JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN SEBELUM DAN SETELAH PEMEKARAN DAERAH Endang Sri Mulatsih STIE Mulia Darma Pratama The objective of this study is to reveal whether or not there is any difference in the financial capability of the regencial/municipal government in South Sumatera Province before and after the regional expansion. To measure the fiscal capability of the regional government, some indicators such as, fiscal decentralization, fiscal need, fiscal capacity, and fiscal effort are used.To test the hypothesis of whether or not there is any difference in the fiscal capability of the regencial/municipal government in South Sumatera Province before and after the regional expansion, comparisons are made between the average of fiscal decentralization, fiscal need, fiscal capacity, and fiscal effort of the era before and those after the regional expansion. Then they are tested by using t test of paired samples. The results of hypothesis testing revealthe following facts: There is no difference in the fiscal decentralization both per regency/municipality and as a whole; There are differences in the fiscal needs of the regency/municipality both as a whole and by regency/municipality except for Lahat Regency and OKI Regency after regional expansion phase 1; There are differences in the fiscal capacity of the regency/municipality both as a whole and per regency/municipality;There are no differences in the fiscal effort by regency/municipality in the South Sumatera Province before and after the regional expansion; And there are differences in the overall fiscal effort of regency/municipality in the South Sumatera Province before and after the regional expansion. Keywords : Financial Capability of Regional Government, Fiscal Decentralization, Fiscal Requirements, Fiscal Capacity, Fiscal Effort.
PENDAHULUAN Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrolpenggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumberkeuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahandan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Sidik, 2002:1). Semangat otonomi daerah tercermin antara lain pada keinginan sebagian daerah untuk memekarkan diri dengan tujuan meningkatkankesejahteraan masyarakat (Bapenas, 2008:4). Pemekaran daerah dilakukan pada beberapa daerah dimaksudkan agar terjadi peningkatan kemampuan pemerintah daerah, berupa makin pendeknya rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Berdasarkan atas pemahaman dan alasan pemekaran tersebut pada hakekatnya tujuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal serta lebih khusus pemekaran tidak lain adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu, tujuan mulia dilakukannya pembangunan daerah, dalam konteks pemekaran daerah adalah kesejahteraan (LIPI, 2009:2). Perkembangan yang terjadi selama pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa desentralisasi kekuasaan belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
24
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
daerah. Banyak yang berpendapat bahwa isu pemekaran daerah adalah penyebab kegagalan otonomi daerah karena pemekaran daerah dianggap hanya memperberat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (Sultoni, 2010: 22). Basri (2011:21) menyatakan pemekaran daerah menyebabkan biaya belanja daerah tinggi, sementara PAD belum bisa meningkat karena baik daerah induk maupun yang dimekarkan, membutuhkan beberapa penyesuaian. Kemampuan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat juga masih rendah sehingga hanya habis untuk belanja pegawai. Pemekaran daerah belum memberikan pengaruh signifikan bagi masyarakat, terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan dan pelayanan publik. Otonomi daerah justru dianggap kebablasan, hingga melahirkan “raja-raja kecil” yang siap menjual assetasset daerahnya kepada asing, memperlebar kontraki politik di tengah-tengah masyarakat, meningkatnya biaya-biaya politik, semacam biaya untuk pemilihan kepala daerah serta memunculkan potensi-potensi disintegrasi di wilayah Indonesia (Basri, 2011:21). Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya (Yuliati, 2001:22). Untuk melihat kemampuan dan kemandirian pemerintah daerah dalam menjalankan otonominya, salah satunya bisa diukur melalui kinerja/kemampuan keuangan daerah. Beberapa variabel yang menunjukkan hal tersebut antara lain: kebutuhan fiskal (fiscal need), kapasitas fiskal (fiscal capacity), upaya fiskal (fiscal effort), derajat desentralisasi fiskal serta koefisien elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Product Domestik Regional Bruto (PDRB) (Musgrave & Musgrave, 1980). Penelitian yang berkenaan dengan kemampuan keuangan daerah antara lain dilakukan oleh Sumarsono (2009) dengan menggunakan tahun anggaran 2000-2004 Kota Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Penerimaan Daerah Kota Malang relatif besar jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Kebutuhan fiskal kota Malang dari tahun ke tahun semakin meningkat, demikian juga kapasitas fiskal dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Selisih indeks antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal cukup besar yang menunjukkan produktivitas masyarakat relatif besar dibandingkan dengan pembelanjaan publik.Kinerja pengelolaan keuangan daerah Kota Malang tergolong inelastis yaitu kenaikan PDRB kurang berpengaruh terhadap kenaikan PAD. Meilinda (2010) dengan tahun anggaran 2000-2007 di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi komponen penerimaan yang terbesar terhadap total penerimaan di Kabupaten Ogan Komering Ilir setelah adanya otonomi daerah pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 yaitu berasal dari dana perimbangan. Penelitian ini akan mengkaji ulang mengenai kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan yang mengalami pemekaran daerah dengan membandingkan sebelum dan setelah pemekaran daerah. Sebagaimana uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah yang dilihat dari aspek desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal, kapasitas fiskal dan upaya fiskal.
