutuhkan personil dan modal. Semua kebutuhan Jepang tersebut dibebankan kepada seluruh rakyat jajahan. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu banyak rakyat Kesultanan Kota Pinang yang dilatih dalam bidang kemiliteran. Biaya untuk membangun sistem pertahanan dan pemerintahan dibebankan kepada rakyat dengan jalan memperbesar pungutan pajak, distribusi, kerja rodi dan sebagainya. Oleh sebab itu rakyat semakin miskin. Kehidupan yang seperti ini juga dialami oleh kaum feodal. Sistem dan status yang diberikan oleh Jepang terhadap kaum feudal sangat berbeda dengan yang diberikan oleh Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda, kemewahan dan keagungan Sultan sangat dihargai, tapi setelah Jepang berkuasa seluruhnya berubah. Lebih penting dari perubahan ini adalah dalam sebuah upacara-upacara peringatan, perayaan dan hari-hari besar yang terdapat dalam penanggalan Jepang, Sultan dituntut agar berdiri sejajar dengan para pemimpin politik sambil menyanyikan lagu yang sama mengagung-agungkan Jepang. Yang lebih parahnya lagi adalah Sultan dan kerabat nya harus mengayunkan cangkul untuk memberi contoh teladan tentang pertanian atau ikut gotong royong secara “sukarela” dalam pembuatan jalan yang diwajibkan kepada mereka karena keadaan ekonomi yang semakin memburuk. 19 Sikap yang dilahirkan oleh Jepang tersebut membuat kebencian di hati Sultan. Pada saat itu rasa ketidakmampuan di hati Sultan untuk melawan Jepang sudah semakin besar karena sistem pemerintahan Jepang. Sistem pemerintahan Jepang di Kesultanan Kota Pinang pada hakekatnya hanya melanjutkan system pemerintahan sebelumnya yang telah dibuat oleh Belanda. Tetapi karena situasi dan kepentingan yang berbeda maka sistem pemerintahan pun berbeda. Pada masa pemerintahan Belanda, sistem pemerintahan dititik
19
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987. Hlm. 180
Universitas Sumatera Utara
beratkan kepada perekonomian. Sedangkan pada masa Jepang sistem pemerintahan dititikberatkan pada bidang pertahanan. Untuk memperkuat pertahanan tersebut maka Jepang mendidik rakyat Indonesia dalam bidang kemiliteran, sehingga banyak rakyat yang masuk ke dalam angkatan perang Jepang. Luas wilayah yang dikuasai oleh Jepang menuntut agar sistem pemerintahan lebih efektif. Tetapi karena personil Jepang kurang memadai maka banyak rakyat Indonesia yang diangkat menjadi pegawai negeri Jepang sebagai penguasa setempat. Seperti jabatan wakil controleur diangkat dari penduduk setempat, yaitu Tengku Hasnah (Tengku Besar Kerajaan Bilah) serta mengangkat Tengku Long (Anak yang Dipertuan Kota Pinang) dan Tengku Darmansyah putra yang Dipertuan Kualuh menjadi pegawai tinggi pemerintahan militer Jepang. Dengan demikian banyak rakyat Indonesia yang mengerti tentang sistem pemerintahan dan juga sistem pertahanan, seperti Heiho, Kubodan, Seinendan dan sebagainya. Maka pendudukan Jepang di Labuhan Batu adalah masa yang paling pahit dirasakan oleh penduduk. Banyak orang tua yang kehilangan anaknya karena dikirim menjadi romusha ke daerah lain. Keadaan ekonomi cukup parah, hampir semua kebutuhan pokok tidak didapati lagi di pasaran. Sistem pendidikan juga dimanfaatkan oleh Jepang untuk kepentingan militernya. Kurikulum pendidikan diatur demi kepentingan militer Jepang, setiap hari ada pelajaran baris-berbaris dan setiap pelajaran diawali dengan Seikerei (penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan menghadapkan muka ke Tokyo) kemudian diikuti dengan Taiso (gerak badan).
Universitas Sumatera Utara
Sistem pemerintahan dan kepemimpinan yang diberikan Jepang sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Belanda dimana seluruh jabatan dipegang oleh Belanda sehingga rakyat tidak tahu tentang bentuk pemerintahan. Pengalaman yang rakyat peroleh pada masa Jepang kemudian dapat dimanfaatkan pada permulaan revolusi.
Universitas Sumatera Utara