25
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
TINJAUAN PUSTAKA Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian kewenangan ini didasarkan kepada azas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah ini tentunya diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri dan juga didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah tetapi perlu juga diwujudkan atas dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandiriaan pemerintahan daerah sendiri sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah itu. Dalam kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tidak akan berhasil apabila tidak diimbangi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri. Pemekaran Daerah Pemekaran daerah sesuai Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, pada Bab I Pasal 1 tentang ketentuan umum dijelaskan sebagai pemecahan daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota menjadi lebih dari satu daerah. Meningkatnya jumlah daerah administrasi baru (sebagai daerah hasil pemekaran) diharapkan dapat mempermudah rentang kendali pemerintah sehingga kebijakan pembangunan lebih dirasakan oleh masyarakat. Konsep ini dijalankan berdasarkan pemahaman bahwa kebijakan pembangunan tingkat daerah direalisasikan berdasarkan potensi yang disesuaikan dengan kewenangan administrasi dan keuangan (desentralisasi administrasi dan fiskal). Dengan adanya pelimpahan tersebut pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk merumuskan strategi pembangunan tingkat lokal dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (LIPI, 2009:170). Kemampuan Keuangan Daerah Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya (Yuliati, 2001:22). Untuk melihat kemampuan dan kemandirian pemerintah daerah dalam menjalankan otonominya, salah satunya dapat diukur melalui kinerja/kemampuan keuangan daerah. Beberapa variabel yang menunjukkan hal tersebut antara lain: kebutuhan fiskal (fiscal need), kapasitas fiskal (fiscal capacity), upaya fiskal (fiscal effort), derajat desentralisasi fiskal serta koefisien elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Product Regional Bruto (PDRB) (Sumarsono, 2009:14). Desentralisasi Fiskal Reksohadiprodjo (2000:155), pengukuran desentralisasi fiskal dengan menggunakan rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan total penerimaan daerah kabupaten/kota dalam nilai desimal. …………………........................................…(1)
26
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
Ket: DDF PAD TPD
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
= Derajat Desentralisasi Fiskal kabupaten/kota i pada tahun t = Jumlah PAD kabupaten/kota i pada tahun t = Total Pendapatan Daerah
Menurut Balitbang Depdagri (1991:14) untuk mengetahui besarnya kemampuan keuangan daerah digunakan ukuran yang disebut Derajat Otonomi Fiskal (DOF), yaitu perbandingan antara PAD dengan Total Penerimaan Daerah, dikategorikan disajikan di dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Klasifikasi Derajat Otonomi Fiskal Kemampuan Keuangan Kisaran DOF Daerah 0% - 10% Sangat Kurang 10,1% - 20% Kurang 20,1% - 30% Sedang 30,1% - 40% Cukup 40,1% - 50% Baik >50% Sangat Baik Sumber:Balitbang Depdagri, Tahun 1991
Kebutuhan Fiskal Pengukuran kebutuhan fiskal daerah adalah dengan mempelajari besarmya pengeluaran per kapita masing-masing daerah (KPD). Dalam pengukuran ini, perlu ditetapkan terlebih dahulu standar kebutuhan fiskal (SKF) atau standar pelayanan publik. Reksohadiprodjo (2000:155), pengukuran kebutuhan fiskal dengan menggunakan Indeks Pelayanan Publik per Kapita yaitu rasio antara jumlah pengeluaran actual per kapita untuk jasa publik dan standar kebutuhan fiskal dalam nilai desimal. ……….….(2) IPPP PPP
: Indek Pelayanan Publik Per kapita :Jumlah pengeluaran rutin dan pembangunan per kapita masing-masing daerah ……………………..…..(3)
SKF Total Pengeluaran daerah Jumlah Penduduk
:Kebutuhan Fiskal Standar :Pengeluaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan :Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan
27
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Kapasitas Fiskal Kapasitas fiskal diukur dengan PDRB yang didasarkan pada harga konstan, sehingga kapasitas fiskal dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut: .…………………..…(4) KFi PDRBi Jumlah Penduduk KFs
: Kapasitas fiskal di Kabupaten /Kota : PDRB Kabupaten/Kota : Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota : Kapasitas fiskal standar ………………………………(5)
Upaya Fiskal Upaya fiskal diukur dengan menghitung koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastisitas PAD suatu daerah, maka struktur PAD di daerah akan semakin baik yang dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: …..………………………………………………….…………(6) Ket: e PAD PDRB
= elastisitas = Perubahan PAD = Perubahan PDRB
Dalam penelitian ini akan dianalisis apakah rata-rata desentralisasi fiskal, rata-rata kebutuhan fiskal, rata-rata kapasitas fiskal dan rata-rata upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah sama atau berbeda. H1: Ada perbedaan secara signifikan desentralisasi fiskal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah H2: Ada perbedaan secara signifikan kebutuhan fiskal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah H3: Ada perbedaan secara signifikan kapasitas fiskal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah H4: Ada perbedaan secara signifikan upaya fiskal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis data yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan dan Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI yang berkaitan dengan Ralisasi APBD, PDRB dan Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan yang mengalami pemekaran Daerah (Daerah Induk).
28
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Definisi Operasional Definisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi Operasional yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Kemampuan keuangan daerah diukur dengan kinerja keuangan daerah yaitu kebutuhan fiskal (fiscal need), kapasitas fiskal (fiscal capacity), derajat desentralisasi fiskal serta koefisien elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Product Domestik Regional Bruto (PDRB) (Musgrave dan Musgrave, 1980). 2. Desentralisasi fiskal diukur menggunakan rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah (Reksohadiprodjo 2000:155). 3. Kebutuhan fiskal diukur dengan Indeks Pelayanan Publik per Kapita yaitu rasio antara jumlah pengeluaran aktual per kapita untuk jasa publik (Reksohadiprodjo 2000:156). 4. Kapasitas fiskal diukur dengan rasio jumlah PDRB dibagi jumlah jumlah penduduk Kabupaten/Kota dengan jumlah kapasitas fiskal standar. Kapasitas fiskal standar diukur dengan rasio antara jumlah PDRB dibagi jumlah penduduk Provinsi (Reksohadiprodjo 2000:155). 5. Upaya fiskal diukur dengan mencari elastisitas PAD terhadap PDRB yaitu perubahan PAD dibagi perubahan PDRB (Reksohadiprodjo 2000:156). Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dari studi kepustakaan atau dari pihak lain yang berkaitan dengan obyek yang sedang diteliti (Effendi 2000:147). Data yang diperoleh adalah data yang sudah diolah. Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data yang akan diteliti digunakan metode inspeksi dokumen. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara dokumentasi yaitu data yang diperoleh dengan memanfaatkan laporan-laporan maupun dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian. Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan yang melakukan pemekaran daerah (Daerah Induk) yaitu Kabupaten/Kota; Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Muara Enim, Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Komering Ulu (OKU). Khusus Kabupaten Lahat telah mengalami pemekaran dua kali yaitu tahun 2001 dan 2007. Data diambil 3 (tiga) tahun sebelum dan 3 (tiga) tahun setelah pemekaran daerah. Periode tersebut diambil berdasarkan pertimbangan untuk melihat perbedaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah. Teknis Analisis Data Statistik Deskriptif Gambaran tentang data penelitian untuk menguji apakah ada perbedaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah, masing-masing indikator penelitian yaitu desentralisasi fiskal,
29
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
kebutuhan fiskal, kapasitas fiskal dan upaya fiskal baik sebelum maupun setelah pemekaran daerah tiap kabupaten dihitung rata-ratanya dan kemudian dibandingkan. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat perbedaan secara signifikan rata-rata desentralisasi fiskal, rata-rata kebutuhan fiskal, ratarata kapasitas fiskal dan rata-rata upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelahpemekaran daerah. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakanuji t sampel berpasangan (paired t-test) dengan program SPSS 17. Uji t ini digunakan untuk menguji dua sampel yang berpasangan yaitu sampel sebelum dan setelah pemekaran daerah. Dalam pengujian hipotesis ini apakah rata-rata desentralisasi fiskal, rata-rata kebutuhan fiskal, rata-rata kapasitas fiskal dan rata-rata upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan secara nyata atau signifikan sama atau tidak. HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Data Penelitian Desentralisasi Fiskal Tabel 2. Desentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Sebelum Pemekaran Daerah (Persen) Tahun
Lahat
1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata 2004 2005 2006 Rata-rata Rata-rata Desentralisasi Fiskal
10,86 3,23 3,53 5,87 4,30 4,62 3,90 4,27
Musi Banyuasin 4,82 3,42 1,22 3,15 -
Musi Rawas 4,69 4,09 4,96 4,58 -
Muara Enim 3,74 4,97 5,66 4,79 -
OKI
OKU
2,93 3,32 3,40 3,22 -
2,86 3,17 3,87 3,30 -
4,17
Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI Desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 2. Apabila dibandingkan dengan klasifikasi derajat otonomi fiskal yang ditetapkan oleh Depdagri, maka hampir semua Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam kategori sangat kurang (0-10%) dan hanya kabupaten Lahat pada tahun 1998 yang memiliki derajat desentralisasi fiskal di atas 10%. Secara umum rata-rata desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah sebesar 4,17 %.
Tabel 3. Desentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel
30
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Setelah Pemekaran Daerah (Persen) Tahun
Lahat
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata 2008 2009 2010 Rata-rata Rata-rata Desentralisasi Fiskal
3,05 3,18 4,30 3,51 5,78 5,11 4,49 5,13 4,37
Musi Banyuasin 5,62 1,63 1,56 2,94 -
Musi Rawas 3,40 3,00 3,39 3,26 -
Muara Enim 7,01 8,07 6,95 7,34 -
OKI
OKU
4,22 4,01 3,31 3,85 -
4,99 4,22 4,51 4,57 -
Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI Perkembangan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 3.Tidak ada satu daerahpun yang memiliki derajat desentralisasi fiskal di atas 10%. Secara umum rata-rata desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah sebesar 4,37 %. Jika dibandingkan dengan rata-rata desentralisasi fiskal sebelum pemekaran daerah maka rata-rata desentralisasi fiskal setelah pemekaran daerah ternyata lebih tinggi, walaupun keduanya sama-sama di bawah 10%. Kebutuhan Fiskal Perkembangan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum rata-rata kebutuhan fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah sebesar 8,71 kali di atas kebutuhan fiskal standar provinsi Sumatera Selatan. Tabel 4. Kebutuhan Fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumsel Sebelum Pemekaran Daerah Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata 2004 2005 2006 Rata-rata
Lahat 4,10 8,64 8,69 7,14 10,30 13,59 14,39 12,76
Musi Banyuasin 5,80 5,72 7,80 6,44 -
Musi Rawas 12,00 9,11 8,08 9,73 -
Rata-rata Kebutuhan Fiskal
Muara Enim 11,40 9,11 9,86 10,12 -
OKI 6,58 6,00 9,17 7,25 -
OKU 5,94 7,82 8,85 7,54 8,71
Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI dan Sumsel Dalam Angka BPS Sumsel Tabel 5. Kebutuhan Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel
31
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ratarata 2008 2009 2010 Ratarata
Lahat 11,19 9,41 10,30 10,30 20,17 21,98 21,28 21,14
Setelah Pemekaran Daerah Musi Musi Muara Banyuasin Rawas Enim 15,05 13,29 24,03 16,23 12,36 22,33 14,50 11,82 24,45 23,60 15,26 12,49 -
-
-
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
OKI
OKU
10,85 11,95 11,31 11,37
20,63 24,84 23,06 22,84
-
-
Rata-rata Kebutuhan Fiskal 16,72 Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI dan Sumsel Dalam Angka BPSSumsel Perkembangan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum rata-rata kebutuhan fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah sebesar 16,72 kali di atas kebutuhan fiskal standar provinsi Sumatera Selatan. Rata-rata kebutuhan fiskal masing-masing kabupaten/kota sebelum pemekaran daerah lebih rendah dari ratarata kebutuhan fiskal setelah pemekaran daerah, demikian juga rata-rata secara umumnya. Kapasitas Fiskal Perkembangan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 23. Secara umum rata-rata kapasitas fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah sebesar 5,93 kali di atas kapasitas fiskal standar Provinsi Sumatera Selatan. Tabel 6. Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Sebelum Pemekaran Daerah Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata 2004 2005 2006 Rata-rata
Lahat 3,86 3,67 2,23
3,25 7,62 9,82 7,20 8,21
Musi Banyuasin 16,76 12,77 9,68
13,07
Musi Rawas
Muara Enim
4,31 3,95 6,61
9,31 6,73 4,05
4,96
Rata Kapasitas Fiskal
6,70
OKI
OKU
2,82 3,46 3,61 3,30
1,67 2,08 2,29 2,01
5,93
Sumber:Diolah dari Sumsel Dalam Angka, BPS Sumsel Perkembangan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 4.26. Secara umum rata-rata kapasitas
32
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah sebesar 14,82 kali di atas kapasitas fiskal standar Provinsi Sumatera Selatan. Jika dibandingkan dengan rata-rata kapasitas fiskal sebelum pemekaran daerah, rata-rata kapasitas fiskal setelah pemekaran daerah lebih tinggi daripada rata-rata kapasitas fiskal sebelum pemekaran daerah. Tabel 7. Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Setelah Pemekaran Daerah Tahun
Lahat
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata 2008 2009 2010 Rata-rata
7,49 7,65 7,62 7,59 13,43 13,25 12,68 13,12
Musi Musi Banyuasin Rawas 8,87 33,85 8,84 32,85 8,91 40,58 35,76 8,87 -
Muara Enim 15,86 15,70 15,59 15,72 -
OKI 7,27 7,23 7,29 7,26 -
Rata-rata Kapasitas Fiskal
OKU 13,16 16,58 16,61 15,45 14,82
Sumber:Diolah Sumsel Dalam Angka, BPS Sumsel Upaya Fiskal Untuk mengukur upaya fiskal digunakan proxy elastisitas PAD terhadap PDRB.Perkembangan elastisitas PAD terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Elastisitas Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Sebelum Pemekaran Daerah Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Ratarata 2004 2005 2006 Ratarata
Lahat (12,00) 5,50 (3,25) 6,20 (0,78) 2,71
Musi Banyuasin (0,73) 24,50 11,88 -
Musi Rawas
Muara Enim
OKI
OKU
(0,89) 073 (0,08)
15,00 23,00 19,00
17,00 6,50 11,75
25,50 4,60 15,05
-
-
-
-
Rata-rata Elastisitas Fiskal
8,15
Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI Secara umum rata-rata elastisitas fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah sebesar 2,88. Rata-rata elastisitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah rata-ratanya di
33
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
atas 1 yaitu sebesar 8,15. Hal ini menunjukkan bahwa peranan PAD dalam membiayai urusan daerah dinyatakan mampu menunjang kemampuan keuangan daerah. Tabel 9. Elastisitas Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Setelah Pemekaran Daerah Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ratarata 2008 2009 2010 Ratarata
Lahat 7,17 4,10 5,63 3,60 (2,17) 0,72
Musi Banyuasin (30,00) 14,00 (8,00) -
Musi Rawas
Muara Enim
OKI
OKU
(1,75) 4,25 1,25
2,75 (0,75) 1,00
0,03 0,02 0,02
1,06 5,20 3,13
-
-
-
-
Rata-rata Elastisitas Fiskal
0,54
Sumber:Diolah dari Ringkasan Realisasi APBD Kemenkeu, Dirjen Perimbangan Keuangan RI Perkembangan elastisitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah pada table 34. Secara umum rata-rata elastisitas fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah sebesar 0,36. Ratarata elastisitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah lebih kecil dari 1 yaitu 0,54.Hal ini menunjukkan bahwa peranan PAD dalam membiayai urusan daerah dinyatakan belum mampu menunjang kemampuan keuangan daerah. Rata-rata secara umum elastisitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah lebih tinggi dari rata-rata secara umum elastisitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah. Hasil Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah digunakanpengujian statistik parametric yaitu uji tuntuk sampel berpasangan (paired t-test) dengan program SPSS 17. Uji t ini digunakan untuk menguji dua sampel yang berpasangan yaitu nilai rata-rata sampel sebelum dan setelah pemekaran daerah.Dalam pengujian hipotesis ini apakah rata-rata desentralisasi fiskal, rata-rata kebutuhan fiskal, rata-rata kapasitas fiskal dan rata-rata upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah secara nyata atau signifikan berbeda atau tidak. Desentralisasi Fiskal Berdasarkan Tabel 10 memperlihatkan bahwa rata-rata desentralisasi fiskal Kabupaten Lahat sebelum pemekaran tahap 1 lebih tinggi daripada rata-rata desentralisasi fiskalnya setelah pemekaran daerah yaitu 5,87 persen dibanding 3,51 persen pada tingkat probabilitas 0,478. Walaupun kedua nilai rata-rata rasio tersebut berbeda namun secara statistik tidak signifikan, karena probabilitasnya di atas 5 persen yang berarti menerima H0
34
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
(tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata desentralisasi fiskal Kabupaten Lahat di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah). Secara umum rata-rata desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran lebih rendah daripada rata-rata desentralisasi fiskalnya setelah pemekaran daerah yaitu 4,17 persen dibanding 4,37 persen pada tingkat probabilitas 0,688. Walaupun kedua nilai rata-rata rasio tersebut berbeda namun secara statistik tidak signifikan, karena probabilitasnya di atas 5 persen yang berarti menerima H 0 (tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah). Tabel 10. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Desentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten/Kota Lahat Tahap 1 Musi Banyuasin Musi Rawas Muara Enim OKI OKU Lahat Tahap 2 Secara umum
Rata-rata Sebelum (Persen) 5,87 3,15 4,58 4,79 3,22 3,30 4,27 4,17
Rata-rata Setelah (Persen) 3,51 2,94 3,26 7,34 3,85 4,57 5,13 4,37
Probabilitas 0,478 0,811 0,011 0,056 0,256 0,103 0,113 0,688
Hasil Pengujian H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Sumber:Diolah dari hasil pengujian hipotesis uji t sampel berpasangan (paired test) dengan program SPSS 17 Kebutuhan Fiskal Berdasarkan Tabel 11 memperlihatkan bahwa rata-rata kebutuhan fiskal Kabupaten Lahat sebelum pemekaran tahap 1 lebih rendah daripada rata-rata kebutuhan fiskalnya setelah pemekaran daerah yaitu 7,14 dibanding 10,30 pada tingkat probabilitas 0,252. Walaupun kedua nilai rata-rata rasio tersebut berbeda namun secara statistik tidak signifikan, karena probabilitasnya di atas 5 persen yang berarti menerima H0 (tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata kebutuhan fiskal Kabupaten Lahat di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah). Secara umum rata-rata kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran lebih rendah daripada rata-rata kebutuhan fiskalnya setelah pemekaran daerah yaitu 8,71 dibanding 16,72 pada tingkat probabilitas 0,000. Nilai ratarata rasio tersebut berbeda dan secara statistik signifikan, karena probabilitasnya di bawah 5 persen yang berarti menolakH0 (ada perbedaan signifikan antara rata-rata kebutuhan fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah).
Tabel 11. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Kebutuhan Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan
35
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
Kabupaten/K ota
Rata-rata Sebelum (Kali) 7,14 6,44
Rata-rata Setelah (Kali)
Probabilit as
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Hasil Pengujian
Lahat Tahap 1 10,30 0,252 H0 diterima Musi 23,60 0,001 H0 ditolak Banyuasin Musi Rawas 9,73 15,26 0,048 H0 ditolak Muara Enim 10,12 12,49 0,033 H0 ditolak OKI 7,25 11,37 0,065 H0 diterima OKU 7,54 22,84 0,003 H0 ditolak Lahat Tahap 2 12,76 21,14 0,010 H0 ditolak Secara umum 8,71 16,72 0,000 H0 ditolak Sumber:Diolah dari hasil pengujian hipotesis uji t sampel berpasangan (paired test) dengan program SPSS 17 Kapasitas Fiskal Berdasarkan Tabel 12 memperlihatkan bahwa rata-rata kapasitas fiskal Kabupaten Lahat sebelum pemekaran tahap 1 lebih rendah daripada rata-rata kapasitas fiskalnya setelah pemekaran daerah yaitu 3,25 dibanding 7,59 pada tingkat probabilitas 0,015. Nilai rata-rata rasio tersebut berbeda dan secara statistik signifikan, karena probabilitasnya di bawah 5 persen yang berarti menolak H0(ada perbedaan signifikan antara rata-rata kapasitas fiskal Kabupaten Lahat di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah). Tabel 12. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Upaya Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten/Kota Lahat Tahap 1 Musi Banyuasin Musi Rawas Muara Enim OKI OKU Lahat Tahap 2 Secara umum
Rata-rata Sebelum 3,25 11,88 -0,08 19,00 11,75 15,05 2,71 8,15
Rata-rata Setelah 5,63 -8,00 1,25 1,00 0,02 3,13 0,72 0,54
Probabilitas 0,546 0,281 0,653 0,197 0,268 0,516 0,187 0,047
Hasil Pengujian H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak
Sumber:Diolah dari hasil pengujian hipotesis uji t sampel berpasangan (paired test) dengan program SPSS 17\ Desentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan hasil pengujian perbedaan kemampuan keuangan per kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang diukur dengan desentralisasi fiskal tidak mendukung hipotesis penelitian (kecuali Kabupaten Musi Rawas) artinya diantara kedua periode pengamatan sebelum dan setelah pemekaran daerah tidak memiliki perbedaan secara nyata kecuali Kabupaten Musi Rawas. Walaupun hasil analisis menunjukkan desentralisasi fiskal Kabupaten Musi Rawas setelah pemekaran daerah mengalami penurunan tetapi secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan desentralisasi fiskal secara signifikan antara sebelum dan setelah pemekaran daerah.Dengan demikian pemekaran daerah tidak mempengaruhi desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan, kecuali Kabupaten Musi Rawas yang desentralisasi fiskalnya dipengaruhi oleh pemekaran daerah.
36
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Hasil analisis secara umum menunjukkan desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah mengalami peningkatan.Sedangkan berdasarkan hasil pengujian hipotesis kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan hasilnya menerima H0, artinya bahwa di antara dua periode pengamatan yaitu sebelum dan setelah pemekaran daerah tidak memiliki perbedaan desentralisasi fiskal secara nyata. Dengan demikian pemekaran daerah tidak mempengaruhi desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan. Rata-rata desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan baik sebelum maupun setelah pemekaran daerah di bawah 10% (sangat kurang). Hal ini tidak mendukung hasil pengujian hipotesis yang menerima H 0 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah. Ini juga sejalan dengan penelitian Tantra (2003), Sumarsono (2009), Sukardi (2009) dan Sukadana (2010) yang menunjukkan kabupaten/kota masih sangat bergantung pada dana pemerintah pusat. Hasil analisis ini bertolak belakang dengan penelitian Haryati (2006) dan Meilinda (2010) yang menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal setelah berlakunya otonomi daerah lebih baik daripada desentralisasi fiskal sebelum otonomi daerah. Rendahnya desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan yang hanya berkisar antara 2,94 – 7,34 persen disebabkan masih rendahnya kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Rendahnya desentralisasi fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah disebabkan bukan hanya karena kabupaten/kota belum mampu mengintensifkan penerimaan pajak dan retribusi daerah, tetapi juga ada beberapa sumber PAD yang beralih ke daerah pemekaran ( daerah otonom baru). Hal ini mengakibatkan rendahnya PAD yang menyebabkan proporsi PAD terhadap pendapatan daerah juga rendah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi keuangan lokal, khususnya Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat mengingat ketergantungan semacam ini akan mengurangi kreatifitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien (Adi, 2001:5). Kebutuhan Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Hasil analisis menunjukkan kebutuhan fiskal per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah mengalami peningkatan.Ini sesuai dengan hasil pengujian yang menolak H0 kecuali Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI, artinya terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah per kabupaten/kotadi provinsi Sumatera Selatan yang diukur dengan kebutuhan fiskal kecuali Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI. Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah mempengaruhi kebutuhan fiscal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan kecuali Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI. Rata-rata kebutuhan fiskal Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI setelah pemekaran daerah meningkat tetapi hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebutuhan fiskal sebelum dan setelah pemekaran daerah.Hal ini terbukti secara statistik bahwa pemekaran daerah tidak signifikan mempengaruhi kebutuhan fiskal Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI. Hasil analisis kebutuhan fiskal secara umum Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah mengalami peningkatan.Hal ini sesuai dengan hasil pengujian yang menolak H0, artinya bahwa di antara dua periode pengamatan yaitu sebelum dan setelah pemekaran daerah memiliki perbedaan kebutuhan fiskal secara nyata.
37
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Dengan demikian pemekaran daerah mempengaruhi kebutuhan fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan. Kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah dari tahun ke tahun meningkat, sedangkan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah berfluktuasi walaupun meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa standar layanan umum seperti pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial meningkat, sesuai dengan penelitian Sumarsono (2009), Haryati (2006) dan Sukardi (2009), yang berarti pelayanan kepada masyarakat semakin baik. Kebutuhan fiskal setelah pemekaran daerah dari tahun ke tahun meningkat, berarti standar layanan umum dari tahun ke tahun meningkat yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat juga semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan dengan program asuransi kesehatan rakyat miskin (Askeskin), dan bantuan operasional sekolah (BOS), PNPM dan penjualan beras rakyat miskin (Raskin). Dengan adanya program Askeskin, BOS, PNPM dan penjualan Raskin, masyarakat kurang mampu dapat menikmati barang/jasa yang dibutuhkan, misalnya subsidi listrik, pupuk, BBM, layanan kesehatan secara gratis dan pendidikan SD-SLTA yang lebih baik. Dengan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas.SDM yang berkualitas dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran daerah berfluktuasi kecuali Kabupaten OKI dan OKU terjadi peningkatan. Kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah berfluktuasi walaupun meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daerah untuk menghasilkan barang dan jasa semakin produktif, sesuai dengan penelitian Sumarsono (2009) dan Meilinda (2010). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis per kabupaten/kota menunjukkan semua Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan yang melakukan pemekaran daerah menolak H0, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik pemekaran daerah mempengaruhi kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan. Demikian juga hasil pengujian hipotesissecara umum kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan menolak H0, artinya bahwa di antara dua periode pengamatan yaitu sebelum dan setelah pemekaran daerah memiliki perbedaan kapasitas fiskal secara nyata. Dengan demikian pemekaran daerah mempengaruhi kapasitas fiskal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan.Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Haryati (2009) yang menyatakan bahwa kapasitas fiskal sebelum otonomi daerah lebih tinggi daripada sesudah otonomi daerah. Upaya Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Untuk mengukur upaya fiskal menggunakan proxy elastisitas yaitu rasio antara perubahan PAD dengan perubahan PDRB.Rata-rata elastisitas fiskal Kabupaten Lahat tahap 1 dan Musi Rawas sebelum pemekaran daerah lebih kecil dari 1 dan rata-rata elastisitas fiskal Kabupaten Musi Banyuasin, OKI dan Lahat tahap 2 setelah pemekaran daerah juga lebih kecil dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa peranan PAD dalam membiayai urusan daerah dinyatakan belum mampu menunjang kemampuan kauangan daerah.
38
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
Kurang berperannya PAD dalam membiayai urusan daerah disebabkan perubahan PAD lebih kecil dari perubahan PDRB. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan yang melakukan pemekaran daerah menerima H0, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik pemekaran daerah tidak mempengaruhi secara signifikan upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil pengujian hipotesis secara umum Kabupaten /Kota di Provinsi Sumatera Selatan yang melakukan pemekaran daerah menolak H0, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik pemekaran daerah mempengaruhi secara signifikan upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Rata-rata upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan setelah pemekaran daerah juga lebih kecil daripada rata-rata upaya fiskal sebelum pemekaran daerah. Berbeda dengan hasil pengujian hipotesis secara umumyang menolak H 0 yang berarti ada perbedaan upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik pemekaran daerah mempengaruhi secara signifikan upaya fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Haryati (2006), Sumarsono (2009) dan Meilinda (2010) yaitu elastisitas fiskalnya lebih dari 1 yang berarti pertumbuhan PDRB berpengaruh terhadap pertumbuhan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa peranan PAD dalam membiayai urusan daerah dinyatakan telah mampu menunjang kemampuan keuangan daerah. Kurang berperannya PAD dalam membiayai urusan urusan daerah disebabkan Kabupaten/Kota belum secara optimal dalam menggali potensi PAD. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan maka dapat disimpulkan bahwa: Pemekaran daerah tidak mempengaruhi desentralisasi fiskal per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kabupaten Musi Rawas hal ini sesuai dengan hasil pengujian hipotesis yang menerima H0kecuali Kabupaten Musi Rawas menolak H0. Secara umum pemekaran daerah tidak mempengaruhi desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, hal ini sesuai dengan pengujian yang menerima H0 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan antara sebelum dan setelah pemekaran daerah. Pemekaran daerah mempengaruhi kebutuhan fiskal per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI, hal ini sesuai dengan hasil pengujian hipotesis yang menolak H0 kecuali Kabupaten Lahat tahap 1 dan Kabupaten OKI menerima H0. Secara umum pemekaran daerah mempengaruhi kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, hal ini sesuai dengan pengujian yang menolak H0 yang berarti ada perbedaan signifikan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan antara sebelum dan setelah pemekaran daerah. Pemekaran daerah mempengaruhi kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan baik per kabupaten/kota maupun secara umum, hal ini sesuai dengan hasil pengujian hipotesis yang menolak H0 yang berarti ada perbedaan signifikan kapasitas fisal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan antara sebelum dan setelah pemekaran daerah. Pemekaran daerah tidak mempengaruhi upaya fiskal per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, hal ini sesuai dengan hasil pengujian hipotesis yang menerima H0 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan sebelum dan setelah pemekaran daerah. Secara umum pemekaran daerah mempengaruhi upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan, hal ini sesuai dengan hasil pengujian hipotesis yang menolak H 0 yang berarti tidak ada perbedaan
39
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Daerah
VOL. 4 NO. 1 JAN 2014
signifikan upaya fiskal Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan antara sebelum dan setelah pemekaran daerah. DAFTAR PUSTAKA Bappenas, 2008, Evaluasi 3 Tahun Pelaksanaan RJJMN 2004-2009 “Bersama Menata Perubahan”. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Jakarta. Meilinda, Klara,2010,Analisa Kemampuan Keuangan Daerah dalam Menjalankan Otonomi Daerah di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya (Tidak dipublikasikan). Musgrave, Richard A danMusgrave, Peggy B, 1980,Public Finance in Theory and Practice, edisi ketiga, Mc Graw Hill, New York. Reksohadiprodjo. S. dan Brodjonegoro. B.P, 2000. Ekonomi Lingkungan Pengantar). BPFE. Yogyakarta.
(Suatu
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI No.129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah ________________, Undang - Undang RI No.32 Tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah Sidik, Machfud, (2002), Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah, Orasi Ilmiah, Acara Wisuda XXI STIA LAN Bandung Suardi Basri, Muhammad,2011,Refleksi atas Kegagalan Otonomi Daerah, Kompas (Koran), 24 Maret 2011, Halaman XXI, http://forumdaqwah.blogspot.com/2012/04/refleksi-atas-kegagalan-otonomidaerah.html diakses 28 April 2012 Sultoni,2010,Dua Sisi Wajah Otonomi Daerah, Kompas (Koran), 25 April 2010, Halaman XXII,http://www.kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailbe rita/597 diakses 28 April 2012 Sumarsono, Hadi,2009,Analisis Kemandirian Otonomi Daerah: Kasus Kota Malang, Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan Vol.1, No.1, hal 13-26, Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogjakarta. UPP YKPN./
40